Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris

Post on 28-Nov-2014

4.333 views 7 download

description

 

Transcript of Perbandingan sistem peradilan pidana indonesia dengan inggris

Perbandingan

Sistem Peradilan Pidana

Indonesia dan Inggris

Persamaan sistem peradilan pidana

Indonesia dan Inggris

Sebelum melihat perbedaan antara sistem peradilan

pidana Indonesia dan Inggris, baiknya untuk mengetahui

persamaan antara sistem peradilan pidana Indonesia dan

Inggris.

1. Pengaturan tentang kewenangan masing-masing

lembaga diatur di dalam undang-undang tersendiri,

misal di Indonesia dengan UU Kepolisian, UU

Kejaksaan dll, di Inggris terdapat Crown Prosecutors

Service Act atau UU Kejaksaan dll.

Persamaan sistem peradilan pidana

Indonesia dan Inggris (lanjutan)

2. Adanya lembaga penegak hukum seperti

kepolisian, kejaksaan, kehakiman,

pemasyarakatan dan advokat dengan format

yang sedikit berbeda;

3. Adanya kesamaan dalam proses penyidikan,

penuntutan, pemeriksaan persidangan,

banding, kasasi dan eksekusi

Perbedaan sistem peradilan pidana

Indonesia dan Inggris

Seperti halnya dalam pembahasan perbedaan

sistem peradilan pidana Indonesia dan Belanda,

perbedaan antara sistem peradilan pidana

Indonesia dan Inggris juga dilihat dari kriteria

kewenangan lembaga penegak hukumnya dan

proses dalam sistem peradilan pidananya.

Perbedaan sistem peradilan pidana

Indonesia dan Inggris (lanjutan)

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam

hal lembaga penegak hukum antara Indonesia

dengan Inggris. Lembaga penegak hukum di

Inggris antara lain:

1. Kepolisian;

2. Solicitor;

3. Barrister;

4. Kejaksaan;

5. Pengadilan;

6. Juri

Kepolisian di Inggris

Seperti halnya dengan kepolisian di Belanda, dalam

hal penyidikan, kinerja kepolisian berada di bawah

perintah dan pengawasan kejaksaan. Kejaksaan

menjadi pemimpin kepolisian dalam melakukan

penyidikan, karena tanpa konsultasi sedini mungkin

dengan kejaksaan perkaranya akan kurang berhasil di

persidangan.

(Lihat Andi Hamzah, 2008: 137)

Prinsip Dasar Kepolisian Inggris

• Kepolisian haruslah berada di bawah kontrol lembaga

pemerintah;

• Kepolisian haruslah stabil, efisien dan berada dalam garis

organisasi dengan militer;

• Efisiensi kepolisian akan ditentukan oleh minimnya kejahatan;

• Penyebaran kekuatan kepolisian, baik waktu dan area adalah

penting;

• Kepemimpinan yang sempurna dalam hal perilaku adalah ciri

polisi yang dibutuhkan;

• Polisi harus dipekerjakan dalam basis probasi;

• Catatan kepolisian dibutuhkan untuk distribusi kekuatan polisi

yang sesuai;

• Pelatihan petugas kepolisian membawa efisinesi lebih besar

(Lihat Robert D. Pursley, 1977: 130)

Perbedaan Kepolisian Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

1. Struktur

Organisasi

Non

departemen

dan langsung

berada di

bawah Presiden

Berada di bawah

kementrian

kehakiman

Perbedaan Kepolisian Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

2. Fungsi

utama

terkait

sistem

peradilan

pidana

a. Penyelidikan;

b. Penyidikan.

a. Penyidikan (tidak

dibedakan antara

penyelidikan dan

penyidikan);

b. Penuntutan;

c. Hakim di

persidangan

untuk perkara

ringan

Perbedaan Kepolisian Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

3. Hubungan

antar

lembaga

dalam

melakukan

fungsi

tersebut

Berkoordinasi

dengan

kejaksaan dan

kehakiman

Berkoordinasi dengan kejaksaan dalam melakukan penyidikan dan kehakiman untuk meminta surat penangkapan

Perbedaan Kepolisian Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

4. Kewenangan

untuk

menghentikan

penyidikan

Terbatas

berdasarkan

undang-

undang

Tidak terbatas

Perbedaan Kepolisian Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

5. Kewenangan

untuk

penyelesaian

perkara di

luar

persidangan

Tidak ada Pernyataan

bersalah tersangka

(Plea guilty)

Solicitor dan Barrister

Salah satu komponen yang unik dan paling terkemuka dalam sistem peradilan pidana Inggris adalah adanya dua lembaga yang disebut dengan Solicitor dan Barristers. Keduanya merupakan profesi hukum atau sering disebut juga dengan pengacara. Masing-masing memiliki struktur oranisasi yang mengatur tentang pelatihan, prosedur kebiasaan dan praktiknya.

Solicitor pada umumnya adalah tempat pertama dimana seseorang mencari saran-saran atau nasihat hukum berkaitan dengan permasalahan hukum yang dihadapi. Solicitors menguasai secara luas permasalahan-permasalahan hukum yang beragam.

(Lihat Stefan Fafinsky and Emily Finch, 2007: 143)

Solicitor dan Barrister (lanjutan)

Barristers seringkali disamakan dengan fungsi advokat

yang berbicara di depan persidangan. Namun, peran

Barristers tidak hanya itu, melainkan juga banyak

berperan di luar persidangan, menyusun argumen dan

pembelaan serta menuliskan saran-saran untuk

solicitors. Tidak seperti solicitors, barristers tidak

diperkenankan untuk bekerja bersama-sama

(partnership) kecuali dengan pengacara asing.

Barristers bertemu dengan kliennya dengan

didampingi oleh solicitors atau perwakilan lainnya.

(Lihat Stefan Fafinsky and Emily Finch, 2007: 144)

Kejaksaan di Inggris

Dalam hukum Anglo Saxon Inggris, setiap orang dapat

mengajukan tuntutan gugatan. Oleh sebab itu, secara

tradisional, penuntutan dianggap sebagai hal yang

bersifat pribadi dan untuk mengajukan berita acara

pidana adalah tergantung pada warga yang

bersangkutan, demikian juga pengajuan saksi dan

penanganan kasus mulai dari penuntutan awal hingga

persidangan yang dipimpin oleh hakim tunggal. Akibat

dari proses tersebut adalah banyaknya kasus yang

tidak diteruskan atau bahkan dihentikan.

Kejaksaan di Inggris (lanjutan)

Dalam praktiknya hampir sebagian besar penuntutan

dilakukan oleh Polisi (walaupun dalam kenyataannya

mereka melakukannya atas nama penduduk sipil).

Penuntut Umum bagi perkara-perkara ringan adalah polisi

sendiri (Police Prosecutor). Bagi perkara-perkara agak

berat Penuntut Umumnya adalah pengacara yang disebut

Solicitor.

Adapun perkara-perkara berat yang disidangkan di

Pengadilan tinggi dan banding, Penuntut Umumnya adalah

pengacara yang disebut Barrister. Baik Solicitor maupun

Barrister yang menjadi Penuntut Umum tersebut dibayar

oleh Polisi kasus per kasus dalam hubungan client (Polisi)

dan pengacara (Penuntut Umum).

(Lihat Catherine Elliott and Frances Quinn, 2002: 269)

Kejaksaan di Inggris (lanjutan)

Lembaga kejaksaan yang disebut dengan Crown

Prosecutor Service baru dikenal tahun 1986, tepatnya

setelah diundangkannya Crown Prosecutor Service Act

tanggal 1 Oktober 1986.

Saat ini, Penuntut Umumlah (Crown Prosecution Service)

yang menentukan suatu perkara dapat dituntut atau

tidak. Akibatnya, sedini mungkin Polisi sudah

menghubungi Kejaksaan saat mulai melakukan penyidikan

suatu perkara.

Perbedaan Kejaksaan Indonesia dan

Inggris

Sistem penuntutan di Inggris memang berbeda dengan

sistem penuntutan di negara-negara lain seperti Belanda

dan Indonesia. Perbedaan yang mendasar adalah adanya

Private Prosecution atau penuntutan individu tanpa

melaui Polisi dan Kejaksaan. Akan tetapi, di dalam Pasal 6

ayat (2) Prosecution of Offences Act 1985 (Undang-

Undang Kejaksaan Inggris) memberi kewenangan kepada

Penuntut Umum (CPS) untuk mengambil alih suatu Private

Prosecution menjadi Public Prosecution.

Perbedaan Kejaksaan Indonesia dan

Inggris

No Variabel Indonesia Inggris

1. Struktur

Organisasi

Non

departemen

dan langsung

berada di

bawah Presiden

Berada di bawah

kementrian

kehakiman

Perbedaan Kejaksaan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

2. Fungsi

utama

terkait

sistem

peradilan

pidana

a. Penuntutan; b. Penyidikan

untuk tindak pidana tertentu;

c. Pelaksana eksekusi

a. Penyidikan (tidak secara resmi menjadi supervisor penyidikan);

b. Penuntutan

Perbedaan Kejaksaan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

3. Pembagian

daerah

hukum

Diketuai oleh

Jaksa Agung yang

membawahi

kejaksaan tinggi

(tingkat propinsi)

dan membawahi

kejaksaan negeri

(tingkat

kabupaten)

Tidak memiliki

pembagian daerah

hukum

Perbedaan Kejaksaan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

4. Kewenangan

untuk

menghentikan

penuntutan

Terbatas

berdasarkan

undang-

undang

Tidak terbatas

Perbedaan Kejaksaan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

5. Kewenangan

untuk

penyelesaian

perkara di

luar

persidangan

Tidak ada Pernyataan

bersalah terdakwa

(plea guilty)

Pengadilan di Inggris

Sistem pengadilan di Inggris memiliki struktur yang sama

sekali berbeda dibandingkan dengan Belanda maupun

Indonesia. Di Inggris, pengadilan dikualifikasikan ke dalam

tiga struktur dasar, yaitu Pengadilan pidana dan perdata;

pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat

banding; serta pengadilan superior dan inferior. Selain

pembagian dalam tiga struktur dasar tersebut dikenal

pengadilan dengan yurisdiksi khusus.

Dari beberapa jenis pengadilan tersebut, yang akan

dibahas lebih detail adalah terkait pengadilan superior

dan inferior

Pengadilan Superior dan Inferior

Pengadilan superior tidak memiliki batas yurisdiksi

geografi dan finansial. Pada umumnya pengadilan superior

memeriksa perkara yang penting dan/ atau sulit tanpa

adanya pembatasan area atau jumlah uang yang

disengketakan. Pengadilan inferior memiliki batas

yurisdiksi geografi dan/ atau finansial dan pada umumnya

hanya memeriksa perkara yang ringan.

Termasuk di dalam pengadilan superior adalah:

1. House of Lords;

2. Pengadilan Banding;

3. Pengadilan Tinggi;

4. Crown Court;

5. Pengadilan banding urusan ketenagakerjaan

Pengadilan Superior dan Inferior (lanjutan)

Termasuk di dalam pengadilan inferior adalah:

1. County Court;

2. Magistrates Court;

3. Pengadilan Koroner;

4. Pengadilan Militer;

House of Lords

Pengadilan ini bukanlah bagian dari Mahkamah Agung

Inggris atau Wales. Pengadilan ini tidak memeriksa bukti

dari saksi-saksi melainkan mempertimbangkan

argumentasi hukum dan bukti-bukti dokumen.

Pengadilan ini memiliki yurisdiksi dalam perkara pidana

dan perdata. Dalam perkara pidana pengadilan ini

memeriksa perkara banding yang diajukan oleh pengadilan

banding (Court of Appeal) maupun pengadilan tinggi.

Pengadilan Banding (Court of Appeals)

Hanya terdapat satu pengadilan banding, dan pengadilan

banding dibagi ke dalam dua divisi, yaitu divisi perdata

dan pidana. Seperti halnya House of Lords, pengadilan

banding tidak memeriksa saksi-saksi melainkan hanya

mempertimbangkan argumentasi hukum dan bukti

dokumen.

Pengadilan ini memiliki yurisdiksi mengadili perkara

banding, namun juga memiliki yurisdiksi untuk memeriksa

perkara-perkara dimana perkara tersebut dilimpahkan.

Pengadilan Banding (Court of Appeals)

(lanjutan)

Perkara-perkara utama yang diperiksa adalah:

• Banding dari Crown Courts melawan putusan bersalah,

putusan pemidanaan atau keduanya;

• Diajukan oleh Jaksa Agung terkait dengan putusan bebas

dari dakwaan sebagaimana diatur di dalam Pasal 36

Criminal Justice Act 1972;

• Diajukan oleh Jaksa Agung terhadap putusan yang terlalu

tolerir/ ringan sebagaimana diatur di dalam Pasal 36

Criminal Justice Act 1988;

• Diajukan oleh Komisi Pemantau Perkara Pidana (Criminal

Cases Review Commission) sebagaimana diatur di dalam

Pasal 9 Criminal Appeal Act 1995 dimana dimungkinkan

terjadinya kesalahan penerapan hukum

Pengadilan Tinggi

Pengadilan tinggi dibagi ke dalam tiga divisi untuk

keperluan administrasi. Tiga divisi tersebut adalah:

• Queen’s Bench Division (pemeriksaan banding dalam

perkara pidana yang diperiksa oleh magistrate court

dan crown court);

• Chancery Division (menangani perkara perdata bisnis);

• Family Division (menangani perkara hukum keluarga

seperti perceraian, adopsi.

Crown Court

Pengadilan kerajaan dapat memeriksa perkara dengan

ketentuan:

• Persidangan dengan dakwaan oleh juri;

• Kasus-kasus dimana pengadilan magistrate telah

menolak yurisdiksi sebelum disidangkan;

• Putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan magistrate

dimana pengadilan magistrate memiliki pertimbangan

bahwa keputusan tersebut tidak cukup kuat (karena

pengadilan magistrate memiliki pembatasan dalam

menjatuhkan putusan sebagaimana diatur di dalam

undang-undang).

County Court

Pengadilan ini adalah pengadilan tingkat rendah

yang tidak memeriksa perkara pidana. Beberapa

perkara perdata didengar untuk pertama kali

pada tingkat ini, sedangkan perkara pidana pada

tingkat pertama didengar di pengadilan

magistrate.

(Lihat Stefan Fafinsky and Emily Finch, 2007: 48)

Magistrate Court

Pengadilan ini adalah pengadilan pada tingkat pertama

untuk perkara pidana. Seluruh perkara pidana dimulai di

pengadilan ini dan hampir 90 persen berakhir di sini. Pada

pengadilan ini yang akan diperiksa adalah:

• Persidangan awal tindak pidana;

• Pengajuan jaminan;

• Dikeluarkannya surat panggilan dan surat penangkapan/

penahanan atau penggeledahan;

• Pernyataan bersalah ;

• Proses awal Crown Court atau penjatuhan hukuman.

• Pada tingkat ini yang memeriksa adalah Hakim

perdamaian pada umumnya berupa hakim majelis

berjumlah tiga orang atau hakim tunggal/ hakim distrik

Pengadilan Koroner

Pengadilan ini tidak terdapat di Indonesia karena

pengadilan ini termasuk dalam pengadilan yang

memiliki yurisdiksi terbatas, yaitu khusus untuk

memeriksa dan menyelidiki penyebab kematian

seseorang. Umumnya kematian-kematian yang

dianggap tidak wajar.

Struktur pengadilan Inggris

Perbedaan Pengadilan Indonesia dan

Inggris

No Variabel Indonesia Inggris

1. Pengadilan

superior dan

inferior

(strata

tingkatan

pengadilan

dari yang

paling tinggi)

a. Mahkamah

Agung;

b. Pengadilan

tinggi;

c. Pengadilan

negeri.

a. House of lords; b. Mahkamah

agung; c. Pengadilan

banding; d. Pengadilan tinggi; e. Pengadilan

kerajaan; f. Pengadilan

magistrate.

Perbedaan Pengadilan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

2. Pembagian

pengadilan

berdasarkan

yurisdiksi

khusus

a. Peradilan

umum;

b. Peradilan

agama;

c. Peradilan tata

usaha negara;

d. Peradilan

militer

a. Peradilan koroner;

b. Peradilan militer; c. Peradilan

ketenagakerjaan; d. Peradilan

imigrasi; e. dll

Perbedaan Pengadilan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

3. Pembagian

daerah

hukum

Terdapat

pembagian

daerah hukum

berdasarkan

administrasi

wilayah

Tidak terdapat

pembagian daerah

hukum

Perbedaan Pengadilan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

4. Jumlah hakim

yang

memeriksa

perkara

Hakim majelis Umumnya

menggunakan hakim

tunggal

Perbedaan Pengadilan Indonesia dan

Inggris (lanjutan)

No Variabel Indonesia Inggris

5. Sistem

pembuktian

Pembuktian

berdasarkan

undang-undang

secara negatif

Berdasarkan

keyakinan belaka

(conviction in time)

Juri

Juri banyak digunakan dalam persidangan pidana di

pengadilan kerajaan (Crown Court), walaupun mereka

mungkin dipergunakan dalam pengadilan koroner dan

jarang sekali dipergunakan di persidangan sipil/ perdata.

Kriteria-kriteria untuk dapat memenuhi syarat sebagai juri

dalam sistem peradilan pidana Inggris diatur di dalam

Criminal Justice Act 2003 yang menggantikan Juries Act

1974, kriteria-kriteria tersebut yaitu:

• Berusia antara 18 – 70 tahun dan terdaftar sebagai

pemilih dalam pemilu;

• Berdomisili di Inggris Raya paling sedikit 5 tahun (sejak

usia 13 tahun);

• Tidak mengalami gangguan mental; dan

• Tidak didiskualifikasi.

Juri (lanjutan)

Para calon juri tersebut dipilih secara acak dari pusat

data JCSB di London. Petugas pengadilan setempat

mengeluarkan daftar yang disebut dengan Panels juri,

yang mana dari daftar tersebut akan dipilih juri

melalui surat suara dalam pengadilan terbuka

kemudian diambil sumpahnya satu persatu.

Terdakwa memiliki hak untuk menolak sebagian atau

seluruh juri dengan alasan tertentu setalah nama-

nama juri dipilih. Penuntut umumpun memiliki hak

yang sama untuk menolak juri karena alasan tertentu.

Keberatan-keberatan tersebut akan dibicarakan

dalam sidang hakim pada saat dengar pendapat awal.

Daftar Bacaan

1. Andi Hamzah, Perbandingan Hukum Pidana

Beberapa Negara: Edisi Ketiga, 2008

2. Elliott, Catherine and Frances Quinn, English

Legal System: Fourth Edition, 2002

3. Fafinski, Stefan and Emily Finch, English Legal

System, 2007