Post on 30-Jan-2018
i
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG
TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK
SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
CABANG SOLO TAHUN 2008
SKRIPSI
OLEH
YUNITA KHUSHARYATI
NIM K 5603086
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG
TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK
SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
CABANG SOLO TAHUN 2008
YUNITA KHUSHARYATI
NIM K 5603086
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Agus Mukholid, M.Pd Haris Nugroho, S.Pd.M.Or
NIP. 19640131 198903 1 001 NIP. 19720208 199903 1 003
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
(Nama Terang) (Tanda Tangan)
Ketua : Drs.Bambang Wijanarko,M.Kes _____________
Sekretaris : Islahuzzaman Nuryadin, S.Pd.M.Or _____________
Anggota I : Drs.Agus Mukholid,M.Pd _____________
Anggota II : Haris Nugroho, S.Pd.M.Or _____________
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pandidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
v
ABSTRAK
Yunita Khusharyati. PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN
BERBEBAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG SOLO TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008, (2) Perbedaan pengaruh panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008, (3) Ada tidaknya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008 yang berjumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Sample diambil semua. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan pengukuran panjang tungkai dan kecepatan tendangan depan pencak silat. Teknik analisis data yang digunakan dengan ANAVA rancangan 2x2 pada taraf signifikansi 5%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh simpulan bahwa sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan berbeban dengan beban linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Pengaruh peningkatan kecepatan tendangan depan yang ditimbulkan oleh latihan berbeban non linier lebih baik daripada latihan berbeban linier, ( hitungF 5,46875> tabelF 4,08), dengan rata-rata peningkatan 1,39 dan 0,0009, (2) Adanya perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah, yang hasilnya panjang tungkai rendah lebih baik daripada panjang tungkai tinggi terhadap kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008 sebesar 0,000275 dan 0,00025, (3) Tidak terdapat interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008 ( hitungF 0,78125< tabelF 4,08).
vi
MOTTO
• Sepiro Gedhening Sengsoro Yen Tinompo Among Dadi Cobo.
( Imam Kusupangat)
• Tidak ada gembok yang tak bisa dibuka. Tidak ada simpul yang tak bisa diurai.
Tidak ada jarak yang jauh yang tidak bisa didekatkan. Tidak ada yang tak
kelihatan kecuali nanti akan muncul. Tapi semuanya itu ada saatnya.
(Dr. ’Aidh bin Abdullah Al-Qarni)
• Biarkan masa depan sampai dia datang dengan sendirinya. Jangan terlalu sibuk
memikirkan hari esok. Asal kita melakukan kebaikan pada hari ini, hari esok
akan lebih baik.
(Penulis)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada :
♦ Bapak dan Ibu tercinta
♦ Saudara-saudara PSHT Komisariat UNS
♦ Teman-teman Angkatan 2003
♦ Adik-adik JPOK FKIP UNS dan
♦ Almamater
viii
KATA PENGANTAR
Dengan diucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan
skripsi ini.
Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi
berkat bantuan dari beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketur Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga
dan kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
4. Drs. Agus Mukholid, M.Pd, sebagai pembimbing I yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan dan pengarahan, sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
5. Bapak Haris Nugroho, S.Pd.M.Or, sebagai pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo yang telah memberikan ijin
untuk mengadakan penelitian.
7. Saudara-saudara PSHT cabang Solo yang telah bersedia menjadi sampel
penelitian.
8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.
Surakarta, Februari 2010
ix
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL........................................................................................................... i
PANGAJUAN................................................................................................ ii
PERSETUJUAN............................................................................................ iii
PENGESAHAN............................................................................................. iv
ABSTRAK..................................................................................................... v
MOTTO......................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR.................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xii
DAFTAR TABEL......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah....‘`........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah...................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah..................................................................... 5
D. Perumusan Masalah...................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian.......................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian........................................................................ 6
BAB II LANDASAN TEORI....................................................................... 7
A. Tinjauan Pustaka........................................................................... 7
1. Pencak Silat............................................................................. 7
a. Definisi Pencak Silat.......................................................... 7
b. Unsur-unsur Pencak Silat................................................... 8
c. Sifat-sifat Pencak Silat....................................................... 10
d. Teknik dalam Pencak Silat................................................. 11
2. Tendangan dalam Pencak Silat................................................. 11
x
a. Serangan dalam Pencak Silat.............................................. 11
b. Jenis-jenis Tendangan dalam Pencak Silat......................... 13
c. Teknik Tendangan Depan.................................................. 14
3. Latihan..................................................................................... 15
a. Definisi Latihan................................................................ 15
b. Prinsip Latihan.................................................................. 16
c. Pengaruh Latihan.............................................................. 19
4. Latihan Beban......................................................................... 21
a. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Latihan Berbeban 22
b. Penyusunan Program Latihan Berbeban.......................... 24
c. Latihan Berbeban dengan Sirkuit..................................... 26
5. Latihan Beban dengan Pembebanan Linier........................... 31
a. Definisi Pembebanan Linier…………………………… 31
b. Keuntungan dan Kelemahan Pembebanan Linier……… 32
6. Latihan Beban dengan Pembebanan Non Linier…………… 33
a. Definisi Pembebanan Non Linier……………………… 33
b. Keuntungan dan Kelemahan Pembebanan Non Linier…. 34
7. Panjang Tungkai…………………………………………….. 34
a. Definisi Panjang Tungkai………………………………. 34
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Panjang Tungkai….. 35
c. Otot-otot yang Terdapat pada Tungkai………………… 36
d. Otot-otot yang Mempengaruhi Tendangan Depan…….. 37
8. Kekuatan Otot Perut……………………………………….. 38
a. Definisi Kekuatan Otot Perut………………………….. 38
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Perut. 38
9. Kecepatan………………………………………………….. 39
a. Definisi Kecepatan.......................................................... 39
b. Klasifikasi Kecepatan………………………………….. 40
c. Kecepatan Tendangan Depan…………………………. 41
d. Cara Pengujuran Kecepatan Tendangan……………….. 42
B. Kerangka Pemikiran…………………………………………… 42
xi
C. Perumusan Hipótesis…………………………………………… 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………… 47
A. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………… 47
B. Metode Penelitian dan Rancangan Penelitian………………… 47
C. Variabel Penelitian……………………………………………. 49
D. Populasi dan Sampel Penelitian………………………………. 49
E. Teknik Pengumpulan Data……………………………………. 50
F. Definisi Operacional………………………………………….. 51
G. Teknik Analisis Data…………………………………………. 51
BAB IV HASIL PENELITIAN…………………………………………. 58
A. Deskripsi Data………………………………………………… 58
B. Uji Prasyarat Analisis…………………………………………. 60
1. Uji Normalitas……………………………………………... 60
2. Uji Homogenitas…………………………………………… 61
C. Pengujian Hipotesis……………………………………………. 61
1. Pengujian Hipotesis Pertama………………………………. 62
2. Pengujian Hipotesis Kedua…………………………………. 63
3. Pengujian Hipotesis Ketiga…………………………………. 63
D. Pembahasan Hasil Penelitian…………………………………… 64
1. Pengaruh Latihan Berbeban Linier dan Non Linier Terhadap
Peningkatan kecepatan Tendangan Depan……………......... 64
2. Pengaruh Panjang Tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai
Rendah Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan 65
3. Interaksi Antara Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai
Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan............. 65
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan……………………………………………………….. 66
B. Implikasi………………………………………………………… 66
C. Saran……………………………………………………………. 67
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………… …... 71
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Sikap Pasang dan Gerakan Tendangan Depan…………… 15
Gambar 2 : Pos-pos Latihan................................................................... 27
Gambar 3 : Pelaksanaan Latihan Standing Calf Raise.......................... 28
Gambar 4 : Pelaksanaan Latihan Leg Curl............................................ 29
Gambar 5 : Pelaksanaan Latihan Leg Extension.................................... 30
Gambar 6 : Pelaksanaan Latihan Leg Press............................................ 30
Gambar 7 : Pelaksanaan Latihan Half Squat........................................... 31
Gambar 8 : Penambahan Beban Latihan secara Linier............................. 32
Gambar 9 : Penambahan Beban Latihan secara Non Linier..................... 33
Gambar 10 : Grafik Nilai Rata-rata Kecepatan Tendangan Depan
Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Panjang
Tungkai................................................................................. 59
Gambar 11 : Grafik Nilai Rata-rata Peningkatan Kecepatan Tendangan
Depan Antara Kelompok Perlakuan...................................... 60
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Ringkasan Anaka-angka Statistik Deskripsi Data Kecepatan
Tendangan Depan Menurut Kelompok Penelitian……………..... 58
Tabel 2: Hasil Uji Normalitas dengan Liliefors…………………………… 61
Tabel 3: Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet..................................... 61
Tabel 4: Ringkasan Nilai Rerata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan
Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Sebelum dan Sesudah Diberi
Perlakuan........................................................................................ 61
Tabel 5: Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor........... 62
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1: Data Tes Pengukuran Panjang Tungkai.................................... 72
Lampiran 2: Kelompok Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil Tes Panjang
Tungkai Kategori Tinggi dan Rendah...................................... 73
Lampiran 3: Data Tes Awal dan Akhir Kecepatan Tendangan Depan........ 74
Lampiran 4: Kelompok Treatment Latihan Beban....................................... 75
Lampiran 5: Uji Reliabilitas Kecepatan Tendangan Depan......................... 79
Lampiran 6: Uji Normalitas Data Kecepatan Tendangan Depan................. 82
Lampiran 7: Uji Homogenitas Data Keceapatan Tendangan Depan............ 85
Lampiran 8: Deskripsi Data Hasil Kecepatan Rata-rata Antar Kelompok.. 88
Lampiran 9: Petunjuk Pelaksanaan Pengukuran Panjang Tungkai.............. 91
Lampiran 10: Petunjuk Pelaksanaan Tes dan Pengukuran Kecepatan
Tendangan Depan..................................................................... 92
Lampiran 11: Program Latihan Berbeban dengan Peningkatan Beban secara
Linier dan Non Linier................................................................ 93
Lampiran 12: Jadwal Treatment Perlakuan Latihan Beban........................... 96
Lampiran 13: Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian...................................... 108
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pencak silat adalah satu cabang olahraga tradisional bangsa Indonesia.
Pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga yang mengembangkan
beberapa unsur di dalamnya yaitu, unsur keolahragaan, kesenian, beladiri dan
kerokhanian atau mental spiritual. Sampai saat ini cabang olahraga pencak silat
xv
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pencak silat dalam
perkembangannya telah merambah ke event-event nasional maupun internasional.
Dalam tingkat nasional seperti PON, POMNAS dan ASIAN INDOOR GAMES,
Indonesia telah mampu berbicara dalam laga multi event tersebut, bahkan dalam
kategori single event yaitu prestasi paling tinggi dalam ajang kejuaraan tingkat
dunia, Indonesia sudah banyak melahirkan atlet-atlet yang mampu bersaing dalam
level paling tinggi pada kejuaraan tingkat dunia tersebut. Sehingga pencak silat
pada era sekarang ini telah dijadikan sebagai ajang persaingan dalam memperoleh
prestasi setinggi-tingginya, usaha memperoleh prestasi yang maksimal bukan hal
yang mudah. Pesilat yang menginginkan prestasi tinggi harus memiliki
kemampuan kondisi fisik, teknik, taktik, mental yang baik. Keempat unsur
tersebut merupakan komponen-komponen yang saling berkaitan yang dapat
mempengaruhi pencapaian prestasi olahraga. Salah satu orientasi program latihan
adalah peningkatan kemampuan teknik. Program peningkatan ini dilaksanakan
dengan baik apabila teknik dasar sudah dikuasai terlebih dahulu. Penguasaan
teknik dasar merupakan kelengkapan paling mendasar dan utama dalam berlatih
teknik lanjut, selain itu juga merupakan faktor yang fundamental untuk mencapai
prestasi dalam pencak silat. Teknik dasar dalam pencak silat terdiri dari berbagai
macam. Secara garis besar teknik dasar dalam pencak silat terdiri atas pukulan,
tendangan, elakan, sapuan, kuncian, dan pola langkah.
Salah satu teknik dasar dalam pencak silat adalah tendangan. Tendangan
adalah serangan dengan menggunakan tungkai, tendangan merupakan komponen
yang dominan dalam pertandingan pencak silat karena tendangan mempunyai
beberapa keuntungan antara lain tendangan mendapatkan nilai yang cukup tinggi
yaitu dua point. Jangkauannya lebih panjang serta mempunyai power yang lebih
besar dibanding dengan serangan lain yaitu pukulan hanya memperoleh nilai satu.
Tendangan yang baik adalah tendangan yang dilakukan dengan cepat dan keras,
sehingga sulit ditangkap oleh lawan. Berdasarkan macamnya, tendangan dalam
pencak silat terdiri dari tendangan depan, tendangan samping, tendangan
belakang, tendangan busur atau sabit.
xvi
Tendangan depan merupakan salah satu jenis tendangan yang banyak
digunakan untuk melakukan serangan dalam pencak silat. Tendangan depan
dilakukan dengan melintas ke depan dan perkenaannya pada ujung telapak kaki.
Tendangan depan lebih mudah mengenai sasaran, karena lintasannya lurus ke
depan dan perkenaannya pada ujung telapak kaki. Yang memungkinkan untuk
bergerak cepat dan sulit ditangkap lawan.
Kemampuan fisik merupakan salah satu faktor yang tidak dapat terlepas
untuk menguasai suatu teknik olahraga termasuk tendangan depan. Hal ini
Sudjarwo (1993: 41) menyatakan “Mempelajari teknik dalam cabang olahraga
tertentu tidak mungkin dilakukan sebelum atlet memiliki kemampuan fisik yang
menunjang gerakan teknik tersebut”. Adapun komponen kondisi fisik yang
memberi dukungan dengan kecepatan tendangan depan yang harus dilatih dan
dikembangkan secara maksimal. Tujuannya adalah agar diperoleh hasil
tendangan yang benar-benar optimal, karena metode latihan tendangan depan
yang selama ini diterapkan belum mengarah pada peningkatan kecepatan
tendangan yang lebih baik, sehingga perlu solusi yang tepat sesuai dengan kondisi
yang ada. Selain itu juga, terbatasnya jam latihan kurang dimanfaatkan secara
maksimal. Beberapa komponen yang sangat mendukung kecepatan tendangan
diantaranya dengan latihan berbeban. Karena untuk meningkatkan kecepatan
tendangan akan didukung pula dengan terbentuknya power, sehingga dapat
dirumuskan perbandingan antara power berbanding lurus dengan kecepatan dan
kekuatan. Power sama dengan kekuatan dikalikan dengan kecepatan. Dengan
latihan beban akan menambah power, sehingga secara otomatis kekuatan (daya
ledak) akan terbentuk dengan disertai kecepatan. Hal ini terbukti dengan pernah
diadakan penelitian tentang pengaruh peningkatan power otot tungkai terhadap
kecepatan tendangan dan hasilnya power otot tungkai berpengaruh terhadap
kecepatan tendangan, semakin besar otot tungkai yang dimiliki semakin cepat
pula tendangan yang dilakukan. Sehingga akan diketahui pula pengaruh antara
power otot tungkai terhadap kecepatan tendangan depan dan juga pengaruh
panjang tungkai antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah.
xvii
Berkaitan dengan hal tersebut, metode latihan yang akan dikaji dan diteliti
untuk meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat dalam penelitian ini
adalah latihan beban secara linier dan non linier. Dari kedua latihan antara beban
linier dan non linier, masing-masing memiliki ciri penekanan yang berbeda-beda.
Selain itu juga bentuk latihan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan
kelemahan yang berbeda-beda pula, sehingga belum diketahui bentuk latihan
mana yang lebih baik dan efektif terhadap peningkatan kecepatan tendangan
depan pencak silat. Oleh karena itu perlu dikaji dan diteliti secara lebih
mendalam, baik secara teoritis maupun praktek melalui penelitian. Penelitian ini
akan dilakukan pada pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Solo.
Seiring dengan perkembangan pesilatnya, khususnya pesilat Persaudaraan
Setia Hati Terate cabang Solo menunjukkan perkembangan yang bagus, ditandai
dengan sering diikutinya kejuaraan yang digelar oleh PB Persaudaraan Setia Hati
Terate, baik dalam skala daerah maupun nasional antar Persaudaraan Setia Hati
Terate, berawal dari hal itu dibentuklah suatu tim khusus yang beranggotakan
pesilat baik putra maupun putri Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo yang
sebelumnya telah terseleksi dan dilatih serta dibina guna dipersiapkan untuk
tampil dalam kejuaraan antar Persaudaraan Setia Hati Terate sendiri maupun
seleksi yang di gelar oleh PB IPSI. Dalam proses pembinaan dan latihan,
ditekankan untuk benar-benar dapat menguasai teknik dasar dengan baik,
termasuk juga teknik serangan berupa tendangan depan, dengan memberikan
metode-metode latihan yang dapat mendukung tujuan yang ingin dicapai, yaitu
meningkatkan kecepatan tendangan depan. Dengan menggunakan berbagai
macam metode latihan antara lain dengan latihan beban yang diberikan secara
linier dan non linier. Dengan metode latihan tersebut, akan diketahui metode mana
yang lebih baik guna meningkatkan kecepatan tendangan khususnya tendangan
depan, serta mengkaji juga sumbangan antara latihan beban tersebut dan panjang
tungkai untuk menghasilkan kecepatan tendangan depan yang optimal dengan
latihan yang efektif dan efisien.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini mengambil
judul “PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG
xviii
TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK
SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
CABANG SOLO TAHUN 2008”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan di atas, maka masalah
dalam penelitian ini dapat di identifikasikan sebagai berikut:
1. Latihan berbeban dengan beban secara linier dan non linier.
2. Pengetahuan tentang metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan
tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate
cabang Solo masih rendah.
3. Pengetahuan tentang metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan
tendangan depan pencak silat dan belum memanfaatkan panjang tungkai yang
dimiliki.
4. Belum pernah dilakukan tes dan pengukuran panjang tungkai dan kecepatan
tendangan depan pada anggota perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate
cabang Solo tahun 2008.
5. Belum diketahui efektifitas antara latihan berbeban secara linier dan non linier
terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat.
6. Upaya peningkatan kecepatan tendangan depan anggota perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo dengan latihan berbeban.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang dapat di identifikasikan, maka perlu dibatasi.
Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap
kecepatan tendangan depan pencak silat.
2. Pengaruh panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap
kecepatan tendangan depan pencak silat.
xix
3. Kecepatan tendangan depan pencak silat pada anggota perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan
non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008 ?
2. Adakah pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah
terhadap kecepatan tendangan depan pada perguruan Persaudaraan Setia Hati
Terate cabang Solo tahun 2008 ?
3. Adakah interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap
kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia
Hati Terate cabang Solo tahun 2008 ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalaham yamg telah dirumuskan di atas, penelitian ini
mempunyai tujuan untuk mengetahui:
1. Perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non
linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
2. Perbedaan pengaruh panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah
terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
3. Ada tidaknya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap
kecepatan tendangan depan pencak silat pada anggota perguruan Persaudaraan
Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
xx
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini anatara lain:
1. Dapat meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat anggota yang
dijadikan sampel penelitian.
2. Sebagai masukan untuk dijadikan pedoman bagi pelatih-pelatih pada
perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo arti pentingnya latihan
yang tepat dan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan anggota,
sehingga akan diperoleh hasil latihan yang optimal.
3. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang
penelitian ilmiah untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pencak Silat
a. Definisi Pencak Silat
Pencak silat merupakan olahraga asli bangsa Indonesia warisan nenek
moyang kita. PB IPSI (1995: 3) dalam O’ong Maryono (1998: 7) menyatakan
bahwa “Pencak silat adalah gerak serang bela yang teratur menurut sistem, waktu,
tempat dan iklim denga selalu menjaga kehormatan masing-ma`sing secara
ksatria, tidak mau melukai perasaan, jadi pencak silat menuntut pada segi lahiriah.
Silat adalah gerak serang bela yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga
menghidup suburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung
menyerah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan arti kata pencak silat dapat dirumuskan bahwa, pencak silat
merupakan gerak dasar beladiri yang didasarkan pada peraturan yang berlaku
yang bersumber dari kerohanian dan menghindari dari segala malapetaka. PB IPSI
xxi
bersama BAKIN (1975) dalam Srihati Waryati dan agus Mukholid (1992: 15)
menyatakan bahwa pengertian pencak silat adalah “Hasil budaya manusia
Indonesia untuk membela dan mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan
integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya
untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa”.
Pencak silat mengandung beraneka ragam aspek, yaitu olahraga yang
mengandalkan kekuatan, pencak silat adalah juga olah batin, olah nafas, perasaan
seni dan rasa kebersamaan yang tinggi. Menurut IPSI (1994: 6) dalam O’ong
Maryono (1998: 9) bahwa secara substansial “Pencak silat adalah suatu kesatuan
dengan empat rupa catur tunggal, seperti tercermin dalam senjata trisula pada
lambing IPSI, dimana ketiga ujungnya melambangkan unsur seni, beladiri dan
olahraga serta gagangnya mewakili unsur mental, spiritual”.
b. Unsur-unsur dalam Pencak Silat
Pencak silat adalah sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber
pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan
bersama, meghindarkan diri manusia dari bencana dan segala sesuatu yang jahat
(Srihati Waryati dan Agus mukholid, 1992: 14)
Pada dasarnya istilah atau nama pencak silat megandung unsur-unsur
pengertian seperti tersebut diatas, yang merupakan isi dari pencak silat.
Disamping unsur-unsur tersebut, menurut Sumarno dkk (1992: 194) ada empat
aspek atau unsur dalam pencak silat, yaitu “(1) unsur olahraga, (2) unsur kesenian,
(3) unsur beladiri, dan (4) unsur kerohanian atau mental spiritual. Untuk lebih
jelasnya unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Unsur Olahraga
Ditinjau dari segi olahraga, pencak silat mempunyai batasan-batasan
tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha untuk memenuhi fungsi jasmani
dan rohani. Sumarno dkk (1992: 196) menyatakan “ Olahraga adalah setiap
kegiatan jasmani yang dilandasi semangat perjuangan melawan diri sendiri, orang
xxii
lain utau unsur-unsur alam, yang jika dipertandingkan harus dilaksanakan secara
ksatria, sehingga merupakan pendidikan pribadi yang ampuh”.
Dengan demikian segala kegiatan atau usaha yang mendorong ,
membangkitkan, megembangkan dan membina kekuatan jasmani maupun rohani
bagi setiap menusia dapat digolongkan sebagai olahraga. Usaha-usaha untuk
mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada pencak silat sebagai
olahraga umum, dapat dibagi dalam intensitasnya yaitu, (1) olahraga pendidikan,
(2) olahraga prestasi, (3) olahraga rekreasi atau missal. Srihati Waryati dan Agus
Mukholid (1992: 17)
Pencak silat sebagai olahraga pendidikan ditekankan pada pembinaan
keterampilan jasmani, terutama pembentukan sikap dan gerak serta
mengembangkan pembinaan mental atau rohani yaitu dengan menanamkan rasa
kepercayaan kepada diri sendiri serta sifat-sifat budi pekerti yang luhur.
Sebagai olahraga prestasi, pencak silat dibina sesuai dengan asas dan
norma olahraga, yaitu disamping mengembangkan pembinaan fisik dan teknik,
diutamakan pula dalam memupuk sifat-sifat ksatria dalam pelaksanaannya. Di
dalam olahraga prestasi ini, dialksanakan juga pertandingan-pertandingan pencak
silat dari tingkat daerah sampai tingkat nasional.
Pencak silat sebagai olahraga rekreasi atau olahraga missal,
penampilannya merupakan suatu yang dapat dinikmati oleh khalayak ramai
dengan megutamakan leindahan gerak dan irama. Pertunjukan pencak silat
rekreasi ini dapat dipandu dengan unsur kesenian, tetabuhan dalam bentuk
permainan tunggal, permainan ganda dan beregu atau secara missal.
2) Pencak Silat sebagai Unsur Seni
Ciri khas lainnya dari pencak silat adalah merupakan bagian dari kesenian.
Di daerah-daerah tertentu terdapat perubahan atau iringan musik khas. Pada
kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu
pendalaman khusus. Pencak silat sebagai seni harus menurut ketentuan,
keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
xxiii
3) Pencak Silat sebagai Unsur Beladiri
Pada dasarnya pencak silat adalah usaha pembelaan diri agar selamat dari
serangan lawan. Dengan demikian unsur-unsur geraknya terdapat dua bagian,
yaitu unsur untuk menyerang, dan unsur untuk membela termasuk usaha
menyelamatkan diri.
Melalui latihan-latihan tang tekun di bawah bimbingan guru pencak silat
atau pendekar, maka seorang siswa atau pesilat dapat memupuk dan
meningkatkan kemampuan, ketangkasan, keterampilan, dan kekuatannya dalam
melakukan serangan ataupun pembelaan.
Pencak silat Indonesian mengutamakan pembelaan diri daripada
menyerang. Oleh karena itu pancake silat disebut seni beladiri, bukan seni
menyerang. Kemampuan membela diri dari kelompok-kelompok perorangan
dapat di manfaatkan untuk kepentingan menjaga keamanan alam sekitar atau
kepentingan keamanan lingkungan.
4) Pencak Silat sebagai Sarana Pendidikan Mental dan Kerohanian
Melalui unsur-unsur pencak silat seperti unsur olahraga, kesenian dan
beladiri tersebut, pencak silat merupakan suatu sistem dan wadah pendidikan
jasmani dan rohani. Melalui latihan-latihan yang teratur dan kontinyu seorang
pesilat di didik untuk mengembangkan keterampilan. Dengan pendidikan pencak
silat juga ditanamkan penghayatan pada alam kehidupan dan perjuangan hidup
serta hidup bermasyarakat pada umumnya.
Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1992: 19) menyatakan bahwa
“Pencak silat megajarkanbudi pekerti luhur, yang ada pada dasarnya adalah
megembangkan sifat dan sikap yang selalu (1) taqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, (2) menghormati harkat martabat manusia, (3) meletakkan kepentingan
persatuan diatas kepentingan pribadi, (4) mengunakan jalan musyawarah di dalam
memecahkan permasalahan bersama, dan (5) memberikan dharma bakti bagi
kepentingan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat”.
c. Sifat-sifat Pencak Silat
xxiv
Dalam gerakkannya, pencak silat mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.
Menurut Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1996: 15), pencak silat mempunyai
sifat-sifat antara lain:
1) Bersifat halus, lentuk dan lemas, kekerasan sesaat.
2) Tidak membutuhkan ruangan luas, tidak suka meloncat dan
mengguling (kecuali permainan harimau atau monyet).
3) Gerakan tangan halus dan selaras, gerakan tangan dapat terbuka untuk
memancing.
4) Langkah ringan ke segala penjuru.
5) Tidak banyak bersuara.
6) Pernafasan wajar.
7) Banyak permainan rendah
8) Tendangan sedang-sedang
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dalam pencak silat tersebut
menunjukkan bahwa, pada dasarnya pencak silat merupakan olahraga beladiri
yang halus, lentuk, dan lemas, sehingga setiap gerakan yang dilakukan terdapat
unsur seni yang enak dilihat. Hal inilah yang membedakan olahraga beladiri
pencak silat ini dengan olahraga beladiri lainnya seperti kempo, taekwondo, yudo,
karate, yang mana olahraga beladiri tersebut banyak unsur kerasnya dan banyak
mengeluarkan suara.
d. Teknik dalam Pencak Silat
Penguasaan teknik merupakan suatu landasan untuk mencapai prestasi
yang tinggi dalam pencak silat. Menurut Suharno HP (1993: 42) menyatakan
bahwa “Teknik adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek
sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang olahraga”.
Pada dasarnya teknik dalam beladiri pencak silat mengacu pada pola gerak
dan kaidah tertentu. Menurut standar IPSI secara nasional teknik yang digunakan
dalam pencak silat meliputi sikap kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, teknik
belaan, teknik hindaran, teknik serangan, dan tangkapan.
xxv
Teknik-teknik tersebut merupakan rangkaian gerakan yang saling
berhubungan dan memiliki keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan pencak silat.
Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam pencak silat, maka macam-macam
teknik dasar pencak silat seperti tersebut diatas harus dikuasai dengan baik.
2. Tendangan dalam Pencak Silat
a. Serangan dalam Pencak Silat
Dalam pertandingan olahraga pada ketegori tanding, dimana untuk
memenangkan suatu pertandingan yang terpenting adalah memanfaatkan anggota
tubuh seperti tangan, lengan, siku, kaki, tungkai, lutut dalam memperoleh nilai
sebanyak-banyaknya secara efektif, efisien dan praktis. Gerakan serangan dan
belaan yang dilakukan oleh pesilat harus berpola, mulai dari sikap awal atau sikap
pasang dilanjtkan pola langkah (sekurang-kurangnya 3 pola langkah) serta adanya
koordinasi dalam melakukan serangan dan belaan, dan harus kembali pada sikap
pasang.
Sikap pasang mempunyai pengertian sikap taktik untuk menghadapi lawan
yang berpola menyerang atau menyambut, dimana bila ditinjau dari sistem
beladiri, “pasang” berarti kondisi siap tempur yang optimal. Dalam
pelaksanaanya, sikap pasang merupakan kombinasi dan koordinasi kreatif dari
kuda-kuda, sikap tubuh dan sikap tangan serta meliputi sikap berbaring, duduk,
jongkok, dan berdiri. Sikap pasang merupakan gerakan statis dari gerakan pencak
silat. Dengan membentuk sikap pasang, pesilat mengekspresikan status siaga dan
waspada yang sewaktu-waktu dapat diubah melaksanakan tindakan taktis tertentu.
Pola langkah adalah gerakan yang dinamik yaitu teknik untuk berpindah
atau mengubah posisi dengan kewaspadaan mental dan indera yang optimal untuk
mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam rangka mendekati lawan. Bentuk
pola langkah seperti gerakan lurus, zig-zag, segitiga, ladam, diagonal bentuk “s”
serta ganda.
Dalam melakukan serangan pesilat harus berpola dari sikap “pasang” atau
siap tempur sebagai sikap taktik bertanding, kemudian melangkah dengan terpola,
xxvi
serta koordinasi yang baik dalam melakukan serangan dan belaan. Setiap selesai
melakukan serangan pesilat harus kembali dalam sikap “pasang”. Hal ini disebut
dengan kaidah dalam pencak silat. Kaidah teknik ini membedakan pencak silat
lain dengan beladiri seperti tinju, yudo, karate, teakwondo, gulat dan lain-lain,
serta menjadikannya sebagai perwujudan yang khas dari kebudayaan melayu,
khususnya kebudayaan Indonesia.
Dalam melakukan serangan harus tersusun dengan teratur dan berangkai
dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 4 jenis serangan.
Apabila rangkaian serang bela lebih dari 4 jenis serangan, maka akan dihentikan
oleh wasit. Penetapan 4 jenis serangan didasarkan atas filosofi, menurut O’ong
Maryono (1998: 252) bahwa manusia terbentuk dari campuran empat anasir yang
terkandung dalam makrokosmos yaitu api (agni), bumi (bawon), angina (bayu),
dan air (tirta). Dalam pandangan kejawen keempat anasir ini merupakan saudara
gaib dari setiap orang seperti tercantum dalam ucapan “sedulur papat, lima
pancer” yang berarti saudara empat, lima diri sendiri. Seirama dengan anasir-
anasir ini juga, manusia memiliki empat perwujudan nafsu (patang pratara) yaitu
berupa amarah (kemarahan), luwanah (suka minum), supiyah (nafsu birahi), dan
mutmainah (rasionalitas duniawi).
Teknik serangan dapat dilakukan dengan tangan atau lengan biasa disebut
pukulan, dapat dilakukan dengan berbagai kuda-kuda dan bentuk tangan seperti
mengepal, setengah mengepal atau terbuka, serta dengan siku memperhatikan
lintasan serangan yang benar dan bertenaga. Juga dapat dilakukan dengan kaki
atau sering disebut tendangan. Tendangan merupakan serangan dengan
menggunakan kaki yang bertujuan untuk mengenai atau menjatuhkan lawan agar
memperioleh point dalam suatu pertandingan pencak silat. Berdasarkan jenisnya,
tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
tendangan depan, tendangan melingkar, sapuan dan sebagainya.
b. Jenis-jenis Tendangan dalam Pencak Silat
Tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai macam
dan versi. Menurut Munas IPSI IX (1993: 10) dijelaskan:
xxvii
Ditinjau dari komponen penting yang digunakan lintasan dan kenaannya tendangan meliputi:
1) Tendangan taji yakni dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan, ke bawah atau ke samping dan kenaannya pada tumiy kaki.
2) Tendangan depan yakni tendangan nyang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai dalam posisi tegak, lintasannya lurus ke depan dan kenaanya pada ujung telapak kaki.
3) Tendangan samping yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan dan kenaannya pada ujung telapak kaki.
4) Tendangan busur yakni tendangan yang dilakukan dengan meggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari bawah dan kenaanya pada punggung kaki.
5) Tendangan sabit yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari samping dan kenaannya pada punggung kaki.
6) Tendangan cangkul yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari atas dan kenaannya pada tumit kaki.
7) Tendangan lingkar yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya melingkar ke samping dan kenaanya pada tumit telapak kaki.
8) Tendangan kuda yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan kedua belah kaki atau tungkai lintasannya ke belakang dan kenaannya pada kedua telapak kaki.
Berdasarkan jenis-jenis tendangan diatas menunjukkan bahwa, pada
dasarnya serangan dengan tungkai terdiri atas serangan kaki dan serangan lutut.
Serangan dengan kaki (tendangan) dapat menggunakan bagian kaki yang meliputi
punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki, tumit, sisi kaki dan pergelangan kaki.
Serangan melalui kaki dapat dilakukan dengan posisi lintasan depan, samping,
belakang dan busur.
c. Teknik Tendangan Depan
Gerakan tendangan depan merupakan gerakan frontal atau depan.
Tendangan depan merupakan bentuk serangan yang cukup efektif untuk
memperoleh nilai atau point dalam pencak silat. Untuk dapat melakukan
tendangan depan, harus menguasai teknik tendangan depan dengan baik dan
benar. Teknik tendangan depan terdiri atas sikap awal, lontaran, dan pendaratan
xxviii
(kembali ke posisi awal). Untuk lebih jelasnya teknik tendangan depan diuraikan
sebagai berikut:
1) Sikap Awal
Pada awalan tendangan depan dibutuhkan gerakan yang betul-betul luwes,
diikuti dengan pasang kuda-kuda kaki kiri atau kaki kanan, lutut pada kaki depan
ditekuk vertical diatas ibu jari kaki belakang. Telapak kaki kanan dan telapak kaki
kiri terletak dalam dua garis sejajar berjarak kurang lebih satu telapak, diikuti
kedua tangan sehinggan pada saat akan melakukan gerakan lebih efektif.
2) Lontaran
Bentuk lontaran pada tendangan depan yaitu kaki lurus ke depan. Hal ini
sebagai lintasannya, di mulai dari kaki di angkat ke depan dengan posisi lutut
ditekuk, diusahakan paha diangkat setelah diperkirakan pas untuk melakukan
tendangan, maka kaki segera dilontarkan kea rah depan. Perkenaan pada sasaran
menggunakan ujung telapak kaki, kelima jari membentuk sudut ke atas.
3) Pendaratan (kembali ke posisi awal)
Gerakan ini dilakukan setelah melakukan tendangan depan dan secara
otomatis berusaha menganai sasaran. Setelah megenai sasaran, kaki yang
digunakan untuk menendang segera kembali ke posisi awal dengan tetap menjaga
keseimbangan.
Gambar 1 : Sikap pasang dan gerakan tendangan depan
(Johansyah Lubis, 2004: 49)
xxix
3. Latihan
a. Definisi Latihan
Untuk mencapai prestasi olahraga harus melalui pengembangan terhadap
unsur-unsur yang dibutuhkan dalam olahraga melalui latihan yang baik dan
teratur. Berikut ini disajikan betas an latihan yang dikemukakan oleh beberapa
ahli sebagai berikut:
1) Menurut Harsono (1988: 101) latihan adalah proses yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihan atau pekerjaannya.
2) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) latihan adalah proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan.
3) Menurut Suharno HP (1993: 7) latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik dan msecara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya.
Dari ketiga batasan latihan diatas dapat disimpulkan bahwa, latihan adalah
suatu aktivitas olahraga yang dilakukan dengan berulang-ulang, secara kontinyu
dengan peningkatan beban secara periodic dan berkelanjutan yang dilakukan
berdasarkan jadwal, pola dan sistem serta metode tertentu untuk mencapai tujuan
yaitu meningkatkan prestasi olahraga.
Dalam pelaksanaan latihan, aspek-aspek yang mendukung terhadap
pencapaian prestasi olahraga harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal.
Menurut Rusli Lutan dkk (1992: 88), aspek-aspek latihan yang harus dilatih dan
dikembangkan untuk mencapai prestasi olahraga meliputi latihan fisik, latihan
teknik, latihan taktik, dan latihan mental.
b. Prinsip Latihan
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan
secara intensif. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan
yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya
dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik (Yosef Nosseck 1982:
xxx
14). Agar tujuan latihan dapat tercapai secara optimal, hendaknya diterapkan
prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat. Prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dalam latihan olahraga menurut Harsono (1988: 102-112) adalah “(1)
prinsip beban lebih (overload principle), (2) prinsip perkembangan menyeluruh,
(3) prinsip spesialisasi, (4) prinsip individualisasi”.
Prestasi olahraga akan meningkat apabila latihan yang dilakukan
berlandaskan pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Agar tujuan latihan dapat
tercapai sesuai yang diharapkan, maka pelaksanaan latihan harus berpedoman
pada prinsip-prinsip latihan yang benar seperti tersebut diatas. Prinsip-prinsip
latihan yang telah disebutkan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle)
Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang harus dipenuhi.
Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh
peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika
mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu diatas beban
latihan yang biasa diterimanya. Menurut M. Sajoto (1995: 43) “Prinsip beban
lebih tersebut akan merangsang penyesuaian fungsi fisiologis dalam tubuh”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rusli Lutan dkk (1992: 95) bahwa:
Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lamapun atlet berlatih, betapa seringpun dia berlatih atau sampai begaimana capekpun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Pendapat diatas menunjukkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk
meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih
berat dari sebelumnya tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan
beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh
akan meningkat di mungkinkan akan mampu memcapai prestasi yang lebih baik.
Salah satu hal yang harus di ingat, dalam peningkatan beban latihan tiodak boleh
xxxi
terlalu tinggi atau berlebihan. A. Hamidsyah Noer (1996: 10) mengemukakan
bahwa :
Peningkatan beban latihan hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta di tingkatkan setahap demi setahap. Sebab bila suatu latihan yang diberikan terlalu cepat dengan pemberian beban latihan yang di tingkatkan secara cepat pula, maka akan menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan dalam tubuh. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan beban latihan
harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu
berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu
kemunduran kemampuan kondisi gisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi
sakit.
2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh
Pada prinsipnya komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, baik dalam peningkatan maupun dalam pemeliharaannya.
Perkembangan menyeluruh dari kemampuan kodisi fisik merupakam dasar dalam
pembentikan prestasi, meskipun pada akhirnya tujuan dalam latihan adalah
kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus
tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Harsono
(1988: 109) mengemukakan “Secara fungsional spesialisasi dan kesempurnaan
penguasaan cabang olahraga di dasarkan pada perkembangan multilateral”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sebelum diberi latihan secara
khusus yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu sesuai dengan cabang
olahraga yang dikembangkan, unsur kondisi fisik secara menyeluruh harus
dikembangkan. Dengan dasar kemampuan kondisi fisik yang baik secara
menyeluruh, maka pengembangan unsur kondisi fisik khusus yang sesuai dengan
tuntutan cabang olahraga yang dikembangkan, maka prestasi yang tinggi dapat
dicapai.
3) Prinsip Spesialisasi
xxxii
Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat
khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan
sistem energi yang digunakan selama latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 10)
menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta
memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”. Pendapat
lain dikemukakan Soekarman (1986: 60) “Latihan itu harus khusus untuk
meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga
yang bersangkutan”. Proses latihan yang dilakukan harus menyangkut pada
pengembangan potensi energi maupun penampilan dari keterampilan olehraga
yang dikembangkan.
Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, program
latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang
akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu
sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis
kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis
olahraga yang dikembangkan.
4) Prinsip Individualisasi
Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan
didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara
atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta
prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan
dalam pelaksanaan latihan, Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) mengemukakan
bahwa “Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik
yang sama,tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangan tidak sama”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus
bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang
diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi
atlet. Sudjarwo (1993: 318) mengemukakan “Faktor umur, seks (jenis kelamin),
kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh
dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam
xxxiii
merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan”. Kemampuan atlet akan
meningkat bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang
pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun program latihan untuk atletnya,
agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
c. Pengaruh Latihan
Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta
diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat akan menyebabkan
perubahan-perubahan tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh
untuk melaksanakan kerja yang lebih baik. Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam tubuh setelah melakukan latihan antara lain:
1) Perubahan Sistem dan Fungsi Organisme dalam Tubuh
Pengaruh latihan terhadap perubahab sistem dan fungsi organisme dalam
tubuh tersebut terdiri atas biokimia dan system otot rangka serta perubahab
kardiorespiratori.
a) Perubahan Biokimia dan Sistem Otot Rangka
Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat
merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel otot
(hipertropi). Jonath U Haag dan Krempel R (1987: 11) mengemukakan “Otot
yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang
tidak terlatih, karena ukuran penampang lintang maupun volumenya menjadi lebih
besar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Dangsina Moeloek dan Arjatmo
Tjokronegoro (1984: 37) “Latihan jasmani bila dilakukan secara
teratur,membawakan kesegaran jasmani secara menyeluruh bagi pelakunya.
Penampilan fisik yang baik merupakan keuntungan yaitu otot-otot tubuh lebih
mampu dan tahan melakukan pekerjaan berat tanpa cepat merasa lelah”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut diatas menunjukkan bahwa latihan
yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu akan memberi pengaruh terhadap
xxxiv
tubuh. Pengaruh latihan yang ditimbulkan secara boikimia akan meningkatkan
jumlah motokondria dalam otot rangka dan meningkatkan aktivitas enzim untuk
metabolisme energi. Selanjutnya pengaruh latihan terhadap sistem otot rangka
menjadi lebih besar dan lebih kuat. Hal demikian mempunyai manfaat yang besar
terhadap aktivitas olahraga atau melakukan pekerjaan.
b) Perubahan Kardiorespiratori
Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan
kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran
jasmani atlet akan meningkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan
yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21)
“Adaptasi atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara
fisiologis sebagai berikut: (1) frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah
turun waktu istirahat, (2) pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Homoglobin
(Hb) dan glikogen dalam otot bertambah,(4) frekuensi pernafasan turun dan
kapasitas vital bertambah”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan teratur
akan meningkatkan kamampuan kerja jantung dan pernafasan, sehingga akan
meningkatkan pula kesegaran jasmani atlet secara umum.
2) Perubahan Mekanisme Organisme Sistem Syaraf
Pada prinsipnya dalam melakukan latihan gerakan yang dilatih selalu
dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan agar gerakan yang
dipelajari diharapkan dapat memperbaiki koordinasi gerakan, sehingga akan
menjadi gerakan yang otomatis. Harsono (1988: 102) mengemukakan:
Dengan berlatih secara sistemetis dan melalui pengulangan-pengulangan (repetition) yang konstan, maka organisasi-organisasi mekanisme neurophysiologis kita akan menjadi bertambah, baik gerakan-gerakan yang semula sukar untuk dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakan-gerakan yang otomatis dan reflektif yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf daripada sebelum melakukan latihan.
xxxv
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan secara baik
dan teratur serta gerakan yang dipelajari dilakukan secara berulang-ulang akan
mengalibatkan gerakan yang dipelajari menjadi otomatis. Dengan pengulangan
gerakan yang sistematis dan teratur, maka gerakan yang dipelajari dapat dengan
cepat, lebih efektif dan efisien.
4. Latihan Berbeban
Yang dimaksud dengan latihan berbeban menurut M.Furqon (1996: 1)
adalah “Suatu cara menerapkan prosedur pengkondisian secara sistematis pada
berbagai otot tubuh”. Berkaitan dengan latihan beban ini Harsono (1988: 185)
mengemukakan bahwa “Istilah berbeban adalah latihan yang sitematis dimana
beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai
tujuan tertentu”.
Latihan beban merupakan latihan fisik dengan cara penambahan beban.
Yang utamanya memberikan efek terhadap otot-otot rangka dan memberikan
perubahan-perubahan secara morfologis. Sesuai dengan pendapat Nosseck (1982:
16) yang menyatakan bahwa:
Seorang atlet yang sedang berlatih atau latihan beban akan mengalami perubahan-perubahan morfologis daripada seorang atlet yang lari menempuh jarak 15 km yang akan mengalami perubahan fungsional dalam lari jarak jauh. Bentuk beban latihan yang dapat dipergunakan dalam latihan bermacam-
macam. Beberapa bentuk tahanan dalam latihan antara lain tahanan berupa berat
badan, tahanan berupa teman atau orang lain, tahanan berupa gesekan, tahanan
berupa alat, seperti barbell, dumbbell.
a. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Latihan Berbeban
Latihan fisik dengan berbeban tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan,
tetapi harus dilakukan secara sistematis dan berhati-hati. Jika latihan beban
dilakukan dengan asal-asalan kemungkinan akan menyebabkan terjadinya cidera,
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan atlet.
xxxvi
Agar efek atau pengaruh yang ditimbulkan dari latihan berbeban yang
dilakukan dapat efektif. Latihan berbeban harus dilakukan dengan berhati-hati.
Pelatih harus dengan cermat dan seksama memperhitungkan dengan tepat beban
yang harus dilakukan oleh atlet. Di samping itu pelatih harus memperhatikan
kondisi fisik yag di miliki oelh atletnya. Dalam latihan berbeban perlu pula
diperhatikan mengenai berapa umur seseorang boleh latihan beban. Harsono
(1988: 207) berpendapat bahwa:
Cukup aman kalau melalui weight training pada umur 14 tahun, asal mulai dengan beban yang ringan, karena tulang-tulang masih lunak dan belum sempurna, perkembangan sendi-sendi anak-anak muda belum tumbuh secara sempurna serta belum stabil. Latihan beban memang cukup banyak resikonya, oleh karena itu dalam
mempergunakan peralatan, pelatih dan atlet harus berhati-hati. Hal ini demi
kebaikan dan keselamatan bagi penggunanya. Adapu petunjuk pengamanan dalam
penggunaan peralatan latihan berbeban menurut Harsono (1988: 195-196) antara
lain:
1) Barbells (bobot-bobot besi) harus diteliti, sehingga tidak mungkin
bergeser-geser, karena itu untuk kunci penahan harus kencang.
2) Sikap permulaan adalah penting, perhatikan bahwa pada waktu
mengangkat beban dai lantai, kepala, bahu, pnggung harus lurus dan
pinggang rendah.
3) Tiap bentuk latihan harus dilakukan dengan gerak yang benar.
4) Atlet harus belajar untuk secara sadar merilekkan otot-otot yang tidak
bekerja.
5) Motivasi atlet merupakan faktor yang sangan penting.
6) Konsentrasi adalah penting untuk mampu mengeluarkan tenaga
maksimal.
7) Gerakan harus smooth dan penuh tenaga, bukan mendadak atau kaku.
8) Setelah setiap set, istirahat sebentar sambil meregangkan otot-otot
yang baru bekerja.
9) Setiap berlatih catatlahjumlah beban yang diangkat dan repetisi yang
telah dilakukan.
xxxvii
10) Setiap kali berlatih sebaiknya tidak lebih dari 12 bentuk latihan.
11) Tidak perlu risau apabila dirasakan perkembangan latihan tidak lancar.
12) Setiap seasion latihan sebaiknya diakhiri dengan latihan peregangan
statis dan latihan relaksasi.
Program latihan berbeban harus disusun dan dilaksanakan dengan baik dan
benar. Jika latihan berbeban dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka
merupakan pengamanan bagi atlet itu sendiri. Hal-hal yang telah di uraikan di atas
perlu diperhatikan dan dipenuhi agar latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil
yang diinginkan. Latihan berbeban yang dilakukan dengan program latihan yang
benar serta dengan pelaksanaan yang baik akan dapat diperoleh hasil secara
optimal. Disamping itu kemungkinan terjadinya cidera dan resiko buruk akan
dapat dihindari.
b. Penyusunan Program Latihan Berbeban
Latihan beban akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika
dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan memenuhi
prinsip-prinsip latihan beban yang telah digariskan. Dalam menyusun program
latihan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempegaruhi terhadap hasil
latihan. Dosis latihan merupakan hal penting yang harus diperhitungkan dengan
cermat dalam menyusun program latihan. Menurut Harsono (1988: 103) “Bahwa
atlet harus berlatih dengan beban kerja yang ada diatas ambang rangsang
kepekaannya”. Dengan beban direncanakan, disusun dan di program dengan baik
sehingga tujuan dapat dicapai. Dalam pembuatan program latihan kecepatan
kontraksi otot ini menggunakan pemberat menurut Soepartono yang dikutip Arief
Prihastomo (1994: 49) meliputi: “tujuan, intensitas, repetisi dan set, recovery,
irama, dan frekuensi”. Pendapat tersebut dapat disimpulkan dan diuraikan sebagai
berikut:
1) Tujuan
Tipe latihan ini memerlukan suatu otot untuk mengatasi tahanan atau
beban meksimal atau hamper maksimal. Kerja semacam ini menempatkan
xxxviii
sejumlah tahanan yang sedapat mungkin tidak hanya pada otot-otot dan yang
berkaitan dengan sruktur persendian, ligament dan juga sistem kardiovaskuler/
untuk pemula disarankan mengikuti program untuk meningkatkan efisiensi
kardiorespiratori dan program daya tahan otot sebelum mengikuti latihan kekuatan
untuk menghindari adanya cidera.
2) Intensitas Latihan
Intensitas latihan adalah suatu kesanggupan latihan yang harus dilakukan
seseorang atlet menurut program yang ditentukan. Intensitas latihan merupakan
salah satu komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang
diberikan. Menurut Bompa (1990: 58) menyatakan “Intensitas latihan adalah
fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan
kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval
atau istirahat di antara tiap ulangannya”.
Ukuran intensitas untuk latihan kecepatan atau kekuatan dengan
penambahan menurut Bompa (1986: 59) adalah:
Nomor Intensitas Prosentase Penampilan Maksimal Intensitas
1 30%-50%
Rendah
2 50%-70%
Sedang
3 70%-80%
Menengah
4 80%-90%
Submaksimal
5 90%-100% Maksimal
6 100%-105% Supermaksimal
Menurut Nosseck (1982: 38) “Takaran penggunaan beban untuk
menentukan tingkatan bagi individu sebagai berikut: angka persen dari prestasi
terbaik (%), berat yang diangkat dalam satu usaha (G), meter per detik latihan
(m/det), langkah dari latihan (pelan-pelan, cepat, lancer, eksplosif optimal)”.
xxxix
Untuk latihan kecepatan, beratnya suatu latihan untuk mendapatkan efek
yang baik adalah 30%-50% kemampuan maksimal. Intensitas atau beratnya
latihan dapat diberikan melalui berbagai cara antara lain menambah frekuensi
latihan, menambah lama latihan, menambah jumlah latihan, menambah ulangan
(repetition) dalam suatu bentuk latihan atau gesekan, menambah berat beban atau
alat yang digunakan, tingkat kesukaran suatu latihan atau memperpendek istirahat.
3) Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan adalah berpa kali latihan dilaksanakan tiap minggunya.
Lamanya latihan yaitu lama waktu yang diperlukan untuk latihan hingga terjadi
perubahan yang nyata. M.Sajoto (1995: 35) menyatakan bahwa “Para pelatih
dewasa ini umumnya setuju untuk menjalankan program latihan tiga kali
seminggu agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Lama latihan yang diperlukan
adalah selama 6 minggu atau lebih.
4) Repetisi dan Set
Repetisi adalah jumlah ulangan mengangkat suatu beban, sedang set
adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Penentuan jumlah repetisi dan
set disesuaikan dengan tujuan latihan, yaitu meningkatkan kecepatan. Menurut
O’Shea dalam M. Sajoto (1995: 70) “Apabila menggunakan beban maksimal,
maka waktu istirahat antara repetisi atau set adalah 2 menit, sedangkan untuk
beban ringan atau menengah adalah ½ - 1 menit”. Adapun menurut M.Sajoto
(1995: 34) “Latihan dengan beban dapat dilaksanakan dengan 10-12 repetisi untuk
3-4 set. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
latihan beban untuk meningkatkan kecepatan dalam penelitian ini adalah dengan
jumlah repetisi 10-12 kali, 3-4 set dan waktu istirahat 1 menit.
Dengan latihan beban, dalam hal ini program latihan kecepatan bertujuan
untuk mendapatkan waktu yang singkat dalam suatu aktifitas yang dilakukan.
Kecepatan kerja dapat ditentukan oleh kecepatan gerak yang tinggi. Disamping itu
untuk menaikkan kecepatan gerak yang paling penting adalah prinsip beban
xl
bertambah yang diberikan dalam bentuk atihan untuk mencapai beberapa gerakan
tubuh dalam periode waktu yang singkat. Dengan demikian latihan kecepatan
harus berlangsung dalam waktu yang cepat dan ditentukan oleh kapasitas
anaerobik. Siklus gerak berulang-ulang yang berlangsung konstan pada kecepata
tinggi akan menyebabkan pola otomatisasi proses syaraf pusat. Latihan kecepatan
berprinsip bahwa otot itu harus berkontraksi secara berulang-ulang secepatnya.
Koordinasi otot akan meningkatkan kecepatan dari gerakan khusus dan akan
semakin tinggi bila memperbaiki efisiensi mekanika gerak.
c. Latihan Berbeban dengan Sirkuit
Dalam pelaksanaan latihan untuk meningkatkan kecepatan tendangan
depan pencak silat dengan latihan beban. Latihan dilakukan dengan cara sirkuit
(circuit training). Yang dimaksud dengan latihan sirkuit menurut M.Sajoto (1995:
83) yaitu “Latihan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa stasiun dan
setiap stasiun itu seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu
sirkuit latihan dikatakan selesai bila seorang atlet telah menyelesaikan latihan di
semua stasiun dengan dosis yang telah ditetapkan”. Bentuk circuit training
mempunyai banyak keuntungan antara lain memungkinkan kelompok yang besar
berlatih pada ruangan yang kecil dan hanya membutuhkan alat tertentu, semua
atlet terlatih pada waktu yang sama dan berlatih dengan beban berat dalam waktu
yang relative singkat, beban latihan serta penembahannya mudah ditentukan dan
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Adapun hal yang harus
diperhatikan pada waktu mendesain circuit training, yaitu latihan harus yang
mudah dan dapat dipelajari dalam waktu yang singkat, memilih benar-benar
golongan otot-otot yang akin dokembangkan, latihan sirkuit jang sampai membuat
lelah berlebihan, latihan harus dilakukan dengan cepat dengan kemampuan yang
maksimal, waktu pemulihan harus cukup lama agar memungkinkan latihan
terakhir dapat dilakukan secara eksplosif.
Ciri utama dari latihan sirkuit yaitu adanya pos-pos (stasiun) dengan jenis
beban latihan yang berbeda, yang harus dilakukan secara simultan dengan di
selingi istirahat. Pelaksanaan latihan sirkuit dalam penelitian ini terdiri dari 5
xli
stasiun, dengan urutan bentuk gerakan sebagai berikut: (1) standing calf raise, (2)
leg curl, (3) back up rotation, (4) leg extention, (5) leg press, (6) sit up, (7) half
squat. Latihan ini dapat dilakukan dengan pembebanan secara linier dan non
linier.
Pos 1
Standing Calf Raise
Pos 2 Pos 7
Leg Curl Half Squat
Pos 3 Pos 6
Back up Rotation Sit Up Rotation
Pos 4 Pos 5
Leg Extension Leg Press
Gambar 2 : Pos – pos latihan
Pelaksanaan dari bentuk latihan berbeban tersebut adalah sebagai berikut:
1) Standing Calf Raise
Pelaksanaan latihan berbeban standing calf raise adalah sebagai berikut:
a) Sikap awal
Letakkan bar pada kedua pundak, dengan menggunakan permukaan yang
menaik dan kedua kaki diletakkan selebar pinggul. Letakkan tumit kedua kaki
dekat ujungnya, gerakkan kaki mulai dari lurus ke muka ke sedikit melengkung
keluar sampai ke sedikit melengkung ke dalam. Tubuh dijaga agar tetap tegak dan
kedua lutut lurus.
b) Gerakan
Perlahan-lahan angkat kedua tumit setinggi mungkin, berhenti sejenak
sebelum menurunkannya, biarkan hanya otot-otot betis yang melakukan
pekerjaan. Keluarkan nafas saat sedang bergerak naik. Setelah itu, turunkan tumit
secara perlahan-lahan tanpa terasa sakit, jangan sampai menggarakkan tubuh atau
menekuk lutut, tarik nafas saat sedang menurun.
xlii
Menurut Thomas R Baechle (1996: 154) otot yang dilatih adalah otot
soleus dan gastrocnemius serta otot-otot pada telapak dan pergelangan kaki.
Gambar 3 : Pelaksanaan latihan standing calf raise (Thomas R, 1996: 154)
2) Leg Curl
Pelaksanaan latihan berbeban leg curl adalah sebagai berikut:
a) Sikap awal
Ambil posisi tiarap, genggam pegangan atau ujung bangku, letakkan dada
pada bangku dan posisi pinggul rata, kedua tempurung lutut dibawah ujung
bangku dengan pergelangan kaki dibawah bantalan.
b) Gerakan
Saat gerakan ke atas, tarik kedua tumit sedekat mungkin dari pantat sambil
nafas di keluarkan, berhenti sejenak dalam posisi ditekuk penuh. Saat gerakan ke
bawah, perlahan-lahan turunkan beban, jangan biarkan pinggul terangkat dari
bangku, dada harus tetap berada diatas bangku sambil tarik nafas.
Menurut M.Sajoto (1995: 61) otot yang dilatih dalam latihan leg curl
adalah otot hamstring dan gluatacus maximus.
Gambar 4 : Pelaksanaan latihan leg curl (Thomas R, 1996: 153).
xliii
3) Leg Extension
Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg eztension adalah sebagai berikut:
a) Posisi awal
Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah
datar, kepala tegak melihat ke muka, bagian atas dari pergelangan kaki dibelakang
bantalan.
b) Gerakan
Saat gerakan ke atas perlahan-lahan luruskan kaki bawah sampai lurus
penuh sambil tarik nafas, berhenti sejenak dalam posisi kaki bawah direntangkan.
Saat gerakan ke bawah, perlahan-lahan pantat tetap berhubungan dengan tempat
duduk, berhenti sejenak pada posisi yang paling bawah, jangan membiarkan
beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika sedang
menurunkan beban. Menurut M.Sajoto (1995: 60) otot yang dilatih pada gerakan
leg extension adalah otot quardriceps.
Gambar 5 : Pelaksanaan latihan leg extension (Thomas R,1996: 149)
4) Leg Press
Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg press adalah sebagai berikut:
a) Posisi awal
Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah
datar, kepala tegak melihat ke muka, kaki di tekuk ke depan. Posisi kaki seperti
mendorong ke depan menggunakan telapak kaki.
b) Gerakan
xliv
Gerakan kaki mendorong ke depan dengan menggunakan beban yang telah
ditentukan. Usahakan hingga posisi kaki lurus ke depan. Gerakan berikutnya
kembali pada posisi awal sebelum kaki melakukan gerakan mendorong, jangan
membiarkan beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika
sedang menurunkan beban.
Gambar 6 : Pelaksanaan latihan leg press (Thomas R, 1996: 151)
5) Half Squat
Pelaksanaan latihan half squat adalah sebagai berikut:
a) Posisi awal
Berdiri dengan kaki terbuka selebar bahu. Pegang barbell dengan
pegangan overhand di belakang leher dan di sandarkan di bahu.
b) Gerakan
Tekuk lutut untuk melakukan half squat (kurang lebih 90 derajat)
kemudian kembali ke posisi awal
Menurut M.Sajoto (1995: 58) otot yang di latih adalah: quardriceps,
glutacus maximus, hamstring, dan erector spinae.
xlv
Gambar 7 : Pelaksanaan latihan half squat (Thomas. R,1996: 150)
5. Latihan Beban dengan Pembebanan Linier
a. Definisi Pembebanan Linier
Pembebanan linier adalah pembebanan yang berat latihan diberikan secara
terus menerus dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dalam batas-batas tertentu,
baik dengan intensitas, repetisi dan lama latiham maupun manipulasi ketiganya.
M. Sajoto (1995: 115) mengatakan bahwa “ Prinsip penambahan beban
terus menerus dilakukan sedikit demi sedikit dalam suatu program latihan, bila
kekuatan sudah bertambah, maka bila program latihan berikutnya tidak ada
penambahan, beban tidak dapat menambah kekuatan.” Prinsip ini akan menjamin
agar sistem dalam tubuh mendapat beban yang besarnya makin ditingkatkan, serta
diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Karena apabila tidak
diberikan secara bertahap, maka kekuatan tidak akan mencapai tahap potensi
sesuai fungsi kekuatan itu.
Menurut A. Brooks dan Thomas D Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995:
114) bahwa”Latihan hendaknya dapat merangsang sistem fisioligi tubuh, dimana
rangsangan tersebut sering disebut sebagai tekanan atau stress dan tanggapan
terhadap rangsangan dianggap sebagai tegangan atau strain. Tekanan yang terus
menerus akan mengakibatkan adaptasi tubuh yang menghasilkan peningkatan
kapasitas fungsional sistem tubuh tersebut. Para ahli ilmu gerak mengutamakan
pembinaan masalah program latihan.”
xlvi
Gambar 8 : Penambahan beban latihan secara linier.(Bompa 1990: 48)
b. Keuntunganan Dan Kelemahan Pembebanan Linier
Keuntungan dari latihan pembebanan linier adalah:
1) Kapasitas fungsional sistem di dalam tubuh meningkat.
2) Kekuatan daya tahan semakin bertambah.
Kelemahan dari latihan pembebanan linier:
1) Kesempatan organisme regenerasi sangat sedikit.
2) Waktu akumulasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi beban sangat
kurang.
3) Persiapan kondisi tubuh mengantisipasi peningkatan beban latihan sangat
kurang.
4) Pemulihan energi secara fisiologis relatif sedikit.
6. Latihan Beban dengan Pembebanan Non Linier
a. Definisi Pembebanan Non Linier
Pembebanan non linier adalah penambahan beban latihan yang diberikan
dari setiap tahap atau setiap minggu diberikan secara berjenjang naik turun,
artinya bergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun bebannya di
saat yang lain. Antara satu minggu satu dengan minggu berikutnya mengalami
kenaikan dan penurunan beban latihan. Berikut gambar penambahan beban latihan
secara non linier yang menganut sistem tangga atau step type approach menurut
Bompa (1990: 47):
xlvii
Gambar 9 : Penambahan beban latihan secara non linier.(Bompa 1990: 47)
Dalam membuat kedua program latihan tersebut beban awal dan beban
akhir harus sama. Para ahli gerak mendasari cara penambahan beban adalah
seperti Brooks dan Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 74) bahwa “ Program
latihan yang semakin lama semakin bertambah kuat baik dengan cara manipulasi
intensitas, ulangan, rangkaian dan yang lain hendaknya disusun secara berjenjang
bergelombang yaitu pergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun
disaat yang lain. Beban bertambah secara bertahap dan bergelombang atau non
linier memberi kesempatan kepada organisme untuk melakukan regenerasi yang
memungkinkan atlet untuk mengakumulasi cadangan fisiologis serta
psikologisnya dalam mengantisipasi peningkatan beban latihan berikutnya,
sebagaimana diungkapkan Bompa (1990: 46) bahwa “The purpose of
regeneration is to enable the athlete accumulation physiological and
physycological reserve in anticipation of further increases in load”. Pengaruh
latihan dengan pembebanan non linier menurut Brooks dan Fahey yang dikutip M.
Sajoto (1995: 74) diungkapkan bahwa “Adaptasi fisiologi justru terjadi pada saat
beban latihan tersebut diturunkan intensitasnya sebelum latihan berikutnya
dijalankan dengan beban yang lebih kuat”.
b. Keuntungan Dan Kelemahan Pembebanan Non Linier
Keuntungan dari latihan pembebanan non linier:
1) Adanya regenerasi organisme dalam tubuh.
xlviii
2) Tubuh dapat mengakumuasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi
peningkatan beban berikutnya.
3) Persiapan kondisi fisik dalam meningkatkan beban semakin matang.
4) Dapat mengembalikan energi secara fisiologis.
Kelemaham dari latihan pembebanan non linier
1) Kekuatan daya tahan kurang berkembang.
2) Peningkatan kekuatan kapasitas fungsional sedikit.
7. Panjang Tungkai
a. Definisi Panjang Tungkai
Setiap cabang olahraga menuntut syarat-syarat khusus dalam mencapai
prestasi secara maksimal, faktor anthropometer mempunyai peranan penting pada
cabang olahraga, untuk mendukung pencapaian prestasi M. Sajoto (1995: 11)
menyatakan “Salah satu aspek dalam mencapai prestasi dalam olahraga adalah
aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh yaitu, (1) ukuran tinggi
dan panjang tungkai serta lengan, (2) ukuran besar, lebar dan berat badan, (3)
somato type (bentuk tubuh)”.
Pengertian panjang tungkai menurut Paket Penelitian Pembibitan Lit
Bang KONI Jawa Tengah (1986: 1) dijelaskan bahwa “Panjang tungkai adalah
ukuran panjang yang diukur dari telapak kaki sampai pada spina illiaca anterior
superior”. Bentuk tubuh yang atletis dan tungkai yang panjang disertai otot-otot
baik berperan penting dalam tendangan depan. Yusuf Hadisasmita dan Aip
Syarifudin (1996: 73) mengatakan “Orang yang tinggi umumnya anggota badanya
seperti lengan dan tungkainya juga panjang”.
Atlet yang mempunyai tungkai panjang , titik berat badannya lebih
tinggi daripada atlet yang mempunyai tungkai pendek. Atlet dengan tungkai
panjang akan menghasilkan titik proyeksi berat badan yang lebih jauh dari titik
tolaknya, dibanding dengan atlet yang tungkainya pendek. Jadi atlet yang
mempunyai tungkai panjang akan mempunyai keuntungan dari yang tungkainya
pendek. Karena tungkai panjang titik berat badannya lebih tinggi yang
xlix
menyebabkan titik proyeksi berat badan lebih jauh. Sehingga dari teori diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang yang mempunyai tungkai lebih panjang
akan diuntungkan dengan jarak tempuh terhadap sasaran. Dibanding dengan yang
mempunyai tungkai lebih pendek akan memerlukan sedikit pengaturan jarak
tembak terhadap sasaran.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Panjang Tungkai
Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Pada usia tertentu ukuran dan proporsi tubuh selalu
mengalami perkembangan. Demikian juga panjang tungkai juga mengalami
peningkatan seiring dengan perkembangan pertumbuhan anak. Sugiyanto (1998:
149) menyatakan “Secara proporsi anak, kaki dan tangan tumbuh lebih cepat
dibanding pertumbuhan togok”. Hal ini seperti halnya terjadi pada masa anak
kecil. Dengan percepatan pertumbuhan kaki dan pertumbuhan togok tidak sama,
maka anak besar umumnya menjadi tampak panjang kakinya.
Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh dipengaruhi oleh makanan yang
di komsumsinya sehari-hari. Makanan yang bergizi dan di konsumsi setiap hari
akan mempengaruhi pertumbuhan seseorang, baik rangka tubuh maupun organ
lainnya. Selain faktor gizi, keturunan merupakan faktor yang sangat menentukan
keadaan fisik seseorang. Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan bahwa” Faktor
keturunan atau genetik merupakan sifat bawaan lahir yang diperoleh dari orang
tuanya. Faktor ini menentukan potensi maksimum dan penampilan fisik”.
Pendapat diatas menunjukkan bahwa, faktor keturunan atau genetik sangat
menentukan potensi dan penampilan fisik seseorang yang dibawa dari lahir. Lebih
lanjut Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan “Terhadap sifat dan pertumbuhan
fisik, faktor keturunan sangat berpengaruh nyata, yaitu terhadap ukuran, bentuk
dan kecepatan atau irama pertumbuhan”.
c. Otot-otot yang Terdapat pada Tungkai
Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak badan bagian bawah
yang terdiri dari tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior
l
liberae). Adapun menurut Soedarminto (1992: 60) tulang-tulang anggota gerak
bawah bebas terdiri dari :
1. Femur (tulang paha)
2. Crus / crural (tungkai bawah)
a. Tibia
b. Fibula
3. Ossa pedis
a. Ossa tarsalia: tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari 7 buah
tulang.
b. Ossa metatarsalia: tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari 5 buah
tulang.
c. Ossa palangea digitorum pedis: tiap-tiap jari terdiri dari 3 ruas tulang
kecuali ibujari hanya terdiri dari 2 ruas tulang.
Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior
liberae), tungkai bawah mempunyai tugas yang sangat penting untuk melakukan
gerak. Namun untuk dapat melakukan gerak tersebut secara sistematis harus
merupakan hasil dari gerak yang dilaksanakan oleh adanya suatu system
penggerak yang meliputi otot, tulang, sendi, saraf. Dalam hal ini, otot-otot
tungkai, tulang-tulang yang ada di tungkai, articulation coxae, articulation genus,
articulation talocruralis, dan saraf-saraf daerah tungkai.
Ada 3 otot penggerak tungkai, di mana masing-masing otot penggerak
terdiri dari beberapat otot yaitu:
1. Otot penggerak paha : iliopsoas, rectus femoris, gluteus maximus, gluteus
medius, gluteus minimus, tensor fascialatae, piriformis, adductor brevis,
adductor longus, adductor magnus, gracilis.
2. Otot penggerak tungkai bawah: rectus femoris, vastus lateralis, vastus
medialis, vastus intermedius, sartorius biceps femoris, semitendonisus, semi
membranosus.
3. Otot penggerak kaki : tibialis anterior, gastrocnemius, soleus, peroneus
longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius.
li
Dari macam-macam tulang yang ada di tungkai, ditambah dengan sendi,
otot, dan saraf, tulang dapat bergerak sesuai dengan yang diinginkan.
d. Otot – otot Tungkai yang Mempengaruhi Tendangan Depan
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yang
berkontraksi dan dengan jalan demikian, maka gerakan akan berlawanan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh
berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Pada gerakan tendangan depan pencak silat merupakan gerakan yang
menggunakan tungkai atas, tungkai bawah dan ujung kaki. Dari posisi pasang
mengangkat tungkai atas, lutut sampai mendekati dada dengan gerakan fleksi, lalu
meluruskan tungkai bawah sehingga lutut menjadi lurus dengan gerakan ekstensi
dan apabila dikaji secara mekanika, gerakan tendangan depan merupakan gerak-
gerak angular dari beberapa segmen-segmen tubuh. Gerak angular adalah gerak
yang objeknya bergerak pada perlintasan mengelilingi satu titik tetap. Jarak yang
ditempuh bisa berupa busur kecil atau satu lingkaran penuh. Pada gerakan
tendangan depan segmen tubuh yang terlibat adalah sendi panggul, tungkai depan
dan tungkai belakang, juga kekuatan dari otot perut.
Otot – otot yang mempengaruhi tendangan depan pencak silat yaitu rektus
abdominis, rektus femoris, hip adduktor, sartorius, vastus medialis, vastus
lateralis, tendo patella, glutealis (hip extension), hamstring, gastrocnemius,tendo
achiles, soleus.
8. Kekuatan Otot Perut
a. Definisi Kekuatan Otot Perut
Menurut Suharno HP (1993: 39) menyatakan bahwa “Kekuatan adalah
kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan atau beban, menahan atau
memindahkan beban dalam menjalankan aktivitas olahraga”. Selanjutnya
M.Sajoto (1995: 8) mendefinisikan kekuatan (strengh) adalah komponen kondisi
fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu
lii
bekerja. Kemudian pendapat dari Sudjarwo (1993: 81) mengemukakan “Kekuatan
otot atau muscular strength dapat didefinisikan sebagai kekuatan atau tegangan
yang dapat dikerahkan oleh otot atau sekelompok otot terhadap beban atau
tahanan dengan sekali usaha secara maksimal.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot
perut merupakan kemampuan dari otot atau sekelompok otot perut untuk dapat
mengatasi tahanan atau kontraksi melawan beban dalam menjalankan aktifitas.
Kekuatan otot perut merupakan salah satu faktor yang dapat menopang pada saat
melakukan gerakan tendangan depan dalam pencak silat sehingga menghasilkan
tendangan yang baik. Selain itu, sendi panggul juga memegang peranan penting
dalam melaksanakan berbagai jenis teknik dalam pencak silat. Tenaga yang
meledak pada akhir pukulan atau tendangan bersumber pada bagian bawah perut,
terutama perputaran panggul menambah tenaga pada bagian atas tubuh.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Perut
Kekuatan otot merupakan daya penggerak tubuh, sehingga kekuatan otot
yang baik akan membantu dalam melakukan aktifitas fisik. Tanpa memiliki
kekuatan otot akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas. Kekuatan
otot merupakan dasar untuk mengembangkan dan meningkatkan komponen
kondisi fisik lainnya. Kekuatan otot merupakan faktor untuk meningkatkan
kondisi fisik. Hal ini Harsono (1988: 177) menyatakan bahwa:
Pertama, karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. Kedua, kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi atlet dari kemungkinan cidera. Ketiga, karena dengan kekuatan atlet akan dapat lari lebih cepat, melempar, atau menendang lebih baik dan efisien, memukul lebih keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan baik tidaknya kekuatan yang
dimiliki seseorang dipengaruhi oleh tujuh faktor. Hal ini menunjukkan bahwa
kekuatan otot perut sebagai otot pendukung tendangan depan dapat dipengaruhi
oleh tujuh faktor tersebut. Apabila faktor-faktor tersebut tidak dimiliki oleh
seorang atlet, maka kekuatan otot yang dimiliki tidak baik, namun jika sebaliknya
maka kekuatan otot yag dimiliki adalah baik. Sehingga dapat menopang kualitas
liii
tendangan depan pencak silat menjadi efisien dan lebih akurat. Pada saat
melakukan tendangan depan diperlukan dukungan daro otot-otot perut yang baik,
karena saat melakukan tendangan secara otomatis otot perut akan berkontraksi
dan menopang gerakan lempar kaki agar hasil lemparan atau tendangan tersebut
menjadi maksimal dan bertenaga. Menurut M.Sajoto (1995: 77) beberapa otot
perut yang perlu dilatih sehinggan dapat menopang aktifitas olahraga antara lain
abdominalis, obliques eksternal dan internal, serta sterno eleidomastoid.
9. Kecepatan
a. Definisi Kecepatan
Pada pertandingan otomotif diperlukan kendaraan yang mempunyai
kecepatan yang tinggi. Untuk cabang olahraga yang lainnya kecepatan banyak
sekali di pergunakan. Olahraga beladiri (pencak silat, karate, taekwondo, dan lain-
lain) memerlukan kecepatan dalam tendangan, kecepatan reaksi dan lain-lain. Dari
contoh diatas dapat dilihat bahwa kecepatan-kecepatan yang ada berkaitan dengan
jarak dan waktu tempuh. Bahwa kecepatan di pengaruhi oleh jarak yang di
tempuh dan waktu yang di perlukan untuk menempuh jarak tersebut.
Menurut Harsono (1988: 216) berpendapat bahwa “Kecepatan adalah
kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu
jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa kecepatan mempunyai unsur
pemakaian waktu yang singkat, jadi apabila menginginkan kecepatan yang
maksimal, maka harus berusaha menempuh jarak dalam waktu yang singkat.
Selain itu pula dari penelitian ternyata bahwa otot manusia pada dasarnya terdiri
dari dua macam serabut otot yang mempunyai perbedaan kemampuan baik
fisiologis maupun biokimiawi serta dapat mempengaruhi baik tidaknya kecepatan
seorang etlet, dapat dilihat dari :
a. Macam fibril otot (pembawaan) :
Apabila banyak fibril otot berwarna putih berarti baik untuk kecepatan.
liv
Fibril otot merah baik untuk daya tahan (endurance).
Keduanya hanya seorang dokter ahli yang dapat menentukan.
b. Pengaturan system yang baik berarti koordinasi yang baik untuk menghasilkan
kecepatan.
c. Kekuatan otot, merupakan factor yang menentukan kecepatan.
d. Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik
berarti kecepatan yang baik pula.
e. Sifat rilek dari otot, baik pengaruhnya terhadap kecepatan maupun penguasaan
teknik.
b. Klasifikasi Kecepatan
Seorang pesilat dalam bertanding harus mempunyai tendangan dan
pukulan cepat agar dapat mengenai sasaran sebelum di bendung lawan dan
bereaksi dengan cepat agar tidak terkena tendangan yang di arahkan padanya.
Begitu juga seorang pelari tentunya akan berusaha untuk meningkatkan kecepatan
berlarinya agar terlebih dahulu mencapai garis finish. Selain kecepatan harus
dimiliki tentunya unsur kondisi fisik lain juga harus dimiliki sesuai dengan cabang
yang di ikuti. Dari contah di atas, maka banyak macam kecepatan yang di
perlukan pada cabang olahraga. Karena itu pengklasifikasian agar lebih mudah
untuk mengerti tentang kecepatan tersebut. Pengklasifikasian tersebut menurut
Nossek (1982: 91) yaitu “ kecepatan sprint (sprinting speed), kecepatan reaksi
(reactiont speed), kecepatan bergerak (speed of movement). Kecepatan sprint yaitu
kemampuan atlet untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat
singkatnya. Kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan
dengan cepat. Sedangkan kecepatan bergerak adalah kemampuan atlet bergerak
secepat mungkin yang ditandai waktu antara gerak permulaan dengan gerak akhir.
Sedangkan menurut Bompa (1990: 249) berdasarkan ruang lingkup
aktivitasnya kecepatan di bedakan menjadi dua macam, yaitu kecepatan umum
(general speed) dan kecepatan khusus (special speed).
Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan (reaksi beberapa macam
gerakan motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik secara umum maupun
lv
khusus dapat memperbaiki kecepatan umum. Dan kecepatan khusus adalah
kapasitas untuk melakukan suatu keterampilan pada kecepatan tertentu, baiasanya
sangat tinggi, kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap cabang olahraga dan
sebagian besar tidak dapat di capai secara umum. Kecepatan khusus hanya
mungkin di kembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu di cari
bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak boleh berharap akan terjadi transfer
yang positif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola
keterampilannya.
Dari pendapat di atas dapat di identifikasikan kecepatan dari kegiatan dan
di lihat dari pelaksanaan umum dan khusus, sehingga jelas pembagian dan
arahnya.
c. Kecepatan Tendangan Depan
Perpindahan dari saat posisi pasang lalu megangkat lutut sedekat mungkin
dengan dada sebagai start, gerakan ini di lakukan dengan cepat. Lentingan,
tekukan dan penglurusan lutut, dengan meluruskan kuat-kuat lutut yang di tekuk
meyerupai gerakan menyodok. Pada tendangan melenting, tempurung lutut
menjadi pusat dari gerakan setengah lingkaran. Saat meluruskan lutut posisi
tekukan tadi merupakan finish, dan semua gerakan itu di lakukan dengan cepat
untuk menghasilkan tendangan yang cepat dan mudah menjatuhkan lawan atau
mendapat point.
d. Cara Pengukuran Kecepatan Tendangan
Alat ukur untuk mengukur kecepatan ada beberapa macam, salah satunya
yaitu dengan photogate meter. Yang mempunyai prinsip memotong dua arus yaitu
arus pertama sebagai start (mulai perhitungan) dan arus kedua sebagai finish
(akhir perhitungan). Adapun alat yang sekarang telah dikembangkan akhir-akhir
ini dan berasal dari Jerman adalah dengan metode Dartfish Prosuite. Dartfish
Prosuite adalah alat ukur yang berbentuk softwer komputer yang cara
pengambilannya dengan menggunakan kamera video dan kemudian di hubungkan
atau diolah kedalam program softwer tersebut untuk menganalisa, dan mengukur
lvi
kecepatan, bisa juga untuk mengukur power khususnya untuk gerakan-gerakan
yang mengunakan analisa khusus karena tidak dapat diukur dengan alat secara
manual. Oleh sebab itu peneliti akan menggunakan alat terbaru yaitu Dartfish
Prosuite agar data yang diperoleh lebih valid dan karena efesiensi dan
keefektifannya lebih baik dengan tingkat ketelitian 1/1000 hingga 1/10.000 detik.
Tes yang akan di gunakan yaitu berbentuk tendangan, sehingga teknik dan
pelaksanaanya di sesuaikan dengan bentuk gerakan yang akan dites yaitu
kecepatan menendang. Dengan menggunakan bentuk sasaran diam yang berupa
samsak ataupun target.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran, untuk
dapat sampai pada penemuan jawaban sementara, atas masalah yang di rumuskan.
Dalam sebuah penelitian sangat besar artinya karena akan dapat memberikan
gambaran hubungan antar variabel-variebel yang diteliti. Kerangka pemikiran
yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini
adalah:
1. Metode Latihan dengan Menggunakan Latihan Beban Secara Linier dan
Non Linier Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat
Suatu bentuk latihan selalu menuntut kerjasama yang harmonis dari
beberapa sistem organ tubuh, kemampuan biomotorik dan psikologis. Dengan
demikian pada tahap awal (preperation), pelatih harus menyusun program latihan
yang memungkinkan perkembangan fungsional yang menyeluruh dari tubuh.
Kedua metode latihan beban tersebut bertujuan untuk menilai seberapa
besar efektifitas latihan dengan menggunakan beban, baik digunakan beban secara
linier maupun non linier. Dengan melalui latihan beban secara linier, maka beban
lvii
akan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu berikutnya
secara terus menerus dan konstan. Sedangkan latihan beban secara non linier,
dengan perbedaan pemberian beban dilakukan dengan bergelombang, setelah
menambah beban dari minggu pertama, beban meningkat, tetapi setelah minggu
pertengahan, yaitu minggu ke empat, beban di turunkan untuk memberikan kesan
kepada organ-organ tubuh untuk melakukan regenerasi (mengumpukan tenaga)
untuk melakukan beban latihan yang berat lagi atau meningkatkan beban ke
minggu lima dan minggu enam.
Disamping itu juga melalui kedua latihan tersebut masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda. Menurut Nossek (1982:
87) menyatakan bahwa”Gerakan-gerakan kecepatan di lakukan melawan
perlawanan yang berbeda-beda (berat badan, berat besi, air, dan lain-lain) dengan
efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi faktor yang kuat. Kerena gerakan-
gerakan kecepatan dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, kecepatan
secara langsung bergantung pada waktu ada pengaruh kekuatan”.
Kemungkinan akan kekuatan yang bertambah dan ketahanan melalui
latihan yang di spesialisasi adalah sangat tinggi sampai 100 %, sebaliknya
peningkatan kecepatan sangat terbatas, misalnya peningkatan kecepatan lari hanya
berjumlah 20 % – 30 % saja. Keterbatasan semacam itu tergantung pada tingkat
yang tinggi pada susunan otot dan gerakan proses-proses syaraf. Seorang atlet
yang otot-ototnya terutama terdiri dari serat-serat merah tidak bias berkembang
menjadi pelari kelas teratas. Sebagaimana kontraksi kecepatan otot-otot
merupakan pembawaan sejak lahir.
Pada sisi yang lain interaksi yang lebih baik adalah antara susunan syaraf
pusat dan otot-otot yang tepat (koordinasi intra otot) dengan menggunakan latihan
kecepatan yang berulang-ulang juga memberikan sumbangan kepada perbaikan
kecepatan. Semakin kuat dan semakin cepat sinyal yang datang akan merangsang
otot tersebut (dan sebanyak mungkin serat-serat otot), semakin kuat semakin
cepatlah kontraksi.
lviii
2. Perbedaan Pengaruh Penjang tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai
Rendah Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat
Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seseorang
olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila di rangsang dan untuk menampilkan
atau melakukan gerakan secepat mungkin. Hal-hal yang di mungkinkan dalam
mempengaruhi kecepatan antara lain gerakan proses syaraf, perangsangan
perhentian, kontraksi dan relaksasi, elastisitas otot, peregangan dan kontraksi
kapasitas otot, koordinasi otot antara sinergis dan antagonis, kekuatan kecepatan,
teknik olahraga, dan daya kehendak.
Peningkatan kecepatan yang sesingkat mungkin disebut sebagai akselerasi.
Disini olahragawan tersebut harus menahan atau menaggulangi kelembaman
badan sendiri atau beban sebuah besi. Akibatnya akselerasi memperoleh kekuatan
yang maksimum dan eksplosif dalam tahap awalnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan antara lain: kekuatan otot
yang bekerja, panjang tungkai, frekuensi gerakan, teknik, ketajaman panca indra
dalam menerima rangsang, respon atau kecepatan gerak, daya ledak otot, power
otot, koordinasi antar gerakan dan kelincahan, serta keseimbangan.
Dalam daya ledak atau power terdapat dua unsur yaitu kekuatan otot dan
kecepatan dalam menggerakkan tenaga yang di miliki tersebut secara maksimal.
Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai merupakan
kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam mengatasi tahanan beban
atau dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Jika seorang
memiliki kekuatan otot tungkai yang baik akan mempunyai kecepatan gerakan
yang baik pula. Karena power sama dengan hasil perkalian antara kekuatan dan
kecepatan. Oleh karena itu pada saat melakukan gerakan tendangan, otot-otot
tungkai harus dikerahkan seoptimal mungkin pada teknik yang benar, sehingga
tendangan akan mempunyai kualitas yang baik juga.
Orang tinggi umumnya anggota badannya seperti lengan dan tungkainya
pun juga panjang. Bentuk tubuh serta badan yang demikian akan memberikan
keuntungan bagi cabang olahraga yang spesifikasinya memerlukan tubuh yang
demikian. Disamping itu juga mempunyai kelemahan terutama dalam
lix
mempertahankan keseimbangan dan mengangkat berat di bandingkan dengan
orang yang lebih pendek apabila faktor-faktor yang lain sama. Untuk
keseimbangan, orang yang tinggi, titik berat badannya juga akan lebih tinggi,
sehingga akan lebih labil di bandingkan dengan orang yang lebih pendek.
Sehingga bentuk yang demikian, kurang cocok untuk olahraga seperti gulat dan
judo, yang sangat memerlukan faktor keseimbangan. Dengan demikian menurut
Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996: 74) menyatakan bahwa “Orang
yang tinggi dengan kaki yang panjang, letak titik berat badannya juga tinggi. Ini
berarti tinggi tinggal landasnya juga tinggi, maka jarak antara tinggi tinggal landas
dengan mistar akan lebih pendek di banding dengan orang yang pendek”. Selain
itu juga berat badan mempunyai peranan penting di dalam mempertahankan
keseimbangan, kalau ada kekuatan yang bekerja pada badan. Makin berat badan
makin stabil. Dengan demikian, di duga antara panjang tungkai tinggi dan panjang
tungkai rendah memiliki perbedaan pengaruh terhadap kecepatan tendangan
depan pencak silat.
3. Interaksi Antara Metode Latihan Beban dan Panjang Tungkai Terhadap
Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat
Latihan beban dengan pembebanan secara linier dan non linier merupakan
salah satu variasi metode untuk mencari bentuk latihan yang efektif dalam hal ini
terhadap pengaruh tendangan depan pencak silat.
Keberhasilan pada penerapan latihan yang efektif dan efisien di dukung
dengan kualitas teknik yang optimal akan menghasilkan tujuan pembelajaran yang
baik. Disamping itu juga perlu di dukung dengan kondisi fisik yang memadai.
Kekuatan otot tungkai dan di dukung dengan kecepatan yang maksimal akan juga
berpengaruh pada pola permainan dalam pencak silat, terutama pada tendangan
yang akan di teliti melalui latihan-latihan yang mendukung gerakan guna
menunjang tujuan yang ingin di capai. Kekuatan dan juga pengaruh dari panjang
tungkai pada atlet mungkin akan mempengaruhi penampilan melakukan gerakan
tendangan depan yang baik dan benar serta berkualitas. Dengan demikian di duga
lx
antara pola latihan beban yang di uraikan di atas dan pengaruh panjang tungkai
memiliki interaksi di antara keduanya.
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non
linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
2. Ada perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai
rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
3. Ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan
tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate
cabang Solo tahun 2008.
BAB II
LANDASAN TEORI
D. Tinjauan Pustaka
10. Pencak Silat
a. Definisi Pencak Silat
Pencak silat merupakan olahraga asli bangsa Indonesia warisan nenek
moyang kita. PB IPSI (1995: 3) dalam O’ong Maryono (1998: 7) menyatakan
bahwa “Pencak silat adalah gerak serang bela yang teratur menurut sistem, waktu,
tempat dan iklim denga selalu menjaga kehormatan masing-ma`sing secara
ksatria, tidak mau melukai perasaan, jadi pencak silat menuntut pada segi lahiriah.
Silat adalah gerak serang bela yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga
lxi
menghidup suburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung
menyerah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan arti kata pencak silat dapat dirumuskan bahwa, pencak silat
merupakan gerak dasar beladiri yang didasarkan pada peraturan yang berlaku
yang bersumber dari kerohanian dan menghindari dari segala malapetaka. PB IPSI
bersama BAKIN (1975) dalam Srihati Waryati dan agus Mukholid (1992: 15)
menyatakan bahwa pengertian pencak silat adalah “Hasil budaya manusia
Indonesia untuk membela dan mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan
integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya
untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa”.
Pencak silat mengandung beraneka ragam aspek, yaitu olahraga yang
mengandalkan kekuatan, pencak silat adalah juga olah batin, olah nafas, perasaan
seni dan rasa kebersamaan yang tinggi. Menurut IPSI (1994: 6) dalam O’ong
Maryono (1998: 9) bahwa secara substansial “Pencak silat adalah suatu kesatuan
dengan empat rupa catur tunggal, seperti tercermin dalam senjata trisula pada
lambing IPSI, dimana ketiga ujungnya melambangkan unsur seni, beladiri dan
olahraga serta gagangnya mewakili unsur mental, spiritual”.
b. Unsur-unsur dalam Pencak Silat
Pencak silat adalah sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber
pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan
bersama, meghindarkan diri manusia dari bencana dan segala sesuatu yang jahat
(Srihati Waryati dan Agus mukholid, 1992: 14)
Pada dasarnya istilah atau nama pencak silat megandung unsur-unsur
pengertian seperti tersebut diatas, yang merupakan isi dari pencak silat.
Disamping unsur-unsur tersebut, menurut Sumarno dkk (1992: 194) ada empat
aspek atau unsur dalam pencak silat, yaitu “(1) unsur olahraga, (2) unsur kesenian,
(3) unsur beladiri, dan (4) unsur kerohanian atau mental spiritual. Untuk lebih
jelasnya unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
5) Unsur Olahraga
lxii
Ditinjau dari segi olahraga, pencak silat mempunyai batasan-batasan
tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha untuk memenuhi fungsi jasmani
dan rohani. Sumarno dkk (1992: 196) menyatakan “ Olahraga adalah setiap
kegiatan jasmani yang dilandasi semangat perjuangan melawan diri sendiri, orang
lain utau unsur-unsur alam, yang jika dipertandingkan harus dilaksanakan secara
ksatria, sehingga merupakan pendidikan pribadi yang ampuh”.
Dengan demikian segala kegiatan atau usaha yang mendorong ,
membangkitkan, megembangkan dan membina kekuatan jasmani maupun rohani
bagi setiap menusia dapat digolongkan sebagai olahraga. Usaha-usaha untuk
mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada pencak silat sebagai
olahraga umum, dapat dibagi dalam intensitasnya yaitu, (1) olahraga pendidikan,
(2) olahraga prestasi, (3) olahraga rekreasi atau missal. Srihati Waryati dan Agus
Mukholid (1992: 17)
Pencak silat sebagai olahraga pendidikan ditekankan pada pembinaan
keterampilan jasmani, terutama pembentukan sikap dan gerak serta
mengembangkan pembinaan mental atau rohani yaitu dengan menanamkan rasa
kepercayaan kepada diri sendiri serta sifat-sifat budi pekerti yang luhur.
Sebagai olahraga prestasi, pencak silat dibina sesuai dengan asas dan
norma olahraga, yaitu disamping mengembangkan pembinaan fisik dan teknik,
diutamakan pula dalam memupuk sifat-sifat ksatria dalam pelaksanaannya. Di
dalam olahraga prestasi ini, dialksanakan juga pertandingan-pertandingan pencak
silat dari tingkat daerah sampai tingkat nasional.
Pencak silat sebagai olahraga rekreasi atau olahraga missal,
penampilannya merupakan suatu yang dapat dinikmati oleh khalayak ramai
dengan megutamakan leindahan gerak dan irama. Pertunjukan pencak silat
rekreasi ini dapat dipandu dengan unsur kesenian, tetabuhan dalam bentuk
permainan tunggal, permainan ganda dan beregu atau secara missal.
6) Pencak Silat sebagai Unsur Seni
Ciri khas lainnya dari pencak silat adalah merupakan bagian dari kesenian.
Di daerah-daerah tertentu terdapat perubahan atau iringan musik khas. Pada
lxiii
kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu
pendalaman khusus. Pencak silat sebagai seni harus menurut ketentuan,
keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
7) Pencak Silat sebagai Unsur Beladiri
Pada dasarnya pencak silat adalah usaha pembelaan diri agar selamat dari
serangan lawan. Dengan demikian unsur-unsur geraknya terdapat dua bagian,
yaitu unsur untuk menyerang, dan unsur untuk membela termasuk usaha
menyelamatkan diri.
Melalui latihan-latihan tang tekun di bawah bimbingan guru pencak silat
atau pendekar, maka seorang siswa atau pesilat dapat memupuk dan
meningkatkan kemampuan, ketangkasan, keterampilan, dan kekuatannya dalam
melakukan serangan ataupun pembelaan.
Pencak silat Indonesian mengutamakan pembelaan diri daripada
menyerang. Oleh karena itu pancake silat disebut seni beladiri, bukan seni
menyerang. Kemampuan membela diri dari kelompok-kelompok perorangan
dapat di manfaatkan untuk kepentingan menjaga keamanan alam sekitar atau
kepentingan keamanan lingkungan.
8) Pencak Silat sebagai Sarana Pendidikan Mental dan Kerohanian
Melalui unsur-unsur pencak silat seperti unsur olahraga, kesenian dan
beladiri tersebut, pencak silat merupakan suatu sistem dan wadah pendidikan
jasmani dan rohani. Melalui latihan-latihan yang teratur dan kontinyu seorang
pesilat di didik untuk mengembangkan keterampilan. Dengan pendidikan pencak
silat juga ditanamkan penghayatan pada alam kehidupan dan perjuangan hidup
serta hidup bermasyarakat pada umumnya.
Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1992: 19) menyatakan bahwa
“Pencak silat megajarkanbudi pekerti luhur, yang ada pada dasarnya adalah
megembangkan sifat dan sikap yang selalu (1) taqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, (2) menghormati harkat martabat manusia, (3) meletakkan kepentingan
persatuan diatas kepentingan pribadi, (4) mengunakan jalan musyawarah di dalam
lxiv
memecahkan permasalahan bersama, dan (5) memberikan dharma bakti bagi
kepentingan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat”.
c. Sifat-sifat Pencak Silat
Dalam gerakkannya, pencak silat mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu.
Menurut Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1996: 15), pencak silat mempunyai
sifat-sifat antara lain:
1) Bersifat halus, lentuk dan lemas, kekerasan sesaat.
2) Tidak membutuhkan ruangan luas, tidak suka meloncat dan
mengguling (kecuali permainan harimau atau monyet).
3) Gerakan tangan halus dan selaras, gerakan tangan dapat terbuka untuk
memancing.
4) Langkah ringan ke segala penjuru.
5) Tidak banyak bersuara.
6) Pernafasan wajar.
7) Banyak permainan rendah
8) Tendangan sedang-sedang
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dalam pencak silat tersebut
menunjukkan bahwa, pada dasarnya pencak silat merupakan olahraga beladiri
yang halus, lentuk, dan lemas, sehingga setiap gerakan yang dilakukan terdapat
unsur seni yang enak dilihat. Hal inilah yang membedakan olahraga beladiri
pencak silat ini dengan olahraga beladiri lainnya seperti kempo, taekwondo, yudo,
karate, yang mana olahraga beladiri tersebut banyak unsur kerasnya dan banyak
mengeluarkan suara.
d. Teknik dalam Pencak Silat
Penguasaan teknik merupakan suatu landasan untuk mencapai prestasi
yang tinggi dalam pencak silat. Menurut Suharno HP (1993: 42) menyatakan
bahwa “Teknik adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek
sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang olahraga”.
lxv
Pada dasarnya teknik dalam beladiri pencak silat mengacu pada pola gerak
dan kaidah tertentu. Menurut standar IPSI secara nasional teknik yang digunakan
dalam pencak silat meliputi sikap kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, teknik
belaan, teknik hindaran, teknik serangan, dan tangkapan.
Teknik-teknik tersebut merupakan rangkaian gerakan yang saling
berhubungan dan memiliki keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan pencak silat.
Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam pencak silat, maka macam-macam
teknik dasar pencak silat seperti tersebut diatas harus dikuasai dengan baik.
11. Tendangan dalam Pencak Silat
d. Serangan dalam Pencak Silat
Dalam pertandingan olahraga pada ketegori tanding, dimana untuk
memenangkan suatu pertandingan yang terpenting adalah memanfaatkan anggota
tubuh seperti tangan, lengan, siku, kaki, tungkai, lutut dalam memperoleh nilai
sebanyak-banyaknya secara efektif, efisien dan praktis. Gerakan serangan dan
belaan yang dilakukan oleh pesilat harus berpola, mulai dari sikap awal atau sikap
pasang dilanjtkan pola langkah (sekurang-kurangnya 3 pola langkah) serta adanya
koordinasi dalam melakukan serangan dan belaan, dan harus kembali pada sikap
pasang.
Sikap pasang mempunyai pengertian sikap taktik untuk menghadapi lawan
yang berpola menyerang atau menyambut, dimana bila ditinjau dari sistem
beladiri, “pasang” berarti kondisi siap tempur yang optimal. Dalam
pelaksanaanya, sikap pasang merupakan kombinasi dan koordinasi kreatif dari
kuda-kuda, sikap tubuh dan sikap tangan serta meliputi sikap berbaring, duduk,
jongkok, dan berdiri. Sikap pasang merupakan gerakan statis dari gerakan pencak
silat. Dengan membentuk sikap pasang, pesilat mengekspresikan status siaga dan
waspada yang sewaktu-waktu dapat diubah melaksanakan tindakan taktis tertentu.
Pola langkah adalah gerakan yang dinamik yaitu teknik untuk berpindah
atau mengubah posisi dengan kewaspadaan mental dan indera yang optimal untuk
mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam rangka mendekati lawan. Bentuk
lxvi
pola langkah seperti gerakan lurus, zig-zag, segitiga, ladam, diagonal bentuk “s”
serta ganda.
Dalam melakukan serangan pesilat harus berpola dari sikap “pasang” atau
siap tempur sebagai sikap taktik bertanding, kemudian melangkah dengan terpola,
serta koordinasi yang baik dalam melakukan serangan dan belaan. Setiap selesai
melakukan serangan pesilat harus kembali dalam sikap “pasang”. Hal ini disebut
dengan kaidah dalam pencak silat. Kaidah teknik ini membedakan pencak silat
lain dengan beladiri seperti tinju, yudo, karate, teakwondo, gulat dan lain-lain,
serta menjadikannya sebagai perwujudan yang khas dari kebudayaan melayu,
khususnya kebudayaan Indonesia.
Dalam melakukan serangan harus tersusun dengan teratur dan berangkai
dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 4 jenis serangan.
Apabila rangkaian serang bela lebih dari 4 jenis serangan, maka akan dihentikan
oleh wasit. Penetapan 4 jenis serangan didasarkan atas filosofi, menurut O’ong
Maryono (1998: 252) bahwa manusia terbentuk dari campuran empat anasir yang
terkandung dalam makrokosmos yaitu api (agni), bumi (bawon), angina (bayu),
dan air (tirta). Dalam pandangan kejawen keempat anasir ini merupakan saudara
gaib dari setiap orang seperti tercantum dalam ucapan “sedulur papat, lima
pancer” yang berarti saudara empat, lima diri sendiri. Seirama dengan anasir-
anasir ini juga, manusia memiliki empat perwujudan nafsu (patang pratara) yaitu
berupa amarah (kemarahan), luwanah (suka minum), supiyah (nafsu birahi), dan
mutmainah (rasionalitas duniawi).
Teknik serangan dapat dilakukan dengan tangan atau lengan biasa disebut
pukulan, dapat dilakukan dengan berbagai kuda-kuda dan bentuk tangan seperti
mengepal, setengah mengepal atau terbuka, serta dengan siku memperhatikan
lintasan serangan yang benar dan bertenaga. Juga dapat dilakukan dengan kaki
atau sering disebut tendangan. Tendangan merupakan serangan dengan
menggunakan kaki yang bertujuan untuk mengenai atau menjatuhkan lawan agar
memperioleh point dalam suatu pertandingan pencak silat. Berdasarkan jenisnya,
tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
tendangan depan, tendangan melingkar, sapuan dan sebagainya.
lxvii
e. Jenis-jenis Tendangan dalam Pencak Silat
Tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai macam
dan versi. Menurut Munas IPSI IX (1993: 10) dijelaskan:
Ditinjau dari komponen penting yang digunakan lintasan dan kenaannya tendangan meliputi:
1) Tendangan taji yakni dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan, ke bawah atau ke samping dan kenaannya pada tumiy kaki.
2) Tendangan depan yakni tendangan nyang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai dalam posisi tegak, lintasannya lurus ke depan dan kenaanya pada ujung telapak kaki.
3) Tendangan samping yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan dan kenaannya pada ujung telapak kaki.
4) Tendangan busur yakni tendangan yang dilakukan dengan meggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari bawah dan kenaanya pada punggung kaki.
5) Tendangan sabit yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari samping dan kenaannya pada punggung kaki.
6) Tendangan cangkul yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari atas dan kenaannya pada tumit kaki.
7) Tendangan lingkar yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya melingkar ke samping dan kenaanya pada tumit telapak kaki.
8) Tendangan kuda yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan kedua belah kaki atau tungkai lintasannya ke belakang dan kenaannya pada kedua telapak kaki.
Berdasarkan jenis-jenis tendangan diatas menunjukkan bahwa, pada
dasarnya serangan dengan tungkai terdiri atas serangan kaki dan serangan lutut.
Serangan dengan kaki (tendangan) dapat menggunakan bagian kaki yang meliputi
punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki, tumit, sisi kaki dan pergelangan kaki.
Serangan melalui kaki dapat dilakukan dengan posisi lintasan depan, samping,
belakang dan busur.
f. Teknik Tendangan Depan
lxviii
Gerakan tendangan depan merupakan gerakan frontal atau depan.
Tendangan depan merupakan bentuk serangan yang cukup efektif untuk
memperoleh nilai atau point dalam pencak silat. Untuk dapat melakukan
tendangan depan, harus menguasai teknik tendangan depan dengan baik dan
benar. Teknik tendangan depan terdiri atas sikap awal, lontaran, dan pendaratan
(kembali ke posisi awal). Untuk lebih jelasnya teknik tendangan depan diuraikan
sebagai berikut:
1) Sikap Awal
Pada awalan tendangan depan dibutuhkan gerakan yang betul-betul luwes,
diikuti dengan pasang kuda-kuda kaki kiri atau kaki kanan, lutut pada kaki depan
ditekuk vertical diatas ibu jari kaki belakang. Telapak kaki kanan dan telapak kaki
kiri terletak dalam dua garis sejajar berjarak kurang lebih satu telapak, diikuti
kedua tangan sehinggan pada saat akan melakukan gerakan lebih efektif.
2) Lontaran
Bentuk lontaran pada tendangan depan yaitu kaki lurus ke depan. Hal ini
sebagai lintasannya, di mulai dari kaki di angkat ke depan dengan posisi lutut
ditekuk, diusahakan paha diangkat setelah diperkirakan pas untuk melakukan
tendangan, maka kaki segera dilontarkan kea rah depan. Perkenaan pada sasaran
menggunakan ujung telapak kaki, kelima jari membentuk sudut ke atas.
3) Pendaratan (kembali ke posisi awal)
Gerakan ini dilakukan setelah melakukan tendangan depan dan secara
otomatis berusaha menganai sasaran. Setelah megenai sasaran, kaki yang
digunakan untuk menendang segera kembali ke posisi awal dengan tetap menjaga
keseimbangan.
lxix
Gambar 1 : Sikap pasang dan gerakan tendangan depan
(Johansyah Lubis, 2004: 49)
12. Latihan
d. Definisi Latihan
Untuk mencapai prestasi olahraga harus melalui pengembangan terhadap
unsur-unsur yang dibutuhkan dalam olahraga melalui latihan yang baik dan
teratur. Berikut ini disajikan betas an latihan yang dikemukakan oleh beberapa
ahli sebagai berikut:
1) Menurut Harsono (1988: 101) latihan adalah proses yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihan atau pekerjaannya.
2) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) latihan adalah proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan.
3) Menurut Suharno HP (1993: 7) latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik dan msecara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya.
Dari ketiga batasan latihan diatas dapat disimpulkan bahwa, latihan adalah
suatu aktivitas olahraga yang dilakukan dengan berulang-ulang, secara kontinyu
dengan peningkatan beban secara periodic dan berkelanjutan yang dilakukan
berdasarkan jadwal, pola dan sistem serta metode tertentu untuk mencapai tujuan
yaitu meningkatkan prestasi olahraga.
lxx
Dalam pelaksanaan latihan, aspek-aspek yang mendukung terhadap
pencapaian prestasi olahraga harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal.
Menurut Rusli Lutan dkk (1992: 88), aspek-aspek latihan yang harus dilatih dan
dikembangkan untuk mencapai prestasi olahraga meliputi latihan fisik, latihan
teknik, latihan taktik, dan latihan mental.
e. Prinsip Latihan
Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan
secara intensif. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan
yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya
dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik (Yosef Nosseck 1982:
14). Agar tujuan latihan dapat tercapai secara optimal, hendaknya diterapkan
prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat. Prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dalam latihan olahraga menurut Harsono (1988: 102-112) adalah “(1)
prinsip beban lebih (overload principle), (2) prinsip perkembangan menyeluruh,
(3) prinsip spesialisasi, (4) prinsip individualisasi”.
Prestasi olahraga akan meningkat apabila latihan yang dilakukan
berlandaskan pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Agar tujuan latihan dapat
tercapai sesuai yang diharapkan, maka pelaksanaan latihan harus berpedoman
pada prinsip-prinsip latihan yang benar seperti tersebut diatas. Prinsip-prinsip
latihan yang telah disebutkan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle)
Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang harus dipenuhi.
Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh
peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika
mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu diatas beban
latihan yang biasa diterimanya. Menurut M. Sajoto (1995: 43) “Prinsip beban
lebih tersebut akan merangsang penyesuaian fungsi fisiologis dalam tubuh”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Rusli Lutan dkk (1992: 95) bahwa:
lxxi
Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lamapun atlet berlatih, betapa seringpun dia berlatih atau sampai begaimana capekpun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Pendapat diatas menunjukkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk
meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih
berat dari sebelumnya tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan
beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh
akan meningkat di mungkinkan akan mampu memcapai prestasi yang lebih baik.
Salah satu hal yang harus di ingat, dalam peningkatan beban latihan tiodak boleh
terlalu tinggi atau berlebihan. A. Hamidsyah Noer (1996: 10) mengemukakan
bahwa :
Peningkatan beban latihan hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta di tingkatkan setahap demi setahap. Sebab bila suatu latihan yang diberikan terlalu cepat dengan pemberian beban latihan yang di tingkatkan secara cepat pula, maka akan menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan dalam tubuh. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan beban latihan
harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu
berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu
kemunduran kemampuan kondisi gisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi
sakit.
2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh
Pada prinsipnya komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan, baik dalam peningkatan maupun dalam pemeliharaannya.
Perkembangan menyeluruh dari kemampuan kodisi fisik merupakam dasar dalam
pembentikan prestasi, meskipun pada akhirnya tujuan dalam latihan adalah
kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus
tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Harsono
lxxii
(1988: 109) mengemukakan “Secara fungsional spesialisasi dan kesempurnaan
penguasaan cabang olahraga di dasarkan pada perkembangan multilateral”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sebelum diberi latihan secara
khusus yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu sesuai dengan cabang
olahraga yang dikembangkan, unsur kondisi fisik secara menyeluruh harus
dikembangkan. Dengan dasar kemampuan kondisi fisik yang baik secara
menyeluruh, maka pengembangan unsur kondisi fisik khusus yang sesuai dengan
tuntutan cabang olahraga yang dikembangkan, maka prestasi yang tinggi dapat
dicapai.
3) Prinsip Spesialisasi
Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat
khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan
sistem energi yang digunakan selama latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 10)
menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta
memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”. Pendapat
lain dikemukakan Soekarman (1986: 60) “Latihan itu harus khusus untuk
meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga
yang bersangkutan”. Proses latihan yang dilakukan harus menyangkut pada
pengembangan potensi energi maupun penampilan dari keterampilan olehraga
yang dikembangkan.
Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, program
latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang
akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu
sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis
kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis
olahraga yang dikembangkan.
4) Prinsip Individualisasi
Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan
didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara
lxxiii
atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta
prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan
dalam pelaksanaan latihan, Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) mengemukakan
bahwa “Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik
yang sama,tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangan tidak sama”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus
bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang
diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi
atlet. Sudjarwo (1993: 318) mengemukakan “Faktor umur, seks (jenis kelamin),
kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh
dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam
merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan”. Kemampuan atlet akan
meningkat bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang
pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun program latihan untuk atletnya,
agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
f. Pengaruh Latihan
Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta
diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat akan menyebabkan
perubahan-perubahan tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh
untuk melaksanakan kerja yang lebih baik. Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam tubuh setelah melakukan latihan antara lain:
1) Perubahan Sistem dan Fungsi Organisme dalam Tubuh
Pengaruh latihan terhadap perubahab sistem dan fungsi organisme dalam
tubuh tersebut terdiri atas biokimia dan system otot rangka serta perubahab
kardiorespiratori.
c) Perubahan Biokimia dan Sistem Otot Rangka
lxxiv
Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat
merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel otot
(hipertropi). Jonath U Haag dan Krempel R (1987: 11) mengemukakan “Otot
yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang
tidak terlatih, karena ukuran penampang lintang maupun volumenya menjadi lebih
besar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Dangsina Moeloek dan Arjatmo
Tjokronegoro (1984: 37) “Latihan jasmani bila dilakukan secara
teratur,membawakan kesegaran jasmani secara menyeluruh bagi pelakunya.
Penampilan fisik yang baik merupakan keuntungan yaitu otot-otot tubuh lebih
mampu dan tahan melakukan pekerjaan berat tanpa cepat merasa lelah”.
Berdasarkan dua pendapat tersebut diatas menunjukkan bahwa latihan
yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu akan memberi pengaruh terhadap
tubuh. Pengaruh latihan yang ditimbulkan secara boikimia akan meningkatkan
jumlah motokondria dalam otot rangka dan meningkatkan aktivitas enzim untuk
metabolisme energi. Selanjutnya pengaruh latihan terhadap sistem otot rangka
menjadi lebih besar dan lebih kuat. Hal demikian mempunyai manfaat yang besar
terhadap aktivitas olahraga atau melakukan pekerjaan.
d) Perubahan Kardiorespiratori
Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan
kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran
jasmani atlet akan meningkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan
yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21)
“Adaptasi atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara
fisiologis sebagai berikut: (1) frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah
turun waktu istirahat, (2) pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Homoglobin
(Hb) dan glikogen dalam otot bertambah,(4) frekuensi pernafasan turun dan
kapasitas vital bertambah”.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan teratur
akan meningkatkan kamampuan kerja jantung dan pernafasan, sehingga akan
meningkatkan pula kesegaran jasmani atlet secara umum.
lxxv
2) Perubahan Mekanisme Organisme Sistem Syaraf
Pada prinsipnya dalam melakukan latihan gerakan yang dilatih selalu
dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan agar gerakan yang
dipelajari diharapkan dapat memperbaiki koordinasi gerakan, sehingga akan
menjadi gerakan yang otomatis. Harsono (1988: 102) mengemukakan:
Dengan berlatih secara sistemetis dan melalui pengulangan-pengulangan (repetition) yang konstan, maka organisasi-organisasi mekanisme neurophysiologis kita akan menjadi bertambah, baik gerakan-gerakan yang semula sukar untuk dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakan-gerakan yang otomatis dan reflektif yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf daripada sebelum melakukan latihan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan secara baik
dan teratur serta gerakan yang dipelajari dilakukan secara berulang-ulang akan
mengalibatkan gerakan yang dipelajari menjadi otomatis. Dengan pengulangan
gerakan yang sistematis dan teratur, maka gerakan yang dipelajari dapat dengan
cepat, lebih efektif dan efisien.
13. Latihan Berbeban
Yang dimaksud dengan latihan berbeban menurut M.Furqon (1996: 1)
adalah “Suatu cara menerapkan prosedur pengkondisian secara sistematis pada
berbagai otot tubuh”. Berkaitan dengan latihan beban ini Harsono (1988: 185)
mengemukakan bahwa “Istilah berbeban adalah latihan yang sitematis dimana
beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai
tujuan tertentu”.
Latihan beban merupakan latihan fisik dengan cara penambahan beban.
Yang utamanya memberikan efek terhadap otot-otot rangka dan memberikan
perubahan-perubahan secara morfologis. Sesuai dengan pendapat Nosseck (1982:
16) yang menyatakan bahwa:
Seorang atlet yang sedang berlatih atau latihan beban akan mengalami perubahan-perubahan morfologis daripada seorang atlet yang lari
lxxvi
menempuh jarak 15 km yang akan mengalami perubahan fungsional dalam lari jarak jauh. Bentuk beban latihan yang dapat dipergunakan dalam latihan bermacam-
macam. Beberapa bentuk tahanan dalam latihan antara lain tahanan berupa berat
badan, tahanan berupa teman atau orang lain, tahanan berupa gesekan, tahanan
berupa alat, seperti barbell, dumbbell.
d. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Latihan Berbeban
Latihan fisik dengan berbeban tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan,
tetapi harus dilakukan secara sistematis dan berhati-hati. Jika latihan beban
dilakukan dengan asal-asalan kemungkinan akan menyebabkan terjadinya cidera,
terganggunya pertumbuhan dan perkembangan atlet.
Agar efek atau pengaruh yang ditimbulkan dari latihan berbeban yang
dilakukan dapat efektif. Latihan berbeban harus dilakukan dengan berhati-hati.
Pelatih harus dengan cermat dan seksama memperhitungkan dengan tepat beban
yang harus dilakukan oleh atlet. Di samping itu pelatih harus memperhatikan
kondisi fisik yag di miliki oelh atletnya. Dalam latihan berbeban perlu pula
diperhatikan mengenai berapa umur seseorang boleh latihan beban. Harsono
(1988: 207) berpendapat bahwa:
Cukup aman kalau melalui weight training pada umur 14 tahun, asal mulai dengan beban yang ringan, karena tulang-tulang masih lunak dan belum sempurna, perkembangan sendi-sendi anak-anak muda belum tumbuh secara sempurna serta belum stabil. Latihan beban memang cukup banyak resikonya, oleh karena itu dalam
mempergunakan peralatan, pelatih dan atlet harus berhati-hati. Hal ini demi
kebaikan dan keselamatan bagi penggunanya. Adapu petunjuk pengamanan dalam
penggunaan peralatan latihan berbeban menurut Harsono (1988: 195-196) antara
lain:
1) Barbells (bobot-bobot besi) harus diteliti, sehingga tidak mungkin
bergeser-geser, karena itu untuk kunci penahan harus kencang.
lxxvii
2) Sikap permulaan adalah penting, perhatikan bahwa pada waktu
mengangkat beban dai lantai, kepala, bahu, pnggung harus lurus dan
pinggang rendah.
3) Tiap bentuk latihan harus dilakukan dengan gerak yang benar.
4) Atlet harus belajar untuk secara sadar merilekkan otot-otot yang tidak
bekerja.
5) Motivasi atlet merupakan faktor yang sangan penting.
6) Konsentrasi adalah penting untuk mampu mengeluarkan tenaga
maksimal.
7) Gerakan harus smooth dan penuh tenaga, bukan mendadak atau kaku.
8) Setelah setiap set, istirahat sebentar sambil meregangkan otot-otot
yang baru bekerja.
9) Setiap berlatih catatlahjumlah beban yang diangkat dan repetisi yang
telah dilakukan.
10) Setiap kali berlatih sebaiknya tidak lebih dari 12 bentuk latihan.
11) Tidak perlu risau apabila dirasakan perkembangan latihan tidak lancar.
12) Setiap seasion latihan sebaiknya diakhiri dengan latihan peregangan
statis dan latihan relaksasi.
Program latihan berbeban harus disusun dan dilaksanakan dengan baik dan
benar. Jika latihan berbeban dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka
merupakan pengamanan bagi atlet itu sendiri. Hal-hal yang telah di uraikan di atas
perlu diperhatikan dan dipenuhi agar latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil
yang diinginkan. Latihan berbeban yang dilakukan dengan program latihan yang
benar serta dengan pelaksanaan yang baik akan dapat diperoleh hasil secara
optimal. Disamping itu kemungkinan terjadinya cidera dan resiko buruk akan
dapat dihindari.
e. Penyusunan Program Latihan Berbeban
Latihan beban akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika
dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan memenuhi
prinsip-prinsip latihan beban yang telah digariskan. Dalam menyusun program
lxxviii
latihan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempegaruhi terhadap hasil
latihan. Dosis latihan merupakan hal penting yang harus diperhitungkan dengan
cermat dalam menyusun program latihan. Menurut Harsono (1988: 103) “Bahwa
atlet harus berlatih dengan beban kerja yang ada diatas ambang rangsang
kepekaannya”. Dengan beban direncanakan, disusun dan di program dengan baik
sehingga tujuan dapat dicapai. Dalam pembuatan program latihan kecepatan
kontraksi otot ini menggunakan pemberat menurut Soepartono yang dikutip Arief
Prihastomo (1994: 49) meliputi: “tujuan, intensitas, repetisi dan set, recovery,
irama, dan frekuensi”. Pendapat tersebut dapat disimpulkan dan diuraikan sebagai
berikut:
1) Tujuan
Tipe latihan ini memerlukan suatu otot untuk mengatasi tahanan atau
beban meksimal atau hamper maksimal. Kerja semacam ini menempatkan
sejumlah tahanan yang sedapat mungkin tidak hanya pada otot-otot dan yang
berkaitan dengan sruktur persendian, ligament dan juga sistem kardiovaskuler/
untuk pemula disarankan mengikuti program untuk meningkatkan efisiensi
kardiorespiratori dan program daya tahan otot sebelum mengikuti latihan kekuatan
untuk menghindari adanya cidera.
2) Intensitas Latihan
Intensitas latihan adalah suatu kesanggupan latihan yang harus dilakukan
seseorang atlet menurut program yang ditentukan. Intensitas latihan merupakan
salah satu komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang
diberikan. Menurut Bompa (1990: 58) menyatakan “Intensitas latihan adalah
fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan
kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval
atau istirahat di antara tiap ulangannya”.
Ukuran intensitas untuk latihan kecepatan atau kekuatan dengan
penambahan menurut Bompa (1986: 59) adalah:
Nomor Intensitas Prosentase Penampilan Maksimal Intensitas
lxxix
1 30%-50%
Rendah
2 50%-70%
Sedang
3 70%-80%
Menengah
4 80%-90%
Submaksimal
5 90%-100% Maksimal
6 100%-105% Supermaksimal
Menurut Nosseck (1982: 38) “Takaran penggunaan beban untuk
menentukan tingkatan bagi individu sebagai berikut: angka persen dari prestasi
terbaik (%), berat yang diangkat dalam satu usaha (G), meter per detik latihan
(m/det), langkah dari latihan (pelan-pelan, cepat, lancer, eksplosif optimal)”.
Untuk latihan kecepatan, beratnya suatu latihan untuk mendapatkan efek
yang baik adalah 30%-50% kemampuan maksimal. Intensitas atau beratnya
latihan dapat diberikan melalui berbagai cara antara lain menambah frekuensi
latihan, menambah lama latihan, menambah jumlah latihan, menambah ulangan
(repetition) dalam suatu bentuk latihan atau gesekan, menambah berat beban atau
alat yang digunakan, tingkat kesukaran suatu latihan atau memperpendek istirahat.
3) Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan adalah berpa kali latihan dilaksanakan tiap minggunya.
Lamanya latihan yaitu lama waktu yang diperlukan untuk latihan hingga terjadi
perubahan yang nyata. M.Sajoto (1995: 35) menyatakan bahwa “Para pelatih
dewasa ini umumnya setuju untuk menjalankan program latihan tiga kali
seminggu agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Lama latihan yang diperlukan
adalah selama 6 minggu atau lebih.
4) Repetisi dan Set
lxxx
Repetisi adalah jumlah ulangan mengangkat suatu beban, sedang set
adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Penentuan jumlah repetisi dan
set disesuaikan dengan tujuan latihan, yaitu meningkatkan kecepatan. Menurut
O’Shea dalam M. Sajoto (1995: 70) “Apabila menggunakan beban maksimal,
maka waktu istirahat antara repetisi atau set adalah 2 menit, sedangkan untuk
beban ringan atau menengah adalah ½ - 1 menit”. Adapun menurut M.Sajoto
(1995: 34) “Latihan dengan beban dapat dilaksanakan dengan 10-12 repetisi untuk
3-4 set. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
latihan beban untuk meningkatkan kecepatan dalam penelitian ini adalah dengan
jumlah repetisi 10-12 kali, 3-4 set dan waktu istirahat 1 menit.
Dengan latihan beban, dalam hal ini program latihan kecepatan bertujuan
untuk mendapatkan waktu yang singkat dalam suatu aktifitas yang dilakukan.
Kecepatan kerja dapat ditentukan oleh kecepatan gerak yang tinggi. Disamping itu
untuk menaikkan kecepatan gerak yang paling penting adalah prinsip beban
bertambah yang diberikan dalam bentuk atihan untuk mencapai beberapa gerakan
tubuh dalam periode waktu yang singkat. Dengan demikian latihan kecepatan
harus berlangsung dalam waktu yang cepat dan ditentukan oleh kapasitas
anaerobik. Siklus gerak berulang-ulang yang berlangsung konstan pada kecepata
tinggi akan menyebabkan pola otomatisasi proses syaraf pusat. Latihan kecepatan
berprinsip bahwa otot itu harus berkontraksi secara berulang-ulang secepatnya.
Koordinasi otot akan meningkatkan kecepatan dari gerakan khusus dan akan
semakin tinggi bila memperbaiki efisiensi mekanika gerak.
f. Latihan Berbeban dengan Sirkuit
Dalam pelaksanaan latihan untuk meningkatkan kecepatan tendangan
depan pencak silat dengan latihan beban. Latihan dilakukan dengan cara sirkuit
(circuit training). Yang dimaksud dengan latihan sirkuit menurut M.Sajoto (1995:
83) yaitu “Latihan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa stasiun dan
setiap stasiun itu seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu
sirkuit latihan dikatakan selesai bila seorang atlet telah menyelesaikan latihan di
semua stasiun dengan dosis yang telah ditetapkan”. Bentuk circuit training
lxxxi
mempunyai banyak keuntungan antara lain memungkinkan kelompok yang besar
berlatih pada ruangan yang kecil dan hanya membutuhkan alat tertentu, semua
atlet terlatih pada waktu yang sama dan berlatih dengan beban berat dalam waktu
yang relative singkat, beban latihan serta penembahannya mudah ditentukan dan
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Adapun hal yang harus
diperhatikan pada waktu mendesain circuit training, yaitu latihan harus yang
mudah dan dapat dipelajari dalam waktu yang singkat, memilih benar-benar
golongan otot-otot yang akin dokembangkan, latihan sirkuit jang sampai membuat
lelah berlebihan, latihan harus dilakukan dengan cepat dengan kemampuan yang
maksimal, waktu pemulihan harus cukup lama agar memungkinkan latihan
terakhir dapat dilakukan secara eksplosif.
Ciri utama dari latihan sirkuit yaitu adanya pos-pos (stasiun) dengan jenis
beban latihan yang berbeda, yang harus dilakukan secara simultan dengan di
selingi istirahat. Pelaksanaan latihan sirkuit dalam penelitian ini terdiri dari 5
stasiun, dengan urutan bentuk gerakan sebagai berikut: (1) standing calf raise, (2)
leg curl, (3) back up rotation, (4) leg extention, (5) leg press, (6) sit up, (7) half
squat. Latihan ini dapat dilakukan dengan pembebanan secara linier dan non
linier.
Pos 1
Standing Calf Raise
Pos 2 Pos 7
Leg Curl Half Squat
Pos 3 Pos 6
Back up Rotation Sit Up Rotation
Pos 4 Pos 5
Leg Extension Leg Press
Gambar 2 : Pos – pos latihan
Pelaksanaan dari bentuk latihan berbeban tersebut adalah sebagai berikut:
lxxxii
6) Standing Calf Raise
Pelaksanaan latihan berbeban standing calf raise adalah sebagai berikut:
c) Sikap awal
Letakkan bar pada kedua pundak, dengan menggunakan permukaan yang
menaik dan kedua kaki diletakkan selebar pinggul. Letakkan tumit kedua kaki
dekat ujungnya, gerakkan kaki mulai dari lurus ke muka ke sedikit melengkung
keluar sampai ke sedikit melengkung ke dalam. Tubuh dijaga agar tetap tegak dan
kedua lutut lurus.
d) Gerakan
Perlahan-lahan angkat kedua tumit setinggi mungkin, berhenti sejenak
sebelum menurunkannya, biarkan hanya otot-otot betis yang melakukan
pekerjaan. Keluarkan nafas saat sedang bergerak naik. Setelah itu, turunkan tumit
secara perlahan-lahan tanpa terasa sakit, jangan sampai menggarakkan tubuh atau
menekuk lutut, tarik nafas saat sedang menurun.
Menurut Thomas R Baechle (1996: 154) otot yang dilatih adalah otot
soleus dan gastrocnemius serta otot-otot pada telapak dan pergelangan kaki.
Gambar 3 : Pelaksanaan latihan standing calf raise (Thomas R, 1996: 154)
7) Leg Curl
Pelaksanaan latihan berbeban leg curl adalah sebagai berikut:
a) Sikap awal
Ambil posisi tiarap, genggam pegangan atau ujung bangku, letakkan dada
pada bangku dan posisi pinggul rata, kedua tempurung lutut dibawah ujung
bangku dengan pergelangan kaki dibawah bantalan.
b) Gerakan
lxxxiii
Saat gerakan ke atas, tarik kedua tumit sedekat mungkin dari pantat sambil
nafas di keluarkan, berhenti sejenak dalam posisi ditekuk penuh. Saat gerakan ke
bawah, perlahan-lahan turunkan beban, jangan biarkan pinggul terangkat dari
bangku, dada harus tetap berada diatas bangku sambil tarik nafas.
Menurut M.Sajoto (1995: 61) otot yang dilatih dalam latihan leg curl
adalah otot hamstring dan gluatacus maximus.
Gambar 4 : Pelaksanaan latihan leg curl (Thomas R, 1996: 153).
8) Leg Extension
Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg eztension adalah sebagai berikut:
c) Posisi awal
Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah
datar, kepala tegak melihat ke muka, bagian atas dari pergelangan kaki dibelakang
bantalan.
d) Gerakan
Saat gerakan ke atas perlahan-lahan luruskan kaki bawah sampai lurus
penuh sambil tarik nafas, berhenti sejenak dalam posisi kaki bawah direntangkan.
Saat gerakan ke bawah, perlahan-lahan pantat tetap berhubungan dengan tempat
duduk, berhenti sejenak pada posisi yang paling bawah, jangan membiarkan
beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika sedang
menurunkan beban. Menurut M.Sajoto (1995: 60) otot yang dilatih pada gerakan
leg extension adalah otot quardriceps.
lxxxiv
Gambar 5 : Pelaksanaan latihan leg extension (Thomas R,1996: 149)
9) Leg Press
Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg press adalah sebagai berikut:
c) Posisi awal
Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah
datar, kepala tegak melihat ke muka, kaki di tekuk ke depan. Posisi kaki seperti
mendorong ke depan menggunakan telapak kaki.
d) Gerakan
Gerakan kaki mendorong ke depan dengan menggunakan beban yang telah
ditentukan. Usahakan hingga posisi kaki lurus ke depan. Gerakan berikutnya
kembali pada posisi awal sebelum kaki melakukan gerakan mendorong, jangan
membiarkan beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika
sedang menurunkan beban.
Gambar 6 : Pelaksanaan latihan leg press (Thomas R, 1996: 151)
lxxxv
10) Half Squat
Pelaksanaan latihan half squat adalah sebagai berikut:
c) Posisi awal
Berdiri dengan kaki terbuka selebar bahu. Pegang barbell dengan
pegangan overhand di belakang leher dan di sandarkan di bahu.
d) Gerakan
Tekuk lutut untuk melakukan half squat (kurang lebih 90 derajat)
kemudian kembali ke posisi awal
Menurut M.Sajoto (1995: 58) otot yang di latih adalah: quardriceps,
glutacus maximus, hamstring, dan erector spinae.
Gambar 7 : Pelaksanaan latihan half squat (Thomas. R,1996: 150)
14. Latihan Beban dengan Pembebanan Linier
c. Definisi Pembebanan Linier
Pembebanan linier adalah pembebanan yang berat latihan diberikan secara
terus menerus dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dalam batas-batas tertentu,
baik dengan intensitas, repetisi dan lama latiham maupun manipulasi ketiganya.
M. Sajoto (1995: 115) mengatakan bahwa “ Prinsip penambahan beban
terus menerus dilakukan sedikit demi sedikit dalam suatu program latihan, bila
kekuatan sudah bertambah, maka bila program latihan berikutnya tidak ada
penambahan, beban tidak dapat menambah kekuatan.” Prinsip ini akan menjamin
agar sistem dalam tubuh mendapat beban yang besarnya makin ditingkatkan, serta
lxxxvi
diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Karena apabila tidak
diberikan secara bertahap, maka kekuatan tidak akan mencapai tahap potensi
sesuai fungsi kekuatan itu.
Menurut A. Brooks dan Thomas D Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995:
114) bahwa”Latihan hendaknya dapat merangsang sistem fisioligi tubuh, dimana
rangsangan tersebut sering disebut sebagai tekanan atau stress dan tanggapan
terhadap rangsangan dianggap sebagai tegangan atau strain. Tekanan yang terus
menerus akan mengakibatkan adaptasi tubuh yang menghasilkan peningkatan
kapasitas fungsional sistem tubuh tersebut. Para ahli ilmu gerak mengutamakan
pembinaan masalah program latihan.”
Gambar 8 : Penambahan beban latihan secara linier.(Bompa 1990: 48)
d. Keuntunganan Dan Kelemahan Pembebanan Linier
Keuntungan dari latihan pembebanan linier adalah:
1) Kapasitas fungsional sistem di dalam tubuh meningkat.
2) Kekuatan daya tahan semakin bertambah.
Kelemahan dari latihan pembebanan linier:
5) Kesempatan organisme regenerasi sangat sedikit.
6) Waktu akumulasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi beban sangat
kurang.
7) Persiapan kondisi tubuh mengantisipasi peningkatan beban latihan sangat
kurang.
8) Pemulihan energi secara fisiologis relatif sedikit.
lxxxvii
15. Latihan Beban dengan Pembebanan Non Linier
c. Definisi Pembebanan Non Linier
Pembebanan non linier adalah penambahan beban latihan yang diberikan
dari setiap tahap atau setiap minggu diberikan secara berjenjang naik turun,
artinya bergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun bebannya di
saat yang lain. Antara satu minggu satu dengan minggu berikutnya mengalami
kenaikan dan penurunan beban latihan. Berikut gambar penambahan beban latihan
secara non linier yang menganut sistem tangga atau step type approach menurut
Bompa (1990: 47):
Gambar 9 : Penambahan beban latihan secara non linier.(Bompa 1990: 47)
Dalam membuat kedua program latihan tersebut beban awal dan beban
akhir harus sama. Para ahli gerak mendasari cara penambahan beban adalah
seperti Brooks dan Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 74) bahwa “ Program
latihan yang semakin lama semakin bertambah kuat baik dengan cara manipulasi
intensitas, ulangan, rangkaian dan yang lain hendaknya disusun secara berjenjang
bergelombang yaitu pergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun
disaat yang lain. Beban bertambah secara bertahap dan bergelombang atau non
linier memberi kesempatan kepada organisme untuk melakukan regenerasi yang
memungkinkan atlet untuk mengakumulasi cadangan fisiologis serta
psikologisnya dalam mengantisipasi peningkatan beban latihan berikutnya,
sebagaimana diungkapkan Bompa (1990: 46) bahwa “The purpose of
regeneration is to enable the athlete accumulation physiological and
lxxxviii
physycological reserve in anticipation of further increases in load”. Pengaruh
latihan dengan pembebanan non linier menurut Brooks dan Fahey yang dikutip M.
Sajoto (1995: 74) diungkapkan bahwa “Adaptasi fisiologi justru terjadi pada saat
beban latihan tersebut diturunkan intensitasnya sebelum latihan berikutnya
dijalankan dengan beban yang lebih kuat”.
d. Keuntungan Dan Kelemahan Pembebanan Non Linier
Keuntungan dari latihan pembebanan non linier:
1) Adanya regenerasi organisme dalam tubuh.
2) Tubuh dapat mengakumuasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi
peningkatan beban berikutnya.
3) Persiapan kondisi fisik dalam meningkatkan beban semakin matang.
4) Dapat mengembalikan energi secara fisiologis.
Kelemaham dari latihan pembebanan non linier
3) Kekuatan daya tahan kurang berkembang.
4) Peningkatan kekuatan kapasitas fungsional sedikit.
16. Panjang Tungkai
a. Definisi Panjang Tungkai
Setiap cabang olahraga menuntut syarat-syarat khusus dalam mencapai
prestasi secara maksimal, faktor anthropometer mempunyai peranan penting pada
cabang olahraga, untuk mendukung pencapaian prestasi M. Sajoto (1995: 11)
menyatakan “Salah satu aspek dalam mencapai prestasi dalam olahraga adalah
aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh yaitu, (1) ukuran tinggi
dan panjang tungkai serta lengan, (2) ukuran besar, lebar dan berat badan, (3)
somato type (bentuk tubuh)”.
Pengertian panjang tungkai menurut Paket Penelitian Pembibitan Lit
Bang KONI Jawa Tengah (1986: 1) dijelaskan bahwa “Panjang tungkai adalah
ukuran panjang yang diukur dari telapak kaki sampai pada spina illiaca anterior
superior”. Bentuk tubuh yang atletis dan tungkai yang panjang disertai otot-otot
lxxxix
baik berperan penting dalam tendangan depan. Yusuf Hadisasmita dan Aip
Syarifudin (1996: 73) mengatakan “Orang yang tinggi umumnya anggota badanya
seperti lengan dan tungkainya juga panjang”.
Atlet yang mempunyai tungkai panjang , titik berat badannya lebih
tinggi daripada atlet yang mempunyai tungkai pendek. Atlet dengan tungkai
panjang akan menghasilkan titik proyeksi berat badan yang lebih jauh dari titik
tolaknya, dibanding dengan atlet yang tungkainya pendek. Jadi atlet yang
mempunyai tungkai panjang akan mempunyai keuntungan dari yang tungkainya
pendek. Karena tungkai panjang titik berat badannya lebih tinggi yang
menyebabkan titik proyeksi berat badan lebih jauh. Sehingga dari teori diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang yang mempunyai tungkai lebih panjang
akan diuntungkan dengan jarak tempuh terhadap sasaran. Dibanding dengan yang
mempunyai tungkai lebih pendek akan memerlukan sedikit pengaturan jarak
tembak terhadap sasaran.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Panjang Tungkai
Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh seiring dengan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Pada usia tertentu ukuran dan proporsi tubuh selalu
mengalami perkembangan. Demikian juga panjang tungkai juga mengalami
peningkatan seiring dengan perkembangan pertumbuhan anak. Sugiyanto (1998:
149) menyatakan “Secara proporsi anak, kaki dan tangan tumbuh lebih cepat
dibanding pertumbuhan togok”. Hal ini seperti halnya terjadi pada masa anak
kecil. Dengan percepatan pertumbuhan kaki dan pertumbuhan togok tidak sama,
maka anak besar umumnya menjadi tampak panjang kakinya.
Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh dipengaruhi oleh makanan yang
di komsumsinya sehari-hari. Makanan yang bergizi dan di konsumsi setiap hari
akan mempengaruhi pertumbuhan seseorang, baik rangka tubuh maupun organ
lainnya. Selain faktor gizi, keturunan merupakan faktor yang sangat menentukan
keadaan fisik seseorang. Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan bahwa” Faktor
keturunan atau genetik merupakan sifat bawaan lahir yang diperoleh dari orang
tuanya. Faktor ini menentukan potensi maksimum dan penampilan fisik”.
xc
Pendapat diatas menunjukkan bahwa, faktor keturunan atau genetik sangat
menentukan potensi dan penampilan fisik seseorang yang dibawa dari lahir. Lebih
lanjut Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan “Terhadap sifat dan pertumbuhan
fisik, faktor keturunan sangat berpengaruh nyata, yaitu terhadap ukuran, bentuk
dan kecepatan atau irama pertumbuhan”.
c. Otot-otot yang Terdapat pada Tungkai
Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak badan bagian bawah
yang terdiri dari tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior
liberae). Adapun menurut Soedarminto (1992: 60) tulang-tulang anggota gerak
bawah bebas terdiri dari :
4. Femur (tulang paha)
5. Crus / crural (tungkai bawah)
c. Tibia
d. Fibula
6. Ossa pedis
a. Ossa tarsalia: tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari 7 buah
tulang.
b. Ossa metatarsalia: tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari 5 buah
tulang.
c. Ossa palangea digitorum pedis: tiap-tiap jari terdiri dari 3 ruas tulang
kecuali ibujari hanya terdiri dari 2 ruas tulang.
Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior
liberae), tungkai bawah mempunyai tugas yang sangat penting untuk melakukan
gerak. Namun untuk dapat melakukan gerak tersebut secara sistematis harus
merupakan hasil dari gerak yang dilaksanakan oleh adanya suatu system
penggerak yang meliputi otot, tulang, sendi, saraf. Dalam hal ini, otot-otot
tungkai, tulang-tulang yang ada di tungkai, articulation coxae, articulation genus,
articulation talocruralis, dan saraf-saraf daerah tungkai.
Ada 3 otot penggerak tungkai, di mana masing-masing otot penggerak
terdiri dari beberapat otot yaitu:
xci
4. Otot penggerak paha : iliopsoas, rectus femoris, gluteus maximus, gluteus
medius, gluteus minimus, tensor fascialatae, piriformis, adductor brevis,
adductor longus, adductor magnus, gracilis.
5. Otot penggerak tungkai bawah: rectus femoris, vastus lateralis, vastus
medialis, vastus intermedius, sartorius biceps femoris, semitendonisus, semi
membranosus.
6. Otot penggerak kaki : tibialis anterior, gastrocnemius, soleus, peroneus
longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius.
Dari macam-macam tulang yang ada di tungkai, ditambah dengan sendi,
otot, dan saraf, tulang dapat bergerak sesuai dengan yang diinginkan.
d. Otot – otot Tungkai yang Mempengaruhi Tendangan Depan
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yang
berkontraksi dan dengan jalan demikian, maka gerakan akan berlawanan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh
berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Pada gerakan tendangan depan pencak silat merupakan gerakan yang
menggunakan tungkai atas, tungkai bawah dan ujung kaki. Dari posisi pasang
mengangkat tungkai atas, lutut sampai mendekati dada dengan gerakan fleksi, lalu
meluruskan tungkai bawah sehingga lutut menjadi lurus dengan gerakan ekstensi
dan apabila dikaji secara mekanika, gerakan tendangan depan merupakan gerak-
gerak angular dari beberapa segmen-segmen tubuh. Gerak angular adalah gerak
yang objeknya bergerak pada perlintasan mengelilingi satu titik tetap. Jarak yang
ditempuh bisa berupa busur kecil atau satu lingkaran penuh. Pada gerakan
tendangan depan segmen tubuh yang terlibat adalah sendi panggul, tungkai depan
dan tungkai belakang, juga kekuatan dari otot perut.
Otot – otot yang mempengaruhi tendangan depan pencak silat yaitu rektus
abdominis, rektus femoris, hip adduktor, sartorius, vastus medialis, vastus
lateralis, tendo patella, glutealis (hip extension), hamstring, gastrocnemius,tendo
achiles, soleus.
xcii
17. Kekuatan Otot Perut
c. Definisi Kekuatan Otot Perut
Menurut Suharno HP (1993: 39) menyatakan bahwa “Kekuatan adalah
kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan atau beban, menahan atau
memindahkan beban dalam menjalankan aktivitas olahraga”. Selanjutnya
M.Sajoto (1995: 8) mendefinisikan kekuatan (strengh) adalah komponen kondisi
fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu
bekerja. Kemudian pendapat dari Sudjarwo (1993: 81) mengemukakan “Kekuatan
otot atau muscular strength dapat didefinisikan sebagai kekuatan atau tegangan
yang dapat dikerahkan oleh otot atau sekelompok otot terhadap beban atau
tahanan dengan sekali usaha secara maksimal.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot
perut merupakan kemampuan dari otot atau sekelompok otot perut untuk dapat
mengatasi tahanan atau kontraksi melawan beban dalam menjalankan aktifitas.
Kekuatan otot perut merupakan salah satu faktor yang dapat menopang pada saat
melakukan gerakan tendangan depan dalam pencak silat sehingga menghasilkan
tendangan yang baik. Selain itu, sendi panggul juga memegang peranan penting
dalam melaksanakan berbagai jenis teknik dalam pencak silat. Tenaga yang
meledak pada akhir pukulan atau tendangan bersumber pada bagian bawah perut,
terutama perputaran panggul menambah tenaga pada bagian atas tubuh.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Perut
Kekuatan otot merupakan daya penggerak tubuh, sehingga kekuatan otot
yang baik akan membantu dalam melakukan aktifitas fisik. Tanpa memiliki
kekuatan otot akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas. Kekuatan
otot merupakan dasar untuk mengembangkan dan meningkatkan komponen
kondisi fisik lainnya. Kekuatan otot merupakan faktor untuk meningkatkan
kondisi fisik. Hal ini Harsono (1988: 177) menyatakan bahwa:
Pertama, karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. Kedua, kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi atlet dari kemungkinan cidera. Ketiga, karena dengan kekuatan atlet akan dapat lari
xciii
lebih cepat, melempar, atau menendang lebih baik dan efisien, memukul lebih keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilitas sendi-sendi. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan baik tidaknya kekuatan yang
dimiliki seseorang dipengaruhi oleh tujuh faktor. Hal ini menunjukkan bahwa
kekuatan otot perut sebagai otot pendukung tendangan depan dapat dipengaruhi
oleh tujuh faktor tersebut. Apabila faktor-faktor tersebut tidak dimiliki oleh
seorang atlet, maka kekuatan otot yang dimiliki tidak baik, namun jika sebaliknya
maka kekuatan otot yag dimiliki adalah baik. Sehingga dapat menopang kualitas
tendangan depan pencak silat menjadi efisien dan lebih akurat. Pada saat
melakukan tendangan depan diperlukan dukungan daro otot-otot perut yang baik,
karena saat melakukan tendangan secara otomatis otot perut akan berkontraksi
dan menopang gerakan lempar kaki agar hasil lemparan atau tendangan tersebut
menjadi maksimal dan bertenaga. Menurut M.Sajoto (1995: 77) beberapa otot
perut yang perlu dilatih sehinggan dapat menopang aktifitas olahraga antara lain
abdominalis, obliques eksternal dan internal, serta sterno eleidomastoid.
18. Kecepatan
e. Definisi Kecepatan
Pada pertandingan otomotif diperlukan kendaraan yang mempunyai
kecepatan yang tinggi. Untuk cabang olahraga yang lainnya kecepatan banyak
sekali di pergunakan. Olahraga beladiri (pencak silat, karate, taekwondo, dan lain-
lain) memerlukan kecepatan dalam tendangan, kecepatan reaksi dan lain-lain. Dari
contoh diatas dapat dilihat bahwa kecepatan-kecepatan yang ada berkaitan dengan
jarak dan waktu tempuh. Bahwa kecepatan di pengaruhi oleh jarak yang di
tempuh dan waktu yang di perlukan untuk menempuh jarak tersebut.
Menurut Harsono (1988: 216) berpendapat bahwa “Kecepatan adalah
kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu
jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
xciv
Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa kecepatan mempunyai unsur
pemakaian waktu yang singkat, jadi apabila menginginkan kecepatan yang
maksimal, maka harus berusaha menempuh jarak dalam waktu yang singkat.
Selain itu pula dari penelitian ternyata bahwa otot manusia pada dasarnya terdiri
dari dua macam serabut otot yang mempunyai perbedaan kemampuan baik
fisiologis maupun biokimiawi serta dapat mempengaruhi baik tidaknya kecepatan
seorang etlet, dapat dilihat dari :
f. Macam fibril otot (pembawaan) :
Apabila banyak fibril otot berwarna putih berarti baik untuk kecepatan.
Fibril otot merah baik untuk daya tahan (endurance).
Keduanya hanya seorang dokter ahli yang dapat menentukan.
g. Pengaturan system yang baik berarti koordinasi yang baik untuk menghasilkan
kecepatan.
h. Kekuatan otot, merupakan factor yang menentukan kecepatan.
i. Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik
berarti kecepatan yang baik pula.
j. Sifat rilek dari otot, baik pengaruhnya terhadap kecepatan maupun penguasaan
teknik.
f. Klasifikasi Kecepatan
Seorang pesilat dalam bertanding harus mempunyai tendangan dan
pukulan cepat agar dapat mengenai sasaran sebelum di bendung lawan dan
bereaksi dengan cepat agar tidak terkena tendangan yang di arahkan padanya.
Begitu juga seorang pelari tentunya akan berusaha untuk meningkatkan kecepatan
berlarinya agar terlebih dahulu mencapai garis finish. Selain kecepatan harus
dimiliki tentunya unsur kondisi fisik lain juga harus dimiliki sesuai dengan cabang
yang di ikuti. Dari contah di atas, maka banyak macam kecepatan yang di
perlukan pada cabang olahraga. Karena itu pengklasifikasian agar lebih mudah
untuk mengerti tentang kecepatan tersebut. Pengklasifikasian tersebut menurut
Nossek (1982: 91) yaitu “ kecepatan sprint (sprinting speed), kecepatan reaksi
(reactiont speed), kecepatan bergerak (speed of movement). Kecepatan sprint yaitu
xcv
kemampuan atlet untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat
singkatnya. Kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan
dengan cepat. Sedangkan kecepatan bergerak adalah kemampuan atlet bergerak
secepat mungkin yang ditandai waktu antara gerak permulaan dengan gerak akhir.
Sedangkan menurut Bompa (1990: 249) berdasarkan ruang lingkup
aktivitasnya kecepatan di bedakan menjadi dua macam, yaitu kecepatan umum
(general speed) dan kecepatan khusus (special speed).
Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan (reaksi beberapa macam
gerakan motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik secara umum maupun
khusus dapat memperbaiki kecepatan umum. Dan kecepatan khusus adalah
kapasitas untuk melakukan suatu keterampilan pada kecepatan tertentu, baiasanya
sangat tinggi, kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap cabang olahraga dan
sebagian besar tidak dapat di capai secara umum. Kecepatan khusus hanya
mungkin di kembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu di cari
bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak boleh berharap akan terjadi transfer
yang positif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola
keterampilannya.
Dari pendapat di atas dapat di identifikasikan kecepatan dari kegiatan dan
di lihat dari pelaksanaan umum dan khusus, sehingga jelas pembagian dan
arahnya.
g. Kecepatan Tendangan Depan
Perpindahan dari saat posisi pasang lalu megangkat lutut sedekat mungkin
dengan dada sebagai start, gerakan ini di lakukan dengan cepat. Lentingan,
tekukan dan penglurusan lutut, dengan meluruskan kuat-kuat lutut yang di tekuk
meyerupai gerakan menyodok. Pada tendangan melenting, tempurung lutut
menjadi pusat dari gerakan setengah lingkaran. Saat meluruskan lutut posisi
tekukan tadi merupakan finish, dan semua gerakan itu di lakukan dengan cepat
untuk menghasilkan tendangan yang cepat dan mudah menjatuhkan lawan atau
mendapat point.
xcvi
h. Cara Pengukuran Kecepatan Tendangan
Alat ukur untuk mengukur kecepatan ada beberapa macam, salah satunya
yaitu dengan photogate meter. Yang mempunyai prinsip memotong dua arus yaitu
arus pertama sebagai start (mulai perhitungan) dan arus kedua sebagai finish
(akhir perhitungan). Adapun alat yang sekarang telah dikembangkan akhir-akhir
ini dan berasal dari Jerman adalah dengan metode Dartfish Prosuite. Dartfish
Prosuite adalah alat ukur yang berbentuk softwer komputer yang cara
pengambilannya dengan menggunakan kamera video dan kemudian di hubungkan
atau diolah kedalam program softwer tersebut untuk menganalisa, dan mengukur
kecepatan, bisa juga untuk mengukur power khususnya untuk gerakan-gerakan
yang mengunakan analisa khusus karena tidak dapat diukur dengan alat secara
manual. Oleh sebab itu peneliti akan menggunakan alat terbaru yaitu Dartfish
Prosuite agar data yang diperoleh lebih valid dan karena efesiensi dan
keefektifannya lebih baik dengan tingkat ketelitian 1/1000 hingga 1/10.000 detik.
Tes yang akan di gunakan yaitu berbentuk tendangan, sehingga teknik dan
pelaksanaanya di sesuaikan dengan bentuk gerakan yang akan dites yaitu
kecepatan menendang. Dengan menggunakan bentuk sasaran diam yang berupa
samsak ataupun target.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran, untuk
dapat sampai pada penemuan jawaban sementara, atas masalah yang di rumuskan.
Dalam sebuah penelitian sangat besar artinya karena akan dapat memberikan
gambaran hubungan antar variabel-variebel yang diteliti. Kerangka pemikiran
yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini
adalah:
xcvii
1. Metode Latihan dengan Menggunakan Latihan Beban Secara Linier dan
Non Linier Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat
Suatu bentuk latihan selalu menuntut kerjasama yang harmonis dari
beberapa sistem organ tubuh, kemampuan biomotorik dan psikologis. Dengan
demikian pada tahap awal (preperation), pelatih harus menyusun program latihan
yang memungkinkan perkembangan fungsional yang menyeluruh dari tubuh.
Kedua metode latihan beban tersebut bertujuan untuk menilai seberapa
besar efektifitas latihan dengan menggunakan beban, baik digunakan beban secara
linier maupun non linier. Dengan melalui latihan beban secara linier, maka beban
akan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu berikutnya
secara terus menerus dan konstan. Sedangkan latihan beban secara non linier,
dengan perbedaan pemberian beban dilakukan dengan bergelombang, setelah
menambah beban dari minggu pertama, beban meningkat, tetapi setelah minggu
pertengahan, yaitu minggu ke empat, beban di turunkan untuk memberikan kesan
kepada organ-organ tubuh untuk melakukan regenerasi (mengumpukan tenaga)
untuk melakukan beban latihan yang berat lagi atau meningkatkan beban ke
minggu lima dan minggu enam.
Disamping itu juga melalui kedua latihan tersebut masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda. Menurut Nossek (1982:
87) menyatakan bahwa”Gerakan-gerakan kecepatan di lakukan melawan
perlawanan yang berbeda-beda (berat badan, berat besi, air, dan lain-lain) dengan
efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi faktor yang kuat. Kerena gerakan-
gerakan kecepatan dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, kecepatan
secara langsung bergantung pada waktu ada pengaruh kekuatan”.
Kemungkinan akan kekuatan yang bertambah dan ketahanan melalui
latihan yang di spesialisasi adalah sangat tinggi sampai 100 %, sebaliknya
peningkatan kecepatan sangat terbatas, misalnya peningkatan kecepatan lari hanya
berjumlah 20 % – 30 % saja. Keterbatasan semacam itu tergantung pada tingkat
yang tinggi pada susunan otot dan gerakan proses-proses syaraf. Seorang atlet
yang otot-ototnya terutama terdiri dari serat-serat merah tidak bias berkembang
xcviii
menjadi pelari kelas teratas. Sebagaimana kontraksi kecepatan otot-otot
merupakan pembawaan sejak lahir.
Pada sisi yang lain interaksi yang lebih baik adalah antara susunan syaraf
pusat dan otot-otot yang tepat (koordinasi intra otot) dengan menggunakan latihan
kecepatan yang berulang-ulang juga memberikan sumbangan kepada perbaikan
kecepatan. Semakin kuat dan semakin cepat sinyal yang datang akan merangsang
otot tersebut (dan sebanyak mungkin serat-serat otot), semakin kuat semakin
cepatlah kontraksi.
4. Perbedaan Pengaruh Penjang tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai
Rendah Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat
Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seseorang
olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila di rangsang dan untuk menampilkan
atau melakukan gerakan secepat mungkin. Hal-hal yang di mungkinkan dalam
mempengaruhi kecepatan antara lain gerakan proses syaraf, perangsangan
perhentian, kontraksi dan relaksasi, elastisitas otot, peregangan dan kontraksi
kapasitas otot, koordinasi otot antara sinergis dan antagonis, kekuatan kecepatan,
teknik olahraga, dan daya kehendak.
Peningkatan kecepatan yang sesingkat mungkin disebut sebagai akselerasi.
Disini olahragawan tersebut harus menahan atau menaggulangi kelembaman
badan sendiri atau beban sebuah besi. Akibatnya akselerasi memperoleh kekuatan
yang maksimum dan eksplosif dalam tahap awalnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan antara lain: kekuatan otot
yang bekerja, panjang tungkai, frekuensi gerakan, teknik, ketajaman panca indra
dalam menerima rangsang, respon atau kecepatan gerak, daya ledak otot, power
otot, koordinasi antar gerakan dan kelincahan, serta keseimbangan.
Dalam daya ledak atau power terdapat dua unsur yaitu kekuatan otot dan
kecepatan dalam menggerakkan tenaga yang di miliki tersebut secara maksimal.
Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai merupakan
kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam mengatasi tahanan beban
atau dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Jika seorang
xcix
memiliki kekuatan otot tungkai yang baik akan mempunyai kecepatan gerakan
yang baik pula. Karena power sama dengan hasil perkalian antara kekuatan dan
kecepatan. Oleh karena itu pada saat melakukan gerakan tendangan, otot-otot
tungkai harus dikerahkan seoptimal mungkin pada teknik yang benar, sehingga
tendangan akan mempunyai kualitas yang baik juga.
Orang tinggi umumnya anggota badannya seperti lengan dan tungkainya
pun juga panjang. Bentuk tubuh serta badan yang demikian akan memberikan
keuntungan bagi cabang olahraga yang spesifikasinya memerlukan tubuh yang
demikian. Disamping itu juga mempunyai kelemahan terutama dalam
mempertahankan keseimbangan dan mengangkat berat di bandingkan dengan
orang yang lebih pendek apabila faktor-faktor yang lain sama. Untuk
keseimbangan, orang yang tinggi, titik berat badannya juga akan lebih tinggi,
sehingga akan lebih labil di bandingkan dengan orang yang lebih pendek.
Sehingga bentuk yang demikian, kurang cocok untuk olahraga seperti gulat dan
judo, yang sangat memerlukan faktor keseimbangan. Dengan demikian menurut
Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996: 74) menyatakan bahwa “Orang
yang tinggi dengan kaki yang panjang, letak titik berat badannya juga tinggi. Ini
berarti tinggi tinggal landasnya juga tinggi, maka jarak antara tinggi tinggal landas
dengan mistar akan lebih pendek di banding dengan orang yang pendek”. Selain
itu juga berat badan mempunyai peranan penting di dalam mempertahankan
keseimbangan, kalau ada kekuatan yang bekerja pada badan. Makin berat badan
makin stabil. Dengan demikian, di duga antara panjang tungkai tinggi dan panjang
tungkai rendah memiliki perbedaan pengaruh terhadap kecepatan tendangan
depan pencak silat.
5. Interaksi Antara Metode Latihan Beban dan Panjang Tungkai Terhadap
Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat
Latihan beban dengan pembebanan secara linier dan non linier merupakan
salah satu variasi metode untuk mencari bentuk latihan yang efektif dalam hal ini
terhadap pengaruh tendangan depan pencak silat.
c
Keberhasilan pada penerapan latihan yang efektif dan efisien di dukung
dengan kualitas teknik yang optimal akan menghasilkan tujuan pembelajaran yang
baik. Disamping itu juga perlu di dukung dengan kondisi fisik yang memadai.
Kekuatan otot tungkai dan di dukung dengan kecepatan yang maksimal akan juga
berpengaruh pada pola permainan dalam pencak silat, terutama pada tendangan
yang akan di teliti melalui latihan-latihan yang mendukung gerakan guna
menunjang tujuan yang ingin di capai. Kekuatan dan juga pengaruh dari panjang
tungkai pada atlet mungkin akan mempengaruhi penampilan melakukan gerakan
tendangan depan yang baik dan benar serta berkualitas. Dengan demikian di duga
antara pola latihan beban yang di uraikan di atas dan pengaruh panjang tungkai
memiliki interaksi di antara keduanya.
F. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non
linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
2. Ada perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai
rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
3. Ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan
tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate
cabang Solo tahun 2008.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian beserta interpretasinya akin disajikan secara ringkas pada
bab ini. Pada tahap awal hasil analisis data menggunakan statistic deskriptif, dan
ci
dilanjutkan pengujian hasil penelitian dengan statistic inferensial yang merupakan
pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis menggunakan teknik statistic analisis
varians (ANOVA) yang memerlukan pengujian persyaratan analisis, maka
disajikan pula hasil uji prasyarat analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan
hasil penelitian.
A. Deskripsi Data
Deskripsi hasil analisis data hasil tes kecepatan tendangan depan pencak
silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008, yang
dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan, disajikan dalam bentuk
tabel sebagai berikut:
Tabel 1 : Ringkasan Angka-angka Statistik Deskripsi Data Kecepatan Tendangan
Depan Menurut Kelompok Penelitian.
Perlakuan Panjang
Tungkai
Statistik Tes Awal Tes Akhir Peningkatan
Latihan
Berbeban
Linier
Tinggi Jumlah
Mean
1,02
0,102
1,05
0,105
0,03
0,003
Rendah Jumlah
Mean
1,03
0.103
1,1
0,11
0,07
0,007
Latihan
Berbeban
Non
Linier
Tinggi Jumlah
Mean
1,13
0,113
1,16
0,116
0,03
0,003
Rendah Jumlah
Mean
0.94
0,094
1,02
0,102
0,08
0,008
1. Jika antara kelompok siswa yang mendapat perlakuan latihan berbeban dengan
latihan linier dan non linier dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa
kelompok latihan berbeban dengan latihan linier lebih besar daripada
kelompok latihan dengan latihan non linier.
cii
2. Jika antara kelompok yang mempunyai panjang tungkai tinggi dan panjang
tungkai rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok yang
mempunyai panjang tungkai rendah lebih besar daripada kelompok yang
mempunyai panjang tungkai tinggi.
3. Untuk mengetahui gambaran menyaluruh dari nilat rata-rata hasil peningkatan
kecepatan tendangan depan sebelum dan sesudah diberi perlakuan, maka dapat
dibuat grafik perbandingan nilai-nilai sebagai berikut:
Gambar 10: Grafik Nilai Rata-rata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan
Tiap Kelompok Perlakuan dan Panjang Tungkai.
Keterangan:
KLL : Kelompok Latihan Linier
KLNL : Kelompok Latihan Non Linier
PjTT : Panjang Tungkai Tinggi
PjTR : Panjang Tungkai Rendah
4. Agar nilai rata-rata peningkatan kecepatan tendangan depan yang dicapai tiap
kelompok perlakuan mudah dipahami, maka nilai peningkatan kecepatan
tendangan depan tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk grafik
sebagai berikut:
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
KLL KLNL PjTT PjTR
pre testpost testselisih
ciii
00.010.020.030.040.050.060.070.080.09
KLL KLNL PjTT PjTR
rata-rata
Gambar 11: Grafik Nilai rata-rata Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan
Antara Kelompok Perlakuan.
Keterangan:
A1B1: Kelompok latihan berbeban dengan latihan linier yang memiliki
panjang tungkai tinggi.
A1B2: Kelompok latihan berbeban dengan latihan linier yang memiliki
panjang tungkai rendah.
A2B2: Kelompok latihan berbeban dengan latihan non linier yang memiliki
panjang tungkai tinggi.
A2B2: Kelompok latihan berbeban dengan latihan non linier yang memiliki
panjang tungkai rendah.
B. Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas hasil tes kecepatan tendangan depan
pencak silat dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas kecepatan tendangan
depan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2: Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Kecepatan Tendangan Depan.
Hasil Tes Reliabilitas Kategori
Kecepatan Tendangan 0,84 Tinggi
civ
Adapun dalam mengartikan kategori reliabilitas tes tersebut menggunakan
pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip Mulyono B
(1992: 15) sebagai berikut:
Tabel range kategori reliabilitas
Kategori Validitas Reliabilitas Obyektivitas
Tinggi sekali
Tinggi
Cukup
Kurang
Tidak signifikan
0,80 – 1,0
0,70 – 0,79
0,50 – 0,69
0,30 – 0,49
0,00 – 0,29
0,90 – 1,0
0,80 – 0,89
0,60 – 0,79
0,40 – 0,59
0,00 – 0,39
0,95 – 1,0
0,85 – 0,94
0,70 – 0,84
0,50 – 0,69
0,00 – 0,49
2. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji
mormalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode liliefors. Hasil uji
normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok adalah sebagai berikut:
Tabel 3: Hasil Uji Normalitas dengan Liliefors.
Kelompok N Prob oL tL Kesimpulan
A1B1
A1B2
A2B1
A2B2
10
10
10
10
0,05
0,05
0,05
0,05
0,1774
0,1835
0,2004
0,2241
0,2802
0,2802
0,2802
0,2802
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Distribusi Normal
Berdasarkan table diatas dapat diketahui bahwa oL < tL . Hal ini
menunjukkan bahwa, sampel yang terambil berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Dengan demikian persyaratan normalitas data telah
terpenuhi. Rincian dan prosedur uji normalitas dapat dilihat dalam lampiran.
cv
3. Uji Homogenitas
Dengan data yang sama, setelah dianalisis menggunakan uji Bartlet, maka
diperoleh hasil pengujian yang tercantum dalam table sebagai berikut:`
Tabel 4: Tabel Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet.
∑Kelompok iN 2SD gab 2X hit 2X tab Kesimpulan
4 10 0,00013 1,2294 7,81 Homogen
Dari tabel diatas dapat diketahui 2hitX lebih kecil daripada 2
tabelX . Hal ini
menunjukkan bahwa sampel-sampel penelitian pada kelompok perlakuan bersifat
homogen. Dengan demikian persyaratan homogenitas juga dipenuhi. Mengenai
rincian dan prosedur uji homogenitas varians dapat diperiksa pada lampiran.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis berdasarkan pada hasil analisis data dan interprestasi
analisis varians.
Tabel 5: Ringkasan Nilai Rerata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan
Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan.
Variabel Penelitian
Rerata
1A 2A
1B 2B 1B 2B
Sebelum
Sesudah
0,102
0,105
0,103
0,11
0,113
0,116
0,094
0,102
Peningkatan 0,003 0,007 0,003 0,008
cvi
Tabel 6: Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor.
Sumber Varians JK Db RJK Fn Ft
Antarkolom perlakuan(A) 0,0007 1 0,0007 5,46875* 4,08
Antar baris perlakuan(B) 0,001 1 0,001 7,8125 4,08
Interaksi (AB) 0,0001 1 0,0001 0,78125 4,08
Dalam kelompok(error) 0,0046 36 0,000128
0,0064 39
Keterangan:
A : Latihan berbeban linier dan non linier
B : Panjang tungkai (tinggi dan rendah)
AB : Interaksi antar faktor
* : Analisis Fo ditolak (signifikan)
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, kelompok latihan berbeban
dengan latihan linier memiliki peningkatan yang berbeda dengan kelompok
latihan berbeban dengan latihan non linier. Hal ini karena dalam latihan berbeban
non linier, peningkatan beban dilakukan secara berjenjang naik turun, sehingga
pesilat mendapatkan peningkatan beban yang signifikan. Dengan demikian pada
latihan beban non linier memiliki beban latihan yang terus meningkat yang dapat
membantu mempercepat tendangan depan. Dari analisis dengan nilai hitF =
5,46875 yang lebih besar dari tabelF = 4,08. Dengan demikian hipotesis nol (Ho)
ditolak. Yang berarti bahwa latihan berbeban dengan latihan linier dan latihan non
linier terdapat perbedaan yang signifikan. Dari analisis data diperoleh bahwa
latihan non linier lebih baik daripada latihan linier, dengan nilai rata-rata 1,39 dan
0,0009.
cvii
2. Pengujian Hipotesis Kedua
Dari pengukuran panjang tungkai menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra
PSHT cabang Solo tahun 2008. Pesilat yang memiliki panjang tungkai rendah
mempunyai peningkatan yang lebih besar daripada pesilat yang mempunyai
panjang tungkai tinggi, rata-rata peningkatannya adalah 0,000275 dan 0,00025.
Dari penghitungan data yang dilakukan diperoleh nilai hitF =7,8125 lebih besar
daripada tabelF = 4,08 ( hF > tF ) pada taraf signifikansi 5%. Ini berarti hipotesis nol
(Ho) ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesilat yang memiliki
panjang tungkai rendah memiliki peningkatan yang lebih besar daripada pesilat
yang memiliki panjang tungkai tinggi.
3. Pengujian Hipotesis Ketiga
Interaksi faktor utama penelitian daam bentuk interaksi dua faktor
menunjukkan tidak adanya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai,
yang ditunjukkan oleh hitF = 0,78125 lebih kecil dari tabelF = 4,08 ( hF < tF ) pada
taraf signifikansi 5% sehingga hipotesis nol (Ho) diterima. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa antara latihan berbeban dan panjang tungkai tidak ada
interaksi terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pencak silat pada
pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian memberikan penafsiran lebih lanjut mengenai
hasil-hasil data yang telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan pengujian
hipotesis telah meghasilkan kesimpulan analisis yaitu: (1) ada perbedaan yang
signifikan antara latihan beban linier dan non linier terhadap peningkatan
kecepatan tendangan depan, (2) ada perbedaan yang signifikan antara panjang
tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap peningkatan kecepatan
tendangan depan, (3) tidak ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang
cviii
tungkai terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan. Kelompok kesimpulan
analisis tersebut dapat dipaparkan lebih lanjut secara rinci sebagai berikut:
1. Pengaruh Latihan Berbeban Linier dan Non Linier Terhadap
Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan
Berdasarkan pengujian hipotesis pertama menunjukkan ada perbedaan
antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap peningkatan kecepatan
tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008.
Kelompok yang mendapatkan perlakuan latihan berbeban non linier memiliki
peningkatan lebih baik dibandingkan dengan kelompok latihan berbeban linier.
Hal ini karena latihan berbeban non linier memiliki beban latihan yang diselingi
dengan kenaikan dan penurunan beban, beban bertambah secara bertahap dan
bergelombang, sehingga memberi kesempatan kepada atlet untuk melakukan
regenerasi yang memungkinkan untuk mengakumulasi cadangan fisiologis serta
psikologisnya dalam mengantisipasi peningkatan beban latihan berikutnya. Maka
dari itu kecepatan dapat meningkat. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data yang
menunjukkan rata-rata peningkatan latihan berbeban secara non linier lebih besar
1,3891 daripada hasil analisis data latihan berbeban dengan latihan linier. Dengan
demikian hipotesis yang menyatakan ada perbedaan latihan berbeban linier dan
non linier terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra
PSHT cabang Solo tahun 2008, dapat diterima kebenarannya.
2. Pengaruh Panjang Tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai Rendah
Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan
Berdasarkan pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa, ada
perbedaan antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap
peningkatan kecepatan tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT
cabang Solo tahun 2008. Kelompok yang memiliki panjang tungkai rendah lebih
baik sebesar 0,000025 dibanding kelompok yang memiliki panjang tungkai tinggi.
Hal ini juga di karenakan bahwa tiap-tiap individu mempunyai fibril otot yang
berbeda-beda yang mempengaruhi pengaturan sistem koordinasi untuk
cix
menghasilkan kecepatan, selain itu juga kekuatan dan elastisitas otot masing-
masing individu serta aktivitas lain diluar treatmen yang tidak bisa dikontrol
sepenuhnya, sehingga mempengaruhi hasil penelitian.
3. Interaksi Antara Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Terhadap
Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan
Berdasarkan pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa, tidak ada
interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan
tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Dengan
penghitungan secara matematis terjadi peningkatan, namun peningkatan tersebut
sangat kecil sehingga sulit dilihat maupun dibuktikan dengan penghitungan
statistik. Peningkatan juga dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan treatmen atau
perlakuan hanya selama 6 minggu latihan. Lamanya waktu ini ternyata belum
menunjukkan peningkatan yang besar pada kecepatan tendangan khususnya
tendangan depan, sehingga kecepatan hanya mengalami sedikit peningkatan.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasannya yang lebih diungkapkan
pada BAB IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap
peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo
tahun 2008. pengaruh peningkatan kecepatan tendangan depan yang
ditimbulkan oleh latihan berbeban non linier lebih baik daripada latihan
berbeban linier, dengan rata-rata peningkatannya adalah 1,39 dan 0,0009.
2. Ada perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai
rendah terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra
cx
PSHT cabang Solo tahun 2008. Pengaruh peningkatan kecepatan tendangan
depan pada pesilat yang memiliki panjang tungkai rendah lebih baik daripada
pesilat yang memiliki panjang tungkai tinggi, rata-rata peningkatannya yaitu
0,000275 dan 0,00025.
3. Tidak adanya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap
peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo
tahun 2008. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa hitungF = 0,78125
dengan tabelF = 4,08, maka ( hitungF < tabelF ).
B. Implikasi
Efektifitas dan efisiensi latihan tidak terlepas dari kondisi karakteristik
setiap individu yang mengikuti proses latihan. Oleh karena itu, usaha
meningkatkan kecepatan tendangan khususnya tendangan depan pencak silat perlu
diterapkan latihan berbeban yang baik dan tepat.
Latihan berbeban menyebabkan adaptasi sisitem syaraf. Dengan
melaksanakan latihan ini kandungan mitokondria pada sinap bertambah. Dengan
bertambah banyaknya mitokondria, jumlah asetil KoA yang berfungsi untuk
sintesa asetil kolin juga bertambah dengan demikian aktivitas pada sinap
meningkat, perambatan impuls syaraf menjadi semakin cepat, waktu reaksi akan
menjadi semakin cepat, pada akhirnya kecepatannya akan menjadi lebih baik.
Selain terjadi peningkatan aktivitas sinap juga terjadi peningkatan aktivitas pada
motor unit. Peningkatan aktivitas motor unit menyebabkan semakin banyak
serabut otot yang dapat dikerahkan untuk melakukan suatu tugas olahraga,
sehingga semakin besar kemampuan kontraksinya. Disamping itu terjadi
peningkatan sinkronisasi pada otot, karena otot penggerak utama, otot-otot yang
sinergis semakin banyak yang diaktifkan dan otot-otot antagonis lebih dapat
dihambat.
Keuntungan lain yang diperoleh dengan melaksanakan latihan beban
dengan peningkatan beban secara non linier adalah pada saan beban latihan
cxi
diturunkan akan terjadi adaptasi yang lebih baik terhadap rangsangan yang baru.
Sehingga dapat dikatakan bahwa secara fisiologis adaptasi yang terjadi pada
latihan ini lebih baik daripada adaptasi yang terjadi pada latihan beban dengan
peningkatan secara linier. Sehingga dengan demikian latihan beban dengan
peningkatan secara non linier lebih baik dalam meningkatkan kecepatan
tendangan depan pada pencak silat. Untuk penghitungan kecepatan tendangan
depan ini dapat digunakan bagi pelatih-pelatih dengan menggunakan Dartfish
Prosuite. Untuk pemilihan atlet khususnya atlet pencak silat tidak hanya
mempertimbangkan tinggi badan tetapi juga panjang tungkai.
C. Saran
Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang
ditimbulkan, maka dapat disarankan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan dartfish untuk analisa gerak dan pengukuran segera
disosialisasikan kepada para pelatih khususnya pelatih pencak silat.
2. Apabila memungkinkan program analisa dengan menggunakan Dartfish
Prosuite untuk dapat diperbanyak.
3. Setiap pelatih harus menganalisa teknik atletnya, sehingga mengetahui
kesalahan-kesalahan yang dilakukan dan memberikan terapi-terapi yang benar
secara biomekanika.
4. Upaya meningkatkan kecepatan tendangan perlu diterapkan latihan berbeban
yang tepat, sehingga akin diperoleh peningkatan kecepatan yang optimal dan
dapat mendukung pencapaian prestasi yang optimal.
5. Perlu segera dibangun laboratorium biomekanika yang salah satu fungsinya
untuk menganalisa teknik secara cermat dan tepat sehingga penampilan atau
prestasi seorang atlet akan menjadi lebih baik.
6. Untuk meningkatkan kecepatan tendangan, pelatih dapat menerapkan latihan
berbeban linier dan non linier.
7. Penelitian tidak hanya menganalisa teknik tendangan depan akan tetapi teknik
tendangan yang lain.
cxii
DAFTAR PUSTAKA
A.Hamidsyah Noer. 1996. Ilmu Kepelatihan Lanjut. Surakarta: UNS Press.
Arief Prihastomo. 1994. Pembinaan Kondisi Fisik Karate. Surakarta: CV.Aneka.
Bompa.TO. 1990. Theory and Methodology of Training the Key to Athletik
Performance. Dubugue. IOWA: Kendall/Hunt.
Dangsina Moeloek & Ardjatmo Tjokronegoro. 1984. Kesehatan dan Olahraga.
Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran.
FKIP. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press.
Hadi Sutrisno. 1982. Statistik II. Yogyakarta: Andi Offset.
Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta:
Depdikbud. Dirjendikti. http://indonesia.silatcenter.com/html/serangan.html#TendanganLurusa
Johansyah Lubis. 2004. Pencak Silat Panduan Praktis. Jakarta : PT.Raja Grafindo
Persada.
Jonath U. Haag & Krempel. R. 1987. Atletik I. Jakarta: PT Rosda Jaya Putra.
KONI Jateng. 1986. Paket Penelitian Pembibitan LitBang. Semarang: KONI Jawa
Tengah.
M. Furqon.H. 1996. Latihan Beban. Surakarta: UNS Press.
M. Sajoto. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Mulyono Biyakto Atmojo.1992. Tes dan Pengukuran dalam Olahraga. Surakarta:
UNS Press.
PB IPSI. 1993. Beladiri Pencak Silat. Jakarta. Bahan Penataran Nasional Tingkat
Muda.
Sumarno . 1992. Beladiri Pencak Silat. Jakarta : PT Gramedia.
Nosseck Y. 1982. Teori Umum Latihan. Institut Nasional Olahraga Lagos. Pan
Afrika Press LTD Lagos.
O’ong Maryono. 1998. Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Galang Pres.
Rusli Lutan dkk. 1992. Manusia dan Olahraga. Bandung : IKIP FPOK Bandung.
cxiii
Sadoso Sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga.
Jakarta: PT.Gramedia.
Soekarman. 1986. Dasar-dasar Olahraga untuk Pembina, Pelatih, dan Atlet.
Jakarta: Inti Indayu Press.
Srihati Waryati & Agus Mukholid. 1992. Pencak Silat. Surakarta: UNS Press.
____________________________. 1996. Teori dan Praktek Beladiri II.
Surakarta: UNS Press.
Sudjana. 1994. Metode Statistika. Bandung. Tarsito.
Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: UNS Press.
Sugiyanto. 1996. Belajar Gerak I. Surakarta: UNS Press.
Suharna.HP. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Thomas. R & Barney. R. Groves.1996. Latihan Beban. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta:
Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. Dirjendikti.