Post on 06-Aug-2015
ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN POSTMATUR
A.Tinjauan Dasar Medis
1. Pengertian
Persalinan postmatur adalah persalinan dari kehamilan yang melewati 294 hari atau
42 minggu. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungn usia kehamilan dengan
rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri ( Kapita Selekta Kedokteran
jilid 1 ).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya persalinan post matur belum diketahui dengan jelas, namun
diperkirakan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
1) Masalah ibu:
Cervix belum matang
Kecemasan ibu
Persalinan traumatis
Hormonal
Factor herediter
2) Masalah bayi:
Kelainan pertumbuhan janin
Oligohidramnion
3. Tanda dan Gejala
a. Gerakan janin jarang ( secara subjektif kurang dari 7x / 20 menit atau secara objektif
kurang dari 10x / menit.
b. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:
Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit menjadi
kering, rapuh dan mudah terkelupas.
Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum ( kehijuan di kulit.
Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit dan tali pusat.
c. Berat badan bayi lebih berat dari bayi matur
d. Tulang dan sutura lebih keras dari bayi matur
e. Rambut kepala lebih tebal.
4. Pengaruh Terhadap Ibu dan Bayi
Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosia karena kontraksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, molding kepala kurang, sehingga sering dijumpai partus lama,
kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, perdarahan post partum yag mengakibatkan
meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
Bayi
Jumlah kematian janin atau bayi pada kehamilan 42 minggu 3x lebih besar dari
kehamilan 40 minggu. Pengaruh pada janin bervariasi, diantaranya berat janin bertambah,
tetap atau berkurang.
5. Pemeriksaan Penunjang
USG : untuk mengetahui usia kehamilan, derajat maturitas plasenta.
Kardiotokografi : untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Amniocentesis : pemeriksaan sitologi air ketuban.
Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban.
Uji Oksitisin : untuk menilai reaksi janin terhadap kontraksi uterus.
Pemeriksaan kadar estriol dalam urine.
Pemeriksaan sitologi vagina.
6. Penatalaksanaan
Setelah usia kehamilan lebih dari 40- 42 minggu, yang terpenting adalah monitoring janin
sebaik – baiknya.
Apabila tidak ada tanda – tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat.
Lakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan kematangan cervik, apabila sudah matang,
boleh dilakukan induksi persalinan.
Persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi,
janin postmatur kadang – kadang besar dan kemungkinan disproporsi cephalopelvix dan
distosia janin perlu diperhatikan. Selain itu janin post matur lebih peka terhadap sedative dan
narkosa.
Tindakan operasi section caesarea dapat dipertimbangkan bila pada keadaan onsufisiensi
plasenta dengan keadaan cervix belum matang, pembukaan belum lengkap, partus lama dan
terjadi gawat janin, primigravida tua, kematian janin dalam kandungan,pre eklamsi,
hipertensi menahun, anak berharga dan kesalahan letak janin.
7. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur,
minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali
pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di
atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan
sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan seminggu sekali
pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia
kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan
dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan
perhitungan yang lebih tepat.. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama
haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid
terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu).
B.Konsep Dasar Keperawatan
a. Pengkajian
Identitas Klien
Status kehamilan
Riwayat kehamilan
Riwayat kesehatan
b. Pengkajian fungsional
Tinjauan ulang catatan prenatal dan intra operatif serta indikasi section caesarea.
Sirkulasi : pucat, riwayat hipertensi, pendarahan ( 600 – 800 mL )
Integritas ego : gembira, marah, takut, pengalaman kelahiran.
Eliminasi: urine, bising usus.
Makanan / cairan : abdomen lunak, tidak ada distensi, nafsu makan, berat badan, mual,
muntah.
Neurosensori : kerusakan gerakan, tingkat anastesi
Nyeri : trauma bedah, nyeri penyerta, distensi vu, mulut kering.
Pernafasan : bunyi nafas
Keamanan : balutan abdomen, eritema, bengkak.
Seksualitas : Kontraksi fundus, letak, lochea
Aktivitras : kelelahan, kelemahan, malas.
c. Pengkajian lanjutan
Observasi tanda – tanda vital.
Pengkajian head to toe
d. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada bayi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asfiksia.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan pasokan oksigen.
3) Hipotermi berhubungan dengan hilangnya lemak subkutan.
4) Resiko cedera pada janin berhubungan dengan distress janin.
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengelupasan kulit.
Diagnosa keperawatan pada ibu
1) Ansietas berhubungan dengan partus macet
2) Resiko infeksi berhubungan dengan terbukanya intrauteri dengan ekstrauteri
c. Rencana asuhan keperawatan
Rencana bagi bayinya
Diagnosa keperawatan TujuanRencana keperawatan
Intervensi Rasional
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan
asfiksia
Diharapkan klien mampu
menunjukkan perbaikan
pertukaran gas/pertukaran gas
normal dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
Mempertahankan kadar Po/Pco,
dalam batas normal 40-70 cm
H2O
Suara napas normal (vesikuler)
RR normal 40-50x/menit.
Tidak terjadi sianosis pada
pasien.
Tidak terjadi aspirasi mekonium
Status pernapasan eupnea
(normal).
Tinjau ulang informasi yang
berhubungan dengan kondisi bayi,
seperti lamanya persalinan, Apgar
scor, obat-obatan yang digunankan
ibu selama kehamilan, termasuk
betametason.
Perhatikan usia gestasi, berat badan,
dan jenis kelamin.
Kaji status pernapasan, perhatikan
tanda-tanda distress pernapasan
(mis., takipnea, pernapasan cuping
hidung, ronki, atau krakels).
Gunakan pemantau oksigen transkutan
atau oksimeter nadi.
Hisap hidung dan orofaring dengan
Persalinan lama meningkatkan
resiko hipoksia, dan depresi
pernapasan dapat terjadi setelah
pemberian atau penggunaan obat
oleh ibu.
Neonatus lahir lebih dari 42 minggu
beresiko terjadinya aspirasi
mekonium.
Takipnea menandakan distress
pernapasan, khususnya bila
pernapasan lebih besar dari
60x/menit setelah 5 jam kehidupan
pertama.
Memberikan pemantauan noninvasif
konstan terhadap kadar oksigen.
Mungkin perlu untuk
mempertahankan kepatenan jalan
hati-hati, sesuai kebutuhan.
Pantau masukan dan haluaran cairan.
Observasi terhadap tanda dan lokasi
sianosis.
Pantau pemeriksaan laboratorium,
dengan tepat grafik seri GDA.
Pantau jumlah pemberian oksigen dan
durasi pemberian.
Catat fraksi oksigen dalam udara
inspirasi (FIO2) setiap jam.
Mulai drinase postural, fisioterapi
dada, vibrasi lobus setiap 2 jam,
sesuai indikasi, perhatikan toleransi
napas.
Dehidrasi merusak kemampuan
untuk membersihkan jalan napas
saat mucus menjadi kental.
Sianosis adalah tanda lanjut dari
PaO2 rendah.
Hipoksemia, hiperkapnia, dan
asidosis menurunkan produksi
surfaktan.
Kadar oksigen serum tinggi yang
lama disertai dengan tekanan tinggi
yang lama diakibatkan dari IPPB
dapat mempredisposisikan bayi
pada displasia bronkopulmonal.
Jumlah oksigen yang diberikan,
diekspresikan sebagai FIO2
ditentukan secara individu,
berdasarkan sampel darah kapiler.
Memudahkan penghilangan sekresi.
Lama waktu yang digunakan setiap
lobus dihubungkan dengan
toleransi bayi.
bayi terhadap prosedur.
Berikan makanan dengan selang
nasogastrik atau orogastrik sebagai
pengganti pemberian makanan
dengan ASI, bila tepat.
Berikan obat-obatansesuai indikasi:
Natrium bikarbonat
Menurunkan kebutuhan oksigen,
meningkatkan istirahat,
menghemat energi, menurunkan
resiko aspirasi.
Penggunaan natrium bikarbonat
yang hati-hati dapat membantu
mengembalikan pH kedalam
rentang normal.
Resiko cedera janin
berhubungan dengan
distress janin.
Diharapkan klien mampu
mempertahankan kehamilan
sampai janin benar-benar viable
untuk hidup dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
Tidak ada cedera yang terjadi
pada pasien.
Auskultasi dan laporkan irama jantung
janin, perhatikan kekuatan ,
regularitas, dan frekuensi. Perhatikan
adanya perubahan pada gerakan
janin. Catat perkiraan tanggal
kelahiran ( PTK ) dan tinggi fundus.
Kaji kondisi ibu dan adanya kontraksi
uterus atau tanda-tanda lain dari
ancaman kelahiran
Menandakan kesejahteraan janin.
PTK membantu memberikan
perkiraan kasar tentang usia janin
untuk membantu merencanakan
kesempatan viabilitas.
Bila dilatasi servik berlanjut ( 4 cm
atau lebih ) atau terjadi kontraksi
uterus teratur, kemungkinan
mempertahankan kehamilan adalah
Gangguan perfusi
jaringan berhubungan
dengan penurunan
pasokan oksigen.
Diharapkan pasien menunjukkan
peningkatan perfusi jaringan
dengan kriteria hasil sebagai
berikut:
Tanda-tanda vital dalam batas
normal
TD : 80/46 mmHg
RR : 40-50 x/menit
Suhu : 370
Nadi : 120-140 x/menit
Kapileri refill kurang dari 3
detik.
Siapkan ibu untuk prosedur
pembedahan, sesuai indikasi ( rujuk
pada DK: cedera, resiko terhadap ibu
)
Bantu dengan ultrasonografi, bila
diindikasikan.
Catat perubahan dalam tingkat
kesadaran keluhan sakit kepala,
pusing, terjadinya defisit
sensori/motor
Pantau tanda vital. Catat kehangatan,
pengisian kapiler.
Pertahankan pemasukkan cairan
adekuat. Awasi haluaran urin.
Kaji ekstremitas bawah untuk tekstur
kulit, edema, luka.
kecil.
Pemasangan jahitan servik dapat
mempertahankan kehamilan
sampai janin mencapai tahap
viabilitas
Memberikan gambaran lebih akurat
dari maturitas dan usia gestasi
janin.
Perubahan dapat menunjukkan
penurunan perfusi pada SSP akibat
iskemia atau infark.
Perubahan menunjukkan penurunan
sirkulasi/hipoksia yang
meningkatkan oklusi kapiler.
Dehidrasi tidak menyebabkan
hipovolemia tetapi menyebabkan
oklusi kapiler.
Penurunan sirkulasi perifer sering
menimbulkan perubahan dermal
dan pelambatan penyembuhan.
Akral hangat.
Tidak terdapat sianosis
Pertahankan suhu lingkungan dan
kehangatan tubuh.
Berikan cairan (IV/peroral) sesuai
indikasi
Berikan oksigen tambahan yang sesuai
dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
Mencegah vasokonstriksi,
membantu dalam mempertahankan
sirkulasi dan perfusi.
Mendukung volume sirkulasi/perfusi
ke jaringan.
Dapat memperbaiki atau mencegah
memburuknya hipoksia.
Hipotermi berhubungan
dengan hilangnya lemak
subkutan.
Diharapkan klien mampu
menunjukkan peningkatan suhu
tubuh/suhu tubuh normal (36,5-
370C) dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
Peningkatan suhu 36,5-370C.
Pasien tidak mengalami stress
dingin.
Bayi tenang dan tidak rewel.
Kaji suhu tubuh dengan sering.
Tempatkan bayi pada penghangat,
isolate, incubator, tempat tidur
terbuka dengan penyebaran hangat.
Gunakan lampu pemanas selama
prosedur.
Kurangi pemajanan pada aliran udara,
Hipotermia membuat bayi
cenderung pada stress dingin.
Mempertahankan lingkungan
termonetral, membantu mencegah
stress dingin.
Menurunkan kehilangan panas pada
lingkungan yang lebih dingin dari
ruangan.
hindari pembukaan pagar isolate
yang tidak semestinya.
Ganti pakaian atau linen tempat tidur
bila basah. Pertahankan kepala bayi
tetap tertutup.
Berikan penghangatan bertahap untuk
bayi dengan stress dingin.
Menurunkan kehilangan panas
karena konveksi/konduksi.
Membatasi kehilangan panas.
Menurunkan kehilangan melalui
evaporasi.
Peningkatan suhu tubuh yang cepat
dapat menyebabkan konsumsi
oksigen berlebihan dan apnea.
Resiko kerusakan
integritas kulit
berhubungan dengan
pengelupasan kulit.
Diharapkan klien dapat
mempertahankan keutuhan kulit
dengan kriteria hasil sebagai
berikut:
klien tidak tampak adanya
pengelupasan dan meserasi pada
kulit.
Tidak ada kulit kering pada bayi.
Terjaga kelembabannya kulitnya.
Kaji /catat ukuran, warna, keadaan
luka/kondisi sekitar luka.
Lakukan kompres basah dan sejuk.
Lakukan perawatan luka dan hygiene
(seperti mandi), sesudah itu
keringkan kulit dengan hati-hati dan
taburi bedak yang tidak iritatif.
Berikan prioritas untuk meningkatkan
kenyamanan dan kehangatan pasien.
Mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
Merupakan tindakan protektif yang
dapat mengurangi nyeri.
Memungkinkan pasien lebih bebas
bergerak dan meningkatan
kenyamanan pasien.
Mempercepat proses rehabilitasi
pasien
Rencana bagi ibunya
No Diagnosa keperawatan TujuanRencana keperawatan
Intervensi Rasional
Ansietas berhubungan
dengan partus macet.
Resiko infeksi
Diharapkan klien mampu
menunjukkan berkurangnya
rasa cemas dan mampu
mempertahankan koping yang
positif dengan criteria hasil
sebagai berikut:
Klien merasa tenang dan
optimis dengan persalinannya.
Klien dapat menggunakan
teknik relaksasi distraksi atau
napas dalam dengan efektif.
Menggungkapkan pemahaman
situasi individu dan
kemungkinan hasil akhir.
Klien tampak rileks, tanda-
tanda vital dalam batas normal
TD : 120/80 mmHg
RR : 18-24 x/menit
Nadi: 80-100 x/menit
Diharapkan klien mampu
Jelaskan prosedur intervensi
keperawatan dan tindakan.
Pertahankan komunikasi
terbuka, diskusikan dengan
klien kemungkinan efek
samping dan hasil,
pertahankan sikap optimis.
Orientasikan klien dengan
pasangan pada lingkungan
persalinan.
Anjurkan tehnik relaksasi seperti
teknik distraksi atau napas
dalam
Anjurkan penggungkapan rasa
takut atau masalah.
Pantau tanda-tanda vital.
Pengetahuan tentang alasan
untuk aktifitas ini dapat
menurunkan rasa takut dari
ketidaktahuan.
Membantu klien dan orang
terdekat merasa mudah dan
lebih nyaman pada sekitar kita.
Memungkinkan klien untuk
merileksasikan otot-otot supaya
tidak tegang.
Dapat membantu menurunkan
ansietas dan merangsang
identifikasi perilaku koping.
TTV dapat berubah karena
berhubungan dengan
terbukanya intrauteri
dengan ekstrauteri
menunjukkan bebas dari tanda-
tanda infeksi dengan kriteria
hasil sebagai berikut:
Suhu tubuh normal 36,5-370C.
Kontaminasi dapat
diminimalkan.
Cairan amniotic jernih, hampir
tidak berwarna dan berbau.
Pada pemeriksaan
laboratorium jumlah leukosit
dalam batas normal yaitu
5000-10000 mm3.
Tekankan pentingnya cuci
tangan yang baik dan tepat.
Gunakan teknik aseptik selama
melakukan pemeriksaan
vagina (VT).
Pantau tanda-tanda vital dan
nilai leukosit.
Pantau dan gambarkan
karakteristik dari cairan
amniotic.
ansietas.
Menurunkan resiko yang
menyebabkan penyebaran agen
infeksius.
Membantu mencegah
pertumbuhan bakteri,
membatasi kontaminasi dari
pencapaian ke vagina.
Dalam 4 jam setelah membrane
rupture, insiden korioamnionitis
meningkat secara progresif,
ditunjukkan dengan perubahan
TTV dan jumlah sel darah pulih.
Pada infeksi cairan amnionitik
menjadi lebih kental dan kuning
pekat dengan bau yang tidak
sedap.
Daftar Pustaka
1. Cunningham. Mac Donald. Grant obstetric Williams. Ed 18 Jakarta: EGC, 1995.
2. Hamilton PM, Dasar – dasar keperawatan maternitas Ed 6, Jakarta : EGD. 1995.
3. Mansjoer, Arif, Kapita selekta kedokteran jilid 1 Ed 3, Jakarta : Media Aesculapius. 1999
4. Mochtar R. Sinopsis obstetric jilid 1. Ed 2. Jakarta: EGC.1998
5. Dongoes, Moorhouse, Rencana perawatan maternal/ bayi Ed 1, Jakarta : EGC 2001.