Aspirin i Dim
-
Upload
frederich-franckewitz-xanderfield -
Category
Documents
-
view
250 -
download
1
Transcript of Aspirin i Dim
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga
salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi. Aspirin juga memiliki efek
antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah
serangan jantung.
Pada tahun 1853, seorang ahli kimia Perancis bernama Charles Frederic Gerhardt
berhasil menetralkan salicin alami menjadi asam salisilat (salicylic acid) lewat
penyanggaan (buffering) dengan natrium dan asam asetat. Asam salisilat ini lebih
"ramah" terhadap perut. Kemudian di tahun 1899, seorang ahli kimia Jerman, bernama
Felix Hoffmann, yang bekerja bagi Bayer, menemukan kembali formula Gerhardt.
Hoffmann membujuk Bayer untuk memasarkan obat itu, yang selanjutnya muncul di
pasar dengan nama pasaran "Aspirin". Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan
dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer).
Pembuatan aspirin dilakukan dengan mensintesis aspirin dari asam salisilat yaitu
dengan mereaksikannya dengan anhidrida asetat, dimana hal ini pertama kali dilakukan
oleh oleh Felix Hofmann dari perusahaan Bayer, Jerman.
Pada praktikum ini yang dilakukan adalah mensintesis aspirin dari asam salisilat
dengan mereaksikannya dengan asam asetat glasial. Asam asetat glasial adalah cairan
higroskopis tak bewarna,dan memiliki titik beku 16.7C.
Fungsi aspirin adalah sebagai analgetik, antipiretik, anti-inflamasi dan sering pula
digunakan sebagai pencegah atau melepaskan dingin atau infeksi pernafasan akut. Sangat
penting bagi seorang engineer untuk mengetahui sifat-sifat dari senyawa ini, terutama
cara mensintesis atau pembuatannya, juga prinsip-prinsip yang terjadi pada reaksi
pembuatan aspirin. Melihat besarnya manfaat dari aspirin tersebut maka penting bagi
seorang engeener untuk mengetahui cara sintesis dari senyawa ini (Irdoni, 2015).
1.2 Tujuan praktikum
a. Membuat aspirin dalam skala labor
b. Mengamati dan mempelajari reaksi pembentukan aspirin
c. Menghitung persentase aspirin yang dihasilkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Aspirin
Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam
asetilasi (dan juga inaktivasi) siklo-oksigenase irreversible. Aspirin cepat dideasetilasi
oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat yang mempunyai efek anti-inflamasi,
antipiretik dan atau analgesik. Efek antipiretik dan anti-inflamasi salisilat terjadi karena
penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengaturan panas dalam hipotalmus dan
perifer di daerah target (Mycek, 2001).
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera
ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik
yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin
diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300
tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin
secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis
yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing
dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai 10-30
gram dapat mengakibatkan kematian (Austin, 1984).
Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi yang memasukkan gugus asetil ke dalam
suatu substrat yang sesuai.
Gambar 2.1 Gugus asetil (Irdoni, 2015)
Gugus asetil adalah RCOO (dimana R merupakan alkil atau aril). Aspirin disebut
juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan cara asetilasi
senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida asetat dengan
bantuan sedikit asam sulfat pekat sebagai katalisator (Irdoni, 2015).
2.2 MSDS Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga
salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam) dan anti-inflamasi. Aspirin juga memiliki efek anti
koagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan
jantung. Aspirin mempunyai densitas 1.40 g/cm³, titik lebur 135 °C (275 °F), titik didih
140 °C (284 °F) dan kelarutan dalam air 3 mg/mL (20°C). Asam salisilat (asam o-
hidroksi benzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara
topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas 2
kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Di samping itu
digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang paling dikenal asalah asam asetil
salisilat. Asam salisilat mimiliki rumus molekul C7H6O3, massa molar 138,12 g/mol,densitas
1,44 g/cm3, titik leleh 159°C, titik didih 211°C (2666 Pa), dan kelarutan dalam
kloroform, etanol, metanol kloroform 0,19 M; etanol 1,84 M; metanol 2,65 M (Dirjen
POM, 1979).
2.3 Sejarah Perkembangan Aspirin
Sejarah penemuan aspirin sudah diawali sejak ribuan tahun lalu sejak zamanYunani
kuno dimana pada saat itu orang Yunani kuno dan Hippocrates menggunakan kulit pohon
Willow sebagai obat penghilang rasa sakit, demam, dan peradangan kemudian khasiat
obat ini tersebar luas. Reverend Edward Stone dari Chipping Norton, Inggris, merupakan
orang pertama yang mempublikasikan penggunaan medis dari aspirin. Pada tahun 1763,
ia telah berhasil melakukan pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit dengan
menggunakan senyawa tersebut. Pada tahun 1826, peneliti berkebangsaan Italia,
Brugnatelli dan Fentana melakukan uji coba terhadap penggunaan suatu senyawa dari
daun willow sebagai agen medis. Dua tahun berselang, pada tahun1828, seorang ahli
farmasi Jerman, Buchner, berhasil mengisolasi senyawa tersebut dan diberi namasalicin
yang berasal dari bahasa latin willow, yaitu salix. Senyawa ini memiliki aktivitas
antipretik yang mampu menyembuhkan demam. Penelitian ini kemudian dilanjutkan oleh
ahli farmasi Jerman bernama Merck pada 1833. Sebagai hasil penelitiannya, ia berhasil
mendapatkan kristal senyawa salicin dalam kondisi yang sangat murni. Senyawa asam
salisilat sendiri baru ditemukan pada tahun1839 oleh Raffaele Piria dengan rumus empiris
C7H6O3 (Brian S, 1989).
Bayer adalah perusahaan pertama yang berhasil menciptakan senyawa aspirin. Pada
tahun 1845, Arthur Eichengrum dari perusahaan Bayer mengemukakan idenya untuk
menambahkan gugus acetyl dari senyawa asam salisilat untuk mengurangi efek negatif
sekaligus meningkatkan efisiensi dan toleransinya. Pada tahun 1897, Felix Hoffman
berhasil melanjutkan gagasan tersebut dan menciptakan senyawa asam asetil salisilat
yang kemudian umum dikenal dengan istilah aspirin (Ebel, 1992).
2.4 Pembuatan Aspirin
Aspirin dibuat dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat
dengan menggunakan katalis H2SO4 pekat sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah
asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam
salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda. Anhidrida asam karboksilat
dibentuk lewat kondensasi dua molekul asam karboksilat. Menurut Ganiswara (1995)
berikut ini beberapa cara atau metode yang ditemukan oleh beberapa tokoh :
2.4.1 Sintesa Aspirin menurut Kolbe
Pembuatan asam salisilat dilakukan dengan Sintesis Kolbe, metode ini
ditemukan oleh ahli kimia Jerman yang bernama Hermann Kolbe. Pada sintesis ini,
sodium phenoxide dipanaskan bersama CO2 pada tekanan tinggi, lalu ditambahkan
asam untuk menghasilkan asam salisilat. Asam salisilat yang dihasilkan kemudian di
reaksikan dengan asetat anhidrat dengan bantuan asam sulfat sehingga dihasilkan
asam asetil salisilat dan asam asetat.
2.4.2 Sintesa Aspirin Setelah Modifikasi Sintesa Kolbe oleh Schmitt
Larutan sodium phenoxide masuk ke dalam revolving heated ball mill yang
memiliki tekanan vakum dan panas (130oC). Sodium phenoxide berubah menjadi
serbuk halus yang kering, kemudian dikontakkan dengan CO2 pada tekanan 700 kPa
dan temperatur 100oC sehingga membentuk sodium salisilat. Sodium salisilat
dilarutkan keluar dari mill lalu dihilangkan warnanya dengan menggunakan karbon
aktif. Kemudian ditambahkan asam sulfat untuk mengendapkan asam salisilat, asam
salisilat dimurnikan dengan sublimasi.
Untuk membentuk aspirin, asam salisilat di reflux bersama asetat anhidrat di
dalam pelarut toluen selama 20 jam. Campuran reaksi kemudian di dinginkan dalam
tangki pendingin aluminium, asam asetil salisilat mengendap sebagai kristal besar.
Kristal dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi, dibilas, dan kemudian
dikeringkan. Berdasarkan proses ini, untuk menghasilkan 1 ton asam salisilat,
dibutuhkan phenol 800 kg, NaOH 350 kg, CO2 500 kg, Seng 10 kg, Seng Sulfat 20
kg, dan karbon aktif 20 kg. (George Austin, 1984 ).
Gambar 2.2 Persamaan reaksi pembuatan aspirin (Baysinger, 2004)
2.5 Bahan Baku Pembuatan Aspirin
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan aspirin memiliki sifat-sifat tertentu,
berikut ini nama dan sifat dari bahan-bahan tersebut :
2.5.1 Asam salisilat
Asam salisilat merupakan merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang
dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai
obat luar, yang terbagi atas dua kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari
asam organik. Turunannya yang paling dikenal adalah asam asetil salisilat.
Tabel 2.1 Sifat fisika asam salisilat (Wilcox, 1995 )
Sifat Fisika Sifat Asam Salisilat
% Unsur Penyusun C = 7 (43,75 %), H= 6 (37,5 %), O= 3 (18,75%)
Rumus Molekul C7H6O3
Bobot Molekul 138,12 gr/mol
Titik leleh 156oC
Densitas 1,443 g/ml
Titik nyala 76oC
Tekanan Uap 1 mmHg pada 330C
Daya Ledak 1,146 g/cm3
Sifat kimia asam salisilat adalah larut dalam 550 bagian air dan dalam 4
bagian etanol (95 %), mudah larut dalam kloroform dan dalam eter. Sifat lainnya
adalah tidak cepat menguap dan tidak mudah terbakar.
2.5.2 Asam Asetat Glasial
Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat
yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air memben-
tuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.
Tabel 2.2 Sifat fisika asam asetat glasial ( Wilcox, 1995 )
Sifat Fisika Sifat Asam Asetat Glasial
Bentuk Cairan
Warna Tidak berwarna
Bau Tajam
Nilai pH (50g/l H2O) (20oC) 2,5
Titik lebur (17oC)
Titik didih 116-118
Titik nyala 39oC
Tekanan uap (20oC) 1,54 hPa
Densitas uap relatif 2,07
Densitas (20oC) 1,05 g/cm3
Kelarutan dalam air (20oC) Dapat larut
2.5.3 Asam sulfat
Asam sulfat H2S O 4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini
larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan
dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.
Tabel 2.3 Sifat fisika asam sulfat (Wilcox, 1995 )
Sifat Fisika Sifat Asam Sulfat
% Unsur Penyusun H=2 (28,57%), S=1 (14,28 %), O = 4 (57,14%)
Rumus Molekul H2SO4
Bobot molekul 98,07 gr/mol
Titik didih 340oC
Titik beku 10,49oC
Densitas 1,9224 gr/cm3
Asam sulfat digunaan sebagai katalisator. Asam sulafat bersifat mudah
menguap, terbakar, dan disimpan pada lemari asam.
2.6 Hasil Sampingan dan Bahan Uji Kemurnian
2.6.1 Hasil Sampingan
Pada reaksi pembentukan aspirin zat yang dihasilkan yaitu aspirin dan asam
asetat. Dimana dalam percobaan ini aspirin akan digunakan dalam proses pemurnian
sedangkan asam asetat sebagai hasil sampingan.
Tabel 2.4 Sifat fisika asam asetat (Wilcox, 1995 )
Sifat Fisika Sifat Asam Asetat
Rumus molekul CH3 – CO – OH
Berat molekul :60,053 gr/gmol
Titik leleh pada 1 atm 16,6oC
Titik didih pada 1 atm 117,9oC
Specific Gravity 1,051 gr/cm3
Koefisien ekspansi ( 20oC ) 1,07 x 10-3
Temperatur kritis ( cair ) : 594,45 K
Tekanan kritis ( cair ) 57,1 atm
Volume kritis ( cair ) 2,85 cc/ gr
Sifat-sifat kimia asam asetat adalah jika bereaksi dengan alkohol maka
menghasilkan ester, persamaan reaksinya :
CH3OH + CH3COOH CH3COOCH3 + H2O
(Metanol) (Asam Asetat) (Ester) (Air)
2.6.2 Bahan Uji Kemurnian
Bahan uji kemurnian dalam pembuatan aspirin adalah Besi (III) Klorida.
Besi(III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada 315°C.
Uapnya merupakan dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin tinggi lebih
cenderung terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian reversibel menjadi
besi(III) klorida dan gas klorin.
Tabel 2.5 Sifat fisika ferri klorida (Wilcox, 1995)
Sifat Fisika Sifat Ferri Klorida
Nama Trivial Besi (III) klorida
Rumus molekul FeCl3
Berat Molekul 162,22 gr/mol
Densitas 2,898 g/cm3
Titik didih 315OC
Titik lebur 282OC
Sedangkan sifat kimia ferri klorida adalah larut dalam air, larutannya
berpalensi, berwarna jingga. Ferri klorida disimpan dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan ferri klorida adalah sebagai indikator uji kemurniaan aspirin.
Sifat lainnya adalah mudah menguap, merupakan asam lewis yang relatif kuat.
2.7 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat – zat
organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin digunakan untuk
pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis
lebih lanjut, misalnya dengan instrumen spektroskopi seperti UV, IR, NMR, dan MS.
Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisai memiliki sejarah yang panjang
seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan,
rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya
(tidak perlu alat khusus) dan arena keefektifannya. Kedepannya rekristalisasi akan tetap
metoda standar untuk memurnikan padatan.
Metoda ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang cocok pada
suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan
jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, Kristal akan
mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan
bahwa pengotor tidak akan pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu
tinggi untuk mencapai jenuh.
Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana, dalam prakteknya
bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran–saran yang dibutuhkan untuk melakukan
metoda kristalisasi menurut Lois (1987) adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar
pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi
pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan.
2. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin
terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal bibit, mungkin
akan efektif.
3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non
polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang
buruk untuk senyawa polar.
4. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi
pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut
biasanya bukan masalah sederhana.
Adapun tahap–tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya
menurut Reksohadiprodjo (1979), yaitu:
1. Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya
adalah petroleum eter ( n-heksan , toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol, methanol
dan air). Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah
pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit
melarutkan dalam keadaan dingin.
2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volume
sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya. Jika terlalu encer,
uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh.Apabila digunakan kombinasi dua pelarut, mula –
mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut,
kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul
kekeruhan.Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang
kemudian disaring.
3. Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak
larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat –
zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan
lainnya.Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner. Jika
larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit
( ± 2 % berat ) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang
aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.
4. Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang – kadang
pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan yang berupa Kristal murni
ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat
mempercepat rekristalisasi.
5. Penyaringan dan pendinginan Kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh perlu
disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang diperoleh
dikeringkan dalam eksikator (Fessenden, 1987).
2.8 Manfaat Aspirin
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu,
aspirin juga merupakan zat anti-inflamasi, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan
seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang
berfungsi untuk mengurangi demam. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat
mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat
mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan
berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0,3 - 1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat
mengakibatkan kematian (Clark, Jim. 2007).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat Yang Digunakan
1. Labu didih dasar bulat
2. Batang Pengaduk
3. Penangas Air
4. Kertas Saring
5. Timbangan Analitik
6. Corong Buchner
7. Pompa Vakum
8. Gelas Piala
9. Tabung Reaksi
10. Pipet Tetes
11. Termometer
12. Statif
13. Cawan Petri
3.2 Bahan Yang Digunakan
1. Asam Salisilat
2. Asam Asetat glasial
3. Asam Sulfat Pekat
4. Etanol
5. Ferri Klorida
6. Aquades
3.3 Prosedur Praktikum
3.3.1. Pembuatan Aspirin
1. Asam salisilat sebanyak 5.02 gram dimasukkan ke dalam labu didih dasar bulat
(reaktor) dan 12 ml asam asetat glasial ditambahkan sedikit demi sedikit serta 4
tetes asam sulfat pekat.
2. Setelah dicampur, kemudian digoyang-goyangkan labu, agar zat tercampur baik
(dilakukan dalam lemari asam).
3. Kemudian campuran dipanaskan di atas penangas air pada temperatur 50o – 60oC
sambil diaduk selama 15 menit.
4. Biarkan campuran menjadi dingin pada suhu kamar, aduk sekali- sekali.
5. Kemudian ditambahkan 40 ml aquadestdan diaduk dengan sempurna.
6. Setelah diaduk, dinginkan campuran selama 2 jam menggunakan es.
7. Selanjutnya saring endapan dengan pompa pengisap/vakum.
3.3.2. Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)
1. Aspirin hasil pengendapan dilarutkan dalam 15 ml alkohol hangat.
2. Setelah itu, dilarutkan lagi kedalam 40 ml air hangat.
3. Kemudian campuran aspirin dipanaskan sampai larut (dalam penangas air) bila
terjadi endapan, larutan disaring dalam keadaan panas dengan cepat.
4. Setelah dipanaskan, didinginkan larutan jernih pada temperatur kamar selama 3
jam.
5. Diamati larutan tersebut sampai kristal yang terbentuk cukup banyak.
6. Disaring larutan dan endapan menggunakan kertas saring dengan corong
buchner, sebelumnya timbang dulu kertas saring yang digunakan.
7. Setelah disaring, aspirin dikeringkan pada suhu kamar.
8. Timbang berat aspirin yang terbentuk bila kering.
9. Telah dihitung rendemennya.
3.3.3. Uji Kemurnian Aspirin
1. Kristal aspirin hasil rekristalisasi diambil sedikit dan dimasukkan dalam tabung
reaksi.
2. Kemudian dilarutkan menggunakan alkohol 96% kira- kira 1 ml.
3. Tambahkan 3-4 tetes larutan ferri klorida dan amati, bila larutan berubah menjadi
ungu berarti aspirin yang dibuat belum murni. Jika larutan tetap bening berarti
aspirin yang terbentuk telah murni.
4. Jika belum murni, di ulangi rekristalisasi terhadap aspirin beberapa kali dengan
cara diatas.
3.4 Rangkaian Alat
Gambar 3.1 Unit Pemanasan
Gambar 3.2 Penyaringan
dengan pompa vakum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Praktikum
4.1.1 Berdasarkan Percobaan
Tabel 4.1 Hasil Pembuatan Aspirin
No Bahan Perlakuan Hasil
1
5.02 gram asam salisilat + 12 ml asetat glasial + 4 tetes H2SO4
pekat (dalam labu didih dasar bulat)
Dipanaskan pada suhu 50oC-60oC selama 15 menit dan didinginkan selama 2
jam serta disaring menggunakan pompa
vakum
6.78 gram endapan aspirin
2
Endapan aspirin + alkohol 96% hangat 15 ml + aquadest hangat
40 ml (dalam labu didih dasar bulat)
Didinginkan selama 3 jam (rekristalisasi I) dan
disaring menggunakan pompa vakum
3.049 gram endapan aspirin
3
Kristal aspirin hasil rekristalisasi I + 1 ml alkohol 96% + 3 tetes FeCl3 (dalam tabung
reaksi)
Dibandingkan dengan asam salisilat + 1 ml alkohol 96%
+ 3 tetes FeCl3 (dalam tabung reaksi)
Campuran berwarna ungu (belum murni)
4
Endapan aspirin (Rekristalisasi I) +
alkohol 96% hangat 15 ml + aquadest hangat
40 ml
Didinginkan selama 2 jam (rekristalisasi II) dan
disaring menggunakan pompa vakum
1.209 gram endapan aspirin
5
Kristal aspirin hasil rekristalisasi I + 1 ml alkohol 96% + 3 tetes FeCl3 (dalam tabung
reaksi)
Dibandingkan dengan asam salisilat + 1 ml alkohol 96%
+ 3 tetes FeCl3 (dalam tabung reaksi)
Campuran berwarna ungu (belum murni)
4.1.2 Berdasarkan Stoikiometri
Asam salisilat 2. Asam asetat glasial
Mol = Massa
Mr p =
mv
Mol = 5.02138
1,08 = m12
Mol = 0.0363mol Massa = 12.96 gram
Mol = Massa
Mr=
12.96102
= 0.127 mol
Asam Salisilat+As. Asetat Anhidridra Aspirin + As. Asetat
M: 0.0363 mol 0.127 mol
B: 0.0363mol 0.0363 mol 0.0363 mol 0,0363mol
S: - 0.0363 mol 0,0363 mol 0.0363 mol
Massa aspirin = Mr x Mol aspirin
= 180 x 0.0363
= 6.534 gram
4.2 Pembahasan
Pembuatan aspirin dilakukan dengan reaksi asam salisilat dengan dan asam asetat
glasial dengan menggunakan katalis sedikit asam sulfat pekat. Penggunaan 4 tetes asam
sulfat pekat berfungsi sebagai katalis yang akan mempercepat reaksi dan menurunkan
energi aktivasi dalam proses agar reaksi dapat berlangsung. Dalam proses pembuatan
aspirin ini terdapat 3 tahap yang harus dilakukan yaitu proses pembuatan aspirin,
rekristalisasi aspirin (pemurnin aspirin) dan uji kemurnian aspirin.
Pertama proses pembuatan aspirin. Sebanyak 5.02 gram asam salisilat dimasukkan
ke dalam labu didih dasar bulat, kemudian ditambahkan 12 ml asetat glasial dan 4 tetes
asam sulfat pekat dan labu didih ditutup menggunakan alumunium foil agar tidak terjadi
penguapan dan tidak terkontaminasi terhadap lingkungan diluar labu. Kemudian
digoyangkan hingga tercampur sempurna di dalam lemari asam.
Setelah itu, dipanaskan dengan penangas air selama 15 menit pada suhu 50-60 C.
Setelah 15 menit, aspirin akan terbentuk, kemudian campuran didinginkan pada suhu
ruang sambil diaduk sekali-sekali. Ke dalam labu ukur ditambahkan 40 ml aquadest lalu
didinginkan dengan menggunakan es selama 2 jam. Setelah 2 jam akan terbentuk
padatan atau kristal di dalam labu. Selanjutnya endapan disaring dengan menggunakan
pompa vakum, kemudian ambil endapannya dan didapatkan endapan aspirin sebesar 6.78
gram.
Setelah itu aspirin direkristalisasi. Aspirin yang dihasilkan dari proses pertama
dilarutkan dengan 15 ml alkohol hangat dan ditambahkan 40 ml aquadest hangat.
Panaskan campuran tersebut sampai larut atau tercampur dengan sempurna, tutup mulut
labu didih dasar bulat dengan menggunakan alumunium foil. Jika terbentuk endapan,
saring dalam keadaan panas dengan cepat dan ambil filtratnya. Endapan tersebut adalah
zat sisa yang terbentuk karena adanya asam salisilat yang tidak terkonversi menjadi
aspirin.
Kemudian dinginkan filtratnya dalam suhu kamar selama 3 jam. Agar kristal yang
terbentuk lebih cepat dan banyak, maka proses pendinginan dapat dibantu dengan es.
Filtrat tersebut diamati sampai endapan yang terbentuk cukup banyak. Kemudian larutan
dan endapan disaring dengan menggunakan corong buchner dan pompa vakum, akan
terbentuk aspirin. Aspirin kemudian dikeringkan pada suhu kamar.
Setelah kering, aspirin ditimbang. Pada rekristalisasi pertama didapakan endapan
aspirin sebesar 2.53 gram. Kemudian dilakukan uji kemurnian terhadap aspirin dengan
menambahkan 1 ml alkohol dan 3 tetes FeCl3 di dalam tabung reaksi dan dibandingkan
dengan kristal asam salisilat yang diberi perlakuan yang sama. Hasilnya didapatkan
bahwa aspirin berwarna ungu (seperti warna asam salisilat), artinya bahwa aspirin yang
didapatkan belum murni dan masih mengandung asam salisilat.
Selanjutnya dilakukakan kembali rekristalisasi untuk memurnikan aspirin hasil
rekristalisasi I. Aspirin hasil rekristalisasi I dilarutkan dengan 15 ml alkohol hangat dan
40 ml aquadest hangat di dalam labu didih dasar bulat dan tutup mulut labu tersebut
menggunakan alumunium foil. Pada proses pemanasan terbentuk endapan dan langsung
disaring dengan cepat dan dalam keadaan panas. Kemudian filtrat hasil penyaringan di
dinginkan selama 2 jam menggunakan es. Filtrat tersebut diamati sampai endapan yang
terbentuk cukup banyak. Kemudian larutan dan endapan disaring dengan menggunakan
corong buchner dan pompa vakum, akan terbentuk aspirin. Aspirin kemudian dikeringkan
pada suhu kamar dan didapatkan aspirin sebanyak 1.209 gram.
Kemudian dilakukan uji kemurnian kembali dengan menambahkan 1 ml alkohol
dan 3 tetes FeCl3 pada aspirin hasil rekritalisasi II didalam tabung reaksi dan
dibandingkan dengan kristal asam salisilat yang diberi perlakuan yang sama. Hasilnya
didapatkan bahwa aspirin masih berwarna ungu (seperti warna asam salisilat), artinya
bahwa aspirin yang didapatkan belum murni dan masih mengandung asam salisilat. Jika
dibandingkan dengan berat aspirin hasil perhitungan secara stoikiometri yaitu sebesar
6.534 gram, sedangkan hasil percobaan didapatkan aspirin sebesar 1.209 gram. Selain
dari uji perbandingan warna dengan asam salisilat pada proses uji kemurnian dari
perbandingan berat asprin yang dihasilkan dengan berat aspirin secara stoikiometri
menandakan bahwa aspirin yang dihasilkan tidak sempurna, sehingga didapatkan
rendemen 18.5%.
Pada percobaan ini, aspirin yang didapatkan dari hasil sintesis diketahui tidak murni
dari uji FeCl3 . Ketidakmurnian aspirin hasil sintesis ini bisa disebabkan kesalahan dalam
proses sintesisnya, karena dalam melakukan percobaan, praktikan kurang memperhatikan
kerapatan alumunium foil pada mulut labu didih pada proses rekristalisasi, sehingga
aspirin yang dihasilkan terkontaminasi dengan air yang berasal dari es dan ada yag
bereaksi dengan udara. Karena aspirin yang terbentuk akan terhidrolisis oleh air. Aspirin
akan terhidrolisis menjadi asam salisilat dan asam asetat kembali.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. Aspirin yang diperoleh sebelum proses rekristalisasi adalah seberat 6.78 gram.
2. Berat aspirin yang didapatkan setelah proses rekristalisasi pertama yaitu 2.53 gram,
pada rekristalisasi kedua yaitu 1.209 gram dengan rendemen sebesar 19.5%.
3. Warna uji aspirin dengan indikator ferri klorida adalah ungu, yang menandakan
bahwa aspirin belum murni disebabkan karena ada kontaminasi asam salisilat yang
menimbulkan warna ungu.
5.2 Saran
1. Sebelum memulai pratikum, pratikan seharusnya memakai alat pelindung diri yang
lengkap agar terhindar dari kecelakan saat pratikum.
2. Dalam pembuatan aspirin suhu harus dijagaanatara 50oC-60oC pada saat pemanasan
karena jika suhu dibawah 50oC maka reaksi pembentukannya lambat dan jika
suhunya diatas 60oC maka aspirin akan terurai.
3. Ketika proses pemanasan dilakukan, tutup labu didih dengan aluminium foil agar
larutan tidak menguap.
4. Sebelum melakukan proses penimbangan, pastikan aspirin dan kertas saring benar-
benar dalam kondisi kering.
DAFTAR PUSTAKA
Austin, T. George. 1984. “Shreve’s Chemical Process Industries”. Fifth Edition. New
York : McGraw-Hill Book Company.
Baysinger, Grace.Et all. 2004. “CRC Handbook Of Chemistry and Physics”. 85th ed.
(hal : 132)
Ebel, S.. 1992.” Obat Sintetik”. Edisi V. Bandung : Institut teknologi Bandung Press.
Fieser, Louis, F .1987. “ Experimental In Organic Chemistry”,3nd edition, Revised,
Boston
Fessenden & Fessenden. 1987. “Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3”. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Furniss, Brian S., et al., “Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry 5th Edition-
Revised”.`1989. Longman Scientific & Technical, Essex, England. (page 135 -151,
236-240).
Ganiswara, S. 1995.” Farmakologi dan Terapi”. Jakarta: Gaya baru.
Irdoni,HS, dkk. 2012.Modul Praktikum Kimia Organik. Pekanbaru :
Fakultas Teknik Universitas Riau.
Mycek. 2001.” Farmakologi Ulasan Bergambar”. Jakarta : Widya Medika.
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). “Farmakope
Indonesia”, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 639.
Reksohadiprodjo, S. 1979. “Kuliah dan Praktika Kimis Farmasi Preparatif”.
Yogyakarta: Gunung Agung.
Wilcox. 1995. “Experimental Organic Chemistry”. New Jersey: Prentice Hall Inc.
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
A. Penimbangan Aspirin
1. Berat kertas saring + aspirin : 7.88 gram
2. Berat kertas saring : 1.10 gram
3. Berat aspirin : 6.78 gram (sebelum direkristalisasi)
4. Berat kertas asring + aspirin : 3.61 gram
5. Berat kertas saring : 1.08 gram
6. Berat aspirin : 2.53 gram (setelah rekristalisasi
SSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSSpertama)
7. Berat kertas asring + aspirin : 4.149 gram
8. Berat kertas saring : 2.10 gram
9. Berat aspirin : 1.209 gram (setelah rekristalisasi
AAAAAAAAAAAAAAAAAAAkedua)
B. Perhitungan mol Asam Salisilat dan Asam Asetat
Asam salisilat 2. Asam asetat glasial
Mol = Massa
Mr p =
mv
Mol = 5.02138
1,08 = m12
Mol = 0.0363mol Massa = 12.96 gram
Mol = Massa
Mr=
12.96102
= 0.127 mol
C. Perhitungan Massa Aspirin secara Stoikiometri
Asam Salisilat+As. Asetat Anhidridra Aspirin + As. Asetat
M: 0.0363 mol 0.127 mol
B: 0.0363mol 0.0363 mol 0.0363 mol 0,0363mol
S: - 0.0363 mol 0,0363 mol 0.0363 mol
1 Massa aspirin = Mr x Mol aspirin
= 180 x 0.0363
= 6.534 gram
1. Rendemen = Massa aspirinhasil praktikum
Massaaspirin hasil stoikiometrix 100%
= 1.2096.534
x 100%
= 18.5%