Post on 26-May-2018
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Perancangan
Perancangan dalam arsitektur menurut John Wade dalam Barliana
(2012 : 9) adalah usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada
menjadi sesuatu yang lebih baik, melalui tiga proses : mengidentifikasi
masalah-masalah, mengidentifikasi metoda untuk pemecahan masalah, dan
pelaksanaan pemecahaan masalah. Dengan kata lain adalah pemograman,
penyusunan rancangan, dan pelaksanaan perancangan.
2.2 Rumah Susun
2.2.1 Pengertian Rumah Susun
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 60/PRT/1992
tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun,
pengertian dan pembangunan rumah susun adalah :
1) Lingkungan rumah susun adalah sebidang tanah dengan batas-batas
yang jelas, di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana
dan fasilitasnya secara keseluruhan merupakan tempat
permukiman.
2) Satuan lingkungan rumah susun adalah kelompok susun yang
terletak pada tanah bersama sebagai salah satu lingkungan yang
merupakan satu kesatuan sistem pelayanan pengelolaan.
11
12
3) Prasarana lingkungan rumah susun adalah kelengkapan dasar fisik
lingkungan yang memungkinkan rumah susun dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
Sehingga dapat disimpulkan, rumah susun dapat diartikan sebagai
suatu bangunan gedung bertingkat yang memiliki sistem kepemilikan
perseorangan dengan hak bersama, yang penggunaannya bersifat hunian,
untuk mewadahi fungsi dan aktivitas keluarga yang dilaksanakan secara
sederhana.
Pembangunan rumah susun diarahkan untuk mempertahankan
kesatuan komunitas kampung asalnya. Pembangunannya diprioritaskan
pada lokasi di atas bekas kampung kumuh dan sasaran utamanya adalah
penghuni kumuh itu sendiri yang mayoritas penduduknya berpenghasilan
rendah. Mereka diprioritaskan untuk dapat membeli atau menyewa rumah
susun tersebut secara kredit atau angsuran ringan (Peraturan Pemerintah RI
No 4/1988).
2.2.2 Karakteristik Rumah Susun
Berdasarkan peraturan pemerintah, karakteristik rumah susun di
Indonesia memiliki ketetapan standar sebagi berikut (Teddy, 2010 : 11) :
1) Satuan Rumah Susun
Mempunyai ukuran standar minimum 18 m2, lebar muka
minimal 3 meter.
Dapat terdiri dari satu ruang utama (ruang tidur) dan ruang lain
(ruang penunjang) di dalam dan/atau diluar ruang utama.
Dilengkapi dengan sistem penghawaan dan pencahayaan
buatan yang cukup, sistem evakuasi penghuni yang menjamin
13
kelancaran dan kemudahan, serta penyediaan daya listrik yang
cukup, serta sistem pemompaan air.
Batas pemilikan satuan rumah susun dapat berupa ruang
tertutup dan/atau sebagian terbuka dan/atau ruang terbuka.
2) Benda Bersama
Benda bersama dapat berupa prasaran lingkungan dan fasilitas
lingkungan.
3) Bagian Bersama
Bagian bersama dapat berupa ruang untuk umum, struktur, dan
kelengkapan rumah susun, prasarana lingkungan dan fasilitas
lingkungan yang menyatu dengan bangunan rumah susun.
4) Prasarana Lingkungan
Prasarana lingkungan berupa jalan setapak, jalan kendaraan
sebagai penghubung antar bangunan rumah susun atau keluar
lingkungan rumah susun, tempat parkir, utilitas umum yang
terdiri dari jaringan air limbah, sampah, pemadam kebakaran,
listrik, gas, telepon, dan alat komunikasi lainnya.
5) Fasilitas Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi fasilitas perniagaan
dan perbelanjaan, lapangan tebuka, kesehatan, pendidikan,
peribadatan, pelayanan umum, serta pertanaman.
Menurut Yudohusodo dalam Audy (2008 : 9), rumah susun memiliki
karakteristik yang berbeda dengan hunian horizontal. Rumah susun
mengandung dualism sistem kepemilikan, yaitu kepemilikan seorangan
14
dan bersama baik dalam bentuk ruang maupun benda. Sistem kepemilikan
bersama yang terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing merupakan
satuan yang dapat digunakan secara terpisah yang dikenal dengan istilah
condominium. Sistem ini diwajibkan untuk mengadakan pemisahan hak
dari masing-masing satuan yang dilaksanakan dengan pembuatan akta
pemisahan yang mengandung nilai perbandingan proporsional yang akan
digunakan sebagai penerbitan sertifikat hak milik atas satuan yang
bersangkutan.
Tipe unit rumah susun juga beragam. Kisaran luas unit rumah susun
pada umumnya minimal 18m2 dan paling besar adalah 50 m2.
Tipe Unit FasilitasTipe 18 m2
Tipe 21 m2
Tipe 24 m2
Tipe ini biasanya untuk keluarga muda atau seseorang yang belum memiliki keluarga
- 1 kamar tidur- ruang tamu/keluarga- kamar mandi- dapur/pantry
Tipe 30 m2
Tipe 36 m2
Tipe 42 m2
Tipe 50 m2
Tipe ini untuk keluarga yang sudah memiliki anak
- 2 kamar tidur- ruang tamu / keluarga- kamar mandi / WC- dapur / pantry- ruang makan
2.2.3 Fasilitas Rumah Susun
Rumah susun merupakan hunian vertikal yang menjadi tempat tinggal
bagi sejumlah penduduk yang menjadi penghuninya, sehingga terdapat
fasilitas-fasilitas tertentu yang disediakan guna menunjang kehidupan
penghuni didalamnya. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 03-
7013-3004) mengenai Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah
sumber : Rosfian (2009)
Tabel 2.1 Tipe Unit Rumah Susun
15
Susun Sederhana, rumah susun haruslah memiliki fasilitas lingkungan,
yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan
pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain
dapat berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi),
lapanagan terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas
pemerintahan dan pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman (lokasi
diluar lingkungan rumah susun atau sesuai rencana tata ruang kota).
Fasilitas lingkungan rumah susun harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut menurut Standar Nasional Indonesia adalah :
1) Memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai
dengan budaya setempat
2) Menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak
sesuai dengan gaya hidup di rumah susun
3) Mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau
menggunakan fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi atau
kelompok tertentu
4) Menunjang fungsi-fungsi aktivitas penghuni yang paling pokok
bagi dan segi besaran maupun jeni sesuai dengan keadaan
lingkungan yang ada
5) Menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan
penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan
sosial budaya.
Tentunya, pelayanan sarana dan prasarana harus memenuhi kebutuhan
penghuni. Dalam hal ini apabila fasilitas lingkungan masih dapat dilayani
oleh fasilitas yang berada diluar lingkungan rumah susun, maka
16
pemenuhan kebutuhan jenis dan jumlah fasilitas lingkungan dapat
disesuaikan sesuai dengan kebutuhan.
Perancangan Fasilitas Lingkungan
Dalam melakukan perancangan fasilitas lingkungan pada rumah susun
sederhana, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan guna memenuhi
kebutuhan penghuni. Hal ini telah dijelaskan pula dalam Standar Nasional
Indonesia, yaitu bahwa fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai
bangunan rumah susun harus memenuhi kebutuhan sebagai berikut :
1) Maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan
2) Tidak ditempatkan lebih dari lantai 3 (tiga) bangunan rumah
susun.
Atas ketentuan tersebut maka luasan lahan yang digunakan untuk fasilitas
lingkungan rumah susun harus diperhatikan. Luas lahan yang diperuntukan
sebagai fasilitas lingkungan harus memenuhi ketentuan :
1) Luas lahan untuk fasilitas rumah susun seluas-luasnya 30% dari
luas seluruhnya
2) Luas lahan untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai
penghijauan, tempat bermain anak, dan atau lapangan olah raga
seluas-luasnya 20% dari luas lahan fasilitas lingkungan rumah
susun
No Jenis PeruntukanLuas Lahan
Maksimum (%) Minimum (%)
1 Bangunan untuk hunian 50 -
2 Banguanan fasilitas 10 -
3 Ruang Terbuka - 20
Tabel 2.2 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
17
4 Prasarana Lingkungan - 20
Jenis Fasilitas Lingkungan
Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas
lingkungan yang dapat berupa ruang atau bangunan. Jenis fasilitas
lingkungan yang pokok berada di lingkungan rumah susun ada 6 (enam)
jenis seperti yang tertera pada tabel.
No. Jenis Fasilitas Lingkungan Fasilitas Yang Tersedia
1 Fasilitas niaga
- Warung- Toko-toko perusahaan dan
dagang- Pusat perbelanjaan
2 Fasilitas pendidikan
- Ruang belajar untuk pra belajar
- Ruang belajar untuk sekolah dasar
- Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama
- Ruang belajar untuk sekolah menengah umum
3 Fasilitas kesehatan
- Posyandu- Balai pengobatan- BKIA dan ruamah bersalin- Puskesmas- Praktek dokter- Apotek
4 Fasilitas peribadatan - Musola- Masjid kecil
5 Fasilitas pelayanan umum
- Kantor RT- Kantor/balai RW- Post hansip/siskamling- Pos polisi- Telepon umum- Gedung serba guna- Ruang duka- Kotak Surat
6 Ruang terbuka
- Taman- Tempat bermain- Lapangan olah raga- Peralatan usaha- Sirkulasi - Parkir
sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
sumber : Standar Nasional Indonesia (2003)
Tabel 2.3 Fasilitas Lingkungan Rumah Susun
Tabel 2.2 Peruntukan Luas Lahan Rumah Susun
18
2.2.4 Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun
Di dalam sebuah rumah susun diharuskan memiliki perhimpunan
penghuni rumah susun. Seperti yang disebutkan dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah
Susun. Pada Pasal 54 tertulis bahwa para penghuni dalam suatu
lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib
membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus
kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian,
dan pengelolaannya.
Perhimpunan penghuni mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) Membina terciptanya kehidupan lingkungan yang sehat, tertib, dan
aman
2) Mengatur dan membina kepetingan penghuni
3) Mengelola rumah susun dan lingkungannya
Salah satu kegiatan yang dibentuk oleh perhimpunan penghuni pada
rumah susun adalah unit koperasi penghuni. Seperti yang dilakukan oleh
perhimpunan penghuni Rumah Susun Otorita Batam, Kota Batam.
Koperasi ini bertujuan untuk menaungi pekerja dan penghuni Rumah
Susun Otorita Batam khususnya dan masyarakat umumnya yang berminat
beraktifitas di koperasi.
Sistem koperasi yang dapat digunakan yang ada kaitannya dengan
topik dan tema dalam penelitian ini, yaitu urban farming, adalah koperasi
petani. Sebagai contoh sistem baru koperasi petani yang cukup efektif,
Koperasi Jardin du Chorrotons, yang berada di Jenewa, Swiss. Koperasi
ini didasarkan atas kesepakatan yang dibuat dengan petani dilingkungan
19
tempat tinggal para anggota dengan model pertanian yang didukung
konsumen. Jumlah anggotanya mencapai 140 keluarga. Para anggota
membayar iuran per tahun untuk produk yang disetujui antara anggota
koperasi untuk ditanam di tanah tersebut. Sehingga dengan ini, petani yang
bekerja mendapatkan kepastian gaji per bulannya. Tiap minggunya
anggota koperasi mendapatkan keranjang bahan makanan. Hasil panen
tidak ada yang dijual ke luar anggota koperasi. Resiko produk pangan yang
dihasilkan ditanggung bersama. Jika produksi berlimpah, maka konsumen
mendapatkan hasil panen yang banyak. Namun, jika produksi susut, maka
konsumen juga mendapatkan hasil panen yang sedikit. Sebagai bentuk
kontribusi anggota koperasi, tiap anggota wajib bekerja di lahan tani
selama 16 jam per tahunnya. Dengan adanya kontrak antara anggota
koperasi dan pekerja, maka menguatkan sistem koperasi ini berjalan,
kontrak tidak boleh dilanggar. Sistem yang dilakukan Koperasi Jardin du
Chorrotons ini dapat menjadi contoh aplikasi pengelolaan urban farming di
dalam rumah susun.
2.2.5 Karakteristik Penghuni Rumah Susun
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harsiti (2003:99-115)
pola perilaku masyarakat penghuni rumah susun dalam melestarikan
fungsi lingkungan rumah susun adalah sebagai berikut :
1) Sikap terhadap lingkungan ikut menentukan perilaku melestarikan
fungsi lingkungan permukiman. Makin tinggi sikap terhadap
lingkungan maka makin baik perilaku melestarikan fungsi
lingkungan permukiman.
20
2) Motivasi hidup sehat ikut menentukan perilaku melestarikan
fungsi lingkungan permukiman. Makin kuat motivasi hidup sehat,
maka makin baik perilaku masyarkat dalam melestarikan fungsi
lingkungan. Sehingga untuk dapat melestarikan fungsi lingkungan
permukiman, pola hidup sehat harus ditanamkan.
3) Status sosial ekonomi turut menentukan. Makin tinggi status
sosial ekonomi maka makin baik perilaku melestarikan fungsi
lingkungan permukiman.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor yang paling kuat dalam menentukan
perilaku melestarikan lingkungan secara berurutan adalah (1) status sosial,
(2) sikap terhadap lingkungan, dan (3) motivasi hidup sehat.
2.3 Urban Farming
Urban farming meliputi produksi, pengelolaan, dan distribusi ke
berbagai bentuk makanan, termasuk produksi sayuran di dalam atau pada
pinggiran suatu wilayah perkotaan. Termasuk kultivasi tanaman corps,
buah dan sayuran formal, hutan, taman, kebun, kebun buah, dan aktivitas
yang terkait.
Urban farming yang dimaksud dalam perancangan ini adalah
produksi dan pengelolaan makanan/tanaman berskala rumah tangga.
Sehingga penghuni dapat melakukan aktivitas komunal berkebun yang
dapat bermanfaat bagi seluruh keluarga untuk mengonsumsi sayuran yang
sehat dan bergizi.
Menurut Bakker dalam Herman (2000 : 37), menunjukan bahwa
pertanian kota adalah salah satu pilihan untuk mengatasi ketahanan pangan
21
rumah tangga. Hal ini sejalan dengan pendapat Haletky dan Tylor (2006 :
51) bahwa pertanian kota adalah salah satu komponen kunci pembangunan
sistem pangan masyarakat yang berkelanjutan.
Kegiatan urban farming telah banyak diterapkan di negara-negara
luar. Banyak komunitas yang melakukan kegiatan ini dalam satu
lingkungan tempat tinggal. Contohnya adalah ReVision House Urban
Farm yang berada di Boston, Massachusetts, diatas tanah 1 hektar. Mereka
menanam banyak varietas buah-buahan, sayuran, dan bunga. Mereka
memiliki dua rumah kaca dan 1/2 hektar tanah untuk menanam
pertaniannya. Mereka menggunakan metode berkebun konvensional yang
menggunakan media tanam tanah dan pupuk. Hasilnya digunakan untuk
keperluan penampungan, didstrubusikan ke komunitas-komunitas dengan
cara penjualan, dan dijual ke dua pasar terdekat. Dalam berkebun mereka
selalu menggunakan produk dan metode yang sustainable.
Konsep urban farming juga sudah mulai diterapkan ke dalam konsep
perancangan rumah tinggal vertikal guna memenuhi kebutuhan pangan
penghuni, seperti yang The Weave yang berada di New Delhi, India.
Living Weave membentuk sebuah komunitas hidup dan tani di dalam satu
Gambar 2.1 ReVision House Urban Farmsumber : ReVision House Urban Farm Website
22
modul. Dengan luas lahan sebesar 3 hektar di jantung kota New Delhi,
bangunan ini dibagi menjadi blok-blok cluster yang merupakan kombinasi
dari 4 unit rumah yang terintegrasi dengan pertanian individu. Blok-blok
tersebut terkoneksi satu sama lain oleh plat lahan pertanian yang berada di
atap dari unit blok.
Konsep urban farming yang diterapkan pada The Weave ini juga
menggunakan sistem graywater bagi pemeliharaannya. Desain bangunan
terintegrasi dengan sistem pemeliharaan dengan pemanfaatan graywater.
Skema perawatan dan pemeliharaan lahan tanam pada The Weave dapat
terlihat pada Gambar 2.2. Terdapat tangki yang berada di lantai atas yang
berguna untuk mengumpulkan air hujan yang kemudian diolah dan dapat
digunakan sebagai irigasi lahan pertanian. Sisa air yang digunakan untuk
pengairan lahan pertanian juga diolah kembali dan diputar kembali untuk
digunakan sebagai pengairan lahan pertanian.
Gambar 2.2 Sistem Perawatan The Weave, Indiasumber : Archdaily (2012)
23
2.4 Vertikultur
2.4.1 Definisi Vertikultur
Menurut Badan Penelitian Tanaman Sayuran, vertikultur adalah
sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara vertikal atau bertingkat,
baik indoor maupun outdoor. Sistem budidaya pertanian secara vertikal
atau bertingkat ini merupakan konsep penghijauan yang cocok untuk
daerah perkotaan dan lahan terbatas. Misalnya, umumnya pada lahan 1 m2
hanya memungkinkan untuk menanam 5 batang tanaman, namun dengan
menggunkan sistem vertikultur tanaman yang ditanam dapat mencapai 20
batang tanaman. Vertikultur dapat meningkatkan hasil pertanian hingga
sepuluh kali lipat bahkan lebih. Veritkultur merupakan pemanfaatan lahan
sempit dengan seoptimal mungkin. Sehingga lahan sempit yang tidak
produktif dapat dimanfaatkan untuk produksi pertanian. Pada umur 50 hari
tanaman sudah bisa memetik hasil panen sayuran, dan selang 1-7 hari
kemudian dapat dilakukan panen kedua.
2.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Vertikultur
Budidaya secara vertikultur memiliki kelebihan dan kekurangan,
Keuntungan budidaya secara vertikultur adalah (Pujo, 2006 : 425) :
1) Kualitas produksi lebih baik dan lebih bersih
2) Kuantitas produksi lebih tinggi dan kontinuitas produksi dapat
dijaga
3) Menjadi lahan bisnis, baik langsung maupun tidak langsung
4) Dapat digunakan sebagai sumber tanaman obat keluarga
24
5) Menambah dan memperbaiki gizi keluarga
6) Efisiensi lahan, pupuk, air, benih, dan tenaga kerja
7) Menghilangkan stress atau mengurangi beban pikiran
Sedangkan kekurangan dari budidaya secara vertikultur menurut Pujo
(2006 : 425) adalah :
1) Rawan terhadap serangan jamur
2) Investasi awal yang dibutuhkan cukup tinggi
3) Apabila menggunakan atap plastik, maka harus dilakukan
penyiraman tiap hari
4) Perlu tangga atau alat khusus yang dapat dinaiki untuk
pemeliharaan dan pemanenan di lantai atas.
2.4.3 Jenis Vertikultur
Menurut Ir. Mulyono Niti Sapto, staff edukatif pada Fakultas Pertanian
UGM, jenis pot vertikultur dapat berupa gerabah, bambu, ataupun peralon.
Jenis-jenis tersebut cocok untuk menanam sayuran berbatang kecil, seperti
selada, sawi, kol, bunga, seledri, atau kangkung (Gede : 2012). Ada
beberapa jenis vertikultur yang memiliki karakteristik yang berbeda,
diantaranya adalah :
1) Vertikultur Vertikal
Biasanya jenis ini ditemui dalam bentuk wadah-wadah kokoh
berbentuk kolom yang tegak berdiri di lahan.
25
2) Vertikultur Horizontal
Jenis ini ditemui dalam bentuk rak-rak atau tangga bertingkat.
3) Vertikultur Gantung
Jenis ini umum terlihat dalam bentuk pot-pot atau wadah yang
diikat oleh tali/kawat dan digantung pada atap.
Gambar 2.3 Vertikultur Vertikalsumber : thegreenstall.blogspot.com
Gambar 2.4 Vertikultur Horizontalsumber : thegreenstall.blogspot.com
Gambar 2.5 Vertikultur Gantungsumber : thegreenstall.blogspot.com
26
4) Vertikultur Susun
Jenis ini mirip dengan vertikultur vertikal, hanya berbeda dalam
penyajian wadah dan kolom untuk media tanam yang akan
digunakan
2.4.4 Sistem Vertikultur
Berikut ini merupakan sistem vertikultur yang dijelaskan oleh Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah (Pujo, 2006 : 424-429)
A. Media Tanam
Media tanam yang dapat digunakan dalam becocok tanam secara
vertikultur sebenarnya beragam. Namun pilihan yang paling baik adalah
menggunakan tanah gambut. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, campuran media tanam
yang baik digunakan adalah menggunakan campuran kompos, tanah, dan
arang sekam dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Sekam berfungsi untuk
menampung air di di dalam tanah, sedangkan kompos berfungsi untuk
menyediakan unsur-unsur penting yang dibutuhkan. Sebaiknya media
Gambar 2.6 Vertikultur Susunsumber : thegreenstall.blogspot.com
27
tanam juga ditambah dengan pupuk TSP dan KCL masing-masing 10 gram
per tanaman, bisa juga menggunakan pupuk majemuk yaitu NPK Ponska.
B. Persemaian
Sebelum penanaman ada proses yang disebut persemaian, yaitu proses
pematangan benih hingga menjadi bibit sehingga siap untuk ditanam pada
media tanam vertikultur. Beberapa jenis tanaman yang membutuhkan
proses persemaian adalah tomat, cabai, terong, mentimun, bunga kol,
brokoli, selada, caisim, kailan, dan lain-lain.
Cara melakukan penyemaian yang diuraikan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan adalah sebagai berikut :
1) Siapkan media untuk penyemaian benih yang biasanya terdiri dari
campuran tanah kebun yang telah diayak dengan pupuk kandang
atau pasir dengan perbandingan 2:1:2. Dapat pula dicampur
dengan pupuk NPK.
2) Masukan media semai ke dalam wadah bak plastik datar,
sementara itu benih yang akan disemai direndam terlebih dahulu
kedalam air hangat selama kurang lebih satu jam.
3) Setelah direndam selama satu jam, benih langsung dibariskan
kedalam bak persemaian dan ditutupi dengan hamparan media
tipis.
4) Setelah tiga minggu benih telah tuimbuh menjadi bibit dan siap
dipindahkan ke dalam pot verti.
28
Perawatan yang dilakukan selama dalam persemaian cukup dengan
melakukan penyiraman saja dengan menggunakan hand sprayer yang
disemprotkan secara halus.
C. Penanaman
Pada pot yang telah dipersiapkan, isikan media tanam yang telah
disiapkan sebelumnya. Masukan media tanam sebanyak 2/3 bagian.
Setelah pot diisi dengan media, sebaiknya disiram terlebih dahulu sehingga
didapatkan kelembaban yang ideal. Setelahnya, barulah tanamkan bibit
yang telah disemaikan. Pastikan semua bagian akar dari semua bibit telah
tertanam kedalam media. Sedangkan untuk jenis tanaman kangkung,
bayam, baby capro, lebih baik ditanam langsung dari saat masih benih.
Karena menggunakan pot bertingkat, maka aturlah penanaman. Misalnya
rak terbawah dengan satu jenis tanaman, kemudian rak atasnya lagi dengan
jenis tanaman yang berbeda, sehingga akan didapatkan susunan yang
serasi dan punya nilai seni.
Gambar 2.7 Proses Persemaiansumber : ReVision House Urban Farm
29
D. Perawatan
Perawatan mulai dilakukan sejak tanaman dipindahkan kedalam pot
verti. Kegiatan perawatan terdiri dari penyiraman, pemupukan, dan
pencegahan hama/penyakit yang dilakukan secara rutin dan teliti.
Penyiraman pada tanaman sebaiknya dengan memperhatikan ukuran
tanaman dan daya cengkeram akar terhadap medianya. Tanaman yang
berukuran kecil dan akarnya halus dilakukan penyiraman dengan
semprotan halus. Namun, tanaman yang berukuran besar dan relatif kuat
bisa dengan gayung secara hati-hati.
Hama/penyakit pada sayuran yang ditanam di dalam pot sangat relatif
dikit. Namun, untuk mencegahnya perlu dilakukan dengan menjaga
kelembaban. Kelembaban yang ada di area pot jangan terlalu tinggi,
karena akan menjadi tidak sehat yang dapat menimbulkan kematian.
Proses pemupukan juga tidak dapat dilepaskan dari aktivitas
perawatan tanaman vertikultur. Pemupukan dilakukan secara rutin 2-7 hari
sekali. Pada sayuran daun, karena titik beratnya pertumbuhan vegetatif,
maka pupuk yang diberikan harus banyak mengandung unsur nitrogen,
dosis 20gr pupuk urea atau ZA yang dilarutkan dalam 10 liter air yang
disiramkan pada masing-masing pot secukupnya saja sampai media tanam
basah. Apabila kesulitan menemukan pupuk, maka limbah dapur dan
daun-daun kering dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk bokashi.
Pupuk bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik (jerami,
sampah organik, pupuk kandang, dll). Pupuk ini dapat menjadi pupuk
organik yang membantu menyuburkan tanah dan meningkatkan hasil
pertanian.
30
E. Pemanenan
Pemanenan sayuran biasanya dilakukan dengan sistem cabut akar.
Seperti pemanenan sawi, bayam, seledri, kemangi, selada, kangkung, dan
sebagainya. Apabila fungsi tanaman ini untuk dikonsumsi sendiri, maka
akan lebih menghemat apabila pemanenan dilakukan dengan cara potong
daunnya. Dengan cara tersebut maka tanaman sayuran bisa bertahan lebih
lama dan dapat dipanen berulang-ulang.
2.4.5 Jenis Tanaman Vertikultur
Dalam bercocok tanam dengan sistem vertikultur persyaratannya
adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang ditanam
sebaiknya memiliki nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar
pendek. Tidak semua jenis tanaman dapat ditanam secara vertikultur.
Tanaman yang sesuai untuk dibudidayakan dengan cara ini adalah jenis
tanaman sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan yang
memiliki perakaran yang dangkal dan memiliki berat yang relatif rimgan
sehingga tidak akan membebani media tanam vertikultur pada
pertumbuhan tanaman tersebut.
Sebelum menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan dengan
menggunakan sistem vertikultur, harus diketahui terlebih dahulu sifat-sifat
tanaman yang ingin ditanam. Karena tidak semua tanaman dapat ditanam
secara vertikultur, ada tanaman yang hanya dapat tumbuh didataran rendah
ada pula yang hanya dapat tumbuh di dataran tinggi. Pencahayaan
matahari juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Badan Penelitian
31
Tanaman Sayuran mengatakan bahwa tanaman sayuran yang sering
dibudidayakn secara vertikultur antara lain selada, kangkung, bayam,
pokcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat pare, kacang panjang, mentimun,
dan tanaman sayuran daun lainnya.
Pujo (2006 : 425) mengatakan bahwa jenis tanaman pangan rumah
tangga yang dapat dibudidayakan menggunakan sistem vertikultur terbagi
menjadi 5 jenis tanaman :
1) Sayuran Buah
Jenis sayuran buah biasanya dikonsumsi bagian buahnya. Yang
bisa ditanam dalam pot diantaranya adalah cabai besar, cabai
rawit, terong, mentimun, tomat, kacang panjang, buncis, dan
paprika. Pertumbuhan dan produksi paprika, kapri, dan tomat
akan lebih bagus bila ditanam di daerah dataran tinggi. Namun,
jenis tomat tertentu seperti mutiara, intan, berlian, dan tomat
sayur dapat diusahakan di dataran rendah dengan hasil yang baik.
2) Sayuran Daun
Jenis tanaman sayuran daun yang dapat dipotkan lebih beragam,
antara lain : bayam, kangkung, selada, seledri, bawang daun,
kobis, kemangi, pokcoy, dan kailan. Selada merupakan sayuran
dataran tinggi. Namun, jenis selada betawi yang berdaun tipis dan
rasanya renyah dapat diusahakan di dataran rendah. Beberapa
sayuran yang baik diusahakan di dataran rendah adalah pokcoi,
kailan, kubis, dan baby capri.
32
3) Sayuran Bunga
Hanya beberapa jenis sayuran bunga saja yang bisa ditanam
dalam pot, yaitu bunga kol dan brokoli. Itupun harus
memperhatikan kondisi iklim setempat, karena kedua tanaman ini
umumnya banyak ditanam di dataran tinggi.
4) Sayuran Umbi
Sayuran umbi memang jarang ditemukan tumbuh di dalam pot.
Syarat pot harus tinggi agar pertumbuhan umbinya maksimal.
Jenis sayuran umbi yang dipotkan antara lain adalah wortel,
kentang, bawang merah, bawang putih, dan bawang bombay.
Semua jenis sayuran umbi umumnya di dataran tinggi hanya
bawang merah dan beberapa jenis bawang putih yang cocok
diusahakan di dataran rendah.
5) Tanaman Empon-empon
Jenis empon-empon umumnya banyak disukai ibu-ibu rumah
tangga. Alasannya, jika memerlukan bumbu tidak perlu ke
warung atau pasar. Jenis tanaman bumbu dan empon-empon yang
dapat dipotkan adalah kunyit, kencur, lengkuas, dan lain-lain.
Tanaman ini baik diusahakan di dataran rendah maupun tinggi.
Dari penjabaran jenis tanaman diatas maka dapat dilihat bahwa jenis
tanaman pangan untuk rumah tangga pada umumnya dapat ditanam secara
vertikultur, yaitu :
33
No. Jenis Tanaman Kelompok Tanaman1 Cabai Besar
Sayuran Buah
2 Cabai Rawit3 Terong4 Mentimun5 Tomat6 Kacang Panjang7 Buncis8 Paprika9 Bayam
Sayuran Daun
10 Kangkung11 Selada12 Seledri13 Bawang Daun14 Kemangi15 Pokcoy16 Kailan17 Bunga Kol Sayuran Bunga18 Brokoli19 Wortel
Sayuran Umbi20 Kentang21 Bawang Merah22 Bawang Putih 23 Bawang Bombay24 Kunyit
Tanaman Empon-Emponan
25 Kencur26 Lengkuas27
Serai
Syarat Tumbuh Tanaman
Pertumbuhan tanaman tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan
yang ada di sekitarnya. Menurut para ahli pertanian, faktor eksternal yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah nutrisi, air, cahaya, suhu, dan
kelembapan. Persyaratan tumbuh masing-masing tanaman memiliki angka
yang berbeda-beda. Pada Tabel 2.5 dapat terlihat syarat tumbuh tanaman
pangan rumah tangga yang telah dijabarkan sebelumnya.
sumber : Pujo Rasapto (2006)
Tabel 2.4 Jenis Tanaman Pangan Rumah Tangga
34
No Jenis TanamanSuhu(oC)
Kelembaban(%)
Intensitas cahaya
1 Cabai Besar 18-30 60-80 Cukup2 Cabai Rawit 18-30 60-80 Cukup3 Terong 20-30 - Penuh4 Mentimun 21-30 80-85 Cukup5 Tomat 18-25 - Cukup6 Kacang Panjang 20-35 - Penuh7 Buncis 25 50-60 Penuh8 Paprika 21-27 80 Cukup9 Bayam 20 40-60 Penuh10 Kangkung 20-32 - Penuh11 Selada 15-20 - Cukup12 Seledri 18-24 80-90 Cukup13 Bawang Daun 19-24 80-90 Cukup14 Kemangi 5-30 - Cukup15 Pokcoy 15-21 60 Penuh16 Kailan 15-20 - Penuh17 Bunga Kol 24 80-90 Cukup18 Brokoli 24 80-90 Cukup19 Wortel 26 80-90 Cukup20 Kentang 18-21 80-90 Penuh21 Bawang Merah 30 70 Penuh22 Bawang Putih 15-25 60-70 Penuh23 Bawang Bombay 18-20 60-70 Penuh24 Kunyit 19-30 60-80 Penuh25 Kencur 19-30 60-80 Penuh26
Lengkuas
25-29 60-80 Penuh
Wilayah Kebon Kacang termasuk dalam Kecamatan Tanah Abang,
Jakarta Pusat yang memiliki letak geografis 6.188 lintang selatan dan
106.8 bujur timur. Data iklim Jakarta rata-rata menurut bulan pada tahun
2011 dapat dilihat dari Tabel 2.6.
sumber : berbagai buku pertanian
Tabel 2.5 Persyaratan Tumbuh Tanaman Pangan
Tabel 2.6 Data Iklim Rata-Rata Jakarta
35
No Bulan Suhu(oC)
Kelembaban(%)
Penyinaran Matahari
(%)1 Januari 27,3 79 30,82 Februari 27,4 79 46,63 Maret 27,9 76 44,84 April 28,6 75 70,35 Mei 28,8 76 51,7
6 Juni 28,7 73 50,87 Juli 28,3 74 70,08 Agustus 28,8 69 98,29 September 29,0 68 98,510 Oktober 29,2 72 70,511 November 28,9 74 61,212 Desember 28,9 76 37,7
Dari data diatas maka didapatkan suhu rata-rata Jakarta adalah 27,35 oC,
kelembaban rata-rata 74,25%, dan penyinaran matahari 60,92%.
Produksi Tanaman Vertikultur
Kemampuan produksi tiap tanaman berbeda-beda per meter
perseginya. Untuk dapat mengetahui berapa luasan yang dibutuhkan untuk
mencukupi kebutuhan seluruh penghuni rumah susun, maka harus
diketahui banyaknya produksi tiap tanaman per meter perseginya, dapat
dilihat pada tabel 2.7. Data didapatkan dari Data Kementrian Pertanian dan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Evy Latiffah pada tahun 2012.
sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta (2003)
Tabel 2.7 Hasil Panen Tanaman Pangan
Tabel 2.6 Data Iklim Rata-Rata Jakarta
36
2.5 Kebutuhan Sayuran Rumah Tangga
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral
Kementrian Pertanian dalam Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012
mengeluarkan data konsumsi kelompok sayur-sayuran per kapita yang
dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Dari data di atas dapat terlihat kebutuhan konsumsi tiap orang terhadap
jenis-jenis sayuran tertentu.
2.6 Kesimpulan Landasan Teori
No Jenis TanamanHasil Produksi per triwulan
(kg/m2)
Hasil Produksi per tahun
(kg/m2)Sumber
1 Cabai Besar 6,8 27,2 Kementrian Pertanian
2 Terong 8,8 35,2 Evy Latiffah3 Mentimun 4,6 18,4 Evy Latiffah 4 Kacang Panjang 3,6 14,6 Evy Latiffah 5 Kangkung 2,6 10,4 Evy Latiffah
6 Bawang Merah 9,6 38,4 Kementrian Pertanian
No Jenis Sayuran Konsumsi per kapita/tahun (kg)
1 Cabai Besar 1,52 Terong 2,553 Mentimun 1,774 Kacang Panjang 3,45 Kangkung 4,36 Bawang Merah 2,36
sumber : Badan Pusat Statistik (2012) dan Latiffah (2012)
Tabel 2.8 Konsumsi Sayuran per Kapita
sumber : Kementrian Pertanian (2012)
37
Sehingga dapat disimpulkan variabel yang diperlukan untuk
menjawab pertanyaan penelitian ini adalah :
1) Syarat Tumbuh Tanaman Pangan Rumah Tangga
2) Intensitas Cahaya
3) Konsumsi Tanaman Pangan Rumah Tangga
4) Produksi Panen Tanaman Pangan Rumah Tangga