Post on 05-Jan-2016
description
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Percobaan 6
ESTERIFIKASI FENOL : Sintesis Aspirin
Disusun oleh
Nama : Cinderi Maura Restu
NPM : 10060312009
Shift / kelompok : B / 1
Tanggal Praktikum : 25 Maret 2013
Tanggal Laporan : 1 April 2013
Asisten : Agung Dwi Hardiansyah
LABORATORIUM KIMIA TERPADU A
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2013
Percobaan 6
Esterifikasi Fenol : Sintesis Aspirin
I. Tujuan :
Dapat menjelaskan dan terampil dalam melakukan sintesis aspirin dari
asam salisilat, dapat menentukan % rendemen dari hasil sintesis, dan dapat
menentukan kadar aspirin dalam suatu senyawa melalui metode titrasi asam
basa.
II. Prinsip :
- Pembuatan aspirin berdasarkan penimbangan, pemanasan,
kristalisasi, dan rekristalisasi.
- Uji terhadap aspirin berdasarkan perubahan warna, perubahan suhu,
dan titrasi asam basa.
- Esterifikasi.
III. Teori dasar :
Pada awal tahun 1800, seorang Egyptologist berkebangsaan Jerman
bernama Georg Ebers membeli papirus yang berisi koleksi resep-resep obat
sebanyak 877 resep Mesir sejak 2500 SM dari seorang pedagang jalanan Mesir.
Diantara resep tersebut terdapat sebuah rekomendasi campuran daun pohon
myrtle, yang berdaun hijau dan berbunga putih, untuk penyakit rematik dan sakit
punggung. Hippocrates dari Kos (sekitar 400 SM = sebagai Bapak Pengobatan
Modern), merekomendasikan ekstrak the dari kulit pohon willow untuk
pengobatan demam dan sakit penat. Sifat antipyretic (pereda demam) dan
analgesic (penghilang rasa sakit) yang ditemukan dalam tanaman ini berasal dari
senyawa salicin (dari nama latin willow=salix), yang diisolasi oleh Johann Buchner
pada tahun 1828 di University of Munich. Salicin merupakan kelompok senyawa
yang dikenal sebagai glikosida. Glikosida adalah senyawa yang memiliki bagian
gula (glikosa) yang terikat pada bagian nonglikosa (suatu aglikon). Aglikon dalam
salisin adalah salicil alkohol yang merupakan bentuk tereduksi sempurna dari
asam salisilat.
Pada tahun 1838, Raffaele Piria, yang bekerja di Sorbonne Paris,
memisahkan salicin menjadi glukosa dan salisil aldehid melalui proses oksidasi
dan hidrolisis. Kemudian beliau mengubah salisil aldehid secara oksidasi, menjadi
suatu asam bewujud kristal jarum tak berwarna yang dinamakan asam salisilat.
Asam salisilat memiliki sifat antipiretik dan analgesik; senyawa ini sangat keras
terhadap bibir, kerongkongan, dan perut.pada tanggal 10 Agustus 1897, Felix
Hoffman, seorang kimiawan dari pabrik kimia Bayer, membuat sampel asam
asetil salisilat murni untuk pertama kalinya, oleh Bayer diberi nama Aspirin.
Senyawa ini memilki sifat analgesik dan antipiretik. Aspirin lebih ringan terhadap
perut daripada asam salisilat, tetapi dapat menyebabkan perih lambung dan
mual. Semenjak itu, aspirin telah digunakan untuk membantu pencegahan
penyakit stroke dan kelainan jantung. Ini dikarenakan aspirin menghambat
produksi prostaglandin, yang terlibat dalam pembentukan zat beku darah dan
penimbul rasa sakit.
Reaksi pembuatan aspirin :
Proses pembuatan :
Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi yang merupakan prinsip dari
pembuatan aspirin. Reaksi esterifikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Ester dapat terbentuk salah satunya dengan cara mereaksikan alkohol dengan
anhidrida asam. Dalam hal ini asam salisilat berperan sebagai alkohol karena
mempunyai gugus –OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai
anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus
asetil (CH3CO-) berasal dari anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya
berasal dari asam salisilat. Selanjutnya, penambahan asam sulfat pekat yang
berfungsi sebagai zat penghidrasi. Asam asetat akan terhidrasi membentuk
anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat akan kembali bereaksi dengan
asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa
asam asetat. Jadi, dapat dikatakan reaksi akan berhenti setelah asam salisilat
habis karena adanya asam sulfat pekat ini.
IV. Alat dan bahan :
a. Alat :
1. Wadah penangas air
2. Timbangan
3.Labu erlenmeyer 125 mL
4. Batang pengaduk
5. Klem
6. Corong buchner
7. Kertas saring
8. Kertas perkamen
9. Tabung reaksi
10. Tabung kapiler
11. Melting block
b. Bahan :
1. Air
2. Asam salisilat
3. Anhidrida asam asetat
4. Larutan H2SO4
5. Aqua dm
6. Es
7. Etanol
8. Air hangat
9. Larutan FeCl3 10%
10. Tablet aspirin
V. Prosedur :
I. Pembuatan aspirin.
Terlebih dahulu, air dipanaskan dalam wadah penangas air. Selanjutnya,
asam salisilat ditimbang sebanyak 1,4 gram dan dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer 125 mL. Kemudian ditambahkan kedalamnya 4 mL anhidrida asam
asetat dengan berbagai cara supaya dapat membilas serbuk asam salisilat yang
menempel di dinding wadah. Dengan bekerja di ruang asam, kedalam labu
erlenmeyer tersebut kemudian ditambahkan 5 tetes larutan 85% H2SO4.
Selanjutnya larutan diaduk dengan batang pengaduk kaca. Labu erlenmeyer yang
berisi campuran reaksi tersebut kemudian dipanaskan dalam penangas air yang
airnya telah dipanaskan selama 5 menit. Labu erlenmeyernya dipegang dengan
menggunakan klem. Setelah 5 menit, labu erlenmeyer diangkat dari penangas air
dan kemudian dengan segera ditambahkan 2 mL aqua dm kedalamnya. Setelah 2
atau 3 menit, kedalam labu erlenmeyer tersebut kemudian ditambahkan lagi 20
mL aqua dm, dan labu yang berisi campuran tersebut dibiarkan mencapai suhu
kamar dan mengalami kristalisasi. Sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya,
kristal harus telah terbentuk. Jika kristal belum juga muncul, dinding bagian
dalam labu erlenmeyer tersebut dapat digores dengan menggunakan batang
pengaduk untuk mempercepat pembentukan kristal. Selanjutnya, kedalam labu
erlenmeyer tersebut ditambahkan 50 mL aqua dm dingin, dan labu beserta isinya
didinginkan dalam wadah penangas berisi es sehingga proses pembentukan
kristal sempurna. Kristal yang diperoleh, dikumpulkan dengan menggunakan
corong buchner yang telah dilapisi kertas saring. Selanjutnya kristal dicuci
dengan sedikit air dingin. Selanjutnya, untuk mendapatkan kristal yang lebih
murni, dilakukan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal yang sudah
terbentuk dalam 5 mL etanol. Ditambahkan kedalamnya 20 mL air hangat.
Larutan kemudian dipanaskan sampai semua kristal tepat larut, dan kemudian
dibiarkan larutan tersebut hingga dingin dan sampai terbentuk kristal kembali.
Kemudian kristal yang telah terbentuk, disaring menggunakan corong buchner
dan dibiarkan dikeringkan diudara. Kristal yang telah kering, lalu ditimbang untuk
mengetahui massanya. Selanjutnya, kristal yang telah diperoleh, dihitung
rendemennya, dengan membandingkan berat hasil percobaan dengan berat hasil
teoritis.
II. Uji terhadap aspirin
A. Uji reaksi pengkompleksan dengan besi (III) klorida, FeCl3
Disiapkan tiga buah tabung reaksi yang telah diberi label masing-masing
yaitu asam salisilat, my aspirin, dan komersial aspirin. Kedalam tiap tabung
tersebut dimasukkan sejumlah sampel sesuai dengan labelnya masing-masing.
Selanjutnya, ditambahkan 20 tetes aqua dm kedalam tiap tabung tersebut, lalu
digoyangkan untuk melarutkan sampel dalam tabung. Ditambahkan lagi kedalam
masing-masing tabung tersebut 10 tetes larutan 10% FeCl3. Perubahan warna
larutan lalu diamati dan dicatat hasilnya.
B. Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
Disiapkan dua buah tabung kapiler. Salah satu tabung kapiler, diisi dengan
sampel asam salisilat, sedangkan tabung kapiler yang satunya lagi diisi dengan
aspirin hasil sintesis. Salah satu tabung kapiler tersebut kemudan dipasang di
melting block. Selanjutnya, dipanaskan dengan perlahan alat melting blocknya
diatas pemanas bunsen. Pada alat melting blocknya, dipasang satu buah
termometer. Perubahan suhunya kemudian diamati, dan dicatat suhu awal
ketika sampel mulai meleleh dan suhu akhir ketika seluruh sampel telah meleleh
semuanya.
C. Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial
Kedalam sebuah labu erlenmeyer 125 mL, dimasukkan 2 tablet aspirin.
Tablet aspirin tersebut kemudian dihancurkan dengan menggunakan batang
pengaduk kaca (atau bisa juga dengan menghancurkan dulu tablet aspirinnya,
selanjutnya hasil tumbukan aspirin tersebut dimasukkan kedalam labu
erlenmeyer). Serbuk tersebut kemudian dilarutkan dengan 10 mL etanol. Ketika
telah larut seluruhnya, kedalam labu erlenmeyer tadi ditambahkan 3 tetes
fenolftalein dan aqua dm secukkunya sehingga volume menjadi 50 mL. Dengan
larutan baku NaOH 0,1 M, titrasi lalu dilakukan sampai tercapai titik akhir titirasi.
Volume NaOH yang digunakan lalu dicatat. Selanjutnya, dihitung massa asam
asetilsalisilat (aspirin) dalam satu tablet.
VI. Hasil dan pembahasan :
Bagian I : Pembuatan aspirin
Reaksi pembuatan aspirin termasuk reaksi substitusi. Katalis yang
digunakan adalah asam sulfat yang merupakan asam pekat. Ketika kedalam labu
erlenmeyer 125 mL ditambahkan 1,4 gram asam salisilat dan 4 mL anhidrida
asam asetat menghasilkan campuran yang kental dan terdapat butiran-butiran
kecil. Digunakan anhidrida asam asetat karena anhidrida asam asetat lebih
reaktif dibandingkan asam asetat. Kelebihreaktifan anhidrida asam asetat ini
disebabkan oleh struktur anhidrida asam asetat telah kehilangan 1 atom
hidrogen sehingga atom karbon tempat hidrogen melekat menjadi lebih
elektropositif. Ketika ditambahkan H2SO4, larutan menjadi bening dan encer.
Ketika menambahkan H2SO4, penambahan dilakukan di ruang asam. Ini dilakukan
karena H2SO4 bersifat asam pekat yang jika terhirup di udara terbuka, akan
mengakibatkan pengaruh yang sangat fatal bagi organ tubuh. Dalam
penambahan H2SO4, harus sangat hati-hati. Karena, jika terkena tumpahan H2SO4
ke kulit atau ke mata, bisa membuat kulit menjadi bolong. Ditambahkan asam
sulfat ini bermaksud agar reaksi esterifikasi berjalan dengan baik dan cepat
karena asam sulfat bertindak sebagai katalis dan pemberi suasana asam.
Selanjutnya, labu erlenmeyer tersebut dipanaskan pada penangas air. ini
dilakukan untuk mempercepat proses pelarutan asam salisilat kedalam anhidrida
asam asetat sehingga pembentukan aspirin menjadi lebih cepat. Pada saat
pemanasan, campuran menjadi homogen dan berwarna putih kotor. Setelah itu,
labu erlenmeyer diangkat dan dikeluarkan dari penangas air dan dengan segera
ditambahkan 2 mL aqua dm kedalamnya. Ini dilakukan untuk melarutkan asam
salisilat sebagai bahan baku pembentukan aspirin arena adanya gaya ikatan
hidrogen yang terbentuk antara gugus –OH dengan air, sekaligus menghentikan
reaksi karena air akan menghidrolisis anidrida asam asetat menjadi 2 molekul
asam asetat. Selanjutnya, labu dibiarkan mencapai suhu kamar. Ini dilakukan
supaya terbentuknya kristal dari campuran tersebut. Setelah itu, pemberian air
es batu bertujuan untuk mempercepat pembentukan kristal karena kelarutan
aspirin dalam suhu yang rendah sangat kecil. Selanjutnya, dilakukan proses
kristalisasi dengan corong buchner. Ketika kertas saring yang diletakkan di
corong buchner, kertas saring tidak boleh ada celah. Ini dikarenakan supaya tidak
ada kristal yang ikut tersaring. Setelah mendapatkan kristal, lalu dilakukan
rekristalisasi. Proses rekristalisasi ini dilakukan bertujuan untuk memperoleh
kristal yang lebih murni. Setelah itu, kristal dilarutkan dalam 5 mL etanol. Dengan
etanol, kristal hasil kristalisasi akan melarut dengan mudah dan kristal akan
terpisah dengan air dan diperoleh kristal yang lebih murni dengan jumlah zat
pengotor yang minimalis. Setelah didapat kristalnya, kristal dikeringkan dan
ditimbang. Ketika ditimbang, didapat berat kristal sebesar 2007,8 mg (2,0078
gram). Dalam percobaan ini, didapatkan rendemen 143,31%. Ini terjadi mungkin
karena kristal yang didapat masih basah (belum kering), dan mungkin kristal yang
didapat bukan kristal aspirin murni melainkan campuran kristal aspirin dengan
asam salisilat.
Perhitungan % rendemen aspirin :
% rendemen aspirin : hasil yang diperoleh
hasil teoritis x 100 %
: 2,00781,4010
x 100%
: 1,4331 x 100%
: 143,31%
Bagian II : Uji terhadap aspirin
A. Uji reaksi pengkompleksan dengan Besi (III) klorida
Uji ini dilakukan supaya dapat menguji apakah kristal yang didapat
merupakan kristal aspirin atau tidak. Ketika asam salisilat (berwujud serbuk
putih) ditambahkan aqua dm (berwujud cairan tidak berwarna), terbentuk
larutan yang tidak bercampur karena asam salisilat tidak larut dalam aqua dm.
Terdapat 2 lapisan, asam salisilat diatas, dan aqua dm dibawah. Ini terjadi karena
asam salisilat kurang larut dalam volume air yang kecil. Ketika ditambahkan FeCl3
10% (berwujud cair dan berwarna coklat tua) kedalam campuran tersebut,
campuran juga tidak larut, tetapi ada perubahan warna. Perubahan warna yang
terjadi adalah yang awalnya terdapat 2 lapisan, kini menjadi berwarna ungu
terung (ungu tua). Hal ini terjadi karena dalam molekul asam salisilat, atom O
(nukleofil) dalam gugus -OH akan menyerang atom Fe dengan melepaskan atom
H nya untuk membentuk ikatan O-FeCl2.
Ketika komersial aspirin (berwujud tablet berwarana putih dan digerus
terlebih dahulu) ditambahkan aqua (berwujud cair dan tidak berwarna),
terbentuk campuran yang keruh, dan ada endapan didasar tabung reaksi. Ketika
ditambahkan FeCl3 10%, larutan menjadi coklat air teh dan terdapat cincin putih
diatas permukaan campuran. Ketika didiamkan agak lama, terbentuk sedikit
warna ungu pada campuran tersebut. Pada proses ini sebenarnya menurut
literatur, tidak terbentuk warna ungu, karena struktur aspirin tidak memiliki
gugus OH. Terbentuk warna ungu, menandakan komersial aspirin yang diuji
mengandung sedikit asam salisilat.
Ketika aspirin hasil sintesis diuji dengan melarutkannya dengan aqua dm,
terbentuk campuran yang berwarna keruh, dan terdapat endapan putih di
bagian dasar tabung. Ketika ditambahkan FeCl3 10%, campuran menjadi
berwarna ungu kehitaman. Hal ini menandakan, kristal yang disintesis tadi masih
mengandung asam salisilat dan itu berarti kristal yang didapat bukanlah kristal
aspirin murni melainkan kristal asam salisilat ditambah kristal aspirin. Faktor
yang menyebabkan kristal aspirin yang terkandung dalam kristal tersebut sangat
sedikit adalah reaksi yang terjadi antara asam salisilat dengan anhidrida asam
asetat kurang sempurna.
B. Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
Penentuan titik leleh suatu kristal merupakan cara yang digunakan untuk
menguji kemurnian suatu kristal. Jika zat padat dipanaskan, zat padat tersebut
akan meleleh. Suatu zat padat mempunyai struktur kisi yang teratur dan diikat
oleh gaya gravitasi dan elektrostatik. Jika zat padat dipanaskan, energi kinetik
dari molekul kristal akan naik dan moleul akan bergetar yang akhirnya pada titik
lelehnya, kristal akan meleleh. Ketika asam salisilat dimasukkan kedalam tabung
kapiler dan tabung tersebut kemudian dimasukkan ke lubang di melting block,
setelah dipanaskan beberapa saat, asam salisilat tersebut mulai meleleh dan
suhu awal lelehannya adalah 154°C. Ketika terus diamati, asam asam salisilat
sudah meleleh semua pada suhu 160°C. Sedangkan ketika aspirirn hasil sintesis
dimasukkan kedalam tabung kapiler dan tabung tersebut dimasukkan kedalam
lubang di melting block, setelah dipanaskan beberapa saat, aspirin tersebut
mulai meleleh pada suhu 130°C. Dan terus diamati, aspirin meleleh semua pada
suhu 133°C. Titik leleh yang didapat, berbeda dengan titik leleh aspirin menurut
literatur. Menurut literatur, titik leleh aspirin adalah 136°C. Perbedaan ini terjadi
terjadi karena didalam kristal terdapat zat pengotor (kristal asam salisilat) yang
dapat mengganggu struktur kisi kristal sehingga membuat trayek titik leleh
menjadi kecil dan titik lelehnya tidak sama dengan literatur. Pengaruh lain yang
mempengaruhi ketidaksamaan titik leleh ini mungkin karena pada saat pengisian
tabung kapiler pada melting block. Menurut literatur, kristal yang diperlukan
untuk mengisi tabung kapiler adalah sekitar 0,5 cm. Kebanyakan dan kesedikitan
kristal dalam tabung kapiler membuat perbedaan titik leleh ini juga terjadi.
C. Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kadar aspirin dalam suatu tablet
aspirin. Sebelumnya, tablet aspirin dihancurkan dengan batang pengaduk hingga
menjadi serbuk putih. Setelah itu, ditambahkan etanol ke serbuk tablet aspirin
tersebut. Penambahan etanol dilakukan supaya dapat melarutkan aspirin yang
terkandung dalam tablet tersebut (kelarutan aspirin dalam etanol lebih baik
daripada kelarutan aspirin dalam air). Selanjutnya ditambahkan fenolftalein dan
aqua dm kedalam campuran tersebut. Fenolftalein merupakan senyawa yang
tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam etanol. Setelah itu, dilakukan titrasi
dengan larutan baku NaOH 0,1 M sampai titik akhir titirasi. Titik akhir titrasi
dapat diketahui dengan adanya perubahan warna, adanya pengendapan, dan
molaritas. Titik awal titrasi adalah 4,00 mL, sedangkan titik akhir titrasi adalah
3,25 mL. Normalitasnya 1,8049 mol aspirin. Kadar aspirin dalam tablet yaitu
89,74%. Menurut literatur, kadar seharusnya adalah 71,42%. Kadarnya lebih
karena adanya kesalahan, karena kurang teliti dan kurang cermat dalam
pengerjaan analisisnya. Menurut literatur juga, kadar aspirin per tablet adalah
0,7 gram aspirin. Tiap tablet mengandung 500 mg aspirin.
Perhitungan : V 1+V 22
= 4,00+3,25
2 = 3,625
N = 0,4979 x 3,625 = 1,8049 mol aspirin
Massa aspirin = mol x Mr
= 1,8049 x 180
= 324,882 mg
Kadar aspirin = 324,882375
x 100%
= 89,74%
VII. Kesimpulan :
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
prinsip dari percobaan ini adalah esterifikasi dengan metode sustitusi. Pada hasil
sintesis aspirin, masih mengandung asam salisilat, ditunjukkan dengan warna
ungu setelah ditambahkan FeCl3. Seharusnya berwarna kuning yang
menunjukkan adanya aspirin. % rendemen dari rekristalisasi adalah 143,31 %,
hasilnya melebihi 100 % karena hasil rekristalisasi tersebut masih belum kering
(masih basah).
VIII. Daftar pustaka :
a. Borer L.L., and Barr,E.,Experiments With Aspirin,J.chem.Ed.,77(3),2000,p.354.
b. Pasto, D., Johnson, C., Miller, M., Experiments and Techniques in Organic Chemistry, Prentice Hall Inc.,New Jersey, 1992,p.485.
c. Tim Asisten Laboratorium Farmasi Unit A.2013.Penuntun Praktikum Kimia Organik.Bandung:Universitas Islam Bandung.
d. Wilcox,C.F.,and wilcox, M.F.,Experimental Organic Chemistry:A Small Scale Approach, Prentice-Hall, Engelwood Cliffs, New Jersey, 1998,p.485.
e. Williamson, Macroscale and Microscale Organic Experiments, 3rd edition, Boston, 1999.