Post on 13-Mar-2019
PENGGUNAAN BIOSURFAKTAN YANG DIIMOBILISASIKAN PADA
ALOFAN SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Cd
Skripsi
Oleh :
SETYO NUGROHO
M0302040
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2008
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini dibimbing oleh :
Pembimbing I
Venty Suryanti, M.Phil. NIP. 132 162 026
Pembimbing II
Dian M. Widjonarko, M.Si. NIP. 132 258 053
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada:
Hari : Kamis
Tanggal : 24 Juli 2008
Anggota Tim Penguji :
1. Drs. Patiha, M.S. NIP. 130 935 385
1.....................................................
2. Yuniawan Hidayat, M.Si. NIP. 132 308 802
2.....................................................
Disahkan oleh
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 131 570 162
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
“PENGGUNAAN BIOSURFAKTAN YANG DIIMOBILISASIKAN PADA
ALOFAN SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Cd” ini adalah benar-benar
karya saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
sepengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Juli 2008
Setyo Nugroho
iv
ABSTRAK
Setyo Nugroho, 2008. PENGGUNAAN BIOSURFAKTAN YANG DIIMOBILISASIKAN PADA ALOFAN SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Cd. Skripsi. Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret.
Telah dilakukan penelitian tentang penggunaan biosurfaktan yang diimobilisasikan pada alofan sebagai adsorben ion logam Cd. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam mengadsorp ion logam Cd, mengetahui kondisi optimum adsorpsi dan mengetahui kemampuan adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dibandingkan alofan. Biosurfaktan yang digunakan adalah hasil produksi secara biotransformasi oleh Pseudomonas aeruginosa dengan media limbah cair industri tapioka (BiosPaPueira), sedangkan alofan yang digunakan berasal dari daerah gunung Lawu Jawa Tengah.
Pada penelitian ini dilakukan variasi pH, yaitu pada pH 2, pH 4, dan pH 6, dan variasi waktu kontak yaitu 0, 5, 10, 20, 30, dan 45 menit yang bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum adsorpsi. Metode yang digunakan adalah metode batch. Analisis menggunakan SSA untuk menentukan konsentrasi ion logam Cd dalam larutan. Konsentrasi ion logam yang teradsorp ditentukan dengan menentukan selisih antara konsentrasi ion logam sebelum dan sesudah teradsorp.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dapat mengadsorp ion logam Cd. Proses adsorpsi terhadap ion logam Cd mencapai kondisi optimum pada pH 6 dan waktu kontak 20 menit, dengan kapasitas adsorpsinya sebesar 0,0420±0,0009 mg/g. Kemampuan adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan ternyata lebih kecil dibandingkan alofan. Kapasitas adsorpsi ion logam Cd pada larutan model oleh alofan dan biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan masing – masing sebesar 0,0250±0,0003 dan 0,0230±0,0049 mg/g. Kapasitas adsorpsi ion logam Cd pada limbah elektroplating oleh alofan dan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan masing – masing sebesar 0,0386±0,0008 dan 0,0345±0,0016 mg/g. Kata kunci : ion logam Cd, imobillisasi, alofan, biosurfaktan, biosurfaktan
terimobilisasi.
v
ABSTRACT
Setyo Nugroho. 2008. THE USING OF IMMOBILIZED BIOSURFACTANT INTO THE ALLOPHANE FOR Cd METAL ION ADSORBENT. Thesis. Department of Chemistry. Mathematic and Natural Science Faculty. Sebelas Maret University.
The using of immobillized biosurfactant into the allophane for Cd metal ion adsorbent has been done. Purposes of this research were to know the capability of immobilized biosurfactant to adsorpt the Cd metal ion, the optimum condition of Cd metal ion adsorption by immobilized biosurfactant, and its adsorption capability compared to the adsorption capability of allophane. The biosurfactant was produced through biotransformation by P. aeruginosa using tapioca industrial waste water (BiosPaPueira). Meanwhile, the allophane was obtained from Mount Lawu, Central Java. The research was carried out in the variation of pH which were pH 2, 4, 6, and the variation of contact time were 0, 5, 10, 20, 30, and 45 minutes. They were used to get the optimum condition in adsorption process. The method used in the adsorption was batch method. The Atomic Adsorption Spectroscopy was used to determine the concentration of Cd metal ion in solution. The concentration of Cd metal ion was adsorpted was determined by the differences of the concentration Cd metal ion before and after adsorpted. The result showed that the immobilized biosurfactant could be used to adsorpt the Cd metal ion, with optimum condition reached at pH 6 and the time contact was 20 minutes with the values of capacity adsorption was 0,0420±0,0009 mg/g. The result showed that the capability adsorption of the immobilized biosurfactant was smaller than that of the allophane. The adsorption capacity for Cd metal ion in model solution by the allophane and the immobilized biosurfactant was 0,0250±0,0003 and 0,0230±0,0049 mg/g, respectively. The adsorption capacity for Cd metal ion in electroplating waste water by the allophane and the immobilized biosurfactant was 0,0386±0,0008 and 0,0345±0,0016 mg/g, respectively.
Keywords : Cd metal ion, immobilization, allophane, biosurfactant, immobilized biosurfactant.
vi
MOTTO
” Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah sungguh-sungguh (urusan) yang
lain .Dan hanya kepada Rabbmulah kamu berharap ”.(Q.S 94 : 6-8)
” Hidup akan menjadi lebih berarti apabila kita menjadi sosok yang bermanfaat bagi keluarga, orang lain, dan agama ”.
vii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk :
Ibu dan bapak yang selalu sabar menanti keberhasilanku Kakak – kakakku yang tiada henti selalu memberikan motivasi kepadaku
Semua temanku yang selalu memberikan pengalaman yang tidak terlupakan Ruby
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk
memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Sains dari Jurusan
Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret.
Penulis tidak lepas dari bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai
pihak dalam penyusunan laporan ini, oleh karena itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sutarno, MS selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas
MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra Tri Martini, M.Si., selaku Pembimbing Akademik.
4. Ibu Venty Suryanti, M.Phil., selaku Pembimbing I. Atas segala saran,
masukan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi
5. Bapak Dian Maruto Widjonarko, M.Si., selaku Pembimbing II. Atas segala
saran, masukan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi
6. Para laboran di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA, Sub Laboratorium Biologi
dan Sub Laboratorium Kimia Laboratorium Pusat MIPA UNS, atas bantuan
dan kerjasama yang baik.
7. Teman-teman di Jurusan kimia semua atas kebersamaan dan supportnya serta
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
semua bantuan, doa, dan restunya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
hasil yang lebih baik lagi. Penulis juga berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat dan memberi tambahan ilmu bagi pembaca. Amin.
Surakarta, Juli 2008
Setyo Nugroho
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN............................................................................iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
ABSTRACT ....................................................................................................... v
MOTTO............................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN.............................................................................................vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................1
B. Perumusan Masalah .........................................................................3
1. Identifikasi Masalah.................................................................... 3
2. Batasan Masalah .........................................................................3
3. Rumusan Masalah.......................................................................3
C. Tujuan Penelitian .............................................................................4
D. Manfaat Penelitian...........................................................................4
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................5
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................5
1. Pencemaran Logam Berat Cd......................................................5
2. Adsorpsi ....................................................................................7
3. Imobilisasi ..................................................................................9
4. Alofan.......................................................................................11
5. Biosurfaktan................................................................................. 13
6. Adsorben Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ..................18
x
B. Kerangka Pemikiran........................................................................ 21
C. Hipotesis......................................................................................... 21
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN....................................................... ....22
A. Metode Penelitian ........................................................................... 22
B. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 22
C. Alat dan Bahan ............................................................................... 23
D. Prosedur Percobaan ........................................................................ 24
1. Sintesis dan Karakterisasi Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan....................................................................................... 24
a. Sintesis Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan .................. 24
b. Karakterisasi Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan......... 24
2. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan terhadap Ion Logam Cd dalam
Larutan Model ........................................................................ 25
a. Penyediaan Reagen................................................................. 25
b. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan..................................................... 25
3. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi Cd antara Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dengan Alofan
dalam Larutan Model .............................................................. 26
4. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi antara Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dengan Alofan
dalam Limbah Elektroplating ................................................... 26
a. Penyediaan Reagen................................................................. 26
b. Adsorpsi Cd dalam Limbah Oleh Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan..................................................... 26
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 27
F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 30
A. Karakterisasi Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan................... 30
1. Analisis Gugus Fungsi .............................................................. 30
xi
2. Luas Permukaan Spesifik dan Bilangan Keasaman..................... 33
B. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd
oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ................................ 34
C. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi Cd antara
Biosurfaktan Terimobilisasi pada alofan dan Alofan dalam
Larutan Model dan Limbah Elektroplating..................................... 37
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 43
A Kesimpulan ..................................................................................... 43
B. Saran............................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 44
LAMPIRAN ..................................................................................................... 48
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Fisik Kadmium...............................................................6
Tabel 2. Beberapa Contoh Biosurfaktan dan Mikroorganisme Pembuatnya ..... 14
Tabel 3. Serapan BiosPaPueira pada Spektrofotometer FTIR
(Windrawati, 2008) ........................................................................... 17
Tabel 4. Data Luas Permukaan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
(Widyaningsih, 2008). ....................................................................... 18
Tabel 5. Data Hasil Analisis Gugus Fungsi Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan ............................................................................................... 33
Tabel 6. Data Luas Permukaan Spesifik dan Bilangan Keasaman
Biosurfaktan, Alofan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ..33
Tabel 7. Data Penurunan Luas Permukaan Spesifik dan Kenaikan
Bilangan Keasaman Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ........... 34
Tabel 8. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dengan Penelitian Terdahulu................... 42
Tabel 9. Data Pengukuran Panjang Gelombang Metilen Biru .......................... 55
Tabel 10. Data Waktu Setimbang Pengukuran Luas Permukaan
BiosPapueira..................................................................................... 56
Tabel 11. Data Kurva Standar Pengukuran Luas Permukaan
BiosPapueira..................................................................................... 56
Tabel 12. Data hasil pengukuran absorbansi untuk BiosPaPueira....................... 58
Tabel 13. Data Waktu Setimbang Pengukuran Luas Permukaan Alofan ............ 59
Tabel 14. Data Kurva Standar Pengukuran Luas Permukaan Alofan.................. .60
Tabel 15. Data Absorbansi Pengukuran Luas Permukaan Alofan. ...................... 61
Tabel 16. Data Kurva Standar Pengukuran
Luas Permukaan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ................. 62
Tabel 17. Data Absorbansi Pengukuran
Luas Permukaan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ................ 63
Tabel 18. Data Berat Adsorben Sebelum dan Sesudah Adsorpsi Amonia ........... 65
xiii
Tabel 19. Adsorpsi Ion Logam Cd pada pH= 2
oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ................................... 69
Tabel 20. Adsorpsi Ion Logam Cd pada pH = 4
oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ................................... 71
Tabel 21. Adsorpsi Ion Logam Cd pada pH = 6
oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan ................................... 73
Tabel 22. Data Uji Adsorpsi oleh Alofan, Biosurfaktan, dan Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dengan Waktu Kontak 20 menit
pada pH = 6....................................................................................... 81
Tabel 23. Data Hasil Adsorpsi Ion Logam Cd pada Limbah Elektroplating
oleh Alofan, Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan....................................................................................... 83
Tabel 24. Luas Permukaan Spesifik dan Keasaman Biosurfaktan,
Alofan Aktif dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Widyaningsih (2008). ........................................................................ 95
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Imobilisasi enzim metode carrier-binding (A),
cross-linking (B) dan entrapment (C)............................................. 10
Gambar 2. Struktur terbuka teoritis mineral alofan alam.................................. 12
Gambar 3. Spektra IR alofan (proto imogolit) dan
imogolit standar. ............................................................................ 12
Gambar 4. Difraktogram alofan yang berasal dari
New Mexico, Cu-Kα Radiation ..................................................... 13
Gambar 5. Struktur Rhamnolipid.................................................................... 15
Gambar 6. Mekanisme pengikatan ion logam oleh biosurfaktan. ..................... 15
Gambar 7. Spektra FT-IR biosurfaktan hasil biotransformasi
limbah cair tepung tapioka (Windrawati, 2008).............................. 16
Gambar 8. Reaksi pengikatan ion logam Ca2+ oleh Rhamnolipid..................... 17
Gambar 9. Spektra FTIR biosurfaktan terimobilisasi hasil sintesis
Widyaningsih (2008) ..................................................................... 19
Gambar 10. Spektra FTIR biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
hasil sintesis (a) dan Widyaningsih (2008) (b)................................ 31
Gambar 11 . Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi
ion logam Cd oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan. ............ 36
Gambar 12 . Hasil perbandingan adsorpsi ion logam Cd oleh
alofan, biosurfaktan, dan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
dalam larutan model....................................................................... 38
Gambar 13. Hasil perbandingan adsorpsi ion logam Cd oleh
alofan, biosurfaktan, dan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
dalam limbah elektroplating........................................................... 38
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 48
Lampiran 2. Bagan Kerja ................................................................................ 49
Lampiran 3. Perhitungan Luas Permukaan Spesifik dengan Metode
Metilen Biru................................................................................ 55
Lampiran 4. Perhitungan Bilangan Keasaman dengan Metode
Adsorpsi Amoniak ...................................................................... 65
Lampiran 5. Perhitungan Prosentase Penurunan Luas Permukaan Spesifik
dan Kenaikan Bilangan Keasaman .............................................. 67
Lampiran 6. Perhitungan Batas Pengendapan Ion Logam Cd .......................... 68
Lampiran 7. Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan dengan Variasi pH dan Waktu Kontak..................... 69
Lampiran 8. Uji Statistik Metode Duncan untuk Adsorpsi Ion Logam
Cd oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
pada pH 2, 4, dan 6 ..................................................................... 75
Lampiran 9. Uji Statistik Metode Duncan untuk Menentukan Waktu
Kontak Optimum pada masing - masing pH ................................ 78
Lampiran 10. Hasil Uji Perbandingan Adsorpsi Ion Logam Cd oleh
Alofan, Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan dalam Larutan Model ...................................................... 81
Lampiran 11 Hasil Adsorpsi Cd pada Limbah Elektroplating oleh
Alofan, Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan ................................................................................ 83
Lampiran 12. Perhitungan Prosentase Alofan dalam Sampel Tanah .................. 85
Lampiran 13. Spektra Spektrofotometer FTIR Alofan Alam ............................ 86
Lampiran 14. Spektra Spektrofotometer FTIR Alofan Aktif.............................. 87
Lampiran 15. Spektra Spektrofotometer FTIR Biosurfaktan
(BiosPaPueira) ........................................................................... 88
xvi
Lampiran 16. Spektra Spektrofotometer FTIR Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan Perbandingan berat 1:10, waktu
kontak 24 jam (Widyaningsih, 2008)........................................... 89
Lampiran 17. Spektra Spektrofotometer FTIR Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan Perbandingan berat 1:10,
waktu kontak 24 jam................................................................... 90
Lampiran 18. Data XRD Alofan Alam .............................................................. 91
Lampiran 19. Data Luas Permukaan dan Keasaman Biosurfaktan, Alofan
Alam Aktif dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
(Widyaningsih, 2008).................................................................. 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pencemaran logam berat di lingkungan merupakan masalah besar dunia
saat ini, termasuk Indonesia. Peningkatan kontaminasi logam berat di alam
sebagai efek negatif dari kegiatan industri dan perkembangan teknologi
menyebabkan ancaman yang sangat serius bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya, karena keberadaan logam berat yang melebihi nilai ambang batas dapat
menimbulkan masalah pencemaran yang berakibat pada menurunnya kualitas
kesehatan manusia. Salah satu limbah logam berat yang dapat mencemari
lingkungan adalah Cd.
Berbagai metode telah dilakukan untuk mengurangi konsentrasi logam
berat yang mencemari lingkungan, antara lain : biosorpsi, ekstraksi pelarut,
pemisahan menggunakan transport membran, dan adsorpsi. Adsorpsi merupakan
salah satu metode yang akhir – akhir ini sering digunakan, karena metode ini
prosesnya relatif sederhana dan bahan – bahannya mudah diperoleh. Adsorben
yang sering dimanfaatkan dalam adsorpsi antara lain alofan, zeolit, biomassa,
karbon aktif, dan asam humat.
Pengembangan dan modifikasi terhadap adsorben akhir – akhir ini pun
sudah dilakukan, dengan tujuan untuk memperoleh suatu adsorben yang lebih
efektif dalam mengadsorp logam berat, salah satunya adalah melalui teknik
imobilisasi. Teknik imobilisasi dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi suatu
adsorben terhadap logam berat. Kurniawan (2004) mengemukakan bahwa
imobilisasi asam humat pada kitin dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya
terhadap logam Ni(II) sebesar 29,16%. Biomassa Aspergillus oryzae yang
diimobilisasikan pada Na-Silikat menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
mengadsorp Ni(II) dibandingkan hanya menggunakan Aspergillus oryzae dan Na-
Silikat tanpa biomassa (Santoso, 2005). Majdiyah (2007) juga melaporkan bahwa
Rhizopus oryzae yang diimobilisasikan pada zeolit memiliki kapasitas adsorpsi
yang lebih baik dibandingkan Rhizopus oryzae dan zeolit tanpa biomassa.
2
Penelitian lainnya yang menggunakan teknik imobilisasi juga telah dilakukan oleh
Widyaningsih (2008). Pada penelitian tersebut, Widyaningsih (2008)
mengimobilisasikan biosurfaktan hasil biotransformasi limbah cair tapioka oleh
Pseudomonas aeruginosa (=BiosPaPueiera) pada alofan sebagai material
pendukungnya, tetapi kemampuannya dalam mengadsorp logam berat belum
diketahui. Biosurfaktan hasil biotransformasi limbah cair tapioka oleh
Pseudomonas aeruginosa memiliki gugus C=O, -OH, -COO- yang menyediakan
muatan negatif untuk berikatan dengan ion logam, sedangkan alofan memiliki
pori – pori dan situs – situs aktif yang juga dapat digunakan untuk mengadsorp
ion logam.
Biosurfaktan akhir – akhir ini juga sering dimanfaatkan untuk mengurangi
konsentrasi logam berat. Torrens dalam Shin (2004) telah menggunakan
biosurfaktan rhamnolipid, dan efektif untuk menisahkan Cd dari tanah sebesar 8-
54%. Andriani (2007) memanfaatkan biosurfaktan hasil biotransformasi minyak
kedelai oleh oleh Rhodococcus rhodochrous sebagai adsorben Cd, diperoleh
kapasitas adsorpsi sebesar 1,7657 mg/g. Erawati (2007) telah melakukan
penelitian tentang pengambilan ion logam berat Cd menggunakan biosurfaktan
hasil biotransformasi minyak kedelai oleh Pseudomonas aeruginosa, diperoleh
kapasitas adsorpsi sebesar 0,0379 mg/g. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Widyaningsih (2008), diketahui bahwa kondisi terbaik imobilisasi BiosPaPueiera
pada alofan alam diperoleh dengan perbandingan antara biosurfaktan dan alofan =
1:10, dengan waktu imobilisasi selama 24 jam. Biosurfaktan yang
diimobilisasikan pada alofan alam ternyata mengalami peningkatan bilangan
keasaman sebesar 121,50%, walaupun mengalami penurunan luas permukaan
spesifik sebesar 20,42 %. Oleh karena itu, teknik imobilisasi BiosPaPueiera pada
alofan alam yang dilakukan Widyaningsih (2008) diharapkan diperoleh suatu
adsorben yang memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengadsorp logam
berat dibandingkan materi penyusunnya.
Berdasarkan uraian – uraian yang telah disebutkan, penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui kemampuan biosurfaktan yang diimobilisasikan pada
alofan alam untuk mengadsorp ion logam Cd.
3
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Suatu adsorben baru yang disintesis dengan mengimobilisasikan
BiosPaPueiera pada alofan telah berhasil dilakukan, tetapi belum diketahui
kemampuannya sebagai adsorben ion logam Cd. Pada proses adsorpsi terhadap
ion logam, banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain pH larutan, waktu
kontak, konsentrasi awal larutan, temperatur, dan metode adsorpsi. Ada dua
metode adsorpsi yang dapat dilakukan, yaitu metode kolom dan metode batch.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan kondisi adsorpsi dan metode adsorpsi
yang akan digunakan.
Logam berat Cd keberadaannya dapat ditemukan antara lain dalam limbah
cair industri cat, pencelupan tekstil, elektroplating, dan industri kerajinan perak,
sehingga perlu dilakukan pemilihan limbah industri untuk tahap aplikasi.
2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka hal – hal yang perlu
dibatasi adalah sebagai berikut :
a. Sintesis biosurfaktan terimobilisasi pada alofan menggunakan metode yang
dilakukan Widyaningsih (2008).
b. Penentuan kondisi optimum meliputi pH dan waktu kontak, yaitu :
1) kondisi pH yang digunakan dalam proses adsorpsi adalah pada pH 2, 4, 6.
2) waktu kontak yang digunakan dalam proses adsorpsi adalah 0, 5, 10, 20,
30, dan 45 menit.
c. Metode adsorpsi menggunakan metode batch.
d. Limbah yang digunakan adalah limbah industri elektroplating.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah – masalah yang telah diidentifikasi dan
dibatasi sebelumnya, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
4
a. Apakah biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dapat digunakan untuk
adsorpsi ion logam Cd ?.
b. Bagaimanakah kondisi optimum adsorpsi ion logam Cd oleh biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan ?.
c. Bagaimanakah kemampuan biosurfaktan terimobilisasi dalam mengadsorp ion
logam Cd dibandingkan alofan pada larutan model maupun limbah ?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya,
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui kemampuan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam
mengadsorp ion logam Cd.
b. Mengetahui kondisi optimum adsorpsi ion logam Cd oleh biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan.
c. Membandingkan kemampuan adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
terhadap ion logam Cd dengan alofan, baik pada larutan model maupun
limbah.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara teoritis, dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan dan
teknologi mengenai kemampuan adsorpsi ion logam Cd oleh biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan pada kondisi optimum.
b. Secara praktis, dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam
menanggulangi pencemaran logam berat Cd.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Kondisi optimum adsorpsi suatu adsorben terhadap adsorbat dipengaruhi
oleh karakteristik adsorben dan adsorbat, sehingga akan dikaji mengenai logam
berat Kadmium (Cd), adsorpsi, imobilisasi, biosurfaktan, alofan, dan biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan.
1. Pencemaran Logam Berat Cd
Logam berat adalah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram
atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram
adalah logam ringan. Beberapa ion logam berat tersebut juga banyak ditemukan
pada hasil proses industri dan pertambangan yang apabila melebihi ambang batas
akan berpotensi sebagai limbah. Limbah yang dibuang dari pabrik tersebut ketika
tidak dikontrol akan menyebabkan pencemaran lingkungan yang dapat meracuni
penduduk yang tinggal disekitar pabrik tersebut. Logam yang dapat menyebabkan
keracunan adalah jenis logam berat saja. Terjadinya keracunan logam paling
sering disebabkan pengaruh pencemaran lingkungan oleh logam berat. Logam
esensial seperti Cu dan Zn dalam dosis tertentu dibutuhkan sebagai unsur nutrisi
pada manusia, tetapi logam non esensial seperti Hg, Pb, dan Cd sama sekali belum
diketahui kegunaannya walaupun dalam jumlah relatif sedikit dapat menyebabkan
keracunan pada manusia (Darmono, 1995). Misalnya kasus “Minamata disease”
yang disebabkan oleh pencemaran merkuri (Hg) dan itai-itai disease yang
disebabkan oleh pencemaran kadmium (Cd).
Kadmium berwarna putih keperakan menyerupai allumunium. Logam ini
digunakan untuk melapisi logam seperti halnya seng. Kadmium juga banyak
digunakan sebagai bahan pigmen untuk industri cat, enamel, elektroplating dan
plastik.
6
Sifat kimia dan kegunaan logam ini adalah :
1. Mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat bagus untuk campuran
pembuatan bahan – bahan keramik, enamel dan plastik.
2. Sangat tahan terhadap korosi, sehingga bagus untuk melapisi pelat besi dan
baja.
3. Kadmium tidak larut dalam basa, dan pada asam kelarutannya lebih kecil
daripada seng. Kadmium banyak digunakan dalam elektroplating, sebagai
elektroda, sebagai campuran untuk konduktor.
Sifat kimia yang lainnya yaitu kadmium dapat membentuk persenyawaan,
antara lain CdO, Cd(OH)2, CdS, CdF2. Persenyawaan kadmium sangat beracun,
kemungkinan karena substitusi kadmium untuk Zn dalam suatu enzim sehingga
sangat berbahaya terhadap lingkungan, terutama pada manusia. Keracunan
kadmium dalam jangka waktu yang lama akan berakibat toksik terhadap berbagai
organ , yaitu paru – paru, tulang, hati dan ginjal ( Darmono, 1995).
Tabel 1. Karakteristik Fisik Kadmium.
Massa atom 112,40 g.mol-1
Elektron valensi 4d10 4s2
Jari – jari 0,156 nm
Jari – jari ion Cd2+ 0,099 nm
Kelimpahan 7,9.1016
Densitas 8,7 g.cm-3
Keracunan kadmium pada manusia yang melalui debu secara kronis dapat
menyebabkan kekurangan indera penciuman dan akan kembali normal jika toksik
dari debu tersebut dihilangkan. Pada konsentrasi yang rendah, kadmium berefek
terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang
kronis (Darmono, 1995).
Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk mengurangi konsentrasi
logam berat yang mencemari lingkungan, antara lain melalui adsorpsi, biosorpsi,
7
transport membran cair, dan ekstraksi cair-cair. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan untuk mengurangi pencemaran logam berat antara lain :
a) Metode biosorpsi berhasil dilakukan oleh Santoso (2005) untuk
mengadsorp ion logam Ni. Santoso memanfaatkan biomassa Aspergillus
oryzae terimobilisasi dan diperoleh peningkatan kapasitas adsorpsi sebesar
170,9%.
b) Pudjiastuti (2004) melakukan ekstraksi Cu dengan ligan N,N-Butil-Bis(2-
Pikolinamida) menggunakan metode transport membran cair. Kondisi
optimum pada pH fase sumber 7,6. Konsentrasi ligan 1.10-3 M.
Konsentrasi H2SO4 fase penerima 5.10-2 M selama 24 jam, diperoleh
efesiensi sebesar 49,45%.
c) Metode ekstraksi terhadap ion logam Pb berhasil dilakukan oleh
Ariwibowo (2004) menggunakan Dibenzo-18-Crown-6 dan methyl orange
sebagai counter ion. Diperoleh hasil bahwa ion logam Pb berhasil diikat
sebesar 30,426%.
2. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu gejala sorpsi (penyerapan) yang terjadi secara
simultan dengan absorbsi, yang menggambarkan adanya peristiwa fisik pada
permukaan suatu padatan atau interaksi antara zat terlarut dalam fase cair hanya
dengan permukaan dua dimensi fase padat. Adsorpsi terjadi jika gaya tarik
menarik antara zat terlarut dengan permukaan penyerap dapat mengatasi gaya
tarik menarik antara pelarut dengan permukaan penyerap. Adsorpsi berbeda
dengan absorpsi karena absorpsi melibatkan penetrasi suatu zat dari satu fase
terhadap fase ruah lain melalui proses difusi, misalnya air yang terabsorp oleh
spon (Oscik, 1982). Menurut Alberty (1983), adsorpsi terjadi pada permukaan
padatan yang disebabkan adanya daya tarik atom atau molekul dalam permukaan
suatu padatan. Adsorpsi melibatkan dua molekul yaitu molekul adsorben dan
adsorbat. Adsorben adalah zat atau padatan yang digunakan untuk adsorpsi,
sedangkan adsorbat adalah gas (molekul) atau zat yang terlarut (molekul atau ion)
dalam larutan (Sime,1990). Adsorben dapat berupa cairan sehingga dapat terjadi
8
antara zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat cair dan zat cair atau gas dan
zat cair(Alberty, 1983).
Faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain :
a) Karakteristik fisika dan kimia dari adsorben antara lain luas permukaan
dan ukuran pori.
Luas permukaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
proses adsorpsi. Banyak sedikitnya adsorbat yang dapat terserap oleh
adsorben sangat tergantung dari luas permukaan adsorben. Aktivasi
terhadap alofan alam dapat meningkatkan luas permukaan, sehingga akan
meningkatkan jumlah adsorbat yang diserap (Pohan dalam Kusnanto,
2007).
b) Konsentrasi adsorbat di dalam fasa cair.
c) Karakteristik fase cair antara lain pH dan temperatur.
d) Waktu adsorpsi.
Pada suatu adsorpsi diperlukan waktu untuk tercapainya kesetimbangan.
Semakin besar luas permukaan suatu adsorben maka semakin cepat waktu
yang dibutuhkan suatu adsorben untuk mencapai kesetimbangan (Pohan
dalam Kusnanto, 2007).
Adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan gaya yang
menyebabkan adsorpsi yaitu:
a) Adsorpsi Fisika (Fisisorpsi).
Gaya yang menyebabkan adsorpsi pada adsorpsi fisika merupakan gaya
Van der Walls. Gaya ini menyangkut tarik-menarik elektrostatis antar
molekul secara fisika yang terjadi antara permukaan adsorben dan adsorbat
tanpa disertai perubahan kimia. Adsorbat dalam adsorpsi fisika tidak
terikat kuat dengan adsorbennya sehingga dapat dengan mudah terjadi
desorpsi atau pelepasan kembali adsorbat dari permukaan adsorben.
Adsorpsi fisika ini mempunyai panas adsorpsi molar kurang dari 40
kJ/mol.
9
b) Adsorpsi Kimia (Kimisorpsi).
Adsorpsi kimia merupakan hasil interaksi elektron-elektron molekul
adsorben dan adsorbat sehingga mencakup pembentukan ikatan kimia.
Gaya ikat yang terjadi lebih kuat daripada fisisorpsi sehingga adsorpsi
kimia sulit terjadi desorpsi atau pelepasan kembali adsorbat dari
permukaan adsorben. Adsorpsi kimia mempunyai panas adsorpsi tinggi
yaitu sekitar 40-800 kJ/mol. Adsorbat hanya dapat membentuk satu
lapisan / monolayer pada permukaan adsorben (Oscik,1982).
3. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dianggap sebagai perubahan enzim dari yang larut dalam
air keadaan bergerak menjadi keadaan “tak bergerak”. Teknik imobilisasi ini
dapat memperluas sisi spesifik pengikat logam dari biomassa (Cupta dkk., dalam
Suryanti, 2006), dan logam yang terserap dapat dipisahkan dari biomassa dan di-
recovery kembali (Suhendrayatna, 2002). Sistem imobilisasi sangat cocok untuk
non-destructive recovery dimana setelah logam berat dimasukkan, logam tersebut
dapat berkontak dengan sebuah material padatan dan selanjutnya mudah tertarik
keluar bersama sebagian kecil cairan untuk proes recovery dan pembuangan.
Idealnya, proses yang melibatkan imobilisasi sel akan mudah di recovery dan
digunakan kembali untuk pengikatan ion logam. Proses ini akan tercapai
tergantung dengan jumlah eluting metal chelator, tinggi rendah pH larutan
(Wilkinson dkk, 1989).
Imobilisasi mungkin dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan katalis
yang diinginkan, tapi masalah ini dapat dikurangi dengan pemilihan metode
imobilisasi yang sesuai. Ada tiga metode imobilisasi pada enzim yaitu: carrier-
binding, cros-linking, dan entrapping. Pada metode carrier-binding, terjadi ikatan
antara enzim dengan matrik tempatnya terimobilisasi. Pada metode ini, banyaknya
enzim terimobilisasi dan aktivitas enzim setelah imobilisasi bergantung pada sifat
dari padatan pendukungnya seperti ukuran partikel, luas permukaan, rasio molar
antara gugus hidrofilik dan hidrofobik, serta komposisi kimia. Beberapa matrik
pendukung yang digunakan pada metode carrier-binding biasanya suatu turunan
10
polisakarida, seperti selulosa, dextrin, dan polyacrylamide. Metode ini dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu: adsorpsi fisika, ikatan ionik dan ikatan
kovalen. Metode cross-linking biasa digunakan pada enzim dengan tingkat
kereaktifan yang rendah, dilakukan melalui pengikatan silang inter-molekul
protein maupun antar molekul protein pada suatu gugus fungsional menggunakan
suatu matrik pendukung yang tidak larut. Kebanyakan pelarut yang digunakan
adalah glutaraldehid, dan dapat dilakukan pada beberapa kondisi. Metode
entrapment, didasari pada lokalisasi enzim terhadap tempatnya terimobilisasi,
seperti pada kisi, matrik polimer atau membran (Hacker, 1997). Pada metode ini
terjadi prosos penjebakan di dalam suatu matriks atau gel yang permiabel terhadap
enzim, substrat dan produk (Kim, 1995). Gambaran terimobilisasinya enzim pada
setiap metode imobilisasi, dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Imobilisasi enzim metode carrier-binding (A), cross-linking (B) dan
entrapment (C) (Hacker, 1997).
Agusto de Costa dkk, dalam Suhendrayatna (2001) melaporkan bahwa
Chlorella homospaera yang diimobilisasikan pada alginate menghasilkan sistem
yang baik untuk mendeteksi Cd, Zn dan Au dari suatu perairan tercemar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa imobilisasi dapat meningkatkan
kemampuan adsorpsi suatu sorben terhadap ion logam. Santoso (2007)
mengemukakan bahwa Aspergillus oryzae yang diimobilisasikan pada natrium
silikat memberikan kapasitas adsorpsi yang lebih besar daripada biomassa aktif
tanpa imobilisasi, dengan kapasitas adsorpsi masing - masing adalah 59,926 mg/g
A B C
11
dan 22,121 mg/g. Kapasitas adsorpsi Nikel (II) oleh Rhizopus oryzae yang
diimobilisasikan pada zeolit lebih besar dibandingkan Rhizopus oryzae tanpa
imobilisasi, yaitu masing-masing sebesar 32,248 mg/g dan 20,167 mg/g
(Majdiyah, 2007).
4. Alofan
Nama alofan pertama kali diperkenalkan oleh Stromeyer dan Haussman
tahun 1861 untuk aluminosilikat hidrus yang terdapat pada alam. Kebanyakan
tanah yang mengandung alofan dikenal banyak terdapat dalam lapisan tanah
andosol, sedangkan lofan terutama ditemukan pada tanah – tanah abu vulkanik.
(Tan, 1991). Istilah andosol berasal dari kata jepang ando yang berarti hitam atau
kelam. Tanah andosol berarti tanah yang berwarna hitam, yang mengandung
bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan, serta sedikit silika,
alumina atau hidroksida besi (Darmawijaya, 1997). Sejak itu nama alofan telah
diterima secara luas untuk berbagai macam bahan lempung yang bersifat amorf
terhadap analisis difraksi sinar X. Alofan sebelumnya diklasifikasikan sebagai
lempung kaolin, karena ia mempunyai struktur lembar yang mirip dengan kaolinit,
dan memiliki pori rata – rata 50 A. Komposisi kimianya dicirikan oleh rasio
molekular Al : Si =1 : 1 atau 1 : 2, sedangkan rumus kimia yang diusulkan adalah
SiO2.Al2O3.2H2O atau Al2O3.2SiO2.H2O (Tan, 1991).
Struktur alofan dengan nisbah Si/Al = 1 tersusun atas satu rantai
tetrahedral silika besambung pada satu sudutnya dengan satu rantai oktahedral
alumina. Penambahan rantai oktahedral alumina lainnya pada rantai tetrahedral
menghasilkan pembetukan alofan dengan nisbah Si/Al=1/2 (Darmawijaya, 1997).
Struktur terbuka teoritis mineral alofan alam dapat dilihat pada gambar 2. Mineral
ini juga bersifat amfoter dan dapat mengikat fosfat dalam jumlah yang banyak.
Kehadiran alofan juga mempunyai pengaruh yang penting terhadap sejumlah sifat
– sifat fisika tanah. Tanah – tanah yang banyak mengandung alofan dicirikan oleh
nilai kerapatan lindak (berat volume) yang rendah dan plastisitas yang tinggi,
meskipun tanah tersebut bersifat tak lekat sewaktu basah. Kapasitas menangkap
air tampaknya meningkat cukup besar dengan adanya alofan (Tan, 1991).
12
Gambar 2. Struktur terbuka teoritis mineral alofan alam
(Santoso, 1985)
Identifikasi mineral ini kebanyakan dilakukan dengan ADT, XRD,
maupun IR. (Tan, 1991). Spektra FTIR alofan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Gustafsson dkk (1998) ditunjukkkan pada gambar 3.
Gambar 3. Spektra IR alofan ( proto imogolit ) dan imogolit standar.
Kodama dkk dalam Gustafsson (1998) menyebutkan bahwa analisis XRD
terhadap alofan memberikan puncak dengan kristalinitas yang rendah. X Ray
Diffraction merupakan metode yang digunakan untuk karakterisasi kualitatif
maupun kuantitatif. X Ray Diffraction hanya dapat digunakan untuk analisis
terhadap material yang memiliki kristalinitas tinggi, tapi menunjukkan puncak
13
rendah terhadap material yang memiliki kristalinitas rendah (Hamdan, 1992). Barr
(1994) menyebutkan bahwa alofan mempunyai puncak pada 2,25 dan 3,3 A.
Difraktogram alofan alam dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Difraktogram alofan yang berasal dari New Mexico, Cu-Kα radiation
(Gustafsson dkk, 1998)
Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk mengetahui kemampuan
adsorpsi alofan terhadap logam berat. Prowida (2003) mengemukakan bahwa
alofan alam yang diaktivasi menggunakan HCl memiliki kemampuan untuk
mengadsorpsi logam Zn dengan kapasitas adsorpsi sebesar 1,3008 mg/g. Kisworo
(2004) menggunakan alofan alam sebagai adsorben logam berat Cd, diperoleh
kapasitas adsorpsi sebesar 0,1277 mg/g.
5. Biosurfaktan
Biosurfaktan adalah suatu molekul surfaktan yang disintesis oleh suatu
mikroorganisme. Tidak seperti surfaktan yang diperoleh secara kimiawi, yang
diklasifikasikan berdasarkan gugus polarnya, biosurfaktan dikategorikan
berdasarkan komposisi kimia dan mikroorganisme pembuatnya (Desai dkk, 1997).
Komposisi dan penyusun biosurfaktan tergantung pada beberapa faktor, misalnya
substrat alami, konsentrasi zat makanan dalam medium, dan kondisi lingkungan.
14
Molekul biosurfaktan ini menurunkan tegangan permukaan dan tegangan
antarmuka pada campuran hidrokarbon dan air, sehingga potensial digunakan
untuk memisahkan minyak dan proses deemulsifikasi. Beberapa biosurfaktan
yang berhasil di sintesis oleh mikroorganisme dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Beberapa Contoh Biosurfaktan dan Mikroorganisme Pembuatnya.
Senyawa Sifat Mikroorganisme
Rhamnolipid Anionic, ekstraseluler Pseudomonas sp
Saphrolipid Nonionic atau aionik,
ekstraseluler
Candida bogoriensis
Torulopsis sp
Cellobioselipids Nonionik, ekstraseluler Ustilago maydis,
Ustilago zeae
Sumber : Ghazali dan Ahmad, 1997.
Keuntungan biosurfaktan dibandingkan surfaktan yang disintesis secara
kimia antara lain : tidak beracun, dapat diuraikan, lebih ramah lingkungan, dan
dapat disintesis dari bahan – bahan organik ataupun limbah organik yang sebagai
sumber karbon dan nitrogen (Desai dkk, 1997). Selain beberapa keuntungan
tersebut, biosurfaktan dapat menggantikan surfaktan komersial dalam kebutuhan
untuk remidiasi, karena kurang beracun dan kemampuannya untuk terdegradasi
(Shin, 2004). Windrawati (2007) telah berhasil memanfaatkan limbah cair tepung
tapioka sebagai sumber karbon tambahan dalam proses pembuatan biosurfaktan
(BiosPaPueira) melalui biotransformasi oleh Pseudomonas aeruginosa,dan
strukturnya mirip dengan rhamnolipid. Rhamnolipid adalah jenis biosurfaktan
yang termasuk dalam golongan glykolipid, yang terdiri dari satu atau dua molekul
rhamnose yang dihubungkan pada satu atau dua molekul asam β-
hidroksidekanoid. Struktur rhamnolipid dapat dilihat pada gambar 5.
15
Gambar 5. Struktur Rhamnolipid.
Rhamnolipid bersifat anionik dan memiliki gugus karbonil dan hidroksil
yang berpotensi untuk dapat dipertukarkan dengan kation, sehingga dapat
digunakan untuk menyerap logam berat. Pada eksperimen yang dilakukan oleh
Torrens et all dalam Shin (2004), rhamnolipid efektif untuk memisahkan Cd dari
tanah sebesar 8–54%. Diagram mekanisme pengikatan ion logam oleh
biosurfaktan dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6 . Mekanisme pengikatan ion logam oleh biosurfaktan (Frazer, 2000).
Pada suhu rendah, biosurfaktan berbentuk monomer, sedangkan pada suhu tinggi biosurfaktan dapat membentuk kompleks, yaitu misel
Misel biosurfaktan membantu menghilangkan ion logam dari permukaan tanah, dan memindahkan kedalam larutan
Gugus polar pada misel dapat mengikat ion logam dari permukaan tanah
Ion logam ditemukan mencemari tanah, dan berikatan dengan permukaan tanah
(University Communications, 2007) (Shahedan, 2007)
16
Pada percobaan yang dilakukan Windrawati, proses sintesis biosurfaktan
rhamnolipid dilakukan dengan cara menginokulasikan biakan Pseudomonas
aeruginosa ke dalam medium yang mengandung limbah cair tepung tapioka
sebagai sumber karbon tambahan, dengan lama fermentasi empat hari setelah
sebelumnya dilakukan proses adaptasi selama dua hari. Pemurnian biosurfaktan
dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut kloroform : methanol = 2 :
1. Biosurfaktan yang dihasilkan berwarna coklat dengan bau yang menyengat dan
berbentuk gel. Spektra dan serapan FT-IR biosurfaktan hasil biotransformasi
limbah cair tepung tapioka dapat dilihat pada gambar 7.
Gambar 7. Spektra FT-IR biosurfaktan hasil biotransformasi limbah cair tepung
tapioka (Windrawati, 2008).
Dari gambar 7, menunjukkan bahwa BiospaPueira mempunyai serapan
yang kuat pada 3402,2 cm-1 yang merupakan serapan -OH hidroksi, yang
kemungkinan adalah gugus -OH pada rhamnopiranosil. BiosPaPueira juga
mempunyai rantai panjang alifatik yang ditunjukkan dengan munculnya serapan
khas C-H metilen pada 2927,7 dan 2854,5 cm-1, serta gugus C-H metil pada
1458,1 cm1. Serapan gugus karbonil (C=O) pada 1654,8 cm-1 menunjukkan
bahwa BioSPaPueira merupakan senyawa karboksilat yang didukung dengan
17
munculnya serapan C-O karboksilat pada 1253,6 cm-1. Data lengkap serapan FTIR
BiosPaPueira dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Serapan BiosPaPueira pada Spektrofotometer FTIR
Pustaka Serapan FT – IR (cm-1) ν (cm-1) Identifikasi
Keterangan
3402,2 3550 – 3200 Uluran -OH BioSPaPueira mengandung gugus hidroksi
2927,7
2854,5 2926 & 2853
Uluran C–H hidrokarbon
BioSPaPueira mempunyai rantai karbon
1654,8 1870 – 1540 Gugus C=O BioSPaPueira mengandung gugus karbonil
1458,1 1450 Tekukan C–H metil
BioSPaPueira mempunyai gugus metil
1377,1 1350 Tekukan C–H metilen
BioSPaPueira mempunyai gugus metilen
1253,6 1320 – 1210 Uluran C–O karboksilat
BioSPaPueira merupakan senyawa karboksilat
1056,9 1300 – 1000 Gugus C–O Ester BioSPaPueira mempunyai gugus ester
Sumber : Windrawati (2008)
BiosPaPueira memiliki gugus aktif antara lain gugus C=O, -OH, -COO-.
Adanya gugus-gugus aktif ini memungkinkan BiosPaPueira untuk dapat
diinteraksikan dengan komponen lain (Windrawati, 2008). Reaksi pengikatan ion
logam oleh gugus-gugus yang terdapat pada rhamnolipid dapat dilihat pada
gambar 8.
Gambar 8. Reaksi pengikatan ion logam Ca2+ oleh rhamnolipid (Maier, 1998).
18
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari kemampuan
adsorpsi biosurfaktan terhadap ion logam. Antara lain, Erawati (2007) yang
menggunakan biosurfaktan hasil biotransformasi minyak kedelai oleh
Pseudomonas aeruginosa sebagai adsorben ion logam Cd, diperoleh kapasitas
adsorpsi sebesar 0,2389 mg/g pada pH 6. Pujiastuti (2008) menggunakan
biosurfaktan hasil biotransformasi minyak jagung oleh Rhodococcus rhodocrous
sebagai adsorben ion lgam Cd, diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar 1,8235 mg/g
pada pH 6.
6. Adsorben Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Widyaningsih (2008) berhasil mensintesis material baru yang merupakan
gabungan dari biosurfaktan dan alofan alam, yaitu biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan, yang disintesis dengan mengimobilisasikan biosurfaktan pada alofan
alam. Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan disintesis dengan variasi
perbandingan antara biosurfaktan dan alofan, yaitu 1:5, 1:7, 1:10 dan
diimobilisasikan selama waktu kontak 24 jam dan 48 jam. Kondisi optimum
imobilisasi dicapai pada perbandingan berat biosurfaktan dan alofan sebesar 1:10
dengan waktu kontak 24 jam, yang menunjukan besarnya luas permukaan spesifik
sebesar 82,41 ± 0,39 m2/g dan bilangan keasaman sebesar 9,12 ± 0,42 mmol/g.
Bila dibandingkan dengan alofan, terjadi penurunan luas permukaan spesifik
sebesar 20,42% dan kenaikan bilangan keasaman sebesar 121,50%. Penurunan
luas permukaan yang terjadi kemungkinan disebabkan karena terjadinya
penyumbatan pori-pori alofan oleh partikel-partikel BiosPaPueira. Data luas
permukaan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan hasil sintesis Widyaningsih
(2008) dapat dilihat pada tabel 4.
Spektra FTIR adsorben hasil imobilisasi secara garis besar memiliki
kemiripan dengan alofan aktif, ini tampak dari gugus-gugus fungsi yang terdapat
pada adsorben hasil imobilisasi yang mirip dengan alofan aktif. Serapan-serapan
khas dari alofan masih tampak jelas yang disebabkan karena pada proses
imobilisasi, komposisi alofan sebagai matrik pengimobilisasi dibuat berlebih
19
Tabel 4. Data Luas Permukaan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
(Widyaningsih, 2008).
Luas Permukaan (m2/gr) Perbandingan Biosurfaktan dan Alofan t = 24 jam t = 48 jam
1 : 5 73,86 ± 3,19 72,08 ± 0,48
1 : 7 78,45 ± 3,27 73,45 ± 1,65
1 : 10 82,42 ± 0,39 72,56 ± 1,16
Data spektra FTIR adsorben hasil imobilisasi menunjukkan pergeseran
bilangan gelombang dibandingkan dengan alofan. Namun, dari segi perubahan
intensitas dan pergeseran puncak yang ditampilkan sangat kecil. Hal ini
disebabkan BiosPaPueira yang terimobilisasi ke dalam alofan dari segi kuantitas
kecil sehingga tidak mampu melampaui base line spektra alofan (Widyaningsih,
2008). Dari hasil FTIR daerah serapan sekitar 3449,06 menunjukan vibrasi ulur
dari -OH. Pada BiosPaPueira, vibrasi ulur -OH berasal dari gugus -OH pada
rhamnosil, sedangkan pada alofan aktif gugus -OH berasal dari Si-OH dan Al-OH.
Pada hasil imobilisasi terjadi pergeseran bilangan untuk uluran -OH, hal ini
karena pengaruh vibrasi ulur -OH antar biosurfaktan dan alofan aktif. Serapan
pada daerah bilangan gelombang 1037,49 cm-1 menunjukkan adanya gugus -C-O,
serapan pada 1038,40 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O, sedangkan serapan
pada 540,30 & 471,23 cm-1 menunjukan keberadaan gugus Si-O-Si / Al-O-Al.
Data FTIR biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Spektra FTIR biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
(Widyaningsih, 2008)
Si-O-Si / Al-O-Al
-OH C-O
C=O
20
B. Kerangka Pemikiran
Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan merupakan adsorben yang
potensial untuk digunakan sebagai adsorben logam berat Cd. Biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan mengalami kenaikan bilangan keasaman sebesar
121,50%, walaupun mengalami penurunan luas permukaan sebesar 20,42 %
terhadap alofan. Meskipun terjadi penurunan luas permukaan, tetapi kenaikan
tingkat keasaman menunjukkan bahwa semakin banyak situs-situs aktif pada
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan sehingga dapat meningkatkan kapasitas
adsorpsi terhadap ion logam Cd. Gugus C=O dan -OH pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan menyediakan muatan negatif yang dapat berikatan
dengan ion logam Cd. Selain itu, pori – pori pada biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan juga dapat digunakan untuk mengadsorp ion logam Cd.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses adsorpsi terhadap
logam berat, antara lain pH larutan, waktu kontak, konsentrasi awal larutan, dan
temperatur. Pada penelitian ini, untuk mengetahui kondisi optimum adsorpsi maka
dilakukan variasi pH dan lamanya waktu kontak adsorpsi terhadap logam berat.
Kondisi pH akan mempengaruhi proses adsorpsi ion logam dalam larutan, karena
pH akan mempengaruhi banyaknya ion H+ dan OH- yang akan berkompetisi
dengan ion logam untuk berikatan dengan gugus fungsional pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan. Variasi pH yang digunakan adalah pada pH asam,
karena logam berat belum mengendap hingga batas pH pengendapan logam, tetapi
akan mengendap pada pH yang lebih tinggi. Kondisi pH yang terlalu asam akan
menghambat adsorpsi karena terjadi kompetisi antara ion logam dengan H+,
sedangkan pada pH yang lebih tinggi, konsentrasi OH- juga tinggi. OH- berfungsi
sebagai basa yang akan berkompetisi dengan gugus fungsi pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan untuk bereaksi dengan ion logam. Pada kondisi
tersebut, ion logam dominan bereaksi dengan OH- sedangkan yang bereaksi
dengan gugus fungsi berkurang. Selain adanya kompetisi dengan OH-, kondisi pH
yang tinggi akan menyebabkan logam – logam membentuk endapan sehingga
mengganggu adsorpsi, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan pada pH
dibawah batas pengendapan ion logam Cd. Waktu kontak yang digunakan singkat
21
karena dari segi ekonomi, waktu kontak yang singkat sangat diperlukan.
Konsentrasi ion logam yang teradsorp diperoleh dengan membandingkan
konsentrasi logam setelah dilakukan adsorpsi dan sebelum dilakukan adsorpsi,
sehingga dapat diketahui bisa atau tidaknya biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan untuk mengadsorp ion logam Cd dalam larutan model maupun limbah.
C. Hipotesis
Hipotesis penelitian yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dapat digunakan sebagai adsorben
ion logam Cd.
2. Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan mempunyai kemampuan adsorpsi
lebih baik untuk mengikat ion logam Cd dibandingkan dengan alofan.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode experimental laboratorium, yang
meliputi empat tahap, antara lain:
Tahap I adalah sintesis dan karakterisasi biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan. Sintesis biosurfaktan terimobilisasi pada alofan berdasarkan metode yang
dilakukan Widyaningsih (2008). Karakterisasi terhadap biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan meliputi analisis FTIR, keasaman dan luas permukaan
spesifik.
Tahap II adalah penentuan kondisi optimum adsorpsi biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan pada larutan model Cd, dilakukan setelah dilakukan
karakterisasi.
Tahap III adalah adsorpsi untuk membandingkan kemampuan adsorpsi
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dengan alofan pada larutan model Cd.
Tahap IV adalah adsorpsi logam Cd dalam limbah elektroplating,. Tahap
ini dilakukan setelah diketahui kondisi optimum adsorpsi biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan terhadap ion logam Cd. Metode adsorpsi terhadap ion
logam Cd menggunakan metode batch. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
lampiran 1.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2006 sampai Mei 2008. Tahap I yang
meliputi sintesis biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dilakukan di Sub
Laboratorium Basik Sains Biologi UNS, karakterisasi biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan di Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS, dan analisis FTIR
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan di Laboratorium Kimia Universitas Islam
Indonesia, Yogyakarta . Tahap II, III, dan IV dilakukan di Sub Laboratorium
Basik Sains Biologi.
23
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Atomic Absorption Spectrocopy (AAS) AA 6650, Spesifikasi Limit Deteksi
terhadap Cd 0,1-2 ppm.
b. Desikator.
c. Neraca Analitis, Denver Instrument Company TL-603D.
d. pH meter, corning.
e. Peralatan gelas Pyrex, Merck.
f. Shaker IKA Labortechnik K 250 Basic.
g. Spectrophotometer Model SP-300 Maxima.
h. Sentrifuge.
i. Vortex Mixer VM-300.
j. X-Ray Diffractometer (XRD) Merk Shimadzu Type 6000.
2. Bahan
Bahan - bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Akuades
b. CH3COOH glasial.
c. HNO3 65%, Merck.
d. Kertas Saring Whatman No. 42.
e. Larutan Cd .
f. Limbah cair industri elektroplating.
g. Limbah cair industri tapioka.
h. Metilen biru.
i. NH3 25%, Merck.
j. NaCH3COOH.
k. Tanah alofan dari Gunung Lawu, Jawa Tengah.
24
D. Prosedur Percobaan
Bagan kerja penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.
1. Sintesis dan Karakterisasi Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan.
a. Sintesis biosurfaktan terimobilisasi pada alofan.
Sintesis biosurfaktan terimobilisasi pada alofan menggunakan
perbandingan biosurfaktan : alofan = 1 : 10. Kedalam tabung yang berisi
biosurfaktan 0,8 gr di tambahkan aquades kemudian divortex selama 1 menit dan
setelah itu dimasukkan kedalam gelas beker yang berisi alofan sebanyak 8 gr.
Campuran kemudian ditambahkan aquades sebanyak 20 ml dan diaduk selama 24
jam. Setelah 24 jam pengadukan, campuran disaring dan suspensi hasil
penyaringan dikeringkan didalam oven 40-50oC hingga kering.
b. Karakterisasi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan.
Karakterisasi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan meliputi analisis
FTIR, pengukuran luas permukaan spesifik dan keasaman.
1) Analisis FTIR.
Identifikasi gugus fungsional komponen biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan dilakukan dengan FTIR menggunakan teknik butiran KBr,
yaitu pelet dibuat dengan mencampurkan 2 % ( b/b ) sampel dalam KBr.
Sampel pelet dianalisis dengan alat Spektrofotometer Shimidzu FT-IR
8201 PC. Daerah pengamatan dianalisis dengan Spektrofotometer adalah
serapan pada bilangan gelombang 400 – 4000 cm-1.
2) Penentuan Keasaman dengan Metode Adsorbsi Amonia.
Pada krus kosong yang telah diketahui beratnya ditambahkan 0,1
gr biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dan dimasukkan ke dalam
desikator yang dialiri gas amoniak, kemudian desikator ini ditutup rapat-
rapat dan dibiarkan semalam atau 24 jam. Setelah semalam (24 jam), tutup
desikator dibuka dan dibiarkan selama dua jam agar amoniak yang tidak
teradsorb menguap. Dengan membandingkan berat krus berisi sampel
sebelum dan sesudah adsorpsi, maka dapat diketahui berat basa yang
teradsorp oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan, sehingga harga
keasaman dapat diketahui.
25
3) Penentuan Luas Permukaan dengan Metode Metilen Biru.
Ke dalam 20 ml larutan metilen blue 100 ppm, dimasukkan 0,05 gr
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dan di-shaker selama waktu
setimbang. Kemudian campuran disaring dan filtratnya diukur
absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimum. Dengan menggunakan rumus yang ada maka dapat diperoleh
harga luas permukaan spesifiknya.
2. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan terhadap Ion Logam Cd dalam Larutan Model.
a. Penyediaan Reagen.
1) Membuat larutan Cd standar 1000 ppm.
Cd(NO3)2.4H2O sebanyak 0,274 gr dilarutkan menggunakan HNO3
0,1 M hingga volume 100 ml.
2) Membuat larutan standar.
Beberapa larutan Cd dengan beberapa konsentrasi dibuat dan
diukur absorbansinya masing - masing dengan AAS. Setelah diketahui
absorbansi masing - masing konsentrasi, kemudian dibuat kurva hubungan
absorbansi dengan konsentrasi logam.
b. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan.
Larutan model Cd sebanyak 10 ml, yang diperoleh dari pengenceran 50
ml Cd 10 ppm dengan HNO3 kedalam labu ukur 250 ml, ditempatkan kedalam
dalam beker yang berisi 0,05 gr biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dan
dilakukan pengadukan selama 0, 5, 10, 20, 30 dan 45 menit dengan pH larutan
masing – masing 2, 4, dan 6. Kemudian campuran tersebut disaring dengan kertas
Whatman No.42 dan filtratnya diukur dengan AAS untuk mengetahui konsentrasi
logam yang tidak teradsorp oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan.
Konsentrasi logam Cd yang teradsorp oleh biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan dapat diketahui dengan membandingkan perbedaan konsentrasi logam
awal dengan konsentrasi logam setelah adsorpsi.
26
3. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi Cd antara Alofan dan Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dalam Larutan Model.
Larutan model Cd sebanyak 10 ml, diperoleh dari pengenceran 50 ml Cd
10 ppm dengan HNO3 kedalam labu ukur 250 ml, ditempatkan kedalam beker
yang berisi 0,05 gr biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dan diaduk pada
kondisi optimum. Kemudian campuran disaring dengan kertas Whatman No.42
dan filtratnya diukur dengan AAS untuk mengetahui konsentrasi logam yang tidak
terambil oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan.
Konsentrasi logam Cd yang terambil oleh biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan dapat diketahui dengan membandingkan perbedaan konsentrasi logam awal
dengan konsentrasi logam setelah adsorpsi. Cara yang sama juga dilakukan
menggunakan alofan dan biosurfaktan saja. Hasil adsorpsi biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan kemudian dibandingkan dengan hasil adsorpsi alofan
pada larutan model Cd.
4. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi Cd antara Alofan dan Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dalam Limbah Elektroplating.
a. Penyediaan reagen.
1) Membuat larutan Cd standar 1000 ppm.
Cd(NO3)2.4H2O sebanyak 0,274 gr dilarutkan menggunakan HNO3
0,1 M hingga volume 100 ml.
2) Membuat kurva standar.
Beberapa larutan Cd dengan beberapa konsentrasi dibuat dan
diukur absorbansinya masing - masing dengan AAS. Setelah diketahui
absorbansi masing - masing konsentrasi, kemudian dibuat kurva hubungan
absorbansi dengan konsentrasi logam.
b. Adsorpsi Cd dalam Limbah oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Larutan limbah yang sudah disaring sebanyak 10 ml ditempatkan dalam
beker yang berisi 0,05 gr biosurfaktan terimobilisasi pada alofan, kemudian
diaduk pada kondisi optimum. Setelah itu campuran disaring dengan kertas
Whatman No.42 dan filtratnya diukur dengan AAS untuk mengetahui konsentrasi
27
logam yang tidak terambil oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan. Cara yang
sama juga dilakukan untuk alofan dan biosufaktan.
Konsentrasi logam Cd pada limbah yang teradsorp dapat diketahui dengan
membandingkan perbedaan konsentrasi logam awal dengan konsentrasi logam
setelah adsorpsi. Hasil adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan kemudian
dibandingkan dengan hasil adsorpsi alofan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sebelum digunakan untuk mengadsorp ion logam Cd, terlebih dahulu
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dikarakterisasi keasaman, luas permukaan,
dan gugus – gugus fungsinya. Data kuantitatif dalam penentuan tingkat keasaman
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan menggunakan metode basa ammonia,
penentuan luas permukaan menggunakan metode metilen biru, sedangkan
penentuan gugus – gugus fungsi yang terdapat pada biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan menggunakan FTIR.
1. Setelah dilakukan karakterisasi terhadap biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan, selanjutnya dikumpulkan data mengenai konsentrasi ion logam Cd
sebelum dan sesudah adsorpsi. Dari data AAS tersebut dapat dianalisis
besarnya kapasitas adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan terhadap
ion logam Cd, sehingga dapat diketahui apakah biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan dapat mengadsorp ion logam Cd atau tidak.
2. Data yang dikumpulkan untuk membandingkan kemampuan adsorpsi
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dengan alofan adalah data mengenai
kapasitas adsorpsi terhadap Cd. Berdasarkan data kapasitas adsorpsi, dapat
diketahui kemampuan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam
mengadsorp ion logam Cd dibandingkan dengan alofan.
28
F. Teknik Analisis Data
Data-data dalam penelitian ini dari awal hingga akhir diperoleh untuk
menjawab rumusan masalah yang ada. Setiap data yang diperoleh merupakan
acuan untuk melakukan langkah berikutnya. Dari data yang dikumpulkan dapat
dianalisis sebagai berikut:
1. Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui gugus – gugus fungsional yang
terdapat pada biosurfaktan terimobilisasi pada alofan. Hasil analisis gugus
fungsi kemudian dibandingkan dengan hasil sintesis Widyaningsih (2008).
Keasaman total spesifik dapat diketahui dengan membandingkan berat sampel
sebelum terjadi adsorpsi dan sesudah terjadi adsorpsi terhadap ammonia.
Harga keasaman total spesifik dapat dihitung menggunakan persamaan :
Keasaman = ((A-B)/BM NH3) x 1000 mmol tiap gram sampel.
Keterangan :
A = berat krus kosong + sampel setelah adsorpsi
B = berat krus kosong + sampel awal
Dari data – data yang dikumpulkan sebelumnya, luas permukaan adsorben
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
S = (Xm x N x A) / M
Keterangan :
S = luas permukaan ( m2/g)
Xm = metilen blue yang terserap oleh 1 g adsorben ( g/g)
N = bilangan avogadro ( 6,023 x 1023 molekul/mol)
A = luas permukaan 1 molekul metilen blue (197 x 10-20 m2/molekul)
M = massa molekul metilen biru ( 319,86 g/mol)
2. Konsentrasi logam setelah adsorpsi dapat diketahui dengan memplotkan harga
absorbansi yang diperoleh pada kurva standar dengan cara regresi linear.
Jumlah logam yang teradsorp dapat diketahui dengan membandingkan
perbedaan antara konsentrasi awal dan konsentrasi setelah adsorpsi.
Kapasitas adsorpsi terhadap logam dapat dicari menggunaan persamaan
sebagai berikut :
29
m = V( Ci – Cf )
s
Keterangan :
m = kapasitas penyerapan (mg/g).
V = volume larutan (l).
Ci = konsentrasi awal larutan (mg/l).
Cf = konsentrasi akhir larutan (mg/l).
s = berat adsorben (g).
Berdasarkan data kapasitas adsorpsi yang diperoleh, dapat diketahui
kemampuan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan untuk mengadsorp logam
berat Cd, kemudian dibandingkan dengan alofan.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan merupakan suatu adsorben yang
disintesis menggunakan metode imobilisasi yang dilakukan oleh Widyaningsih
(2008), yaitu dengan cara mengimobilisasikan biosurfaktan hasil biotransformasi
limbah tepung tapioka (BiosPaPueira) pada alofan. Selanjutnya biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan dikarakterisasi untuk dibandingkan dengan hasil
sintesis oleh Widyaningsih (2008) sebagai material pembanding, kemudian
digunakan untuk mengadsorp ion logam Cd pada larutan model maupun limbah
elektroplating pada kondisi optimumnya.
A. Karakterisasi Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan hasil sintesis dikarakterisasi gugus
fungsinya menggunakan FT-IR, luas permukaan menggunakan metode metilen
biru dan bilangan keasaman menggunakan metode adsorpsi ammonia. Dari hasil
karakterisasi tersebut, dapat dibandingkan dengan material pembanding hasil
sintesis Widyaningsih (2008).
1. Analisis Gugus Fungsi
Proses identifikasi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan menggunakan
spektrofotometer infra merah untuk mengetahui komponen gugus – gugus fungsi
pada adsorben hasil sintesis, yang kemudian dibandingkan dengan hasil sintesis
Widyaningsih (2008). Spektra hasil sintesis dan hasil sintesis Widyaningsih
(2008) ditunjukkan pada gambar 10.
31
Gambar 10. Spektra spektrofotometer FTIR biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan hasil sintesis (a) dan Widyaningsih (2008) (b)
Dari perbandingan spektra yang ditunjukkan pada gambar 10, dapat dilihat
bahwa spektra FTIR hasil sintesis pada penelitian ini sangat mirip dengan hasil
sintesis Widyaningsih (2008). Data hasil analisis gugus fungsi biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan ditunjukkan pada tabel 5. Pada tabel 5, dapat diamati
bahwa terdapat kesamaan serapan bilangan gelombang dengan hasil sintesis
Widyaningsih (2008), meskipun terjadi pergeseran tetapi pergeseran tersebut tidak
terlalu signifikan.
a
b
32
Tabel 5. Data Hasil Analisis Gugus Fungsi Biosurfaktan Terimobilisasi pada
alofan
Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi
Pustaka (*)
Widyaningsih (2008)
Hasil Sintesis
Uluran C-H
alkana 3000-2840 - 2927,25
Ser
apan
B
iosu
rfak
tan
Gugus C=O 1870-1540 1638,40 1640,30
Uluran -OH 3650-3200 3449,06 3450.11
Rentangan
Simetri
O-Si-O/
O-Al-O
680-850(**) 789,99 789,75
Ser
apan
Alo
fan
Gugus Si-
OH / Al-OH 420-500(**) 471,25 471,23
Keterangan : * = Silverstein, Bassler, Morril (1991) ** = Hamdan (1992)
Dari tabel 5, dapat diidentifikasi adanya gugus–gugus pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan yang dapat dipertukarkan dengan ion logam, antara lain
C=O dan -OH. Gugus fungsi yang teridentifikasi sebagai gugus aktif karbonil
(C=O) ditunjukkan pada bilangan gelombang 1640,30 cm-1, hidroksi (-OH)
ditunjukkan pada bilangan gelombang 3450,11 cm-1.
2. Luas Permukaan Spesifik dan Bilangan Keasaman
Adsorben hasil imobilisasi selanjutnya dikarakterisasi luas permukaan dan
bilangan keasaman. Luas permukaan spesifik diukur dengan metode metilen biru
sedangkan bilangan keasaman dilakukan dengan adsorpsi amonia. Dari
pengukuran luas permukaan dan bilangan keasaman, hasilnya dapat digunakan
33
untuk dibandingkan dengan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan hasil sintesis
Widyaningsih (2008).
Luas permukaan spesifik suatu adsorben mempengaruhi daya serapnya,
semakin besar luas permukaannya maka daya serap adsorben tersebut juga
meningkat, sedangkan keasaman padatan merupakan faktor pendorong dalam
fungsinya sebagai adsorben (Tan, 1991). Pada penelitian ini juga dilakukan
karakterisasi yang meliputi luas permukaan spesifik dan keasaman pada alofan
dan biosurfaktan. Hasil pengukuran luas permukaan dan bilangan keasaman
biosurfaktan, alofan, dan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dapat dilihat
pada tabel 6. Data pehitungan luas permukaan spesifik dan bilangan keasaman
masing – masing dapat dilihat pada lampiran 3 dan lampiran 4.
Tabel 6. Data Luas Permukaan Spesifik dan Bilangan Keasaman Biosurfaktan,
Alofan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Luas Permukaan Spesifik (m2/gr)
Bilangan Keasaman (mmol/gr)
Adsorben Widyaningsih
(2008) Hasil Sintesis
Widyaningsih (2008)
Hasil Sintesis
Biosurfaktan 58,84 ± 0,51 54,84 ± 0,51 88,24 ± 0 88,24 ± 0 Alofan 103,56 ± 0,99 103,56 ± 0,98 4,12 ± 0 4,12 ± 0
Biosurfaktan
Terimobilisasi pada
Alofan
82,41 ± 0,39 85,86 ± 1,08 9,12 ± 0,42 9,12 ± 0,42
Tabel 7. Data Penurunan Luas Permukaan Spesifik dan Kenaikan Bilangan
Keasaman Biosurfaktan Terimobilisasi pada alofan
Adsorben Penurunan Luas Permukaan
Spesifik ( % )
Kenaikan Bilangan
Keasaman ( % )
Hasil Sintesis 17,10 121,42
Widyaningsih (2008) 20,42 121,50
34
Berdasarkan spektra FT-IR yang di hasilkan, tampak bahwa gugus-gugus
fungsi biosurfaktan terimobilisasi pada alofan yang disintesis pada penelitian ini
tidak jauh berbeda dengan yang dihasilkan pada penelitian oleh Widyaningsih
(2008). Hasil karakterisasi luas permukaan spesifik dan bilangan keasaman juga
tidak jauh berbeda dengan adsorben hasil sintesis Widyaningsih (2008), selain itu
juga terjadi penurunan luas permukaan sebesar 17,10 %, dan terjadi kenaikan
bilangan keasaman 121,42% (tabel 7). Penurunan tersebut dikarenakan
biosurfaktan menyumbat pori – pori alofan (Widyaningsih, 2008). Data
perhitungan penurunan luas permukaan dan kenaikan bilangan keasaman dapat
dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan fakta – fakta tersebut, dapat disimpulkan
bahwa biosurfaktan terimobilisasi yang disintesis pada penelitian ini mirip dengan
hasil sintesis Widyaningsih (2008).
B. Penentuan Kondisi Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd oleh
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Pada penentuan kondisi optmum adsorpsi logam berat Cd oleh
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan menggunakan metode batch. Optimasi
kondisi adsorpsi dilakukan variasi derajat keasaman dan waktu kontak. Menurut
Pohan dalam Kusnanto (2007), pH dan waktu kontak merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi proses adsorpsi, oleh karena itu variasi pH dan waktu kontak
perlu dilakukan agar diperoleh kondisi optimum adsorpsi Cd oleh biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan. Variasi pH yang digunakan adalah 2, 4, dan 6, karena
logam berat akan mengendap pada pH basa. Pudjiastuti (2008) juga pernah
melakukan penelitian yang berkaitan dengan adsorpsi ion logam Cd oleh
biosurfaktan dilakukan pada pH 2, 4, 6, diperoleh kondisi optimum pada pH 6.
Menurut Alloway & Ayres (1997), secara umum hampir semua logam, kecuali
Mo, akan larut pada pH rendah, termasuk Cd. Pada pH yang tinggi, ion logam Cd
akan mengendap membentuk suatu logam dihidroksida, yaitu Cd(OH)2.
Berdasarkan harga Ksp Cd(OH)2, logam Cd akan mengendap pada pH 9,017
(lampiran 6). Apabila terjadi pengendapan, maka akan mengakibatkan kesalahan
perhitungan, yang berarti berkurangnya konsentrasi ion logam yang diadsorp tidak
35
sepenuhnya terjadi karena proses adsorpsi, melainkan juga karena terjadinya
pengendapan.
Variasi terhadap waktu kontak dimaksudkan untuk mengetahui waktu
kontak optimum adsorpsi kation Cd oleh biosufaktan terimobilisasi pada alofan.
Variasi waktu yang digunakan yaitu 0, 5, 10, 20, 30, dan 45 menit karena alasan
ekonomis. Variabel tetap yang digunakan pada proses sorpsi adalah jumlah
adsorben dan kecepatan pengadukan, yaitu 150 rpm. Hasil penentuan kondisi
optimum adsorpsi Cd yang meliputi waktu kontak dan pH menggunakan
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan disajikan pada lampiran 7. Pengaruh
derajat keasaman dan waktu kontak adsorpsi terhadap kapasitas adsorpsi dapat
dilihat pada gambar 11.
Dari gambar 11 dapat diamati bahwa derajat keasaman dan waktu kontak
adsorpsi memberikan pengaruh yang berbeda – beda. Dapat dilihat bahwa
adsorpsi terhadap Cd paling besar berlangsung pada pH 6, sedangkan pada pH = 2
dan pH = 4 memberikan hasil adsorpsi yang lebih kecil karena pada kondisi
sangat asam, akan terjadi kompetisi antara ion hidrogen dan kation untuk
berikatan dengan gugus – gugus yang terdapat pada biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan, sedangkan pada pH = 6 tidak demikian, yaitu ion hidrogen
konsentrasinya relatif lebih sedikit dibandingkan pada pH = 2 dan pH = 4.,
sehingga kompetisi yang terjadi antara Cd dengan ion hidrogen relatif kecil
apabila dibandingkan pada pH = 2 dan pH = 4. Menurut Wiratna (2007), dengan
meningkatnya pH hingga dibawah pH pengendapan logam, ion hidrogen didalam
larutan relatif sedikit, sehingga gugus aktif yang terdapat pada adsorben akan
mudah untuk berikatan dengan logam. Majdiyah (2007) juga mengemukakan hal
yang sama, bahwa pada pH relatif rendah, hampir tidak terjadi adsorpsi ion logam,
sedangkan makin tinggi pH maka makin besar adsorpsi ion logam hingga
mencapai kondisi optimum. Kondisi optimum tersebut didukung oleh hasil uji
statistik menggunakan metode Duncan (lampiran 8).
36
-0.01
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0 10 20 30 40 50
Waktu Kontak ( menit )
Kap
asit
as A
dsor
psi
( m
g/g
)
ph 2
ph 4
ph 6
Gambar 11 . Pengaruh pH dan waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi ion
logam Cd oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
Selain dilakukan variasi pH, penentuan kondisi optimum adsorpsi juga
dilakukan variasi terhadap waktu kontak, karena waktu kontak merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kondisi adsorpsi. Variasi terhadap waktu kontak
dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
adsorpsi Cd yang optimum oleh biosurfaktan terimobilisasi pada alofan.
Berdasarkan data tersebut tidak diperoleh waktu kontak optimumnya, karena
masing – masing pH memiliki waktu kontak optimum yang berbeda – beda. Hasil
tersebut juga didukung oleh uji statistik, yang menyatakan bahwa waktu kontak
optimum tidak dapat ditentukan.
Meskipun berdasarkan uji statistik tidak dapat ditentukan waktu kontak
optimumnya pada masing – masing pH (lampiran 9), namun pada penelitian ini
ditetapkan bahwa waktu kontak optimum pada pH = 6 adalah 20 menit. Pada pH
= 6 dapat diamati bahwa dalam rentang waktu setelah adsorpsi mencapai waktu
optimumnya, yaitu setelah waktu kontak 20 menit tidak terlihat kenaikan yang
signifikan. Hal itu dikarenakan adsorpsi telah mencapai kondisi jenuh, yang
berarti sisi aktif maupun pori adsorben hampir semua digunakan untuk mengikat
kation, sehingga diambil kesinpulan bahwa waktu kontak optimum pada pH = 6
adalah 20 menit. Berdasarkan fakta – fakta yang telah diuraikan, dapat diambil
37
kesimpulan pada penelitian ini bahwa biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
dapat mengadsorp ion logam Cd, dan mencapai kondisi optimumnya pada pH = 6
dengan waktu kontak selama 20 menit.
C. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi Cd antara Alofan dan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan dalam larutan Model dan
Limbah Elektroplating
Untuk mengetahui kemampuan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
dalam mengadsorp ion logam Cd, maka dilakukan perbandingan adsorpsi dengan
alofan pada larutan model dan limbah. Limbah yang digunakan pada penelitian ini
adalah limbah elektroplating, karena keberadaan ion logam Cd dapat ditemukan
pada limbah elektroplating. Uji terhadap kemampuan adsorpsi biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan dilakukan pada kondisi optimum, yaitu pada pH = 6
selama 20 menit. Diagram hasil uji perbandingan adsorpsi logam Cd dalam
larutan model dapat dilihat pada gambar 12, sedangkan dalam limbah
elektroplating dapat dilihat pada gambar 13. Data hasil uji perbandingan adsorpsi
pada larutan model Cd disajikan pada lampiran 10, pada limbah elektroplating
disajikan pada lampiran 11. Pada gambar 12 dan 13, dapat diamati bahwa tiap
adsorben memberikan kapasitas adsorpsi yang berbeda – beda. Kapasitas adsorpsi
ternyata lebih besar apabila menggunakan alofan, yang berarti bahwa biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan tidak memiliki kemampuan yang lebih baik
dibandingkan alofan.
Luas permukaan merupakan faktor yang paling penting dalam proses adsorpsi
(Pohan dalam Kusnanto, 2007). Banyak sedikitnya adsorbat yang dapat diadsorp
oleh adsorben, sangat tergantung pada luas permukaan adsorben. Semakin besar
luas permukaan, maka semakin besar pula adsorbat yang dapat diadsorp, dan
begitu pula sebaliknya. Berdasarkan urutan luas permukaan adsorben, alofan
memiliki luas permukaan yang paling besar, diikuti oleh biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan dan biosurfaktan (tabel 6).
38
0.0386
0.0345
0.0280
0.0300
0.0320
0.0340
0.0360
0.0380
0.0400
1
Adsorben
Kap
asit
as A
dso
rpsi
(m
g/g
)
Alofan
BiosurfaktanTerimobilisasipada Alofan
Gambar 12 . Hasil perbandingan adsorpsi ion logam Cd oleh alofan dan
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam larutan model
0.02500.0230
0.0000
0.0050
0.0100
0.0150
0.0200
0.0250
0.0300
Adsorben
Kap
asit
as A
dsor
psi
( m
g/g
)
Alofan
BiosurfaktanTerimobilisasipada Alofan
Gambar 13. Hasil perbandingan adsorpsi ion logam Cd oleh alofan dan
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam limbah elektroplating
Apabila ditinjau dari luas permukaan, alofan memiliki kapasitas adsorpsi
yang paling besar terhadap ion logam Cd pada larutan model, diikuti oleh
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dan biosurfaktan, yaitu masing – masing
sebesar 0,0250±0,0003 mg/g; 0,0230±0,0049 mg/g; 0,0095±0,00490 mg/g
(lampiran 10), sedangkan pada limbah elektroplating masing – masing sebesar
39
0,0386±0,0008 mg/g; 0,0345±0,0016 mg/g; dan 0,0045±0,0005 mg/g (lampiran
11).
Pada tabel 7 menunjukkan bahwa selain terjadi penurunan luas
permukaan, ternyata biosurfaktan terimobilisasi pada alofan mengalami
peningkatan bilangan keasaman. Penurunan luas permukaan mengindikasikan
bahwa biosurfaktan yang diimobilisasikan pada alofan alam menyumbat pori –
pori, karena biosurfaktan yang memiliki ukuran satu satuan 5,3 nm,
memungkinkan untuk menyumbat pori – pori alofan yang memiliki rata – rata
pori 50 A (5 nm). Peningkatan keasaman pada biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan dibandingkan alofan berarti situs-situs aktif pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan juga mengalami peningkatan. Dari ketiga adsoben yang
diuji pada penelitian ini, biosurfaktan memiliki bilangan keasaman terbesar
dibandingkan alofan dan biosurfaktan terimobilisasi (tabel 6), yang berarti
berpotensi memiliki kemampuan adsorpsi yang besar, tetapi ternyata kemampuan
adsorpsi biosurfaktan paling kecil. Hal itu dikarenakan biosurfaktan memiliki luas
permukaan yang paling kecil, sehingga kapasitas adsorpsinya juga paling kecil.
Keasaman yang meningkat merupakan kontribusi gugus – gugus fungsi
yang terdapat pada biosurfaktan, yang berarti semakin banyak gugus yang dapat
mengikat basa atau kation. Dengan bertambahnya keasaman pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan diharapkan semakin banyak ion logam Cd yang
teradsorp dengan cara berikatan dengan situs-situs aktif tersebut, namun yang
terjadi pada penelitian ini tidak demikian. Ternyata kenaikan bilangan keasaman
pada biosurfaktan terimobilisasi pada alofan tidak dapat meningkatkan kapasitas
adsorpsinya terhadap ion logam Cd. Hal tersebut dikarenakan peningkatan
bilangan keasaman tidak dapat mengimbangi berkurangnya luas permukaan pada
biosurfaktan terimobilisasi, sehingga banyaknya ion logam Cd yang teradsorp
tidak mengalami peningkatan dibandingkan alofan. Alofan merupakan salah satu
mineral lempung, sehingga dalam kondisi asam menjadi bermuatan positif dan
dapat berinteraksi dengan biosurfaktan (Widyaningsih, 2008). Ketika biosurfaktan
diimobilisasikan, akan membentuk ikatan oleh gugus COO- dengan kerangka Al
pada alofan, sehingga terbentuk ikatan R-COO-Al[kerangka]. Kemungkinan
40
reaksi imobilisasi biosurkfaktan pada alofan yang dikemukakan oleh
Widyaningsih (2008) adalah sebagai berikut:
[kerangka]Al-OH2
+ + R-COO- R-COO-Al[kerangka] + H2O
alofan BiosPaPueira
Peningkatan keasaman menjadi tidak berarti karena adanya faktor
halangan sterik, sehingga tidak memberikan hasil adsorpsi yang signifikan. Faktor
halangan sterik mengakibatkan ion logam Cd sulit untuk melakukan ikatan
dengan gugus -OH dan C=O yang dimiliki oleh biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan. Gugus COO- pada biosurfaktan sudah digunakan untuk mengikat Al
kerangka, akibatnya ion logam Cd terhalangi oleh ion Al, sehingga sulit untuk
membentuk ikatan dengan gugus lainnya yang berada didekat gugus COO-.
Berdasarkan gambar 8, reaksi pengikatan ion logam Ca2+ oleh
biosurfaktan adalah melalui pengikatan oleh gugus C=O, -OH dan –COO-. Reaksi
pengikatan ion logam Cd oleh biosurfaktan yang terdapat pada biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan kemungkinan tidak jauh berbeda dengan diagram
tersebut. Ion logam Cd memiliki enam orbital kosong yang dapat terisi oleh
pasangan elektron bebas dari ligan – ligan yang terdapat pada biosurfaktan,
sehingga terbentuk kompleks oktahedral melalui ikatan koordinasi, dengan ion
logam Cd sebagai pusatnya. Ligan yang dimaksud adalah gugus C=O, -OH dan –
COO-, karena gugus - gugus tersebut menyediakan pasangan elektron bebas yang
dapat mengisi orbital yang kosong pada ion logam Cd untuk membentuk
kompleks oktahedral. Mohadi (2004) mengemukakan ada beberapa mekanisme
pengikatan ion logam oleh asam humat yang diimobilisasikan pada kitin, yaitu
melalui pertukaran ion, pembentukan ikatan hidrogen, pembentukan kompleks,
dan mekanisme pengikatan lainnya yang tidak diketahui. Ada beberapa
kemungkinan mekanisme pengikatan ion logam Cd oleh biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan, antara lain melalui pertukaran ion, pembentukan
kompleks, ataupun penjebakan oleh pori – pori pada alofan.
41
Alofan merupakan suatu mineral lempung yang memiliki pori – pori dan
kapasitas pertukaran kation yang besar. Beberapa penelitian terdahulu, aktivasi
terhadap alofan dapat meningkatkan kemampuan adsorpsinya terhadapa kation,
dikarenakan pengotor – pengotor yang terdapat pada alofan dapat terlarut,
sehingga permukaan alofan menjadi bersih, dan luas permukaan akan semakin
meningkat. Ion logam teradsorp melalui pori – pori alofan alam, sehingga jika
dilihat berdasarkan luas permukaan, kapasitas adsorpsi biosurfaktan terimobilisasi
pada alofan lebih rendah dibandingkan alofan alam. Berdasarkan fakta tersebut,
ada indikasi bahwa yang berperan besar dalam pengikatan ion logam Cd oleh
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan adalah luas permukaan pada alofan.
Apabila diamati besarnya kapasitas adsorpsi alofan, dibandingkan dengan
penelitian terdahulu ternyata kapasitas adsorpsinya sangat jauh berbeda. Pada
penelitian yang telah dilakukan Kisworo (2004), alofan alam memiliki kapasitas
adsorpsi terhadap Cd sebesar 0,1277 mg/g. Hal itu dikarenakan kandungan alofan
dalam sampel tanah prosentasenya berbeda, yaitu pada penelitian ini sebesar
35,45 %, sedangkan pada penelitian Kisworo (2004) sebesar 56,22% (lampiran
12). Hal itu kemungkinan penyebab lain kenapa biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan tidak memiliki kapasitas adsorpsi yang cukup besar. Sehingga apabila
dilakukan penelitian yang menggunakan alofan sebagai material pendukungnya,
sebaiknya menggunakan sampel tanah yang memiliki prosentase alofan yang
relatif besar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata biosurfaktan
terimobilisasi pada alofan memang dapat digunakan sebagai adsorben logam Cd,
sedangkan kemampuannya tidak lebih baik dibandingkan alofan alam, akan tetapi
lebih baik dibandingkan biosurfaktan. Penelitian yang mirip pernah dilakukan
oleh Schol (2004), yaitu dengan mengimobilisasikan asam humat pada kitin
sebagai adsorben Cr. Kapasitas adsorpsi hasil imobilisasi ternyata tidak lebih baik
dibandingkan kitin. Dibandingkan beberapa penelitian lain yang telah dilakukan,
ternyata kemampuan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam mengadsorp
ion logam tergolong kurang efektif. Data perbandingannya dengan penelitian-
penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dapat dilihat pada tabel 8.
42
Tabel 8. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Biosurfaktan Terimobilisasi dengan
Penelitian Terdahulu.
Pustaka Jenis Adsorben Jenis Adsorbat
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
Erawati (2007) biosurfaktan hasil
biotransformasi
minyak kedelai oleh
P. aeruginosa
Kadmium (Cd) 0,0379
Kisworo (2004) Alofan Kadmium (Cd) 0,1277
Andriani (2007) biosurfaktan hasil
biotransformasi dari
minyak kedelai oleh
Rhodococcus
rhodochrous
Kadmium (Cd) 1,7657
Santoso (2005) Aspergillus oryzae Nikel (Ni) 22,121
Santoso (2005) Aspergillus oryzae
terimobilisasi pada
Na-Silikat
Nikel (Ni) 59,926
Majdiyah (2007) Rhizopus oryzae Nikel (Ni) 20,167
Majdiyah (2007) Rhizopus oryzae
terimobilisasi pada
zeolit
Nikel (Ni) 32,248
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Adsorben biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dapat digunakan untuk
mengadsorp ion logam berat Cd
2. Kondisi optimum adsorpsi ion logam Cd oleh biosurfaktan terimobilisasi pada
alofan dalam penelitian ini adalah pada pH = 6 dan waktu kontak 20 menit,
dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,0420 ± 0,0009 mg/g.
3. Kemampuan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam mengadsorp ion
logam Cd dalam larutan model maupun dalam limbah elektroplating tidak
lebih baik dibandingkan alofan alam. Kapasitas adsorpsi alofan dan
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan dalam larutan model masing – masing
sebesar 0,0250±0,0003 dan 0,0230±0,0049 mg/g, sedangkan dalam limbah
elektroplating masing – masing sebesar 0,0386±0,0008 dan 0,0345±0,0016
mg/g.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis adsorpsi oleh
biosurfaktan terimobilisasi pada alofan terhadap ion logam.
44
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A., dan F. Daniel., 1992, Kimia Fisika Jilid I, Airlangga, Jakarta.
Alloway, B. J and Ayres, D. C., 1997, Chemical Principles of Environmental Pollution, Blackie Academic & Professional, an Imprint of Chapman & Hall, London.
Andriani, D., 2007, Produksi Biosurfaktan Menggunakan Minyak Kedeai Secara Biotransformasi oleh Rhodoccus rhodochrous dan Aplikasinya untuk Recovery Ion Logam Cd, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Ariwibowo, B., 2004, Ekstraksi Pb Menggunakan Dibenzo-18-Crown-6 dan Methyl Orange sebagai Counter Ion, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Barr, Klinowski, 1994, ESCA and Solid-State NMR Studies of Allophane, The Mineralogical Society, Cambridge.
Darmawijaya, I., 1997, Klasifikasi Tanah, UGM Press, Yogyakarta.
Darmono, 1995, Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.
Desai, J.D., dan Banat, I.M., 1997, Microbial Production of Surfactants and Their Commercial Potential, American Society for Microbiology.
Dipayana, D.K., 2006, Produksi Biosurfaktan Secara Biotransformasi oleh Pseudomonas aeruginosa Menggunakan Minyak Jagung Sebagai Sumber Karbon Tambahan, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Erawati, S., 2007, Pengambilan Ion Logam Berat dengan Biosurfaktan Hasil Biotransformasi Minyak Kedelai oleh Pseudomonas aeruginosa, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Frazer, L., 2000, Lipid Lather Removes Metals, Environmental Health
Perspectives Volume 108, USA Gov.
Ghazali, R. Ahmad, S., 1997, Biosurfactant: A Review, Palm Oil Research Institute Of Malaysia, Kuala Lumpur.
45
Gustaffson, J.P., Karltun, E., and Bhattacaharya, 1998, Allophane and Immogolite, in Research Report TIRTA-AMI 3046, Stockholm, Sweden.
Hamdan, 1992, Introduction To Zeolites Synthesis, Characterization, and
Modifications. Universitas Teknologi, Malaysia.
Hacker, J., 1997, Immobilized Enzymes, Densselaer Polytecninc Institute, New York.
Kim, Seung-Wook., 1995, Development of Enzyme Immobilization Technique, Departement of Chemical and Biological Enginering, Korea University.
Kisworo, Y., 2004, Kajian Pengaruh Pemanasan terhadap Alofan serta Kemampuannya Mensorpsi Logam Berat Cd Dalam Limbah Cair Pabrik Cat, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta
Kusnanto, 2007, Sorpsi Zat Warna Remazol Yellow FG oleh Hydrotalcite Like (Mg/Al-HTLc), Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Kurniawan, A., dkk., 2004, Adsorpsi Nikel (II) dengan Asam Humat Terimmobilisasi pada Kitin, Seminar Nasional Kimia XIV, Yogyakarta
Majdiyah, S.R,. 2007, Pengaruh Imobilisasi Rhyzopus oryzae Teraktivasi pada Zeolit Untuk Biosorpsi ion Nikel (II) , Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Mohadi, R., dkk., Immobilisasi Asam Humat pada Kitin dan Penerapannya untuk Adsorpsi Ag (I), Seminar Nasional Kimia XIV, Yogyakarta.
Maier, R., 2006, SBRP Research Brief 119 : Novel Applications of Microbially-Produced Surfactant, University of Arizona, USA. (http://superfund.pharmacy.arizona.edu/new/breif119.html)
Oscik, J., 1982, Adsorption, John Wiley & Sons, New York.
Pudjiastuti, W., 2004, Ekstraksi Cu dengan Ligan N,N-Butil-Bis(2-Pikolinamida) Menggunakan Metode Transport Membran Cair, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
46
Pujiasuti, D., 2007, Biotransformasi Minyak Jagung oleh Rhodococcus rhodochrous dan Aplikasinya untuk Pengambilan Logam Cd2+, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Santoso, B., 1985, Sifat dan Ciri Andosol, Universitas Brawijaya, Malang.
Santoso S.S.D., 2005, Biosorpsi Nikel (II) dengan Aspergillus oryzae : Pengaruh Aktivasi dan Immobilisasi pada Matrik Natrium Silikat, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Schol, M, dkk, 2004, Immobilisasi Asam Humat pada Kitin dan Aplikasinya Sebagai Adsorben Cr (II), Seminar Nasional Kimia XIV, Yogyakarta.
Shahedan, N.H., 2007, a Review on Efficiency of Genus Pseudomonas in Hydrocarbon Degradation, School of Biotecnology and Biomolecular Sciences, University of New South Wales, Sydney, Australia.
Shin, M., 2004, Surfactant / Ligand Systems for The Simultaneous Remediations of Soils Contaminated With Heavy Metals and Polychlorinated Biphenyls, Department of Bioresource Engineering Macdonald Campus of McGill University, Canada.
Silverstein, R.M., et. al., 1986, Penyidikan Spektrofotometrik Senyawa Organik, Edisi Keempat, Terjemahan: Hartomo, A.J., dkk, Erlangga, Jakarta.
Sime,R.J., 1990, Physical Chemistry Methods, Techniques and Experiments, Sounders College Publishing, Philadelphia.
Suhendrayatna, 2001, Bioremoval logam Berat dengan Menggunakan Mikroorganisme: Suatu Kerja kepustakaan, Institute for Science and Techology Study, Tokyo-Japan.
Suryanty, V., 2005, Sintesis Biosurfaktan Secara Biotransformasi Menggunakan Minyak Nabati sebagai Bahan Dasar dan Aplikasinya untuk Pengambilan Logam Berat dalam Limbah Cair, FMIPA KIMIA UNS, Surakarta.
Tan, H., 1991, Dasar-dasar Kimia Tanah, UGM Press, Yogyakarta.
47
University Communications, 2007, Interdiciplinary VA, NAV team Receives 3,3 Million Dollars to Study Biosurfactant, The University of Arizona, Tucson
Widyaningsih, V., 2008, Sintesis dan Karakterisasi Adsorben Hasil Immobilisasi Biosurfaktan pada Alofan Alam, Skripsi, Fak. MIPA UNS, Surakarta.
Wilkinson dkk, 1989, Immobilization of Glucoamylase on Ceramic membrane Surface Modifiel with A New method of Treatment Utilizing SPCP-CVD, Biochemical Engineering Journal 5: 179-184.
Windrawati, 2008, Pembuatan Biosurfaktan Secara Biotransformasi Menggunakan Limbah Cair Industri Tapioka Sebagai Media Oleh Pseudomonas aeruginosa, Skripsi S-1 FMIPA UNS, Surakarta.
Wiratna, I., 2007, Pengambilan Ion Logam Berat dengan Biosurfaktan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung oleh Pseudomonas aeruginosa, Skripsi FMIPA UNS, Surakarta.
48
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
Perbandingan Adsorpsi Ion Logam Cd
oleh Alofan, Biosurfaktan, dan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan dalam Larutan Model
SINTESIS
Karakterisasi:
- FTIR
- Luas Permukaan
- Tingkat Keasaman
Penentuan Kondisi Optimim
Adsorpsi Ion Logam Cd
Adsorpsi Ion Logam Cd pada Limbah Cair
Elektroplating oleh :
• Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
• Biosurfaktan
• Alofan
Variabel Eksperiman:
- Kondisi pH Larutan
- Waktu Kontak
Biosurfaktan
Terimobilisasi pada
Alofan
Biosurfaktan
PREPARASI
Alofan Alam
Aktivasi Alofan Alam
dengan H2SO4
49
Lampiran 2. Bagan Kerja
1. Sintesis Biosurfaktan
a. Preparasi limbah cair tapioka (manipueira) sebagai media fermentasi
b. Pemeliharaan biakan
c. Penyiapan inokulum
diautoklaf
diatur
NaCl (5 gr/l) nutrien broth (8gr/l)
manipueira
PH + 7
Media fermentasi
Disimpan dalam lemari Pendingin 4oC
ditanam Pseudomonas aeruginosa
Nutrient Agar
Stok biakan P. aeruginosa
Dishaker 150 rpm selama 24 jam pada suhu kamar
diinokulasikan
P. aeruginosa
10 ml media inolukasi terdiri dari akuades + 8 g/L nutrient broth + 5 g/L NaCl
Inokulum P. aeruginosa
50
d. Kultur fermentasi
e. Recovery hasil produksi biosurfaktan
Media fermen- tasi 5 mL
diambil 0,2 mL
Media fermen- tasi 10 mL
Media fermen- tasi 125 mL
diambil 0,4 mL
diambil 10 mL
dishaker 150 rpm pada suhu kamar
dishaker
Kecepatan 150 rpm Selama 24 jam
Pada suhu kamar
Inokulum P. aeruginosa
didiamkan semalam pada 4°C
ditambahkan bertetes-tetes
Supernatan tanpa mikroorganisme
HCl 6N
diasamkan hingga pH 2,0
diekstraksi didiamkan semalam
Luas permukaan dan tingkat keasaman
Fase pelarut
dievaporasi
Residu
dikeringkan
dikarakterisasi
Media fermentasi
disentrifugasi pada 2500 rpm selama 15 menit
Pelet mikroorganisme
kloroform : metanol (2 : 1 v/v)
BiosPaPueira
Fase air
FTIR dianalisa
Supernatan
51
2. Preparasi Alofan Aktif
a. Preparasi Alofan
b. Aktivasi Alofan
direndam
- disaring - dikeringkan
digerus
dianalisis
Tanah Alofan Akuades
Lumpang Porselin
Serbuk Ayakan 150 mesh
Sampel Alofan
XRD, FTIR
dianalisis
200 g sampel alofan 1 L H2SO4 5M
Suspensi
Filtrat
- diaduk (t= 3 jam) - disaring
Akuades
dicuci
pH netral
- disaring - dikeringkan
Oven 100oC
Alofan aktif
FTIR, luas permukaan, tingkat keasaman
52
3. Imobilisasi Biosurfaktan pada Alofan
4. Pembuatan Larutan Induk Cd 1000 ppm
Dilarutkan hingga batas
0,274 gr Cd(NO3)2.4H2O
Labu ukur 100 ml HNO3 0,1 M
Larutan Cd 1000 ppm
disaring
0,8 g BiosPaPueira 5 ml akuades
Larutan BiosPaPueira
divortek (t = 1 menit)
Shaker (t = 24 jam)
Filtrat Suspensi
dikeringkan
Oven 40-45oC
Adsorben
FTIR, luas Permukaan & tingkat keasaman.
dianalisis
25 mL akuades
8 g Alofan
53
5. Penentuan pH dan Waktu Kontak Optimum Adsorpsi Cd oleh Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan.
a. Pembuatan kurva standar larutan Cd
b. Penentuan pH dan waktu kontak optimum ion logam Cd
dianalisis
10 ml larutan Cd dengan konsentrasi 0; 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; 2,0 ppm
SSA
Absorbansi, konsentrasi
dianalisis
disaring
Diatur pH 2, 4, 6 Dishaker 150 rpm selama 0, 5, 10, 20, 30, 45 menit
Larutan Cd 2 ppm sebanyak 10 ml
Larutan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
Larutan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
0,05 gr biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
filtrat
SSA
Absorbansi, konsentrasi
54
6. Perbandingan Kemampuan Adsorpsi Cd Antara Biosurfaktan, Alofan, dan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan.
a. Dalam larutan model ion logam Cd
b. Dalam limbah elektroplating.
dianalisis
Diatur pada pH 6 lalu dishaker 150 rpm selama 20 menit disaring
ditambahkan Larutan Cd 2 ppm sebanyak 10 ml
Masing-masing 0,05 gr alofan, biosurfaktan, biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
filtrat
SSA
Konsentrasi Cd akhir
dianalisis
Diatur pada pH 6 lalu dishaker 150 rpm selama 20 menit disaring
ditambahkan 10 ml Limbah elektroplating 2 ppm
Masing-masing 0,05 gr alofan, biosurfaktan, biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
filtrat
SSA
Konsentrasi Cd akhir
55
Lampiran 3. Perhitungan Luas Permukaan Spesifik dengan Metode Metlen Biru
A. Luas Permukaan BiosPapueira
1. Pembuatan larutan metilen biru 100 ppm
100 mg metilen biru ditimbang dan dilarutkan dalam akuades hingga 1000
ml.
2. Pembuatan larutan standar metilen biru
Larutan standar metilen biru dengan konsentrasi yang lebih kecil dibuat
dengan pengenceran larutan metilen biru 100 ppm sehingga mendapatkan
larutan metilen biru dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; dan 3,5 ppm.
3. Penentuan λ maksimum (600-700 nm):
Salah satu larutan standar metilen biru (0,5 ppm) diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang antara 600-700
nm, dengan interval 10 nm, kemudian dapat ditentukan λ maksimumnya.
λ A
600
610
620
630
640
650
660
670
680
690
700
0.025
0.028
0.030
0.031
0.036
0.044
0.049
0.045
0.029
0.015
0.009
Tabel 9. Data Pengukuran Panjang Gelombang Metilen Biru
Dari tabel diatas, dapat ditentukan λ maksimumnya 660 nm.
56
4. Pengukuran waktu setimbang
Data hasil pengukuran waktu setimbang
t (menit) Absorbansi
0
10
15
30
40
0,586
0,570
0,490
0,563
0,593
Tabel 10. Data Waktu Setimbang Pengukuran Luas Permukaan BiosPapueira
Dari hasil pengukuran diperoleh waktu setimbang 15 menit.
5. Pembuatan kurva standar metilen biru
Masing-masing larutan kerja metilen biru dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5;
2; 2,5; 3; dan 3,5 ppm diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis
pada λ maksimum. Dari data yang diperoleh, dibuat kurva hubungan antara
konsentrasi dan absorbansinya.
C metilen biru (ppm) Absorbansi
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
0
0,028
0,118
0,209
0,243
0,442
0,497
0,574
Tabel 11. Data Kurva Standar Pengukuran Luas Permukaan BiosPapueira
57
Kurva standar absorbansi vs konsentrasi metilen biru (ppm)
Kurva Standar Metilen Biru
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 1 2 3 4
Konsentrasi
Ab
so
rban
si
Diperoleh:
r = 0,9863
y = 0,1754 x -0,0432
Ckestabilan =
6. Penentuan luas permukaan spesifik BiosPaPueira
Sebanyak 0,05 gr BiosPaPueira direaksikan dengan 20 ml larutan metilen
biru 100 ppm kemudian di shaker dengan variasi waktu 0, 10, 15, 30 dan 40
menit, kemudian di saring dan filtratnya di ukur dengan spektrofotometer UV-
Vis. 0,5 ml filtrat diencerkan menjadi 10 ml.
Luas permukaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:
M
ANXmS
..=
Dengan ketentuan S adalah luas permukaan (m2/g), Xm adalah metilen
biru yang terserap oleh 0,05 gr sampel, N adalah Bilangan Avogadro
(6,62.1023), A adalah luas permukaan 1 mol metilen biru (197.10-20 m2/mol)
dan m adalah massa molekul metilen biru sebesar 320,5
Sehingga dapat dihitung sebagai berikut:
Xm = (Cawal – Ckestabilan ) mg/lt x V lt
Dengan Cawal = 100 ppm
Ckestabilan =
V = 20 ml = 0,020 lt
A = absorbansi pada waktu kestabilan
A + 0,0432 0,1754
A + 0,0432 0,1754
58
BiosPaPueira Absorbansi
B1 0,507
B2 0,511
Tabel 12. Data hasil pengukuran absorbansi untuk BiosPaPueira
Perhitungan:
a. Perulangan I
Untuk sampel BiosPapueira dengan absorbansi 0,507
Ckestabilan =
= 3,1350 mg/lt (Ckestabilan dalam 10 ml)
Ckestabilan dalam 0,5 ml = 62,700 mg/lt
Xm = (Cawal - Ckestabilan)mg/lt x V lt
= (100 –62,700) mg/lt x 0,020 lt = 0,7460 mg
M
ANXmS
..=
S =
b.Perulangan II
Untuk sampel BiosPapueira dengan absorbansi 0,511
Ckestabilan =
= 3,1596 mg/lt (Ckestabilan dalam 10 ml)
Ckestabilan dalam 0,5 ml = 63,192 mg/lt
Xm = (Cawal - Ckestabilan)mg/lt x V lt
= (100 – 63,192) mg/lt x 0,020 lt
= 0,7362 mg
A + 0,0432 0,1754
0,507 + 0,0432 0,1754
0,7460.10-3 g.6,02.1023.197.10-20 m2/molekul 320,5 g/mol
= 2,7604 m2
= 55,208 m2/g = 2,7604 m2/0,05 g S
0,511 + 0,0432 0,1754
59
M
ANXmS
..=
S =
Jadi, luas permukaan spesifik BiosPaPueira = 54,84 ± 0,51 m2/g
B. Luas Permukaan Alofan
1. Pengukuran waktu setimbang
Data hasil pengukuran waktu setimbang
t (menit) Absorbansi
0
10
15
30
35
40
45
60
1,117
1,012
0,998
0,979
0,618
0,763
0,860
0,912
Tabel 13. Data Waktu Setimbang Pengukuran Luas Permukaan Alofan
Dari hasil pengukuran diperoleh hasil waktu setimbang 35 menit.
0,7362.10-3 g.6,02.1023.197.10-20 m2/molekul 320,5 g/mol
= 3,4531 m2
= 54,482 m2/g S = 3,4531 m2/0,05 g
60
2. Pembuatan kurva standar metilen biru
Data kurva standar
C metilen blue (ppm) Absorbansi
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
0
0,082
0,230
0,304
0,365
0,427
0,663
0,780
0,851
Tabel 14. Data Kurva Standar Pengukuran Luas Permukaan Alofan .
Kurva standar absorbansi vs konsentrasi metilen biru (ppm)
Kurva Standar Metilen Biru
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi Metilen Biru (ppm)
Ab
so
rba
ns
i
Diperoleh:
r = 0,989
y = ax+b
= 0,2162x-0,0211
2162,0
0211,0+=
ACkestabilan
61
3. Penentuan luas permukaan spesifik alofan
Sebanyak 0,05 gr alofan direaksikan dengan 20 ml larutan metilen biru
100 ppm lalu dishaker selama 35 menit kemudian disaring. Sebanyak 1 ml
filtrat diencerkan menjadi 10 ml dan diukur absorbansinya dengan
spektrofotometer UV-Vis.
Data hasil pengukuran untuk alofan
Alofan Absorbansi
A1 0,618
A2 0,638
Tabel 15. Data Absorbansi Pengukuran Luas Permukaan Alofan.
Perhitungan:
a. Perulangan I
Untuk sampel alofan dengan absorbansi 0,618
Ckestabilan =
= 2,956 mg/lt (Ckestabilan dalam 10 ml)
Ckestabilan dalam 1 ml = 29,56 mg/lt
Xm = (Cawal - Ckestabilan)mg/lt x V lt
= (100 –29,56) mg/lt x 0,020 lt = 1,4088 mg
M
ANXmS
..=
S =
b.Perulangan II
Untuk sampel alofan dengan absorbansi 0,638
Ckestabilan =
= 3,0486 mg/lt (Ckestabilan dalam 10 ml)
1,4088 .10-3 g.6,02.1023.197.10-20 m2/molekul 320,5 g/mol
= 5,2129 m2
= 104,258 m2/g = 5,2129 m2/0,05 g S
0,618 + 0,0211 0,2162
0,638 + 0,0211 0,2162
62
Ckestabilan dalam 1 ml = 30,486 mg/lt
Xm = (Cawal - Ckestabilan)mg/lt x V lt
= (100 – 30,486) mg/lt x 0,020 lt
= 1,390 mg
M
ANXmS
..=
S =
Jadi, luas permukaan spesifik alofan = 103,56 ± 0,98 m2/g
C. Luas Permukaan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
1. Pembuatan kurva standar metilen biru
Tabel kurva standar
C metilen blue (ppm) Absorbansi
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0
0,126
0,216
0,290
0,384
0,491
0,517
Tabel 16. Data Kurva Standar Pengukuran Luas Permukaan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
1,390.10-3 g.6,02.1023.197.10-20 m2/molekul 320,5 g/mol
= 5,1434 m2
= 102,868 m2/g S = 5,1434 m2/0,05 g
63
Kurva standar absorbansi vs konsentrasi metilen biru (ppm)
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Konsentrasi Metilen Biru (ppm)
Ab
so
rban
si
Dari hasil pengukuran, diperoleh:
r = 0,9929
y = 0,0268 + 0,1749x
1749,0
0268,0−=
ACkestabilan
2. Penentuan luas permukaan biosurfaktan terimobilisasi pada alofan
Sebanyak 0,05 gr biosurfaktan terimobilisasi pada alofan direaksikan
dengan 20 ml larutan metilen biru 100 ppm lalu dishaker selama 35 menit
kemudian disaring. Sebanyak 0,5 ml filtrat diencerkan menjadi 10 ml dan
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis.
Data hasil pengukuran
Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan Absorbansi
AB1 0,385
AB2 0,403
Tabel 17. Data Absorbansi Pengukuran Luas Permukaan Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan
Perhitungan:
a. Perulangan I
Untuk sampel dengan absorbansi 0,385
0480,21749,0
0268,0385,0
1749,0
0268,0=
−=
−=
ACkestabilan
64
Ckestabilan dalam 10 ml = 2,0480 ppm
Ckestabilan dalam 0,5 ml = 40,96 ppm
Xm = (Cawal - Ckestabilan)mg/lt x V lt
= (100 – 40,96) mg/lt x 0,020 lt
= 1,1808 mgr
M
ANXmS
..=
molgr
molekulmxxxgrxxS
/5,320
/101971002,6101808,1 220233 −−
= = 4,369 m2
S = 4,369 m2/0,05 gr = 87,38 m2/gr
b. Perulangan II
Untuk sampel dengan absorbansi 0,403
1509,21749,0
0268,0403,0
1749,0
0268,0=
−=
−=
ACkestabilan
Ckestabilan dalam 10 ml = 2,1509 ppm
Ckestabilan dalam 0,5 ml = 43,018 ppm
Xm = (Cawal - Ckestabilan)mg/lt x V lt
= (100 – 43,018) mg/lt x 0,020 lt
= 1,1396 mgr
M
ANXmS
..=
molgr
molekulmxxxgrxxS
/5,320
/101971002,6101396,1 220233 −−
= = 4,2168 m2
S = 4,2168 m2/0,05 gr = 84,336 m2/gr
Jadi, luas permukaan spesifik biosurfaktan terimobilisasi pada alofan = 85,86 +
1,08 m2/gr
65
Lampiran 4. Perhitungan Bilangan Keasaman dengan Metode Adsorpsi Amonia
Tingkat keasaman dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut:
Kasaman = 10003
xBM
BA
NH
− mmol/berat sampel (gr)
Dengan:
A = berat wadah + sampel setelah terjadi adsorpsi (gr)
B = berat wadah + sampel mula-mula (gr)
BMNH3 = 17 g/mol
Berat sampel = 0,1 gr
Data hasil percobaan:
Sampel A B
BiosPaPueira 1 11,242 11,092
BiosPaPueira 2 11,339 11,189
Alofan 1 11,200 11,193
Alofan 2 11,291 11,284
Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan 1 21,155 21,140
Biosurfaktan terimobilisasi pada alofan 2 11,815 11,799
Tabel 18. Data Berat Adsorben Sebelum dan Sesudah Adsorpsi Amonia
Perhitungan:
1. Bilangan Keasaman BiosPaPueira
a. Perulangan I
Keasaman =
b. Perulangan II
Keasaman =
Jadi, bilangan keasaman BiospaPueira = 88,24 ± 0 mmol/g
11,242 – 11,092 17
x 1000 / 0,100 = 88,235mmol/g
11,339–11,189 17
x 1000 / 0,100 11,339 – 11,189 17
x 1000 / 0,100 = 88,235 mmol/g
66
2. Bilangan Keasaman Alofan
a. Perulangan I
Keasaman =
b. Perulangan II
Keasaman =
Jadi, bilangan keasaman alofan = 4,12 ± 0 mmol/g
3. Bilangan Keasaman Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
a. Perulangan I
Keasaman =
b. Perulangan II
Keasaman =
Jadi, bilangan keasaman biosurfaktan terimobilisasi pada alofan = 9,12 ± 0,42
mmol/g
11,200 – 11,193 17
x 1000 / 0,100 = 4,118 mmol/g
11,339–11,189 17
x 1000 / 0,100 11,291 – 11,284 17
x 1000 / 0,100 = 4,118 mmol/g
21,155 – 21,140 17
x 1000 / 0,100 = 8,824 mmol/g
11,339–11,189 17
x 1000 / 0,100 11,815 – 11,799 17
x 1000 / 0,100 =9,412 mmol/g
67
Lampiran 5. Perhitungan Prosentase Penurunan Luas Permukaan Spesifik dan
Kenaikan Bilangan Keasaman
a. % Penurunan Luas Permukaan (LP) = = = 17,10 % b. % Kenaikan Tingkat Keasaman (TK) = = = 121,42 %
L. P Alofan – L. P Adsorben L. P Alofan
x 100%
103,560 – 85.858 103,560
x 100%
T.K Adsorben – T.K Alofan Alofan
x 100%
9,118 – 4,118 4,118
x 100%
68
Lampiran 6. Perhitungan Batas Pengendapan Ion Logam Cd.
Ar Cd2+ = 112,4 g/mol
(Cd2+) = 2 ppm
= 4,16.10-5M
Ksp Cd(OH)2 = 4,5.10-15
Ksp = (Cd2+) (OH)2
(OH)2 = Ksp/( Cd2+)
= 4,5.10-15/ 4,16.10-5
=1,039.10-5 M
(H+) = Kw/(OH)
=10-14/1,039.10-5
=9,616.10-10 M
pH = -log (H+)
= -log 9,616.10-10
= 9,017
69
Lampiran 7. Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan dengan Variasi pH dan Waktu Kontak.
Tabel 19. Adsorpsi Ion Logam Cd pada pH= 2 oleh Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan
a. Data AAS Adsorpsi Ion Logam Cd dengan Variasi Waktu Kontak pada pH = 2
Konsentrasi ( ppm ) Waktu Kontak (menit)
Perulangan 1 Perulangan 2 Rata-rata±SD
Kontrol Logam Cd 1.8366 1.8442 1.8556±0.0037
1.8515 1.8559
1.8708 1.8745
0 1.8527 1.8414 1.84995±0.0033
1.8563 1.8539
1.8479 1.8475
5 1.8422 1.8285 1.8437±0.0063
1.8503 1.8402
1.8519 1.8491
10 1.8547 1.8547 1.8537±0.0003
1.8563 1.8563
1.8495 1.8507
20 1.8430 1.8394 1.8510±0.0040
1.8523 1.8487
1.8491 1.8733
30 1.8660 1.8579 1.8626±0.0003
1.8600 1.8555
1.8624 1.8737
45 1.8745 1.8813 1.8886±0.0099
1.8841 1.8966
1.8862 1.9091
70
b. Data kapasitas adsorpsi Cd dengan Variasi Waktu Kontak pada pH = 2
Waktu Kontak
(menit)
Konsentrasi Awal
(ppm)
Teradsorp
(ppm)
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
0 1.8556 -0.0056 (-)0.0011±0.0007
5 1.8556 -0.0119 (-)0.0024±0.0013
10 1.8556 -0.0019 (-)0.0003±0.0001
20 1.8556 -0.0046 (-)0.0009±0.0008
30 1.8556 0.0070 0.0014±0.0001
45 1.8556 0.0331 0.0066±0.0020
71
Tabel 20. Adsorpsi Ion Logam Cd pada pH = 4 oleh Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan
a. Data AAS Adsorpsi Ion Logam Cd dengan Variasi Waktu Kontak pada pH = 4
Konsentrasi Cd ( ppm ) Waktu Kontak ( menit )
Perulangan I Perulangan II Rata-rata±SD
Kontrol Cd 1.9349 1.9438 1.9441±0.0134
1.9269 1.9498
1.9422 1.9672
0 1.8225 1.7910 1.8170±0.0165
1.8249 1.8140
1.8386 1.8108
5 1.8144 1.8289 1.8291±0.0041
1.8362 1.8346
1.8281 1.8325
10 1.8164 1.7733 1.7984±0.0266
1.8265 1.7963
1.8088 1.7693
20 1.8213 1.8390 1.8310±0.0051
1.8257 1.8120
1.8350 1.8527
30 1.8325 1.8092 1.8286±0.0111
1.8329 1.8241
1.8438 1.8289
45 1.8229 1.8108 1.8183±0.0012
1.8035 1.8128
1.8257 1.8338
72
b. Data kapasitas adsorpsi Cd dengan Variasi Waktu Kontak pada pH = 4
Waktu Kontak
(menit)
Konsentrasi Awal
(ppm)
Teradsorp
(ppm)
Kapasitas Adsorpsi
(ppm)
0 1.9441 0.1272±0.00165 0.0254±0.0033
5 1.9441 0.1150±0.0041 0.0230±0.0008
10 1.9441 0.1457±0.0266 0.0291±0.0053
20 1.9441 0.1132±0.0051 0.0226±0.0010
30 1.9441 0.1156±0.0111 0.0231±0.0022
45 1.9441 0.1259±0.0012 0.0252±0.0002
73
Tabel 21. Adsorpsi Ion Logam Cd pada pH = 6 oleh Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan
a. Data AAS Adsorpsi Ion Logam Cd dengan Variasi Waktu Kontak pada pH = 6
Konsentrasi Cd (ppm) Waktu Kontak
(menit) Perulangan I Perulangan II
Rata - rata ± SD
Kontrol Cd 1.9196 1.9643 1.9851±0.0122
1.9462 1.9599
1.9825 1.9760
0 1.8745 1.8281 1.8520±0.0319
1.8741 1.8277
1.8749 1.8325
5 1.7874 1.7834 1.7938±0.0045
1.7866 1.7971
1.7979 1.8104
10 1.7556 1.7564 1.7653±0.0003
1.7636 1.7656
1.7762 1.7745
20 1.7338 1.7423 1.7483±0.0045
1.7592 1.7479
1.7616 1.7451
30 1.7318 1.7274 1.7397±0.0004
1.7415 1.7499
1.7451 1.7427
45 1.7249 1.7403 1.7334±0.0072
1.7326 1.7257
1.7274 1.7495
74
b. Data kapasitas adsorpsi Cd dengan Variasi Waktu Kontak pada pH = 6
Waktu Kontak
(menit)
Konsentrasi Awal
(ppm)
Teradsorp
(ppm)
Kapasitas Adsorpsi
(ppm)
0 1.9581 0.1061±0.0319 0.0212±0.0064
5 1.9581 0.1643±0.0045 0.0329±0.0009
10 1.9581 0.1928±0.0003 0.0386±0.0001
20 1.9581 0.2098±0.0045 0.0420±0.0009
30 1.9581 0.2184±0.0004 0.0437±0.0001
45 1.9581 0.2247±0.0072 0.0449±0.0014
75
Lampiran 8. Uji Statistik Metode Duncan untuk Adsorpsi Ion Logam Cd oleh
Biosurfaktan Terimobilisasi pada alofan pada pH 2, 4, dan 6.
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors
Value Label
N
PH 1.00 pH 2 62.00 pH 4 63.00 pH 6 6
TKONTAK 1.00 0 menit 32.00 5 menit 33.00 10 menit 34.00 20 menit 35.00 30 menit 36.00 45 menit 3
A. Akan dilakukan uji untuk mengetahui pengaruh pH terhadap Cd.
Ho : tidak terdapat pengaruh faktor pH terhadap Cd.
H1 : Ho tidak benar.
Dipilih tingkat signifikansi α = 1%.
Daerah kritis, Ho ditolak jika P-value < α = 0,01
Statistk Uji
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SERAPAN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model
9.750E-02 2 4.875E-02 62.621 .000
Intercept .202 1 .202 259.934 .000PH 9.750E-02 2 4.875E-02 62.621 .000
Error 1.168E-02 15 7.785E-04 Total .312 18
Corrected Total
.109 17
a R Squared = .893 (Adjusted R Squared = .879)
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai P-value = 0,000
Kesimpulan : karena P-value =0.000 < α ( 0.01 ) maka Ho ditolak, berarti ada
pengaruh pH terhadap adsorpsi Cd.
76
Post Hoc Tests
PH SERAPAN Duncan
N Subset PH 1 2 3
pH 2 6 8.343333E-03
pH 4 6 .1237533 pH 6 6 .1859833 Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 7.785E-04. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000. b Alpha = .05.
Dari tabel Duncan diatas, terlihat bahwa pH 6 memiliki rata – rata terbesar,
sehingga secara statistik dapat dikatakan bahwa pH 6 paling mempengaruhi
kenaikan konsentrasi yang terserap.
B. Uji pengaruh waktu kontak.
Ho : tidak terdapat pengaruh faktor waktu terhadap Cd
H1 : Ho tidak benar
Dipilih tingkat signifikansi α = 1%.
Daerah kritis, Ho ditolak jika V-value < α = 0,01
Statistik Uji
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SERAPAN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model
3.982E-03 5 7.965E-04 .091 .992
Intercept .202 1 .202 23.084 .000TKONTAK 3.982E-03 5 7.965E-04 .091 .992
Error .105 12 8.766E-03 Total .312 18
Corrected Total
.109 17
a R Squared = .036 (Adjusted R Squared = -.365)
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh nilai P-value =0,992
77
Kesimpulan : karena P-value = 0,997 > α ( 0,01 ) maka Ho tidak ditolak, artinya
tidak terdapat pengaruh faktor waktu terhadap adsorpsi Cd.
Post Hoc Tests TKONTAK SERAPAN Duncan
N SubsetTKONTAK 1
0 menit 3 7.964000E-02
5 menit 3 9.706000E-02
30 menit 3 .108973320 menit 3 .109166710 menit 3 .113450045 menit 3 .1278700
Sig. .576Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 8.766E-03. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.
Dari tabel diatas, terlihat semua waktu berada dalam satu kelompok sehingga
secara statistik, waktu optimum tidak dapat ditentukan.
78
Lampiran 9. Uji Statistik Metode Duncan untuk Menentukan Waktu Kontak
Optimum pada masing - masing pH.
a. Uji Statistik Duncan pH 2.
Univariate Analysis of Variance Warnings
The following factors or covariates are not used in the model: PH
Post hoc tests are not performed for TKONTAK because error term has zero
degrees of freedom.
Between-Subjects Factors
Value Label
N
TKONTAK 1.00 0 menit 12.00 5 menit 13.00 10 menit 14.00 20 menit 15.00 30 menit 16.00 45 menit 1
PH 1.00 pH 2 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SERAPAN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model
1.299E-03 5 2.598E-04 . .
Intercept 4.320E-05 1 4.320E-05 . .TKONTAK 1.299E-03 5 2.598E-04 . .
Error .000 0 . Total 1.342E-03 6
Corrected Total
1.299E-03 5
R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .)
b. Uji Statistik Duncan pH 4.
Univariate Analysis of Variance
Warnings
The following factors or covariates are not used in the model: PH
Post hoc tests are not performed for TKONTAK because error term has zero
degrees of freedom.
79
Between-Subjects Factors
Value Label
N
TKONTAK 1.00 0 menit 12.00 5 menit 13.00 10 menit 14.00 20 menit 15.00 30 menit 16.00 45 menit 1
PH 1.00 pH 4 6
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SERAPAN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model
7.526E-04 5 1.505E-04 . .
Intercept 9.191E-02 1 9.191E-02 . .TKONTAK 7.526E-04 5 1.505E-04 . .
Error .000 0 . Total 9.266E-02 6
Corrected Total
7.526E-04 5
R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .)
c. Uji Statistik Duncan pH 6.
Univariate Analysis of Variance
Warnings
The following factors or covariates are not used in the model: PH
Post hoc tests are not performed for TKONTAK because error term has zero
degrees of freedom.
Between-Subjects Factors
Value Label
N
TKONTAK 1.00 0 menit 12.00 5 menit 13.00 10 menit 14.00 20 menit 15.00 30 menit 16.00 45 menit 1
PH 1.00 pH 6 6
80
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SERAPAN
Source Type III Sum of
Squares
df Mean Square
F Sig.
Corrected Model
9.785E-03 5 1.957E-03 . .
Intercept .206 1 .206 . .TKONTAK 9.785E-03 5 1.957E-03 . .
Error .000 0 . Total .216 6
Corrected Total
9.785E-03 5
R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .)
81
Lampiran 10. Hasil Uji Perbandingan Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Alofan,
Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan dalam Larutan Model
Tabel 22. Data Uji Adsorpsi oleh Alofan, Biosurfaktan, dan Biosurfaktan
Terimobilisasi pada Alofan dengan Waktu Kontak 20 menit pada pH = 6
a. Data AAS Penentuan Konsentrasi Awal Logam Cd
Larutan Konsentrasi Logam Cd
(ppm) Rata-rata±SD
Kontrol Model Cd 1.6058 1.6127±0.0136
1.6039
1.6283
b. Data AAS Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Alofan, Biosurfaktan, dan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan dengan Waktu Kontak 20 menit pada pH
= 6.
Konsentrasi Sisa (ppm) Adsorben
Perulangan I Perulangan II Rata-rata±SD
Alofan 1.4827 1.4975 1.4879±0.0016
1.4888 1.4865
1.4956 1.4763
Biosurfaktan 1.5868 1.5405 1.5650±0.0308
1.5819 1.5389
1.5918 1.5503
Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan 1.4758 1.5055 1.4977±0.00243
1.4785 1.5173
1.4872 1.5218
82
c. Data Kapasitas Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Alofan, Biosurfaktan, dan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Adsorben Konsentrasi Teradsorp
(ppm)
Kapasitas adsorpsi
(mg/g)
Alofan 0.1248±0.0016 0.025±0.0003
Biosurfaktan 0.0476±0.0244 0.0095±0.0049
Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan 0.1150±0.0243 0.0230±0.0049
83
Lampiran 11. Hasil Adsorpsi Cd pada Limbah Elektroplating oleh Alofan,
Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Tabel 23. Data Hasil Adsorpsi Ion Logam Cd pada Limbah Elektroplating oleh
Alofan, Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan.
a. Data AAS Adsorpsi Ion Logam Cd Pada Limbah Elektroplating oleh Alofan,
Biosurfaktan, dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan dengan Waktu Kontak
20 menit pada pH = 6.
Konsentrasi Sisa (ppm) Adsorben
Perulangan I Perulangan II Rata-rata±SD
Kontrol Limbah Cd 1.8074 1.8055 1.8059±0.0003
1.8011 1.8015
1.8086 1.8114
Alofan 1.6087 1.6134 1.6130±0.0038
1.6122 1.6134
1.6099 1.6201
Biosurfaktan 1.7866 1.8094 1.7833±0.0024
1.7843 1.7761
1.7839 1.7592
Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan 1.6397 1.6216 1.6332±0.0080
1.6291 1.6487
1.6138 1.6463
84
b. Data Kapasitas Adsorpsi Ion Logam Cd oleh Alofan, Biosurfaktan, dan
Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan
Adsorben Konsentrasi Teradsorp
(ppm)
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Alofan 0.2067±0.038 0.0386±0.0008
Biosurfaktan 0.0227±0.0024 0.0045±0.0005
Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan 0.1865±0.0080 0.0345±0.0016
85
= =
Lampiran 12. Perhitungan Prosentase Alofan dalam Sampel Tanah
Intensitas alofan Intensitas total % Alofan x 100% 4321 + 365 +302
14070 x 100%
= 35,45 %
86
Lampiran 13. Spektra Spektrofotometer FTIR Alofan Alam
87
Lampiran 14. Spektra Spektrofotometer FTIR Alofan Aktif
88
Lampiran 15. Spektra Spektrofotometer FTIR Biosurfaktan ( BiosPaPueira )
89
Lampiran 16. Spektra Spektrofotometer FTIR Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan Perbandingan berat 1:10, waktu kontak 24 jam (Widyaningsih, 2008).
90
Lampiran 17. Spektra Spektrofotometer FTIR Biosurfaktan Terimobilisasi pada
Alofan Perbandingan berat 1:10, waktu kontak 24 jam.
91
Lampiran 18. Data XRD Alofan Alam
92
93
94
95
Lampiran 19. Data Luas Permukaan dan Keasaman Biosurfaktan, Alofan Alam
Aktif dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan (Widyaningsih, 2008)
Tabel 24. Luas Permukaan Spesifik dan Keasaman Biosurfaktan, Alofan Aktif
dan Biosurfaktan Terimobilisasi pada Alofan (Widyaningsih, 2008).
Adsorben Luas Permukaan
Spesifik (m2/gr)
Bilangan Keasaman
(mmol/g)
Biosurfaktan 54,84 ± 0,51 88,24 ± 0
Alofan 103,56 ± 0,99 4,12 ± 0
Biosurfaktan Terimobilisasi
pada Alofan
82,41 ± 0,39 9,12 ± 0,42