Post on 17-Apr-2018
PENDIDIKAN
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNYTAHUN ANGGARAN 2012
JUDUL PENELITIAN:
PENGEMBANGAN BUKU AJAR BAHASA INGGRIS SMP BERBASIS MULTIKULTUR SEBAGAI UPAYA PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL
Oleh :
Siti Sudartini, M.A.Prof. Sugirin, Ph.D.
Suciati, S.Pd.Lusi Nurhayati, M.AppLing(TESOL)
DIBIAYAI DENGAN DANA DIPA UNY NOMOR: 0610/023-04.2.16/14/2012 TANGGAL 16 FEBRUARI 2012
NOMOR SUBKONTRAK: 007/Subkontrak-Unggulan/UN34.21/2012.
FAKULTAS BAHASA DAN SENIUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
NOVEMBER, 2012
HALAMAN PENGESAHANLAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN UNY
1. Judul Penelitian : Pengembangan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP Berbasis Multi Kultur sebagai Upaya Pemertahanan Budaya Lokal
2. Ketua Peneliti :a. Nama lengkap : Siti Sudartini, M.A.b. Jenis Kelamin : Perempuanc. NIP : 19760311 200501 2 001d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli (150)e. Jabatan Struktural : -f. Bidang Keahlian : Pengajaran Bahasa Inggrisg. Fakultas/Jurusan : Bahasa dan Seni/ Pendidikan Bahasa Inggrish. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta i. Telepon rumah/kantor/HP : 08156877141
3. Tim PenelitiNo Nama dan Gelar NIP Bidang Keahlian1. Prof. Sugirin, M.A., Ph.D. 19491127 198403 1 001 TEFL Methodology2. Suciati, S.Pd. 19800706200501 2 002 Pengajaran Bahasa Inggris3. Lusi Nurhayati,
M.App.Ling. (TESOL)19790205 200312 2 001 Pengajaran Bahasa Inggris
4. Mahasiswa yang terlibat :No Nama N I M Prodi1. Ragilia Indaswari 08202244002 Pendidikan Bahasa Inggris2. Winda Presti 10202244090 Pendidikan Bahasa Inggris
5. Pendanaan dan jangka waktu penelitiana. Jangka waktu penelitian yang diusulkan : 1 tahunb. Biaya total yang diusulkan : Rp. 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah)c. Biaya yang disetujui tahun kedua : Rp. 50.000.000 (Lima Puluh Juta Rupiah)
Mengetahui:Dekan Fakultas Bahasa dan Seni
Prof. Dr. Zamzani, M.Pd.NIP 19550505 198011 1 001
Yogyakarta, 10 November 2012Ketua Tim Peneliti,
Siti Sudartini, M.A.NIP 19760311 200501 2 001
Mengetahui,Ketua LPPM UNY,
Prof. Dr. Anik GhufronNIP 19621111 198803 1 001
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa adalah milik suatu budaya, karena bahasa merupakan salah satu
bagian/ unsur dari budaya. Oleh karena itu pembelajaran suatu bahasa senantiasa
disertai pembelajaran akan budaya dari penutur bahasa tersebut. Hal ini
merupakan hal yang sangat umum dan telah menjadi kesepahaman bersama oleh
mereka yang terlibat dalam praktek pembelajaran bahasa Inggris. Para pengajar
bahasa Inggris pada umumnya akan mengatakan para siswa tidak akan bisa
mempelajari dan menguasai bahasa Inggris dengan benar bila mereka tidak
memahami konteks dimana bahasa Inggris dipakai, dalam hal ini konteks budaya
dari penutur bahasa Inggris. Brown dalam Richards and Renandya (2002:12)
menyatakan bahwa “whenever you teach a language, you also teach a complex
system of cultural customs, values, and ways of thinking, feeling, and acting”.
Hal ini telah disadari betul oleh mereka yang terlibat dalam prakek
pembelajaran di sekolah. Satu hal yang kemudian harus menjadi perhatian para
guru atau praktisi pembelajaran bahasa asing, khususnya, bahasa Inggris, adalah
bahwa para siswa bisa saja berasal dari sistem budaya yang berbeda dengan
budaya penutur asli bahasa tersebut. Dalam konteks pembelajaran bahasa Inggris
di negara kita, Indonesia, hal ini menjadi kenyataan yang lebih kompleks dan
kiranya mesti menjadi perhatian yang serius dari para praktisi pembelajaran
bahasa Inggris.
2
Para pengajar bahasa Inggris di Indonesia harus mempertimbangkan
keragaman budaya yang ada di negara ini. Hal ini sejalan dengan kenyataan yang
ada di negara ini dimana budaya yang ada di sekeliling siswa sangat bermacam-
macam baik itu yang berupa budaya lokal yang mereka bawa atau bisa dikatakan
sebagai budaya asli mereka dan mereka pun juga berinteraksi dengan siswa lain
yang berasal dari atau memiliki budaya lokal yang mungkin saja berbeda dengan
budaya mereka kemudian ketika mereka mempelajari bahasa Inggris, mereka akan
juga berinteraksi dengan budaya asing yang berasal dari luar Indonesia, yang tentu
saja harus mereka pelajari ketika mereka belajar bahasa asing. Oleh karena itu
agar bisa berhubungan dan berinteraksi dengan baik dengan orang dari berbagai
budaya maka siswa perlu dibekali wawasan yang memadai tentang keberagaman
budaya yang ada di sekitar mereka. Kemajemukan budaya bukan saja terjadi di
tingkat dunia namun terjadi pula di tingkat nasional (Indonesia) karena negara kita
terdiri dari berbagai budaya yang berbeda-beda. Budaya lokal kedaerahan itu
membentuk budaya nasional.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan dan kiranya efektif untuk mengatasi
dan mensikapi keragaman budaya yang dihadapi para siswa demi tetap
tercapainya tujuan pendidikan untuk membentu generasi penerus bangsa yang
handal adalah dengan mengenalkan wawasan multikultur pada konteks
pembelajaran. Wawasan multikultur ini bisa diinsersikan di dalam pembelajaran
formal di sekolah di beberapa mata pelajaran yang relevan termasuk bahasa
Inggris. Oleh karena itu bahan ajar bahasa Inggris yang didalamnya terdapat
muatan multikultur diperlukan karena keberadaannya bisa menjadi salah satu alat
bantu guru dalam praktik pembelajaran. Hal ini sesuai hakikat dari materi
3
pembelajaran yang merupakan salah satu komponen yang penting dalam
pembelajaran bahasa Inggris. Pengetahuan dan wawasan tentang nilai multikultur
ini sendiri penting untuk dimiliki oleh guru dan siswa karena hal ini berkontribusi
positif bagi pembangunan bangsa secara umum. Dengan adanya pemahaman yang
baik tentang multikultur ini, peristiwa negatif yang disebabkan tidak adanya
pengertian atau karena munculnya salah faham tentang budaya yang berbeda
dengan budaya peserta didik diharapkan bisa diminimalisir dan akan lahir
manusia Indonesia yang dewasa dalam menyikapi perbedaan.
Melalui mata pelajaran bahasa Inggris, para pelajar bisa diarahkan untuk
mulai mengetahui (knowing), memahami (understanding) dan merasakan bahwa
perbedaan adalah sesuatu yang sangat alami dan karenanya harus dihormati dan
disikapi secara arif. Sayangnya, budaya lokal Indonesia yang adiluhung dirasa
makin tergerus oleh zaman. Banyak nilai budaya lokal yang kehilangan pamornya
dan tidak pernah dimunculkan di dalam mata pelajaran digantikan dengan budaya
asing yang tengah populer. Pendapat bahwa pelajaran harus menyesuaikan zaman
dan konteks di sekitar peserta didik adalah benar namun itu tidak berarti aspek
budaya adi luhung tidak diinformasikan kepada siswa. Dengan diinsersikannya
budaya bangsa sendiri secara positif maka akan tumbuh kebanggaan pada diri
siswa sebagai bangsa Indonesia.
Penelitian berjudul “Pengembangan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP
Berbasis Multikultur sebagai Upaya Pemertahanan Budaya Lokal” pada tahun
pertama menghasilkan sejumlah temuan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan
hasil pengamatan awal dan komunikasi informal dengan guru-guru di sekolah,
mahasiswa prodi Pendidikan bahasa Inggris yang sedang melakukan KKN PPL di
4
sekolah pada semester khusus tahun akademik 2010/2011 teridentifikasi tujuh
judul buku ajar Bahasa Inggris yang dipakai sebagai sumber bahan belajar di SMP
utamanya kelas VII di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketujuh buku ajar
inilah yang kemudian dijadikan sampel penelitian ini. Ketujuh buku tersebut
adalah sebagai berikut:Real Time ( Erlangga), English on Sky (Erlangga),
Interactive English (Yudhistira), The Bridge to English Competence (Yudistira),
English in Focus (BSE), Passport to the World (Platinum Tiga Serangkai), dan
Scaffolding (BSE)
Kedua, berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang dilaksanakan
pada tanggal 11 Juli 2011 di Ruang Cine Club FBS UNY dan melibatkan 20
orang guru Bahasa Inggris SMP yang mengajar di Wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta dan juga 10 orang guru bahasa Inggris SMP yang mengajar di
propinsi Kalimantan Selatan yang sedang menempuh S2 di Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta diperoleh informasi tentang tingkat pemahaman
guru mengenai insersi budaya asing pada praktik pembelajaran bahasa asing
khususnya bahasa Inggris, dan juga tanggapan mereka akan perlunya melakukan
insersi budaya lokal dan aspek budaya yang diajarkan serta cara
mengintegrasikannya di dalam proses pembelajaran. Secara umum sebagian besar
peserta FGD menyatakan telah menginsersikan budaya Indonesia dalam
pembelajaran Bahasa Inggris.
Ketiga, berdasarkan pembacaan pada ketujuh buku ajar bahasa Inggris
yang dipakai sebagai sampel penelitian pertama, berhasil teridentifikasi aspek-
aspek multikultur dan pola insersi budaya barat yang ada pada setiap buku ajar
5
bahasa Inggris tersebut. Berbicara mengenai aspek-aspek multikultur, dalam
ketujuh buku yang dijadikan sampel penelitian ini ditemukan beberapa aspek
multikultur, utamanya yang terkait dengan aspek gender, ethnicity, race, dan
culture. Aspek gender (perbedaan jenis kelamin) ditunjukkan dengan adanya
pemakaian model gambar untuk ilustrasi maupun nama-nama orang yang
digunakan dalam teks bacaan yang mewakili kedua jenis kelamin, yakni laki-laki
dan wanita. Sementara itu, aspek ethnicity dan race ditunjukkan misalnya dengan:
1) penggunaan nama-nama orang yang berasal dari suku bangsa yang berbeda,
baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar Indonesia, seperti dari India,
Jepang, Jerman, dan Indonesia (misalnya penggunaan nama Hans, Butet, Made,
Wisnu, Alice, dan sebagainya); 2) penggunaan model orang yang nenunjukkan
postur orang yang berasal dari ras yang bermacam-macam, misalnya dari Eropa,
Afrika, Asia, termasuk Indonesia, dan 2) teks serta gambar tentang makanan khas
satu negara (seperti, pasta, pizza, fried rice, yang dikenal sebagai nasi goreng
dalam budaya Indonesia).
Dari keempat aspek multi kultur tersebut aspek budaya (culture)
merupakan aspek yang paling dominan. Hal ini tidaklah mengherankan
mengingat sampel penelitian ini adalah buku ajar bahasa (yang dalam hal ini buku
ajar bahasa Inggris SMP). Ketika berbicara mengenai bahasa tentu tidak bisa
dilepaskan dengan perbincangan mengenai budaya, mengingat bahasa merupakan
bagian dari budaya.
Setiap pengajar bahasa asing hendaknya menyadari bahwa fungsi utama
pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
6
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 3, UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas). Sejalan
dengan cita-cita luhur itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang
merupakan kurikulum terbaru di Indonesia, mendorong sekolah untuk
mengangkat budaya lokal dan mengintegrasikannya di dalam kurikulum sekolah.
KTSP merupakan peluang yang sangat baik bagi para praktisi pendidikan yang
peduli dengan masalah penjagaan dan pengembangan budaya lokal. Upaya untuk
melestarikan dan menjadikan generasi muda bangga dan dapat mempromosikan
budaya lokal kepada dunia wajib dilaksanakan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan mengintegrasikan aspek budaya atau kearifan lokal ke
dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Dalam hal ini budaya dan kearifan
lokal dapat dikembangkan menjadi bahan ajar bahasa Inggris di sekolah yakni
SMP dan digunakan selama pembelajaran berlangsung.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Selama ini masih sedikit buku ajar yang digunakan para guru
memperhatikan aspek multikultur secara khusus. Kandungan kebudayaan
Indonesia dan kebudayaan asing dalam buku ajar seringkali masih timpang/tidak
berimbang dan bias. Sikap rendah diri (inferior) sebagai dampak kolonialisme
masih sering tercermin dalam tulis, termasuk buku ajar. Misalnya, penggambaran
7
budaya lokal dikesankan sebagai inferior dibandingkan budaya luar, khususnya
budaya barat; atau, budaya barat dicitrakan sebagai lebih baik dan modern
dibanding budaya lokal.
Budaya merupakan hal yang luas, tidak sekedar berupa produk benda tapi
juga adat istiadat dan perilaku manusia dalam sebuah masyarakat. Sesungguhnya
setiap budaya adalah istimewa dan unik oleh karena itu pengemasan pengajaran
budaya dalam pembelajaran bahasa Inggris harus dirancang sedemikian rupa agar
siswa dapat memetik banyak manfaat diantaranya mempelajari bahasa Inggris,
mempelajari dan menilai budaya secara objektif, dan mampu menghargai budaya
lokal Indonesia.
Berdasarkan temuan dari penelitian tahun pertama mengenai bentuk dan
pola insersi budaya asing pada buku ajar bahasa Inggris SMP khususnya kelas
VII, dan juga identifikasi tanggapan para guru akan adanya insersi budaya asing
pada materi ajar bahasa Inggris dan juga perlunya insersi budaya lokal pda buku
ajar bahasa Inggris SMP. Oleh karena itu, penelitian pada tahun kedua ini menitik
beratkan pada upaya pengembangan buku ajar bahasa Inggris khususnya bagi
SMP kelas VII yang mencakup aspek multikultur dan sebisa mungkin berupaya
untuk memasukkan unsur-unsur budaya lokal Indonesia. Oleh karena itu rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian tahun kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana model buku ajar Bahasa Inggris untuk SMP kelas VII yang
berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal tersebut disusun?
2. Seperti apakah karakteristik buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII yang
berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal di dalamnya?
8
C.Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian tahun kedua ini adalah untuk mengembangkan
buku ajar bahasa Inggris berbasis multikultur sebagai upaya pemertahanan budaya
lokal untuk siswa SMP. Adapun tujuan khusus penelitian tahun kedua ini secara
khusus dibagi menjadi dua sesuai dengan rumusan masalah yang telah
dikemukakan pada sub bab sebelumnya sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan cara menyusun buku ajar bahasa Inggris untuk SMP kelas
VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal tersebut.
2. Mendeskripsikan karakteristik model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII
yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal di dalamnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian tahun kedua ini secara
umum dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap penyusunan Course Grid dan tahap
pengembangan Course Grid menjadi draft buku ajar yang kemudian diujicobakan
secara terbatas.
D. Signifikansi Penelitian
Penelitian tahap kedua ini memberi beberapa manfaat umum sebagai
berikut:
1. Hasil penelitian yang berupa model buku ajar Bahasa Inggris SMP
kelas VII diharapkan dapat memberikan kontribusi pada terwujudnya
pemahaman para guru dan para praktisi pembelajaran bahasa Inggris
akan insersi nilai-nilai budaya asing yang selalu menyertai
pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini Bahasa Inggris.
9
2. Penerapan lebih lanjut model buku ajar Bahasa Inggris ini diharapkan
akan memberikan kontribusi pada penanaman pemahaman dan
kecintaan para siswa pada budaya bangsanya sendiri. Hal ini amatlah
penting dilakukan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan
eksistensi budaya bangsa demi terwujudnya generasi penerus bangsa
yang memahami dan menghargai budaya bangsanya namun tetap
mampu mengikuti perkembangan jaman, seperti yang tertera pada UU
Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Pasal 1 ayat 2, yakni:
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia
dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Bagi para penulis dan penyusun materi maupun penerbit, model buku
ajar ini diharapkan dapat menjadi salah satu model acuan dalam
menyusun buku ajar Bahasa Inggris, khusunya bagi SMP dan juga
tidak menutup kemungkinan untuk SMA yakni dalam hal pentingnya
menyisipkan unsur-unsur budaya lokal/ nasional Indonesia. Sehingga
diharapakan, mereka dapat menyusun buku ajar Bahasa Inggris yang
lebih baik dan sebisa mungkin mengintegrasikan budaya lokal
Indonesia dan juga budaya asing sehingga para siswa dapat
mempelajari bahasa asing tanpa harus melupakan budayanya sendiri.
10
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Buku Ajar
Buku ajar merupakan paket belajar yang berkenaan dengan suatu unit
materi belajar. Perwujudan buku ajar dapat berupa bahan cetak untuk dibaca
subjek belajar dan bahan cetak ditambah tugas. Pada dasarnya buku ajar diartikan
sebagai buku acuan yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar mengajar
di kelas. Dalam kamus Merriam-Webster, textbook didefinisikan sebagai “a book
about a particular subject that is used in the study of that subject especially in a
school.” Buku ajar sejatinya adalah buku yang dibuat untuk siswa dan guru di
kelas atau sekolah, yang menyajikan serangkaian materi pembelajaran dalam satu
mata pelajaran atau mata pelajaran-mata pelajaran yang terkait erat (Tiwari,
2008). Hal ini ditegaskan oleh Richards and Schmidt (2002: 550) yang
mendefinisikan buku ajar atau text book sebagai:
A book on a specific subject used as a teaching learning guide, especially in a school or college. Textbooks for foreign language learning are often part of a graded series covering multiple skills (listening, reading, writing, speaking, grammar) or deal with a single skill (e.g. reading).
Sementara itu, Kaiser (2005: 223) membagi dua definisi textbooks, untuk
bisa membedakannnya dengan teks populer, yaitu berdasarkan kegunaan dan
tujuannya. Berdasar kegunaanya, textbook adalah “every text practically used as a
didactic instrument in teaching institutions.” Sedangkan berdasar tujuannya,
11
textbook adalah “every text especially and explicitly designed to be used as a
didactic instrument in teaching institutions.”
Buku ajar menjadi tali pengikat keseluruhan proses pembelajaran,
menjadikan proses pembelajaran sebagai sebuah sistem dan “checks unnecessary
repetition and ommission” (Choudhury, 1998: 154). Selain itu, buku ajar
merupakan instrumen untuk mencapai tujuan pembelajaran, membantu guru
dalam mempersiapkan pembelajaran, tugas, dan mengelola kelas, serta
membimbing siswa belajar, baik di rumah atau di kelas (Tiwari, 2005). Lebih
lanjut Richards and Schmidt (2002: 339) juga menyatakan bahwa “the use of
modules is said to allow for flexible organization of a course and can give
learners a sense of achievement because objectives are more immediate and
specific”.
B. Pemahaman tentang Pendidikan Multikultur
Pengertian dan definisi pendidikan berbasis multikultur telah banyak
dikemukakan oleh para ahli. Sinagatullin (2003: 83) misalnya mendefinisikan
pendidikan multikultur sebagai: “an idea stating that all students, regardless of
their gender, ethnicity, race, culture, social class, religion, or exceptionality,
should have an equal opportunity to learn at school”. Menilik definisi
pendidikan multikultur yang dikemukakan Sinagatulin tersebut, tidaklah
berlebihan bila pendidikan multikultur dipandang sebagai sebentuk reformasi
dalam dunia pendidikan yang hakikatnya adalah untuk memberikan porsi
kesempatan yang sama pada semua siswa, apapun keadaannya dan dari suku
12
apapun dan juga yang memiliki bahasa yang berbeda untuk mendapatkan
pendidikan. Banks and Banks (2009: 1) menyatakan,
Multicultural education is an idea, an educational reform movement, and a process whose major goals is to change the structure of educational institution so that male and female students, exceptional students who are members of diverse racial, ethnic, language, and cultural groups will have an equal chance to achieve academically in school.
Lebih lanjut Sinagatullin (2003: 114) menyatakan salah satu tujuan
pendidikan multikultur adalah “to help students acquire attitudes, knowledge, and
skills needed to successfully function within their own micro-culture, mainstream
culture, and the global community”. Dalam pendidikan multikultur, secara umum
para siswa akan belajar memahami budaya asing yang berbeda dengan budayanya
sendiri dan mempelajarinya namun tanpa mengurangi pemahaman dan kecintaan
para siswa akan budayanya sendiri. Hal ini sejalan dengan pernyataan Banks and
Banks (2009: 43) bahwa, Teaching about the cultural practices of other people
without stereotyping or misinterpreting them and teaching about one’s own
cultural practices without invidiously characterizing the practices of other people
should be the aims of multicultural education
Berdasarkan definisi dan tujuan pendidikan multikultur tersebut, dengan
jelas tampak bahwa konsep pendidikan ini, sejalan dengan definisi pendidikan
nasional kita, yakni pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap
terhadap tuntutan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU No 2 tahun 2003 tentang Sisdiknas).
Pendidikan berbasis multikultur ini pada dasarnya merupakan sarana untuk
meningkatkan ‘cultural awareness’ atau kepekaan budaya dalam praktek
13
pembelajaran bahasa asing khususnya bahasa Inggris. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Tanaka (2006: 37) mengenai pentingnya cultural awareness dalam
konteks pembelajaran bahwa “the concept of ‘cultural awareness’—
understanding of different cultures—has been emphasized as an essential part of
English learning and teaching”. Pemahaman mengenai cultural awareness ini
juga merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan budaya asal para siswa
mengingat tidak semua aspek budaya yang menyertai pembelajaran bahasa asing
dinyatakan secara eksplisit dalam pembelajaran Banks and Banks (2009: 37)
menyatakan bahwa, some aspects of culture are explicit, and others are implicit
learned, and shared outside conscious awareness. Our moods and desires as well
as our thoughts are culturally constructed.
Oleh karena itu, keberadaan pendidikan berbasis multikultur ini menjadi
penting, terutama dalam menjembatani perbedaan budaya yang juga merupakan
permasalahan dasar dalam pembelajaran bahasa asing. Brown dalam Richards and
Renandya (2002: 12) menyatakan “whenever you teach a language, you also
teach a complex system of cultural customs, values, and ways of thinking, feeling,
and acting”.
Konsep pendidikan berbasis multikultur ini tidak mungkin akan dapat
diterapkan dengan efektif manakala tidak melibatkan semua komponen yang
terkait dengan proses pembelajaran, termasuk kurikulum, para praktisi
pembelajaran, para siswa, dan juga aspek-aspek pembelajaran lainnya, seperti
materi pembelajaran dan metode pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan
14
Banks and Banks (2001: xii) dalam bukunya yang berjudul Handbook of Research
on Multicultural Education yang mendefinisikan pendidikan multikultur sebagai
…. a field of study designed to increase educational equity for all students that incorporates, for this purpose, content, concepts, principles, theories, and paradigms from history, the social and behavioral sciences, and particularly from ethnic studies and women studies.
Dimensi multikultur yang dikembangkan oleh Banks and Banks ini
menyatakan adanya suatu kerangka konseptual pendidikan multikultural yang
melibatkan beberapa unsur, yakni: “content integration, the knowledge
construction process, prejudice reduction, an equity pedagogy, and an
empowering school culture and social structure”.
C. Konsep tentang Bahasa dan Budaya Lokal
Bahasa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya. Foley
(2001:19) menyatakan, “ Language is often treated theoretically as a sub system
of culture within cognitive anthropology but in practice and structure of language
as revealed by modern linguistics has generally served as the paradigm for
analyzing other aspects of culture.”
Sementara itu Linton (1945 dalam Mesthrie, et al., 2009: 28) menyatakan
budaya sebagai ‘the way of life of its members; the collection of ideas and habits
which they learn, share and transmit from generation to generation’. Hal ini
berarti bahwa budaya dapat diartikan sebagai ‘design for living’, yang memberi
makna pada cara dan bentuk kebiasaan yang dianggap pantas dan berterima dari
suatu kelompok masyarakat tertentu, sedangkan bahasa diperlakukan sebagai a
15
cultural activity and, at the same time, an instrument for organizing other cultural
domains (Sharifian & Palmer, 2007: 1). Sementara itu, Taylor (dalam Peoples &
Bailey, 2009: 22) mendefinisikan budaya sebagai “complex whole which includes
knowledge, belief, art, morals, law, customs, and any other capabilities and habits
acquired by man as a member of society.” Dengan kata lain, pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasaan lain yang diperoleh
manusia sebagai bagian dari masyarakat merupakan komponen budaya. Budaya
membuat seseorang menjadi lengkap sekaligus menimbulkan adanya perbedaan di
tingkat kelompok, sehingga menjadi pembeda antar satu kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat lainnya. Banks and Banks (2009: 8) menyatakan
bahwa
Culture consists of the shared beliefs, symbols, and interpretations within a human group. Most social scientists today view culture as consisting primarily of the symbolic, ideational, and intangible aspects of human societies. The essence of a culture is not its artifacts, tools, or other tangible cultural elements but how the members of the group interpret, use, and perceive them. People in a culture usually interpret the meanings of symbols, artifacts, and behaviors in the same or in similar ways.
Bahasa dan budaya merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Budaya
dapat diartikan sebagai kesamaan pemaknaan terhadap aspek-aspek kehidupan
manusia dan makna tersebut diekspresikan dengan menggunakan bahasa.
Maureen Guirdham, M ( 2005: 46) menyatakan bahwa
Culture is about ‘shared meanings’. Meanings are produced and exchanged through language, which is the medium through which we ‘make sense’ of things. Meanings can only be shared through language. Thus, ‘to say that two people belong to the same culture is to say that they interpret the world
16
in roughly the same ways and can express themselves, their thoughts and feelings about the world, in ways which will be understood by each other’.
Selain sistem religi dan upacara adat, sistem organisasi sosial dan
kemasyarakatan, sistem ilmu pengetahuan, kesenian, sistem ekonomi dan mata
pencaharian, serta sistem alat dan teknologi, sebagai salah satu sub sistem budaya,
bahasa merupakan unsur budaya yang mencerminkan budaya masyarakat dan
menjadi pembeda dari masyarakat yang lain. Ketujuh unsur tersebut akan selalu
ditemukan di masyarakat manapun dengan berbagai variasinya (Koentjaraningrat,
1996, dalam Simanjuntak, 2011).
Perbedaan budaya merupakan permasalahan utama dalam pendidikan
lintas budaya. Oleh karenanya dalam konteks pendidikan perlu
mempertimbangkan perbedaan budaya. Grant dan Lei (2001: 10-11) lebih lanjut
menyarankan empat komponen utama pendidikan yang mempertimbangkan
perbedaan sosiokultural dan bahasa, yakni:
1)Subjective and objective support of the identity of socio-cultural and linguistic minority students; 2) Constructing curriculum contents implying and reflecting the positive value of the plurality of cultures and languages; 3) Building communicative, action-oriented skills; and 4) Accepting socio-cultural diversity and the plurality of ideas as a challenge for democracy.
Dalam konteks pembelajaran bahasa asing, seperti bahasa Inggris, tidak
dapat dipungkiri dalam praktek pembelajarannya tidak dapat dilaksanakan secara
efektif tanpa disertai pemahaman budaya masyarakat penuturnya. Para praktisi
pengajaran bahasa Inggris tentu saja dituntut untuk tidak hanya mengajarkan
bahasa namun juga menghadirkan konteks budaya di tempat bahasa itu digunakan.
Sementara itu para siswa pun harus mempelajari budaya masyarakat pengguna
bahasa yang tengah mereka pelajari. Hal ini merupakan fenomena yang umum
17
dalam pembelajaran bahasa asing karena untuk dapat berkomunikasi secara efektif
menggunakan bahasa asing, seorang penutur dituntut tidak hanya memiliki
kemampuan berbahasa asing tetapi juga memiliki pemahaman budaya di tempat
bahasa asing tersebut digunakan.
Apabila hal ini tidak disadari dari awal oleh para praktisi pengajaran bahasa
asing, pemahaman budaya asing ini dapat mengarahkan pada penurunan
pemahaman para siswa akan budaya mereka sendiri. Apabila hal ini terus
berlanjut, tanpa diimbangi dengan langkah-langkah atau upaya pemertahanan
budaya lokal, dapat berakibat perubahan perilaku anak didik kita sebagai wujud
internalisasi nilai-nilai budaya asing yang telah mereka pelajari, dan pada
gilirannya dapat menyebabkan hilangnya pemahaman terhadap budaya lokal dan
nasional yang adiluhung. Hal ini akan sangat merugikan kelangsungan budaya
bangsa ini. Oleh karenanya, pemahaman akan budaya lokal dan juga kepekaan
akan muatan budaya asing amat diperlukan dalam konteks pembelajaran bahasa
asing, khususnya bahasa Inggris yang saat ini telah menjadi salah satu bahasa
asing terpenting yang harus dipelajari oleh anak didik kita, dari tingkat pendidikan
dasar dan bahkan dari tingkat pendidikan yang paling rendah, yakni pada
pendidikan anak-anak usia dini.
Berdasarkan kenyataan ini, pengenalan dan pemahaman akan budaya lokal
perlu ditanamkan sejak dini. Istilah budaya lokal seringkali dikaitkan dengan
istilah tradisi yang secara tekstual berarti “adat kebiasaan turun-temurun (dari
nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat, yang berangkat dari
penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling
18
baik dan benar” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005: 1208). Istilah ini
membuahkan kata turunan yakni tradisional, yang maknanya juga hampir sama,
yakni sebagai sebentuk sikap atau cara berpikir serta bertindak yang selalu
berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun.
Dengan demikian terminologi dari konsep tradisi itu maknanya dekat dengan
konsep dan khazanah lokalitas.
Dalam perspektif arkeologi, khazanah tradisi dan budaya lokal kerap
diistilahkan sebagai ‘local genius’ (Koentjaraningrat, 1986: 80), yang dalam kata-
kata Wales (dalam Poespowardojo, 1986: 30) diberikan pengertian, “the sum of
the cultural characteristic which the vast majority of a people have in common as
a result of their experience in early life”. Pentingnya ciri-ciri khas yang ada dalam
setiap budaya bangsa, atau yang biasa disebut sebagai ‘pribumi’ itulah yang oleh
Wales diistilahkan ‘local genius’, yang di dalamnya terkandung makna sebagai
‘basic personality of each culture’, atau dalam pemaknaan Anderson (2002: 6)
disebut sebagai ‘cultural artefacts of a particular kind’. Dengan demikian, local
genius merupakan manifestasi dari kepribadian masyarakat, yang tercermin dalam
orientasi yang menunjukkan pandangan hidup serta sistem nilainya, dalam
persepsi untuk melihat dan menanggapi dunia luarnya, dalam pola, gaya, serta
sikap hidup yang ditunjukkan dalam tingkah laku sehari-hari, yang mewarnai
perikehidupannya.
Adapun wilayah yang menjadi ruang tempat meng-`ada’-nya nilai-nilai
local genius itu, seluas pemaknaan hakikat kebudayaan manusia itu sendiri, yang
secara substantif, sebagaimana dikemukakan antropolog, Honingmann (dalam
19
Koentjaraningrat, 1990:186-187), menyangkut tiga kategori besar, yakni sistem:
ideas, activities, dan artifacts. Lebih lanjut, Koentjaraningrat (2005, dalam
Bhaswara, 2008) menggolongkan 4 wujud kebudayaan sebagai perluasan dari
kategori tersebut, yaitu kebudayaan sebagai (1) nilai ideologis, (2) sistem gagasan,
(3) sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola, dan (4) benda fisik (artifak).
Hubungan antara kategori budaya dari Honingmann dan Koentjaraningrat dapat
dilihat melalui gambar berikut.
Gb. 1. Kerangka Konsentris Kebudayaan (Koentjaraningrat 2005, dalam Bhaswara, 2008)
Diagram kerangka konsentris kebudayaan tersebut dijelaskan lebih
lanjut sebagai berikut (Koentjaraningrat, 1996, dalam Simanjuntak, 2011: 15).
1. Bagian yang paling luar merupakan kebudayaan sebagai artifacts, atau
benda-benda fisik. Yakni berupa benda-benda hasil karya manusia
yang bersifat kongkret yang dapat diraba. Misalnya bangunan,
peralatan, dan benda teknologi. Sebutan bagi budaya dalam bentuk
konkret ini adalah kebudayaan fisik
20
2. Bagaian kedua terluar merupakan wujud dan tingkah laku manusia.
Wujud berikut ini masih bersifat konkret. Dapat difoto ataupun di film.
Semua gerak-gerak yang dilakukan dari waktu ke waktu. Merupakan
pola tingkah laku yang dilakukan berdasarkan sistem. Karena itu pola
tingakah laku manusia disebut sistem sosial.
3. Bagian ketiga merupakan wujud gagasan dari kebudayaan, dan
tempatnya ada didalam diri warga kebudayaan. Kebudayaan dalam
wujud ini bersifat abstrak. Dan hanya dapat diketahui dan dipahami
setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik dengan wawancara
intensif atau dengan membaca literatur yang sudah ada. Kebudayaan
dalam wujud gagasan juga berpola berdasarkan sistem-sistem tertentu
yang disebut sistem budaya.
4. Bagian keempat merupakan bagian yang terdalam, merupakan gagasan-
gagasan yang telah dipelajari oleh para warga suatu kebudayaan sejak
usia dini dan karenanya sukar diubah. Istilah untuk menyebut unsur-
unsur kebudayaan yang menjadi pusat dari semua unsur yang lain
adalah nilai-nilai budaya, yang menentukan sifat dan corak dari pikiran,
cara berfikir, serta tingkah laku manusia sebuah kebudayaan.
D. Pengembangan Materi Ajar Bahasa
Materi memainkan peranan yang sangat penting karena membantu proses
belajar, menjadi sumber bahasa (source of language), motivator, juga referensi
guru dan siswa. Materi yang baik harus sesuai dengan kebutuhan siswa, umur
21
siswa, tingkat kemahiran siswa, minat siswa dan tujuan pembelajaran. Materi
pembelajaran harus bisa memberi model penggunaan bahasa tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Ada beberapa definisi tentang istilah ‘pengembangan materi ajar (material
developments) yang bisa dirunut. Salah satunya adalah yang dikemukakan oleh
Hutchinson dan Warters (1987) yang mendefinisikan istilah pengembangan materi
sebagai penulisan materi ajar. Sementara itu, Tomlinson (1990: 2) menyatakan
bahwa materials development refers to anything which is done by writers,
teachers, or learners to provide sources of language input and to exploit those
sources in ways which maximize the likelihood of intake. Definisi tentang materi
ajar juga dikemukakan oleh Low dalam Nunan (1991: 209) yang menyatakan
bahwa “Designing appropriate materials is not a science; it is a strange mixture
of imagination, insight, and analytical reasoning, and this fact must be recognized
when the materials are assessed.
Pada dasarnya proses penyusunan materi ajar (materials design) dapat
dikatakan sebagai serangkaian proses yang secara umum dapat dibagi menjadi dua
proses utama, yakni: proses pengembangan (developing) dan proses mengevaluasi
materi yang dihasilkan (evaluating). Pengembangan materi ajar sanagt terkait
dengan proses pemilihan dan pemilahan isi (selecting and grading content), yakni
yang terkait dengan jenis tugas dan kegiatan (tasks and activities) yang akan
dilakukan siswa atau pengguna materi ajar tersebut. Sedangkan tahap evaluasi
materi terkait dengan menilaian apakah materi ajar disusun dengan baik atau
tidak.
22
Terkait dengan pemilihan materi yang akan digunakan, Brewster, Ellis,
and Girard (2002: 156) menyatakan bahwa materials should relate to the
language presented, the type of supplementary language and practice they
provide, and the students’ motivation.
Materi ajar yang baik hendaknya memenuhi beberapa kriteria. Berikut
adalah beberapa pendapat ahli mengenai kriteria pemilihan materi pembelajaran
yang baik. Pendapat yang pertama dikemukakan oleh Tomlinson (1998:7-12),
yang menyatakan kriteria materi pembelajaran yang baik adalah sebagi berikut:
a. materials should achieve impact
b. materials should help learners feel at ease
c. materials should help learners to develop confidence
d. what is being taught should be perceived by learners as relevant and
useful
e. materials should require and facilitate learners’ self-investment
f. learners must be ready to acquire the points to be taught
g. materials should expose the learners to language in authentic use
h. The learners attention should be drawn to linguistic feature of the
input
i. Materials should provide the learners with opportunities to use the
target language to achieve communicative purpose
j. Materials should take into account that learners have different
learning styles
23
k. Materials should take into account that learners differ in affective
attitude
l. Materials should permit a silent period at the beginning of instruction
m. Materials should maximize learning potential by encouraging
intellectual, aesthetic and emotional involvement both right and left
brain activities.
n. Materials should not rely too much on controlled practice
o. Materials should provide opportunities for outcome feedback
Pendapat kedua dikemukakan oleh Hutchinson dan Waters (1987:107),
yang menyatakan bahwa materi pembelajaran yang baik adalah memiliki kriteria
berikut:
a. the good material do not teach, but encourage learners to learn
b. the good materials provide a clear and coherent unit structure which
will guide the teacher and learner through various activities to
maximize chance of learning.
c. The materials are made with good design and illustration
d. A material must be clear and systematic
e. The good materials should try to create a balanced outlook
f. The good materials should introduce teachers to new teaching
techniques,
Sedangkan menurut Rowntree dalam Richards (2001) materi pembelajaran
yang baik adalah sebagai berikut:
a. Arouse the learners’ interest
24
b. Remind them of earlier learning
c. Tell them what they will be learning next
d. Explain new learning content to them
e. Relate these ideas to learners’ previous learning
f. Get learners to think about new content
g. Help them get feedback on their learning
h. Encourage them to practice
i. Make sure they know what supposed to be doing
j. Enable them to check their progress
k. Help them to do better
Selain mengemukakan kriteria materi yang baik, lebih lanjut Tomlinson
(1998:2) menyatakan pengembangan materi dilakukan oleh penulis, guru, atau
siswa sebagai sumber input bahasa (language input) untuk meningkatkan
pembelajaran. Sementara itu, Hutchinson dan Waters (1987:109) mengemukakan
model bagi materi pembelajaran yang terdiri dari 4 elemen yaitu input, content
focus, language focus dan task. Input bisa berupa teks, dialog, rekaman video,
diagram dan teks lain. Lebih lanjut Hutchinson dan Waters (1987) menyatakan
bahwa input harus berisi:
“stimulus materials for activities, new language items, correct model of language use, a topic for communication, opportunities for learners in using their information processing skills and opportunities to use existing knowledge, both of the language and the subject.”
Adapun terkait dengan isi (content focus) dan bahasa (language focus),
penting kiranya menggunakan non-linguistic content agar komunikasi menjadi
25
bermakna. Aspek pendukung kesuksesan lain yang juga tidak kalah penting
adalah adanya pemberian kesempatan pada para siswa untuk menganalisa dan
mensintesa komponen-komponen bahasa dan bagaimana bahasa tersebut dipakai.
Kegiatan yang disajikan dalam kegiatan pembelajaran harus memberi kesempatan
pada siswa untuk menggunakan isi dan bahasa yang mereka pelajari.
Menurut Nunan (1989) activities are what learners will do with the input
given which form the learning tasks. Aktivitas pembelajaran harus parallel and
resemble dengan dunia nyata untuk meunjukan interaksi komunikasi yang
genuine. Tipologi kegiatan dan aktivitas kelas untuk pembelajaran bahasa Inggris
menurut Pattison dalam Nunan (2004) adalah:
a. Tanya jawab (questions answer)
b. Dialog dan bermain peran (dialogue and role play)
c. Mencocokan (matching)
d. Strategi komunikasi (Communication strategy)
e. Gambar dan cerita bergambar (picture and picture stories)
f. Puzzle
g. Diskusi (discussion and decision)
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sejalan dengan topik dan tujuan penelitian ini, maka jenis pendekatan
yang digunakan adalah research and development (R&D). Alasan penggunaan
metode R&D dalam penelitian ini adalah untuk mengatasi adanya kesenjangan
antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoritis dengan penelitian terapan
yang bersifat praktis. Seperti dikatakan oleh Gall, Gall, Borg ((2003:570-573) R
& D adalah sebuah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk pendidikan yang meliputi materi, prosedur dan proses.
Langkah-langkah yang akan dilakukan mengikuti tahapan umum dalam penelitian
R &D yaitu pengembangan, uji coba, revisi, uji coba kembali dan diseminasi.
Produk yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki karakteristik-
karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut merupakan perpaduan dari sejumlah
konsep, prinsip, asumsi, hipotesis, prosedur berkenaan dengan sesuatu hal yang
telah ditemukan atau dihasilkan dari penelitian dasar. Menurut Sukmadinata
(2005: 166), penelitian tentang fenomena-fenomena yang bersifat fundamental
sosial humaniora dilakukan melalui penelitian dasar (basic research), sedang
penelitian tentang praktik sosial humaniora dilakukan melalui penelitian terapan
(applied research). Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil
penelitian dasar yang bersifat teoritis dengan penelitian terapan yang bersifat
27
praktis. Kesenjangan ini dapat dijembatani dengan adanya penelitian dan
pengembangan (R&D).
B. Metode Penelitian
Dalam pelaksanaan R&D ini ada beberapa metode yang digunakan, yaitu:
deskriptif, evaluatif. Metode penelitian deskriptif, digunakan dalam penelitian
awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Metode penelitian
evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi proses uji coba pengembangan suatu
produk. Metode penelitian eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari
produk yang dihasilkan. Pada tahap deseminasi, model pengembangan modul
pembelajaran bahasa Inggris untuk SMP berbasis multikultur diimplementasikan.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian tahun pertama, data dikumpulkan dengan menggunakan
FGD (Focus Group Discussion) untuk mengetahui teknik, saran, pengalaman dan
pendapat guru tentang penerapan muatan budaya lokal dalam pembelajaran
Bahasa Inggris di SMP dari para guru pengampu Bahasa Inggris. Selain itu, data
utama tentang pola insersi budaya asing didapatkan dengan menganalisis muatan
(content analysis) buku-buku ajar Bahasa Inggris yang banyak digunakan di SMP.
Instrumen yang digunakan adalah pedoman FGD dan pedoman dokumentasi data,
serta foto dan rekaman sebagai pendukung. Bentuk data utama yang dihasilkan
adalah transkrip FGD dan kutipan kata/deskripsi dari materi (content) buku ajar
dalam bentuk tabel.
28
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh lebih bersifat kualitatif, berwujud kata-kata. Data dari
FGD dianalisis dengan mengambil pokok-pokok pendapat/saran/pengalaman dan
penerapan budaya dalam pengajaran Bahasa Inggris dan membandingkannya satu
sama lain.Sedangkan data dari buku-buku ajar Bahasa Inggris SMP dianalisis
dengan mengumpulkan dan mengkategorisasi data, mereduksi, menginterpretasi
dan menentukan pola dan kemudian membandingkan hasil tersebut melalui
diskusi antar peneliti.
Hasil dari diskusi ini kemudian dijadikan dasar penyusunan Course Grid
buku ajar yang akan kami susun pada penelitian tahun kedua ini.
E. Validitas dan Reliabilitas Data
Dalam penelitian ini, validitas dan reliabilitas data khusunya pad
penelitian tahun pertama diperoleh dengan beberapa metode, yaitu, (1) metode
pengumpulan data ganda, mencakup FGD, dokumentasi dan angket; (2) sumber
data ganda, meliputi data lisan, tulisan, dan audiovisual; (3) ketekunan dan
kecermatan penelitian, dan (4) diskusi antar peneliti, yaitu keempat peneliti
menganalisis seluruh buku ajar yang diteliti, dan kemudian membandingkan dan
mendiskusikan hasil temuannya.
29
F. Langkah-langkah Penelitian
Studi ini mengikuti teori pengembangna materi dan langkah umum dalam
R & D. Sebagai dasar pengembangan peneliti mengunakan teori Dublin dan
Olstain tentang course design process seperti dicantumkan dalam Masuhara
melalui Tomlinson (1998: 247). Model tersebut bisa digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4. Course Design Model ( Masuhara in Tomlinson, 1998: 247)
Peneliti juga mempertimbangkan tahapan utama R & D yang diusulkan oleh
Gall, Gall, Borg (2003: 570-573) sebagai berikut:
1. Research and information collecting (mengumpulkan informasi dan penelitian)
2. Planning (membuat perencanaan)
3. Develop preliminary form of product (mengembangkan produk pendahuluan)
4. Preliminary field testing (uji coba produk pendahuluan)
5. Main product revision (revisi produk utama)
6. Main field testing (Uji coba utama)
7. Operational product revision (revisi produk operasional)
8. Operational field testing (uji coba operasional)
Need analysis
Goals and Objectives
Syllabus Design
Methodology/ Material
Testing and Evaluation
30
9. Final product revision (revisi produk akhir)
10. Dissemination and implementation (diseminasi dan penerapan)
Dengan mempertimbangkan 2 model R & D, peneliti mengkombinasikan dan
menyederhanakan model. Oleh karena itu prosedur dalam penelitian ini adalah:
1. conducting a needs analysis ( melakukan analisa kebutuhan)
2. writing the course grid ( merancang course grid)
3. developing the first draft (mengembangkan draft pertama)
4. evaluating the first draft (mengevaluasi draft pertama)
5. developing the second draft ( mengembangkan draft kedua)
6. trying-outs (uji coba 1)
7. evaluating the second draft; (mengevaluasi draft kedua)
8. developing third draft (mengembangkan draft ke tiga)
9. Trying outs (uji coba 2)
10. Developing the final draft (mengembangkan draft terakhir)
11. Diseminasi dan implementasi
Tahapan dalam penelitian ini selengkapnya adalah sebagai berikut.
1. conducting a needs analysis ( melakukan analisa kebutuhan)
Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap studi pendahuluan. Dalam tahap
ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah melakukan studi pustaka dan survei
di lapangan guna mendapatkan: (a) identifikasi buku ajar bahasa Inggris yang
saat ini banyak digunakan di SMP di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta; (b)
identifikasi tingkat pemahaman dan tanggapan para guru tentang insersi budaya
asing dalam buku-bukuajar bahasa Inggris SMP tersebut; (c) identifikasi aspek-
31
aspek multikultur dan pola insersi budaya asing dalam buku-buku ajar bahasa
Inggris SMP tersebut. Untuk mendapat informasi tentang aspek budaya yang sebaiknya
dikethua siswa penelitia melakukan analisa buku teks dan FGD dengan para guru SMP.
Untuk mengathui tentang kebutuhan dalam proses pembelajaran peneliti juga melakukan
observasi kelas.
2. writing the course grid ( merancang course grid)
Setelah studi pendahuluan dilakukan, langkah berikutnya adalah
merancang course grid. Setelah mendapatkan hasil dari analisa kebutuhan,
peneliti menggunakan hasil itu sebgai pedoman untuk menyusun course grid yang
meliputi unsur pengetahuan tentang budaya dan bahasa yang harus dipelajari
siswa. Course grid ini merupakan pedoman dalam pengembangan materi. Course
grid ini terdiri dari: aspek budaya, topik tujuan pembelajaran, unsur kebahasaan,
contoh ekspresi, kosakata kunci, input teks, media dan aktivitas pembelajaran.
Kedua tahapan ini telah dilakukan pada penelitian tahun pertama, yang merupakan studi
pendahuluan.
3. developing the first draft (mengembangkan draft pertama)
Tahap ini merupakan tahap perancangan silabus dan penyusunan draft
awal buku ajar bahasa Inggris SMP yang akan dikembangkan, termasuk di
dalamnya sarana dan prasarana yang diperlukan untuk uji coba dan validasi
silabus, alat evaluasi dan lain-lain. Proses perancangan awal ini menjadikan
Course grid sebagai acuan.
32
4. evaluating the first draft (mengevaluasi draft pertama)
Langkah ini penting untuk dilakukan untuk menjamin bahwa draft awal
yang dikembangkan telah mempertimbangkan kelayakan aspek materi maupun
aspek pembelajaran. Kajian dan evaluasi terhadap draft awal ini dilakukan oleh
ahli materi dan ahli pembelajaran (expert judgement). Langkah ini dimaksudkan
untuk memperoleh masukan dari ahli materi dan ahli pembelajaran tentang draft
awal yang telah dikembangkan. Dengan demikian diharapkan secara prinsip
teoretis, rancangan (draft) awal telah memenuhi syarat.
5. developing the second draft ( mengembangkan draft kedua)
Berbagai saran dan masukan dari ahli materi dan pembelajaran akan
digunakan sebagai pedoman untuk merevisi draft pertama.
6. trying-outs (uji coba)
Tujuan dari tahap ini adalah memperoleh deskripsi latar (setting)
penerapan atau kelayakan suatu model buku ajar dengan meminta pendapat para
praktisi pengajaran bahasa Ingris di SMP dan juga para pakar jika produk tersebut
benar-benar layak dikembangkan menjadi buku ajar bahasa Inggris di SMP. Uji
coba pendahuluan ini bersifat terbatas. Hasil uji coba terbatas ini dipakai sebagai
bahan untuk melakukan revisi terhadap draf buku ajar yang akan dikembangkan.
33
7. evaluating the second draft; (mengevaluasi draft kedua)
Evaluasi terhadap draft dilakukan berdasarkan hasil dan informasi yang
didapat selama uji coba. Di tahapan ini meliputi pula interview terhadap siswa
SMP.
8. developing the third draft (mengembangkan draft ketiga)
Infomasi yang diperoleh dari tahapan sebelumnya diguankan untuk
memperbaiki draft dan mengembangkan draft terakhir.
9. (trying-outs ) uji coba lanjut
Tahap ini biasanya disebut sebagai uji coba utama dengan jangkauan yang
lebih luas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan apakah draf buku ajar
yang baru saja dikembangkan itu benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa
melibatkan kehadiran peneliti atau pengembang produk. Pada umumnya, tahap ini
disebut sebagai tahap uji validasi model.
10. Developing the final draft
Tahap ini meliputi pengembangan draft terakhir berdasarkan masukan dan
informasi yang diperoleh pada tahapan sebelumnnya.
11. Diseminasi dan Implementasi
Adapun keseluruhan tahapan-tahapan penelitian ini secara lengkap, dapat
dilihat pada gambar berikut.
34
PENGEMBANGAN BUKU AJAR BAHASA INGGRIS SMP BERBASIS MULTI KULTURAL SEBAGAI UPAYA
PEMERTAHANAN BUDAYA LOKAL
TAHUN IStudi Pendahuluan, Perencanaan,
Pengembangan, dan Validasi.
1. Identifikasi Buku Ajar Bahasa Inggris yang digunakan di SMP di DIY
2. Identifikasi Aspek-aspek Budaya yang ada pada Buku Ajar Bahasa Inggris SMP
1. Identifikasi Tanggapan para Guru tentang insersi Budaya Asing pada Buku Ajar Bahasa Inggris.
2. Identifikasi Apakah Para Guru telah melakukan tentang Insersi Nilai-Nilai Budaya Lokal pada Pembelajaran Bahasa Asing (Analisis Kebutuhan )
Pola/Bentuk Insersi Budaya pada Buku Ajar Bahasa Inggris SMP
Penyusunan Silabus dan draf awal Buku Ajar Bahasa Inggris SMP berbasis Multikultural.
Validasi oleh Ahli Materi (expert judgment)
TAHUN IIPengembangan Buku Ajar
Bahasa Inggris SMP
Uji Coba Keterbacaan Buku Ajar di Lapangan Terbatas.
Uji Coba Keterbacaan Buku Ajar di Lapangan Luas.
Evaluasi dan Revisi
Model Buku Ajar
Sosialisasi/Desiminasi dan PublikasiModel Buku Ajar
35
E. Hasil/Sasaran yang Direncanakan
Penelitian ini merupakan penelitian multitahun tahun kedua. Pada tahun
kedua ini hasil yang diharapkan adalah pengembangan buku ajar bahasa Inggris
SMP untuk kelas VII berbasis multikultur dengan memasukkan aspek-aspek
budaya lokal atau budaya bangsa Indonesia sendiri.
36
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
Pada bab ini disajikan hasil penelitian yang dibagi menjadi dua bagian
berupa berupa tahapan-tahapan penyusunan model buku ajar Bahasa Inggris SMP
kelas VII semester 1 dan deskripsi karakteristik model buku ajar Bahasa Ingris
kelas VII yang dikembangkan. Berikut adalah tahapan-tahapan penelitian yang
telah dilaksanakan untuk mencapai tujuan utama penelitian yakni,
mengembangkan model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII.
A. Tahapan Penyusunan Buku Ajar Bahasa Inggris SMP Kelas VII
1. Conducting Needs Analysis ( melakukan analisa kebutuhan)
Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap studi pendahuluan. Tahapan ini
telah dilaksanakan pada penelitian tahun pertama. Berdasarkan penelitian tahun
pertama teridentifikasi tujuh judul buku ajar Bahasa Inggris yang dipakai sebagai
sumber bahan belajar di SMP utamanya kelas VII di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta. Ketujuh buku ajar inilah yang kemudian dijadikan sampel penelitian
ini. Ketujuh buku tersebut adalah sebagai berikut: 1) Real Time ( Erlangga), 2)
English on Sky (Erlangga), 3) Interactive English (Yudhistira), 4) The Bridge to
English Competence (Yudistira), 5) English in Focus (BSE), 6) Passport to the
World (Platinum Tiga Serangkai), dan 7) Scaffolding (BSE).
Sementara itu berdasarkan hasil Focus Group Discussion yang
dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2011 di Ruang Cine Club FBS UNY dan
37
37
melibatkan 20 orang guru Bahasa Inggris SMP yang mengajar di Wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta dan juga 10 orang guru bahasa Inggris SMP yang mengajar
di propinsi Kalimantan Selatan yang sedang menempuh S2 di Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta diperoleh informasi tentang tingkat
pemahaman guru mengenai insersi budaya asing pada praktik pembelajaran
bahasa asing khususnya bahasa Inggris, dan juga tanggapan mereka akan perlunya
melakukan insersi budaya lokal dan aspek budaya yang diajarkan serta cara
mengintegrasikannya di dalam proses pembelajaran. Secara umum sebagian besar
peserta FGD menyatakan telah menginsersikan budaya Indonesia dalam
pembelajaran Bahasa Inggris. Komponen budaya yang dimaksud secara umum
dibagi menjadi tiga komponen umum kebudayaan yakni, cultural knowledge,
patterns of behaviours dan cultural representations
Selain itu, berdasarkan pembacaan pada ketujuh buku ajar Bahasa Inggris
yang dijadikan sampel penelitian ini berhasil teridentifikasi aspek-aspek
multikultur dan juga komponen-komponen budaya yang diinsersikan pada materi
pembelajaran bahasa Inggris, baik yang berupa budaya Indonesia maupun budaya
barat, yang utamanya diwakili oleh budaya Amerika. Berbicara mengenai aspek-
aspek multikultur, dalam ketujuh buku yang dijadikan sampel penelitian ini
ditemukan beberapa aspek multikultur, utamanya yang terkait dengan aspek
gender, ethnicity, race, dan culture. Aspek gender (perbedaan jenis kelamin)
ditunjukkan dengan adanya pemakaian model gambar untuk ilustrasi maupun
nama-nama orang yang digunakan dalam teks bacaan yang mewakili kedua jenis
kelamin, yakni laki-laki dan wanita. Sementara itu, aspek ethnicity dan race
38
38
ditunjukkan misalnya dengan: 1) penggunaan nama-nama orang yang berasal dari
suku bangsa yang berbeda, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di luar
Indonesia, seperti dari India, Jepang, Jerman, dan Indonesia (misalnya
penggunaan nama Hans, Butet, Made, Wisnu, Alice, dan sebagainya); dan 2) teks
dan gambar tentang makanan khas satu negara (seperti, pasta, pizza, fried rice
(yang dikenal sebagai nasi goreng dalam budaya Indonesia).
Dari keempat aspek multi kultur tersebut aspek budaya (culture) lah yang
paling dominan. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat sampel penelitian ini
adalah buku ajar bahasa (yang dalam hal ini buku ajar bahasa Inggris SMP).
Ketika berbicara mengenai bahasa tentu tidak bisa dilepaskan dengan
perbincangan mengenai budaya, mengingat bahasa merupakan bagian dari
budaya. Oleh karenanya mengajarkan bahasa tidaklah mungkin dilakukan tanpa
disertai dengan mengajarkan budaya masyarakat penuturnya seperti halnya
ungkapan Brown dalam Richards and Renandya (2002: 12) bahwa “whenever you
teach a language, you also teach a complex system of cultural customs, values,
and ways of thinking, feeling, and acting”. Oleh karena itu aspek multikultur yang
berupa aspek budaya (culture) lah yang kemudian menjadi fokus pembahasan
dalam bab ini. Secara umum aspek budaya dapat dikategorikan menjadi tiga
komponen utama budaya yakni cultural knowledge/belief, patterns of behaviour,
dan cultural representations.
39
39
2. Writing the Course Grid ( merancang course grid)
Setelah studi pendahuluan dilakukan, langkah berikutnya adalah
merancang course grid. Setelah mendapatkan hasil dari analisa kebutuhan,
peneliti menggunakan hasil itu sebagai pedoman untuk menyusun course grid
yang meliputi unsur pengetahuan tentang budaya dan bahasa yang harus dipelajari
siswa. Course Grid Pertama yang disusun terdiri dari beberapa komponen:
Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Nama Unit/ Topik. Fokus
Kebahasaan, Contoh Ungkapan, Kosakata, Teks, dan Aktivitas Pembelajaran dan
Aspek Budaya yang diinsersikan. Course grid ini merupakan pedoman dalam
pengembangan materi. Sebelum dikembangkan menjadi materi terlebih dahulu,
Tim peneliti meminta masukan dari beberapa ahli pembelajaran bahasa Inggris,
yang dalam hal ini adalah bapak Prof. Sugirin, Ph.D., dan akhirnya mengalami
perubahan menjadi Draft Course Grid Kedua, yang terdiri dari: Nama Unit, Basic
Competence, Skills, Language Function, Grammar, Pronunciaion, dan Cultural
Aspects yang diinsersikan. Secara detail draft Course Grid Pertama dan Kedua
ada pada bagian lampiran laporan ini.
3. Developing the First Draft (mengembangkan draft pertama)
Tahap ini merupakan tahap pengembangan Course Grid Kedua dan
penyusunan draft awal buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII semester 1 yang
akan dikembangkan, termasuk di dalamnya sarana dan prasarana yang diperlukan
untuk uji coba dan validasi silabus, alat evaluasi dan lain-lain. Proses perancangan
40
40
awal ini menjadikan draft Course grid 2 digunakan sebagai acuan. Secara
lengkap draft model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII ada di lampiran.
4. Evaluating the First Draft (mengevaluasi draft pertama)
Langkah ini penting untuk dilakukan untuk menjamin bahwa draft awal
yang dikembangkan telah mempertimbangkan kelayakan aspek materi maupun
aspek pembelajaran. Kajian dan evaluasi terhadap draft awal ini dilakukan oleh
ahli pembelajaran (expert judgement) dan guru sebagai pengguna. Langkah ini
dimaksudkan untuk memperoleh masukan dari ahli pembelajaran dan guru bahasa
Inggris SMP tentang draft awal yang telah dikembangkan. Dengan demikian
diharapkan secara prinsip teoretis, rancangan (draft) awal telah memenuhi syarat.
Pada tahapan ini Tim peneliti memperoleh masukan dari ahli pembelajaran
terkait draft awal model buku ajar yang telah dikembangkan. Pada tahap ini
terdapat banyak masukan dari ahli pembelajaran bahasa Inggris, terutama terkait
permasalahan addressing system yang ada pada teks-teks dialog, kesalahan
grammatikal yang masih ditemukan pada draft model buku ajar, dan juga materi
budaya yang diinsersikan. Selanjutnya, Tim peneliti melakukan revisi pada draft
model buku ajar yang pertama ini sesuai dengan masukan yang diterima.
5. Developing the Second Draft ( mengembangkan draft kedua)
Berbagai saran dan masukan dari ahli materi dan pembelajaran digunakan
sebagai pedoman untuk merevisi draft pertama dan menyusun draft kedua. Secara
lengkap draft model buku ajar Bahasa Inggris SMP kelas VII baik yang
41
41
merupakan draft awal atau draft pertama maupun draft kedua yang disusun
terdapat pada bagian lampiran laporan ini.
6. Trying-outs (uji coba)
Tujuan dari tahap ini adalah memperoleh deskripsi latar (setting)
penerapan atau kelayakan suatu model buku ajar dengan meminta pendapat para
praktisi pengajaran bahasa Ingris di SMP dan juga para pakar jika produk
tersebut benar-benar layak dikembangkan menjadi buku ajar bahasa Inggris di
SMP. Uji coba pendahuluan ini bersifat terbatas. Hasil uji coba terbatas ini
dipakai sebagai bahan untuk melakukan revisi terhadap draf buku ajar yang akan
dikembangkan.
Uji coba terbatas pada draft kedua model buku ajar dilaksanakan pada
minggu pertama dan kedua bulan November 2012 di salah satu kelas VII SMP
Muhammadiyah Mlati, Sleman Yogyakarta. Pada tahapan ini juga didapatkan
masukan dari dua orang guru bahasa Inggris yang mengajar di kelas VII, yakni
seorang guru Bahasa Inggris yang mengajar di SMP Muhammadiyah 2 Mlati dan
seorang guru dari SMPN 1 Prambanan Sleman terkait materi yang dikembangkan.
Pada tahapan ini para siswa dan kedua orang guru diminta bantuannya untuk
mengisi kuesioner yang terlah disiapkan oleh Tim peneliti terkait dengan draft
model buku ajara yang dikembangkan. Secara lengkap drat kuesioner yang
diberikan ada pada lampiran. Adapun hasil analisa dari angket yang dikumpulkan
secara rinci ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 beserta Diagram 1, 2,
dan Diagram 3 sebagai berikut.
42
42
Tabel 1: Pendapat siswa mengenai penyajian aspek budaya lokal-asing secara berimbang dalam materi
Frequency Percent Valid Percent
Valid sangat setuju5 17,24138
17,24138
setuju12 41,37931
41,37931
kurang setuju7 24,13793
24,13793
tidak setuju5 17,24138
17,24138
Total29 100
100
Tabel 2: Materi yang dikembangkan memuat informasi tentang budaya lokal-asing Pendapat Guru
Frequency Percent Valid Percent
Valid sangat setuju 2 66,66667 66,66667setuju 1 33,33333 33,33333Total 3 100 100
43
43
Tabel 3: Budaya lokal-asing disajikan secara berimbang-pendpat guru
Frequency Percent Valid Percent
Valid sangat setuju 2 66,66667 66,66667kurang setuju 1 33,33333 33,33333Total 3 100 100
44
44
7. Evaluating the Second Draft (mengevaluasi draft kedua)
Evaluasi terhadap draft dilakukan berdasarkan hasil dan informasi yang
didapat selama uji coba. Pada tahapan ini dilakukan evaluasi terhadap draf kedua
model buku ajar yang dikembangkan dengan memperhatikan masukan yang telah
didapatkan baik dari guru maupun dari para siswa SMP kelas VII yang menjadi
subjek dalam uji coba draf model buku ajar. Berdasarkan evaluasi terhadap
angket yang diberikan baik pada guru maupun pada siswa secara umum model
buku ajar bahasa Inggris yang dikembangkan cukup bisa dipahami oleh siswa
dan juga oleh guru, atau memiliki tingkat keterbacaan yang baik. Sejumlah 12
siswa atau 41,3 % siswa menyatakan setuju bahwa materi budaya yakni budaya
lokal Indonesia dan budaya barat disajikan secara berimbang. Sebagain besar
siswa menyatakan materinya menarik, tapi mungkin perlu ditambah gambar.
Kedua orang responden guru menyatakan bahwa materi yang dikembangkan
berisi budaya lokal Indonesia budaya barat yang disajikan secara berimbang
dalam model buku ajar yang dikembangkan.
Selain itu, para guru juga memberikan masukan terkait dengan aktivitas
ataupun task yang ada dalam model buku ajar tersebut, meski secara umum
mereka menyatakan model buku ajar tersebut sesuai dengan tingkat pemahaman
siswa dan cukup menarik karena memasukkan unsur-unsur budaya nusantara.
8. Developing the Third Draft (mengembangkan draft ketiga)
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari tahapan sebelumnya Tim
peneliti melakukan perbaikan pada draft kedua model buku ajar dan
45
45
mengembangkan drat ketiga buku ajar bahasa Inggris SMP kelas VII semester 1
yang berbasis multikultur.
9. Uji Coba Lanjut (trying-outs )
Tahap ini biasanya disebut sebagai uji coba utama dengan jangkauan yang
lebih luas. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan apakah draf buku ajar
yang baru saja dikembangkan itu benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa
melibatkan kehadiran peneliti atau pengembang produk. Pada umumnya, tahap ini
disebut sebagai tahap uji validasi model. Tahapan ini dilaksanakan dengan
melibatkan seluruh siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 2 Mlati, Sleman yang
terdiri dari 3 kelas dan juga satu kelas di SMPN 1 Prambanan, Sleman. Uji coba
ini dilaksanakan oleh para guru bahasa Inggris di sekolah tersebut tapa kehadiran
peneliti. Secara umum, para guru menyatakan bahwa matr yang ada pada model
buku ajar ini cukup menarik dan sesuai dengan tingkat pemahaman siswa
sehingga siswa tidak mengalamai kesulitan dalam memahami bentuk bahasa yang
digunakan dan juga mengerjakan Task yang ada dalam buku aja tersebut.
10. Developing the Final Draft
Tahap ini meliputi pengembangan draft terakhir berdasarkan masukan dan
informasi yang diperoleh pada tahapan sebelumnnya. Pada tahapan ini draft
ketiga model buku ajar direvisi sesuai denga masukan dari para guru yang
melakukan uji coba di lapangan dan menghasilkan draft akhir model buku ajar
bahasa Inggris kelas VII semester 1 yang berjudul Multicultural-based English
Book for Grade VII of Junior High School.
46
46
11. Diseminasi
Diseminasi produk yang dihasilkan dilaksanakan melalui seminar hasil
penelitian Unggulan yang dilaksanakan di LPPM UNY. Adapun deskripsi model
buku ajar yang disusun, selengkapnya dideskripskan pada sub bagian berikut.
B. Deskripsi Model Buku Ajar yang Disusun
Sub bagian ini akan mendeskripsi model buku ajar bahasa Inggris kelas
VII semester 1 yang telah disusun/ dikembangkan dalam penelitian ini. Pada sub
bagian ini secara umum akan diuraikan deskripsi keempat unit yang ada dalam
draft buku ajar yang dikembangkan, terutama draft yang ketiga yang merupakan
draft akhir model buku ajar. Deskripsi secara umu akan dimulai dengan deskripsi
Course Grid dan kemudian deskripsi buku secara umum, dan juga deskripsi setiap
unit yang ada pada model buku ajar.
1. Coursegrid
Coursegrid berisi Unit Title (judul unit), Basic Competence (Kompetensi
Dasar/KD, termasuk keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan
sebagai tujuan pembelajaran dalam bentuk narasi ringan sehingga diharapkan bisa
mudah dimengerti siswa), Skills, Language Function (fungsi bahasa, yaitu jenis
teks dan sub-keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai
Language Focus), Grammar (tata bahasa yang relevan dengan KD yang
dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Grammar Focus), Pronunciation (cara
pelafalan yang relevan dengan fungsi bahasa yang dipelajari; aspek ini
47
47
dimunculkan sebagai Pronunciation Zone), dan Cultural Aspects (aspek budaya
Indonesia dan barat yang relevan dengan topik unit atau sub unit, teks dan
keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek kultur ini dimunculkan sebagai
Cultural Note).
2. Deskripsi Umum
Setelah coursegrid dibuat, langkah selanjutnya adalah membuat kerangka
atau outline setiap unit yang dikembangkan dari coursegrid, termasuk desain
tampilannya. Desain tampilannya meliputi penentuan jenis dan ukuran font untuk
judul unit, sub unit, judul task, dan isinya; penentuan desain gambar halaman
judul setiap unit serta desain untuk fitur Language Focus, Grammar Focus,
Pronunciation Zone, dan Cultural Note.
Pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah Communicative
Approach dengan Text-based language teaching sebagai metode
penyampaiannya. Namun, langkah-langkah dalam metode ini tidak disebutkan
secara eksplisit. Prinsip penyajian materi dan latihan adalah secara kontekstual,
dari mudah ke sulit, dari sederhana ke kompleks, dan dari dependent/joint ke
mandiri. Ada bervariasi instruksi dari tasks yang diberikan, misalnya
menjodohkan, multiple choice, short answer, dsb., dengan variasi pengerjaan
secara klasikal, kelompok kecil, berpasangan dan individu. Terdapat banyak
gambar/figures yang disertakan dalam setiap unit, baik sebagai inti/bagian tak
terpisahkan dari unit/task, ataupun sebagai ilustrasi/pelengkap sebuah task.
Seringkali, gambar berfungsi sebagai task itu sendiri (misal, task yang meminta
siswa melabeli gambar), sebagai ilustrasi task untuk membantu pemahaman
48
48
siswa, ataupun sebagai fitur pelengkap untuk membuat sebuah task/unit semakin
menarik.
Bahan ajar yang dikembangkan terdiri dari 4 unit, dengan tema Hello
(Unit 1), Things Around Us (unit 2), Health (unit 3), dan Food and Beverages
(unit 4). SK dan KD yang dicakup dalam buku ini merupakan SK dan KD untuk
semester pertama kelas VII jenjang SMP. Selain unit-unit utama, buku ini
dilengkapi dengan Key Answers (Kunci Jawaban), Listening Scripts (Skrip untuk
kegiatan Meyimak), dan References (referensi buku dan websites, termasuk untuk
sumber gambar yang dipakai).
Adapun outline/kerangka unit secara umum meliputi Judul unit dan tujuan
pembelajaran, Section One (Oral Cycle) dan Section Two (Written Cycle). Task
pertama pada setiap section merupakan warming-up terhadap tasks berikutnya.
Pada Section One (Oral Cycle) terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi
bertujuan membangun keterampilan menyimak dan berbicara. Pada section ini,
terdapat Pronunciation Zone, Grammar Focus (jika diperlukan), Language Focus,
dan Cultural Note. Sementara itu, pada Section Two (Written Cycle) terdapat
beberapa tasks yang secara terintegrasi bertujuan membangun keterampilan
membaca dan menulis. Pada section ini, terdapat Grammar Focus dan Cultural
Note, serta Language Focus (jika diperlukan).
Pronunciation Zone memuat penjelasan dan atau latihan-latihan untuk
melatih aspek-aspek tertentu (sesuai coursegrid) dari keterampilan pelafalan
siswa, yang pada akhirnya akan membantu mereka dalam mengerjakan listening
dan speaking tasks. Grammar Focus terdapat pada Section One and Two, sesuai
49
49
dengan kebutuhan. Pada bagian ini dibahas aspek-aspek tata bahasa yang relevan
dan terkait dengan materi dan tasks yang telah atau akan dibahas; aspek-aspek tata
bahasa tersebut juga disesuaikan dengan KD yang harus dikuasai di kelas VII.
Sementara itu, Language Focus memuat aspek-aspek fungsi kebahasaaan yang
terkait/relevan dengan SK/KD serta keterampilan bahasa yang dikuasai.
Seperti dikemukakan, bahan ajar ini dikembangkan dengan tujuan untuk
mengenalkan budaya Indonesia, selain budaya barat, secara berimbang dan
terintegrasi. Integrasi tersebut dilakukan secara eksplisit dan implisit. secara
eksplisit, aspek-aspek budaya Indonesia dan barat ditonjolkan melalui fitur
Cultural Note dan Proverb. Cultural Note berisi tentang catatan/penjelasan lebih
lanjut tentang unsur budaya yang terkandung dalam materi/tasks yang diberikan.
Unsur budaya tersebut disajikan secara berimbang (budaya barat dan Indonesia)
dan siswa dirangsang untuk berpikir dan membandingkan keduanya. Prinsip
penyajiannya adalah immediate, yaitu segera setelah materi/latihan terkait budaya.
Jadi, fitur ini bisa diletakkan di manapun dalam sebuah unit, sesuai dengan
materi/tasks terkait budaya yang diberikan, dan disajikan lebih dari satu kali
dalam satu unit. Sementara itu, fitur Proverb menyajikan peribahasa dalam bahasa
Inggris dan ekuivalensinya dalam bahasa Indonesia; fitur ini diletakkan di akhir
setiap unit. Sedangkan secara implisit, integrasi budaya dilakukan melalui
materi/tasks bertema budaya yang diberikan. Misalkan, pada unit satu, terdapat
materi tentang perkenalan dengan menggunakan Mrs, Ms, dan Mr dan kartu tanda
pengenal dari berbagai jenis dan negara; pada unit 4, terdapat materi tentang cara
membuat nasi goreng, dsb.
50
50
Outline pada setiap unit adalah sbb.:
JUDUL UNIT
DESKRIPSI UNIT
SECTION ONE
Warming up tasks
PRONUNCIATION ZONE dan tasks
Listening tasks
LANGUAGE FOCUS
GRAMMAR FOCUS (jika dibutuhkan)
CULTURAL NOTE (posisi disesuaikan dengan materi yang relevan)
Speaking tasks
SECTION TWO
Warming up tasks
Reading tasks
CULTURAL NOTE (posisi disesuaikan dengan materi yang relevan)
LANGUAGE FOCUS
GRAMMAR FOCUS dan tasks
Writing tasks
51
51
3. Deskripsi per unit
Sub bagian ini menguraikan deskripsi rinci dari setiap unit yang ada dalam
buku ini, yang terdiri atas 4 unit utama sebagai berikut.
a. Unit 1
Unit 1 berjudul Hello!, dengan topik salam dan perkenalan, dan jenis teks
yang diperkenalkan adalan macam dan bagian dari kartu identitas/tanda pengenal
dan personal letters. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral
Cycle), yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two
(Written Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks
(latihan) pada setiap section dibahas secara singkat dibawah ini.
1) Section One (Oral Cycle)
Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal
setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan,
terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan
atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 15 tasks
dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai
dengan independent construction of the field. Pronunciation Zone yang dilatihkan
adalah sentence stress, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa yang dibahas
adalah salam dan memperkenalkan diri sendiri dan orang lain dan meresponnya.
Unsur budaya yang diintegrasikan adalah perbandingan sistem sapaan dan
pemberian nama, perbandingan penggunaan Mr, Ms, dan Mrs; penggunaan nama
depan dan nama belakang, dan perbedaan pembagian waktu pada budaya
Indonesia dan barat.
52
52
2) Section Two (Written Cycle)
Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model text-
based approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan
secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah identity cards dan
personal letters. Terdapat 11 tasks dalam section ini, mulai dari warming-
up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the
field. Karena merupakan siklus tertulis, terdapat fitur Grammar Focus berupa
simple present tense, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran
menulis, terutama personal letters.
Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah jenis dan
bagian-bagian kartu identitas (identity cards) serta perbandingan antara kartu
identitas Indonesia dan kartu identitas negara barat. Proverb yang diberikan
adalah “Where there is a will, there is a way” yang sama artinya dengan
peribahasa “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan”.
b. Unit 2
Unit 2 berjudul Things Around Us, dengan topik hal-hal terdekat di
lingkungan siswa (sekolah) dan Kompetensi Dasar (D) menanyakan dan
mengungkapkan informasi, mengungkapkan kesopanan dan terima kasih, serta
jenis teks timetables/jadwal dan email. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Section One (Oral Cycle), yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara,
dan Section Two (Written Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan
menulis. Tasks (latihan) pada setiap section dibahas secara singkat dibawah ini.
53
53
1) Section One (Oral Cycle)
Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal
setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan,
terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan
atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 20 tasks
dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai
dengan independent construction of the field. Pronunciation Zone yang dilatihkan
adalah linking sounds, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa yang dibahas
adalah memberi dan mengungkapkan informasi,. Untuk menunjang keterampilan
menyimak dan berbicara yang dikembangkan, Grammar Focus membahas
demonstrative pronouns, singular/plural (is,are, etc.), serta cara mengungkapkan
waktu/jam.
Unsur budaya yang diintegrasikan adalah perbedaan cara mengungkapkan
dan ekspresi kesopanan, berterima kasih, dan sebutan “Pak” dan “Bu”, cara
meminta dan mengungkapkan informasi, nama-nama mata pelajaran, norma
kesopanan dalam bertelepon, dan perbedaan pembagian jam/alokasi waktu di
sekolah.
2) Section Two (Written Cycle)
Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model text-
based approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan
secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah jadwal/timetables
dan emails. Terdapat 7 tasks dalam section ini, mulai dari warming-up/building
knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the field.
54
54
Karena merupakan siklus tertulis, terdapat fitur Grammar Focus masih berupa
simple present tense, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran
menulis, yaitu email.
Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah perbedaan
nama mata pelajaran dan school period and timetables di sekolah Indonesia dan
kartu identitas negara barat. Proverb yang diberikan adalah “Practice makes
perfect” yang sama artinya dengan peribahasa “Alah bisa karena biasa”.
c. Unit 3
Unit 3 berjudul Health, dengan kesehatan, dan jenis teks yang
diperkenalkan adalan pengumuman/announcement dan notices. Unit ini dibagi
menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral Cycle), yang mencakup
keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two (Written Cycle) , yang
mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks (latihan) pada setiap
section dibahas secara singkat dibawah ini.
1) Section One (Oral Cycle)
Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal
setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan,
terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan
atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 15 tasks
dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai
dengan independent construction of the field. Pada Pronunciation Zone yang
55
55
dilatihkan adalah word stress dan intonasi, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi)
bahasa yang dibahas adalah ekspresi perintah/command, permintaan maaf, dan
larangan.
Unsur budaya yang diintegrasikan adalah budaya “masuk angin dan
kerokan”, serta ungkapan permintaan maaf pada budaya Indonesia dan barat.
2) Section Two (Written Cycle)
Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model text-
based approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan
secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah identity cards dan
personal letters. Terdapat 12 tasks dalam section ini, mulai dari warming-
up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the
field. Karena merupakan siklus tertulis, terdapat scaffold sebuah notice/poster
yang berisi larangan. Fitur Grammar Focus yang diberikan berupa kalimat
imperatif, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran menulis, yaitu
membuat notice yang bersifat larangan.
Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah berbagai jenis
notices dan announcement, PPPK dan first aids di Indonesia dan kartu identitas
negara barat. Proverb yang diberikan adalah “No pain no gain” yang sama artinya
dengan peribahasa “berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit
dahulu, bersenang-senang kemudian”.
56
56
d. Unit 4
Unit 4 berjudul Food and Beverages, dengan topik makanan dan
minuman, dan jenis teks yang diperkenalkan adalan procedures, khususnya resep
masakan. Unit ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Section One (Oral Cycle),
yang mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, dan Section Two (Written
Cycle) , yang mencakup keterampilan membaca dan menulis. Tasks (latihan) pada
setiap section dibahas secara singkat dibawah ini.
1) Section One (Oral Cycle)
Walaupun menggunakan model text-based approach, batas dan awal
setiap langkah tidak disajikan secara eksplisit. Karena merupakan siklus lisan,
terdapat fitur Pronunciation Zone dan Language Focus yang berisi penjelasan dan
atau latihan terkait pelafalan dan fungsi bahasa yang dipakai. Terdapat 15 tasks
dalam section ini, mulai dari warming-up/building knowledge of the field, sampai
dengan independent construction of the field. Pronunciation Zone yang dilatihkan
adalah word dan sentence stress, sedangkan ekspresi-ekspresi (fungsi) bahasa
yang dibahas adalah instruksi dan urutan-urutannya, serta scaffold teks prosedur,
dan pada Grammar Zone, diberikan penjelasan dan latihan tentang nouns.
Unsur budaya yang diintegrasikan adalah etika makan di budaya Indonesia
dan barat dan beberapa makanan khas/tradisional Indonesia.
2) Section Two (Written Cycle)
Seperti halnya pada Section One, walaupun menggunakan model text-
based approach, batas dan awal setiap langkah pada section ini tidak disajikan
secara eksplisit. Jenis teks yang diajarkan dalam unit ini adalah identity cards dan
57
57
personal letters. Terdapat 11 tasks dalam section ini, mulai dari warming-
up/building knowledge of the field, sampai dengan independent construction of the
field. Karena merupakan siklus tertulis, terdapat fitur Grammar Focus berupa
action verbs, yang dimaksudkan untuk memfasilitasi pembelajaran menulis, yaitu
prosedur.
Unsur budaya yang diintegrasikan dalam section ini adalah etika makan di
budaya Indonesia dan barat dan beberapa jenis makanan khas/tradisional
Indonesia. Proverb yang diberikan adalah “different pond different fish” yang
sama artinya dengan peribahasa “lain padang lain belalang lain lubuk lain
ikannya”.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil penelitian sebagaimana telah disajikan pada Bab
IV, dan juga sejalan dengan fokus atau rumusan masalah yang telah ditetapkan,
maka kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Penyusunan buku ajar bahasa Inggris untuk SMP kelas VII semester 1 yang
berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya lokal dilaksanakan dalam
sebelas tahap yakni: 1) Conducting Needs Analysis ( melakukan analisa
kebutuhan), 2) Writing the Course Grid ( merancang course grid), 3)
Developing the First Draft (mengembangkan draft pertama), 4) Evaluating the
First Draft (mengevaluasi draft pertama), 5) Developing the Second Draft
(mengembangkan draft kedua), 6) Trying-outs (uji coba), 7) Evaluating the
Second Draft (mengevaluasi draft kedua), 8) Developing the Third Draft
(mengembangkan draft ketiga), 9) Uji Coba Lanjut (trying-outs ), 10)
Developing the Final Draft, dan 11) Diseminasi
2. Sebagaimana buku ajar bahasa Inggris yang lain, model buku ajar bahasa
Inggris SMP kelas VII yang berbasis multikultur dan mengintegrasikan budaya
lokal di dalamnya dilengkapi dengan Course Grid yang berisi Unit Title (judul
unit), Basic Competence (Kompetensi Dasar/KD, termasuk keterampilan
bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai tujuan pembelajaran
dalam bentuk narasi ringan sehingga diharapkan bisa mudah dimengerti siswa),
59
Skills, Language Function (fungsi bahasa, yaitu jenis teks dan sub-
keterampilan bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai Language
Focus), Grammar (tata bahasa yang relevan dengan KD yang dipelajari; aspek
ini dimunculkan sebagai Grammar Focus), Pronunciation (cara pelafalan yang
relevan dengan fungsi bahasa yang dipelajari; aspek ini dimunculkan sebagai
Pronunciation Zone), dan Cultural Aspects (aspek budaya Indonesia dan barat
yang relevan dengan topik unit atau sub unit, teks dan keterampilan bahasa
yang dipelajari; aspek kultur ini dimunculkan sebagai Cultural Note).
Secara umum pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah
Communicative Approach dengan Text-based language teaching sebagai
metode penyampaiannya. Bahan ajar yang dikembangkan terdiri dari 4 unit,
dengan tema Hello (Unit 1), Things Around Us (unit 2), Health (unit 3), dan
Food and Beverages (unit 4). SK dan KD yang dicakup dalam buku ini
merupakan SK dan KD untuk semester pertama kelas VII jenjang SMP.
Adapun outline/kerangka unit secara umum meliputi Judul unit dan tujuan
pembelajaran, Section One (Oral Cycle) dan Section Two (Written Cycle). Task
pertama pada setiap section merupakan warming-up terhadap tasks berikutnya.
Pada Section One (Oral Cycle) terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi
bertujuan membangun keterampilan menyimak dan berbicara. Pada section ini,
terdapat Pronunciation Zone, Grammar Focus (jika diperlukan), Language
Focus, dan Cultural Note. Sementara itu, pada Section Two (Written Cycle)
terdapat beberapa tasks yang secara terintegrasi bertujuan membangun
keterampilan membaca dan menulis. Pada section ini, terdapat Grammar Focus
60
dan Cultural Note, serta Language Focus (jika diperlukan). Pronunciation
Zone memuat penjelasan dan atau latihan-latihan untuk melatih aspek-aspek
tertentu (sesuai coursegrid) dari keterampilan pelafalan siswa, yang pada
akhirnya akan membantu mereka dalam mengerjakan listening dan speaking
tasks.
Seperti dikemukakan, bahan ajar ini dikembangkan dengan tujuan
untuk mengenalkan budaya Indonesia, selain budaya barat, secara berimbang
dan terintegrasi. Integrasi tersebut dilakukan secara eksplisit dan implisit.
secara eksplisit, aspek-aspek budaya Indonesia dan barat ditonjolkan melalui
fitur Cultural Note dan Proverb. Cultural Note berisi tentang
catatan/penjelasan lebih lanjut tentang unsur budaya yang terkandung dalam
materi/tasks yang diberikan. Unsur budaya tersebut disajikan secara berimbang
(budaya barat dan Indonesia) dan siswa dirangsang untuk berpikir dan
membandingkan keduanya. Prinsip penyajiannya adalah immediate, yaitu
segera setelah materi/latihan terkait budaya. Sementara itu, fitur Proverb
menyajikan peribahasa dalam bahasa Inggris dan ekuivalensinya dalam bahasa
Indonesia; fitur ini diletakkan di akhir setiap unit. Sedangkan secara implisit,
integrasi budaya dilakukan melalui materi/tasks bertema budaya yang
diberikan.
B. Saran
Hasil pembacaan pada buku ajar bahasa Inggris yang digunakan di Daerah
Istimewa Yogyakarta tersebut menunjukkan fakta bahwa selalu ada komponen
61
budaya yang diinsersikan dalamnya. Oleh karena itu, diharapkan para guru
ataupun praktisi pembelajaran bahasa Inggris hendaknya menaruh perhatian pada
hal itu. Hal ini berarti, para guru diharapkan memiliki apa yang disebut sebagai
cultural awareness, yaitu kepekaan akan komponen budaya apa yang terinsersi
pada materi yang akan mereka ajarkan dan sekaligus diharapkan bisa memberikan
tambahan penjelasan pada para siswanya manakala komponen budaya yang
diinsersikan berbeda ataupun bahkan bertentangan dengan budaya Indonesia.
Sementara itu, bagi para pembelajar bahasa asing pada umumnya,
hendaknya menyadari sepenuhnya bahwa mempelajari bahasa tidak mungkin
terlepas dari budaya masyarakat penuturnya. Hal ini berarti bahwa ketika mereka
mempelajari bahasa asing tentu saja mereka juga mempelajari budaya asing.
Mereka hendaknya menyadari hal itu, dan juga harus mempunyai pemahaman
yang komprehensif tentang buday mereka sendiri, sehingga tidak terlarut dengan
budaya asing dan melupakan budaya mereka sendiri karena belum tentu budaya
asing tersebut dapat berterima dalam konteks budaya mereka.
Buku ajar bahasa Inggris SMP kelas VII Semester 1 yang telah
dikembangkan dalam penelitian ini hanyalah merupakan model buku ajar yang
berupaya untuk menerapkan prinsip multikultural dan juga mengintegrasikan
budaya lokal dan budaya asing secara berimbang dalam materi ajar bahasa yang
ditampilkan. Semoga hal model ini bisa menjadi contoh model materi ajar bahasa
Inggris yang juga memperhatikan pentingnya memasukkan materi budaya lokal
atau nasional Indonesia sebagai upaya awal pemertahanan budaya bangsa
62
ditengah arus masuknya budaya asing utamanya budaya barat dalam praktek
pembelajaran bahasa asing, yang dalam hal ini adalah bahasa Inggris.
COURSE GRIDMULTICULTURAL-BASED ENGLISH BOOK FOR THE FIRST GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL
SEM UNIT BASIC
COMPETENCE SKILLSLANGUAGE FUNCTION GRAMMAR
PRONUNCIATION
CULTURAL ASPECTS
I IHELLO 1.1 Listening
Identifying how to express greeting and parting
Identifying how to introduce oneself
Identifying how to introduce others
Identifying how to spell namesSpeaking Expressing meaning in
introduction of oneself and others, greeting and parting
Reading Responding to meaning in
simple short functional text: identity cards
Writing Expressing meaning in of
ideas in a simple short functional text: identity cards
Asking for and giving personal information: openings
Greeting
Introducing oneself
Introducing others
Asking about spelling
Text: Identity cards
Present simple: to bePronouns Possessive pronouns
Question words: what, where, …
Alphabet
numbers
Word stress
- address system (Mrs, ms, bu, pak, Ibu, bapak, etc.)
- naming (first name, surname, nick name)
- when to ask taboo questions inintroduction
- personal questions
- morning/afternoon/goodnight/am/pm
- types of identity cards
- gestures in greeting and introduction
IIFESTIV
ALS
Listening Identifying how to ask for and
give information Identifying how to say thanks Identifying how to express
politeness
Asking for and giving information
Saying thanks
Modals to express politeness
Demonstrativ
Vowel sounds
Linking sounds
- Festivals around the globe
- Traditional clothes around the globe
Speaking Expressing meaning to ask for
and give information, say thanks, and to be polite
Reading Responding to meaning in
simple short functional text: postcards, emails, and timetables
Writing Expressing meaning in of
ideas in a simple short functional text: postcards, emails, and timetables
Expressions of politeness
Text: postcards, emails, and timetables
e pronouns (this, these, etc.)
- Thanking and politeness in various culture: excuse me, please and thank you
IIIHEALTH
Listening Identifying how to give
instruction Identifying how to prohibit
someone Identifying how to say sorrySpeaking Expressing meaning to give
instruction, prohibit, and say sorry
Asking for and giving instruction
Expressions of Prohibition
Expressions of Apologies
Text: announcement
Do and don’t
Command
Would/could
Intonationand stress for expressing sorry (apologizing vs repetition), instruction and
- Do’s and don’t’s related to health in various cultures
- Ways of apologizing in various cultures
Reading Responding to meaning in
simple short functional text: announcement and notices
Writing Expressing meaning in of
ideas in a simple short functional text: announcement and notices
and notices prohibition (pardon/sorry, etc.)
Word stress
IVFOOD Listening
Identifying how to do things Identifying how to make thingsSpeaking Expressing the process of
making and doing things
Reading Responding to meaning in a
procedural textWriting Expressing meaning in a
procedural text of how to do and make things
Sequence of instructions
Text: procedure (recipes, instruction manuals)
adverbs of sequence
adverbs of manner
imperatives
Word stress
Sentence stress
Indonesian traditional food which goes global
Food and drink in England, America, and Australia
63
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, B. 2002. Imagined Communities (Komunitas-komunitas Terbayang). Cetakan Kedua. Yogyakarta: INSIST Bekerjasama dengan Pustaka Pelajar.
Banks, J. A & Banks, C. A. M. (Eds.). 2001. Handbook of Research on Multicultural Education. San Francisco: Jossey-Bass.
Banks, James A & Banks, Cherry A. McGee (2009). Multicultural Education: Issues and Perspectives. 111 River Street, Holoken, NJ USA: John Waley and Sons, Inc.
Bhaswara, R. 2008. “Ideologi, gagasan, tindakan, artefak: proses berarsitektur dalam telaah antropologis”. Jurnal Teori dan Desain Arsitektur Vol. 2 No. 2.
Brewster, J., Ellis, G., and Girard, D. 2002. The Primary English Teacher’s Guide(New Ed.). Essex: Pearson Education Limited.
Brown, H. D. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy, 2nd Edition. San Francisco: Longman A Pearson Education Company.
Choudhury, N.R. 1998. Teaching English in Indian Schools. New Delhi: APH Pub. Corp.
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Foley, W. A. 2001. Anthropological Linguistics: An Introduction. Oxford: Blackwell Publishers Inc.
Gall, M. D., Gall, J. P., & Borg, R. B. 2003. Educational Research: An Introduction. New York: Allyn and Bacon.
Grant, C. A. & Lei, J. L. (eds). 2001. Global Constructions Of Multicultural Education: Theories And Realities. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Guirdham, Maureen. (2005). Communicating Across Cultures at Work Second Edition. New York: Palgrave. Macmillan.
Kaiser, D. 2005. Pedagogy and the Practice of Science: Historical and Contemporary Perspectives. Massachusetts: MIT
64
Koentjaraningrat. 1986. “Peranan Local Genius dalam Akulturasi”, dalam Ayatrohaedi, (ed.), Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
__________.1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan Kedelapan. Jakarta: Rineka Cipta.
Merriam-Webster. n.d. Merriam-Webster’s Learner’s Dictionary. Online resource.link:http://www.learnersdictionary.com/search/textbook%5B1%5D
Mesthrie, R., J. Swann, A. Deumer & W. L. Leap. (2009). Introducing Sociolinguistics. Edinburgh: Edinburg University Press.
Nunan, D. 1991. Language Teaching Methodology: A Textbook for Teachers.Hertfordshire: Prentice Hall International (UK) Ltd.
Nunan, D. 2004. Task-based Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Peoples, J., & Bailey, G. 2009. Humanity: an Introduction to Cultural Anthropology. Wadsworth: Wadsworth, Cengage Learning
Poespowardojo, Soerjanto. 1986. “Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam Modernisasi”, dalam Ayatrohaedi, (ed.), Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
Richards, J. C. & Renandya, W. (eds). 2002. Methodology in Language Teaching: An Anthology of Current Practice. Cambridge: Cambridge University Press.
Richard, J. C. & Schmidt, R. 2002. Longman Dictionary of Language Teaching and Applied Linguistics 3rd Edition. Edinburgh: Pearson Education Limited.
Sharifian, F. & Palmer, G. B. 2007. Applied Cultural Linguistics Implications for Second Language Learning and Intercultural Communication.Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins Publishing Company.
Simanjuntak, H.A. 2011. “Budaya Politik Masyarakat Perkebunan (Studi Kasus PTPN IV Bah Jambi)”. diambil darihttp://repository.usu.ac.id/handle/123456789/23973
Sinagatullin, I. M. 2003. Constructing Multicultural Education in a Diverse Society. London: The Scarecrow Press, Inc.
Tanaka, S. 2006. “English and Multiculturalism—from the Language User’s Perspective “, in RELC Journal (2006; 37), 47
Tiwari, S.R. 2008. Teaching of English. New Delhi: APH Pub. Corp.