Post on 07-Nov-2021
1
PENYELESAIAN PERJANJIAN KREDIT MACET AKIBAT
WANPRESTASI BAGI DEBITOR YANG MENINGGAL DUNIA PADA
BANK RAKYAT INDONESIA CABANG WAINGAPU, SUMBA TIMUR,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR.
Oleh:
I PUTU KRISNA ADI GUNARTHA
NIM. P3600211073
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASAR
2013
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENYELESAIAN PERJANJIAN KREDIT MACET AKIBAT
WANPRESTASI BAGI DEBITOR YANG MENINGGAL DUNIA PADA
BANK RAKYAT INDONESIA CABANG WAINGAPU, SUMBA TIMUR,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
DISUSUN DAN DIAJUKAN OLEH:
I Putu Krisna Adi Gunartha
P3600211073
DISETUJUI OLEH:
PEMBIMBING I
Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H., M.S
NIP. 196106071 198601 1 003
PEMBIMBING II
Dr. I Nym. Pt. Budiartha S.H., M.H.,
NIP. 1959 1231 199203 1 007
MENGETAHUI
Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan
Dr. Nurfaidah Said, S.H., M.H., M.Si.
Nip. 19600621 198601 2 001
3
ABSTRACT.
I Putu Adi Krisna Gunartha: Credit Loss Due to Settlement
Agreement for Default Debtors Dies at Bank Rakyat Indonesia
Waingapu Branch, East Sumba.
Guided by Ahmadi Miru, as mentors lst (one) and I Nyoman Putu
Budiartha, as mentors 2nd (two).
The research purpose to (1) To determine the precautionary principle
in the provision of credit with Bank Rakyat Indonesia Waingapu
Branch, East Sumba, NTT and (2) To know the efforts made by the
Bank Rakyat Indonesia Waingapu Branch, East Sumba, NTT in Legal
settlement in case of Default if the debtor has died.
This research was done at the Bank Rakyat Indonesia Waingapu
Branch, East Sumba, and NTT. Type of research in the preparation of
this thesis is empirical, population studied are loan resolution
activity due to defaulting debtors who died on BRI Branch Waingapu
and determination of the sample was based on purposive sampling
and to provide data on the samples taken two (2) members of the BRI
Waingapu branch, Heirs, Insurance. The data source in this study
consisted of primary data and secondary data, data collection
techniques performed with Library Studies and interviews. Data
analysis method used is to use a qualitative method.
The results of this study were (1) the principle of prudence in lending
at Bank Rakyat Indonesia Waingapu Branch, East Sumba, NTT was at
the time the credit application, Credit Analysis, Credit Decision,
Realization and Development Credit Loans. (2) While the efforts of
the Judicial Settlement in case of Default if the debtor has died is
restructuring seek, billing efforts with a letter of warning or a
summons and Mortgage Auction through the State Property Office
and Auction.
Keywords: Credit Agreement, Default.
4
ABSTRAK.
I Putu Krisna Adi Gunartha : Penyelesaian Perjanjian Kredit Macet Akibat
Wanprestasi bagi Debitor yang Meninggal Dunia pada Bank Rakyat
Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur.
Dibimbing oleh Ahmadi Miru dan I Nyoman Putu Budiartha.
Penulisan ini bertujuan untuk (1) Untuk mengetahui Prinsip kehati-
hatian dalam pemberian kredit pada BRI Cabang Waingapu, Sumba
Timur, NTT dan (2) Untuk mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan oleh
BRI Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam Penyelesaian Hukum
jika terjadi Wanprestasi apabila Debitor telah meninggal dunia.
Penelitian ini di laksanakan di BRI Cabang Waingapu, Sumba
Timur, NTT. Tipe Penelitian dalam penyusunan tesis ini adalah Empiris,
Populasi yang diteliti adalah kegiatan penyelesaian kredit macet akibat
wanprestasi bagi debitor yang meninggal dunia pada BRI Cabang
Waingapu serta Penentuan sampel dilakukan berdasarkan Purposive
Sampling dan untuk memberikan data mengenai sampel tersebut diambil
2 (dua) orang dari BRI Cabang Waingapu, Ahli Waris, Asuransi. Sumber
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder,
Tehnik Pengumpulan Data dilakukan dengan Studi Pustaka dan
wawancara. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah (1) Prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit pada BRI Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT ialah
pada saat Permohonan kredit, Analisa Kredit, Putusan Kredit, Realisasi
Kredit dan Pembinaan Kredit. (2) Sedangkan upaya-upaya dalam
Penyelesaian Hukum jika terjadi Wanprestasi apabila Debitor telah
meninggal dunia ialah Restruturisasi, Upaya penagihan dengan surat
peringatan atau somasi dan Lelang Hak Tanggungan melalui Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
Kata Kunci : Perjanjian Kredit, Wanprestasi.
5
PRAKATA
Pertama-tama, Penulis mengucapkan Puji Syukur yang sebesar-
besarnya kepada Tuhan yang Maha Esa Ida Sanghyang Widhi Wasa atas
segala Rahmat dan Restunya sehingga penyelesaian tesis ini dapat di
selesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini sangat jauh dari kesempurnaan,
sehingga diperlukan usaha, kesabaran dan ketabahan dalam
penmyusunan tesis ini, karena begitu banyaknya tantangan, baik dari segi
kemampuan penulis, bahasa, literatur maupun waktu yang tersedia. Akan
tetapi berkat petunjuk dan arahan dari pembimbing serta pihak-pihak yang
mendukung dan memberi semangat dalam segala hal sehingga
penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yang telah
mendidik, membesarkan dan membimbing, serta doa yang tulus sehingga
saya dapat mengikuti pendidikan sampai ke jenjang pendidikan magister.
Ucapan terima kasih penulis persembahkan pula kepada:
1. Prof. DR. dr. Idrus Paturussi, Sp. Int. selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.H., D.F.M sebagai Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin yang telah memberikan saya
kesempatan menuntut ilmu di Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar.
6
3. Dr.Nurfaidah Said, S.H.,M.H,M.Si.sebagai ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar yang memberikan pegarahan dalam pembuatan Tesis ini
4. Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H, M.S, dan Dr. I Nyoman Putu Budiartha,
S.H, M.H, selaku dosen pembimbing yang selama ini telah
memberikan bimbingan dan arahan serta saran-saran perbaikan
guna penyempurnaan tesis ini.
5. Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H, Prof. Dr. Irwansyah, S.H.,
M.H., dan Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H., selaku penguji dalam
penyempurnakan penulisan tesis ini.
6. Para Bapak Ibu Guru Besar, Dosen serta Staf Program
Kenotariatan Universitas Hasanuddin Makasar yang telah
membantu dalam penyelesaian Tesis ini.
7. Seluruh Karyawan, Staf dan Pimpinan Kantor Bank Rakyat
Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur
yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan data dan
informasi guna penyelesaian dan penyempurnaan tesis ini.
8. Istri saya, A.A Sagung Rika Nurcahya dan anak saya Aditya
Danendra Gunartha yang tiada henti-hentinya memberikan
semangat dan dukungan baik moral maupun spiritual.
9. Teman-teman mahasiswa Program Magister Kenotariatan
angkatan 2011 dibali, sebagai teman seperjuangan selama
mengikuti pendidikan.
7
10. Seluruh keluarga di Sumba dan Bali serta rekan yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu.
Rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Karena telah diberikan orang-orang yang telah membantu membesarkan
hati dengan kontribusinya masing-masing pada hidup penulis yang sangat
penulis hargai. Terima kasih.
Makasar, Juni 2013
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………....
ABSTRAK…………………………………………………………………
KATAPENGANTAR……………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………
A. Latar Belakan Masalah…………………………………………
B. Rumusan Masalah……………………………………………….
C. Tujuan Penelitian………………………………………………..
D. Manfaat Penelitian………………………………………………
E. Orisinalitas Penelitian…………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….
A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian………………………..
1. Pengertian Perjanjian……………………………………
2. Asas-Asas Perjanjian……………………………………
3. Syarat Sahnya Perjanjian………………………………
4. Prestasi dan Wanprestasi………………………………
5. Berakhirnya Perjanjian………………………………….
B. Tinjauan Umum Perjanjian Kredit Bank……………………...
1. Pengertian Kredit Bank…………………………………
i
ii
iii
v
viii
1
1
7
7
8
9
12
12
12
16
19
21
25
26
26
9
2. Perjanjian Kredit Bank………………………………….
3. Unsur-unsur Kredit………………………………………
4. Jenis Kredit……………………………………………….
5. Prinsip-Prinsip Kredit Bank…………………………….
C. Tinjauan Umum Mengenai Waris……………………………..
1. Pengertian Hukum Waris……………………………….
2. Sistem Hukum Waris ……………………………………
D. Kerangka Teori…………………………………………………..
E. Kerangka Pemikiran…………………………………………….
F. Definisi Oprasional………………………………………………
BAB III METODE PENILITIAN………………………………………..
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Masalah………………….
B. Populasi dan Sampel……………………………………………
C. Sumber Data……………………………………………………..
D. Tehnik Pengumpulan Data……………………………………..
E. Tehnik Analisa Data………………………………………………
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN………………......
A. Gambaran Umun Perusaha Bank Rakyat Indonesia…….
B. Proses pemberian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Cabang
Waingapu, Sumba Timur, NTT............................
C. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam penyelesaian
Hukum jika terjadi Wanprestasi apabila Debitur telah meninggal
31
34
37
39
43
43
45
49
54
55
57
57
58
58
60
61
62
62
75
10
dunia…………………………………
BAB V KESIMPULAN dan SARAN………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………
B. Saran…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….
DAFTAR INFORMAN…………………………………………………..
82
107
107
108
109
113
11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka
pelaksanaan pembangunan nasional harus memperhatikan keserasian,
keselarasan, dan kesinambungan antara unsur-unsur pemerataan
pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional.
Pembangunan di berbagai bidang memerlukan dana pendukung yang
tidak sedikit terutama dalam bidang usaha dan industri. Salah satu sektor
usaha yang mempunyai peran strategis dalam masalah biaya
pembangunan terutama dalam bidang perekonomian adalah lembaga
perbankan.
Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan
yang berperan sebagai perantara bagi pihak-pihak yang memerlukan
dana untuk suatu kegiatan usaha, misalnya untuk memenuhi kebutuhan
modal lancar. Lembaga perbankan bergerak dalam kegiatan perkreditan,
pemberian berbagai jasa, melayani kebutuhan pembiayaan serta
melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian. Akibat Dari kegiatan-kegiatan tersebut, memposisikan
bank sebagai salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai
sumber dana utama untuk pembiayaan pembangunan dan kegiatan
12
usaha. Bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang
keuangan.1
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Pasal 1 angka (2) tentang
Perbankan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang RI No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan.
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
Fungsi dan keberadaan bank sangat penting dalam mendukung
upaya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Fungsi bank adalah menjadi
intermediasi bagi masyarakat yang kelebihan dana kepada masyarakat
yang kekurangan dana. Peran yang sangat vital ini menjadikan bank
sebagai pengatur urat nadi perekonomian nasional. Lancarnya aliran uang
sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan ekonomi secara legal dan
ditinjau dari sudut pandang perbankan, fasilitas kredit mempunyai
kedudukan yang sangat istimewa terutama dari negara -negara yang
sedang berkembang. Penyediaan dana di negara-negara berkembang
merupakan salah satu yang menentukan bagi pelaksanaan pembangunan
nasional. Kebijaksanaan yang longgar dalam pelaksanaan pemberian
1
Kasmir, 2004, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya , Rajawali Pers,
Jakarta, hal. 23
13
kredit dapat menjadikan usaha para pengusaha yang menerima kredit
menjadi berkembang dan maju.
Ditinjau dari sudut pandang perbankan, fasilitas kredit mempunyai
kedudukan yang sangat istimewa terutama di daerah-daerah yang sedang
berkembang. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 Pasal
1 angka (11).
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Dalam Undang-Undang Perbankan, bahwa dalam pemberian kredit
harus ada perjanjian kredit. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 2 Perjanjian kredit
merupakan ketentuan-ketentuan yang memiliki kepastian hukum dan
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang berkaitan dengan
dalam perjanjian tersebut.3
Semakin banyak perusahaan melaksanakan kegiatan usaha
dengan lancar dan bertambah maju akan membuat perusahaan tersebut
semakin mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,
terutama bagi para pengusaha kecil dan menengah yang mengalami
hambatan dalam menjalankan usahanya karena kekurangan modal.
Melihat kebutuhan kredit yang tinggi, lembaga perbankan salah satunya
2 R. Subekti, 1992, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, hal. 1
3 Kasmir,Op.cit, hal. 93
14
yaitu Bank Rakyat Indonesia yang menyediakan berbagai fasilitas kredit
yang diantaranya, kredit modal kerja yang di berikan untuk kepentingan
kelancaran modal kerja nasabah.
Pemberian kredit oleh bank dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.
Prinsip kehati-hatian dilakukan melalui analisa yang akurat dan mendalam
melalui penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik,
perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, serta pengikatan
jaminan yang kuat disertai dokumentasi perkreditan yang teratur dan
lengkap. Semua itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat
kembali dengan tepat waktu sesuai dengan perjanjian yang meliputi
pinjaman pokok dan bunga.4
Untuk menghindari risiko dalam pemberian kredit, jaminan
pemberian kredit sangat diperlukan dan merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan oleh bank, sebagai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan nasabah atau debitor untuk melunasi kewajibannya sesuai
dengan perjanjian. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada
kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
perikatan.5
4
Sutarno, 2004, Jaminan Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank,
Alfabeta, Bandung, hal. 2
5 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Jaminan, Liberty,
Yogjakarta, hal. 50
15
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Bank Rakyat
Indonesia Cabang Sumba Timur merupakan salah satu tempat untuk
memperoleh kredit modal kerja bagi para pengusaha kecil. Bank Rakyat
Indonesia Cabang Sumba Timur merupakan bank yang memberikan
kredit dengan sasaran utama adalah usaha kecil atau usaha kecil mikro
(UKM) dengan syarat yang mudah. Progam pemberian kredit Bank Rakyat
Indonesia Cabang Sumba Timur lebih sering memberikan pemberian
kredit modal kerja, karena syarat-syarat pengajuannya lebih mudah
dibandingkan dengan yang lainnya (lembaga perbankan). Sehingga
banyak diminati masyarakat.
Pemberian kredit oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang Sumba
Timur kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara
pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara
keduanya. Seringkali yang ditemui di lapangan perjanjian kredit dibuat
oleh pihak kreditor atau dalam hal ini adalah bank, sedangkan debitor
hanya diminta mempelajari dan memahaminya dengan baik, serta
membubuhkan paraf dan tanda tangan persetujuan.
Dengan adanya pertemuan yang berlangsung antara pemberi
kredit dengan penerima kredit maka akan ada kesepakan tertulis yang
dapat dijadikan dasar sehingga ada ketegasan dan kepastian hukum
antara keduanya. Kemudian Kesepakatan tersebut selanjutnya dituangkan
dalam bentuk perjanjian kredit sehingga timbul hak dan kewajiban dari
masing-masing pihak dalam melakukan perbuatan hukum.
16
Kesepakatan di dalam perjanjian kredit dicapai apabila pihak
pemohon kredit membubuhkan tanda tangannya pada formulir perjanjian.
Hal ini berarti pemohon kredit tersebut telah menyetujui isi perjanjian
tanpa dimintai pendapat terlebih dahulu, karena dalam perjanjian kredit
bank, formulir perjanjiannya sudah baku. Dalam pelaksanaan perjanjian
kredit pada umumnya di bank, tidak lepas dari berbagai permasalahan
yang sering timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit. Khususnya pada
Bank Rakyat Indonesia Cabang Sumba Timur adalah keadaan di mana
debitor lalai untuk melakukan kewajibannya atau wanprestasi. Yang sering
kali terjadi di lapangan adalah debitor terlambat dalam melakukan
pembayaran baik cicilan maupun bunga, sehingga pihak bank perlu
melakukan pengawasan preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan
sebelum terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan oleh pihak bank.
Pengawasan represif juga dilakukan oleh bank, yaitu pengawasan yang
dilakukan setelah terjadinya kredit macet. Oleh karena itu setiap
pemberian kredit yang disalurkan oleh bank, dalam praktiknya bank selalu
meminta kepada nasabah debitor untuk menyerahkan jaminan guna
keamanan dalam pengembalian kredit tersebut.
17
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan membawa pada pembahasan yang lebih terarah dari penelitian
yang dilakukan, yaitu :
1. Bagaimana Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit pada
Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT ?
2. Bagaimana Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat
Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam
Penyelesaian Hukum jika terjadi Wanprestasi apabila Debitor telah
meninggal dunia?
C. Tujuan Penelitian.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umun
a. Untuk mengetahui Prinsip kehati-hatian dalam pemberian
kredit pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu,
Sumba Timur, NTT.
b. Untuk mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank
Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT
dalam Penyelesaian Hukum jika terjadi Wanprestasi apabila
Debitor telah meninggal dunia.
18
2. Tujuan Khusus
a. Prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit.
b. Penyelesaian Kredit macet.
D. Manfaat Penelitian.
Dalam suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang
berguna, khususnya bagi ilmu pengetahuan di bidang penelitian tersebut.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberi gambaran yang jelas
mengenai perjanjian kredit Bank.
b. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan
terhadap penelitian-penelitian yang sejenis dikemudian hari.
2. Manfaat Praktis.
a. Untuk mencocokan bidang ilmu hukum yang telah diperoleh
dalam teori dengan kenyataan yang ada dalam praktik.
b. Untuk memberikan informasi pada masyarakat/nasabah
debitor mengenai perjanjian kredit pada bank terutama
berkaitan dengan faktor penghambat dan penyelesaian
kredit macet.
19
E. Orisinalitas Penelitian.
Berdasarkan penelusuran bahan-bahan hukum didapatkan
beberapa hasil penelitian yang mengambil Penyelesaian Kredit Macet
Akibat Wanprestasi yang dilakukan oleh Debitor:
1. Disusun oleh, Indrareni Gandadinata pada tahun 2007 dengan
judul Tesis Wanprestasi dan penyelesaian dalam Perjanjian Kredit
pemilikan rumah pada PT. Bank Internasional Indonesian kantor
cabang Purwokerto. Dari penelitian ini rumusan masalahnya adalah
(1) Bagaimanakah proses penyelesaian wanprestasi pada
perjanjian kredit pemilikan rumah pada PT. Bank Internasional
Indonesia Kantor Cabang Purwokertodan, (2) Apakah isi dari
perjanjian kredit pemilikan rumah tersebut dijadikan satu-satunya
landasan penyelesaian suatu bentuk wanprestasi dari para pihak.
Dari rumusan masalah tersebut maka penulis menyimpulkan
bahwa Jika Nasabah wanprestasi dalam memenuhi kewajibannya
dalam hal angsuran dan atau pelunasan kredit, maka obyek
jaminan akan dijual, dan uang hasil penjualan digunakan untuk
melunasi hutang Debitor di Bank. Penjualan dapat dengan cara (1)
Penjualan secara dibawah tangan; (2) Penjualan secara lelang.
Serta Isi Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah di Purwokerto
Kabupaten Banyumas bukan merupakan satu-satunya landasan
penyelesaian.
20
2. Disusun oleh, Monalisa Br. Simatupang pada tahun 2004 dengan
judul Tesis Wanprestasi Pada Perjanjian Kredit Umum Pedesaan
(KUPEDES) Dan Upaya Penyelesaiannya (Studi Pada PT. Bank
Rakyat Indonesia Cabang Kabanjahe) Dari penelitian ini rumusan
masalahnya adalah (1) Bentuk-bentuk wanprestasi pada Kupedes,
(2) Upaya yang ditempuh bank terhadap nasabah yang
wanprestasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Bentuk-bentuk
wanprestasi pada Kupedes adalah keterlambatan membayar
angsuran Kupedes, pada bulan-bulan pertama nasabah membayar
angsurannya tetapi pada bulan-bulan berikutnya sudah tidak
membayar lagi, juga karena nasabah tidak melakukan pembayaran
sama sekali dan Upaya yang ditempuh bank terhadap nasabah
yang wanprestasi dilakukan dengan dua cara yaitu secara damai
(intern) dan penyelesaian melalui PUPN. Bank dalam menerima
permohonan kredit benar-benar meneliti calon nasabah dengan
berpedoman pada prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital,
condition of economy dan collateral. Kemudian diharapkan agar
petugas BRI perlu melakukan pengawasan dan pembinaan pada
nasabah Kupedes dalam menjalankan usahanya, dan yang lebih
penting lagi diharapkan kepada nasabah agar mengelola usahanya
dengan sebaik-baiknya, menggunakan Kupedes sesuai dengan
tujuannya dan rajin berkonsultasi dengan petugas BRI.
21
3. Dari beberapa penelitian tersebut diatas, yang membuat penelitian
ini beda dengan penelitian diatas ialah Penyelesaian Perjanjian
Kredit Macet Akibat Wanprestasi bagi Debitor yang meninggal
dunia pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba
Timur, NTT, dengan rumusan masalah (1) Bagaimana Prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit pada Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT dan (2) Bagaimana Upaya-
upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang
Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam Penyelesaian Hukum jika
terjadi Wanprestasi apabila Debitor telah meninggal dunia?
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian.
1. Pengertian Perjanjian.
Perjanjian adalah salah satu bagian terpenting dari hukum
perdata. Sebagaimana diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata yang selanjutnya disebut KUHPerdata. Di
dalamnya diterangkan mengenai perjanjian, termasuk di dalamnya
perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian
jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan perjanjian pinjam-
meminjam. Isitilah hukum perjanjian merupakan terjemahan dari
bahasa inggris yaitu contract law, sedangkan dalam Bahasa
Belanda disebut dengan istilah overeenkomst.6
Perjanjian merupakan kesepakatan antara dua orang atau
dua pihak, mengenai hal-hal pokok yang menjadi objek dari
perjanjian. Kesepakatan itu timbul karena adanya kepentingan dari
masing-masing pihak yang saling membutuhkan. Perjanjian juga
dapat disebut sebagai persetujuan, karena dua pihak tersebut
setuju untuk melakukan sesuatu.
Ahmadi Miru menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah
“suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain
6 F. Ibrahim dan Nathaniela, 2009, 160 Contoh Surat Perjanjian (Kontrak),
Generasi Cerdas, Jakarta timur, hal. 14
23
atau dua orang saling berjanji untuk Melakukan atau tidak
melakukan suatu”.7
Abdulkadir Muhammad mendefinisikan, perjanjian adalah
“suatu persetujuan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri untuk melakukan suatu hal dalam lapangan harta
kekayaan”.8
Menurut M. Yahya Harahap, bahwa perjanjian mengandung
pengertian adalah “suatu hubungan hukum kekayaan atau harta
benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak
pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.9
Menurut Van Dunne, perjanjian adalah “suatu hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum”.10
Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana dua orang atau
dua pihak saling berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu
persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing
7
Ahmadi Miru, Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan
Kontrak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 2
8 Abdul Kadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung,
hal.78
9 Yahya Harahap. M, 1992, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung,
hal.6
10 Salim H.S, 2009, Hukum Kontrak (Teory dan Tehnik Penyusunan Kontrak),
Cetakan Keenam, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 26
24
bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan
itu.11
Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena
menyangkut kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh
karena itu hendaknya setiap perjanjian dibuat secara tertulis agar
diperoleh suatu kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum
dapat tercapai. Berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata bahwa:
“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih”.
Pengertian perjanjian ini mengandung unsur : 12
a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang
perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan
hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut
membawa akibat hukum bagi para pihak yang
memperjanjikan;
11
Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau
Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Undang-Undang No. 23 Tahun
1999 Jo Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia , Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, hal. 71
12 Kartina Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 7
25
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua
pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling
memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain.
Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum. Apabila dua
pihak maka masing-masing pihak menjanjikan untuk
memberikan sesuatu/ berbuat sesuatu kepada pihak lainnya
yang berarti pula masing-masing pihak berhak menerima
apa yang dijanjikan oleh pihak lain.
c. Mengikatkan dirinya,
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh
pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini
orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena
kehendaknya sendiri. Untuk mengikat pihak yang satu
kepada pihak yang lain, maka perjanjian harus dituangkan
secara tertulis.
Pengertian dari Pasal 1313 KUHPerdata tersebut kurang
lengkap, pengertian ini seharusnya menerangkan juga tentang
adanya dua pihak yang saling mengikat diri tentang suatu hal.
Artinya kalau hanya disebutkan bahwa salah satu pihak
mengikatkan diri kepada pihak lain, maka tampak seolah-olah yang
dimaksud hanyalah perjanjian sepihak, tetapi kalau disebutkan juga
adanya dua pihak yang saling mengikat diri, maka pengertian
26
perjanjian ini meliputi baik perjanjian sepihak maupun perjanjian
dua pihak.13
2. Asas-Asas Perjanjian.
Asas hukum adalah suatu pikiran dasar yang umum sifatnya
atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim
yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan
mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.14
Dalam hukum dikenal adanya asas hukum yang berkaitan
dengan lahirnya perjanjian. Yang menjadi asas-asas dari perjanjian
ialah didasarkan pada Pasal 1338 KUHPerdata, asas-asas hukum
tersebut adalah :
A. Asas Konsensualisme.
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa
dibutuhkan kesepakatan untuk lahinya kesepakatan.
Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
Konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya perjanjian ialah
pada saat terjadinya kesepakatan.15
Sesuai Pasal 1320 KUHPerdata, bahwa syarat
sahnya sebuah perjanjian adalah kesepakatan kedua belah
13
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2011, Hukum Perikatan, Penjelasan makna
pasal 1233 sampai 1456 BW, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 63 -64
14 Mertokusumo Sudikno, 1985, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, hal. 3
15 Ahmadi Miru,Op.cit, hal.3
27
pihak. Maksudnya bahwa perikatan pada umumnya tidak
diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya
kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat
dalam bentuk lisan maupun tulisan sebagai alat bukti.
B. Asas Kebebasan Berkontrak.
Kebebasan berkontrak,16 adalah salah satu asas yang
sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini
merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak
asasi manusia. Salim H.S 17 menyatakan, bahwa asas
kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk : membuat atau tidak
membuat perjanjian; mengadakan perjanjian dengan
siapapun; menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan
persyaratannya; menentukan bentuknya perjanjian, yaitu
tertulis atau lisan.
Sedangkan Abdulkadir Muhammad berpendapat,
kebebasan berkontrak dibatasi dalam :18
1) Tidak dilarang oleh undang-undang;
2) Tidak bertentangan dengan kesusilaan; dan
3) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum.
16
Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 84
17 Salim, H.S, Op.cit, hal. 9
18 Abdulkadir Muhammad, Op.cit, hal. 84
28
Kebebasan berkontrak ini oleh sarjana hukum
biasanya didasarkan pada Pasal 1338 angka (1)
KUHPerdata bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada
Pasal 1320 KUHPerdata yang menerangkan tentang syarat
sahnya perjanjian.19
C. Asas Itikad Baik.
Asas ini menghendaki agar suatu perjanjian dilaksanakan
dengan itikad baik. Asas itikad baik dalam pelaksanaan
perjanjian dapat disimpulkan dari Pasal 1338 angka (3)
KUHPerdata yaitu
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Dari bunyi Pasal tersebut dapat diketahui bahwa asas itikad
baik merupakan asas bahwa para pihak yaitu para pihak
kreditor dan debitor harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau
kemauan baik dari para pihak.20
D. Asas Pacta Sunt servanda.
Asas Pacta Sunt servanda atau disebut juga dengan Asas
Kepastian Hukum. Asas ini berhubungan dengan dengan
akibat perjanjian. sehingga merupakan Asas bahwa Hakim
19
Ahmadi Miru, Op.cit. hal. 4
20 Salim, H.S, Op.cit, hal. 11
29
atau pihak ketiga harus menghormati Substansi perjanjian
yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
Undang-undang.
Asas Pacta Sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal
1338 angka (1) KUHPerdata yaitu
“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang”.21
3. Syarat Sahnya Perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu
perjanjian para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di
bawah ini: 22
A. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
Kedua subjek mengadakan perjanjian, harus
bersepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian
yang diadakan. Sepakat mengandung arti, bahwa apa yang
dikehendaki pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak
yang lain.
B. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian.
Cakap artinya orang-orang yang membuat perjanjian
harus cakap menurut hukum. Seorang telah dewasa atau
21 Salim, H.S, Op.cit, hal. 10
22R.Subekti, R Tjitrosudibio, 2008, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, PT Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 339
30
akil balik, sehat jasmani dan rohani dianggap cakap menurut
hukum, sehingga dapat membuat suatu perjanjian. Orang-
orang yang dianggap tidak cakap menurut hukum ditentukan
dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :
1) Orang yang belum dewasa;
2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan.
C. Suatu hal tertentu.
Suatu hal atau objek tertentu artinya dalam membuat
perjanjian apa yang diperjanjikan harus jelas, sehingga hak
dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan.
D. Suatu sebab yang halal.
Suatu perjanjian adalah sah bila tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Keempat syarat tersebut di atas merupakan syarat yang
mutlak yang harus ada atau dipenuhi agar suatu perbuatan hukum
dapat disebut dengan perjanjian (yang sah).23 tanpa syarat-syarat
tersebut maka perjanjian dianggap tidak pernah ada. Kedua syarat
yang pertama yaitu kesepakatan para pihak dan kecakapan untuk
membuat suatu perikatan dinamakan syarat subyektif, karena
mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian.
Sedangkan dua syarat yang terakhir yaitu suatu hal tertentu dan
23
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia. PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta. hal.14
31
sebab yang halal, dinamakan syarat objektif dari perbuatan hukum
yang dilakukan itu.
Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi salah satu atau
keduanya, maka perjanjian dapat dituntut pembatalannya. Dalam
arti, bahwa salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta
supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang menuntut pembatalan
tersebut, adalah salah satu pihak vang dirugikan atau pihak yang
tidak cakap. sedangkan dalam hal apabila syarat obyektif yang
tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum.
Dan apabila kata sepakat tidak ada, maka perjanjian dapat
dibatalkan karena melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian,
yaitu melanggar Pasal 1320 angka (1) KUHPerdata.24
4. Prestasi dan Wanprestasi.
Sebelum berbicara atau membahas tentang wanprestasi,
terlebih dahulu mengetahui apa itu arti dari prestasi. Prestasi
adalah segala sesuatu yang menjadi hak kreditor dan merupakan
kewajiban bagi debitor. Dalam KUHPerdata Pasal 1234, prestasi
dapat berupa:
a. Memberi sesuatu;
b. Berbuat sesuatu;
c. Tidak berbuat sesuatu.
24
Artadi I Ketut dan Rai Asmara Putra I Dewa Nyoman, 2010, Implementasi
Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Rancangan Kontrak, Udayana
University Press, Denpasar. hal. 62
32
Prestasi dari perjanjian harus memenuhi syarat:25
a. Harus diperkenankan, artinya prestasi itu tidak melanggar
ketertiban, kesusilaan, dan undang-undang.
b. Harus tertentu atau dapat ditentukan.
c. Harus memungkinkan untuk dilakukan menurut kemampuan
manusia.
Menurut Ahmadi Miru, 26 penulis tidak sependapat dengan
literatur-literatur yang ada sekarang, membagi prestasi ke dalam
tiga macam, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1234
KUHPerdata, karena apa yang disebut sebagai macam-macam
prestasi tersebut bukan wujud prestasi tetapi hanya cara-cara
melakukan prestasi, yakni:
a. Prestasi yang berupa barang, cara melaksanakannya
adalah menyerahkan sesuatu (barang);
b. Prestasi yang berupa jasa, cara melaksanakannya
adalah dengan berbuat sesuatu;
c. Prestasi yang berupa tidak berbuat sesuatu, cara
pelaksanaannya adalah dengan bersikap pasif yaitu tidak
berbuat sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
25
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia , Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, hal. 79
26 Ahmadi Miru, Op.cit, hal. 69
33
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi para
pihak dalam suatu perjanjian dalam bentuk kontrak. Prestasi pokok
tersebut dapat berwujud:
a. Benda;
b. Tenaga atau keahlian;
c. Tidak berbuat sesuatu;
Suatu perjanjian dapat dikatakan dilaksanakan dengan baik
apabila para pihak telah memenuhi syarat yang telah diperjanjikan.
Namun demikian pada kenyataannya sering dijumpai bahwa
pelaksanaan dari suatu perjanjian tidak dapat berjalan dengan baik
karena salah satu pihak wanprestasi. Dapat pula dikemukakan,
bahwa ia lalai atau alpa atau ingkar janji atau bahkan melanggar
perjanjian dengan melakukan sesuatu hal yang tidak boleh
dilakukan.
Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa belanda, yang
berarti prestasi buruk. Untuk menentukan apakah seorang itu
bersalah melakukan wanprestasi, maka perlu ditentukan dalam
keadaan bagaimana seorang itu dikatakan sengaja/lalai tidak
memenuhi prestasi. Wanprestasi (default/Non Fulfilment ataupun
yang disebutkan juga dengan istilah Breach of Contract) yang
dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi/ kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap
34
pihak-pihak tertentu seperti yang dimaksudkan dalam kontrak yang
bersangkutan.27
Menurut M. Yahya Harahap, pengertian yang umum tentang
“Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu
seorang debitor disebutkan dan berada dalam keadaan
wanprestasi, apabila debitor melakukan pelaksanaan prestasi”.28
Ada beberapa model bagi para pihak yang tidak memenuhi
prestasinya walaupun sebelumnya sudah setuju untuk
dilaksanakannya. Wanprestasi seorang debitor menurut pendapat
R. Subekti, dapat berupa 4 (empat) macam, yaitu:29
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya.
Dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata),
Wanprestasi diatur didalam Pasal 1238. yaitu :
“Debitor dinyatakan lalai dengan surat perintah atau dengan Akta sejenis itu atau dengan berdasarkan kekuatan dari
27
Munir Fuadi, 2001, Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis), Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 87-88
28 M. Yahya Harahap, Op.cit, hal. 60
29 R. Subekti, Op.cit, hal. 45
35
perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan Debitor harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Maksud dari Pasal diatas menerangkan tentang kapan
seseorang dianggap wanprestasi dalam suatu perjanjian. Namun,
karena pengertian wanprestasi belum disinggung pada Pasal
sebelumnya, terlebih dahulu diterangkan tentang apa yang
dimaksud dengan wanprestasi. Seseorang dikatan wanprestasi,
jika: (1) tidak melakukan apa yang dijanjikan; (2) melakukan apa
yang dijanjikan tetapi terlambat; (3) melakukan apa yang dijanjikan,
tetapi tidak sebagaimana mestinya; atau (4) melakukan apa yang
seharusnya tidak boleh dilakukan berdasarkan perjanjian.30
5. Berakhirnya Perjanjian.
Dalam Pasal 1381 KUHPerdata yang disebutkan perikatan-
perikatan hapus :
a. Karena pembayaran.
b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti oleh
penyimpanan atau penitipan.
c. Karena pembaharuan hutang.
d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi.
e. Karena percampuran hutang.
f. Karena pembebasan hutang.
g. Karena musnahnya barang yang terhutang.
30
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Op.cit. hal. 8
36
h. Karena kebatalan dan pembatalan.
i. Karena berlakunya suatu syarat batal.
j. Karena lewat waktu atau kadaluarsa.
Sedangkan menurut R. Setiawan, bahwa suatu perjanjian akan
berakhir apabila :31
a. Ditentukan oleh undang-undang;
b. Undang-Undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa
dengan terjadinya peristiwa tertentu maka perjanjian akan
hapus;
d. Adanya pernyataan penghentian persetujuan atau
perjanjian;
e. Perjanjian hapus karena putusan hakim;
f. Tujuan perjanjian telah tercapai.
B. Tinjauan Umum Perjanjian Kredit Bank.
1. Pengertian Kredit Bank.
Istilah kredit bukan merupakan hal yang asing dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat, karena sering dijumpai pada
anggota masyarakat yang melakukan jual beli barang secara kredit.
Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi
dengan cara mengangsur. Masyarakat pada umumnya
31
R. Setiawan, 1987, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung,
hal. 68
37
mengartikan kredit sama dengan utang, karena setelah jangka
waktu tertentu mereka harus membayar lunas.
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang
berarti kepercayaan akan kebenaran, dan apabila dihubungkan
dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa pihak bank
selaku kreditor memberikan kepercayaan untuk meminjamkan
sejumlah uang kepada nasabah atau debitor, karena debitor
dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya
setelah jangka waktu yang ditentukan.32
Apabila di lihat dari sudut ekonomi, kredit berarti “penundaan
pembayaran” artinya uang atau barang yang diterima sekarang
akan dikembalikan pada masa yang akan datang.33 Bisa 1 minggu,
1 bulan bahkan beberapa tahun. Oleh karena itu dalam pemberian
kredit selalu terkandung resiko, yaitu resiko bagi pemberi kredit
bahwa uang atau barang yang telah diberikan kepada penerima
kredit tidak kembali sepenuhnya. Dalam ruang lingkup kredit maka
kontra prestasi yang akan diterima kreditor berupa sejumlah ni lai
ekonomi tertentu yang dapat berupa uang, barang, dan
sebagainya. Dengan kondisi demikian, maka tidak berlebihan
apabila dari konteks ekonomi, kredit mempunyai pengertian
32
Gatot Supramono, 1996, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan
Yuridis, Djambatan, Jakarta, hal. 44
33 Mgs. Edy Putra, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty,
Yogyakarta, hal. 2
38
sebagai suatu penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan
sekarang dimana prestasi tersebut pada dasarnya akan berbentuk
nilai uang.34
Pengertian formil mengenai kredit perbankan di Indonesia,
terdapat pada Undang-Undang Perbankan Pasal 1 Angka (11)
disebutkan bahwa :35
”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Berdasarkan Pasal tersebut di atas, unsur- unsur kredit adalah
a. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak
kreditor dengan pihak debitor, yang disebut dengan
perjanjian kredit.
b. Adanya para pihak, yaitu pihak kreditor sebagai pihak
yang memberikan jaminan, yang dalam hal ini adalah
bank, dan pihak debitor sebagai pihak yang
membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa.
c. Adanya unsur kepercayaan dari kreditor bahwa pihak
debitor mau dan mampu membayar atau mencicil
kreditnya.
34
Muhammad Djumhana, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia , Penerbit PT
Citra Adiya Bhakti, Bandung, hal. 368
35 M.Bahsan, 2010, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan
Indonesia, Penerbit PT RajaGrafindo, Jakarta, hal. 75
39
d. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari
pihak debitor.
e. Adanya pemberian sejumlah uang atau barang atau jasa
oleh pihak kreditor kepada pihak debitor.
f. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang atau barang
atau jasa oleh pihak debitor kepada kreditor disertai
dengan pemberian imbalan atau bunga atau pembagian
keuntungan.
g. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh
kreditor dengan pengembalian kredit oleh debitor.
h. Adanya risiko tertentu yang diakibatkan karena adanya
perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu
pengembalian, semakin besar pula resiko tidak
terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.
R. Subekti berpendapat “kredit berarti kepercayaan. Seorang
nasabah yang mendapat kredit dari bank memang adalah orang
yang mendapatkan kepercayaan dari bank”.36
Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan, “Kredit adalah
uang bank yang dipinjamkan kepada nasabah dan akan
36
R. Subekti, 1991, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut
Hukum Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1
40
dikembalikan pada suatu waktu tertentu di masa mendatang
disertai dengan suatu kontraprestasi berupa bunga”.37
Di dalam pengertian suatu kredit terkandung dua aspek,
yaitu aspek ekonomis dan aspek yuridis. Aspek ekonomis ialah
adanya bunga oleh yang menerima pinjaman sebagai imbalan yang
diterima kreditor sebagai keuntungan. Sedangkan aspek yuridisnya
adalah adanya dua pihak yang mengikatkan diri dalam suatu
perjanjian, dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan
kewajiban.
Kredit macet pada bank merupakan suatu keadaan di mana
seseorang nasabah atau debitor tidak mampu membayar lunas
kredit bank tepat pada waktunya. Keadaan demikian dalam hukum
perdata dinamakan wanprestasi atau ingkar janji.
Apabila dihubungkan dengan kredit macet, maka ada tiga macam
perbuatan yang tergolong wanprestasi, yaitu :38
a. Debitor sama sekali tidak membayar angsuran kredit;
b. Debitor membayar sebagian angsuran kredit (beserta
bunganya), akan tetapi yang digolongkan sebagai kredit
macet dalam hal ini adalah jika debitor kurang membayar
satu kali angsuran;
37
Muchdarsyah Sinungan, 1993, Manajemen Dana Bank, Edisi Kedua. Bumi
Aksara, Jakarta, hal. 212
38Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi, 2010, Pengantar Manajemen
Perkreditan, Alfabeta, Bandung, hal. 80
41
c. Debitor membayar lunas kredit setelah jangka waktu
perjanjian berakhir.
2. Perjanjian Kredit Bank.
Perjanjian kredit merupakan perikatan yang termasuk dalam
perjanjian pinjam-meminjam sesuai dengan ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 1754 KUHPerdata.
Berdasarkan Pasal 1754 KUHPerdata, pengertian pinjam-
meminjam, yaitu:
“Pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.
Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa “perjanjian
kredit bank adalah perjanjian pendahuluan (vooroverenkomst) dari
penyerahan uang”. Perjanjian pendahuluan merupakan hasil dari
permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai
hubungan antara keduanya (kreditor dan debitor). Penyerahan
uangnya adalah bersifat riil. Pada saat penyerahan uangnya
dilakukan, barulah ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian
kredit bank tersebut berlaku untuk kedua belah pihak.39
Menurut Rachmadi Usman, bahwa perjanjian kredit bank
mempunyai beberapa fungsi, antara lain : perjanjian kredit
39
Mariam Darul Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 28
42
berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit
merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya
perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
jaminan, dan perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk
melakukan monitoring kredit.40
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang
bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan
adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan
bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya
perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank
kepada nasabah debitor. 41 Perjanjian kredit disebut perjanjian riil
dikarenakan Pada saat penyerahan uangnya dilakukan, barulah
ketentuan yang tertuang dalam model perjanjian kredit bank
tersebut berlaku untuk kedua belah pihak.
Perjanjian kredit merupakan suatu perjanjian yang diadakan
antara Bank dengan calon kreditor untuk mendapatkan kredit dari
bank.42 Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang sangat penting
dalam rangka penyaluran kredit dari bank sebagai kreditor kepada
para debitornya. Perjanjian kredit merupakan perjanjian perjanjian
40
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia , PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 273
41 Hermansyah, Loc.cit. hal. 71
42 Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan
Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas
PemisahanHorisontal, Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 170
43
pokok yang keberadaannya tidak tergantung pada perjanjian-
perjanjian lainnya, jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian
utama apalagi kalau dikaitkan dengan keberadaan perjanjian
pemberian jaminan.
Perjanjian kredit seringkali merupakan suatu perjanjian baku.
Yang dimaksud perjanjian baku adalah perjanjian yang isinya
dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir, dan kelemahan
dari perjanjian baku ini ialah mengenai sifat, karena ditentukan
secara sepihak dan di dalamnya ditentukan sejumlah klausul yang
membebaskan kredit dari kewajibannya (eksonerasi klausul).
Setidak-tidaknya sementara peraturan tentang perjanjian baku ini
belum diterbitkan, maka perjanjian baku ini perlu diawasi
pemerintah.43
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada
umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard
contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam praktiknya
perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagi kreditor
sedangkan debitor hanya mempelajari dan memahaminya dengan
baik. Perjanjian yang demikian itu biasanya disebut perjanjian baku
(standard contract), dimana dalam perjanjian tersebut pihak debitor
hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada
kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar menawar.
43
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit. hal. 46
44
Apabila debitor menerima semua ketentuan dan persyaratan
yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban untuk
menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitor
menolak ia tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit
tersebut.44
Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang sangat
khusus baik oleh bank sebagai kreditor maupun oleh nasabah
sebagai debitor, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam pemberian, pegelolaan, dan
penatalaksanaan kredit tersebut.
3. Unsur-unsur Kredit.
Unsur-Unsur Kredit adalah sebagai berikut :45
a. Kepercayaan.
kepercayaan (trust) adalah sesuatu yang paling utama dari
unsur kredit yang harus ada karena tanpa ada rasa saling
percaya antara kreditor dan debitor, maka akan sangat sulit
terwujud suatu sinergi kerja yang baik. Karena dalam konsep
sekarang ini kreditor dan debitor adalah mitra bisnis.
b. Waktu.
waktu (time) adalah bagian yang paling sering dijadikan
kajian oleh pihak analis finance khususnya oleh analis kredit.
Ini dapat di mengerti karena bagi pihak kreditor, saat ia
44
Hermansyah, Op.cit. hal. 72
45 Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi, Op.cit, Hal. 7-8
45
menyerahkan uang kepada debitor maka juga harus di
perhitungkan juga saat pembayaran kembali yang akan
dilakukan oleh debitor itu sendiri, yaitu limit waktu yang
tersepakati dalam perjanjian yang telah ditandatangani
kedua belah pihak. Analisis waktu bagi pihak kreditor
menyangkut dengan analisis dalam bentuk calculation of
time value of money (hitungan ni lai waktu dari uang) yaitu
nilai uang pada saat sekarang adalah berbeda dengan ni lai
uang pada saat yang akan datang.
c. Risiko.
risiko disini menyangkut persoalan seperti degree of risk.
Disini yang paling dikaji adalah pada keadaan terburuk yaitu
pada saat timbulnya kredit macet. Ini menyangkut persolan
seperti lamanya waktu pemberian kredit yang menyebabkan
naiknya tingkat risiko yang timbul, karena para pebisnis
menginginnkan adanya ketepatan waktu dalam proses
pemberian kredit ini. Lamanya proses pemberian kredit ini
tidak terlepas dari berbagai masalah seperti menyangkut
dengan kajian dan analisis apakah kredit tersebut layak
diberikan dan ukuran kelayakannya sejauh mana untuk
pantas dicairkan. Jadi sisi kajian risiko disini menjadi bagian
yang paling penting untuk dikaji, sehingga dengan begitu
46
muncullah penempatan jaminan (colateral) dalam pemberian
kredit.
d. Prestasi.
Prestasi yang dimaksud disini adalah prestasi yang dimiliki
oleh kreditor untuk diberikan kepada debitor. Pada dasarnya
bentuk atau objek dari kredit itu sendiri adalah tidak selalu
dalam bentuk uang, tapi juga boleh dalam bentuk barang
dan jasa (good and service). Namun pada saat sekarang ini
pemberian kredit dalam bentuk uang adalah lebih dominan
terjadi dari pada bentuk barang. Maka bagi pihak kreditor
akan sangat menilai akan bagaimana tindakan yang
dilakukan oleh pihak debitor dalam usahanya atau
prestasinya mengelola kredit yang diberikan tersebut. Jadi
disini dikaji dari segi prestasi dan wanprestasi.
e. Adanya Kreditor.
kreditor yang dimaksud disini adalah pihak yang memiliki
uang (money), barang (goods), atau jasa (service) untuk
dipinjamkan kepada pihak lain, dengan harapan dari hasil
pinjaman itu akan diperoleh keuntungan dalam bentuk
interest (bunga) sebagai balas jasa dari uang, barang, atau
jasa yang telah dipinjam tersebut.
47
f. Adanya Debitor.
Debitor yang dimaksud di sini adalah pihak yang
memerlukan uang (money), barang (goods), atau jasa
(service) dan berkomitmen untuk mampu
mengembalikannya tepat sesuai dengan waktu yang
disepakati serta bersedia menanggung berbagai risiko jika
melakukan keterlambatan sesuai dengan ketentuan
administrasi dalam kesepakatan perjanjian yang tertera di
sana.
4. Jenis Kredit.
Bahwa berdasarkan jangka waktu dan penggunaannya,
kredit dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :46
a. Kredit investasi,
yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang
diberikan kepada debitor untuk membiayai barang-barang
modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi, perluasan
ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah
dan bangunan untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya
dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai
tersebut. Jadi, kredit investasi adalah kredit jangka
menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian
barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi,
46
Hermansyah, Op.cit. hal. 60-61
48
modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali
dan/atau pembuatan proyek baru.
b. Kredit Modal Kerja,
yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam
rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja
yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu
maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Dapat
juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai
modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang
diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan
sehari-hari.
c. Kredit Konsumsi,
yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang
diberikan kepada debitor untuk membiayai barang-barang
kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah
tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan
nasabah debitor yang bersangkutan. Dengan perkataan lain,
kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan
nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi
biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau
barang konsumsi barang tahan lama lainnya.
49
Sedangkan Jenis kredit berdasarkan kualitas yaitu :47
Kajian kelancaran kredit bagi pihak perbankan
memposisikan kredit tersebut berdasarkan pada kualitas kredit.
Sehingga secara umum ada dua jenis kredit berdasarkan kualitas,
yaitu:
a. Kredit Performing.
Performing credit atau kredit performing ini dikategorikan
pada dua kualitas, yaitu pertama adalah kredit dengan
kualitas lancar dan kedua adalah kredit dengan kualitas
yang harus mendapat perhatian khusus.
b. Kredit Nonperforming.
Nonperforming credit ini adalah kredit yang dikategorikan
dalam tiga kualitas, yaitu pertama adalah kredit dengan
kualitas kurang lancar, kedua adalah kredit dengan kualitas
yang diragukan, dan ketiga adalah kredit macet atau yang
biasa disebut dengan bad debt.
5. Prinsip-Prinsip Kredit Bank.
Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang
diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam setiap
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
harus memperhatikan asas-asas prekreditan atau pembiayaan
berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, sebelum memberikan
47
Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi, Op.cit, hal. 11-12
50
kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap berbagai aspek
berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan yang
mesti dini lai oleh bank sebelum memberikan kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah watak,
kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah
debitor, yang kemudian dikenal dengan sebutan “the five C of credit
analysis” atau prinsip 5 C‟s.
Pada sasarannya konsep 5 C‟s ini akan memberikan
informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan
membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali
pinjaman beserta bunganya.48
a. Penilaian watak (character).
Penilaian watak atau kepribadian calon debitor
dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik
calon debitor untuk melunasi atau mengembalikan
pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank
dikemudian hari. Hal ini dapat diperoleh terutama didasarkan
kepada hubungan yang telah terjalin antara bank dan calon
(debitor) atau informasi yang diperoleh dari pihak lain yang
mengetahui moral, kepribadian dan peri laku calon debitor
dalam kehidupan kesehariannya.
48
Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta, hal. 99
51
b. Penilaian kemampuan (capacity).
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitor
dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya,
sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya
dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon
debitornya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi
atau mengembalikan pinjamannya.
Jika kemampuan bisnisnya kecil, tentu tidak layak
diberikan kredit dalam skala besar. Demikian juga jika trend
bisnisnya atau kinerja bisnisnya menurun, maka kredit juga
semestinya tidak diberikan. Kecuali jika penurunan itu
karena kekurangan biaya sehingga dapat diantisipasi
dengan tambahan biaya lewat peluncuran kredit, maka trend
atau kinerja bisnisnya tersebut dipastikan akan semakin
membaik.
c. Penilaian terhadap modal.
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi
keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang
akan datang, sehingga dapat diketahui kemampuan
permodalan calon debitor dalam menunjang pembiayaan
proyek atau usaha calon debitor yang bersangkutan.
Dalam praktik selama ini bank jarang sekali
memberikan kredit untuk membiayai seluruh dana yang
52
diperlukan nasabah. Nasabah wajib menyediakan modal
sendiri, sedangkan kekurangannya itu dapat dibiayai dengan
kredit bank. Jadi bank fungsinya adalah menyediakan
tambahan modal, dan biasanya lebih sedikit dari pokoknya.
d. Penilaian terhadap agunan (collateral).
Untuk menanggung pembayaran kredit macet, calon
debitor umumnya wajib menyediakan jaminan berupa
agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang
nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan
yang diberikan kepadanya. Untuk itu sudah seharusnya
bank wajib meminta agunan tambahan dengan maksud jika
calon debitor tidak dapat melunasi kreditnya, maka agunan
tambahan tersebut dapat dicairkan guna menutupi
pelunasan atau pengembalian kredit atau pembiayaan yang
tersisa.
e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitor
(condition of economy).
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam
dan di luar negeri baik masa lalu maupun yang akan datang,
sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau
usaha calon debitor yang dibiayai bank dapat diketahui.
Selain memperhatikan hal-hal diatas, bank harus pula
mengetahui mengenai tujuan penggunaan kredit dan
53
rencana pengembangan kreditnya serta urgensi dari kredit
yang diminta.
C. Tinjauan Umum Hukum Waris.
1. Pengertian Hukum Waris.
Pengertian waris timbul karena adanya kematian yang
terjadi pada anggota keluarga, misalnya ayah, ibu atau anak
apabila orang yang meninggal itu mempunyai harta kekayaan.
Menurut Efendi Perangin-angin, Hukum Waris adalah hukum
yang mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan
seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli
warisnya.49
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris adalah soal apakah
dan bagaimanakah berbagai hak dan kewajiban atas harta
kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih
kepada orang lain yang masih hidup. Jadi Hukum Waris pada
hakekatnya adalah untuk mengatur pembagian harta warisan
kepada para ahli waris, agar tidak terjadi perselisihan ketika harta
warisan dibagikan.50
49 Effendi Perangin-angin, 2011, Hukum Waris, PT. Raja Grafindo, Jakarta, hal.
3
50
R. Prodjodikoro, Wiryono, 1983, Hukum Warisan di Indonesia , (Bandung:
Sumur Bandung), hal. 13
54
Menurut Para Sarjana, Hukum Waris pada pokoknya adalah
peraturan yang mengatur perpindahan kekayaan seseorang yang
meninggal dunia kepada satu atau beberapa orang lain.51
Peristiwa kematian yang menjadi penyebab timbulnya
pewarisan kepada ahli waris. Obyek waris adalah harta yang
ditinggalkan oleh almarhum. Jika dirumuskan, maka Hukum Waris
adalah peristiwa hukum yang mengatur tentang beralihnya warisan
dari peristiwa karena kematian kepada ahli waris atau orang yang
ditunjuk.52
Pengertian dari Pewaris ialah orang yang meningal dunia
yang meninggalkan harta kekayaan.53
Sedangkan Ahli Waris menurut kamus lengkap Bahasa
Indonesia ialah anggota keluarga yang berhak menerima warisan
orang yang meninggal dunia.54
51 J. Satrio, Hukum Waris, 1992, Bandung: Alumni, hal. 8
52
Abdul Kadir Muhammad, 1993, Hukum Perdata Indonesia , Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 266-267.
53
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, 2010, Hukum Kewarisan Perdata
Barat, Pewarisan Menurut Undang-undang, Kencana Renada Media Group, Jakarta,
hal. 10
54
M.B.Ali dan T.Deli, 2000, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia , Ganeca
Grafic, Bandung, hal. 486
55
2. Sistem Hukum Waris.
Di Indonesia terdapat 3 sistem hukum waris yang berlaku, yakni:55
a. Sistem Hukum Waris Perdata Barat, yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, disebut “Waris
Barat”, dan berlaku untuk golongan keturunan Tionghoa dan
Timur Asing. Bahkan, terkadang juga diberlakukan bagi para
ahli waris pribumi yang beragama selain Islam yang memilih
perhitungan menurut Waris Barat dengan alasan
perhitungannya yang simpel.
Adapun dasar Hukum Waris adalah sebagaimana yang
dirumuskan dalam Pasal 830 KUHPerdata, yaitu :
“ Pewarisan hanya berlangsung karena kematian “
Jadi harta peninggalan atau warisan baru terbuka kalau si
pewaris sudah meninggal dunia dan si ahli waris masih
hidup ketika harta warisan terbuka.
Apabila warisan telah terbuka maka ahli waris harus
menentukan sikap yaitu:56
1) Sikap menerima secara keseluruhan. Waris
menerima warisan termasuk hutang piutangnya
pewaris.
55 Irma Devita Purnamasari, 2012, Kiat-kiat Cerda s, Mudah dan Bijak
Memahami Masalah Hukum Waris, Kaifa PT Mizan Pustaka, Bandung. Hal. 18-19
56
Subekti R, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata , PT. Intermasa, Jakarta. hal.
107
56
2) Sikap menerima dengan syarat. Waris menerima
warisan secara terperinci dan hutang piutang akan
dibayar oleh waris sesuai warisan yang didapatnya.
3) Sikap menolak. Waris menolak mendapat warisan
karena dia tidak tahu sama sekali tentang pengurusan
harta waris.
Setiap ahli waris tidak diwajibkan menerima
warisan, Berdasarkan Pasal 1045 KUHPerdata
disebutkan bahwa:
“Tiada seorang pun diwajibkan menerima suatu
warisan yang jatuh padanya.”
Ahli waris dapat menolak warisan yang terbuka
baginya. Tujuan dari penolakan itu bisa jadi untuk
menghindarkan peralihan hak dan kewajiban tersebut.
Berdasarkan Pasal 1058 KUHPerdata
disebutkan bahwa:
"Si waris yang menolak warisannya, dianggap tidak
pernah menjadi waris.”
Sedangkan Pasal 1057 KUHPerdata disebutkan
bahwa :
“Menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas,
dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang
57
dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang
dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu.”
Artinya penolakan warisan harus datang
menghadap Panitera Pengadilan Negeri setempat,
lalu menyatakan keinginannya dan Panitera membuat
Akta penolakan. Apabila si penolak warisan tidak
datang sendiri, ia boleh menguasakan penolakan itu
kepada orang lain. Akan tetapi surat surat kuasa itu
haruslah Notariil.
Pada prinsipnya dalam KUHPerdata menyatakan
bahwa yang diwarisi oleh ahli waris itu tidak hanya berupa
hak atau bagian warisan, tetapi juga kewajiban (utang-utang)
yang ditinggalkan oleh pewaris.
b. Sistem Hukum Waris Islam, yang berlaku bagi Warga
Negara Indonesia yang beragama Islam.
Pada hukum waris islam, yang berhak mewaris
berdasarkan Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 Huruf (c),
yaitu mereka yang :
1) Mempunyai hubungan darah dengan pewaris,
2) Mempunyai hubungan perkawinan (dengan pewaris),
3) Beragama Islam,
4) Tidak dilarang Undang-undang selaku Ahli Waris
58
c. Sistem Hukum Waris Adat, yang diatur berdasarkam hukum
adat pada masing-masing daerah. Berlaku bagi masyarakat
pribumi yang berdiam dan menundukkan diri di wilayah
hukum adat tersebut.
Dalam hukum waris masyarakat adat di Indonesia
terdapat 3 corak sistem kekeluargaan waris adat, yaitu:57
1) Sistem Patrilineal/Sifat Ke Bapakan.
Sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
pihak nenek moyang laki-laki. Di dalam sistem ini
kedudukan dan pengaruh pihak laki-laki dalam hukum
waris sangat menonjol.
2) Sistem Matrilineal /Sifat Ke Ibu-an.
Sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
pihak nenek moyang perempuan, di dalam sistem
kekeluargaan ini, pihak laki-laki tidak menjadi pewaris
untuk anak-anaknya, karena anak-anak mereka
merupakan bagian dari keluarga ibunya, sedangkan
ayahnya masih merupakan anggota dari keluarganya
sendiri.
57 Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia , Armico, Bandung,
hal. 49.
59
3) Sistem Bilateral/ Parental ( Sifat Kebapakan/ Ke Ibu-
an).
Sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
dari dua sisi, yaitu dari pihak bapak dan pihak ibu. Di
dalam sistem ini kedudukan anak laki-laki dan
perempuan dalam hukum waris adalah sama dan
sejajar, artinya baik anak laki-laki dan anak
perempuan dalam hukum waris adalah sama dan
sejajar, keduanya merupakan ahli waris dari harta
peninggalan orang tua mereka.
Berdasarkan ke 3 corak sistem hukum waris yang ada di
Indonesia, khususnya pada Masyarakat Waingapu, Sumba Timur
menggunakan sistem hukum waris adat.
D. Kerangka Teori.
Dalam suatu perjanjian Hukum perjanjian menganut sistem
terbuka, yang artinya hukum perjanjian memberikan kebebasan seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa
saja yang diinginkan para pihak asal tidak bertentangan dengan Undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Para pihak yang mengadakan perjanjian diberi kebebasan untuk
menentukan isi dari perjanjian sehingga memungkinkan orang dapat
membuat mengenai perjanjian apapun baik perjanjian yang sudah ada
Berdasarkan Undang-Undang.
60
Teori-teori yang digunakan dalam penyelesaian perjanjian kredit :
1. Teori Perjanjian.
Untuk tercapai kata sepakat, para pihak harus mempunyai
kemauan dan harus dinyatakan. Dalam hal ini terdapat 4 (empat) teori
yaitu :58
a. Teori kehendak (Wilstheorie).
Menurut teori kehendak, perjanjian itu terjadi apabila ada
persesuaian antara kehendak dan pernyataan. Apabila terjadi
ketidakwajaran, kehendaklah yang menyebabkan terjadinya
perjanjian.
b. Teori pernyataan (Uitingstheorie).
Menurut teori pernyataan, kesepakatan terjadi pada saat pihak
yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima
penawaran itu. Jadi dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada
saat baru menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima,
kesepakan sudah terjadi.
c. Teori kepercayaan (Vertrouwenstheorie).
Menurut teori ini tidak setiap pernyataan menimbulkan
perjanjian, tetapi pernyataan yang menimbulkan kepercayaan
saja yang menimbulkan perjanjian. Kepercayaan dalam arti
bahwa pernyataan itu benar-benar dikehendaki.
58
H.Salim, 2012, Perkembangan Teory dalam Ilmu Hukum , PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta, hal. 46
61
d. Teori Penciptaan Bahaya (Gevaarzetting theorie).
Jika ada Perbedaan antara kehendak dan yang dinyatakan,
maka yang menciptakan keadaan tersebut yang
bertanggungjawab teori ini juga dianggap kurang adil.
Perjanjian antara kreditor dan debitor dengan jangka waktu kredit
yang telah disepakati antara kedua belah pihak, dengan adanya jangka
waktu kredit yang cukup lama sehingga menimbulkan berbagai masalah
bagi debitornya, yaitu biasanya masalah keuangan dari pihak debitor jika
terjadinya wanprestasi.
Wanprestasi yang mungkin dilakukan oleh salah satu pihak yang
mengadakan perjanjian ada 4 (empat) macam yaitu :59
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
3. Terlambat memenuhi prestasi;
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.
Suatu perjanjian kredit yang dilakukan antara pihak kreditor dalam
hal ini bank sebagai pemberi fasilitas kredit dan debitor sebagai pihak
peminjam atau penerima kredit diperlukan suatu perjanjian tertulis untuk
meminimalkan risiko yang terjadi. Dalam praktik bank ada 2 (dua) bentuk
perjanjian kredit yakni Perjanjin kredit yang dibuat di bawah tangan dan
Perjanjian kredit yang dibuat dihadapan notaris yang dimanakan Akta
otentik atau Akta notariil.
59
Ahmadi Miru, Op.cit, hal. 74
62
Dalam hal Perjanjian kredit di bawah tangan atau Akta di bawah
tangan yaitu perjanjian kredit hanya dibuat di antara para pihak yaitu bank
dan debitor tanpa di hadapan notaris. Sedangkan Perjanjian kredit yang
dibuat oleh dan di hadapan notaris (Akta autentik) yaitu perjanjian kredit
yang dibuat oleh bank dengan debitor dihadapan notaris yang dalam
praktik semua syarat dan ketentuan perjanjian disiapkan oleh bank
kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam bentuk Akta
notariil.60
Dalam ketentuan Pasal 9 dan Pasal 4 huruf b Undang-Undang
Perbankan secara tegas ditentukan bahwa yang memberikan kredit
adalah bank, baik bank umum maupun bank perkreditan rakyat. Dalam
suatu pemberian kredit, bank atau pihak pemberi selalu berharap agar
debitor dapat memenuhi kewajibannya untuk melunasi tepat pada
waktunya terhadap kredit yang sudah diterimanya. Dalam praktik, tidak
semua kredit yang sudah dikeluarkan oleh bank dapat berjalan dan
berakhir dengan lancar. Tidak sedikit pula terjadinya kredit bermasalah
disebabkan oleh debitor tidak dapat melunasi kreditnya tepat pada
waktunya (Wansprestasi) sebagaimana yang telah disepakati dalam
Perjanjian Kredit antara pihak debitor dan perusahaan perbankan.
Untuk menghindari risiko akibat wansprestasi yang dilakukan oleh
debitor maka dalam pemberian kredit, pihak bank harus melakukan
penilaian prinsip 5 C atau “the five C of credit analysis” yang Berdasarkan
60
Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 27
63
penjelasan Pasal 8 Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Undang-Undang
Perbankan.
2. Teori ultilitarian.
Menurut teory Jeremy Bentham, bahwa hukum bertujuan semata-
mata apa yang berfaedah bagi orang banyak. Pendapat ini dititikberatkan
pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umun tanpa
memperhatikan soal keadilan.61 sehingga tujuan hukum dari teory ini ialah
untuk memberikan faedah sebanyak-banyaknya, jika dikaitkan dengan
pemberian kredit oleh bank maka dapat diartikan bahwa pemberian kredit
yang dilakukan oleh bank berati dapat menberikan manfaat kebahagian
untuk meningkatkan taraf hidup perekonomian bagi masyarakat
Waingapu, Sumba Timur, NTT.
61
H.Salim, Op.cit. hal. 46
64
E. Kerangka Pemikiran.
Prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit oleh Bank
kepada debitur.
- Prinsip 5C
a. Character,
b. Capacity,
c. Capital,
d. Collateral,
e. Condition of Economy.
Upaya Penyelesaian Hukum jika
terjadi Wanprestasi apabila
Debitur telah meninggal dunia.
- Restruturisasi.
- Somasi.
- Lelang.
Penyelesaian Perjanjian Kredit Macet Akibat Wanprestasi
Debitur
Prinsip kehati-hatian Perjanjian Kredit.
Upaya – upaya penyelesaian Kredit Macet.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- UU RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
- Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/26/PBI/2006 tanggal 8
Nopember 2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat, LNRI No. 87
Tahun 2006.
- Surat Edaran Bank Rakyat Indonesia, Nose : S.4 – DIR / HKM
/03/2007. Tentang Legal Manual Bidang Kredit
- Surat Edaran Bank Indonesia, No.14/ 26 /DKBU Tanggal 19
September 2012, Perihal : Pedoman Kebijakan dan Prosedur
Perkreditan Bagi Bank Perkreditan Rakyat.
65
F. Definisi Oprasional
Pentingnya definisi oprasional adalah untuk menghindari
perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (Dubius) dari suatu istilah
yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan
kepada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi oprasional
sebagai berikut :
1. Kredit Berdasarkan Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Pasal 1 angka (2)
tentang Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
2. Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
3. Wanprestasi berdasarkan Pasal 1238 KUHPerdata ialah Debitor
dinyatakan lalai dengan surat perintah atau dengan Akta sejenis itu
atau dengan berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila
perikatan ini mengakibatkan Debitor harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan.
66
4. Pewaris ialah orang yang meningal dunia yang meninggalkan harta
kekayaan.
5. Ahli Waris menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia ialah anggota
keluarga yang berhak menerima warisan orang yang meninggal
dunia.
67
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian tesis ini adalah
penelitian hukum Empiris, yakni sebuah metode penelitian hukum yang
berupaya untuk melihat hukum dalam artian yang nyata atau dapat
dikatakan melihat, meneliti bagaimana bekerjanya hukum di masyarakat
yang berhubungan dengan Bagaimana Penyelesaian Hukum Wanprestasi
Debitor Dalam Perjanjian Kredit Bank Rakyat Indonesia Cabang
Waingapu, serta Bagaimana Prosedur pemberian kredit pada Bank
Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT.
Pendekatan sosiologis disini adalah suatu landasan kajian sebuah
studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat,
yang ada kaitannya dengan penyelesaian perjanjian kredit macet akibat
wanprestasi yang dilakukan oleh debitor.
Sedangkan Pendekatan kasus adalah alasan-alasan hukum yang
digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya. dalam hal yang
menyangkut Bagaimana Penyelesaian Hukum Wanprestasi Debitor Dalam
Perjanjian Kredit Bank Rakyat Indonesia Cabang Sumba Timur, serta
Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam
perjanjian Kredit Tersebut.
68
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka
metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Perundang-
undangan, pendekatan sosiologis dan pendekatan kasus. Pendekatan
perundang-undangan, yaitu memahami hierarki, dan asas-asas dalam
peraturan perundang-undangan serta menjadi referensi dalam
memecahkan isu hukum yang diajukan.62
B. Populasi dan Sampel.
Populasi adalah seluruh obyek atau seluruh individu atau seluruh
gejala atau kejadian atau seluruh unit yang diteliti.63 Dalam penelitian ini,
populasi yang diteliti adalah kegiatan penyelesaian kredit macet akibat
wanprestasi debitor pada BRI Cabang Waingapu.
Penentuan sampel dilakukan berdasarkan Purposive Sampling,
yaitu penarikan sampel bertujuan yang dilakukan dengan cara mengambil
subyek berdasarkan pada tujuan tertentu. Selanjutnya setelah ditemukan
sampel yang dijadikan objek penelitian, maka untuk memberikan data
mengenai sampel tersebut diambil 2 (dua) orang dari BRI Cabang
Waingapu, 1 (satu) Asuransi dan 1 (satu) Ahli Waris.
C. Sumber Data.
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang
didukung dengan penelitian lapangan, sebagai berikut :
62
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, hal. 96
63 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 172.
69
1. Studi kepustakaan, yaitu menghimpun data dengan melakukan
penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang
meliputi:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat. Yakni : Norma atau kaidah dasar, yaitu
Pembukaan UUD 1945, KUHPerdata, UURI No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UURI No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia
Nomor : 8/26/PBI/2006 tanggal 8 Nopember 2006
tentang Bank Perkreditan Rakyat, LNRI No. 87 Tahun
2006.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer,
seperti buku-buku ilmiah bersumber pada buku-buku
yang berisi teori atau pendapat para ahli hukum yang
berhubungan dengan penelitian ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk dan penjelasan berupa kamus
hukum, kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa Inggris,
kamus bahasa Belanda dan artikel-artikel lainnya yang
bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan
hukum sekunder.
70
2. Studi lapangan, yaitu untuk mendapatkan data yang terkait
dengan penyelesaian perjanjian kredit macet akibat wanprestasi
yang dilakukan oleh debitor dengan melakukan wawancara
dengan memberikan pertanyaan yang telah disusun peneliti
terlebih dahulu kepada para responden. Respondennya ialah 2
(dua) orang dari BRI Cabang Waingapu, 1 (satu) Asuransi dan
1 (satu) Ahli Waris.
D. Tehnik Pengumpulan Data.
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna melengkapi
penelitian yang dilakukan, maka penulis mempergunakan teknik
pengumpulan data yang terbagi atas :
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu pengumpulan data, dengan
mengadakan wawancara ini dilakukan dengan pihak Bank Rakyat
Indonesia cabang waingapu.
Dalam wawancara ini penulis menggunakan sistem bebas
terpimpin yaitu metode pengumpulan data melalui wawancara
dengan menggunakan catatan-catatan pokok.
b. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji
dan menganalisis isi serta mempelajari buku-buku kepustakaan
seperti literatur, perturan perundang-undangan, dokumen serta
tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
71
E. Analisa Data.
Metode analisis data yang digunakan adalah meggunakan metode
kualitatif yaitu analisis yang memadukan data berupa hasil pengamatan,
wawancara, bahan tertulis berupa Undang-Undang, dokumen, buku-buku
dan lain-lain yang kemudian dianalisis secara kualitatif yang akan
memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai permasalahan yang
diteliti, mencari pemecahan dan menarik kesimpulan, maka dapat
diperoleh suatu hasil yang menggambarkan permasalahan yang diteliti.
72
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Gambaran Umun Perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia.
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, merupakan salah satu
bank terbesar dan tertua di Indonesia dirintis dan didirikan di Purwekerto
oleh Raden Aria Wiriatmaja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en
Spaarbank der Indlandsche Hoofden, yang pada awalnya adalah lembaga
yang mengelola dana kas masjid untuk disalurkan kepada masyarakat
dengan skema sangat sederhana.
Pada 16 desember 1895 secara resmi dibentuk Hulpen Spaarbank
der Indlandshe Bestuurs Ambtenareen yang kemudian dikenal sebagai
“Bank Perkreditan Rakyat” yang pertama di Indonesia. Kemudian
mengalami beberapa kali perubahan nama, seperti pada tahun 1897
berganti nama menjadi De Poerwokertosche Hulp Spaar-en Landbouw
Credietbank (Volksbank) atau dikenal dengan “Bank Rakjat”, pada tahun
1912 menjadi Centrale Kas Voor Volkscredietwezen Algemene, dan pada
1934 menjadi Algemene Volkscredietbank (AVB). Pada masa pendudukan
Jepang di tahun 1942, AVB berubah menjadi Syomin Ginko. 64
Tanggal 22 Februari 1946, Pemerintah Indonesia mengubah
lembaga ini menjadi Bank Rakjat Indonesia (BRI) berdasarkan Peraturan
64
Bank Rakyat Indonesia Tersebar dan Terbesar, Hal. 1
73
Pemerintah No. 1 tahun 1946 dan BRI menjadi bank pertama yang dimiliki
Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1960, Pemerintah sempat
mengubah nama BRI menjadi Koperasi Tani dan Nelajan (BKTN) yang
merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani dan Nelajan (BTN) dan
Nedrlandsche Handels Maatschapij (NHM).
Tahun 1965 diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama
Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelajan (BIUKTN) dan Bank
Negara Indonesia Unit II Bidang Ekspor-Impor. Berdasarkan Undang-
Undang No. 21 Tahun 1968, Pemerintah menetapkan kembali nama Bank
Rakyat Indonesia sebagai Bank Umum.
Ditengah-tengah semakin ketatnya persaingan dan peningkatan
profesionalisme di antara perbankan serta penerapan prinsip kehati-
hatian, lahirlah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
tertanggal 25 Maret 1992 dan telah diubah dengan Undang-Undang RI
No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang menegaskan dan meletakkan dasar bagi bisnis
perbakan di Indonesia.
Sebelum perubahan Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun
1992 menjadi Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998, bank-bank
pemerintah termasuk BRI mulai mempersiapkan diri guna menyesuaikan
bentuk badan hukumnya menjadi perusahaan yang berstatus sebagai PT.
(persero). Pada tanggal 3 Oktober 2003 berdasarkan akta No. 6 Tanggal
3 Oktober 2003 status BRI berubah menjadi perusahaan Perseroan
74
Terbatas Terbuka, sehingga untuk selanjutnya ”PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero)” berubah menjadi ” PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk”.
Meskipun BRI telah berubah statusnya menjadi PT. (persero), Undang-
Undang RI No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan tidak secara spesifik
menyebutkan suatu fungsi khusus untuk BRI. Oleh karena itu walaupun
berstatus sebagai bank umum, BRI tidak meninggalkan tugasnya dalam
menjalankan misi sebagai agen pembangunan pemerintah. BRI masih
tetap melakukan secara konsisten pengembangan sektor perekonomian
tertentu seperti koperasi, golongan sektor ekonomi lemah, pengusaha
kecil, pinjaman pada para pensiun, dan mereka yang berpenghasilan
tetap yang kesemuanya itu bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
orang banyak.
Adapun Visi dari BRI adalah sebagi berikut :65
“Menjadi Bank Komersial Terkemuka yang Selalu Mengutamakan
Kepuasan Nasabah”
Sementara itu Misi dari BRI adalah :
1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan
mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro dan menengah
untuk menunjang perekonomian rakyat.
2. Memberikan layanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja
yang tersebar luas dengan didukung oleh sumber daya manusia
yang professional.
65
Bank Rakyat Indonesia Tersebar dan Terbesar, Op.cit. hal 3-4
75
3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
Berdasarkan dari visi dan misi BRI, maka BRI telah memiliki tujuan
yang jelas, khususnya dibidang kredit, yaitu menjadi Bank Komersial
dengan menitikberatkan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah. Hal
ini ditunjukkan dengan 80 persen dari jumlah kredit yang disalurkan oleh
Bank BRI mengutamakan kepuasan nasabah dengan memberikan
pelayanan yang prima melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan
mengembangkan dukungan teknologi perbankan yang canggih.
Selain visi dan misi serta tujuan BRI, BRI juga memiliki sasaran jangka
panjang, yaitu :66
1. Menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam
asset dan keuntungan.
2. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha
mikro, kecil, dan menengah.
3. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan
agribisnis.
4. Menjadi bank go public terbaik.
5. Menjadi bank yang melaksanakan Good Corporate secara
konsisten.
Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan guna memberikan
kepuasan kepada nasabah dan masih dalam pembinaan sumber daya
66
Bank Rakyat Indonesia Tersebar dan Terbesar, Op.cit. hal 8
76
manusia, bagi para pegawai BRI dicanangkan program pembinaan yang
mengarah pada perubahan sikap dan budaya kerja. Sikap dan budaya
kerja tersebut adalah budaya kerja „terampil‟ yang pelaksanaannya
diwajibkan sejak tanggal 17 Agustus 1991.
Budaya „terampil‟ tersebut meliputi :67
1. Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan taat melaksanakan
perintah-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, selalu jujur dan ikhlas.
2. Ramah dalam memberikan pelayanan kepada nasabah dengan
senyum serta penampilan budi bahasa yang baik.
3. Andal dalam berbisnis, berorientasi pasar dengan sikap sadar
biaya, semangat bersaing yang tinggi dan bekerja dengan efisien.
4. Mandiri dalam bertugas dan penuh percaya diri, aktif kreatif serta
disiplin dan bertanggungjawab.
5. Piawai dalam bekerja dengan menguasai bidang pekerjaannya dan
selalu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
6. Idealis dalam bereaksi dibidang system kerja dan produk dengan
rasa memiliki perusahaan, bekerja terencana dan menghargai
waktu serta memiliki semangat bekerjasama.
7. Luas dalam wawasan dan tanggap terhadap sekap perkembangan
situasi.
67
Bank Rakyat Indonesia Tersebar dan Terbesar, Op.cit. hal.10
77
Serta pegawai BRI harus memiliki lima semangat kerja, yaitu:68
1. Integritas.
Kami Bankir yang dapat dipercaya. Karena itu kami harus
bertaqwa, penuh dedikasi, jujur, selalu menjaga kehormatan dan
nama baik, serta taat pada kode etik perbankan dan peraturan
yang berlaku.
2. Profesionalisme.
Kami Bankir handal dan prudent. Karena itu kami harus
bertanggungjawab, efektif, efisien, disiplin, dan berorientasi ke
masa depan dalam mengantisipasi perkembangan, tantangan dan
kesempatan.
3. Kepuasan Nasabah.
Kami yakin keberhasilan BRI sangat dipengaruhi oleh kepuasan
nasabah. Karena itu kami harus memenuhi kebutuhan dan
memuaskan nasabah dengan memberikan pelayanan yang terbaik,
dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan, dengan
dukungan SDM yang trampil, ramah, senang melayani dan
didukung teknologi unggul.
4. Keteladanan.
Kami sebagai panutan yang konsisten bertindak adil, bersikap
tegas dan berjiwa besar. Karena itu kami tidak memberikan
68
Ibid, hal.11
78
toleransi terhadap tindakantindakan yang tidak memberikan
keteladanan.
5. Penghargaan Kepada Sumber Daya Manusia (SDM).
Kami menghargai SDM sebagai asset utama perusahaan. Karena
itu, kami selalu merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan
SDM yang berkualitas; kami memperlakukan pegawai berdasarkan
kepercayaan, keterbukaan, keadilan, dan saling menghargai
sebagai bagian dari perusahaan dan mengembangkan sikap
kerjasama dan kemitraan; kami memberikan penghargaan
berdasarkan hasil kerja individu dan kerjasama tim yang
menciptakan sinergi untuk kepentingan perusahaan.
Manfaat Struktur Organisasi adalah untuk mempermudah proses
pencapaian tujuan dari suatu lembaga, dalam hal ini Bank atau
Perusahaan pada umumnya dan PT. Bank Indonesia (BRI) Cabang
Waingapu, Sumba Timur, NTT pada khususnya.
Dengan adanya struktur organisasi ini dapat diketahui asal
kesalahan atau penyimpangan di dalam suatu proses kegiatan. Selain itu
juga dengan adanya struktur organisasi ini dapat memberikan ketegasan
dalam hal batas wewenang dan tanggung jawab kepada masing-masing
pejabat atau orang yang akan ditugaskan, maka mereka akan dapat
menjalankan tugasnya dengan baik. Bentuk struktur organisasi pada PT.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT saat
ini terdiri dari : (Daftar Tabel Terlampir).
79
Di tengah persaingan industri perbankan yang semakin ketat, PT.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT
Sebagai Bank Transaksional terus menerus memperluas ragam
produknya dengan menawarkan rangkaian jasa yang sangat beragam
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik para nasabahnya. Adapun
produk dan jasa dari BRI antara lain:69
1. Produk Simpanan.
a. Deposito Berjangka.
Deposito merupakan simpanan berjangka, terdiri dari :
1) DepoBRI Rupiah.
DepoBRI Rupiah adalah simpanan berjangka dalam
mata uang rupiah yang dikeluarkan oleh Bank Rakyat
Indonesia, dimana penarikannya hanya dapat dilakukan
dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan
(1,2,3,6,12,18 dan 24 bulan). Deposito Rupiah minimum
Rp 2.500.000.
2) DepoBRI Valas.
DepoBRI Valas adalah simpanan berjangka dalam mata
uang Asing yang dikeluarkan oleh Bank Rakyat
Indonesia, dimana penarikannya hanya dapat dilakukan
dalam jangka waktu tertentu yang telah diperjanjikan
69 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Komang Fery Hermawan, Acount
Officer PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT. Tanggal 7
Maret 2013.
80
(1,2,3,6,12,18 dan 24 bulan). Minimal Deposito Valas
saat pembukuan adalah US $ 1,000.
3) Deposito On Call (DOC).
DOC adalah simpanan (deposito) atas nama Bank (atau
pihak III bukan Bank) yang penarikannya dapat
dilaksanakan dengan syarat pemberitahuan sebelumnya.
Jangka waktu 7 (tujuh) hari, dan maksimal 1 (satu) bulan
kurang 1 (satu) hari. Minimal penempatan DOC adalah
Rp 500.000.000.
b. Giro.
Giro merupakan rekening simpanan pihak ketiga, terdiri dari:
1) GiroBRI Rupiah.
Rekening GiroBRI adalah rekening simpanan pihak
ketiga yang penyetoran dan penarikannya dapat
dilakukan diseluruh kantor cabang dengan
mempergunakan cek, bilyet giro, tanda setoran, slip
penarikan, surat perintah pembayaran lainnya atau
dengan cara perintah pemindahan bukuan (over
booking). GiroBRI Rupiah minimum Rp 1.000.000.
2) GiroBRI Valas.
Rekening giro valuta asing adalah rekening simpanan
pihak ketiga dalam mata uang asing yang penyetoran
dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
81
menggunakan tanda setoran, slip penarikan, surat
perintah pembayaran lainnya atau dengan cara perintah
pemindahan bukuan. GiroBRI Valas minimum adalah US
$ 1,00.
c. Tabungan.
Produk Tabungan terdiri dari :
1) BritAma.
Britama adalah produk tabungan pihak ketiga dalam
mata uang rupiah yang penyetoran dan pengambilannya
tidak dibatasi baik frekwensi maupun jumlahnya
sepanjang memenuhi ketentuan. Setoran pertama
Britama sebesar Rp 200.000 sedangkan setoran
selanjutnya minimal Rp 10.000. Saldo terendah yang
harus tersisa setiap transaksi minimal sebesar Rp
50.000.
2) Simpedes.
Simpedes merupakan simpanan masyarakat dalam
bentuk tabungan yang dilayani di BRI Unit, yang
penyetorannya dapat dilakukan setiap saat dan frekwensi
serta jumlah pengambilan tidak dibatasi sepanjang
saldonya cukup. Setoran pertama Simpedes sebesar Rp
200.000 sedangkan setoran selanjutnya minimal Rp
82
10.000. Saldo terendah yang harus tersisa setiap
transaksi minimal sebesar Rp 50.000.
3) Simaskot.
Simaskot adalah simpanan masyarakat di BRI Unit
pelaksana Simaskot, yang pengambilan maupun
penyetorannya tidak dibatasi dalam jumlah maupun
frekwensi sepanjang saldonya mencukupi. Setoran
pertama Simaskot Rp 200.000 sedangkan setoran
selanjutnya minimal Rp 10.000. Saldo terendah yang
harus tersisa setiap transaksi minimal sebesar Rp
50.000.
4) Tabungan Haji.
Tabungan Haji adalah tabungan yang dipergunakan
sebagai sarana yang dipergunakan sebagai sarana untuk
mendapatkan kepastian porsi untuk berangkat
menunaikan ibadah haji sesuai keinginan nasabah.
Setoran pertama Tabungan Haji Rp 200.000.
2. Produk Pinjaman.
a. Kredit Mikro.
1) Kupedes.
2) Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro.
b. Kredit Ritel.
1) Kredit Usaha Modal Kerja.
83
2) Kredit Briguna.
3) Kredit Investasi.
4) Kredit Express.
5) Kredit Konstruksi dalam Rangka BO1.
6) Kredit PPTKI.
7) Kredit Waralaba.
8) Kredit Resi Gudang.
9) Kredit SPBU.
10) Kredit BTS.
11) Bank Garansi.
c. Kredit Konsumer.
1) Kartu Kredit.
2) Kredit Kepemilikan Rumah (KPR).
3) Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
4) Kredit Muliti Guna (KMG).
d. Menengah & Korporasi.
1) Kredit Modal Kerja (KMK).
2) Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE).
3) Kredit Investasi (KI).
4) Kredit Modal Kerja Impor (KMKI).
5) Kredit Modal Konstruksi (KMK-K).
6) Penangguhan Jaminan Impor (PJI).
7) Standby LC (SBLC).
84
8) Bank Garansi (BG).
9) Kredit Infrastruktur.
10) Pinjaman Sindikasi.
3. Program.
a. Kredit Usaha Rakyat (KUR).
b. Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA).
c. Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
Perkebunan (KPEN-RP).
d. Kredit Kepada Kelompok Usaha Kecil (KKUK).
e. Kredit Usaha Mikro dan Kecil Surat Utang Pemerintah
(KUMK-SUP).
f. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE).
g. Kredit Pemberdayaan Ekonomi Mayarakat Pesisir (PEMP).
4. Jasa Perbankan.
a. Layanan Prioritas.
1) Cash Management System.
2) Salary Crediting.
b. Layanan Treasury.
1) Transaksi Foreign Exchange.
2) Transaksi Swap.
3) Transaksi Forward.
4) Jasa Wali Amana.
5) Jasa Agen Penjual Efek.
85
6) Jasa Kustodian.
7) Dana Pensiun Lembaga Keuangan BRI (DPLK BRI).
c. Layanan Internasional.
1) Transaksi Ekspor dan Impor.
2) Remittance.
3) Surat Kredit Berdokumen dalam Negeri.
B. Prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit pada Bank Rakyat
Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT.
Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang
mengandung resiko, yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan
kelangsungan usaha bank. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, bank
harus berdasarkan pada asas- asas atau prinsip-prinsip perkreditan yang
sehat. Timbulnya resiko kredit itu sendiri tergantung pada cara pemberian
dan pengawasannya.
Pada dasarnya prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit pada
Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT ialah
berdasarkan kriteria prinsip 5 C yaitu :
a. Character,
b. Capacity,
c. Capital,
d. Collateral,
e. Condition of Economy.
86
Berdasarkan hasil penelitian, Prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba
Timur, NTT, dilihat dengan beberapa cara yaitu pada saat :70
1. Permohonan kredit.
Dimulai dari nasabah calon debitor yang datang ke Bank
Rakyat Indonesia untuk membuat ataupun mengisi surat
keterangan permohonan kredit dengan melampirkan data
penunjang sebagai berikut :
1. Kartu Tanda Penduduk Suami dan Istri.
2. Kartu Keluarga.
3. Foto.
4. Ijin Usaha.
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Untuk pinjaman lebih dari 50 juta rupiah sedangkan untuk
pinjaman kurang dari 50 juta rupiah tidak diharuskan.
6. Anggunan Kredit.
Tujuan dari kelengkapan data diri dan data penunjang ialah
tahap awal untuk mengetahui karakter atau riwayat hidup dari calon
peminjam kredit tersebut.
70 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Komang Fery Hermawan, Acount
Officer PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT. Tanggal 7
Maret 2013.
87
2. Analisa Kredit.
Analisa Kredit dilakukan oleh Account Officer (AO) akan
mengadakan survey lapangan terhadap keadaan usaha nasabah
(calon debitor), jaminan, dan karakter atau perilaku nasabah (calon
debitor) apakah nasabah layak untuk diberikan fasilitas kredit atau
tidak. Apabila dari hasil penilaian nasabah (calon debitor) layak
untuk diberikan fasilitas kredit maka Account Officer (AO) akan
melakukan analisis lebih lanjut yang meliputi :
a. Analisis kualitatif yaitu:
1) Analisis Watak.
Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran akan
kemauan membayar dari pemohon dan untuk
mengetahui tingkat kejujuran, integritas, serta kemauan
dari calon nasabah untuk memenuhi kewajiban dan
menjalankan usahanya. Untuk mendukung analisa ini,
maka harus diteliti perilaku pemohon dari berbagai
sumber informasi mengenai :
- Reputasi bisnis;
- Catatan kriminal;
- Riwayat hidup dan atau riwayat pernikahan;
- Gaya hidup;
- Tingkat kooperatif selama proses analisis
dilakukan;
88
- Tingkat hubungan atau kerjasama dengan BRI;
dan
- Legalitas usaha pemohon.
2) Analisis Kemampuan.
Ini bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan
membayar dari pemohon.
3) Analisis Manajemen.
Analisis tentang kemampuan debitor dalam mengelola
usahanya.
4) Analisis Pemasaran.
Bertujuan untuk menilai kemampuan pemohon dalam
memasarkan produknya.
5) Analisis Kondisi dan Prospek Usaha.
Untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha
yang hendak dibiayai.
6) Analisis Agunan.
Untuk mengetahui aset yang dijanjikan oleh peminjam
terhadap kinerja fasilitas kredit yang menyatakan bahwa
bank (kreditor) bisa menjualnya (agunan) dari dalam hal
terjadi wanprestasi. Tujuan agunan tersebut adalah untuk
medapatkan fasilitas kredit dari bank sehingga jaminan
tersebut diberikan kepada bank.
89
b. Analisis Kuantitatif meliputi analisis mengenai harta
kekayaan atau kondisi keuangan nasabah (calon debitor),
hutang piutang, dan omset penjualan yang digambarkan
dalam bentuk :
- Neraca.
- Rugi/laba.
- Rasio-rasio keuangan.
Kemudian Account Officer (AO) menganalisis obyek yang
dijadikan jaminan kredit termasuk menaksir nilai jaminan. Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menilai suatu jaminan adalah
1) Jika obyek yang dijadikan jaminan berupa Sertifikat
Hak Milik atas tanah maka nilai obyek jaminan
diperoleh dengan membandingkan nilai tanah
berdasarkan harga Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
dengan nilai yang berlaku di pasaran (harga pasar)
setempat.
2) Jika obyek jaminan berupa bangunan, maka sebagai
pembanding untuk menentukan ni lai jaminan adalah
harga yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum
(DPU) yang dipakai pada perhitungan penetapan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) sesuai dengan Perda
setempat.
90
Setelah melakukan semua analisis, Account Officer (AO)
menghitung berapa besar kredit yang dibutuhkan nasabah (calon
debitor) yang disesuaikan dengan kemampuan calon debitor
selanjutnya Account Officer (AO) mengadakan negosiasi dengan
calon debitor mengenai jumlah kredit, jangka waktu kredit, dan
suku bunga apabila telah dicapai kesepakatan, maka langkah
selanjutnya adalah penandatanganan Surat Penawaran
(OfferingLetter) oleh nasabah. Account Officer (AO)
merekomendasikan Surat Penawaran tersebut kepada petugas
bagian Administrasi Kredit (ADK) yang kemudian diteruskan
kepada Pimpinan Cabang (Pinca) untuk ditandatangani oleh
Pimpinan Cabang dan Supervisor ADK.
3. Putusan Kredit.
Pemberian putusan kredit harus dilakukan oleh Pejabat
Pemutus Kredit atau Komite Kredit yang berwenang, dalam hal ini
Supervisor Administrasi Kredit (ADK) dan Pimpinan Cabang (Pinca)
serta dilakukan secara tertulis dengan membubuhkan tanda
tangannya pada formulir kredit. Apabila disetujui maka selanjutnya
pembuatan dan penandatanganan perjanjian utang piutang yang
dilakukan di hadapan Notaris/PPAT disertai dengan Pengikatan
Jaminan oleh Notaris/PPAT di Kantor Pertanahan setempat (proses
pemberian dan pendaftaran hak Tanggungan) sampai
dikeluarkannya Sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti yang kuat.
91
Kemudian Sertifikat Hak Milik dan Sertifikat Hak Tanggungan
diserahkan kembali kepada BRI sampai debitor melunasi kreditnya.
4. Realisasi Kredit.
Realisasi Kredit adalah pelimpahan kredit yaitu merupakan
jumlah pencairan kredit oleh Bank pada bagian Administrasi Kredit
setelah menerima proposal analisa kredit yang telah disetujui oleh
Pimpinan Cabang (Pinca), meminta dokumen-dokumen yang
diperlukan kepada nasabah sesuai dengan jaminan yang akan
diserahkan, setelah dokumen lengkap maka kredit bisa
direalisasikan.
5. Pembinaan Kredit.
Setelah kredit direalisasikan dan dicairkan kepada debitor,
maka tahap berikutnya yaitu pembinaan dan pengawasan oleh
bank kepada debitor. Kelancaran dalam pembayaran pinjaman
merupakan hal yang sangat diharapkan oleh bank terhadap seluruh
debitor pinjaman. Diharapkan dengan melalui pembinaan dan
pengawasan terhadap nasabah dapat mengurangi risiko terjadinya
penunggakan dalam pembayaran angsuran pinjaman sehingga
terhindar dari kemungkinan kemacetan kredit yang diperoleh dari
Bank BRI (nursing of credit).
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian
kredit terhadap nasabah debitor harus selalu berpedoman dan
menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam
92
bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap
semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait
dalam pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.
Walaupun pihak bank BRI Cabang Sumba Timur telah menerapkan
prinsip kehati-hatian dengan analisis 5C terhadap nasabah, akan tetapi
masih ada terjadi kredit macet. Ini dikarenakan pihak bank pada saat
Restrukturisasi tidak melihat keinginan dari pihak debitur apakah akan
membayar hutang-hutangnya terhadap bank. Serta dalam Analisis
Agunan yang dijadikan jaminan dalam hal ini tanah besarta bangunan,
pihak bank tidak melihat berdasarkan letak posisi tanah dan bangunan
sehingga dalam pelaksanaan lelang biasanya harga dari jaminan tidak
dapat menutupi kredit macet tersebut.
C. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia Cabang
Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam Penyelesaian Hukum jika
terjadi Wanprestasi apabila Debitor telah meninggal dunia.
Dalam kasus kredit bermasalah, debitor telah dianggap mengingkari janji
untuk membayar bunga dan/atau kredit yang telah jatuh tempo sehingga
terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada
pembayaran, dengan demikian dapat dikatakan bahwa kredit bermasalah
di dalamnya meliputi kredit macet, meskipun demikian tidak semua kredit
yang bermasalah adalah kredit macet.
Pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur,
terdapat istilah penggolongan kredit yang digunakan untuk menunjukkan
93
penggolongan kredit berdasarkan kolektibilitas kredit yang
menggambarkan kualitas kredit tersebut.
Kolektibilitas adalah Suatu pembayaran Pokok atau Bunga
Pinjaman oleh nasabah. Mengenai pengaturan penggolongan kolektibilitas
kredit terdapat dalam peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Ketentuan tersebut untuk beberapa
pasal telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/2/PBI/2006
tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005
tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 angka (3) Peraturan Bank
Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, kualitas kredit dibagi menjadi 5 (lima) kolektibilitas, yaitu: lancar,
dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Mengenai
masing-masing kualitas kredit tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:71
1. Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a. pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat;
b. memiliki mutasi rekening yang aktif; atau
c. bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai.
2. Kredit dalam Perhatian Khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau
b. kadang-kadang terjadi cerukan (Overdraft); atau
71
Hermansyah, Op.cit. hal.66
94
c. mutasi rekening relatif rendah; atau
d. jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan; atau
e. didukung oleh pinjaman baru.
3. Kredit Kurang Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau
b. sering terjadi cerukan(Overdraft); atau
c. frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
d. terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90
(sembilan puluh) hari; atau
e. terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitor;
atau
f. dokumentasi pinjaman yang lemah.
4. Kredit yang Diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari; atau
b. sering terjadi cerukan (Overdraft) yang bersifat permanen;
atau
c. terjadi wanprestasi lebih dari180 (seratus delapan puluh)
hari; atau
d. terjadi kapitalisasi bunga, atau
95
e. dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit
maupun peningkatan jaminan.
5. Kredit macet, yaitu apabila memenuhi kriteria:
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang
telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari; atau
b. kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau
c. dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat
dicairkan pada ni lai wajar.
Berdasarkan hasil penelitian pada Bank Rakyat Indonesia Cabang
Waingapu, Sumba Timur, NTT. Kasus Wanprestasi apabila Debitor telah
meninggal dunia yang menyebabkan kredit macet dalam Perjanjian Kredit
merupakan kasus yang jarang ditemui, ini dikarenakan masyarakat
Sumba Timur khususnya Waingapu apabila telah terjadi kredit macet
masyarakat akan berusaha menutupi hutang-hutangnya kepada bank
dengan cara apapun. 72
Siswanto Sutojo mengatakan bahwa kredit bermasalah dapat
timbul karena hal-hal yang terjadi pada pihak debitor, antara lain :73
1. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan yang disebabkan
merosotnya kondisi ekonomi umum dan/ atau bidang usaha
dimana mereka beroperasi.
72 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Nurhadi, Pimpinan Cabang PT. Bank
Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT. Tanggal 6 Maret 2013
73
Siswanto Sutojo, 2007, The Management of Commercial Bank, Cetakan
kesatu, Damar Mulia Pustaka, Jakarta. hal. 171-172
96
2. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis
perusahaan, atau karena kurang berpengalaman dalam bidang
usaha yang mereka tangani.
3. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang
berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau
beberapa orang anggota keluarga debitor.
4. Kegagalan debitor pada bidang usaha atau perusahaan mereka
yang lain.
5. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius.
6. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitor, misalnya perang
dan bencana alam.
7. Watak buruk debitor (yang dari semula memang telah
merencanakan untuk tidak akan mengembalikan kredit).
Sedangkan dampak apabila terjadinya kredit macet dapat dilihat
dari dua pihak yaitu pihak kreditor dan pihak debitor. Keadaan ini
disebabkan karena pihak-pihak tersebut sama-sama menanggung akibat
dari terjadinya kredit macet ini, yaitu :74
1. Dampak Kredit Macet Bagi Nasabah Debitor.
Kredit macet merupakan perwujudan dari kemacetan kegiatan
usaha debitor. Oleh sebab itu maka dengan terjadinya kredit macet
ini berarti nasabah debitor yang bersangkutan sedang mengalami
kesulitan untuk memenuhi kewajiban kreditnya kepada bank.
74 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Nurhadi, Pimpinan Cabang PT. Bank
Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT. Tanggal 6 Maret 2013.
97
Kesulitan yang dihadapi oleh nasabah debitor akan semakin terasa
berat karena ia masih harus menanggung beban bunga tertunggak
hingga semua kewajiban kreditnya tersebut dapat dilunasi.
Sementara itu dilain pihak, nasabah debitor tadi tidak memperoleh
hasil yang cukup atau bahkan tidak memperoleh hasil sama sekali
dari kegiatan usahanya. Dengan begitu, akan terasa sangat sulit
baginya untuk dapat memenuhi seluruh kewajibannya kepada
bank.
2. Dampak Kredit Macet Bagi Bank.
Kredit macet dalam jumlah yang besar tidak hanya sebagai
perwujudan dari kemacetan usaha debitor, akan tetapi juga
membawa pengaruh buruk bagi kinerja suatu bank. Hal ini
disebabkan karena kemampuan bank untuk mengumpulkan
pendapatan bunga yang berasal dari pemberian kredit semakin
berkurang. Dengan berkurangnya kemampuan bank untuk
mengumpulkan bunga kredit, berarti pendapatan bank juga
berkurang. Sementara di lain pihak, kewajiban bank membayar
bunga deposan akan terus meningkat dari hari ke hari. Jika
keadaan ini terjadi terus menerus maka bank akan mengalami
kerugian yang dapat memperburuk kondisi kesehatan usahanya.
Apabila kondisi kesehatan usaha bank tadi sudah sedemikian
buruknya dan dianggap dapat membahayakan dunia perbankan,
Bank Indonesia akan mencabut izin usaha bank tersebut.
98
Kronologis kasus Wanprestasi apabila Debitor telah meninggal
dunia yang menyebabkan kredit macet pada Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam Perjanjian Kredit.
Pada tanggal 16 september 2004, saudara AMA dan INA melaksanakan
perjanjian kredit dengan BRI, dengan jaminan tanah dan bagunan
permanen, setifikat hak milik no. 10 tgl 17-03-1999 terletak di Jl. Ikan Hiu,
Kelurahan Kambajawa, Kabupaten Sumba Timur dan Sertfikat Hak Milik
no 1812 tanggal 16-19-1996. kedua-duanya atas nama AMA. Plafond
Rp.70 jt, Surat Pengakuan Hutang (SPH) No.122-KC/XI/ADK/09/2004
tertanggal 16 September 2004. Selanjutnya bank melakukan 5 kali
Addendum,
1. Addendum I tertanggal 15 September 2005, dengan Plafond
dari 70 jt menjadi 100 jt dengan Akta Notaris No. 30, Tgl 15
September 2005,
2. Addendum II tertanggal 18 April 2006, dengan Plafond dari 100
jt menjadi 275 jt dengan Akta Notaris no.71, tgl 18 April 2006.
3. Addendum III tertanggal 11 Juli 2006, dengan Plafond dari 275
jt menjadi 375 jt dengan Akta Notaris no.59, tgl 11 Juli 2006.
4. Addendum III tertanggal 15 September 2006 , dengan Plafond
375 jt dengan Akta Notaris no.59, tgl 15 September 2006.
5. Addendum IV tertanggal 14 September 2007, dengan Plafond
375 jt dengan Akta Notaris no.17 A tgl 14 September 2007.
99
6. Addendum V tertanggal 16 September 2008, dengan Plafond
375 jt menjadi 650jt dengan Akta Notaris no.53 tgl 16
September 2008.
Pada tanggal 15 Juli 2009 saudara Ama meninggal dunia dan
mempengaruhi perkembangan usaha sehingga mengakibatkan kredit
menjadi NPL (Non Performing Loan) atau tidak lancar dan Kolektibilitas
kredit tersebut sudah macet.
Tindakan pihak Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba
Timur, NTT dalam usaha menyelesaikan kasus diatas ialah dengan upaya
Penyelamatan Kredit secara damai yaitu penyelesaian atau pelunasan
kredit secara bertahap (angsuran) atau lunas sekaligus, berdasarkan
kesepakatan bersama antara debitor dan kreditor ini adalah upaya yang
dilakukan untuk melancarkan kembali kredit yang sudah tergolong dalam
kredit “tidak lancar”, “diragukan” atau bahkan telah tergolong dalam “kredit
macet” untuk kembali menjadi “kredit lancar” sehingga debitor kembali
mempunyai kemampuan untuk membayar kembali kepada bank segala
utangnya disertai dengan biaya dan bunga.
Dalam perjalanannya pihak Bank BRI telah bernegosiasi dan
berinisiyatif untuk melakukan upaya penyelamatan dengan Restrukturisasi
yaitu Merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam kegiatan
100
perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui :75
1. penurunan suku bunga kredit;
2. perpanjangan jangka waktu kredit;
3. pengurangan tunggakan bunga kredit;
4. pengurangan tunggakan pokok kredit;
5. penambahan fasilitas kredit;
6. konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.
Namun usaha dari bank tidak ditanggapi baik oleh ahli waris INA,
dengan alasan bahwa hutang tersebut adalah hutang dari Almarhum Ama
sudah dibayarkan oleh pihak Asuransi, sehingga ahli waris INA tidak
bersedia menandatangani Addendum perjanjian berikutnya
Dalam suatu perikatan utang piutang, pada prinsipnya utang
tersebut harus dilunasi oleh debitor dan apabila debitor kemudian
meninggal sebelum dilunasinya utang tersebut, maka utang tersebut
dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Hal ini berdasarkan pada
ketentuan hukum perdata Pasal 833 Angka (1) KUHPerdata disebutkan
bahwa :
“Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh
hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si
yang meninggal”.
75 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Komang Fery Hermawan, Acount
Officer PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT. Tanggal 7
Maret 2013.
101
Pada asasnya yang beralih adalah seluruh kekayaan Pewaris,
semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban Pewaris.
Sedangkan jika ahli waris tidak bersedia membayar hutangnya
pada bank, maka bank akan melakukan eksekusi barang jaminan dengan
cara di lelang.
Upaya penagihan telah dilakukan secara intensif baik dengan surat
peringatan 1 s/d 3, maupun penagihan secara langsung dan somasi dari
Pengadilan Negeri Waingapu dengan Surat Panggilan nomor.
75/SOM/PDT/2009/PN.WNP, Agar ia/mereka pada hari JUMAT tanggal
11 Desember 2009 jam 09.00 supaya datang menghadap Ketua
Pengadilan Negeri Waingapu guna diberi teguran oleh Ketua Pengadilan
Negeri Waingapu tersebut agar ia/mereka dalam waktu yang akan
ditetapkan oleh Ketua tersebut, memenuhi kewajibannya/melunasi
hutangnya pada BRI Cabang Waingapu sebesar Rp. 683.286.296,- (Enam
ratus delapan puluh tiga juta dua ratus delapan puluh enam ribu dua ratus
sembilan puluh enam rupiah) sesuai dengan permohonan Pemohon
somasi tertanggal 26 Nopember 2009. Namun tidak pernah mendapat
tanggapan positif untuk penyelesaian tunggakan dari ahli waris dan Sdr.
Ina selaku Istri almarhum.
Untuk penyelesaian pinjaman an. Almarhum Ama, Bank BRI
Waingapu menindak lanjuti dengan Lelang Hak Tanggungan melalui
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Kupang (KPKLN) dengan
surat permohonan lelang No.B.1960-KC/XI/ADK/08/2010, tanggal 11
102
Agustus 2010. Setelah ada Penetapan Jadwal Lelang dari Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKLN) (Surat KPKNL
No.S.1155/WKN.14/KNL.0505/2010, tanggal 19 Oktober 2010), Bank BRI
menginformasikan rencana pelaksanaan Lelang Kepada Sdr. Ina (Istri
almarhum) sesuai surat Bank BRI No.R.43/KC-XI/ADK/10/2010, tanggal
22 Oktober 2010.
Hasil lelang tanggal 23 November 2010, terjual sebidang tanah
seluas 690 m2 SHM No.10 an. Ama, yang terletak di kelurahan
Kabanjawa Kec. Waingapu Kota Waingapu dengan harga Rp.60.100.000,-
sesuai salinan Risalah Lelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan
Lelang (KPKLN) No.162/2010. tanggal 23 November 2010.
Merasa tidak terima akan Pelelangan yang dilakukan oleh Bank
BRI, pada tanggal 14 Januari 2011 diwakili oleh pengacara Matius, SH
Berdasarkan surat kuasa khusus pada semua tingkat Peradilan tertanggal
11 Januari 2011 bertindak untuk dan atas nama Ahli Waris Ina, status istri
dari Ama (almarhum) yang selanjutnya disebut Penggugat. Dengan ini
datang dihadapan bapak Ketua Pengadilan Negeri Waingapu seraya
mengajukan Gugatan masalah kredit Bank terhadap :
PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur; sebagai
Tergugat.
103
Adapun yang menjadi dasar Gugatan Penggugat ialah
1. Bahwa jika mengacu pada ketentuan dalam Pasal 9 Surat
Pengakuan Hutang (SPH) No. 122-KC/XI/ADK/09/2004 tertanggal
16 September 2004. Menyebutkan bahwa :
“Untuk kepentingan Bank, Bank dapat mempertanggungkan atau mengasuransikan kredit ini dan atau jiwa PENGAMBIL
KREDIT kepada Perusahaan Asuransi Jiwa yang ditunjuk oleh Bank atas beban PENGAMBIL KREDIT/BANK, dengan syarat-syarat asuransi yang berlaku”.
Jika sandainya benar suami Penggugat mengadakan perjanjian
kredit dengan Tergugat, maka berdasarkan ketentuan Pasal 9
Surat Pengakuan Hutang (SPH). Kredit tersebut seharusnya atau
setidak-tidaknya Tergugat menunjuk Perusahaan Asuransi Jiwa
untuk mempertanggungkan atau mengasuransikan kredit ini dan
atau jiwa Pengambil Kredit dalam hal ini suami Penggugat
(Almarhum Ama) sehingga jika Pengambil kredit meninggal dunia
seperti peristiwa yang dialami oleh suami Penggugat, maka Bank
tidak dirugikan dan atau sebaliknya ahli waris Pengambil Kredit
tidak dibebani untuk membayar hutang Pengambil Kredit.76
2. Bahwa sikap Tergugat yang melakukan pelelangan barang-barang
peninggalan almarhum Ama tanpa penyitaan terlebih dahulu adalah
sebagai tindakan perbuatan melawan hukum yang membawa
kerugian bagi Penggugat dan anak-anak Penggugat sebagai Ahli
76 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Ahli Waris Ina, Tanggal 19 Maret 2013
104
Waris, oleh karena itu pelelangan tersebut patut dinyatakan cacat
hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
3. Bahwa sikap Tergugat yang tidak mematuhi isi ketentuan dalam
Pasal 9 Surat Pengakuan Hutang (SPH) No. 122-
KC/XI/ADK/09/2004 tertanggal 16 September 2004 adalah
perbuatan yang melawan hukum yang konsekuensi hukumnya
harus menjadi tanggung jawab Tergugat bukan sebaliknya, sebab
seharusnya atau setidak-tidaknya Tergugat harus sudah
memikirkan dan mempertimbangkan segala kemungkinan yang
akan terjadi sebagai bentuk kehati-hatian Tergugat sehingga Bank
tidak dirugikan dan juga sebaliknya Ahli Waris dari pengambil kredit
tidak dibuat menjadi sengsara sebab tujuan pemberian kredit
adalah untuk kelangsungan usaha demi kesejahteraan peminjam
kredit dan oknum-oknum yang berada dalam tanggungjawabnya
dalam hal ini Ahli Warisnya (Penggugat dan anak-anak
Penggugat).
4. Bahwa tindakan Tergugat tersebut selain sebagai perbuatan
melawan hukum juga sebagai sikap yang tidak berprikemanusiaan
dimana hanya memikirkan kepentingan Bank tanpa memikirkan
kepentingan Penggugat dan anak-anak Ama yang telah kehilangan
suami/ayah sebagai penopang kehidupan Penggugat dan anak-
anak penggugat, dan harus kehilangan harta benda untuk
pembayaran hutang yang sangat besar, sedangkan seandainya
105
benar terjadinya perjanjian kredit antara Tergugat dengan suami
Penggugat, maka terjadinya kredit macet tersebut bukan hal yang
disengajakan, tetapi karena peristiwa diluar kemampuan suami
Penggugat, sebab dengan meninggalnya suami Penggugat
(almarhum Ama) maka dengan sendirinya usaha yang dijalankan
oleh suami Penggugat (almarhum Ama) tidak berjalan lagi dan
berdampak pada pembayaran kredit;
Berdasarkan hal-hal yang penggugat kemukakan di atas, maka
dengan ini penggugat mohon kepada Bapak Ketua/Majelis yang
memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memerintahkan
pemanggilan terhadap para pihak yang berperkara pada hari siding
yang ditetapkan, dan setelah perkara ini diperiksa mohon putusan
yang Amarnya sebagai berikut:
I. DALAM PROVISI
- Memerintah pada Tergugat untuk menghentikan pelelangan
atas harta peninggalan suami penggugat selebihnya;
- Menyatakan putusan dalam provisi ini dapat dilaksanakan
terlebih dahulu meskipun ada bantahan, banding maupun
kasasi sampai diperolehnya putusan yang pas menurut
hukum mengenai pokok perkara;
106
II. DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melawan
hukum dengan karena tidak melaksanakan ketentuan
dalam Pasal 9 Surat Perjanjian Kredit Nomor : 122-
KC/XI/ADK/09/2004 tertanggal 16 September 2004;
3. Membebaskan Penggugat dari segala tanggungjawab
sehubungan dengan Perjanjian Kredit yang cacat hukum
tersebut;
4. Menyatakan perbuatan Tergugat yang telah menjual
lelang sebidang tanah pekarangan seluas 756 m2
dengan sertifikat Hak Milik No.64 atas nama Ama
almarhum adalah cacat hukum dan tidak mempunyai
kekuatan hukum;
5. Menghukum Para Tergugat untuk menanggung segala
biaya yang timbul dalam perkara ini;
6. Menyatakan bahwa putusan dalam peradilan ini dapat
dijalankan terlebih dahulu walau ada bantahan, banding
ataupun kasasi;
dan atau jika pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang
seadil-adilnya;
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Asuransi Ramayana
yang merupakan salah satu Partner BRI Cabang Waingapu Sumba Timur
107
bahwa, Asuransi yang harus membayar pertanggungkan pada BRI akibat
dari kredit macet yang diakibatkan debitor meninggal dunia, itu bisa saja
dilakukan akan tetapi Almarhum Ama dalam hal ini tidak menjadi peserta
Asuransi dari kami, sehingga kami menolak untuk membayar pelunasan
sisa pinjaman kredit akibat meninggalnya debitor. Akan tetapi apabila
Almarhum Ama merupakan peserta asuransi dari kami, maka pihak
asuransi akan membayar sisa pinjaman sesuai dengan premi yang di
bayarkan oleh Almarhum Ama.77
Mendapat Gugatan dari pihak Debitor dalam hal ini Ina sebagai ahli
Waris, Pada Tanggal 15 April 2011 Pihak BRI mengajukan Jawaban atas
Gugatan Penggugat Tanggal 13 Januari 2011.78
Jawaban Dalam Esepsi yaitu
1. Bahwa Tergugat Menolak Dengan Tegas pernyataan Penggugat
dalam Gugatannya. Pada Pasal 9 Surat Pengakuan Hutang (SPH)
No.122-KC/XI/ADK/09/2004, tanggal 16 September 2004,
disebutkan bahwa:
“Untuk kepentingan Bank, Bank dapat mempertanggungkan atau
mengasuransikan kredit ini dan atau jiwa Pengambil Kredit kepada Perusahaan asuransi kredit dan perusahaan asuransi jiwa yang
ditunjuk oleh Bank atas beban Pengambil Kredit /Bank, dengan syarat-syarat asuransi yang berlaku”.
77 Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Hadi Hariyanto, Bagian Tehnik untuk
Penerbitan Polis Asuransi PT. Asuransi Bringin Sejahtera Arta Makmur. Tanggal 22
Maret 2013.
78
Berdasarkan Hasil Wawancara dengan Nurhadi, Pimpinan Cabang PT. Bank
Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT. Tanggal 6 Maret 2013
108
Sesuai dengan isi pasal tersebut disebutkan bahwa Bank
dapat mempertanggungkan atau mengasuransikan tetapi TIDAK
WAJIB (Dapat dipertanggungkan asuransi atas permintaan
peminjam dan biaya ditanggung peminjam).
2. Bahwa Fasilitas Kredit an. Almarhum Ama / Ina merupakan
Fasilitas Kredit Komersial yaitu kredit yang diberikan oleh
perbankan dengan persyaratan-persyaratan yang berlaku umun
atau yang berlaku di pasaran, sehingga penutupan asuransi hanya
untuk asuransi kerugian terhadap objek jaminan kredit dalam hal ini
Bangunan Rumah. Penutupan asuransi kerugian tersebut telah
dilakukan Bank BRI sesuai Pasal 8 Surat Pengakuan Hutang (SPH)
No.122-KC/XI/ADK/09/2004, tanggal 16 September 2004, yang
isinya:
“Pengambil Kredit wajib mempertanggungkan atau mengasuransikan atas beban sendiri dengan banker‟s clause untuk
dan atas nama Bank kepada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh bank, seluruh maupun sebagian barang-barang yang
dipergunakan sebagai jaminan dalam kredit ini baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari minimal selama jangka waktu kredit dengan kemungkinan sewaktu waktu dapat
diperpanjang oleh pengambil kredit sebagaimana disebutkan dalam polis dan disimpan oleh Bank”.
3. Bahwa Tergugat juga menolak dengan tegas pernyataan
Penggugat, dengan demikian sebenarnya Gugatan a quo
merupakan gugatan yang tidak mempunyai alasan hukum yang
benar, apalagi secara semena-mena menuntut agar Tergugat
(khususnya) dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum;
109
Bahwa berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata, untuk dapat
dinyatakan seseorang melakukan perbuatan melawan hukum,
maka haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Harus ada perbuatan;
b. Perbuatan itu harus melawan hukum;
c. Ada kerugian;
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan
hukum itu dengan kerugian;
e. Ada kesalahan (schuld);
4. Bahwa untuk menjamin agar kredit tersebut dibayar tepat pada
waktunya, terhadap kredit tersebut almarhum suami Penggugat
dalam perkara a quo (almarhum Ama) telah bersedia secara
sukarela menyerahkan agunan kredit yang berupa sebidang tanah
seluas 690 m2 sesuai SHM No.10, sebidang tanah seluas 686 m2
sesuai Surat Hak Milik No.1812, , sebidang tanah pekarangan
seluas 525 m2 sesuai Surat Hak Milik No.336, sebidang tanah
pekarangan seluas 20.000 m2 sesuai Surat Hak Milik No.32,
sebidang tanah seluas 756 m2 sesuai Surat Hak Milik No.649,
kesemuanya atas nama Ama.
5. Bahwa atas penyerahan agunan tersebut, maka almarhum Ama
bersama isteri (Penggugat) dalam perkara a quo (Nyonya Ina)
menandatangani :
110
a. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.2/Kota
Waingapu/2005 tanggal 04 Januari 2005
b. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.101/Kota
Waingapu/2006 tanggal 23 Mei 2006
c. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.399/Kota
Waingapu/2005 tanggal 13 Nopember 2008
d. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.3/Kota
Waingapu/2005 tanggal 04 Januari 2005
e. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.102/Kota
Waingapu/2006 tanggal 23 Mei 2006
f. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.402/Kota
Waingapu/2008 tanggal 13 Nopember 2008
g. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.401/Kota
Waingapu/2008 tanggal 13 Nopember 2008
h. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
No.109/Pandawai/2008 tanggal 23 Mei 2006
i. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
No.400/Pandawai/2008 tanggal 13 Nopember 2008
j. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.210/Kota
Waingapu/2006 tanggal 21 September 2006
k. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) No.398/Kota
Waingapu/2008 tanggal 13 Nopember 2008.
111
6. Bahwa selain upaya-upaya tersebut Tergugat sebelumnya juga
terus berupaya untuk menyelamatkan kredit, yang akan Tergugat
jelaskan sebagai berikut :
a. Surat Bank BRI No.B:2311-KC/XI/ADK/09/2009, tanggal
04/09/2009, surat tagihan Tunggakan Kredit an. Ama.
b. Surat Permohonan saudara tanggal, 02 Oktober 2009,
permohonan agar restrukturisasi Kredit.
c. Laporan Kunjungan Nasabah tanggal 05 Oktober 2009,
sebagai respon dari Pihak Bank untuk menindaklanjuti
permohonan saudara.
d. Berita Acara/ hasil kesepakatan negosiasi/ kesepakatan
untuk restrukturisasi kredit berupa keringanan
pembayaran bunga dan angsuran pokok.
e. Laporan Kunjungan Nasabah tanggal 23 Nopember
2009, pemberitahuan putusan Restrukturisasi Kredit.
f. Surat Penawaran Putusan Kredit (Restrukturisasi Kredit),
melalui Surat Bank BRI No.B:2984-KC/XI/ADK/11/2009,
tanggal 26/11/2009.
7. Bahwa beberapa kali Tergugat bertemu dengan Penggugat untuk
menyelesaikan kewajibannya, akan tetapi Tergugat selalu tidak
memenuhi.
Bahwa karena Penggugat tidak dapat memenuhi janji dan
kewajibannya, maka Tergugat mengirimkan :
112
a. Surat Peringatan I kepada Penggugat nomor Surat Bank BRI
No.B:2966-KC/XI/ADK/11/2009, tanggal 23/11/2009,
b. Surat Peringatan II kepada Penggugat nomor Surat Bank
BRI No.B:3022-KC/XI/ADK/12/2009, tanggal 04/12/2009
dan,
c. Surat Peringatan III kepada Penggugat nomor Surat Bank
BRI No.B:464-KC/XI/ADK/12/2009, tanggal 16/12/2009.
8. Bahwa namun sampai dengan Surat Peringatan III, Penggugat
tetap tidak dapat menyelesaikan tunggakannya. Hal ini
membuktikan bahwa memang tidak ada itikad baik dari Penggugat
untuk menyelesaikan tunggakannya.
Pada Putusan Pengadilan Negeri Waingapu Nomor :
02/PDT.G/2011/PN.WNP, Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Pengadilan Waingapu yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
Perdata Gugatan pada tingkat pertama menjatuhkan putusan sebagai
berikut :
1. Menimbang bahwa penggugat dalam surat gugatannya tertanggal
13 Januari 2011 mengajukan provisi agar Majelis Hakim
memerintahkan pihak tergugat untuk menghentikan pelelangan
atas harta peninggalan suami Tergugat.
2. Memimbang, bahwa terhadap eksepsi Tergugat, tentang Gugatan,
karena seharusnya Penggugat mengajukan perlawanan terhadap
113
penghentian pelaksanaaan lelang oleh Tergugat, Penggugat dalam
gugatannya telah mengajukan tuntutan untuk menghentikan
pelaksanaan lelang kepada Tergugat, terhadap harta peninggalan
alm. Ama (suami Penggugat) yang berupa sebidang tanah 690 m2
sesuai SHM No.10, sebidang tanah seluas 686 m2 sesuai SHM
No.1812, , sebidang tanah pekarangan seluas 525 m2 sesuai SHM
No.336, sebidang tanah pekarangan seluas 20.000 m2 sesuai SHM
No.32, sebidang tanah seluas 756 m2 sesuai SHM No.649,
kesemuanya atas nama Ama, dalam hal ini menurut Majelis Hakim,
bahwa pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Tergugat terhadap
harta peninggalan milik alm. Ama sebagaimana dalam jawaban
Tergugat bahwa pelaksanaan pelelangan tersebut masih dalam
proses sehingga prosedur yang harus dilakukan oleh Penggugat
untuk menghentikan proses lelang tersebut adalah melakukan
perlawanan terhadap pelaksanaan lelang tersebut dan bukan
mengajukan Gugatan, sebagaimana dalam Yurisprudensi Putusan
MA.RI No.393,K/SIP/1975, berdasarkan pertimbangan tersebut,
eksepsi dari Tergugat beralasan hukum dan dapat diterima;
3. Menimbang, bahwa dari pertimbangan terhadap Eksepsi Tergugat
dan jawaban atas eksepsi dari Penggugat tersebut diatas, Majelis
hakim berkesimpulan bahwa eksepsi dari Tergugat tersebut
dinyatakan dapat diterima, oleh karena itu Gugatan Penggugat
haruslah dinyatakan tidak dapat diterima;
114
4. Menimbang bahwa oleh karena Gugatan penggugat dinyatakan
tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard/ NO), maka
Penggugat haruslah dihukum untuk membayar biaya yang timbul
dalam perkara ini yang besarnya akan ditentukan dalam amar
putusan ini;
5. Menimbang bahwa oleh karena eksepsi Tergugat dapat diterima
maka Majelis Hakim tidak lagi mempertimbangkan pokok
perkaranya;
6. Menimbang bahwa oleh karena Gugatan Penggugat tidak dapat
diterima maka kepada Penggugat dibebankan untuk membayar
biaya perkara;
7. Mengingat akan pasal-pasal dari Undang-undang dan segala
peraturan yang bersangkutan dengan perkara i ni :
MENGADILI
DALAM PROVISI:
- Menolak Gugatan Provisi Penggugat untuk seluruhnya;
DALAM EKSEPSI:
- Menyatakan menerima Eksepsi (keberatan) Tergugat;
Dalam Pokok Perkara :
- Menyatakan Gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet
Onvankelijke Verklaard/ NO);
115
- Menghukum Penggugat untuk membayar biaya dalam perkara ini
yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 911.000,- (Sembilan ratus
ribu sebelas ribu rupiah);
Demikianlah diputus dalam musyawarah Majelis hakim pengadilan
Negeri Waingapu pada hari : Rabu tanggal 20 Juli 2011 oleh kami : selaku
Ketua Majelis, dan didampingi oleh masing-masing Hakim Anggota,
putusan mana diucapkan pada hari : Selasa, tanggal 09 Agustus 2011
dalam persidangan yang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis tersebut
dengan didampingi Hakim-Hakim anggota tersebut dan dibantu Panitera
Pengganti Pengadilan Negeri Waingapu tersebut, dan dihadiri oleh kuasa
Penggugat dan kuasa Tergugat;
Berdasarkan kasus di atas perjanjian kredit jika dilihat dari
bentuknya, perjanjian kredit menggunakan bentuk perjanjian baku
(standard contract) dan dituangkan dalam bentuk formulir. Dalam
pemberian kredit didasarkan pada pririp 5 C, yakni : penilaian watak
(character), penilaian kemanpuan (capacity), penilaian terhadap modal,
penilaian terhadap anggunan (collateral), dan penilaian terhadap prospek
usaha nasabah debitor (condition of economy). Sedangkan proses
tahapan pemberian kredit meliputi : permohonan kredit, analisa kredit,
putusan kredit, realisasi kredit dan pembinaan kredit.
Penyebab terjadinya kredit macet pada kasus diatas adalah karena
debitor telah meninggal dunia dan ahli waris tidak mau membayar
utangnya. Dalam penyelesaian kredit macet yang diakibatkan debitor
116
meninggal dunia, pihak bank akan terlebih dahulu melakukan
Restruturisasi pada kredit tersebut sehingga debitor dapat dengan mudah
membayar kreditnya kembali. Akan tetapi pada prosesnya terkadang ahli
waris tidak mau bertanggung jawab atas hutang dari debitor (almarhum)
dengan berbagai alasan walaupun ahli waris telah menerima warisan
yang ditinggalkannya, sehingga bank dalam hal ini akan memberi surat
peringatan pada ahli waris untuk segera menyelesaikan hutang-hutang
debitor dan apabila surat peringatan tidak ditanggapi atau sudah benar-
benar tidak punya itikad baik, maka jalan terakir yang diambil oleh bank
yaitu penyitaan jaminan atau eksekusi terhadap anggunan debitor.
117
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
1. Pada dasarnya prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit
pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Waingapu, Sumba Timur,
NTT ialah berdasarkan kriteria prinsip 5 C yaitu : Character,
Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economy.
Berdasarkan hasil penelitian, Prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Cabang
Waingapu, Sumba Timur, NTT, di lihat dengan beberapa cara
yaitu pada saat : tahap permohonan kredit, tahap analisa kredit,
tahap putusan kredit, tahap realisasi kredit dan tahap
pembinaan kredit.
2. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu, Sumba Timur, NTT dalam Penyelesaian
Hukum jika terjadi Wanprestasi apabila Debitor telah meninggal
dunia dalam Perjanjian ialah upaya restruturisasi yaitu
Merupakan upaya perbaikan yang dilakukan bank dalam
kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan
untuk memenuhi kewajibannya, Upaya penagihan telah
dilakukan secara intensif baik dengan datang langsung pada
pihak debitor dalam hal ini ahli waris, dan melalui surat
118
peringatan atau Somasi, upaya penyelesaian pinjaman dengan
Lelang Hak Tanggungan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan
Negara dan Lelang merupan jalan terakir apabila debitor atau
ahli waris tidak mempunyai itikat baik.
B. Saran.
1. Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk
pemberian kredit terhadap nasabah debitor harus selalu
berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian atau prinsip
5 C sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kredit macet.
2. Dalam menyelesaikan Hukum jika terjadi Wanprestasi apabila
Debitor telah meninggal dunia dalam Perjanjian sebaiknya
upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu ialah pendekatan secara Personal atau
kekeluargaan dan apabila tidak dapat dilakukan maka jaminan
tersebut dilelang untuk menutupi kredit macet tersebut dan
apabila hasil lelang tersebut melebihi jumlah kredit yang dibayar
maka bank harus mengembalikan uang sisa dari lelang
tersebut.
119
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung.
____________________, 1993, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ahmadi Miru, 2007, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
__________, Sakka Pati, 2011.Hukum Perikatan, Penjelasan makna Pasal 1233 sampai 1456 bw, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Artadi I Ketut dan Rai Asmara Putra I Dewa Nyoman, 2010, Implementasi Ketentuan-Ketentuan Hukum Perjanjian kedalam Rancangan
Kontrak, Udayana University Press, Denpasar.
Bahsan M, 2010,Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Penerbit PT RajaGrafindo, Jakarta.
Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta.
Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas PemisahanHorisontal, Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti,
Bandung.
Effendi Perangin-angin, 2011, Hukum Waris, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Eman Suparman, 1985, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico,
Bandung.
Gatot Supramono. 1996. Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis. Jakarta : Djambatan.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000.Jaminan Fidusia. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
H.Salim, 2012, Perkembangan Teory dalam Ilmu Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Jaminan, Yogjakarta:
Liberty.
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.
120
Hermansyah, 2011, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Ditinjau Menurut Undang-Undang No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimanas telah diubah dengan Undang-Undang No 10 Tahun
1998, Undang-Undang No 23 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 3 Tahun 2004 Tentang Bank Indonesia, Penerbit Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
Ibrahim F dan Nathaniela, 2009, 160 Contoh Surat Perjanjian (Kontrak), Generasi Cerdas, Jakarta Timur.
Idris Djakfar dan Taufik Yahya, 1995, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, PT.Dunia Pustaka Jaya, Jakarta
Irham Fahmi dan Yovi Lavianti Hadi, 2010. Pengantar Manajemen Perkreditan, Alfabeta Bandung.
Irma Devita Purnamasari, 2012, Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak
Memahami Masalah Hukum Waris , Mizan Pustaka, Bandung.
J. Satrio, 1992, Hukum Waris, Alumni Bandung.
Kartina Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Kasmir, 2004, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta:Rajawali
Pers.
Yahya Harahap. M, 1992, Segi-Segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni,
Bandung.
M.B.Ali dan T.Deli, 2000, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Ganeca Grafic, Bandung.
Mariam Darul Badrulzaman, 1991.Perjanjian Kredit Bank, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti.
______________________, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : PT Cira Aditya Bakti).
Mertokusumo Sudikno, 1985, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta.
Mgs. Edy Putra, 1989, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis,
Yogyakarta, Liberty.
Muchdarsyah Sinungan. 1993. Manajemen Dana Bank. Edisi Kedua. Jakarta : Bumi Aksara.
121
Muhammad Djumhana, 2000,Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT Citra Adiya Bhakti, Bandung.
Munir Fuadi, 2001.Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis),
(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti).
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
R. Prodjodikoro, Wiryono, 1983, Hukum Warisan di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung).
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama).
Salim H.S, 2009, Hukum Kontrak (Teory dan Tehnik Penyusunan Kontrak), Cetakan Keenam, Sinar Grafika, Jakarta.
Setiawan R, 1987. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta.
Siswanto Sutojo, 2007, The Management of Commercial Bank, Cetakan kesatu, Damar Mulia Pustaka, Jakarta.
Subekti R, 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta.
________, 1992,Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.
________, 1991. Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut
Hukum Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
________, R Tjitrosudibio, 2008. Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Surini Ahlan Sjarif dan Nurul Elmiyah, 2010, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Pewarisan Menurut Undang-undang, Kencana Renada Media Group, Jakarta.
Sutarno, 2004, Jaminan Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta.
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI
Press, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
122
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.
123
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Nurhadi
Umur : 40 Tahun.
Jabatan/ Pekerjaan : Pimpinan Cabang Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu.
Alamat : Jalan A.Yani No.36 Waingapu, Sumba Timur.
2. Nama : Komang Fery Hermawan
Umur : 28 Tahun.
Jabatan/ Pekerjaan : Acount Officer (AO) Bank Rakyat Indonesia
Cabang Waingapu.
Alamat : Jalan A.Yani No.36 Waingapu, Sumba Timur.
3. Nama : INA
Umur : 37 TAhun.
Jabatan/ Pekerjaan : Wiraswasta.
Alamat : Jalan Ikan Hiu, Kelurahan Kambajawa,
Sumba Timur.
4. Nama : Hadi Hariyanto
Umur : 38 Tahun.
Jabatan/ Pekerjaan : Bagian Tehnik untuk Penerbitan Polis
Asuransi PT. Asuransi Bringin Sejahtera Arta
Makmur.
Alamat : Jalan Diponegoro No. 129, Denpasar.