Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

152

Transcript of Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

Page 1: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba
Page 2: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

i

Buku Ajar Bahasa Indonesia

@ Tim Dosen Bahasa Indonesia

Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved

Cetakan pertama Syawal 1438 H / Juli 2017 M

Cetakan Kedua Muharram 1440 H / September 2018 M

Diterbitkan oleh:

Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) Universitas Islam Bandung Anggota IKAPI Nomor: 219/JBA/2012

Gedung Rektorat Unisba

Jl. Tamansari No. 20 Lt. 4 Bandung 40116 Telp: 022-4203368; Fax : 022-4263895; e-mail : [email protected]

Desain Sampul dan Tata Letak :

Hendriyana Jatnika, S.ST

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Tim Dosen Bahasa Indonesia

Bandung; LSIPK Unisba, 2017

Diterbitkan LSIPK Unisba

Anggota IKAPI Nomor: 219/JBA/2012 ISBN: 978-602-71823-7-0

I. Buku Ajar – Bahasa Indonesia 1 Judul II. Seri.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Pasal 72

(1) : Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

(2) : Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

ii

Tim Penyusun

Buku Ajar Bahasa Indonesia

Penanggungjawab: Rektor Universitas Islam Bandung

Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H. (Ex Officio)

Anggota: Wakil Rektor I (Ex Officio) Wakil Rektor II (Ex Officio) Wakil Rektor III (Ex Officio)

Ketua Tim: Dr. H.M. Wildan Yahya, Drs., M.Pd. Wakil Ketua: Anneke Iswani Achmad, Dra., M.Si.

Sekretaris I: H. Aep Saepudin, Drs., M.Ag. Sekretaris II Iyan Bachtiar, Ir., MT.

Bendahara: Ayip Saiful Bahri, S.Kom.I

Penulis:

Koordinator Merangkap Penyunting: Hj. Anita Puspawati, Dra., M.Hum

Anggota:

Ririn Sri Kuntorini, Dra., M.Hum. Andalusia Neneng Permatasari, S.S., M.Hum.

Dheka Dwi Agustiningsih, S.S.,M.Hum. Yulianti, S.Sos., M.Si. Parihat, Dra., M.Si.

Desain Cover dan Layout: Hendriyana Jatnika, S.ST

Sekretariat:

Ayip Saiful Bahri, S.Kom.I. Hendriyana Jatnika, S.ST

Page 4: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur sudah selayaknya kita

dipanjatkan ke Hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat

dan perkenan-Nya Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian

(LSIPK) dapat menyelesaikan Buku Ajar Bahasa Indonesia sebagai bahan

ajar dalam perkuliahan Pancasila di lingkungan Universitas Islam Bandung

(UNISBA).

UNISBA merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang

berasaskan Islam. Salah satu tujuan pendidikan di Unisba adalah

mewujudkan konsep mujahid (pejuang), mujtahid (peneliti), dan mujadid

(pembaharu) dalam suatu masyarakat ilmiah yang Islami. Salah satu

upaya untuk mencapai tujuan tersebut UNISBA telah menetapkan

Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK) sebagai

organisasi pendukung yang berfungsi mengembangkan konsep-konsep

keislaman. Pengembangan konsep-konsep keislaman ini dilakukan melalui

bidang-bidang yang dibentuk di bawah LSIPK, yaitu bidang PAI dan

Pesantren, Bidang Fatwa Kajian Islam dan Mesjid, dan Bidang Mata

Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).

Merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi, mata kuliah Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah

rumpun MPK ditujukan untuk memberikan keterampilan berbahasa

Indonesia, karena sangat diperlukan dalam menjalankan berbagai

aktivitas. Dalam menjalankan aktivitas, dibutuhkan empat keterampilan

berbahasa, yaitu: membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.

Keterampilan berbahasa Indonesia merupakan syarat mutlak bagi

mahasiswa agar mampu mengutarakan pikirannya kepada pihak lain

secara efektif. Mata kuliah Bahasa Indonesia di Unisba diharapkan

menjadikan mahasiswa memiliki keterampilan komunikasi yang baik

dalam ranah keilmuan, mahasiswa diharapkan mampu menulis dan

berbicara dalam bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik.

Page 5: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

iv

Sesuai dengan tujuan Unisba, untuk menghasilkan sumber daya

manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlakul karimah sebagai

mujahid, mujtahid, dan mujadid, maka dibutuhkan tuntunan agama Islam

untuk membentuk keahlian berbahasa Indonesia Islami yang terintegrasi

dalam buku ajar Bahasa Indonesia. Selain itu keunikan buku ajar Bahasa

Indonesia yang disusun oleh UNISBA memasukkan nilai-nilai Islami yang

tergambar dalam bab Etika Bahasa dalam Al-Qur’an. Hal itu sebagai

wujud dari hakikat seorang manusia beriman yang berfungsi sebagai

khalifah di muka bumi dengan tugas menyampaikan ajaran Islam yang

rahmatan lil ‘alamin. Buku ajar bahasa Indonesia ini merupakan buku

wajib bagi mahasiswa Unisba yang mengambil mata kuliah Bahasa

Indonesia, sehingga semua mahasiswa Unisba mampu menulis dan

berbicara dalam bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik serta Islami.

Pada kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

turut membantu dan mendorong terbitnya buku ini. Secara khusus,

ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim

Penulis, Pimpinan UNISBA dan Fakultas. Hanya kepada Allah Subhanahu

Wa Ta’ala kami mohonkan, semoga karya ini menjadi salah satu sumber

ilmu yang bermanfaat, mengalirkan pahala tiada henti bagi

bapak/ibu/saudara yang telah berjasa mewujudkannya.

Akhirnya kami menyadari bahwa tidak ada karya yang sempurna,

untuk itu kami membuka lebar-lebar sumbang saran konstruktif dari

mana saja datangnya demi kesempurnaan Buku ajar ini ke depan.

Bandung, September 2018

Rektor UNISBA

Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H.

Page 6: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

v

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................ iii

Daftar Isi ................................................................................. v

BAB I SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI BAHASA

INDONESIA .............................................................. 1

1.1 Deskripsi Singkat ............................................... 1

1.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 1

1.3.1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia .... 1

1.3.2 Fungsi Bahasa................................................. 6

1.3.2.1 Fungsi Bahasa secara Umum ....................... 6

1.3.2.2 Fungsi Bahasa secara Khusus ..................... 9

1.4 Perlatihan .......................................................... 9

1.5 Ringkasan Materi ............................................... 10

1.6 Daftar Pustaka ................................................... 10

BAB II RAGAM DAN LARAS BAHASA .................................. 11

2.1 Deskripsi Singkat ............................................... 11

2.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 11

2.3.1 Ragam Bahasa ................................................ 11

2.3.1.1 Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi

Pemakaiannya ......................................................... 13

2.3.1.2 Ragam Bahasa Berdasarkan Mediumnya .... 14

2.3.2 Laras Bahasa .................................................. 15

2.4 Perlatihan .......................................................... 18

Page 7: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

vi

2.5 Ringkasan Materi ............................................... 18

2.6 Daftar Pustaka ................................................... 18

BAB III EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD) .................... 21

3.1 Deskripsi Mata Kuliah ........................................ 21

3.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 21

3.3 Pengertian ......................................................... 22

3.3.1 Ejaan di Indonesia .......................................... 22

3.3.1.1 Ejaan van Ophuijsen .................................... 22

3.3.1.2 Ejaan Soewandi ........................................... 22

3.3.1.3 Ejaan Melindo .............................................. 23

3.3.1.4 Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan ....................................................... 23

3.3.2 Lingkup Pembahasan Ejaan ........................... 23

3.3.2.1 Huruf Kapital ............................................... 24

3.3.2.2 Huruf Miring ................................................ 25

3.3.2.3 Penulisan Kata ............................................. 26

3.3.3 Penulisan Unsur Serapan ............................... 29

3.3.4 Pemakaian Tanda Baca .................................. 30

3.4 Perlatihan .......................................................... 31

3.5 Ringkasan Materi ............................................... 36

3.6 Daftar Pustaka ................................................... 37

BAB IV TATA KATA .............................................................. 39

4.1 Deskripsi Mata Kuliah ........................................ 39

4.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 39

Page 8: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

vii

4.3 Pengertian ......................................................... 39

4.3.1 Pembentukan Kata dengan Pengimbuhan ..... 40

4.3.2 Hukum dalam Pembentukan Kata .................. 42

4.3.3 Ketidakajegan Kata ........................................ 43

4.3.4 Perbedaan Penggunaan Awalan ber- dan

ter- ........................................................................... 44

4.3.5 Rumus Pembentukan Kata ............................. 44

4.3.6 Perubahan Bunyi ............................................ 44

4.3.7 Kata Majemuk ................................................ 45

4.3.7.1 Batasan dan Ciri-ciri Kata Majemuk ............ 45

4.3.7.2 Sifat Kata Majemuk ..................................... 45

4.3.7.3 Kata Majemuk dan Frasa ............................. 46

4.3.8 Proses Pengulangan (Reduplikasi) ................ 46

4.3.8.1 Pengulangan Seluruh .................................. 46

4.3.8.2 Pengulangan Sebagian ................................ 46

4.3.8.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan

Proses Pembubuhan Afiks ....................................... 47

4.3.8.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem ..... 47

4.4 Perlatihan .......................................................... 48

4.5 Ringkasan Materi ............................................... 51

4.6 Daftar Pustaka ................................................... 51

BAB V TATA KALIMAT ........................................................ 53

5.1 Deskripsi Singkat ............................................... 53

5.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 53

Page 9: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

viii

5.3 Pengertian Kalimat ............................................ 53

5.4 Unsur Kalimat .................................................... 55

5.5 Jenis Kalimat ..................................................... 58

5.5.1 Jenis Kalimat Berdasarkan Bentuk Sintaksis . 58

5.5.1.1 Kalimat Deklaratif ....................................... 59

5.5.1.2 Kalimat Imperatif ........................................ 59

5.5.1.3 Kalimat Interogatif ...................................... 59

5.5.1.4 Kalimat Eksklamatif .................................... 60

5.5.2 Jenis Kalimat Berdasarkan Pola

Pembentuknya ......................................................... 60

5.5.2.1 Kalimat Tunggal .......................................... 60

5.5.2.2 Kalimat Majemuk ........................................ 61

5.6 Kalimat Efektif ................................................... 62

5.7 Perlatihan .......................................................... 63

5.8 Ringkasan Materi ............................................... 63

5.9 Daftar Pustaka ................................................... 63

BAB VI WACANA ................................................................. 67

6.1 Deskripsi Singkat ............................................... 67

6.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 67

6.3 Wacana .............................................................. 67

6.3.1 Wacana dan Konteks ...................................... 68

6.3.2 Kepaduan Wacana: Kohesi dan Koherensi ..... 68

6.3.3 Jenis Wacana .................................................. 73

6.4 Perlatihan .......................................................... 79

Page 10: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

ix

6.5 Ringkasan Materi ............................................... 79

6.6 Daftar Pustaka ................................................... 79

BAB VII SILOGISME .............................................................. 81

7.1 Deskripsi Singkat ............................................... 81

7.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 81

7.3 Silogisme ........................................................... 81

7.4 Pengertian Silogisme ......................................... 81

7.5 Syarat Penyusunan Simpulan ............................ 82

7.6 Perlatihan .......................................................... 83

7.7 Ringkasan Materi ............................................... 84

7.8 Daftar Pustaka ................................................... 84

BAB VIII TOPIK, PROPOSAL, DAN KARYA TULIS ILMIAH ...... 85

8.1 Deskripsi Singkat ............................................... 85

8.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 85

8.3 Topik .................................................................. 85

8.3.1 Pengertian Topik ............................................ 86

8.3.2 Cara Menyusun Topik ..................................... 86

8.3.3 Pengertian Judul ............................................ 87

8.3.4 Cara Menulis Judul ......................................... 87

8.4 Kerangka Karya Tulis Ilmiah ............................. 89

8.4.1 Pengertian Kerangka ...................................... 89

8.4.2 Cara Menulis Kerangka Karya Tulis Ilmiah .... 89

8.5 Proposal Penelitian ............................................ 93

8.6 Karya Tulis Ilmiah ............................................. 94

Page 11: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

x

8.7 Perlatihan .......................................................... 99

8.8 Ringkasan Materi ............................................... 100

8.9 Daftar Pustaka ................................................... 100

BAB IX SISTEM RUJUKAN DAN KUTIPAN ........................... 103

9.1 Deskripsi Singkat ............................................... 103

9.2 Capaian Pembelajaran ....................................... 103

9.3 Untuk Apa Daftar Pustaka? ............................... 103

9.4 Pokok-Pokok Daftar Pustaka............................. 104

9.5 Daftar Pustaka Gaya MLA, APA, dan Harvard .... 105

9.6 Pengutipan ........................................................ 109

9.7 Perlatihan .......................................................... 110

9.8 Ringkasan Materi ............................................... 111

9.9 Daftar Pustaka ................................................... 111

BAB X SISTEMATIKA KARYA TULIS ILMIAH ..................... 113

10.1 Deskripsi Singkat ............................................. 113

10.2 Capaian Pembelajaran ..................................... 113

10.3 Sistematika Karya Tulis Ilmiah ....................... 113

10.4 Sistematika Penulisan ..................................... 113

10.5 Penjelasan Singkat Komponen Karya

Tulis Ilmiah .............................................................. 116

10.6 Perlatihan ........................................................ 119

10.7 Ringkasan Materi ............................................. 119

10.8 Daftar Pustaka ................................................. 120

Page 12: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

xi

BAB XI RINGKASAN DAN ABSTRAK .................................... 121

11.1 Deskripsi Singkat ............................................. 121

11.2 Capaian Pembelajaran ..................................... 121

11.3 Pengertian Ringkasan ..................................... 121

11.4 Tujuan Menyusun Ringkasan .......................... 122

11.5 Cara Menulis Ringkasan .................................. 122

11.6 Pengertian Abstrak .......................................... 123

11.7 Struktur dan Cara Menulis Abstrak ................. 124

11.8 Perlatihan ........................................................ 125

11.9 Ringkasan Materi ............................................. 128

11.10 Daftar Pustaka ............................................... 128

BAB XII RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN .................. 131

12.1 Deskripsi Singkat ............................................. 131

12.2 Capaian Pembelajaran ..................................... 131

12.3.1 Pendahuluan ................................................. 131

12.4 Ragam Etika Berbahasa Al-Qur’an .................. 134

12.5 Perlatihan ........................................................ 137

12.6 Ringkasan ........................................................ 138

12.7 Daftar Pustaka ................................................. 138

Page 13: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba
Page 14: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

1

BAB I

SEJARAH, KEDUDUKAN, DAN FUNGSI

BAHASA INDONESIA

1.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi sejarah, kedudukan, dan fungsi

bahasa Indonesia yang dapat digunakan sebagai acuan pentingnya

mempelajari bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa

resmi bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa

persatuan karena Indonesia adalah negara kepulauan dengan beraneka

ragam suku, budaya, dan bahasa. Untuk menyatukan dan mempermudah

komunikasi antarsuku yang memiliki beragam bahasa, ditetapkanlah

bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Keberadaan bahasa

Indonesia mengalami banyak perkembangan sejak awal terbentuk sampai

saat ini. Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang

digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk

mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat

untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan

atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.

1.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sejarah bahasa

Indonesia.

2) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kedudukan bahasa

Indonesia.

3) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami fungsi bahasa

Indonesia.

1.3.1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia

Pada tanggal 28 Oktober 1928 diikrarkan Sumpah Pemuda

berbunyi: ―Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoengdjoeng bahasa

Page 15: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

2

persatoean, bahasa Indonesia‖, dinyatakan bahwa kedudukan bahasa

Indonesia sebagai bahasa Nasional memiliki fungsi-fungsi sebagai

berikut:

a. Bahasa sebagai identitas nasional.

b. Bahasa sebagai kebanggaan bangsa.

c. Bahasa sebagai alat komunikasi.

d. Bahasa sebagai pemersatu bangsa yang berbeda suku, ras, agama,

dan budaya.

e. Bahasa sebagai bahasa negara.

Dalam UUD 1945 Bab XV, Pasal 36, telah ditetapkan bahasa negara

adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian, selain berkedudukan sebagai

bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa

negara. Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan. Bahasa

Indonesia sebagai pengantar dalam dunia pendidikan. Bahasa Indonesia

sebagai penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah. Bahasa

Indonesia sebagai pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan

teknologi.

Penggunaan bahasa Indonesia diresmikan setelah Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan

mulai berlakunya konstitusi.

Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah ejaan atau

edjaan Soewandi. Ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia ini berlaku

sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini disebut juga dengan edjaan Soewandi.

Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang

mulai berlaku sejak tahun 1901. Perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan

Van Ophuijsen:

Page 16: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

3

a. Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan

dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata tak, pak, maklum,

rakjat.

c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2,

ke-barat2-an.

d. Awalan 'di-' dan kata depan 'di' keduanya ditulis serangkai dengan

kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah,

disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli,

dimakan.

Ejaan ini berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan

Yang Disempurnakan pada masa Menteri Mashuri Saleh. Pada masa

jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, pada 23 Mei

1972 Mashuri mengesahkan penggunaan Ejaan Yang Disempurnakan

dalam bahasa Indonesia yang menggantikan Ejaan Soewandi. Sebagai

menteri, Mashuri menandai pergantian ejaan itu dengan mencopot nama

jalan yang melintas di depan kantornya saat itu, dari Djl. Tjilatjap menjadi

Jl. Cilacap.

Bahasa Indonesia digunakan dalam ragam kebudayaan nasional

yang berasal dari beragam masyarakat Indonesia. Dalam penyebarluasan

ilmu dan teknologi modern, baik melalui buku pelajaran, buku populer,

majalah ilmiah maupun media cetak lain, semuanya menggunakan

bahasa Indonesia. Hal ini karena ilmu dan teknologi dapat terjangkau ke

seluruh pelosok Indonesia.

Perkembangan bahasa Indonesia merupakan perkembangan

konseptual yang memiliki tiga bentuk, yaitu: perkembangan bahasa yang

dipengaruhi oleh interaksi antardaerah; perkembangan bahasa daerah

yang lain; dan perkembangan bahasa yang diakibatkan oleh pertemuan

bahasa Indonesia dalam konteks yang lebih luas. Bahasa Indonesia

berkembang berdasarkan interaksi dengan lingkungan sosial yang

Page 17: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

4

bersinggungan antarruang dan waktu. Hal ini mempengaruhi penggunaan

bahasa. Sejarah tersebut dapat dilihat dari asal-usul bahasa yang

merupakan awal komunikasi antarorang yang menggunakan bahasa

isyarat ke kata-kata yang semakin komunikatif.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2001: 88),

bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh

anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri; 2. Percakapan (perkataan yang baik; tingkah

laku yang baik; sopan santun; baik budi--nya; --menunjukkan bangsa, pb

budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat

seseorang (baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau

keturunan). Beberapa pengertian bahasa menurut para ahli, antara lain:

Harimurti Kridalaksana (1984:19) menyatakan bahwa bahasa adalah

sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para

anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri.

Abdul Chaer (1994: 33) menyatakan bahwa bahasa mempunyai

sifat atau ciri, antara lain:

a. Bahasa itu sebuah sistem.

b. Bahasa itu berwujud lambang.

c. Bahasa itu berupa bunyi.

d. Bahasa itu bersifat arbitrer.

e. Bahasa itu bermakna.

f. Bahasa itu bersifat konvensional.

g. Bahasa itu bersifat unik.

h. Bahasa itu bersifat universal.

i. Bahasa itu bersifat produktif.

j. Bahasa itu bervariasi.

Page 18: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

5

k. Bahasa itu bersifat dinamis.

l. Bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial.

m. Bahasa itu merupakan identitas penuturnya.

Secara umum, bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat

untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran,

gagasan, konsep, dan perasaan. Bahasa diartikan sebagai sebuah sistem

lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis dan beragam.

Bahasa merupakan sebuah sistem, artinya bahasa dibentuk oleh sejumlah

komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem

bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bunyi itu

memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna. Jadi, setiap suatu

ujaran bahasa memiliki makna.

Ada beberapa aspek dalam bahasa yaitu aspek fisik dan aspek

sosial. Aspek fisik bahasa, yaitu bahasa merupakan alat komunikasi

manusia berupa lambang bunyi melalui alat ucap dan setiap suara yang

dikeluarkannya memiliki arti. Aspek fisik bahasa pada dasarnya mencakup

tiga aspek, yaitu: bagaimana bunyi itu dihasilkan (aspek produksi);

bagaimana ciri bunyi bahasa yang diujarkan (aspek akustis); dan

bagaimana bunyi bahasa itu dipahami melalui indra pendengaran (aspek

persepsi bunyi bahasa). Untuk menghasilkan bunyi bahasa yang benar

diperlukan alat bicara yang normal, keterampilan dan kemampuan organ

alat bicara dalam melakukan artikulasi, serta kemampuan mengatur

pernapasan. Perubahan proses produksi bunyi menghasilkan perubahan

kualitas bunyi (aspek produksi). Sebagai akibat proses artikulasi yang

berbeda pada bahasa-bahasa di dunia ini.

Aspek sosial bahasa, yaitu bahasa mempunyai variasi dan memiliki

ragam. Di dalam lingkungan masyarakat, ada bahasa yang digunakan dan

memperlihatkan ciri keakraban atau keintiman. Ragam berikutnya adalah

ragam konsultatif, yaitu ragam bahasa yang digunakan pada saat guru

mengajar di kelas. Cirinya berbeda dengan ragam formal atau resmi.

Page 19: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

6

Ragam lain adalah bahasa yang ditandai ujaran-ujaran baku dan beku

sebagaimana yang terdengar dalam acara ritual dan seremonial.

1.3.2 Fungsi Bahasa

Menurut Hasan Alwi, dkk. (2000: 14), ada empat fungsi bahasa,

yaitu: 1. fungsi pemersatu; 2. fungsi pemberi kekhasan; 3. fungsi

pembawa wibawa; dan 4. fungsi sebagai kerangka acuan.

Secara umum, fungsi bahasa Indonesia adalah sebagai alat

komunikasi sosial. Aktivitas manusia sebagai anggota masyarakat sangat

bergantung pada penggunaan bahasa. Gagasan, ide, pikiran, harapan,

dan keinginan dapat disampaikan melalui bahasa.

1.3.2.1 Fungsi Bahasa secara Umum

1. Bahasa sebagai alat pengekspresian diri.

Bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan perasaan atau

mengekspresikan diri. Melalui bahasa kita dapat menyatakan secara

terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam hati dan pikiran kita.

Seorang anak sejak dilahirkan di bumi menggunakan bahasa untuk

mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya kepada kedua orang

tuanya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan

bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, tetapi untuk

berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah dewasa, kita

menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk

berkomunikasi.

Bahasa sebagai pengekspresian diri dapat dilakukan dari tingkat

yang paling sederhana sampai yang paling kompleks atau tingkat

kesulitan yang sangat tinggi. Ekspresi sederhana, contohnya, untuk

menyatakan cinta (kita akan senantiasa setia, bangga dan perhatian),

untuk menyatakan lapar (kita makan).

Page 20: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

7

2. Bahasa sebagai alat komunikasi.

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan

maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita

menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai

macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa

depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).

Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran maksud

seseorang, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat

untuk bekerja sama. Pada saat menggunakan bahasa dalam

berkomunikasi, berarti memiliki tujuan agar para pembaca atau

pendengar menjadi sasaran utama perhatian seseorang. Manusia

memakai dua cara berkomunikasi, yaitu verbal dan nonverbal.

Berkomunikasi secara verbal menggunakan alat/media (lisan dan tulisan),

sedangkan berkomunikasi secara nonverbal dilakukan menggunakan

media berupa aneka simbol, isyarat, kode, dan bunyi, seperti: tanda lalu

lintas, sirene dan setelah itu diterjemahkan ke dalam bahasa manusia.

Pada saat kita menggunakan bahasa, kita sudah memiliki tujuan

tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan

gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang

lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain.

Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi,

pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian

utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan

kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.

Dengan komunikasi kita dapat menyampaikan semua yang kita

rasakan, pikirkan, dan ketahui kepada orang lain. Dengan komunikasi kita

dapat mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek

moyang kita dan apa yang telah dicapai oleh orang-orang sezaman kita.

Bahasa adalah alat untuk berkomunikasi melalui lisan (bahasa

primer) dan tulisan (bahasa sekunder). Berkomunikasi melalui lisan

Page 21: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

8

(dihasilkan oleh alat ucap manusia), yaitu dalam bentuk simbol bunyi.

Setiap simbol bunyi memiliki ciri khas. Suatu simbol bisa terdengar sama

di telinga kita, tetapi memiliki makna yang sangat jauh berbeda. Misalnya

kata ‘gedang‘ dalam bahasa Jawa artinya pisang, sedangkan dalam

bahasa Sunda artinya pepaya.

3. Bahasa sebagai alat integrasi atau penyatuan dan adaptasi sosial.

Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Manusia

memanfaatkan pengalaman-pengalaman, mempelajari, dan mengambil

bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan

dengan orang lain. Semua masyarakat dapat dipersatukan melalui

bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, memungkinkan setiap orang

untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya,

serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan

menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh

efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi

(pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya

(Gorys Keraf, 1997 : 5).

Bahasa selain berfungsi sebagai alat komunikasi, juga sebagai alat

integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial,

seseorang akan memilih bahasa yang digunakan bergantung pada situasi

dan kondisi yang dihadapi. Seseorang akan menggunakan bahasa yang

nonformal pada saat berbicara dengan teman dan menggunakan bahasa

formal pada saat berbicara dengan orang tua/yang dihormati atau

berbicara dalam situasi ilmiah.

4. Bahasa sebagai alat kontrol sosial.

Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif mempengaruhi

sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial ini dapat

diterapkan pada diri kita atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan,

informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku

pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan

Page 22: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

9

bahasa sebagai alat kontrol sosial. Salah satu fungsi bahasa sebagai alat

kontrol sosial adalah sebagai alat peredam rasa marah. Contohnya, untuk

meredam rasa amarah, menulis merupakan salah satu cara yang sangat

efektif.

1.3.2.2 Fungsi Bahasa secara Khusus

1. Bahasa merupakan penghubungan dalam pergaulan sehari-hari.

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak terlepas dari hubungan

komunikasi dengan makhluk sosialnya. Komunikasi yang berlangsung

dapat menggunakan bahasa formal dan nonformal.

2. Bahasa dapat mewujudkan seni. Bahasa yang dapat dipakai untuk

mengungkapkan perasaan melalui media seni khususnya dalam hal

sastra. Bahasa yang digunakan terkadang memiliki makna konotasi

atau makna yang tersirat. Dalam hal ini, diperlukan pemahaman yang

mendalam agar bisa mengetahui makna yang ingin disampaikan.

3. Bahasa dapat mempelajari bahasa kuno. Dengan mempelajari bahasa

kuno, akan dapat mengetahui peristiwa atau kejadian di masa lampau.

Untuk mengantisipasi kejadian yang mungkin atau dapat terjadi

kembali di masa yang akan datang, atau hanya sekedar memenuhi

rasa keingintahuan tentang latar belakang dari suatu hal.

4. Bahasa dapat mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengetahuan yang dimiliki oleh manusia akan selalu didokumentasikan

supaya manusia lainnya dapat mempergunakan dan melestarikannya

demi kebaikan manusia.

1.4 Perlatihan

1. Jelaskan sejarah perkembangan bahasa Indonesia!

2. Jelaskan kedudukan bahasa Indonesia!

3. Sebutkan beberapa definisi bahasa menurut ahli bahasa!

4. Jelaskan fungsi bahasa secara umum dan secara khusus!

Page 23: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

10

1.5 Ringkasan Materi

Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa persatuan karena Indonesia

adalah negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, budaya, dan

bahasa. Dalam UUD 1945 Bab XV, Pasal 36, telah ditetapkan bahasa

negara adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian, selain berkedudukan

sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai

bahasa negara. Pertama kali bahasa Indonesia memiliki ejaan adalah

ejaan atau edjaan Soewandi. Ketentuan ejaan dalam bahasa Indonesia ini

berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini disebut juga dengan edjaan

Soewandi. Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van

Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901. Ejaan ini berlaku sampai

tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan. Bahasa

Indonesia mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Aktivitas

manusia sebagai anggota masyarakat sangat bergantung pada

penggunaan bahasa. Gagasan, ide, pikiran, harapan, dan keinginan dapat

disampaikan melalui bahasa.

1.6 Daftar Pustaka

Buku:

Alwi, Hasan dkk..2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

___________dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

Kamus:

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Page 24: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

11

BAB II

RAGAM DAN LARAS BAHASA

2.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi ragam dan laras bahasa yang

dapat digunakan sebagai arahan untuk menentukan pemakaian bahasa

menurut golongan penutur bahasa, corak bahasa, variasi bahasa, dan

lain-lain. Ragam bahasa dalam berkomunikasi perlu memperhatikan

aspek situasi yang dihadapi, permasalahan yang hendak disampaikan,

latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan medium atau

sarana bahasa yang digunakan. Laras bahasa adalah ragam bahasa yang

digunakan untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Laras

dan ragam bahasa merupakan suatu kesatuan dalam kehidupan sehari-

hari.

2.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami ragam bahasa.

2) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami laras bahasa.

2.3.1 Ragam Bahasa

Menurut Hasan Alwi (2000:3), ragam bahasa dapat kita kenal

menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis pemakaian

bahasa. Ragam yang ditinjau dari sudut pandang penutur dapat diperinci

menurut patokan daerah, pendidikan, dan sikap penutur.

Ragam bahasa menurut sikap penutur mencakup sejumlah corak

bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap

pemakai bahasa (langgam/gaya) (Hasan Alwi, 2000:5).

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik

yang dibicarakan hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium

pembicaraannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2005:920). Pengertian

Page 25: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

12

ragam bahasa ini dalam berkomunikasi perlu memperhatikan aspek (1)

situasi yang dihadapi, (2) permasalahan yang hendak disampaikan, (3)

latar belakang pendengar atau pembaca yang dituju, dan (4) medium

atau sarana bahasa yang digunakan.

Ragam bahasa berbeda dengan dialek. Dialek merupakan variasi

sebuah bahasa menurut pemakai. Variasi tersebut bisa berbentuk dialek,

aksen, laras, gaya, atau berbagai variasi sosiolinguistik lain, termasuk

variasi bahasa baku. Variasi di tingkat leksikon, seperti slang dan argot,

sering dianggap terkait dengan gaya atau tingkat formalitas tertentu,

meskipun penggunaannya kadang dianggap sebagai suatu variasi atau

ragam tersendiri. Ragam bahasa yang kita gunakan untuk berbicara

dengan orang lain berbeda. Contohnya, apabila kita berbicara dengan

teman, kita menggunakan ragam bahasa bisa sedikit akrab, tetapi sopan.

Namun, apabila berbicara dengan orang yang lebih tua, seperti orang

tua, guru, dosen, kita menggunakan ragam bahasa yang sopan dan

halus.

Contoh :

i. Ragam formal (Saya, Anda, Bapak, Ibu dan Saudara).

ii. Ragam semiformal (Aku, Kamu, Bung, Mas, dan Mbak).

iii. Ragam nonformal (Gue, Ane, Lu, Neng, dan Situ).

Ragam Bahasa terdiri atas :

a. Ragam baku

Ragam baku merupakan ragam bahasa yang dilembagakan dan diakui

oleh sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi

dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.

Ragam bahasa baku memiliki sifat, yaitu: kemantapan dinamis,

cendekia, dan seragam. Kemantapan adalah kesesuaian dengan

kaidah bahasa; dinamis adalah tidak kaku; cendekia adalah ragam

baku dipakai pada situasi resmi; dan seragam adalah pembakuan

Page 26: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

13

bahasa agar dapat dipakai dan dimengerti oleh setiap orang yang

memakainya. Ragam baku terdiri atas:

i. Ragam baku tulis merupakan ragam yang dipakai dengan resmi

dalam buku-buku pelajaran dan karya ilmiah. Ragam baku tulis

berpedoman pada Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Tata

Bahasa Bahasa Indonesia, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

ii. Ragam baku lisan merupakan ragam bahasa baku dalam situasi

lisan. Hal yang menentukan baik tidaknya ragam baku lisan

seseorang adalah banyak sedikitnya pengaruh dialek atau logat

bahasa daerah pembicara. Jika bahasa yang digunakan atau logat

yang digunakan masih sangat menunjukkan bahasa atau logat

bahasa daerah, dapat dikatakan bahasa baku lisan pembicara

tersebut masih kurang baik.

b. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan

ditandai oleh ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.

Contoh ragam bahasa yang ada di Indonesia: bahasa Sunda, Betawi,

dan Jawa.

1. Bahasa Sunda (Nami abdi teh Rosa, abdi teu boga imah).

2. Bahasa Betawi (Name aye Rosa, aye kaga punya rumah).

3. Bahasa Jawa (Jenengku Rosa, aku ora duwe rumah).

2.3.1.1 Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi Pemakaiannya

Berdasarkan situasi pemakaiannya, ragam bahasa terdiri atas tiga

bagian, yaitu ragam bahasa formal, ragam bahasa semiformal, dan

ragam bahasa nonformal. Setiap ragam bahasa dari sudut pandang yang

lain dan berbagai jenis laras bahasa diidentifikasikan ke dalam situasi

pemakaiannya. Contohnya, ragam bahasa lisan diidentifikasikan sebagai

ragam bahasa formal, semiformal, atau nonformal.

Page 27: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

14

1. Kemantapan dinamis dalam pemakaian kaidah sehingga tidak kaku,

tetapi lebih luwes dan dimungkinkan ada perubahan kosa kata dan

istilah dengan benar.

2. Penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara konsisten dan eksplisit.

3. Penggunaan bentukan kata secara lengkap dan tidak disingkat.

4. Penggunaan imbuhan (afiksasi) secara eksplisit dan konsisten.

5. Penggunaan ejaan yang baku pada ragam bahasa tulis dan lafal yang

baku pada ragam bahasa lisan.

Berdasarkan kriteria ragam bahasa formal, perbedaan antara

ragam formal, ragam semiformal, dan ragam nonformal diamati dari hal

berikut :

1. Pokok masalah yang sedang dibahas.

2. Hubungan antara pembicara dan pendengar.

3. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis.

4. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi.

5. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.

2.3.1.2 Ragam Bahasa Berdasarkan Mediumnya

Berdasarkan mediumnya, ragam bahasa terdiri atas dua ragam bahasa,

yaitu :

a. Ragam bahasa lisan.

b. Ragam bahasa tulis.

Ragam bahasa lisan adalah bahasa yang dilafalkan langsung oleh

penuturnya kepada pendengar. Ragam bahasa lisan ini ditentukan oleh

intonasi dalam pemahaman maknanya. Contohnya :

a) Ayam/makan cacing mati.

b) Ayam makan/cacing mati.

c) Ayam makan cacing/mati.

Page 28: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

15

Ragam bahasa tulis adalah ragam bahasa yang ditulis atau dicetak

dengan memerhatikan penempatan tanda baca dan ejaan secara benar.

Ragam bahasa tulis dapat bersifat formal, semiformal, dan nonformal.

Dalam penulisan makalah seminar dan skripsi, penulis harus

menggunakan ragam bahasa formal, sedangkan ragam bahasa

semiformal digunakan dalam perkuliahan, dan ragam bahasa nonformal

digunakan keseharian secara informal.

Penggunaan ragam bahasa dan laras bahasa dalam penulisan

karangan ilmiah harus mengacu pada :

(1) ragam bahasa formal;

(2) ragam bahasa tulis;

(3) laras bahasa ilmiah; dan

(4) berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.

2.3.2 Laras Bahasa

Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu

tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Laras dan ragam bahasa

merupakan suatu kesatuan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita

menggunakan laras dan ragam bahasa yang baik dan benar, orang akan

mengerti. Contoh, jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua dengan

bahasa yang sopan dan laras yang digunakan tidak baik, tutur bahasanya

pun akan berantakan. Jadi, kita harus bisa memadukan laras dan ragam

bahasa yang baik dan benar.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, laras bahasa (bahasa

Inggris: register) adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu

tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang

dapat diidentifikasi tanpa batasan yang jelas di antara mereka. Definisi

dan kategorisasi laras bahasa pun berbeda antara para ahli linguistik.

Salah satu model pembagian laras bahasa yang paling terkemuka

diajukan oleh Joos (1961) yang membagi lima laras bahasa menurut

Page 29: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

16

derajat keformalannya, yaitu (1) beku (frozen), (2) resmi (formal), (3)

konsultatif (consultative), (4) santai (casual), dan (5) akrab (intimate).

Ragam beku digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit

memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan,

dan upacara pernikahan. Ragam resmi digunakan dalam komunikasi

resmi, seperti pada pidato resmi, rapat resmi, dan jurnal ilmiah. Ragam

konsultatif digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi

atau pertukaran informasi, seperti dalam percakapan di sekolah dan di

pasar. Ragam santai digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat

digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.

Ragam akrab digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang

sangat akrab dan intim.

Laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi

pemakaiannya. Laras bahasa terkait langsung dengan selingkung bidang

(home style) dan keilmuan, sehingga dikenal laras bahasa ilmiah dengan

bagian sub-sub larasnya. Pembedaan di antara sub-sublaras bahasa

seperti dalam laras ilmiah itu dapat diamati dari :

(1) Penggunaan kosa kata dan bentukan kata.

(2) Penyusunan frasa, klausa, dan kalimat.

(3) Penggunaan istilah.

(4) Pembentukan paragraf.

(5) Penampilan hal teknis.

(6) Penampilan kekhasan dalam wacana.

Hal-hal yang berhubungan dengan ragam dan laras bahasa adalah:

1. Hal yang berhubungan dengan penutur/ragam dapat dibedakan

sebagai berikut:

a. Latar belakang daerah penutur. Ragam bahasa Indonesia yang

dipengaruhi oleh latar belakang daerah penuturnya menimbulkan

Page 30: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

17

ragam daerah atau dialek. Dialek adalah cara berbahasa

Indonesia yang diwarnai oleh karakter bahasa daerah yang masih

melekat pada penuturnya.

b. Latar belakang pendidikan penutur. Berdasarkan latar belakang

pendidikan penutur, timbul ragam yang berlafal baku dan yang

tidak berlafal baku khususnya dalam pengucapan kosakata yang

berasal dari unsur serapan asing. Kaum berpendidikan umumnya

melafalkan sesuai dengan lafal baku. Namun, untuk yang kurang

atau tidak berpendidikan, pelafalan diucapkan tidak tepat atau

tidak baku.

c. Situasi pemakaian, sikap, dan hubungan sosial penutur.

Berdasarkan hal ini, timbul ragam formal, semiformal, dan

nonformal. Ragam formal digunakan pada situasi resmi atau

formal, seperti di kantor, dalam rapat, seminar, atau acara-acara

kenegaraan. Ragam formal menggunakan kosakata baku dan

kalimatnya terstruktur lengkap. Ragam formal juga dipakai jika

penutur berbicara pada orang yang disegani atau dihormati,

misalnya pimpinan perusahaan. Ragam semiformal dan

nonformal biasa dipakai pada situasi tidak resmi seperti di

warung, di kantin, di pasar, pada situasi santai, dan akrab.

d. Ruang lingkup pemakaian atau pokok persoalan yang dibicarakan

di lingkungan kelompok penutur. Banyak persoalan yang dapat

menjadi topik pembicaraan dalam kehidupan sehari-hari. Saat

membicarakan topik tertentu, seseorang akan menggunakan

kosakata kajian atau khusus yang berhubungan dengan topik

pembicaraan tersebut.

2. Beberapa contoh ragam yang merupakan laras bahasa:

a. Wacana tentang teknologi komunikasi

b. Wacana yang berhubungan dengan persoalan kesehatan.

Page 31: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

18

c. Wacana surat kabar.

d. Wacana bergaya

Jadi, ragam bahasa adalah variasi bahasa yang terbentuk karena

pemakaian bahasa. Pemakaian bahasa itu dibedakan berdasarkan media

yang digunakan, topik pembicaraan, dan sikap pembicaranya. Laras

bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya.

Konsepsi antara ragam bahasa dengan laras bahasa saling terkait dalam

perwujudan aspek komunikasi bahasa. Laras bahasa akan memanfaatkan

ragam bahasanya.

2.4 Perlatihan

1) Jelaskan pengertian ragam bahasa!

2) Jelaskan pengertian laras bahasa!

3) Jelaskan hubungan ragam bahasa dan laras bahasa!

2.5 Ringkasan Materi

Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya, topik

yang dibicarakan, hubungan pembicara dan teman bicara, dan medium

pembicaraannya. Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan

untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Laras bahasa yang

paling terkemuka diajukan oleh Joos (1961) yang membagi lima laras

bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu (1) beku (frozen), (2) resmi

(formal), (3) konsultatif (consultative), (4) santai (casual), dan (5) akrab

(intimate).

2.6 Daftar Pustaka

Buku:

Alwi, Hasan dkk..2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Page 32: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

19

___________dan Leonie Agustina. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

Joos, M. 1961. The Five Clocks, New York: Harcourt, Brace and World.

Kamus:

Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Page 33: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

20

Page 34: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

21

BAB III

EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)

3.1 Deskripsi Mata Kuliah

Keterampilan berbahasa, salah satunya keterampilan bahasa

Indonesia, sangat diperlukan seorang muslim di Indonesia dalam

menjalankan aktivitas keagamaannya. Dalam menjalankan aktivitas

keagamaannya, seorang muslim memerlukan keempat keterampilan

berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan.

Keterampilan berbahasa Indonesia pun merupakan syarat mutlak bagi

mahasiswa Indonesia agar mampu mengutarakan pikirannya kepada

pihak lain secara efektif. Mata kuliah Bahasa Indonesia di Unisba

diharapkan menjadikan mahasiswa memiliki keterampilan komunikasi

yang baik dalam ranah keilmuan sekaligus untuk menjalankan aktivitas

keagamaannya. Dengan penguasaan atas pengetahuan fungsi-fungsi

bahasa serta ragamnya, keterampilan ejaan-tanda baca, kalimat,

paragraf, dan jenis wacana, serta mengkritisi dan memproduksi teks-teks

berdasarkan aneka sumber, mahasiswa diharapkan mampu menulis dan

berbicara dalam Bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik sebagai

wujud dari hakikat seorang muslim, yaitu khalifah di muka bumi yang

bertugas menyampaikan ajaran Islam yang rahmatan lil ‗alamin.

3.2 Capaian Pembelajaran

1. Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan ejaan berupa

pemakaian huruf kapital dan huruf miring yang benar, penulisan kata,

singkatan, angka, dan lambang bilangan yang benar.

2. Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan tanda baca yang

benar.

Page 35: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

22

3.3 Pengertian

Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan

bunyi-bunyi ujaran melalui huruf, menetapkan tanda-tanda baca,

memenggal kata, dan bagaimana menggabungkan kata. Jadi, bagaimana

menuliskan bahasa lisan dengan aturan-aturan tersebut itulah yang

berhubungan dengan ejaan (Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah, 2017: 10).

Dari segi bahasa, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan

bunyi-bunyi bahasa (kata, kalimat) dalam bentuk pemakaian huruf,

penulisan huruf kapital dan miring, penulisan kata, penulisan unsur

serapan, dan pemakaian tanda baca.

3.3.1 Ejaan di Indonesia

3.3.1.1 Ejaan van Ophuijsen

Pada tahun 1901 ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang

disebut Ejaan van Ophuijsen, ditetapkan. Ejaan tersebut dirancang oleh

van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma'moer dan

Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan ini

adalah sebagai berikut:

a. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang.

b. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer.

c. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan

kata-kata ma'moer, 'akal, ta', pa', dinamai'.

3.3.1.2 Ejaan Soewandi

Pada tanggal 19 Maret 1947 Ejaan Soewandi diresmikan

menggantikan Ejaan van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi

nama Ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan

pergantian ejaan itu adalah:

a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur.

Page 36: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

23

b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-

kata tak, pak, maklum, rakjat.

c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2,

ke-barat2-an.

d. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan

kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun,

disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.

3.3.1.3 Ejaan Melindo

Pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slamet

Mulyana-Syeh Nasir bin Ismail sebagai ketua) menghasilkan konsep ejaan

bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-

Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya

mengurungkan peresmian ejaan itu.

3.3.1.4 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia

meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru

itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul

Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan

pemakaian ejaan itu serta memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa

Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan

Istilah (Depdikbud, 1988: 158).

3.3.2 Lingkup Pembahasan Ejaan

1. pemakaian huruf kapital

2. pemakaian huruf miring

3. penulisan kata

4. penulisan unsur serapan

5. pemakaian tanda baca

Page 37: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

24

3.3.2.1 Huruf Kapital

Huruf kapital tidak identik dengan huruf besar meskipun istilah ini

biasa diperlawankan dengan huruf kecil. Istilah huruf kapital digunakan

untuk menandai satu bentuk huruf yang karena memiliki fungsi berbeda

dalam kata atau kalimat menjadi berbeda dari bentuk huruf lain meskipun

secara fonemis sebunyi. Huruf A (kapital) secara fonemis sebunyi dengan

a (kecil), tetapi karena fungsinya berlainan maka penampilan grafisnya

berbeda. Huruf kapital digunakan pada awal kalimat, nama tempat, nama

orang, dan lain-lain. Secara umum, penggunaan huruf kapital tidak

menimbulkan permasalahan. Kesalahan penulisan sering terjadi pada

penulisan kata Anda. Kata Anda harus selalu ditulis dengan (A) kapital

meskipun terletak di tengah atau di akhir kalimat.

Kesalahan yang banyak terjadi dalam penggunaan huruf kapital:

1. Dipakai untuk menuliskan pangkat, jabatan, gelar jika diikuti oleh

nama atau menjadi kata ganti atau menjadi sapaan.

Contoh :

Ia telah menjadi jenderal.

Ia adalah Profesor Sahlan.

2. Dipakai untuk menuliskan kata ganti Tuhan.

Contoh :

Kepada-Mu kami menyembah.

kepada Yang Mahakuasa

3. Dipakai untuk kata ganti kerabat bila diikuti nama, kata ganti, dan

sapaan.

Contoh :

Surat itu untuk ibu Lintang. (ibunya Lintang)

Surat itu untuk Ibu Lintang. (namanya Lintang)

Page 38: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

25

Catatan : kamu, kami, kita memakai huruf kecil apabila bukan di awal

kalimat karena merupakan kata ganti sejati.

4. Dipakai untuk singkatan nama lembaga, gelar, dan dokumen resmi.

Contoh :

awal kata : DPR, MPR, UUD ‘45, ITB

suku kata : Puskesmas, Unisba, Unpad

gelar : Dr., Prof., S.H., dr., S.E., Prof.Dr. Miftah Faridl.

5. Kata Anda harus selalu menggunakan huruf kapital.

6. Istilah geografi yang diikuti nama harus menggunakan huruf kapital.

Contoh :

Pulau Bidadari

Di Pulau Jawa banyak sungai, misalnya, Sungai Bengawan Solo.

3.3.2.2 Huruf Miring

Sebuah huruf, kata, atau kalimat ditulis dengan huruf miring untuk

membedakan dari huruf, kata, atau kalimat lain dalam sebuah kata,

kalimat, paragraf, atau karangan utuh. Huruf yang dicetak miring adalah

penanda yang mengacu ke beberapa informasi, antara lain sebagai

penekanan, kutipan dari bahasa asing, istilah latin, nama penerbitan

(koran, majalah, dan lain-lain). Jika ditulis dengan menggunakan mesin

tik manual atau tulisan tangan, huruf miring diganti dengan garis bawah.

Garis bawah hendaknya ditulis per kata, bukan per kalimat.

Penggunaan huruf miring:

1. Judul buku

Mahasiswa diwajibkan membaca ―Political Policy‖ dari Kekerasan

Politik.

Page 39: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

26

2. Alamat artikel

Kuntorini, Ririn Sri dan Mahaputra Aditya Pradana. 2014.

―Penggunaan Flouting dalam Tayangan Humor Opera van Java

sebagai Cermin Budaya Komunikasi Kontemporer‖ dalam

http://dx.doi.org/10.5614%2Fsostek.itbj.2014.13.3.7 (Kuntorini dan

Pradana, 2014: 228).

3. Kata asing

Setiap mahasiswa Unisba harus tawadhu ‗rendah hati‘.

3.3.2.3 Penulisan Kata

Beberapa hal yang termasuk ke dalam pembahasan tentang

penulisan kata adalah penulisan (1) kata dasar, (2) kata turunan, (3)

bentuk ulang, (4) gabungan kata, (4) kata ganti ku, mu, kau, dan nya,

(5) partikel, (6) singkatan dan akronim, dan (7) angka dan bilangan.

Kecuali gabungan kata (3), penulisan kata umumnya tidak menimbulkan

permasalahan.

Kesalahan penulisan gabungan kata umumnya ditemukan pada

istilah khusus yang salah satu unsurnya hanya digunakan dalam

kombinasi. Unsur gabungan kata yang demikian sering ditulis terpisah,

padahal seharusnya disatukan.

1. Tidak boleh ada satu huruf (fonem) yang terpencil pada awal atau

akhir baris.

Contoh yang salah:

…………………………i-

kan……………………..a-

sin……….dibungkus-

i………………………..

Page 40: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

27

2. Bila pada suatu kata terdapat dua konsonan atau lebih yang

berurutan, pemenggalannya setelah konsonan yang pertama.

Contoh : ab-strak vk-kkkvk

ak-rab vk-kvk

in-stan-si vk-kkvk-kv

3. Imbuhan (awalan dan akhiran) merupakan suku tersendiri.

Contoh : tu-lis-an

peng-ha-pus-an

4. Penggalan paling sedikit satu suku kata.

Contoh : dan, yang

eks-po-nen

eks-pan-si

trans-mi-gra-si

5. (di, ke) + (k. tempat) penulisannya terpisah

Contoh : di rumah ke luar x ke dalam

ke rumah keluar x masuk

di mana

dirumahkan

6. (per = tiap, melalui, demi) penulisannya terpisah

Contoh : per bulan

per bank

satu per satu

per- yang berupa awalan dituliskan bersambung dengan kata

dasarnya

Page 41: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

28

7. kata majemuk + (awalan dan akhiran) penulisannya disatukan

Contoh : diserahterimakan

bertanggung jawab

8. pun = juga penulisannya terpisah

Contoh : Kami pun datang.

Akan tetapi, walaupun/sekalipun ditulis disatukan.

Sekalipun dapat dipisah atau disatukan.

Sekalipun = walaupun penulisannya disatukan

sekali pun = satu kali juga penulisannya dipisah

9. Morfem terikat ditulis menjadi satu.

Contoh : maha- (mahasiswa, mahaluas)

tuna- (tunawisma, tunanetra)

swa- (swasembada, swalayan)

pra- (prasarana, prasejarah)

non- (nonaktif, non-Indonesia)

10. pukul 8.30, pukul 15.12

11. Rp 1.000.000,00

Rp 1.365.250,00

12. diindonesiakan

kebelanda-belandaan

13. se-Bandung Raya

14. Awal kalimat tidak boleh menggunakan angka.

Contoh : 25 orang mahasiswa……………(x)

Dua puluh lima orang mahasiswa….

Page 42: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

29

Catatan : Apabila letaknya di tengah, boleh dengan angka. Apabila

terdiri dari tiga kata atau lebih, boleh ditulis dengan angka. Akan

tetapi, bila bilangan tersebut terdiri atas dua kata atau kurang, harus

ditulis dengan huruf.

15. Kata ulang secara resmi harus menggunakan tanda hubung.

Contoh : kupu-kupu

rumah-rumah

16. ke-2 = kedua = II

50-an = lima puluhan

3.3.3 Penulisan Unsur Serapan

Sebagaimana diketahui, bahasa Indonesia diangkat dari bahasa

Melayu. Di dalam perkembangannya bahasa ini banyak menyerap dari

bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun asing. Bahasa Sunda, Jawa,

dan Batak adalah tiga contoh bahasa daerah yang banyak memperkaya

bahasa Indonesia. Sementara itu, bahasa asing yang banyak diserap

adalah bahasa Belanda, Inggris, Portugis, Sanskerta, Arab, dan Cina.

Secara umum dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia adalah

bahasa yang menulis bunyi. Artinya, pelafalan kita terhadap sebuah kata

asing, itulah yang ditulis dalam bahasa Indonesia meskipun tidak sama

(sebunyi) betul. Penulisan unsur serapan yang benar:

1. asas

asasi

2. sah

syah

3. saraf

4. syarat

sarat

5. rahmat

6. ahli

16. kuitansi

kuintal

ekuivalen

17. frekuensi

konsekuen

trotoar

18. manajemen

manajer

19. sistem

33. praktik

praktek

praktikum

34. standar

standardisasi

35. impor

ekspor

importir

36. hierarki

Page 43: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

30

7. hewan

8. akhlak

makhluk

akhir

khusus

9. hadir

10. pikir

pihak

pasal

paham

11. saat

doa

Jumat

12. izin

13. ijazah

jenazah

14. nikmat

maklum

makmur

15. kualitas

kuantitas

kuadrat

sistematis

sistematika

20. analisis

menganalisis

penganalisisan

21. hipotesis

22.hipotesis

23. pasien

24. protein

25. aero

aerobik

26. hemoglobin

27. objek

subjek

28. struktural

formal

29. aktif

aktivitas

30. produktif

produktivitas

31. magnet

planet

32. apotek

37. anarki

38. karisma

kromosom

39. materialistis

idealistis

40. realita

realistis

41. metode

katode

42. psikologi

psikolog

43. psikiatri

psikiater

44. jadwal

45. fungsi

fitnah

faedah

formalitas

formalistis

46. primer

sekunder

tersier

3.3.4 Pemakaian Tanda Baca

Kalimat yang baik harus didukung oleh penggunaan tanda baca

yang tepat. Para penulis sering tidak memperhatikan hal ini. Akibatnya,

masih banyak ditemukan kesalahan dalam pemakaian tanda baca

tersebut (Kabar Pendidikan, 2011: 1).

Pemakaian tanda baca dalam kalimat sangat penting bukan

hanya untuk ketertiban gramatikal, melainkan juga bagaimana gagasan

Page 44: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

31

yang dikemukakan bisa tersampaikan dengan baik. Manusia memahami

sesuatu dengan bahasa, tetapi karena bahasa pula manusia bisa salah

paham. Pemakaian tanda baca adalah salah satu cara untuk menghindari

kesalahpahaman tersebut.

3.4 Perlatihan

(i) Pemakaian Huruf yang Benar

1. Yang membedakan dari tahun sebelumnya barangkali hanya faktor

terkait seperti Fase bulan pada tiap hujan meteor dan waktu

berlangsungnya oposisi planet Supermoon dan Minimoon

2. Direktorat jenderal mineral dan batubara minerba kementerian

energi dan sumber daya mineral ESDM memperkirakan kinerja

Perusahaan pertambangan batubara di Indonesia belum membaik

tahun depan harga yang masih rendah membuat Pemerintah

memperkirakan target produksi batubara tahun depan sebesar 413

juta ton terlampau tinggi untuk diraih

3. Pantai santolo adalah salah satu destinasi wisata jawa barat yang

cantik

4. Dalam buku marketing hermawan menjelaskan prediksi

Perekonomian Indonesia mendatang

5. Artikel mahasiswa berkompetensi sebagai salah satu pemrakarsa

tegaknya kurikulum dalam proses pbm mendapat juara pertama

Lomba Essai dikti 2016

6. Silakan anda menuju meja pendaftaran untuk mengisi Formulir yang

disediakan

7. Durian Montong banyak dibuat dalam berbagai bentuk penganan

8. Mesjid di semarang adalah salah satu replika Mesjid di mekah

9. Minggu lalu Ketua Komisi telah digantikan oleh pak saluto

Page 45: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

32

10. Sinar Matahari sangat baik untuk pertumbuhan tulang jika belum

sampai pukul 10 pagi

11. Jarak gunung utara dan selatan mencapai 17.000.000 Kilometer

12. Menjelang tahun baru 2017 tol cisomang mengalami pergeseran

kedudukan

13. Generasi z banyak mengalami Duplikasi Sindrom

14. Beberapa bulan belakangan ini banyak terjadi Fenomena

Kebhinekaan di Negara kita

15. Sudahkah kamu mendatangi ibumu di jawa timur?

(ii) Penulisan Kata

1.

a) multifungsi

b) pasca sarjana

c) saptakrida

d) purna bakti

e) antarpartai

2.

a) kemudian

b) kedua puluh lima

c) ke-3000

d) di antaranya

e) diluar kota

3.

a) lima kantong baju

b) baju lima kantong

c) kantong baju ada

lima

d) lima kantong-baju

e) lima-kantong-baju

4.

a) maha pengampun

b) maha sempurna

c) maha esa

d) Tuhan itu

mahaesa

e) Tuhan Yang Maha

Bijaksana

5.

a) mesin sidik jari

b) mesin sidik-jari

c) tanya-jawab

d) ketidak

sempurnaan

e) sambung

menyambung

6.

a) ke luar-masuk

b) kesinikan

c) di mana

d) di luar negeri

e) keluar negeri

Page 46: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

33

7.

a) pukul 11.30.09

b) pukul 11:30

c) di semua propinsi

d) non Indonesia

e) nonpendatang

8.

a) d/a

b) d.a.

c) hlm.

d) hal.

e) h.

9.

a) Rp 20.000,-

b) Rp 20.000,00

c) A.L. Maharani

d) Sdr./i.

e) Afrah.Lintang.M.

10.

a) Ia menangis, lalu

tertawa

b) Ia sedang

membuka buka

buku

c) sekalipun

d) sekali pun

e) diendorse

11.

a) 80 orang dosen

melakukan

pengabdian.

b) Delapan puluh

orang dosen

melakukan

pengabdian.

c) 11 orang

mendapat

penghargaan

dari Ridwan

Kamil.

d) Sebelas orang

mendapat

penghargaan

dari Ridwan

Kamil.

e) Unisba

memperoleh

subsidi Jabar

sebesar 690 juta.

12.

a) seperempat

b) sepertiga puluh

c) dua per tiga

d) dua-puluh-sembilan

perenam

e) dua-puluh dua-

perenam

Page 47: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

34

13.

a) kutulisi

b) dia kirim

c) kosponsor

d) kesini

e) per kapita

14.

a) menghancur-

leburkan

b) ketidak-pekaan

c) selarik

d) rata-rata

e) rerata

15.

a) pendayaan guna

b) pendayagunaan

c) pendayaan guna

d) pemberiampunan

e) pemberi ampunan

(iii) Penulisan Unsur Serapan

1.

a) aselerasi

b) akselerasi

c) kharakter

d) karakter

2.

a) legalisir

b) legalisasi

c) infokus

d) infocus

3.

a) teoritis

b) teoritis

c) anulir

d) ralat

4.

a) kualitas

b) kwalitas

c) jadwal

d) jadual

5.

a) analisis

b) analisa

c) standardisasi

d) standarisasi

6.

a) kompleks

b) komplek

c) resiko

d) risiko

7.

a) varitas

b) varietas

c) hirarki

d) hierarki

8.

a) survey

b) survey

c) polio

d) folio

9.

a) mikrosoft

b) microsoft

c) paham

d) faham

10.

a) pikir

b) fikir

c) pihak

d) fihak

11.

a) aeromodeling

b) eromodeling

c) automotif

d) otomotif

12.

a) ijasah

b) ijazah

c) jenasah

d) jenazah

Page 48: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

35

13.

a) personil

b) metodologi

c) sistem

d) sistimatis

14.

a) syarat

b) sarat

c) sah

d) syah

15.

a) praktek

b) praktik

c) apotek

d) apotik

16.

a) kurikuler

b) koordinasi

c) kaidah

d) kaedah

17.

a) kartun

b) karton

c) materil

d) material

18.

a) dialektik

b) dialektika

c) hipotesa

d) hipotesis

19.

a) fisik

b) fisika

c) donlot

d) unggah

20.

a) propinsi

b) provinsi

c) konferensi

d) konperensi

21.

a) pul

b) pool

c) pruf

d) proof

22.

a) asasi

b) azazi

c) fase

d) pase

23.

a) hidraulik

b) hidrolik

c) haemoglobin

d) hemoglobin

24.

a) sekira

b) kiranya

c) terdiri atas

d) terdiri dari

25.

a) akhirat

b) akherat

c) makhluk

d) khalik

(iv) Pemakaian Tanda Baca yang Tepat

1. Penelitian modern menggunakan biologi neurologi ilmu kognitif dan

teori informasi untuk mempelajari cara otak memroses bahasa.

2. Jusuf Sjarif Badudu -lahir di Gorontalo Keresidenan Celebes en

Onderhoorigheden 19 Maret 1926 meninggal di Bandung, Jawa

Barat, 12 Maret 2016 pada umur 89 tahun adalah pakar bahasa.

Page 49: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

36

3. Jika bahasa Indonesia adalah bahasa ―SOP‖, maka "Adi lantai

menyapu" akan menjadi kalimat yang umum, alih-alih "Adi menyapu

lantai".

4. Di antara bahasa-bahasa alami yang mementingkan urutan unsur

kalimat karena SOP merupakan jenis urutan yang paling banyak

digunakan, diikuti oleh subjek, predikat, objek (SPO).

5. Pandawa lima adalah sebutan lima bersaudara putra dari Pandu

Dewanata yakni Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

6. Marketing Journal, 2nd edition (2015) 11: 3.

7. Komentar tentang ―Flyover‖ dimuat dalam ―Pikiran Rakyat‖ hari ini.

8. "Flyover lagi testing aja, nanti dibuka permanen hari Sabtu. Hari ini

cuma ngetes saja buka resmi hari Sabtu, ucap Emil, sapaan akrabnya.

Tadi pagi, kata Emil, Dinas Perhubungan bersama aparat kepolisian

telah melakukan uji coba perdana untuk mengecek pola lalu lintas di

jembatan sepanjang 400 meter itu.‖

9. Dalam pengerjaan jembatan layang (flyover) Antapani hanya akan

memakan waktu sekitar enam bulan dengan biaya yang relatif murah

sekitar Rp. 35 miliar.

10. "Kementerian Dalam Negeri belum mengirim blangko e-KTP sejak

Oktober. Jadi sampai sekarang blangko e-KTP kosong," kata Jaka,

Selasa 27/12/2016.

3.5 Ringkasan Materi

Ejaan ialah keseluruhan aturan bagaimana melambangkan bunyi

ujaran melalui huruf, menetapkan fungsi tanda baca, memenggal kata,

dan bagaimana menggabungkan kata. Cakupannya meliputi pemakaian

huruf, penulisan huruf kapital dan miring, penulisan kata, penulisan unsur

serapan, dan pemakaian tanda baca.

Page 50: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

37

3.6 Daftar Pustaka

Moeliono, Anton (Ed). 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Nababan, P.WJ. 1986. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Nazar, Noarzisri A, 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah.

Bandung: Humaniora Utama Press.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Dari internet

Kabar Pendidikan. 2011. ―Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan

Sintaksis‖ dalam (http:/untuk%20buku%20ajar/Hubungan%20

Semantik,%20Fonologi,%20Morfologi,%20dan%20Sintaksis%20-

%20Kabar%20Pendidikan.htm).

Page 51: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

38

Page 52: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

39

BAB IV

TATA KATA

4.1 Deskripsi Mata Kuliah

Keterampilan berbahasa, salah satunya keterampilan bahasa

Indonesia, sangat diperlukan di Indonesia dalam menjalankan aktivitas.

Dalam menjalankan aktivitas keagamaannya, seseorang memerlukan

keempat keterampilan berbahasa, yaitu membaca, menulis, berbicara,

dan mendengarkan. Keterampilan berbahasa Indonesia pun merupakan

syarat mutlak bagi mahasiswa Indonesia agar mampu mengutarakan

pikirannya kepada pihak lain secara efektif. Mata kuliah Bahasa Indonesia

di Unisba diharapkan menjadikan mahasiswa memiliki keterampilan

komunikasi yang baik dalam ranah keilmuan sekaligus untuk menjalankan

aktivitas keagamaannya. Dengan penguasaan atas pengetahuan fungsi-

fungsi bahasa serta ragamnya, keterampilan ejaan tanda baca, kalimat,

paragraf, dan jenis wacana, serta mengkritisi dan memproduksi teks-teks

berdasarkan aneka sumber, mahasiswa diharapkan mampu menulis dan

berbicara dalam Bahasa Indonesia laras ilmiah dengan baik sebagai

wujud dari hakikat seorang muslim, yaitu khalifah di muka bumi yang

bertugas menyampaikan ajaran Islam yang rahmatan lil ‗alamin.

4.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat membentuk kata dasar menjadi kata berimbuhan,

kata ulang, dan kata majemuk, serta menggunakannya dan menerapkan

pola pikir pengimbuhan dalam kalimat.

4.3 Pengertian

Berbagai media yang digunakan sebagai sarana penyampaian

informasi, baik secara lisan maupun tertulis, sampai atau tidaknya pesan

yang hendak disampaikan bergantung pada bahasa yang digunakan.

Penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami akan

menjadikan pesan lebih mudah diterima karena bahasa adalah alat

Page 53: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

40

komunikasi (Kuntorini dan Pradana, 2014: 228). Tata kata menjadi

perangkat untuk memfungsikan nahasa sebagai alat komunikasi.

Tata kata ialah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk

kata serta fungsi perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik

maupun fungsi semantik. Yang dimaksud dengan kata adalah satuan

gramatikal bebas yang terkecil (Kushartanti, 2007:151). Kata disusun oleh

satu atau beberapa morfem. Morfem merupakan satuan hasil abstraksi

wujud lahiriah atau bentuk(-bentuk) fonologisnya (Kushartanti, 2007:

146). Kata bermorfem satu disebut kata monomorfemis, sedangkan kata

bermorfem lebih dari satu disebut kata polimorfemis. Dalam kalimat Amin

sedang mempelajari soal itu, misalnya, terdapat empat kata

monomorfemis, yaitu Amin, sedang, soal, dan itu, dan satu kata

polimorfemis, yaitu mempelajari. Penggolongan kata menjadi

monomorfemis dan polimorfemis adalah penggolongan berdasarkan

jumlah morfem yang menyusun kata.

Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis

yang berupa perangkaian modern. Kata seperti Amin, sedang, soal, dan

itu dapat dianggap tidak mengalami proses morfologis, sedangkan kata

seperti mempelajari dan persoalan merupakan kata hasil suatu proses

morfologis.

4.3.1 Pembentukan Kata dengan Pengimbuhan

Salah satu contoh proses morfologis ialah pengimbuhan atau

afiksasi (penambahan afiks). Penambahan afiks dapat dilakukan di depan

(prefiks), di tengah (infiks), di belakang (sufiks), atau di depan dan

belakang (sirkumfiks) morfem dasar. Ada beberapa macam imbuhan

dalam bahasa Indonesia, yaitu:

1. Awalan : ber-, per-, meng-, di-, ter-, se-, peng–

2. Sisipan : -el-, -em-, -er-, -in-

3. Akhiran : -kan, - i, -an , -nya, -is, isme, -wan

Page 54: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

41

4. Gabungan imbuhan : ber-kan, ber-an, per–an, pe–an, per-i, me-kan,

memper-, memper–kan, memper–i (Depdikbud, 1988: 70).

Contohnya adalah sebagai berikut:

Awalan berpraktik

menganalisis

penerbit

sebanding

terukur

Sisipan gerigi

gemuruh

gelosok

Akhiran tindaki

tindakan

pagukan

Gabungan penyatuan

persatuan

kesatuan

Afiks selalu merupakan morfem terikat, sedangkan morfem dasar dapat

berupa morfem bebas atau morfem terikat. Berikut ini beberapa contoh

morfem dasar yang terikat: aju, cantum, elak, genang, giur, huni,

imbang, jelma, jenak, kitar, lancong, paut.

Perulangan atau reduplikasi merupakan contoh proses morfologi yang

lain. Perulangan dapat bersifat penuh atau sebagian. Perulangan dapat

pula disertai perubah fonologis. Contohnya adalah sebagai berikut:

anak-anak, gunung-gunung

sekali-sekali, seorang-seorang

Page 55: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

42

sekali-kali, berturut-turut

kehijau-hijauan, berkejar-kejaran

tetamu, lelaki

tali-temali, gilang-gemilang

sayur-mayur, gerak-gerik

Proses morfologis yang membentuk satu kata dari dua (atau lebih dari

dua) morfem dasar disebut pemajemukan atau komposisi. Jika kata

barangkali, hulubalang, jajaran genjang, kaki lima, peribahasa, rajawali

masing-masing dianggap sebagai satu kata, semuanya merupakan hasil

pemajemukan.

Proses morfologis ada yang produktif dan ada yang tidak produktif.

Proses morfologis disebut produktif jika proses itu dapat dijalankan dalam

pembentukan kata-kata baru. Afiksasi dalam bahasa Indonesia pada

umumnya bersifat produktif. Contoh kata: mengorbit, menyandera,

pengelolaan, kesinambungan, dan pemerian memperlihatkan

keproduktifan me-, pe-an, ke-an. Proses morfologis yang tidak produktif

tidak dipakai lagi untuk membentuk kata baru.

4.3.2 Hukum dalam Pembentukan Kata

Dalam tata kata dikenal adanya Hukum Van der Took yang

mengatakan bahwa apabila kata-kata dasar diawali oleh huruf-huruf k, p,

t, dan s mendapat prefiks me- dan pe-, akan mengalami peluluhan.

Peluluhan yang dihasilkan:

/k/ ―› /ng/ /ŋ /

/p/ ―› /m/

/t/ ―› /n/

/s/ ―› /ny/ /ñ /

Berdasarkan hukum tersebut maka muncul beberapa aturan dalam tata

kata:

Page 56: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

43

1. me- + kapur = mengapur

kuning = menguning

kecil = mengecil

2. me- + padu = memadu

putar = memutar

pendam = memendam

3. me- + tambah = menambah

tukas = menukas

tembak = menembak

4. me- + silang = menyilang

suap = menyuap

samping = menyamping

Catatan : pada kata kaji, dapat mengaji (mendaras) atau mengkaji

(menelaah).

4.3.3 Ketidakajegan Kata

Ada beberapa ketidakjegan dalam tata kata bahasa Indonesia.

Salah satunya adalah jika kata-kata dasar yang berawalan huruf k, p, t,

dan s yang berupa tumpuan konsonan atau kluster dan mendapat awalan

me- akan mengalami peluluhan, sedangkan jika mendapat awalan pe-

tidak akan meluluh.

1. me- + kristal = mengkristal

standardisasi = menstandardisasikan

protes = memprotes

2. pe- + produksi = pemroduksi

transfer = pentransfer

Page 57: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

44

4.3.4 Perbedaan Penggunaan Awalan ber- dan ter-

Awalan ber- dan ter- jika mengimbuhi kata dasar yang memiliki

huruf –er-, akan berbeda dengan kata dasar yang memiliki huruf –ar- dan

–or-.

ber- + derma = bederma

argumen = berargumen

organisasi = berorganisasi

ber - + -er- = be-

-ar- = ber-

-or- = ber-

4.3.5 Rumus Pembentukan Kata

1. Kenali dan pastikan bentuk dasarnya.

2. Kenali dan pastikan bentuk terikat yang mengimbuhinya.

Contoh:

a. kontrakkan : kontrak + -kan

b. kontrakan : kontra + -kan

Perhatikan pula bentuk tumpukan / tumpukkan, pertunjukan /

pertunjukkan.

4.3.6 Perubahan Bunyi

Terdapat beberapa perbedaan perubahan bunyi seperti berikut:

1. Awalan ber- bervariasi menjadi bel- jika diserangkaikan dengan kata

ajar.

2. Awalan me- bervariasi menjadi menge- jika diserangkaikan dengan

bentuk dasar yang terdiri atas satu suku kata.

Page 58: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

45

Contoh:

me- + bom = mengebom

me- + tik = mengetik

me- + lap = mengelap

4.3.7 Kata Majemuk

4.3.7.1 Batasan dan Ciri-ciri Kata Majemuk

Kata majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua kata yang

berhubungan secara padu dan hasil penggabungan itu menimbulkan

makna baru. Kata majemuk mempunyai ciri-ciri:

1. gabungan kata itu menimbulkan makna baru;

2. gabungan kata itu tidak dapat dipisahkan;

3. gabungan kata itu tidak dapat disisipi unsur lain;

4. tidak dapat diganti salah satu unsurnya;

5. tidak dapat dipertukarkan letak unsur-unsurnya.

4.3.7.2 Sifat Kata Majemuk

1. Kata majemuk eksosentris

Adalah kata majemuk yang antarunsurnya tidak saling

menerangkan.

Contoh: laki bini, tua muda, tikar bantal.

2. Kata majemuk endosentris

Adalah kata majemuk yang salah satu unsurnya menjadi inti

sedangkan unsur lain menerangkannya.

Contoh: rumah sakit, panjang tangan, sapu tangan.

Page 59: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

46

4.3.7.3 Kata Majemuk dan Frasa

Persamaan kata majemuk dan frasa adalah keduanya merupakan

gabungan kata. Perbedaannya adalah kata majemuk menghasilkan

makna baru, sedangkan pada frasa gabungan kata itu tidak menimbulkan

makna baru. Contoh:

Kata Majemuk Frasa

rumah tangga rumah tembok

rumah sakit orang sakit

sarjana muda orang muda

4.3.8 Proses Pengulangan (Reduplikasi)

Ramlan (1987: 63) mengatakan bahwa hasil pengulangan disebut

kata ulang, sedangkan satuan yang diulang merupakan bentuk dasar.

Apabila tidak ada bentuk dasarnya, maka kata itu bukanlah hasil dari

proses pengulangan atau bukanlah kata ulang. Pemahaman ini penting

dalam menyikapi kasus berikut. Kata gelas-gelas, berjalan-jalan, serba-

serbi merupakan kelompok proses pengulangan karena terdapat bentuk

dasar gelas, jalan, serba. Kata alun-alun, undang-undang, kura-kura, dan

kupu-kupu merupakan kelompok yang tidak melalui proses pengulangan,

atau dengan kata lain kata-kata tersebut tidak memiliki bentuk dasar.

4.3.8.1 Pengulangan Seluruh

Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar,

tanpa perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan pembubuhan

afiks. Misalnya, buku menjadi buku-buku, gol menjadi gol-gol, pengajuan

menjadi pengajuan-pengajuan, perkataan menjadi perkataan-perkataan.

4.3.8.2 Pengulangan Sebagian

Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian dari bentuk

dasarnya. Dengan kata lain, bentuk dasar tidak diulang seluruhnya.

Hampir semua bentuk dasar pengulangan golongan ini berupa bentuk

Page 60: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

47

kompleks. Misalnya, membaca menjadi membaca-baca, mengemas

menjadi mengemas-ngemasi, minum menjadi minum-minuman, perlahan

menjadi perlahan-lahan, mencari menjadi mencari-cari. Namun, ada juga

bentuk dasar pengulangan berupa bentuk tunggal. Misalnya, laki menjadi

lelaki, tamu menjadi tetamu, berapa menjadi beberapa, pertama menjadi

pertama-tama, serta segala menjadi segala-gala. Kata pertama dan

segala merupakan bentuk tunggal karena dalam deretan morfologik tidak

ada satuan terkecil dari kedua kata tersebut.

4.3.8.3 Pengulangan yang Berkombinasi dengan Proses

Pembubuhan Afiks

Dalam pengulangan jenis ini, pengulangan bentuk dasar disertai

dengan penambahan afiks secara bersama-sama atau serentak dan

bersama-sama pula mendukung satu arti dan fungsi. Misalnya, kata

kapal-kapalan, merupakan hasil pengulangan bentuk dasar dengan

penambahan afiks. Bentuk dasar kata ulang itu adalah kapal, tetapi

bukan *kapalan atau kapal-kapal. Dikatakan demikian karena kapalan

tidak pernah dijumpai dalam pemakaian sehari-hari, sedangkan kapal-

kapal yang berarti ―banyak kapal‖ tidak ada kesinambungan arti dengan

kapal-kapalan yang berarti ―menyerupai kapal‖.

Contoh lain dari pengulangan yang berkombinasi dengan

pembubuhan afiks adalah:

lincah menjadi selincah-lincahnya

baik menjadi sebaik-baiknya

kuning menjadi kekuning-kuningan (Kabar Pendidikan, 2011: 1)

4.3.8.4 Pengulangan dengan Perubahan Fonem

Dalam jenis ini, kata ulang yang pengulangannya termasuk jenis ini

sebenarnya sangat sedikit. Di samping kata bolak-balik, terdapat kata

kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari perbandingan tersebut,

dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar

Page 61: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

48

balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan fonem, yaitu dari /a/

menjadi /o/, dan /i/ menjadi /a/.

4.4 Perlatihan

A. Pilihlah bentukan kata yang benar/dibenarkan!

1. seruan/menyerukan/memperserukan/penyeru/diserukan/penyeruan

2. dicalonkan/mencalonkan/pekerjaan/pengerjaan/pengkerjaan/

pencalonan

3. persamaan/penyamaan/mempersamakan/bersama/menyamakan

4. wartawan/pewarta/ilmuawan/fisikawan/agamawan/sastrawan

5. menukar/menukarkan/pertukaran/penukaran/penukar/ditukar

6. berdebat/memperdebatkan/pemerdebat/perdebatan/pedebat/

pengdebat

7. pengeluaran/mengeluarkan/luaran/luarkan

8. perajin/pengrajin/pelepasan/penglepasan/perusak/pengrusak

9. andal/handal/anutan/panutan/paguyuban/pagelaran/pergelaran

10. beserta/bercermin/terperdaya/terpercaya/tepercik

11. mengkloni/mengklonikan/mencatkan/mengecatkan/pemboran/

pengeboran

12. memodernisasikan/dimodernisir/pemodernan

13. pertanggunganjawab/pertanggungjawaban/menterjemahkan/

menerjemahkan

14. pemrogram/memrogaman/pemrakarsa/penyetabilan/penstabilan

15. menyejajarkan/menyejahterakan/mengeyampingkan/

menyampingkan

Page 62: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

49

B. Gunakanlah bentukan kata berikut dalam kalimat dengan tepat!

1. andil; keandilan; keterandilan

2. memberhentikan; menghentikan; perhentian; pemberhentian

3. pemimpin; kepemimpinan; terpimpin; pimpinan

4. pengeras; pengerasan; perkeras; perkerasan; kekerasan

5. memenangi; memenangkan; menugasi; menugaskan

6. penggabungan; penyatuan; gabungan; persatuan; satuan

7. reformis; reformasi; mekanisasi; mekanis; mekanik

8. berterima; keberterimaan; rerata; pemerataan

9. perekayasa; merekayasa; rekayasa; perekayasaan

10. derma; dermawan; kedermawanan; pendermaan; penderma

11. santunan; penyantun; penyantunan; menyantuni; menyantunkan

12. peta; petaan; pemetaan; perpetaan; pemeta

C. Pilihlah bentukan kata yang tepat untuk mengisi bagian yang kosong

pada kalimat berikut!

1. Penduduk Bandung……rata-rata sepertiga waktu malamnya untuk

bermunajat kepada Sang Pencipta.

a. kehabisan b. menghabiskan c. menghabisi

2. Dalam acara yang dihadiri lebih dari 3.000 orang marketer, 500

perusahaan dan 50 pembicara tersebut ………….. sebagai ajang temu

marketer terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara tersebut.

a. mengakui b. memandang c. diakui

3. Pakar ekonomi Hermawan memaparkan, teknologi memang sangat

……….. saat ini, khususnya untuk sebuah trik pemasaran.

a. membutuhkan b. dibutuhkan c. kebutuhan

Page 63: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

50

4. Namun, pembenahan perundangan ……….. tidak dengan motivasi

pidana sebab pascareformasi, lahir 600 jenis delik pidana baru.

a. bersemangat b. menyemangati c. disemangati

5. Dinamika hukum yang terjadi dalam rentangan tahun 2016 ini akan

disorot pada dunia peradilan. ……. hukum termasuk lembaga

pemasyarakatan, persoalan peraturan perundang-undangan serta

budaya hukum di masyarakat Indonesia.

a. penegakan b. ditegakkan c. menegakkan

6. Emosi yang biasanya tinggi tersebut pada akhirnya dapat ………….. ke

dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti halnya bingung, emosi

berkobar-kobar ataupun mudah meledak, bertengkar, tidak bergairah,

pemalas, dan juga membentuk self-defense mechanism.

a. dimanifestasikan b. termanifestasikan c. memanifestasikan

7. Perasaan kosong tersebut ……….. seorang yang baru saja beranjak

dewasa akan dituntut untuk berubah dalam bersikap maupun

memposisikan dirinya dalam masyarakat.

a. dikarenakan b. menyebabkan c. berakibat

8. Fenomena langit tahun 2017 bagi pengamat di Indonesia mungkin

tidak akan terlalu menakjubkan karena hampir semuanya adalah

fenomena yang memang setiap tahun bisa ………. seperti hujan

meteor, oposisi planet, supermoon, dan minimoon.

a. teramati b. mengamati c. diamati

9. Rematik adalah penyakit yang menimbulkan rasa sakit akibat otot atau

………….. yang mengalami peradangan dan pembengkakan.

a. sendi b. persendian c. penyendian

Page 64: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

51

10. Batubara -bahan bakar fosil- adalah sumber energi terpenting untuk

………… listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk

produksi baja dan semen.

a. pembangkitan b. pembangkit c. Membangkitkan

4.5 Ringkasan Materi

Tata kata atau morfologi ialah ilmu bahasa yang membicarakan

seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap

golongan dan arti kata. Dilihat dari bentuknya, kata dapat digolongkan ke

dalam lima bentuk: kata/bentuk dasar, berimbuhan, ulang, pengimbuhan,

dan majemuk. Kata berimbuhan dapat dibentuk melalui penggunaan

awalan, akhiran, sisipan, dan gabungan awalan dan akhiran.

Pengimbuhan awalan me-/meng- mengalami perubahan bunyi

bergantung pada bunyi awal kata dasar. Demikian pula awalan pe-/peng-

dan ber-. Berikut paradigma pembentukan kata.

Kata dasar diathesis proses ikhwal pelaku hasil

temu menemukan penemuan pertemuan penemu temuan

bertemu

4.6 Daftar Pustaka

Alwi, H. et.al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka.

Badudu, JS. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT.

Gramedia.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT.

Gramedia.

Depdikbud RI. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Effendi, S. (Ed.) 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:

Pusat Bahasa.

Page 65: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

52

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona

Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Moeliono, Anton (Ed). 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Mulyono, Iyo. 2016. Bahasa Indonesia: Serba-Serbi Problematik

Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Nababan, P.WJ. 1986. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Nazar, Noarzisri A, 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah.

Bandung: Humaniora Utama Press.

Ramlan, M. 1987. Sintaksis Ilmu Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UP

Karyono.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1.250 Entri, Kajian Sastra, Seni,

dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Dari internet

Kabar Pendidikan. 2011. ―Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan

Sintaksis‖ dalam (http:/untuk%20buku%20ajar/Hubungan%20

Semantik,%20Fonologi,%20Morfologi,%20dan%20Sintaksis%20-%

20Kabar%20Pendidikan.htm).

Kuntorini, Ririn Sri dan Mahaputra Aditya Pradana. 2014. ―Penggunaan

Flouting dalam Tayangan Humor Opera van Java sebagai Cermin

Budaya Komunikasi Kontemporer‖ dalam http://dx.doi.org/10.5614

%2Fsostek.itbj.2014.13.3.7.

Page 66: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

53

BAB V

TATA KALIMAT

5.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi paparan mengenai tata kalimat dalam bahasa

Indonesia. Penjelasan mengenai batasan kalimat, unsur kalimat, jenis

kalimat, dan kalimat yang efektif, mahasiswa diharapkan dapat menulis

karya ilmiah atau karya kreatif lainnya dengan tata kalimat yang tepat

dan logis secara struktur bahasa Indonesia.

5.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami unsur-unsur kalimat.

2) Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis-jenis kalimat.

3) Mahasiswa dapat memahami dan menulis dengan kalimat efektif.

5.3 Pengertian Kalimat

Berdasarkan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, kalimat adalah

satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang

mengungkapkan pikiran yang utuh. Kalimat merepresentasikan gagasan

yang terdapat dalam pikiran kita. Kalimat tanya merepresentasikan

sebuah pertanyaan yang ada dalam pikiran kita. Kalimat seruan ataupun

perintah merepresentasikan hal yang kita serukan dan perintahkan dalam

pikiran kita. Oleh karena itu, kalimat dikatakan mengungkapkan pikiran

yang utuh.

Kalimat disebut sebagai satuan bahasa terkecil karena kalimat yang

menjadi satuan dasar pembentuk sebuah wacana. Wacana terbentuk

apabila ada dua kalimat atau lebih yang letaknya berurutan dan sesuai

dengan kaidah wacana. Perhatikan contoh di bawah ini.

(1) Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi

telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan,

Page 67: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

54

utamanya pendidikan tinggi. Kini, ruang kuliah bukan lagi satu-

satunya tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Mengapa

bisa begitu? Pasalnya, kehadiran internet membuat siapa saja,

termasuk mahasiswa, dapat mengakses informasi dari berbagai

sumber (Venus, 2002).

Contoh (1) terdiri atas empat kalimat. Jika diuraikan, wacana di atas

terdiri atas kalimat-kalimat sebagai berikut.

(2)

a. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan

komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia

pendidikan, utamanya pendidikan tinggi.

b. Kini, ruang kuliah bukan lagi satu-satunya tempat berlangsungnya

proses belajar mengajar.

c. Mengapa bisa begitu?

d. Pasalnya, kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk

mahasiswa, dapat mengakses informasi dari berbagai sumber.

Tiga kalimat diakhiri tanda titik, yaitu kalimat pertama, kedua, dan

keempat. Kalimat yang diakhiri dengan tanda titik biasa disebut kalimat

berita atau kalimat deklaratif. Satu kalimat diakhiri tanda tanya, yaitu

kalimat ketiga. Kalimat yang diakhiri oleh tanda tanya disebut kalimat

interogatif.

Berdasarkan contoh nomor (1) dan (2) terlihat struktur sebuah

kalimat ragam bahasa tulis sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan

predikat. Contoh (2a) menunjukkan kalimat yang terdiri atas subjek,

predikat, dan keterangan. Subjek untuk contoh (2a) adalah ‗globalisasi

yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi‘. Predikatnya

adalah ‗telah menimbulkan pergeseran paradigma‘. Keterangan diisi oleh

‗dalam dunia pendidikan, utamanya pendidikan tinggi‘.

Page 68: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

55

Predikat pada kalimat (2a) berupa verba. Pengisi predikat sering

kali ditemukan adalah verba (kata kerja). Namun, tak hanya verba (kata

kerja), nomina (kata benda) atau ajektiva (kata sifat) pun dapat mengisi

predikat.

5.4 Unsur Kalimat

Sebelumnya telah disebutkan, kalimat pada ragam bahasa tulis

minimal terdiri atas subjek dan predikat. Subjek dan predikat adalah

bagian dari unsur-unsur kalimat. Kedua unsur tersebut merupakan unsur

yang wajib ada pada sebuah kalimat. Selain subjek dan predikat, unsur-

unsur lain dapat dihilangkan tanpa mengganggu keutuhan sebuah kalimat

dan maknanya.

Seperti contoh (2a) yang terdiri atas unsur subjek, predikat, dan

keterangan. Unsur keterangan pada contoh (2a), yaitu ‗dalam dunia

pendidikan, utamanya pendidikan tinggi‘ dapat dihilangkan tanpa

mengganggu bagian yang tersisa dalam kalimat tersebut. Perhatikan

penjelasan di bawah ini.

(3)

a. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan

komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia

pendidikan, utamanya pendidikan tinggi.

b. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan

komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma.

c. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan

komunikasi.

d. Telah menimbulkan pergeseran paradigma.

Kalimat (3b) dihilangkan unsur keterangannya. Baik makna

ataupun strukturnya masih dapat diterima dan dipahami. Gagasan dari

kalimat itu pun tersampaikan. Berbeda dengan kalimat (3c) yang

dihilangkan unsur predikatnya dan kalimat (3d) yang dipisahkan dari

Page 69: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

56

subjek, walaupun berterima tetapi gagasan dari kedua kalimat tersebut

tidak tersampaikan dengan sempurna.

Hal tersebut membuktikan bahwa unsur keterangan dalam sebuah

kalimat dapat dihilangkan tanpa mengganggu unsur yang lainnya.

Berbeda ketika unsur subjek dan predikat yang dihilangkan, gagasan utuh

sebuah kalimat menjadi tidak jelas.

Tersampaikan atau tidaknya sebuah gagasan pada kalimat menjadi

salah satu indikator efektif atau tidaknya sebuah kalimat. Untuk

membentuk kalimat yang efektif, seluruh unsur yang dibutuhkan untuk

membangun sebuah kalimat harus ada. Unsur-unsur kalimat tersebut

dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Subjek

Untuk mengetahui unsur kalimat yang disebut subjek dapat dilakukan

dengan cara mengajukan pertanyaan siapa atau apa berdasarkan

predikat. Contohnya kalimat ‗Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi

informasi dan komunikasi telah menimbulkan pergeseran paradigma

dalam dunia pendidikan, utamanya pendidikan tinggi‘. Kita ajukan

pertanyaan apakah yang menimbulkan pergeseran paradigma?

Jawabannya adalah globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi

dan komunikasi. Frasa globalisasi yang diiringi lompatan teknologi

informasi dan komunikasi inilah yang mengisi unsur subjek.

2. Predikat

Unsur predikat dalam kalimat diketahui dari jawaban atas pertanyaan

bagaimana dan mengapa. Dalam contoh kalimat sebelumnya, predikat

adalah ‗telah menimbulkan pergeseran paradigma‘. Hal tersebut

berdasarkan jawaban atas pertanyaan ‗bagaimana globalisasi yang diiringi

lompatan teknologi informasi dan komunikasi?‘

Page 70: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

57

3. Objek

Unsur objek hanya muncul pada kalimat yang berbentuk transitif. Kalimat

transitif adalah kalimat yang memerlukan kehadiran objek untuk

menyampaikan gagasannya. Contohnya adalah kalimat ‗setiap kalimat

yang dituliskan hendaknya memiliki satu makna‘. Satu makna adalah

pengisi unsur objek. Kehadiran objek dapat dikatakan penting karena

apabila dihilangkan gagasan kalimat tidak sepenuhnya tersampaikan.

Misalnya, jika dihilangkan unsur objek, yaitu satu makna, kalimat hanya

berupa ‗setiap kalimat yang dituliskan hendaknya memiliki‘. Apa yang

harus dimiliki pun menjadi tidak jelas. Unsur objek pun dapat ditemukan

dengan cara mengubahnya menjadi bentuk kalimat pasif. Apabila

dipasifkan unsur objek akan berubah menjadi pengisi unsur subjek,

contohnya:

a. Setiap kalimat yang dituliskan hendaknya memiliki satu makna.

b. Satu makna hendaknya dimiliki oleh setiap kalimat yang dituliskan.

Setelah diubah ke dalam bentuk pasif, satu makna yang merupakan

unsur pengisi objek pada kalimat (a) menjadi pengisi unsur subjek pada

kalimat (b). Itulah salah satu cara menemukan dan mencantumkan objek

pada sebuah kalimat.

4. Pelengkap

Unsur pelengkap pada sebuah kalimat seringkali tertukar dengan unsur

objek. Cara membedakannya adalah unsur pelengkap tidak dapat

dijadikan subjek apabila dipasifkan. Berbeda dengan unsur objek yang

dapat mengisi unsur subjek apabila kalimat diubah ke dalam bentuk pasif.

Contohnya adalah ‗Kehadiran internet membuat siapa saja, termasuk

mahasiswa, dapat mengakses informasi dari berbagai sumber.‘ Pelengkap

pada kalimat tersebut siapa saja (yang mendapat keterangan tambahan

‗termasuk mahasiswa‘). Jika hanya berupa ‗kehadiran internet membuat‘,

gagasan kalimat tersebut akan sulit untuk dipahami. Pelengkap siapa saja

Page 71: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

58

tidak dapat diubah menjadi subjek apabila kalimat tersebut diubah ke

dalam bentuk pasif.

5. Keterangan

Ciri khas dari unsur keterangan adalah posisinya dapat diubah-ubah

letaknya. Misalnya, jika awalnya berada pada akhir kalimat, unsur

keterangan dapat dipindahkan ke awal kalimat. Contoh kalimat

‗Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi

telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan,

utamanya pendidikan tinggi‘ memiliki keterangan dalam dunia pendidikan.

Jika dalam dunia pendidikan tinggi dipindahkan ke depan, makna dan

gagasan kalimat tidak berubah dan tetap dapat tersampaikan.

a. Globalisasi yang diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi

telah menimbulkan pergeseran paradigma dalam dunia pendidikan,

utamanya pendidikan tinggi.

b. Dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi, globalisasi yang

diiringi lompatan teknologi informasi dan komunikasi telah

menimbulkan pergeseran paradigma.

5.5 Jenis Kalimat

5.5.1 Jenis Kalimat berdasarkan Bentuk Sintaksis

Perbedaan dalam susunan kata atau frasa menyebabkan

perbedaan pada kalimat. Sebelumnya telah dijelaskan, perbedaan tanda

baca titik (.) dan tanda baca tanya (?) menyebabkan perbedaan pada

kalimat juga. Itulah yang disebut dengan bentuk sintaksis. Berdasarkan

perbedaan bentuk sintaksisnya, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia

membagi kalimat menjadi empat jenis: kalimat deklaratif atau kalimat

berita; kalimat imperatif atau kalimat perintah; kalimat interogatif atau

kalimat tanya, dan kalimat eksklamatif atau kalimat seru.

Page 72: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

59

5.5.1.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif biasa disebut dengan kalimat berita. Hal itu

disebabkan oleh isi dari kalimat deklaratif adalah berita atau informasi

bagi pendengar atau pembaca. Secara bentuk sintaksisnya, kalimat

deklaratif ada yang berbentuk aktif, pasif, dan sebagainya. Secara

penulisan, kalimat deklaratif ditandai oleh tanda titik (.) di akhirnya.

5.5.1.2 Kalimat Imperatif

Kalimat imperatif disebut juga kalimat perintah, permintaan, atau

suruhan. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia menyebutkan ada enam

golongan kalimat imperatif, yaitu sebagai berikut:

1. Perintah atau suruhan, contoh: Bacalah contoh bentuk frasa di bawah

ini!

2. Perintah halus, contoh: Tolong kirimkan berkas ini ke bagian

kemahasiswaan.

3. Permohonan, contoh: Mohon memperhatikan peraturan perkuliahan.

4. Ajakan dan harapan, contoh: Mari kita biasakan membaca buku

selama 10 menit awal jam kuliah.

5. Larangan atau perintah negatif, contoh: Jangan sampai ketidakhadiran

di kelas kurang dari 80%.

6. Pembiaran, contoh: Biarkanlah saya yang mendapat giliran

mewawancarai ketua BEM Universitas.

5.5.1.3 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif disebut juga kalimat tanya. Secara penulisan,

kalimat tanya diakhiri oleh tanda tanya (?) pada bagian akhir kalimat.

Kalimat tanya dapat langsung disadari karena memiliki kosa kata khusus,

yaitu kata-kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana.

Page 73: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

60

5.5.1.4 Kalimat Eksklamatif

Kalimat eksklamatif sering kali disalahkaprahi dengan kalimat

imperatif. Kalimat eksklamatif biasa dikenal dengan kalimat seru. Ciri khas

dari kalimat eksklamatif adalah adanya beberapa kosa kata seperti

alangkah, betapa, atau bukan main. Akibat ciri khas kosa kata tersebut,

kalimat eksklamatif seringkali juga disebut kalimat interjeksi yang biasa

digunakan untuk menyatakan kekaguman dan keheranan. Tata Bahasa

Baku Bahasa Indonesia memaparkan formula pembentukan kalimat

eksklamatif dari kalimat deklaratif dengan langkah sebagai berikut.

1. Balikkan urutan unsur kalimat dari S-P menjadi P-S.

2. Tambahkan partikel –nya pada P.

3. Tambahkan kata (seru) di depan P jika diperlukan.

5.5.2 Jenis Kalimat berdasarkan Pola Pembentuknya

Jenis kalimat berdasarkan pola pembentuknya ada dua jenis, yaitu

kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Berikut akan dijelaskan kalimat

tunggal dan kalimat majemuk.

5.5.2.1 Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah suatu jenis kalimat yang terdiri atas satu

pola dasar (Sugihastuti dan Saudah, 2016). Pola dasar tersebut dapat

dimiliki oleh kalimat yang panjang ataupun yang pendek. Pola dasar itu

seperti SP, SPO, SPOK, SPPel, atau SPOPel.

Contoh:

(4) Penelitian itu dilaksanakan di daerah Kabupaten Bandung.

S P Ket

(5) Tumbuhan menghasilkan makanan dasar bagi semua mahluk hidup.

S P O Ket.

Page 74: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

61

Dari kedua contoh di atas, terlihat satu kalimat terdiri atas satu

pola. Itulah yang disebut kalimat tunggal.

5.5.2.2 Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk sebaliknya dari kalimat tunggal. Kalimat majemuk

adalah kalimat yang memiliki dua pola atau lebih. Ada dua jenis kalimat

majemuk, yaitu kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat.

1. Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah penggabungan dua kalimat atau lebih,

tetapi masing-masing kalimat tersebut kedudukannya sederajat atau

sejajar. Konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan setiap kalimat

pada kalimat majemuk setara adalah dan, lalu, atau, tetapi, kemudian,

melainkan, dan sedangkan.

Contoh:

4) Dosen bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan tetapi

pengetahuan itu bisa berasal dari berbagai sumber yang terserak di

mana saja (multi-knowledge provider).

2. Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah penggabungan dua kalimat atau lebih

yang setiap klausanya berhubungan tidak setara atau tidak sederajat.

Jadi, ada yang bertindak sebagai klausa atas dan klausa bawahan. Kita

biasa mengenal induk kalimat dan anak kalimat. Konjungsi yang

digunakan dalam kalimat majemuk bertingkat adalah jika, andaikata,

supaya, kalau, sebab, meskipun, ketika, bahwa, walaupun, apabila, agar,

dan karena.

Contoh:

(7) Mahasiswa yang mengandalkan pemerolehan pengetahuan dari

ruang kuliah semata akan menjadi makhluk yang ketinggalan zaman,

Page 75: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

62

apabila dibandingkan dengan rekan mereka yang proaktif terhadap

segala sumber informasi.

5.6 Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang berhasil mengirimkan pesan

pada pendengar atau pembaca sebagaimana maksud dari pembicara atau

penulis. Ketika menulis karya tulis ilmiah, kalimat efektif adalah hal yang

penting. Karya tulis ilmiah yang logis dan sistematis dapat menyampaikan

gagasan dengan baik, apabila kalimat efektif terpenuhi.

Kalimat efektif memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut.

1. Kelogisan.

2. Keparalelan.

3. Ketegasan.

4. Kehematan.

5. Kesepadanan.

6. Kecermatan.

7. Kesejajaran.

Beberapa kesalahan yang umum terjadi pada penulisan sehingga

menyebabkan kalimat tidak menjadi efektif adalah sebagai berikut.

1. Kalimat terpengaruh struktur bahasa daerah.

2. Kalimat terpengaruh struktur bahasa asing.

3. Kalimat mubazir atau berlebihan.

4. Kalimat menimbulkan makna ganda (taksa/ambigu).

5. Kalimat rancu maknanya.

6. Kalimat tidak lengkap secara struktur.

7. Kalimat tidak logis.

8. Kalimat terlalu panjang.

Page 76: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

63

5.7 Perlatihan

1. Buatlah lima contoh kalimat majemuk setara!

2. Tulislah kriteria dari kalimat efektif!

3. Tuliskan contoh dari kalimat interogatif!

4. Jelaskan konsep kesejajaran pada kalimat efektif!

5. Tuliskan contoh untuk kalimat deklaratif sesuai dengan bidang studi

masing-masing!

5.8 Ringkasan Materi

Dari penjelasan pada bab ini, kita memperoleh wawasan

mengenai tata kalimat dalam bahasa Indonesia. Ada dua jenis kalimat:

pertama berdasarkan bentuk sintaksis dan kedua berdasarkan pola

pembentukannya. Jenis kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya adalah

kalimat deklaratif, afirmatif, eksklamatif, dan introgratif. Adapun

berdasarkan pola pembentuknya ada kalimat tunggal dan kalimat

majemuk. Dalam penulisan karya tulis ilmiah diperlukan adanya kalimat

efektif. Ada 8 aspek yang membuat sebuah kalimat menjadi tidak efektif,

yaitu (1) kalimat terpengaruh struktur bahasa daerah; (2) kalimat

terpengaruh struktur bahasa sing; (3) kalimat mubazir; (4) kalimat taksa;

(5) kalimat rancu makna; (6) kalimat tidak lengkap struktur; (7) kalimat

tidak logis; dan (8) kalimat terlalu panjang.

5.9 Daftar Pustaka

Alwi, H. et.al. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai

Pustaka.

Badudu, JS. 1987. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT.

Gramedia.

__________. 1993. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT.

Gramedia.

Page 77: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

64

Depdikbud RI. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka.

Effendi, S. (Ed.) 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta:

Pusat Bahasa.

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona

Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Moeliono, Anton (Ed). 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Mulyono, Iyo. 2016. Bahasa Indonesia: Serba-Serbi Problematik

Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Nababan, P.WJ. 1986. Sosiolinguistik. Jakarta: Gramedia.

Nazar, Noarzisri A, 2004. Bahasa Indonesia dalam Karangan Ilmiah.

Bandung: Humaniora Utama Press.

Ramlan, M. 1987. Sintaksis Ilmu Bahasa Indonesia. Yogyakarta: UP

Karyono.

Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Glosarium: 1.250 Entri, Kajian Sastra, Seni,

dan Sosial Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Siti Saudah. 2016. Buku Ajar Bahasa Indonesia Akademik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama.

Tarigan, Djago. 1981. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan

Pengembangannya. Bandung: Angkasa.

Venus, Antar. 2002. ―SDM Komunikasi di Era Kompetisi Global‖. Jurnal

MediaTor.

Page 78: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

65

Dari internet

Kabar Pendidikan. 2011. ―Hubungan Semantik, Fonologi, Morfologi, dan

Sintaksis‖ dalam (http:/untuk%20buku%20ajar/Hubungan

%20Semantik,%20Fonologi,%20Morfologi,%20dan%20Sintaksis%

20-%20Kabar%20Pendidikan.htm).

Page 79: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

66

Page 80: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

67

BAB VI

WACANA

6.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi wacana yang terdiri atas konteks

wacana, kohesi dan koherensi dalam kepaduan wacana, dan jenis-jenis

wacana. Pengetahuan wacana berguna agar mahasiswa paham bahwa

karya tulis ilmiah adalah salah satu bentuk dari wacana. Sebagaimana

halnya wacana, sebuah karya tulis ilmiah pun tak bisa lepas dari konteks

dan dituntut untuk memiliki kepaduan. Oleh karena itu, dengan dibekali

pengetahuan wacana, mahasiswa diharapkan mampu menuangkan

gagasannya dengan padu, utuh, dan dapat dipahami.

6.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat memahami konsep wacana.

2) Mahasiswa dapat memahami kaitan antara konteks dan wacana.

3) Mahasiswa dapat memahami kepaduan wacana dan menggunakannya

dalam tulisan.

4) Mahasiswa dapat memahami jenis-jenis wacana dan menggunakannya

dalam tulisan.

6.3 Wacana

Dalam sebuah percakapan, sering terdengar ―ah, itu sekadar

wacana‖. Ada juga yang mengatakan ―masalah keberagaman menjadi

wacana yang menarik saat ini‖. Kedua contoh pernyataan tersebut adalah

pemaknaan pada konsep wacana. Wacana pada kalimat pertama

diartikan sesuatu yang memiliki nilai rasa ‗sesuatu yang sepele, ringan,

dan tidak penting‘. Adapun pernyataan kedua diartikan sesuatu yang

tidak memiliki nilai rasa, yang artinya ‗topik pembicaraan atau topik

diskusi‘.

Page 81: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

68

Wacana dalam kajian linguistik (kebahasaan) adalah kesatuan

makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa (Yuwono,

2007: 92). Wacana adalah sebuah bangun bahasa yang utuh. Frasa

kesatuan makna menunjukkan berbagai unsur makna bahasa yang

dimiliki sebuah kata bersatu secara padu dan utuh sehingga membentuk

sebuah wacana.

6.3.1 Wacana dan Konteks

Pemaknaan setiap orang pada wacana dipengaruhi oleh konteks.

Wacana memang sangat terikat konteks. Konteks lah yang membedakan

wacana untuk keperluan komunikasi dengan wacana yang bukan untuk

kepentingan komunikasi.

Hymes (1974) merumuskan sebuah konsep yang dinamai

SPEAKING. Konsep Hymes (1974) merupakan konteks atas suatu tuturan

dalam wacana lisan. Berbeda dengan wacana tulis, konteksnya dibentuk

oleh kalimat-kalimat lain yang sebelum dan sesudahnya. Beberapa ahli

linguistik menyebut konteks pada wacana tulis dengan ko-teks.

Contohnya adalah sebagai berikut.

(1) Pengumuman tanggal 20 Oktober 2016 yang telah kami baca.

Berdasarkan pengumuman tersebut, acara peringatan Sumpah

Pemuda seluruh karyawan wajib menggunakan busana kasual

seperti kaos berkerah dan celana jeans.

Pada contoh nomor (1) di atas, kalimat pengumuman tanggal 20 Oktober

2016 yang telah kami baca menjadi koteks atas kalimat selanjutnya.

6.3.2 Kepaduan Wacana: Kohesi dan Koherensi

1. Kohesi

Dalam sebuah wacana, unsur-unsur bahasa saling merujuk dan

berkaitan. Tidak terpisah-pisah dan berdiri sendiri-sendiri. Keadaan

saling merujuk dan berkaitan itulah yang dinamakan kohesi. Akibat

adanya kohesi inilah, setiap bagian wacana mengikat bagian yang lain

Page 82: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

69

secara mesra (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Kohesi pada

wacana diciptakan oleh alat bahasa yang disebut pemarkah kohesi

(cohesive marker), antara lain kata ganti (pronomina), kata tunjuk

(demonstrativa), kata sambung (konjungsi), dan kata yang diulang.

Pemarkah-pemarkah kohesi tersebut dalam penggunaannya

pada wacana menyebabkan kohesi memiliki jenis-jenisnya. Jenis-jenis

kohesi tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kohesi gramatikal

Kohesi gramatikal adalah hubungan semantis antarunsur yang

dimarkahi alat bahasa yang digunakan dalam kaitannya dengan tata

bahasa (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Dengan kata lain,

ada suatu pemarkah kohesi digunakan untuk membentuk sebuah

makna baik di luar ataupun di dalam wacana. Perhatikan contoh

berikut.

(2) Saya tidak terbiasa dengan keadaan yang tidak rapi.

(3) Saya pergi ke perpustakaan kampus. Di sana buku-buku yang

tersedia sangat lengkap.

(4) Putra berasal dari Bengkulu. Hanum pun berasal dari daerah yang

sama dengan Putra.

Pada contoh nomor (2) terdapat kata saya yang mengacu pada

sesuatu di luar kalimat. Kata saya mengacu pada diri penutur/penulis.

Pada contoh nomor (3), kata sana mengacu pada frasa perpustakaan

kampus pada kalimat sebelumnya. Adapun contoh nomor (4), kata

sama mengacu pada kata Bengkulu yang merupakan asal daerah

subjek Putra dan Hanum. Pemarkah kohesi yang digunakan pada

contoh nomor (2), (3), dan (4) adalah referensi. Referensi adalah

hubungan kata dengan acuan dari kata tersebut.

Selain referensi, alat pemarkah untuk kohesi gramatikal adalah

substitusi. Substitusi adalah pemarkah kohesi yang digunakan untuk

Page 83: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

70

menghubungkan suatu kata dengan kata lain yang menggantikannya.

Dalam kalimat substitusi biasanya menggunakan kata-kata

demonstrativa, seperti ini, itu, begitu, demikian, di bawah ini, di atas,

dan berikut. Perhatikan contoh-contoh di bawah ini!

(5) Rakyat mulai yakin bahwa kemajuan ekonomi dapat dicapai dan

ini sangat menguntungkan (Wardhani, 2002).

(6) Gonzalez mengungkapkan ideologi pembangunan yang dominan

dapat dijabarkan dengan lebih jelas dalam model ―tetesan ke

bawah‖. Menurut model tersebut, manfaat program-program

intervensi sosial di negara-negara dunia ketiga akan menetes ke

bawah kepada setiap orang (Wardhani, 2002).

(7) Dalam sejarah, cikal bakal fotografi sudah ada sejak zaman

Aristoteles. Pada masa itu, telah diketahui bahwa sinar yang

melewati sebuah lubang kecil dapat membuat bayangan atau

image (Darmawan, 2002).

Pada contoh nomor (5) terdapat kata ini yang menjadi substitusi

untuk menggantikan klausa kemajuan ekonomi. Inilah yang disebut

substitusi klausal. Pada kalimat nomor (6) terdapat kata tersebut yang

menggantikan frasa model tetesan ke bawah. Pada kalimat nomor (7)

terdapat kata itu yang menggantikan frasa zaman Aristoteles.

Substitusi yang digunakan pada contoh (6) dan (7) adalah substitusi

nominal.

Sebelumnya, pada bab Tata Kata terdapat kata yang disebut

konjungsi. Konjungsi atau kata hubung memiliki peranan dalam

mewujudkan kohesi gramatikal pada wacana. Konjungsi berfungsi

menyambungkan gagasan, baik antarkalimat ataupun intrakalimat.

Berikut contoh konjungsi dapat digunakan sebagai pemarkah kohesi

gramatikal.

Page 84: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

71

(8) Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja kerja dari otak

kanan, sedangkan kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja

keras dari otak kiri (Surana, 2002).

(9) Ajaran Islam berhubungan erat dengan soal-soal kejiwaan dan

kesehatan mental. Oleh karena itu, kesehatan mental dalam

Islam identik dengan ibadah atau pengembangan potensi diri

yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian kepada Allah

(Asikin, 2002).

Penggunaan konjungsi intrakalimat ditunjukkan oleh nomor (8)

Kata sedangkan menjadi penghubung antara klausa pertama dan

klausa kedua. Contoh (9) menunjukkan konjungsi antarkalimat yang

ditunjukkan dengan penggunaan oleh karena itu untuk menyatukan

gagasan kalimat pertama dengan gagasan pada kalimat kedua.

b. Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan semantis antarunsur

pembentuk wacana dengan memanfaat unsur leksikal, yaitu kata

(Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Kohesi leksikal biasanya

ditandai dengan sinonimi, repetisi, hiponimi, metonimi, dan antonimi,

yang disebut dengan reiterasi.

Sinonimi adalah hubungan antarkata yang memiliki kesamaan

makna (Yuwono, 2007). Berikut penggunaan sinonimi pada wacana.

(10) Keberadaan manusia di alam dunia membawa amanat Allah

untuk memakmurkan bumi. Sejalan dengan tugas yang

diembannya, Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang

memiliki kesempurnaan (Sasmita, 2002).

Sinonimi yang menciptakan kepaduan wacana pada contoh (10)

adalah amanat dan tugas. Kata amanat pada kalimat pertama sama

posisinya dengan kata tugas pada kalimat kedua. Sinonimi biasa

digunakan dalam wacana agar pilihan kata bervariasi dan menarik.

Page 85: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

72

Selain sinonimi ada juga repetisi. Repetisi adalah pengulangan kata

yang sama (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007). Perhatikan

contoh penggunaan repetisi pada wacana.

(11) Sebagaimana dikemukakan Allah SWT, kehidupan manusia

memiliki keberagaman baik dalam kuantitas maupun kualitas.

Berdasarkan keberagaman itu manusia diseru untuk saling

berlomba dalam melakukan kebajikan (Sasmita, 2002).

Repetisi pada contoh (11) terjadi pada kata keberagaman.

Repetisi biasanya dilakukan untuk menandai kata yang dipentingkan

atau mengarahkan pembaca fokus pada kata yang mengalami repetisi

tersebut.

2. Koherensi

Selain kohesi, kepaduan wacana didukung juga oleh

koherensi. Apabila kohesi memadukan seluruh perangkat bahasa

sehingga wacana padu, koherensi menunjukkan adanya hubungan

wacana dengan sesuatu di luar wacana. Singkatnya, koherensi adalah

hubungan antara wacana dan faktor di luar wacana berdasarkan

pengetahuan seseorang (Kushartanti, Yuwono, dan Lauder 2007).

Perhatikan contoh berikut.

(12) Rahmat : Tugas mata kuliah Bahasa Indonesia sudah

sampai mana?

Dian : Bab niat.

Rahmat : Haha…belum sama sekali.

Percakapan yang ditunjukkan oleh nomor (12) adalah contoh

apa yang dimaksud pengetahuan bersama dalam sebuah wacana.

Respons Rahmat yang mengatakan ―haha…belum sama sekali‖

menunjukkan bahwa Rahmat memahami jawaban Dian, yaitu ―bab

niat‖ ketika ditanya tugas mata kuliah Bahasa Indonesia. Rahmat dan

Dian telah memiliki pengetahuan bersama bahwa frasa bab niat

menunjukkan tugas yang sama sekali belum selesai. Apabila hal itu

Page 86: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

73

didengar atau dibaca oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan

mengenai bab niat, tentu saja tidak akan terjadi kesepahaman. Inilah

yang dimaksud koherensi.

Ketika menulis karya tulis ilmiah, penulis dituntut untuk bisa

menuliskan kata-kata yang telah dipahami bersama. Penggunaan

istilah khas suatu bidang ilmu pun dalam karya tulis ilmiah harus

dijelaskan dengan gamblang. Hal ini bertujuan untuk mencapai

kesepahaman bersama antara penulis dan pembaca. Kesepahaman itu

tercipta dengan kohesi dan koherensi. Kepaduan wacana adalah salah

satu indikator karya tulis ilmiah yang baik.

6.3.3 Jenis Wacana

Wacana merupakan satuan bahasa yang padu dan utuh untuk

berkomunikasi. Wacana dikatakan sebagai satuan bahasa untuk

berkomunikasi karena baik wacana lisan ataupun tulis sama-sama

mengujarkan gagasan penutur atau pembaca. Karya tulis ilmiah pun

termasuk wacana, yaitu wacana tulis. Pada karya tulis ilmiah, kita

mengutarakan gagasan secara tertulis. Gagasan akan dipahami pembaca

tatkala seluruh unsur wacana bersatu secara padu.

Gagasan pada sebuah wacana diutarakan dengan berbagai cara.

Itulah sebabnya wacana dapat diklasifikasikan pada beberapa jenis

wacana. Pertama, wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi

bahasa. Kedua, wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan pemaparan.

1) Klasifikasi Wacana berdasarkan Fungsi Bahasa

Leech (1974) menyebutkan beberapa fungsi bahasa, yaitu untuk

mengekspresikan gagasan, memperlancar komunikasi, menyampaikan

pesan, memengaruhi atau mengarahkan suatu hal, dan terakhir untuk

kepentingan estetika. Kushartanti, Yuwono, dan Lauder (2007)

mengklasifikasikan wacana berdasarkan fungsi bahasa yang dicetuskan

Leech (1974) tersebut.

Page 87: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

74

(a) Wacana ekspresif adalah wacana yang bersumber pada gagasan

penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, contohnya adalah

pidato.

(b) Wacana fatis adalah wacana yang bersumber pada saluran untuk

memperlancar komunikasi, contohnya ungkapan ―hai, apa kabar?‖

atau ―selamat pagi‖, dan lain-lain.

(c) Wacana informasional adalah wacana yang bersumber pada pesan

atau informasi, contohnya berita di media massa, baik cetak

ataupun elektronik.

(d) Wacana estetetik adalah wacana yang bersumber pada pesan

namun tekanannya pada keindahan, seperti lagu dan puisi.

(e) Wacana direktif adalah wacana yang mengarahkan pada tindakan,

biasanya digunakan untuk memengaruhi mitra tutur atau pembaca,

contohnya propaganda.

Berdasarkan pemaparan, secara umum wacana dikelompokkan

atas wacana naratif, wacana deskriptif, wacana ekspositoris, wacana

argumentatif, wacana persuasif, wacana hortatoris, dan wacana

prosedural.

(a) Wacana naratif dicirikan oleh adanya alur, peristiwa, dan tokoh.

(b) Wacana deskriptif ditunjukkan oleh adanya detail suatu hal.

(c) Wacana ekspositoris dicirikan oleh kuatnya paparan informasi.

(d) Wacana argumentatif dicirikan oleh kuatnya argumentasi didukung

eksplorasi bukti dan prosedur metodologis.

(e) Wacana persuasif ditonjolkan oleh rangsangan dan bujukan dari

penutur atau penulis agar mitra tutur atau pembaca mengikuti apa

yang diharapkan penutur atau penulis.

(f) Wacana hortatoris dicirikan oleh kuatnya amanat yang dikandung

dalam bahasa.

Page 88: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

75

(g) Wacana prosedural dicirikan oleh menonjolnya proses, langkah,

atau tahap.

Karya tulis ilmiah jika dilihat berdasarkan fungsi bahasa termasuk

wacana informasional. Adapun berdasarkan cara pemaparannya, karya

tulis ilmiah tidak terpaku pada satu jenis wacana. Cara pemaparan

argumentatif, deskriptif, ekspositoris, dan naratif dapat digunakan pada

penulisan karya tulis ilmiah. Perhatikanlah contoh berikut.

(13) Pascamantan presiden Indonesia, Soeharto, ―lengser ke perabon‖

–meminjam istilah Ardianto– begitu banyak permasalahan

kemanusiaan, politik, ekonomi, dan permasalahan sosial lainnya

yang entah kapan terselesaikan. Permasalahan tersebut di

antaranya adalah pengusutan kekayaan keluarga Cendana,

kontroversi vonis terhadap Tommy Soeharto, deadline

pembayaran utang negara yang semakin ―membengkak‖, dan

konflik Aceh serta Poso yang tetap memanas.

(Khotimah, 2002)

Wacana pada contoh nomor (13) menunjukkan deskripsi terhadap

permasalahan-permasalahan yang muncul setelah Presiden Soeharto

lengser dari kursi presiden. Wacana deskriptif adalah wacana yang

memiliki ciri-ciri penjelasan detail terhadap suatu hal. Pada karya tulis

ilmiah, wacana deskriptif berwujud seperti contoh nomor (13).

Pada contoh nomor (13) tersebut deskripsi ditunjukkan pada

kalimat kedua. Kalimat kedua memperinci secara detail apa yang

dimaksud permasalahan kemanusiaan, sosial, politik, dan ekonomi pada

kalimat pertama.

(14) Zaman tulisan dimulai pada 4000 tahun sebelum Masehi, ketika

bangsa Sumeria menulis di tanah liat. Selama ribuan tahun,

tulisan memiliki peran yang penting dalam berkomunikasi,

sekurangnya sampai abad ke-15 ketika ditemukan mesin cetak.

Zaman cetakan dimulai saat mesin cetak ditemukan oleh

Page 89: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

76

Gutenberg pada tahun 1456, sekalipun teknologi percetakan di

Cina sudah dikenal sejak tahun 1000. Sebelum zaman Gutenberg,

seorang penulis buku yang terampil hanya mampu

menggandakan buku sebanyak 2 buah dalam satu tahun. Dengan

mesin cetak yang baru ditemukan Gutenberg, orang mampu

memproduksi satu buku dalam satu hari. Begitu pentingnya

temuan mesin cetak ini sehingga tahap ini dianggap sebagai awal

dari terjadinya renaissance (Ratnasari, 2004).

Contoh nomor (14) menunjukkan bahwa paparan secara naratif

dapat dilakukan pada penulisan karya tulis ilmiah. Wacana naratif

ditandai dengan adanya alur, peristiwa, dan tokoh. Labov (1999)

mengatakan bahwa naratif adalah suatu kaitan peristiwa. Dengan kata

lain, peristiwa adalah aspek utama dalam wacana naratif.

Naratif pada contoh (14) ditunjukkan oleh paragraf pertama. Pada

paragraf pertama terdapat peristiwa yang diceritakan oleh penulis, yaitu

kisah seseorang yang datang kepada Rasulullah SAW menceritakan sikap

istrinya. Terlihat adanya peristiwa dan tokoh yang menjadi unsur naratif.

Dalam karya tulis ilmiah, pemaparan secara naratif sering

digunakan ketika menuliskan sejarah instansi tempat melakukan

observasi atau penjelasan mengenai observasi yang dilakukan. Paparan

secara naratif pada karya tulis ilmiah dapat mengurangi kesan kaku pada

karya tulis ilmiah sehingga menjadi lebih nyaman dibaca.

(14) Di Indonesia kemampuan baca dan tulis sangat rendah dan

memprihatinkan. Menurut data United Nations Educational

Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi

Pendidikan Ilmiah dan Kebudayaan PBB pada tahun 2012, indeks

minat membaca masyarakat Indonesia baru mencapai angka

0,001. Artinya, dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya ada 1

orang saja yang memiliki minat membaca. Adapun rata-rata

indeks baca negara maju berkisar antara 0.45 sampai 0,62. Hasil

Page 90: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

77

tersebut membuktikan bahwa Indonesia menjadi peringkat ketiga

dari bawah untuk minat baca (Dwi Puji, 2013).

(Inten, Permatasari, dan Mulyani, 2016)

Wacana pada contoh (15) memaparkan secara argumentatif.

Wacana argumentasi memiliki ciri khas, yaitu adanya gagasan yang

diperkuat oleh eksplorasi data atau bukti. Kuat atau tidaknya gagasan

pada sebuah wacana argumentatif tergantung pada kemampuan

memaparkan data yang valid dan memiliki korelasi dengan gagasan yang

diajukan.

Contoh nomor (15) mengajukan sebuah pendapat bahwa

kemampuan membaca dan menulis di Indonesia sangat memprihatinkan.

Pendapat yang diajukan pada kalimat pertama diperkuat dengan bukti

atau data yang mendetail mengenai survei yang dilakukan UNESCO

terhadap minat baca masyarakat Indonesia. Data pun diperkuat dengan

menghadirkan peringkat membaca rakyat Indonesia.

Paparan secara argumentatif seperti menjadi konvensi sebuah

karya tulis ilmiah. Hal tersebut karena karya tulis ilmiah harus mampu

memunculkan gagasan penulis secara ilmiah yang disertai data hasil

observasi dan landasan teori yang digunakan.

(15) Di banyak negara, promosi kesehatan dilakukan dalam berbagai

aktivitas dan bentuk. Di antara berbagai aktivitas promosi

kesehatan, menurut Parrot (2004) ialah mengembangkan

perspektif kesehatan masyarakat di dalam kehidupan sehari-hari

yang menyangkut hal-hal sepert: adolescent health, aging and

elderly health, bone health, breastfeeding, men‘s health, women‘s

health, school health, minority health, and reproductive health.

Aktivitas promosi kesehatan memiliki banyak bentuk. Bentukan

fear appeals juga termasuk dalam ruang lingkup promosi

kesehatan. Misalnya, menurut Parrot (2004), upaya mendesain

pesan yang strategis dengan berbagai pesan yang bertujuan

Page 91: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

78

untuk mendapat berbagai respons afektif melalui berbagai pesan

―motivator kognitif‖ atau perancangan berbagai atribut pesan

yang dirancang dan menyentuh ―perceived risk‖ atau berbagai

persepsi susceptibility, severity, dan efficacy.

Yzer (dalam Cho, 2012: 21) menemukan bentuk rancang pesan

kesehatan dalam kajian health interventions dalam terpaan

berbagai populasi. Memakai kajian Fishben dan Ajzen, Yzer

melihat adanya beberapa variabel untuk memprediksi,

mengubah, atau menguatkan sebagian perilaku di berbagai

populasi.

(Santana, 2015)

Contoh nomor (15) adalah gaya memaparkan yang paling sering

digunakan juga dalam penulisan karya tulis ilmiah, yaitu secara

ekspositoris. Wacana ekspositoris adalah wacana yang memiliki ciri

berupa paparan informasi. Seperti halnya teks berita, pada karya tulis

ilmiah juga informasi harus muncul dan diterima oleh pembaca. Biasanya,

paparan secara ekspositoris dilakukan ketika memaparkan teori yang

digunakan dalam karya tulis ilmiah.

Contoh nomor (15) memaparkan informasi-informasi mengenai

bentuk aktivitas promosi kesehatan. Bentuk-bentuk aktivitas promosi

kesehatan tersebut dipaparkan pada paragraf pertama, paragraf kedua,

dan paragraf ketiga, yaitu bentuk menurut Parrot mengenai kesehatan

dalam kehidupan sehari-hari pada paragraf pertama. Informasi kedua

terletak pada paragraf kedua, yaitu bentuk fear appeals. Informasi ketiga

disebutkan pada paragraf ketiga, yaitu bentuk rancang pesan kesehatan

dalam kajian health interventions.

Page 92: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

79

6.4 Perlatihan

1. Jelaskan perbedaan wacana deskriptif dan ekspositoris!

2. Buatlah sebuah uraian sejarah perusahaan/riwayat sebuah

sekolah/sepak terjang sebuah media massa dengan jenis wacana

yang tepat!

3. Apakah yang dimaksud dengan kohesi? Berikan contohnya!

4. Apakah yang dimaksud dengan koherensi? Berikan contohnya!

5. Buatlah sebuah wacana persuasif baik berupa iklan, sayembara

lomba, ataupun pengumuman layanan kesehatan!

6.5 Ringkasan Materi

Dari penjelasan pada bab ini, kita memperoleh gambaran atau

wawasan bagaimana mengungkapkan sebuah gagasan dalam sebuah

karya tulis. Kepaduan gagasan ditentukan juga oleh kepaduan unsur

bahasa. Selain itu, dengan mengetahui jenis-jenis wacana, baik

berdasarkan fungsi bahasa ataupun cara pemaparan, menambah

wawasan mengenai gaya pemaparan yang terbaik untuk karya tulis

bergantung pada kebutuhan masing-masing. Akhirnya, dapat disimpulkan

bahwa karya tulis ilmiah adalah wacana yang terdiri atas unsur bahasa

dan gagasan yang bersatu dengan padu dan utuh.

6.6 Daftar Pustaka

Asikin, Ikin. 2002. ―Akhlak Karimah sebagai Perwujudan Mental Sehat‖.

Jurnal Ta‘dib, (2)1.

Darmawan, Ferry. 2002. ―Nude Photography, Seni atau Pornografi?‖.

Jurnal MediaTor, (3)2.

Inten, Dinar Nur, Andalusia Neneng Permatasari, dan Dewi Mulyani.

2016. ―Literasi Dini melalui Teknik Bernyanyi‖. Jurnal Al-Murabbi,

(3)1.

Page 93: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

80

Khotimah, Emma. 2002. ―Bezoek Politik dalam Perspektif Dramaturgis‖.

Jurnal MediaTor, (3)2.

Kushartanti, Untung Yuwono, dan Multamia RMT Lauder. 2007. Pesona

Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Leech, Geofrey. 1974. Semantics. Harmondsworth: Penguin Books.

Ratnasari, Anne. 2004. ―Perkembangan Teknologi komunikasi dan

Kesenjangan Informasi‖. Jurnal Mediator.

Santana, Septiawan. 2015. Narrative dalam Jurnalisme Kesehatan:

Sebuah Pengantar. Makalah disampaikan pada Seminar Ilmiah Intern

Fikom Unisba 2015. Rabu, 30 September 2015.

Sasmita, Ramlan. 2002. ―Dimensi Akhlak dalam Ajaran Islam‖. Jurnal

Ta‘dib.

Surana, Dedih. 2002. ―IQ, EQ, dan SQ dalam Pembinaan Akhlak

Karimah‖. Jurnal Ta‘dib.

Wardhani, Andy Corry. 2002. ―Kontribusi Komunikasi pada Teori

Pembangunan‖. Jurnal Mediator.

Page 94: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

81

BAB VII

SILOGISME

7.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi silogisme yang dapat digunakan

untuk memandu mahasiswa mampu menyusun silogisme. Silogisme akan

berhubungan dengan logika berpikir dan dalam pengemukaan gagasan.

7.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat menyusun simpulan yang benar dari dua premis yang

memenuhi syarat silogisme.

7.3 Silogisme

Subbab ini berisi panduan bagi mahasiswa untuk menyusun

simpulan dari dua pernyataan atau premis.

7.4 Pengertian Silogisme

Silogisme adalah suatu bentuk proses penalaran yang berusaha

menghubungkan dua proposisi (pernyataan) yang berlainan untuk

menurunkan suatu kesimpulan atau inferensi yang merupakan proposisi

ketiga. Kedua proposisi yang pertama disebut juga premis. Kata premis

berasal dari kata praemissus yang merupakan bentuk partisipium

perfektum dari kata praemittere; prae ‗sebelum‘, ‗lebih dahulu‘; mittere

‗mengirim‘ (Keraf, 2007: 58).

Dalam setiap silogisme hanya terdapat tiga proposisi, yaitu dua

proposisi yang disebut premis, dan sebuah proposisi yang disebut

konklusi. Sehubungan dengan istilah-istilah yang ada, maka nama

proposisi-proposisi itu diberi nama sesuai dengan istilah yang

dikandungnya, yaitu ada premis mayor dan premis minor, dan konklusi.

1. Premis mayor adalah premis yang mengandung istilah mayor dari

silogisme itu. Premis mayor adalah proposisi yang dianggap benar baik

Page 95: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

82

semua anggota kelas tertentu. Misalnya: ‗semua buruh adalah

manusia pekerja‘ disebut sebagai premis mayor karena ia

mengandung istilah mayor yang nantinya akan muncul sebagai

predikat dalam konklusi. Sebaliknya dari segi isinya proposisi ini

disebut premis mayor karena ‗manusia pekerja‘ dianggap benar bagi

seluruh anggota ‗buruh‘.

2. Premis minor adalah premis yang mengandung istilah minor dari

silogisme itu. Premis minor adalah proposisi yang mengidentifikasi

sebuah peristiwa (fenomena) yang khusus sebagai anggota dari kelas

tadi. Misalnya ‗semua tukang batu adalah buruh‘, karena ia

mengandung istilah minor (tukang batu) yag akan muncul sebagai

subjek dalam konklusi. Premis ini mengindentifikasi tukang batu

sebagai anggota dari kelas buruh.

3. Kesimpulan adalah proposisi yang mengatakan bahwa apa yang benar

tentang seluruh kelas, juga akan benar atau berlaku bagi anggota

tertentu. Dalam hal ini, kalau benar semua buruh adalah manusia

pekerja, maka semua tukang batu -yang adalah anggota dari buruh-

juga harus merupakan manusia pekerja.

7.5 Syarat Penyusunan Simpulan

Syarat-syarat agar simpulan dapat dibuat:

1) Kedua pernyataan atau salah satu dari kedua pernyataan itu berlaku

umum (biasanya menggunakan kata semua).

2) Kedua pernyataan atau salah satu dari kedua pernyataan itu positif.

3) Kedua pernyataan itu mempunyai bagian yang sama.

Contoh:

(1) Semua manusia normal tahu tentang baik dan buruk. (umum,

positif)

Page 96: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

83

(2) Pada umumnya manusia normal tidak menyukai kecurangan.

(sebagian, negatif)

Bagian yang sama: manusia normal

(1) Semua orang yang berakhlak luhur tidak suka minuman keras.

(umum, negatif)

(2) Semua orang yang suka minuman keras tidak baik menjadi guru.

(umum, negatif)

Tidak ada bagian yang sama dan keduanya negatif

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menarik kesimpulan:

1) simpulan harus positif jika kedua pernyataan positif;

2) simpulan harus negatif jika salah satu dari pernyataan itu negatif;

3) simpulan berlaku untuk sebagian jika salah satu pernyataan itu

berlaku untuk sebagian;

4) bagian yang sama dari kedua pernyataan itu tidak dicantumkan

dalam simpulan.

Contoh:

1) Setiap warga negara Indonesia tahu tentang Pancasila.

2) Beberapa orang dari kelompok itu tidak tahu tentang Pancasila

Simpulan: Beberapa orang dari kelompok itu bukan warga negara

Indonesia.

7.6 Perlatihan

1) Manusia adalah mahluk berakal budi. Alibaba adalah seorang

manusia.

2) Semua calon mahasiswa yang berusia di atas tiga puluh tahun tidak

mengikuti perpeloncoan. Nina adalah calon mahasiswa yang berusia

31 tahun.

Page 97: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

84

3) Semua calon mahasiswa yang berusia di bawah tiga puluh tahun

harus mengikuti perpeloncoan. Nina adalah calon mahasiswa yang

tidak berusia di bawah 30 tahun.

4) Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal. Hujan tidak turun.

5) Jika tidak turun hujan, panen akan gagal. Hujan turun.

7.7 Ringkasan Materi

Dalam proses mengemukakan gagasan salah satu hal harus

diperhatikan adalah pernyataan. Pernyataan dihasilkan dari penarikan

simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan dari dua pernyataaan atau

premis yang memenuhi syarat silogisme yaitu: (1) kedua pernyataan atau

salah satu dari kedua pernyataan itu berlaku umum (biasanya

menggunakan kata semua); (2) kedua pernyataan atau salah satu dari

kedua pernyataan itu positif, dan; (3) kedua pernyataan itu mempunyai

bagian yang sama.

7.8 Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

Page 98: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

85

BAB VIII

TOPIK, PROPOSAL, DAN KARYA TULIS ILMIAH

8.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi topik dan karya tulis ilmiah yang

dapat digunakan sebagai arahan bagi penulis menyusun karya tulis ilmiah

terutama pada langkah-langkah awal. Langkah awal yang ditempuh

sebelum penelitian dilakukan adalah menentukan topik dan membuat

kerangka. Dalam praktik menulis karya ilmiah berbagai permasalahan

dapat diangkat menjadi topik. Topik akan berhubungan dengan

pembuatan judul karya yang berfungsi mengomunikasikan inti

permasalahan yang akan dibahas. Judul akan berhubungan dengan

langkah selanjutnya yaitu menyusun kerangka isi karya tulis ilmiah yang

mengacu pada konvensi atau kerangka organisasi karya tulis ilmiah.

Perencanaan ini tidak terlepas dari metode penelitian yang harus dimuat

dalam karya tulis ilmiah. Sementara itu, metode penelitian merupakan

bidang ilmu tersendiri. Penggunaan metode penelitian disesuaikan

dengan topik dan bidang ilmu yang dikaji.

8.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat menentukan topik yang layak untuk dijadikan karya

tulis.

2) Mahasiswa dapat menyusun kerangka karya tulis ilmiah.

3) Mahasiswa dapat memahami dan menyusun proposal penelitian.

4) Mahasiswa dapat memahami karya tulis ilmiah.

8.3 Topik

Subbab ini berisi arahan bagi mahasiswa dalam menentukan topik dan

membuat judul yang merupakan langkah awal dari menulis karya ilmiah.

Page 99: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

86

8.3.1 Pengertian Topik

Penelitian ilmiah adalah upaya menjelaskan fenomena nyata yang

dialami dengan menetapkan prinsip umum untuk menerangkannya.

Menyusun karya tulis ilmiah haruslah terencana, sistematis, dan terukur.

Untuk itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah memilih topik dan

menetapkan judul.

Topik penelitian dapat diartikan sebagai kejadian atau peristiwa

(fenomena) yang akan dijadikan lapang penelitian (Tanjung dan Ardial,

2005: 14). Oleh sebab itu, topik masih bersifat umum dan luas. Hal ini

juga senada dengan yang dikemukakan Keraf bahwa ‗topik‘ berasal dari

kata dalam bahasa Yunani ‗topoi‘ yang berarti wilayah atau tempat (2007:

107). Topoi inilah yang dapat memberikan fakta-fakta bagi sebuah

argumentasi dalam penelitian.

8.3.2 Cara Menyusun Topik

Terdapat setidaknya empat hal yang harus diperhatikan saat

memilih topik. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadi (1984) sebagaimana

dikutip oleh Tanjung dan Ardial (Tanjung dan Ardial, 2005: 14). Keempat

hal tersebut yaitu: (1) topik berada dalam jangkauan kemampuan peneliti

(manageable topic); (2) data dari topik mudah didapat (obtainable data);

(3) topik cukup penting untuk diteliti (significance of topic), dan; (4)

menarik untuk diteliti (interested topic).

Topik dapat disusun menggunakan sejumlah kata. Topik dapat

disusun menggunakan minimal dua kata yang masing-masing berfungsi

sebagai pusat (D= diterangkan) dan satu kata lagi sebagai atribut (M=

menerangkan) (Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah, 2015: 79). Contoh

topik: industri hijab, bahan halal, sistem informasi akuntansi.

Setelah ada topik maka hal lain yang dapat disusun adalah tema.

Tema berfungsi menjadi jembatan antara topik dan judul. Sifat topik yang

luas dan judul yang sempit ditengahi oleh tema. Tema merupakan topik

yang mengandung tujuan. Dengan menambahkan beberapa kata yang

Page 100: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

87

menandakan tujuan pada topik maka tema pun dapat disusun dan

berfungsi untuk menentukan arah dan tujuan penulisan (Pengajar Tata

Tulis Karya Ilmiah, 2015: 79). Jika contoh topik di atas dijadikan tema,

akan menjadi pengembangan industri hijab, penggunaan bahan halal,

perancangan sistem informasi akuntansi penjualan.

8.3.3 Pengertian Judul

Setelah ada, maka judul dapat disusun. Judul penelitian dapat

berupa kalimat, bentuknya satu kalimat pernyataan dan bukan kalimat

pertanyaan. Judul terdiri atas kata-kata yang bersifat denotatif, singkat,

dan deskriptif. Judul harus merupakan pencerminan dari seluruh isi karya

tulis. Judul menurut Tanjung dan Ardial (2005: 20) harus menjadi

identitas dari isi tulisan, dapat menjelaskan dan menarik pembaca

sehingga dapat menduga materi dan permasalahan serta kaitannya,

menunjukkan objek dan metode, maksud dan tujuan, serta wilayah dan

kegunaan penelitiannya.

8.3.4 Cara Menulis Judul

Judul dapat disusun dengan menambahkan kata yang berupa

keterangan yang dapat membatasi tema. Keterangan tersebut dapat

berupa tempat, waktu, alat, dan tujuan (Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah,

2015: 79). Oleh sebab itu, judul bersifat sempit dan fokus. Contohnya:

1. Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung Tahun 2016

2. Analisis Penggunaan Bahan Halal dalam Kosmetika

3. Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Berbasis Komputer

di Koperasi Syariah Al-Basith

Namun, bisa jadi judul yang telah disusun itu bersifat sementara.

Pada akhir kegiatan ada kalanya judul tersebut dianggap kurang tepat

dan beberapa katanya perlu diubah untuk lebih menepatkan dan

memantapkannya. Ketepatan ini harus didasarkan kepada beberapa hal

yang bersangkutan dengan arti dan fungsi judul tersebut secara hakiki.

Page 101: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

88

Namun, judul hendaknya juga jangan terlalu panjang, misalnya

―Pengaruh Kebiasaaan Menunaikan Salat di Awal Waktu pada Mahasiswa

Mahasiswi di Kampus-kampus di Kota Bandung terhadap Konsentrasi

Mahasiswa, Nilai Mata Kuliah, dan Indeks Prestasi Kumulatif Mahasiswa‖.

Judul ini bisa diperpendek menjadi: ―Pengaruh Salat di Awal Waktu

terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa di Bandung‖.

Judul juga tidak boleh mengandung singkatan. Judul ―PKM Berbasis

Masjid di Desa Jagabaya Kabupaten Bandung Tahun 2015‖ mengandung

singkatan. Judul ini harus ditulis lengkap. ―Potensi dan Kendala

Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Masjid di Desa Jagabaya

Kabupaten Bandung Tahun 2015‖.

Kata yang tersusun dalam kalimat judul merupakan istilah ilmiah

atau konsep yang disebut variabel. Susunan variabel harus

memproyeksikan keseluruhan isi karya tulis. Oleh sebab itu, menetapkan

judul suatu penelitian biasanya dapat dinyatakan dengan menggunakan

kata kunci tertentu yang tersusun dalam kalimat judul. Tanjung dan

Ardial (2005: 21) mengemukakan beberapa kata kunci untuk judul

penelitian yang bersifat korelasional, yaitu sebagai berikut.

1) Pengaruh X terhadap Y

2) Efek X terhadap Y

3) Respons X terhadap Y

4) Dampak X terhadap Y

5) Beberapa faktor yang memengaruhi Y, dan sebagainya

6) Peranan X dalam Y

7) Partisipasi X dalam Y

8) Integrasi X dalam Y

9) Fungsi X dalam Y

10) Hubungan X dengan Y, dan sebagainya

Page 102: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

89

Selain itu, ada pula kata kunci yang digunakan untuk penelitian

yang langsung menunjuk kepada proses kerja atau metode penelitiannya

(Tanjung dan Ardial, 2005: 22). Kata kunci tersebut adalah sebagai

berikut.

1) Analisis X dalam upaya Y di Z

2) Studi X dalam rangka Y

3) Deskripsi tentang X di Y

4) Dinamika X dalam rangka Y

5) Perbandingan antara X dengan Y di Z

6) Kecenderungan X di Y, dan sebagainya.

8.4 Kerangka Karya Tulis Ilmiah

Subbab ini berisi arahan bagi mahasiswa untuk dalam menyusun

kerangka karya tulis ilmiah.

8.4.1 Pengertian Kerangka

Apabila topik, tema, dan judul sudah ditentukan, hal lain yang dapat

dilakukan adalah menyusun kerangka karangan. Kerangka karangan

adalah rencana karangan secara garis besar yang memuat pokok-pokok

bahasan. Kerangka karangan berfungsi menyusun karangan secara

teratur, memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda,

menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih, dan

memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu (Keraf, 1997: 133-

134). Dalam konteks ini, kerangka karangan adalah pedoman dalam

menyusun karya tulis ilmiah mulai dari mengumpulkan data hingga

membuat simpulan dan saran.

8.4.2 Cara Menulis Kerangka Karya Tulis Ilmiah

Apabila judul penelitian telah ditentukan, langkah selanjutnya adalah

menentukan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Selain itu, kerangka

Page 103: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

90

karangan juga berisi aspek-aspek yang diteliti, metode, dan teknik

penelitian.

Rumusan masalah dikemukakan secara tersurat dan jelas dalam

bentuk pertanyaan yang hendap dicarikan jawabannya. Rumusan

masalah disusun secara singkat, padat, dan jelas. Rumusan masalah

menampakkan variabel yang diteliti, jenis, sifat hubungan antara variabel

tersebut, dan subjek penelitian. Misalnya, jika judul seperti Analisis

Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung Tahun 2016, rumusan

masalahnya adalah Bagaimana produksi dan konsumsi hijab di kota

Bandung pada tahun 2016? dan Metode apa yang perlu digunakan agar

produksi dan konsumsi hijab di kota Bandung mencapai titik optimal?

Setelah rumusan masalah yang perlu dikemukakan adalah tujuan

penelitian. Tujuan yang dimaksud bukan tujuan akademis misalnya,

untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah tertentu, untuk

persyaratan sidang sarjana. Tujuan penelitian mengungkapkan sasaran

yang ingin dicapai dalam penelitian. Isi tujuan penelitian mengacu pada

rumusan masalah penelitian. Perbedaannya terletak pada cara

merumuskannnya. Rumusan masalah penelitian menggunakan kalimat

tanya, sedangkan tujuan penelitian menggunakan kalimat pernyataan.

Misalnya,

Judul : Analisis Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung

Tahun 2016

Rumusan : 1) Bagaimana produksi dan konsumsi hijab di kota

Bandung pada tahun 2016?

2) Metode apa yang perlu digunakan agar produksi dan

konsumsi hijab di kota Bandung mencapai titik

optimal?

Tujuan : 1) Menjelaskan produksi dan konsumsi hijab di kota

Bandung pada tahun 2016.

Page 104: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

91

2) Menemukan metode yang tepat digunakan agar

produksi dan konsumsi hijab di kota Bandung

mencapai titik optimal.

Dari rumusan masalah dan tujuan penelitian dapat diturunkan aspek

yang akan diteliti agar tujuan dapat dicapai. Aspek ini yang menjadi

pokok bahasan yang dapat dituangkan dalam bentuk bab atau pasal

dalam karya ilmiah. Jika yang dibahas adalah pengembangan industri

hijab di kota Bandung, aspek yang diteliti berupa hijab, industri hijab,

produsen, jumlah produksi, konsumen, jumlah konsumsi, kota Bandung,

dan sebagainya.

Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah metode dan teknik

penelitian. Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2015: 18).

Berdasarkan definisi tersebut, cara meneliti harus berdasarkan pada ciri-

ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sitematis. Rasional berarti

kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal

sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara yang

dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain

dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis

berarti proses yang digunakan dalam penelitian tersebut menggunakan

langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Metode penelitian tersebut

bersifat deskriptif, yaitu mendeskripsikan data dengan baik dari literatur

maupun lapangan kemudian dianalisis, sehingga sering disebut deskriptif

analitis.

Sementara itu, teknik penelitian terdiri atas teknik pengumpulan

data, teknik analisis data, dan teknik penyajian data. Untuk

mengumpulkan data dapat digunakan berbagai cara di antaranya studi

literatur, survei, observasi, wawancara, kuesioner. Untuk mengenal

metode dan teknik penelitian secara lengkap, diperlukan ilmu khusus

yaitu Metodologi Penelitian.

Page 105: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

92

Contoh kerangka karangan:

Topik : Industri Hijab

Judul : Pengembangan Industri Hijab di Kota Bandung

Tahun 2016

Rumusan masalah : 1) Bagaimana produksi dan konsumsi hijab di

kota Bandung pada tahun 2016?

2) Metode apa yang perlu digunakan agar

produksi dan konsumsi hijab di kota

Bandung mencapai titik optimal?

Tujuan : 1) Menjelaskan produksi dan konsumsi hijab di

kota Bandung pada tahun 2016.

2) Menemukan Metode yang tepat digunakan

agar produksi dan konsumsi hijab di kota

Bandung mencapai titik optimal.

Aspek yang diteliti : a. hijab

b. industri

c. industri hijab

d. produksi: produsen, jumlah produksi,

e. konsumsi: konsumen, jumlah konsumsi,

f. kota Bandung, dan sebagainya.

Metode yang

digunakan

: deskriptif analitik

Teknik yang

digunakan

: pengumpulan data: studi literatur, observasi

lapangan, wawancara, penyebaran kuesioner

Sumber bahan

penulisan

: a. Buku

b. Jurnal penelitian

c. Informasi dari media masa

Page 106: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

93

8.5 Proposal Penelitian

Proposal penelitian merupakan rencana kegiatan dan langkah

sistematis yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian. Proposal juga

menjadi pedoman bagi peneliti. Dalam menyusun proposal perlu

dicermati berbagai sumber yang dapat mendukung dan yang

menghambat terlaksananya penelitian.

Penelitian dilakukan dari adanya suatu potensi (segala sesuatu

yang bila diberdayakan akan mendapat nilai tambah) atau permasalahan.

Masalah merupakan ―penyimpangan‖ antara apa yang seharusnya

dengan apa yang terjadi, penyimpangan antara teori dengan praktik, dan

penyimpangan antara aturan dengan pelaksanaan. Sistematika dan pola

proposal bergantung pada jenis penelitian yang akan digunakan.

Proposal atau rencana penelitian harus ditulis secara sistematis dan

logis, sehingga dapat dijadikan pedoman untuk diikuti. Proposal penelitian

paling sederhana terdiri atas tiga bagian, yaitu Pendahuluan, Landasan

Teori, dan Metode dan Teknik Penelitian. Proposal dapat dilengkapi

dengan menambahkan Biaya dan Jadwal Penelitian.

Sistematika Proposal

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Manfaat Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

3.2 Teknik Penelitian :Teknik Pengumpulan Data, Teknik Pemilihan

Data, Teknik Analisis Data, Teknik Penyajian Analisis

Page 107: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

94

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Anggaran Biaya

4.2 Jadwal penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

8.6 Karya Tulis Ilmiah

Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu kegiatan pokok di

perguruan tinggi. Karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang telah

diakui dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Karya tulis

ilmiah disusun sesuai dengan kaidah dan tata cara ilmiah, serta mengikuti

pedoman atau konvensi ilmiah yang telah disepakati atau ditetapkan.

Melalui karya tulis ilmiah, masyarakat akademik dapat

mengomunikasikan informasi baru, gagasan, kajian, dan hasil penelitian.

Dalam menyusun karya tulis ilmiah dapat dilakukan dengan menulis (1)

pendahuluan yang berisi: latar belakang masalah penelitian; rumusan

masalah penelitian; tujuan penelitian; manfaat penelitian (2) teori yang

digunakan (kepustakaan), (3) metode dan teknik penelitian, (3) hasil dan

pembahasan, (4) penutup: simpulan dan saran.

a) Bagian Pendahuluan

Bagian Pendahuluan merupakan bagian pertama. Tujuan utama

bagian ini adalah menyajikan suatu alasan penelitian, bergerak dari

pembahasan yang umum tentang topik penelitian ke pertanyaan-

pertanyaan atau hipotesis yang khusus diteliti. Selain itu, bagian ini juga

berfungsi untuk menarik pembaca terhadap topik yang dibahas.

Bagian ini berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan

bagian awal dari skripsi. Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian dan manfaat atau signifikansi penelitian, serta

metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian.

Page 108: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

95

b) Latar Belakang Masalah Penelitian

Latar belakang digunakan untuk mengemukakan motivasi dan

rasionalisasi yang melatarbelakangi penelitian tertentu perlu dilakukan.

Permasalahan merupakan hal yang utama dalam bagian ini. Menurut The

Little Redschoolhouse (1995), sebuah permasalahan harus mengandung

komponen–komponen: (1) kondisi yang tidak stabil; (2) konsekuensi dari

kondisi yang tidak stabil tersebut, yang dikemas sebagai kerugian dari

kondisi yang tidak stabil dan keuntungan bila kondisi menjadi stabil. Oleh

karena itu, pengantar harus memuat pernyataan masalah yang dibuat

dengan memaparkan keadaan yang tidak stabil dan kerugian dari

membiarkan keadaan tidak stabil tidak teratasi.

Menurut Permatasari, Alhamuddin, dan Agustiningsih (2016) ada

beberapa hal yang harus dimuat dalam latar belakang masalah penelitian,

yaitu: (1) persoalan yang diamati; (2) alasan mengenai persoalan itu

perlu dibacarakan saat ini persoalan yang Anda amati; (3) peristiwa lain

yang juga mendapat perhatian saat ini yang berfungsi untuk

menunjukkan peneliti mengetahui hal lain yang juga terjadi; (4) latar

belakang historis yang mempunyai hubungan langsung dengan persoalan

yang akan diargumentasikan agar pembaca dapat memperoleh

pengertian dasar mengenai hal tersebut; (5) beberapa penelitian serupa

yang pernah dilakukan sebelumnya; (6) metode dan teknik yang akan

digunakan untuk meneliti persoalan tersebut.

c) Rumusan Masalah

Bila kita memikirkan suatu masalah, kita cenderung mencari solusi-

solusinya terlebih dahulu, akibatnya, kita menawarkan banyak solusi,

tetapi lemah dalam hal perumusannya. Oleh karena itu, dalam menulis isi

pengantar, kita harus berlatih untuk berpikir retrospektif, berjalan mundur

dari solusi ke masalah.

Pada suatu penelitian, permasalahan penelitian dapat ditulis pada

subbab tersendiri. Permasalahan penelitian ini merupakan penegasan

Page 109: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

96

kembali permasalahan yang ditulis pada pengantar, tetapi lebih lebih

mendetail pemaparannya. Menurut Permatasari, ddk (2016) bagian ini

memuat rumusan masalah penelitian berupa identifikasi spesifik

mengenai persoalan yang akan diteliti dalam bentuk pertanyaan. Jumlah

rumusan ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas penelitian

yang dilakukan. Urutan rumusan disesuaikan dengan mempertimbangkan

alur penelitian.

d) Tujuan Penelitian

Bagian ini menunjukkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian.

Hal ini tercermin dari rumusan masalah penelitian yang telah disampaikan

sebelumnya. Menurut Permatasari, dkk (2016) tujuan inti dari penelitian

ada kalanya tidak terletak pada tujuan pertama karena susunan tujuan

penelitian yang disesuaikan dengan urutan rumusan masalah penelitian.

Rumusan pertama bisa jadi merupakan syarat atau langkah awal yang

mengarahkan penelitian pada pencapaian tujuan yang sesungguhnya.

Menurut Nasution sebagaimana dikutip Santoso (2015: 103)

Tujuan harus memiliki elemen-elemen tersebut: (1) menggambarkan

hasil final yang hendak dicapai; (2) spesifik dan persis; (3)

menggambarkan perubahan yang dapat diukur dan dapat dilihat; (4)

menyatakan standar mutu atau kriteria sebagai patokan mengukur

keberhasilan; (5) menyebutkan segala kualifikasi pokok atau bagaimana

kondisi yang melingkungi pencapaian tujuan; (6) menetapkan titik akhir

yang menunjukkan bahwa tujuan telah dicapai.

e) Manfaat Penelitian

Bagian ini memberikan gambaran mengenai kontribusi yang dapat

diberikan oleh hasil penelitian. Manfaat penelitian ini dapat dilihat dari

satu atau beberapa aspek, misalnya dari segi teoretis, segi kebijakan,

segi praktik, dan dari segi isu serta aksi sosial.

Page 110: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

97

1. Kepustakaan

Kajian pustaka ini memberikan konteks dan kedudukan dari

permasalahan yang diangkat dalam penelitian dalam bidang ilmu. Hal

yang perlu disiapkan adalah konsep-konsep, teori, dalil, hukum-hukum,

model-model dalam bidang yang dikaji. Selain itu, ada pula penelitian

terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti, termasuk subjek,

prosedur, dan temuannya. Menurut Permatasari, dkk (2016) hal lain yang

juga penting pada bagian ini adalah peneliti dapat memosisikan dirinya

berkenaan dengan masalah yang diteliti dengan membandingkan,

mengontraskan, dan memosisikan kedudukan masing-masing penelitian

yang dikaji melalui pengaitan dengan masalah yang diteliti.

2. Metode dan Teknik Penelitian

Cara penelitian merupakan hal paling mudah untuk menjelaskan

metodologi adalah berdasarkan kronologi penelitian. Metodologi

penelitian yang digunakan harus dipaparkan.

Dalam menjelaskan metodologi penelitian, hal lain yang harus

diperhatikan adalah reliabilitas dan validitas. Reliabilitas adalah

kemampuan mengukur untuk mendapatkan hasil- hasil yang konsisten

sedangkan validitas menunjukan bahwa ukuran pada dasarnya mengukur

apa yang pokok-pokok untuk diukur.

Selain itu, hal lain yang perlu dipikirkan adalah bahan dan cara

penelitian. Bahan yang diperlukan dalam penelitian harus dirinci dan

diperhatikan. Demikian pula dengan cara atau teknik penelitian. Cara

penelitian yang dipilih dan akan dilakukan tentu akan memengaruhi

proses dan hasil penelitian. Hal lain yang harus disebutkan adalah sumber

dari mana bahan penelitian itu didapat dan dari karakteristik khususnya,

seperti umur, seks, status genetika, dan fisiologi (Day, 1979).

Bahan penelitian harus disebutkan dari mana asalnya, berapa

jumlahnya, kapan pendataan bahan dilakukan. Bila penelitian

menggunakan subjek manusia, harus disebutkan apa alasan/ kriteria

Page 111: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

98

seleksi dan apakah perlu persetujuan lisan/tertulis (consent) dari subjek

penelitian. Bila perlu persetujuan subjek, harus dijelaskan apakah hal tu

sudah dilakukan.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian dan pembahasan dalam kerangka laporan skripsi

terdiri atas pemaparan data hasil penelitian dan pembahasan hasil

temuan. Pemaparan data dapat dilakukan sesuai dengan prosedur dan

desain penelitian yang dilakukan. Dalam pemaparan data, penulis sering

memaparkan data yang terlalu banyak, tetapi tidak dibahas dengan baik

dan tidak dianalisis. Untuk itu, perlu diperhatikan beberapa pernyataan

yang dikemukakan oleh Craswell. Mengutip pendapat Craswell (2005:199)

sebagaimana dikutip (Permatasari, dkk. 2015: 32), beliau menyatakan

bahwa dalam pemaparan data perlu dipertanyakan hal-hal berikut ini.

1) Apa yang dianggap paling penting tentang temuan penelitian secara

umum dan mengapa hal itu penting?

2) Temuan mana yang tampaknya yang lebih penting penting dan

kurang penting serta mengapa?

3) Apakah ada temuan khusus yang harus diperhatikan secara khusus

pula dan mengapa?

4) Apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak biasa dalam temuan

penelitian yang perlu disebutkan dan mengapa?

5) Apakah metodologi yang digunakan atau faktor lain telah

mempengaruhi interpretasi tentang penelitian yang dilakukan, dan

apakah ini merupakan sesuatu yang perlu dibahas, semisal biasa yang

bisa muncul dalam desain penelitian.

Pembahasan atau analisis temuan mendiskusikan temuan tersebut

dikaitkan dengan dasar teoretis yang telah dibahas pada bab kajian

pustaka dan temuan sebelumnya. Sternberg (1988:53) sebagaimana

dikutip (Permatasari, dkk. 2015: 33) mengemukakan tahapan-tahapan

Page 112: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

99

yang perlu diperhatikan dalam pembahasan temuan penelitian, yaitu

sebagai berikut ini.

a. Menjelaskan bagaimana data cocok dengan hipoteisis awal (penelitian

kuantitatif) atau bagaimana data bisa menjawab pertanyaan penelitian

(penelitian kualitatif).

b. Membuat pernyataan simpulan.

c. Membahas atau mendiskusikan data dengan menghubungkannya

dengan teori dan implikasi hasil penelitian.

4. Simpulan dan Saran

Simpulan dan saran menyajikan pemaknaan peneliti terhadap hasil

temuan penelitian yang dilakukan. Simpulan harus menjawab rumusan

masalah penelitian. Selain itu, simpulan tidak mencantumkan lagi angka-

angka yang diperoleh dalam uji coba produk.

Saran yang ditulis setelah simpulan dapat ditujukan kepada para

pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil penelitian yang

bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk

melakukan penelitian yang sejenis.

8.7 Perlatihan

1. Jelaskan syarat topik yang baik untuk karya tulis ilmiah!

2. Buatlah judul karya tulis dari topik ‗makanan halal‘!

3. Buatlah rumusan dan tujuan penelitian untuk sebuah makalah dengan

topik ‗makanan halal‘!

4. Jelaskan apa saja yang harus terdapat dalam kerangka karya tulis

ilmiah!

5. Jelaskan perbedaan antara proposal dengan karya tulis ilmiah!

6. Jelaskan pasal atau pokok apa saja yang ada pada bab pendahuluan!

Page 113: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

100

8.8 Ringkasan Materi

Dalam proses menulis karya ilmiah salah satu hal harus

diperhatikan adalah perencanaan. Perencanaan yang baik akan

menentukan kualitas karya tulis ilmiah yang dihasilkan. Merencanakan

penulisan karya ilmiah dapat dimulai dengan menemukan berbagai

masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dari permasalahan tersebut dapat

ditentukan topik. Kemudian, penambahan kata yang berfungsi untuk

membatasi, mempersempit, dan memfokuskan dapat dilakukan.

Penambahan kata tersebut berupa dapat berupa keterangan tempat,

waktu, alat, dan tujuan. Apabila topik dan judul sudah ditentukan maka

hal lain yang dapat dilakukan adalah menyusun kerangka karya tulis

ilmiah yaitu rencana tulisan secara garis besar yang memuat pokok-pokok

bahasan. Kerangka ini berfungsi untuk menyusun tulisan secara teratur,

memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda, menghindari

penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih, dan memudahkan

penulis untuk mencari materi pembantu. Menyusun kerangka karya tulis

dapat dilakukan dengan menyusun (1) pendahuluan yang berisi: latar

belakang masalah penelitian; rumusan masalah penelitian; tujuan

penelitian; manfaat penelitian, metode, dan teknik penelitian, (2) teori

yang digunakan (kepustakaan), (3) metode dan teknik penelitian, (4)

pembahasan, dan (5) penutup yang berisi simpulan dan saran.

8.9 Daftar Pustaka

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

__________ . 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. 2015. Metode Penulisan Ilteks.

Bandung: Institut Teknologi Bandung

Permatasari, Andalusia N., Alhamuddin, Agustiningsih, Dheka D. 2016.

Penarikan Argumen: Analisis Struktur Wacana pada Skripsi

Mahasiswa PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Page 114: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

101

Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Islam Bandung.

Santoso, Urip. 2015. Kiat Menyusun Proposal Penelitian. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Sugiyono. 2015. Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi.

Bandung: Alfabeta.

Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Proposal, Skripsi, dan Tesis): dan Mempersiapkan diri menjadi

penulis artikel ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 115: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

102

Page 116: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

103

BAB IX

SISTEM RUJUKAN DAN KUTIPAN

9.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi mengenai daftar pustaka dan

kutipan dalam karya tulis ilmiah. Dengan penjelasan mengenai fungsi dan

kegunaan daftar pustaka dan kutipan, pokok-pokok sebuah daftar

pustaka, dan berbagai gaya penulisa daftar pustaka, mahasiswa

diharapkan mampu memahami bahwa penulisan daftar pustaka dan

kutipan yang konsisten merupakan bagian yang penting dalam sebuah

karya tulis ilmiah.

9.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa mengetahui fungsi dan kegunaan secara filosofis.

2) Mahasiswa mengetahui pokok-pokok dalam sebuah daftar pustaka.

3) Mahasiswa dapat menyusun daftar pustaka untuk sumber rujukan

yang digunakan dalam penyusunan karya tulis.

4) Mahasiswa mengetahui berbagai gaya dalam penyusunan daftar

pustaka.

5) Mahasiswa dapat menyusun kutipan dari sumber rujukan dan catatan

kaki untuk data sumber.

9.3 Untuk Apa Daftar Pustaka?

Salah satu ciri khas dari karya tulis ilmiah adalah adanya daftar

pustaka. Daftar pustaka adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-

buku, artikel-artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang memiliki

pertalian dengan sebuah karangan atau sebagian tulisan yang sedang

digarap.

Daftar pustaka sama halnya dengan kutipan, yaitu pagar-pagar

yang akan menjaga seorang penulis agar tidak terpeleset dalam tindakan

Page 117: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

104

plagiarisme. Dengan menuliskan aneka sumber pustaka yang digunakan

dalam sebuah tulisan, itu berarti telah mengakui bahwa sumber-sumber

itulah yang menjadi acuan dalam tulisan, bahwa ada beberapa gagasan

atau pemikiran orang lain yang dipinjam dalam tulisan yang sedang

digarap.

Atas dasar itulah, daftar pustaka memiliki beberapa fungsi dalam

sebuah karya tulis. Berikut adalah beberapa fungsi daftar pustaka.

1. Melihat kembali kepada sumber aslinya.

2. Mengetahui apakah sumber yang dikutip memiliki pertalian dengan isi

pembahasan

3. Memperluas horizon pengetahuan dengan berbagai macam referensi.

4. Menjaga etika akademis untuk menghormati pemilik karya yang

dikutip.

9.4 Pokok-Pokok Daftar Pustaka

Buku, jurnal, atau artikel yang digunakan sebagai acuan dalam

tulisan tentu memiliki identitasnya masing-masing. Identitas yang dimiliki

sumber-sumber rujukan itulah yang harus dituliskan dalam sebuah daftar

pustaka. Sebagai contoh adalah buku ―Studi Kasus‖ yang ditulis oleh

Robert K. Yin. Identitas dari buku tersebut adalah judul, penulis, penerbit,

serta tahun dan tempat terbit.

Judul : Studi Kasus Desain dan Metode

Penulis : Robert K. Yin

Penerbit : Rajawali Press

Tahun terbit : 2002

Tempat terbit : Jakarta

Identitas dari sebuah buku itulah yang menjadi pokok-pokok

sebuah daftar pustaka. Berikut adalah pokok-pokok daftar pustaka

berserta aturan penulisannya.

Page 118: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

105

1. Nama pengarang, ditulis secara lengkap dan dibalikkan penulisannya.

2. Judul buku termasuk judul tambahannya.

3. Data publikasi: penerbit, tempat terbit, tahun terbit, cetakan ke-,

nomor jilid, tebal (jumlah halaman) buku.

4. Disusun secara alfabetis berdasarkan nama pengarang.

9.5 Daftar Pustaka Gaya MLA, APA, dan Harvard

Sebagai bagian dari sebuah konvensi naskah, penulisan daftar

pustaka pun memiliki beragam gaya penulisan. Ada tiga asosiasi atau

lembaga yang mengeluarkan aturan penulisan daftar pustaka dan

memiliki cukup banyak pengikut.

1. MLA (Modern Language Association)

2. APA (American Phychology Association)

3. Harvard

Pokok-pokok daftar pustaka yang harus dituliskan ketiganya

memiliki kesamaan. Perbedaan lebih banyak terletak pada gaya penulisan

atau format penulisan. Dalam subbab ini akan diberikan contoh-contoh

penulisan daftar pustaka berdasarkan aturan dari MLA, APA, dan Harvard.

Buku dengan satu orang penulis

1. APA style: Jolley, R. (2010). Children and Pictures: Drawing and

Understanding. Malden, MA: Blackwell.

2. Harvard style: Jolley, R, 2010. Children and Pictures: Drawing and

Understanding. Malden, MA: Blackwell.

3. MLA style: Jolley, R. 2010. Children and Pictures: Drawing and

Understanding. Malden, MA: Blackwell.

Buku dengan 2—3 penulis

1. APA style: Adam, R.J., Weiss, T.D., and Coatie, J.J. (2010). The World

Health Organization, Its History and Impact. London: Perseus.

Page 119: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

106

2. Harvard style: Adam, R.J., Weiss, T.D., and Coatie, J.J, 2010. The

World Health Organization, Its History and Impact. London: Perseus.

3. MLA style: Adam, R.J., Weiss, T.D., and Coatie, J.J. 2010. The World

Health Organization, Its History and Impact. London: Perseus.

Buku dengan lebih dari 3 penulis.

1. APA style: Kushartanti, dkk. (2007). Pesona Bahasa. Jakarta:

Gramedia.

2. Harvard style: Kushartanti, dkk, 2007. Pesona Bahasa. Jakarta:

Gramedia.

3. MLA style: Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Buku Terjemahan

1. APA Style: Stokes, Jane, 2009. How to Do Media and Cultural Studies.

Cetakan ke-2. Diterjemahkan oleh Santi Indra Astuti. Yogyakarta:

Bentang.

2. Harvard Style: Stokes, Jane, 2009. How to Do Media and Cultural

Studies. Cetakan ke-2. Diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh Santi

Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang.

3. MLA Style: Stokes, Jane. 2009. How to Do Media and Cultural Studies.

Cetakan ke-2. Penerjemah: Santi Indra Astuti. Yogyakarta: Bentang

Buku yang ditulis lembaga

1. APA Style: CIFOR. (2011). Realising REDD National Strategy and Policy

Options. Bogor: CIFOR Indonesia.

2. Harvard style: CIFOR, 2011. Realising REDD National Strategy and

Policy Options. Bogor: CIFOR Indonesia.

3. MLA style: CIFOR. 2011. Realising REDD National Strategy and Policy

Options. Bogor: CIFOR Indonesia.

Page 120: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

107

Jurnal Cetak

1. APA Style: Permatasari, A.N. (2015). Konsep Demokrasi pada Babasan

Sunda (Kajian Metafor). Jurnal Lingua Cultura, 2(8), hal 25—35.

2. Harvard Style: Permatasari, A.N, 2015. Konsep Demokrasi pada

Babasan Sunda (Kajian Metafor), Jurnal Lingua Cultura, Vol 2, No 8,

hal 25—35.

3. MLA Style: Permatasari, A.N. 2015. ―Konsep Demokrasi pada Babasan

Sunda (Kajian Metafor)‖, dalam jurnal Lingua Cultura, Volume 2,

Nomor 8, Tahun 2015 (hal 25—35).

Jurnal Elektronik (e-journal)

1. APA style: Permatasari, A.N. (2015). Konsep Demokrasi pada Babasan

Sunda (Kajian Metafor). Jurnal Lingua Cultura, 8(2), hal 25—35.

http://www.ejournal.binus.ac.id

2. Harvard Style: Permatasari, A.N, 2015. Konsep Demokrasi pada

Babasan Sunda (Kajian Metafor), Jurnal Lingua Cultura, [e-jurnal]

8(2), hal 25—35, tersedia di http://www.ejournal.binus.ac.id [diakses

tanggal 15 Desember 2015]

Artikel Koran

1. APA style: Darmono, Sapardi Djoko. (11 Desember 2005). Kematian

Pengarang. Kompas. Hal 1.

2. Harvard style: Darmono, Sapardi Djoko, 2005. Kematian Pengarang.

Kompas, 11 Desember. Hal 1b.

3. MLA Style: Darmono, Sapardi Djoko. 2005. ―Kematian Pengarang‖.

Dalam Kompas. 11 Desember 2005 (hal 1).

E-Book (Buku Elektronik)

1. Harvard style: Aslan, Reza, 2012. No God But God. [e-book] London:

Penguin. Tersedia di http://www.bookdepository.com [diakses 19

Januari 2016].

Page 121: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

108

Untuk penulisan sumber yang berasal dari buku elektronik, gaya

MLA dan APA menyamakan dengan penulisan daftar pustaka yang berasal

dari buku seperti biasa. Konvensi penulisan daftar pustaka yang

bersumber dari buku elektronik baru diatur oleh Harvard.

1. APA style: Aslan, Reza. (2012). No God But God. London: Penguin.

2. MLA style: Aslan, Reza. 2012. No God But God. London: Penguin.

Google Books

1. Harvard Style: Sagan, Carl, 2004. The Pale Blue Dot. [ebook]

Cambridge: Cambridge University Press. Tersedia di Google Books

http://www.googlebooks.com [diakses 29 Januari 2016].

Untuk penulisan sumber yang berasal dari Google Books, gaya MLA

dan APA menyamakan dengan penulisan daftar pustaka yang berasal dari

buku seperti biasa. Konvensi penulisan daftar pustaka yang bersumber

dari Google Books baru diatur oleh Harvard.

1. APA style: Sagan, Carl. (2004). The Pale Blue Dot. Cambridge:

Cambridge University Press.

2. MLA style: Sagan, Carl. 2004. The Pale Blue Dot. Cambridge:

Cambridge University Press.

Media Massa Daring (online)

1. APA style: Darmono, Sapardi Djoko. (11 Desember 2005). Kematian

Pengarang. Kompas. Hal 1.

2. Harvard style: Darmono, Sapardi Djoko, 2005. Kematian Pengarang.

Kompas.[daring] 19 Januari. Tersedia di (salin rekatkan tautan media

yang dikutip) [diakses 20 Januari 2015].

3. MLA style: Darmono, Sapardi Djoko. 2005. ―Kematian Pengarang‖,

salin rekatkan tautan media yang dikutip. Tanggal akses 20 Januari

2015. Pukul 14.25 WIB.

Page 122: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

109

9.6 Pengutipan

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, selain daftar pustaka, ciri khas

dari karya tulis ilmiah adalah adanya pengutipan. Fungsinya pun sama

dengan daftar pustaka, yaitu untuk menjaga etika akademis dan

menghormati pemilik karya yang dikutip.

Salah satu contoh pengutipan, misalnya mengutip dari buku

karangan Alex Sobur, di belakang kalimat yang dikutip ditulis dalam tanda

kurung nama belakang penulis, tahun, dan halaman (Sobur, 2014: 22).

Ada juga yang memasukkan nama belakang penulis pada kalimat yang

dikutip: Sobur (2014: 22) menyatakan … dan seterusnya.

Dua contoh cara menulis kutipan tersebut dikategorikan Swales

(1990: 149—152) dengan information-prominent dan author-prominent.

Information-prominent terjadi ketika nama penulis hanya muncul dalam

tanda kurung setelah pernyataan yang Anda dituliskan. Author-prominent

terjadi ketika nama penulis muncul pada kalimat yang Anda tulis.

Perhatikan contoh di bawah ini!

Tabel 1. Contoh pengutipan author prominent dan sentences

prominent

Author

Prominent

Dalam konteks ini, saya

memandang relevan mengutip

―World Declaration on Higher

Education for The Twenty-First

Century: Vision and Action‖

tahun 1998 yang

mendeklarasikan bahwa

perguruan tinggi memiliki fungsi

untuk melindungi nilai-nilai

sosial.

Suryadi (2012: 26)

menjelaskan bahwa

penyebab

utamanya

terjadinya krisis

moral adalah

dikotomisasi antara

pendidikan

intelektual dan

pendidikan moral.

Page 123: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

110

Information

Prominent

Perguruan tinggi memiliki fungsi

untuk melindungi nilai-nilai

sosial (World Declaration on

Higher Education for The

Twenty-First Century: Vision

and Action‖, 1998)

Penyebab utama

terjadinya krisis

moral adalah

dikotomisasi antara

pendidikan

intelektual dan

pendidikan moral.

(Suryadi, 2012: 26)

Tabel di atas memperlihatkan pengutipan dengan author-

prominent dan information-prominent. Pilihan kedua bentuk ini memiliki

efeknya masing-masing. Jika menggunakan bentuk author-prominent,

maka pembaca akan memandang bahwa gagasan yang dituliskan pada

suatu karya ilmiah berkorelasi dengan gagasan penulis atau dikutip.

Pembaca akan fokus pada korelasi atau keterkaitan gagasan yang kita

tulis dengan gagasan penulis yang dikutip.

Adapun information-prominent, Swales (1990) menyebutkan posisi

kita seperti ―truth-telling‖. Pembaca akan langsung fokus pada

pernyataan yang dikutip dan menganggap bahwa itu jugalah pendapat

atau gagasan yang kita ajukan. Untuk mengutip dengan cara tersebut,

kita harus sepenuhnya yakin pada teori atau pernyataan yang dikutip

dalam tulisan kita.

9.7 Perlatihan

1. Tuliskan sebuah contoh penulisan daftar pustaka dari buku

terjemahan dengan tiga gaya penulisan daftar pustaka!

2. Apakah yang dimaksud dengan information-prominent?

3. Tuliskan sebuah contoh pengutipan dengan author-prominent!

4. Tuliskan sebuah contoh penulisan daftar pustaka untuk jurnal ilmiah

elektronik dengan tiga gaya penulisan daftar pustaka!

5. Jelaskan pokok-pokok daftar pustaka!

Page 124: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

111

9.8 Ringkasan Materi

Dengan paparan pada bab ini, kita dapat mengetahui bahwa

aturan penulisan daftar pustaka dan kutipan itu beraneka ragam.

Beragamnya gaya penulisan untuk daftar pustaka dan kutipan

menunjukkan bukan soal mana gaya yang paling benar, melainkan

bertitik tolak pada kekonsistenan penggunaan salah satu gaya. Jika daftar

pustaka menggunakan gaya Harvard, maka kutipan itu harus

menggunakan gaya Harvard juga. Tidak bisa saling bercampur baur.

Itulah kenapa daftar pustaka selalu menjadi bagian dari selingkung atau

aturan sebuah penulisan.

9.9 Daftar Pustaka

Swales, J. 1990. Genre Analysis: English in Academic and Research

Setting. Cambridge: Cambridge University Press.

Page 125: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

112

Page 126: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

113

BAB X

SISTEMATIKA KARYA TULIS ILMIAH

10.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan sistematika karya tulis ilmiah yang dapat

digunakan sebagai arahan bagi penulis menyusun karya tulis ilmiah

terutama pada pelaporan. Dalam menulis karya ilmiah ada beberapa

sistematika yang lazim digunakan. Hal ini disesuaikan dengan pedoman

dan konvensi yang disepakati atau ditentukan oleh suatu instansi atau

organisasi.

10.2 Capaian Pembelajaran

Mahasiswa dapat menulis karya ilmiah sesuai dengan sistematika.

10.3 Sistematika Karya Tulis Ilmiah

Subbab ini berisi arahan bagi mahasiswa untuk dalam menyusun

laporan kegiatan penelitian.

10.4 Sistematika Penulisan

Penelitian yang telah dilakukan dapat dilaporkan. Pelaporan

penelitian dapat disusun dengan menyesuaikan dengan cara yang telah

diatur baik dan teratur menurut sistem. Sistematika yang akan

mempermudah akses informasi bagi pembaca. Pada dasarnya ada tiga

komponen utama dalam karya tulis ilmiah sesuai dengan konvensi seperti

terlihat tabel di bawah.

Komponen Pelengkap Awal 1. Halaman Judul

2. Halaman Pengesahan (untuk tugas

akhir, bila diperlukan, dan

sebagainya.)

3. Prakata atau Pengantar

Page 127: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

114

4. Kata Pengantar (bila perlu)

5. Sari (abstrak dalam bahasa

Indonesia)

6. Abstract (dalam bahasa Inggris)

7. Daftar Isi

8. Daftar Tabel

9. Daftar Gambar

10. Daftar Grafik

11. Daftar Lampiran

12. Daftar Lambang dan Singkatan

13. Daftar Istilah

Komponen Utama 1. Pendahuluan

2. Landasan Teori

3. Metode dan Teknik Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

5. Penutup

Komponen Pelengkap Akhir 1. Daftar Pustaka

2. Lampiran

3. Indeks

4. Riwayat Hidup Penulis

Pada komponen utama susunan bab dapat terdiri atas empat, lima, atau

enam bab. Hal tersebut disesuaikan dari penyusunan bab.

Page 128: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

115

Komponen Utama

1. Pendahuluan

2. Landasan Teori

3. Hasil dan

Pembahasan

4. Penutup

1. Pendahuluan

2. Landasan Teori

3. Metode dan Teknik

Penelitian

4. Hasil dan

Pembahasan

5. Penutup

1. Pendahuluan

2. Landasan

Teori

3. Metode dan

Teknik

Penelitian

4. Hasil

Penelitian

5. Pembahasan

6. Penutup

Komponen tersebut dapat disusun dalam beberapa sistematika.

Sistematika A

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. ...

1.2. ...

1.3. dst.

BAB II

LANDASAN

TEORI

2.1. ...

2.2. ...

2.2.1. ...

2.2.2. ...

2.2.2.1. ...

2.2.2.2. ...

2.3 dst.

BAB III

METODE DAN

TEKNIK

PENELITIAN

3.1. ...

3.2. ...

3.2.1. ...

3.2.2. ...

3.3. dst.

BAB IV

HASIL DAN

PEMBAHASAN

4.1. ...

4.2. ...

4.2.1. ...

4.2.2. dst.

BAB V

PENUTUP

6.1. ...

6.2. dst.

Page 129: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

116

Sistematika B

BAB I

PENDAHULUAN

A. ...

1. ...

2. ...

B. ...

C. dst.

BAB II

LANDASAN

TEORI

A. ...

1. ...

a. ...

b. ...

1)

2)

2. ...

3. ...

B. ...

C. dst.

BAB III

METODE DAN

TEKNIK

PENELITIAN

A. ...

1. ...

a. ...

b. ...

1)

2)

B. ...

C. dst.

BAB IV

HASIL DAN

PEMBAHASAN

A. ...

B. ...

C. dst.

BAB V

PENUTUP

A. ...

B. dst.

10.5 Penjelasan singkat komponen karya tulis ilmiah

Halaman Judul

Halaman judul memuat informasi berikut: judul karya tulis,

pernyataan penulisan karya ilmiah sebagai sebagian syarat memperoleh

hal tertentu, nama lengkap dan nomor induk mahasiswa penulis, logo

instansi, nama lembaga, kota, dan tahun penulisan.

Prakata atau Pengantar

Halaman ini memuat pernyataan syukur, latar belakang masalah

yang dibahas disertai tujuan singkat, hambatan yang dialami selama

proses penelitian, bantuan yang diterima, ucapan terima kasih dan

apresiasi penulis kepada pihak-pihak yang telah membantu dan

Page 130: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

117

memberikan kontribusi terhadap penyelesaian karya ilmiah, dan

keterbukaan dalam menerima saran.

Kata Pengantar

Kata pengantar dibuat bukan oleh penulis, tetapi oleh pihak lain

yang memiliki otoritas di bidang keilmuan tertentu maupun di

kelembagaan. Kata pengantar berisi rekomendasai dan nilai dan manfaat

dari tulisan. Biasanya kata pengantar ditulis untuk sebuah buku.

Sari

Sari atau abstrak (abstract) merupakan miniatur karya tulis ilmiah.

Abstrak harus berisi hal berikut: (1) informasi umum mengenai penelitian

yang dilakukan; (2) tujuan penelitian; (3) alasan dilaksanakannya

penelitian; (4) metode penelitian yang digunakan, dan; (5) temuan

penelitian. Selain itu, abstrak juga dilengkapi dengan kata kunci maksimal

berjumlah lima kata atau kelompok kata. Abstrak ditulis dalam satu

halaman dan diketik dengan satu spasi dan katanya maksimal berjumlah

200 kata.

Daftar Isi

Daftar isi merupakan penyajian sistematika isi secara rinci dari

karya tulis ilmiah. Daftar isi berfungsi untuk mempermudah para

pembaca mencari bab atau subbab yang akan dibaca. Untuk itu, judul

bab atau subbab yang ditulis dalam karya tulis harus disertakan dengan

nomor halaman.

Nomor-nomor halaman awal dalam penulisan daftar isi, sebelum

BAB I menggunakan angka romawi (i,ii, iii dan seterusnya). Selanjutnya,

mulai dari BAB I sampai dengan halaman terakhir dari karya tulis

menggunakan angka arab (1,2,3 dan seterusnya) (contoh terlampir).

Daftar Tabel

Daftar tabel menyajikan secara berurutan mulai dari tabel pertama

sampai dengan tabel terakhir yang tercantum dalam karya tulis. Nomor

Page 131: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

118

tabel pada daftar tabel ditulis dengan dua angka, dicantumkan secara

berurutan yang masing-masing menyatakan nomor urut bab dan nomor

urut tabel di dalam karya tulis ilmiah. Contoh: tabel 2.5., artinya tabel

nomor 5 pada bab 2.

Daftar Gambar

Daftar gambar sama seperti fungsi daftar-daftar lainnya, yakni

menyajikan gambar secara berurutan mulai dari gambar pertama sampai

dengan gambar terakhir yang tercantum dalam karya ilmiah. Nomor

gambar pada daftar gambar ditulis dengan dua angka Arab, dicantumkan

dengan secara berurutan yang masing-masing menyatakan nomor urut

bab dan nomor urut gambar di dalam karya tulis ilmiah. Contoh: gambar

2.6., artinya gambar nomor 6 pada bab 2.

Daftar Grafik

Daftar grafik juga sama seperti fungsi daftar-daftar lainnya, yakni

menyajikan grafik secara berurutan mulai dari grafik pertama sampai

dengan grafik terakhir. Nomor grafik pada daftar grafik ditulis dengan dua

angka Arab, dicantumkan dengan secara berurutan yang masing-masing

menyatakan nomor urut bab dan nomor urut grafik di dalam karya tulis

ilmiah. Contoh: grafik 2.7., artinya grafik nomor 7 pada bab 2.

Daftar Lampiran

Daftar lampiran menyajikan lampiran secara berurutan mulai dari

pertama sampai dengan terakhir yang tercantum dalam karya tulis ilmiah,

misalnya peta, gambar, ilustrasi yang berfungsi sebagai penunjang, atau

kuesioner, pedoman wawancara, contoh perhitungan, surat yang memiliki

keterkaitan, dan sebagainya. Nomor lampiran didasarkan pada

kemunculannya dalam laporan skripsi. Lampiran yang pertama kali

disebut dinomori lampiran 1 dan seterusnya.

Page 132: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

119

Indeks

Indeks memuat daftar istilah yang disusun secara alfabetis dan

dirujuk ke nomor halaman tempat istilah itu berada. Selain itu, indeks

juga juga dapat memuat nama yang terdapat dalam tulisan.

Daftar Riwayat Hidup

Halaman ini memuat nama lengkap penulis, tempat tanggal lahir,

alamat, riwayat pendidikan dan pekerjaan, pengalaman profesi, dan

sebagainya. Riwayat hidup ini dapat disusun dalam bentuk daftar maupun

bentuk narasi.

10.6 Perlatihan

1. Komponen apa saja yang harus terdapat dalam sebuah karya tulis

ilmiah?

2. Jelaskan perbedaan fungsi dan isi bab pendahuluan dan landasan

teori!

3. Jelaskan perbedaan fungsi dan isi subbab hasil dan pembahasan!

4. Sebutkan apa saja yang termasuk dalam komponen awal karya tulis

ilmiah!

5. Ikhwal apa saja yang harus dimuat dalam sari atau abstrak?

6. Sebutkan apa saja yang termasuk dalam komponen akhir karya tulis

ilmiah!

10.7 Ringkasan Materi

Dalam proses menyusun laporan penelitian atau karya tulis ilmiah

salah satu hal harus diperhatikan adalah sistematika yang digunakan.

Sistematika karya tulis ilmiah ada beragam. Akan tetapi, pada dasarnya

terdiri atas tiga, yaitu komponen pelengkap awal, utama, dan akhir. Pada

komponen utama jumlah bab dan subbab juga beragam bergantung pada

pengklasifikasian bab, tetapi dasarnya adalah terdiri atas pendahuluan,

Page 133: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

120

landasan teori, metode dan teknik penelitian, hasil dan pembahasan,

serta simpulan.

10.8 Daftar Pustaka

Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. (2015). Metode Penulisan Ilteks.

Bandung: Institut Teknologi Bandung

Permatasari, Andalusia N., Alhamuddin, Agustiningsih, Dheka D. (2016).

Penarikan Argumen: Analisis Struktur Wacana pada Skripsi

Mahasiswa PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Islam Bandung.

Sugiyono. (2015). Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi.

Bandung: Alfabeta.

Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial. (2005). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Proposal, Skripsi, dan Tesis): dan Mempersiapkan diri menjadi

penulis artikel ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Page 134: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

121

BAB XI

RINGKASAN DAN ABSTRAK

11.1 Deskripsi Singkat

Bab ini berisi pemaparan materi ringkasan dan abstrak. Materi ini

dapat digunakan untuk menyusun salah satu bagian dari karya tulis

ilmiah yaitu abstrak dan dapat juga digunakan untuk menyusun ringkasan

dari bahan bacaan lainnya termasuk karya ilmiah. Terdapat beberapa hal

yang perlu diperhatikan saat menyusun ringkasan dan abstrak sehingga

dapat menampilkan esensi dari sebuah karya ilmiah.

11.2 Capaian Pembelajaran

1) Mahasiswa dapat menyusun ringkasan karya ilmiah

2) Mahasiswa dapat menulis abstrak karya ilmiah

11.3 Pengertian Ringkasan

Ringkasan adalah karangan singkat. Hal ini sebagaimana

dikemukakan oleh Keraf (1997: 261) bahwa ringkasan (precis) adalah

suatu cara yang efektif untuk menyajikan suatu karangan yang panjang

dalam bentuk yang singkat. Keraf juga menerangkan bahwa kata precis

yang dipakai untuk pengertian ini berarti ‗memotong‘ atau ‗memangkas‘

maka dari itu membuat ringkasan atas sebuah karangan yang panjang

dapat diumpamakan sebagai memangkas sehingga tinggal batang,

cabang-cabang, dan ranting-ranting yang terpenting beserta daun-daun

yang diperlukan sehingga tampak bahwa esensi pohon masih

dipertahankan (1997: 261). Walaupun bentuknya ringkas, ringkasan tetap

mempertahankan pikiran pengarang dan pendekatannya yang asli.

Ringkasan merupakan penyajian singkat dari suatu karangan asli

tetapi dengan tetap mempertahankan urutan isi dan sudut pandang

pengarang asli, perbandingan bagian atau bab dari karangan asli secara

proporsional tetap dipertahankan dalam bentuknya yang singkat itu.

Page 135: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

122

11.4 Tujuan menyusun ringkasan

Tujuan membuat ringkasan adalah memahami dan mengetahui isi

sebuah buku atau karangan. Oleh sebab itu, latihan untuk maksud

tersebut perlu dilakukan karena akan membimbing dan menuntun

seseorang agar dapat membaca karangan asli dengan cermat dan

bagaimana harus menulisnya kembali dengan tepat. Penulis tidak akan

membuat ringkasan yang baik bila ia kurang cermat membaca dan tidak

sanggup membedakan gagasan utama-dari gagasan tambahan.

Kemampuan membedakan tingkat-tingkat gagasan itu akan membantu

mempertajam gaya bahasa serta menghindari uraian-uraian panjang

dalam karangan tersebut.

11.5 Cara menulis ringkasan

Beberapa patokan yang dapat digunakan untuk kegiatan meringkas

adalah sebagai berikut (Keraf, 1997: 263).

1. Membaca naskah asli. Penulis ringkasan harus membaca naskah asli

seluruhnya beberapa kali untuk mengetahui kesan umum dan maksud

pengarang serta sudut pandangnya.

2. Mencatat gagasan utama. Semua gagasan utama atau gagasan yang

penting dicatat atau digarisbawahi.

3. Membuat reproduksi. Menyusun kembali suatu karangan singkat

berdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana yang dicatat

dalam langkah kedua.

Selain ketiga cara di atas, ada beberapa catatan tambahan yang

menurut Keraf (1997: 265-266) perlu diperhatikan dalam menyusun

ringkasan. Hal ini perlu diperhatikan agar ringkasan tersebut diterima

sebagai suatu tulisan yang baik.

a. Sebaiknya menggunakan kalimat tunggal daripada kalimat majemuk

karena kalimat majemuk menunjukkan ada dua gagasan atau lebih

Page 136: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

123

yang bersifat paralel. Bila masih ada kalimat majemuk telitilah kembali

apakah mungkin dijadikan kalimat tunggal.

b. Rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu

gagasan sentral dan diwujudkan dalam bentuk kalimat.

c. Paragraf yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, termasuk

kutipan, dsb. dapat dihilangkan kecuali yang dianggap penting. Yang

dianggap penting dapat dipertahankan tetapi harus tetap dipersingkat.

d. Pertahankan susunan gagasan asli serta ringkaskanlah gagasan-

gagasan itu dalam urutan seperti urutan naskah asli.

11.6 Pengertian Abstrak

Secara harfiah, abstrak (abstract) bermakna ―ditarik dari‖ atau

proses pemisahan yang menghasilkan pandangan ringkas (Wibowo,

2013: 59). Hal ini didasarkan pada asal kata ‗abstrak‘ dalam bahasa

Inggris. Dalam bahasa Inggris, abstract dipungut dari bahasa Latin,

abstracus atau abstrahere, yang bermakna ―ditarik dari‖ (Wibowo, 2013:

59). Dalam teks abstrak disajikan secara padat dan ringkas intisari hasil

penelitian.

Pada karya tulis ilmiah lazim disertakan sebuah abstrak.

Bergantung pada kebutuhan, panjang sebuah abstrak berkisar antara 100

hingga 200 kata. Abstrak memudahkan pembaca melakukan skimming

dan scanning. Bila pembaca tertarik kepada abstrak anda, mereka

cenderung akan membaca karya anda leih lanjut. Oleh karena itu, abstrak

perlu disusun sedemikian rupa sehingga menarik dan mudah dipahami.

Umumnya, terdapat dua macam abstrak: (1) result-driven, yakni yang

mendemonstrasikan temuan penelitian dan apa saja yang disimpulkan

dari penelitian, dan; (2) summary, yakni yang menyajikan satu-dua

kalimat sinopsis.

Page 137: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

124

11.7 Struktur dan Cara Menulis Abstrak

Struktur abstrak terdiri atas beberapa bagian. Paltridge dan

Starfield (2007: 156) berpendapat bahwa secara struktur, abstrak

umumnya terdiri atas bagian-bagian berikut ini: (1) informasi umum

mengenai penelitian yang dilakukan; (2) tujuan penelitian; (3) alasan

dilaksanakannya penelitian; (4) metode penelitian yang digunakan, dan;

(5) temuan penelitian. Dengan membaca abstrak diharapkan calon

pembaca dapat memperoleh gambaran umum masalah yang dibahas

dalam artikel. Ciri-ciri umum artikel konseptual yang bersifat kritis dan

provokatif hendaknya juga terlihat di dalam abstraknya.

Abstrak dan kata kunci harus selalu ada dalam setiap artikel yang

ditulis untuk dimuat dalam jurnal. Menurut Tanjung dan ardial (2005:

151) kata kunci ditulis dan ditempatkan setelah kata abstrak (sebelum

uraian isi abstrak). Namun, ada beberapa jurnal yang memandu

penulisnya untuk menulis dan menempatkan kata kunci setelah uraian isi

abstrak. Penulis dapat mencari keterangan pada hasil penelitian yang

serupa dalam bidang yang sama untuk mendapatkan kata kunci

tambahan yang dapat digunakan selain yang terdapat dalam judul. Ide

untuk memilih kata kunci yang digunakan dengan layanan indexing yang

relevan. Pada tahap ini, penulis hendaknya mempertimbangkan kembali

tentang siapa pembaca tulisannya dan apa minat mereka dan kemudian

mencoba untuk memprediksi kata kunci yang tepat yang akan digunakan.

Kata kunci terdiri atas beberapa kata, Bahdin Nur Tanjung dan

Ardial (2005: 52-53) menjelaskan bahwa dalam jumlah kata kunci dalam

abstrak berkisar antara tiga sampai lima kata. Pemilihan kata dianggap

kunci didasarkan atas keperluannya untuk komputerisasi sistem informasi

ilmiah. Dengan kata kunci dapat ditemukan judul-judul skripsi dan tesis

abstraknya dengan mudah. Kata kunci berisikan istilah-istilah yang

mewakili ide-ide atau konsep-konsep dasar yang terkait dengan ranah

permasalahan yang dibahas dalam artikel penelitian.

Page 138: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

125

Penulisan abstrak sesungguhnya dilakukan setelah seluruh tahapan

penelitian diselesaikan. Oleh karena itu abstrak kemudian menjadi

ringkasan dari keseluruhan isi penelitian. Terkait format penulisannya,

abstrak dibuat dalam satu paragraf dengan jumlah kata antara 200 – 250

kata, diketik dengan satu spasi, dengan jenis huruf Times New Roman

ukuran 11. Bagian margin kiri dan kanan dibuat menjorok ke dalam.

Bahasa yang digunakan untuk penulisan abstrak adalah yakni bahasa

Indonesia dan bahasa Inggris.

Contoh abstrak:

Abstrak

Tulisan ini membahas argumen dalam tulisan akademik berupa skripsi.

Penelitian ini berusaha menunjukkan bagaimana argumen dibangun pada

skripsi mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Bandung dengan

menggunakan teori yang dikemukakan oleh Toulmin (2003). Hasil dari

penelitian ini menunjukkan bahwa ayat, hadits, dan tafsir menjadi titik

tolak untuk argumen yang hendak disampaikan dalam skripsi. Namun,

terdapat ketidaksesuaian antara ayat yang digunakan sebagai

warrant/penjamin untuk claim dan data pada skripsi tersebut. Akibatnya,

argumen yang diutarakan pun menjadi tidak ajek karena

ketidakkonsistenan antar elemen argumen.

Kata kunci: argumen, skripsi, klaim, data, dan penjamin

11.8 Perlatihan

1. Ringkaslah kutipan berikut menjadi 100 kata!

Contoh teks:

Bahasa Indonesia terdapat pada setiap jenjang pendidikan, dari

bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Selain sebagai bahasa

pengantar pendidikan, Bahasa Indonesia juga merupakan mata pelajaran

atau mata kuliah.

Page 139: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

126

Bahasa Indonesia dipelajari di tingkat sekolah selama 12 tahun

dengan porsi jam pelajaran yang besar. Di tingkat perguruan tinggi

khususnya bagi program sarjana dan diploma, Bahasa Indonesia

merupakan salah satu mata kuliah umum yang wajib ada dalam

kurikulum sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2012

tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 35 ayat (3). Adapun dalam kurikulum

baru tahun 2006 sesuai SK Dirjen Dikti Depdiknas RI No.

43/DIKTI/Kep/2006, Bahasa Indonesia termasuk dalam Mata Kuliah

Pengembangan Kepribadian (MPK). Dengan demikian, pencantuman mata

kuliah Bahasa Indonesia dalam kurikulum Perguruan Tinggi itu

dimaksudkan sebagai: (1) media pembelajaran kemampuan berbahasa

Indonesia para mahasiswa, dan (2) salah satu sarana pengembangan

kepribadian para mahasiswa.

Jadi, idealnya perkuliahan Bahasa Indonesia bertujuan untuk

membantu mahasiswa menguasai kaidah bahasa dan mampu

menerapkannya dalam komunikasi lisan dan tulis. Selain itu, ditujukan

pula untuk mengembangkan diri dan pribadi mahasiswa. Kedua hal

tersebut jika dikaitkan dengan ilmu Linguistik sebagaimana yang digagas

oleh Saussure (1993) maka akan berkaitan dengan bahasa dalam tataran

langue dan parole.

Penguasaan dan kemampuan mahasiswa dalam menggunakan

kaidah bahasa dalam komunikasi lisan dan tulis berkaitan dengan tataran

parole sebagai bahasa dalam wujud yang konkret. Tataran parole

merupakan bahasa yang diucapkan dan digunakan anggota masyarakat

dalam kegiatan sehari-hari (Chaer, 2004). Dalam konsep parole,

penggunaan ragam bahasa baku dalam penulisan karya ilmiah

merupakan bagian dari kegiatan sehari-hari. Salah satu bentuk yang

dapat menunjukkan penguasaan dalam kompetensi ini yaitu

dihasilkannya karya ilmiah.

Praktik menulis dapat dijadikan kompetensi prioritas yang harus

dicapai dari perkuliahan Bahasa Indonesia. Karya tulis ilmiah dapat

Page 140: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

127

menjadi wahana mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas.

Kreativitas merupakan suatu kemampuan untuk menciptakan suatu yang

baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru

yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai

kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur

yang sudah ada (Munandar, 2004) Melalui karya tulis ilmiah, ide, ilmu,

rasa ingin tahu, kreativitas, dan energi dapat bermuara.

Tulisan ilmiah, makalah, proposal dan laporan penelitian, laporan

buku atau bab buku, resensi buku, dan artikel opini di media massa

merupakan jenis-jenis karya ilmiah yang dibutuhkan mahasiswa. Hal ini

sebagaimana diungkapkan oleh Alwasilah (2000: 678-679) bahwa analisis

kebutuhan perlu dilakukan untuk menentukan apa yang sebenarnya

harus dipelajari oleh mahasiswa dan jawabannya adalah menulis,

mahasiswa perlu piawai menghasilkan tulisan dan kompetensi bahasa

yang perlu diajarkan untuk mengisi mata kuliah ini adalah menulis.

Menulis perlu dilakukan untuk mengartikulasikan berbagai pengalaman,

dalam hal ini khususnya pengalaman ilmiah.

Karya ilmiah dapat menjadi ―telaga pengetahuan‖ yang dapat

membawa bangsa ini menemukan berbagai solusi bagi permasalahan

yang terjadi. Hal ini sekaligus menjadi ―sarang‖ bagi lahir dan

bermukimnya berbagai ide baru yang segar dan visioner.

Sementara itu, kreativitas dapat menjadi salah satu aspek

pengembangan kepribadian yang dapat dikaitkan dengan langue. Langue

adalah keseluruhan kekayaan bahasa, seperti kosakata dan tata bahasa

(Saussure, 1993). Melalui langue, kreativitas seorang manusia dapat

dikembangkan. Hal ini berkaitan dengan relasi sintagmatik dan asosiatif

sebagaimana yang diungkapkan Saussure (1993: 219).

2. Tulislah sebuah abstrak dari sebuah artikel ilmiah!

Page 141: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

128

11.9 Ringkasan Materi

Ringkasan adalah karangan singkat. Meskipun bentuknya ringkas,

ringkasan tetap mempertahankan pikiran pengarang dan pendekatannya

yang asli. Pembuatan ringkasan bertujuan untuk memahami dan

mengetahui isi sebuah buku atau karangan. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam menyusun ringkasan yaitu: (1) membaca naskah asli;

(2) mencatat gagasan utama; (3) menyusun kembali suatu karangan

singkat berdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaimana yang dicatat

dalam langkah kedua; (4) sebaiknya menggunakan kalimat tunggal

daripada kalimat majemuk; (5) rangkaian gagasan yang panjang

hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentral berbentuk kalimat; (6)

paragraf yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, termasuk kutipan,

dsb. dapat dihilangkan atau dipersingkat; (7) pertahankan susunan

gagasan asli seperti urutan naskah asli.

Adapun abstrak merupakan teks yang disajikan secara padat dan

ringkas (intisari) dari hasil penelitian. Jumlahnya berkisar dua ratus kata.

Struktur abstrak umumnya terdiri atas: (1) informasi umum mengenai

penelitian yang dilakukan; (2) tujuan penelitian; (3) alasan

dilaksanakannya penelitian; (4) metode penelitian yang digunakan, dan;

(5) temuan penelitian. Selain itu, abstrak juga memuat kata kunci yang

berkisar antara tiga sampai lima kata. Pemilihan kata dianggap kunci

didasarkan atas keperluannya untuk komputerisasi sistem informasi

ilmiah

11.10 Daftar Pustaka

Indriati, Etty. 2006. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores: Nusa Indah.

__________ .2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

Page 142: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

129

Paltridge, B., Starfield, S. 2007. Thesis and Disertation Writing in A

Second Language: A Handbook for Suvervisors. London: Routledge

Pengajar Tata Tulis Karya Ilmiah. 2015. Metode Penulisan Ilteks.

Bandung: Institut Teknologi Bandung

Permatasari, Andalusia N., Alhamuddin, Agustiningsih, Dheka D. 2016.

Penarikan Argumen: Analisis Struktur Wacana pada Skripsi

Mahasiswa PAI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Bandung. Laporan Penelitian. Bandung: Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Islam Bandung.

Santoso, Urip. 2015. Kiat Menyusun Proposal Penelitian. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Tanjung, Bahdin Nur dan Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah

(Proposal, Skripsi, dan Tesis): dan Mempersiapkan diri menjadi

penulis artikel ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Wibowo, Wahyu. (2013). Menulis Artikel Ilmiah yang Komunikatif.

Jakarta: Bumi Aksara.

Page 143: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

130

Page 144: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

131

BAB XII

RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN

12.1 DESKRIPSI SINGKAT

Bab ini berisi pemaparan materi Ragam Etika Berbahasa Al-Qur‘an

yang terdiri atas Qaulan ma‘rûfan, membangun tutur kata yang baik,

Qaulan sadîdan, penyusunan kata dengan benar dan tepat, Qaulan

balîghan, menyampaikan pesan dengan kata-kata yang efektif dan

memberikan bekas, Qaulan karîman, tutur bahasa yang mulia dan sopan

santun, Qaulan layyinan, budi bahasanya lembut dan halus, Qaulan

Maisûran , perkataan yang pantas, sederhana dan mudah dicerna

maknanya dan Qaulan Tsaqîlan, perkataan yang berat (berbobot) dan

bermutu. Pengetahuan Ragam Etika Berbahasa Al-Qur‘an berguna agar

mahasiswa dapat memahami kalimat dalam Al-Qur‘an, dan membuat

kalimat yang baik. Oleh karena itu, dengan dibekali pengetahuan Ragam

Etika Berbahasa Al-Qur‘an mahasiswa diharapkan mampu menuangkan

gagasannya dengan padu, utuh, dan dapat dipahami. Dengan etika

bahasa yang baik, diharapkan akan melahirkan para orator yang mampu

mengubah sejarah. Perhatikan pendapat KH.M. Isa Anshari (1995: 27)

mengungkapkan: ―Layar sejarah bangsa-bangsa pada umumnya

mementaskan peranan penting dan utama dari juara mimbar, jago

pidato. Dengan kuasa dan kekuatan lisan yang dimilikinya, para orator

berhasil menegakkan kembali kepala bangsanya yang sudah terbenam

dalam lumpur kehinaan dan kerendahan‖.

12.2 CAPAIAN PEMBELAJARAN

1) Mahasiswa dapat memahami konsep Ragam Etika Berbahasa Al-Qur‘an

2) Mahasiswa dapat mengaplikasikan jenis-jenis Ragam Etika Berbahasa

Al-Qur‘an

Page 145: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

132

12.3 RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN

12.3.1 Pendahuluan

Perlu dipahami betapa manusia diciptakan Allah Swt dalan keadaan

sempurna (At-Tin: 4), artinya dilengkapi dengan segala kemampuan atau

potensi sehingga manusia mampu berbuat (An-Nahl: 78). Potensi yang

mendorong perbuatan adalah pertama keinginan atau nafs. Tetapi

dengan nafs saja manusia dapat celaka atau tidak berfungsi seperti

direncanakan Sang Khaliq (Yusuf: 53). Maka akal, potensi pokok kedua

yang mengarahkan keinginan tadi. Belum cukup sampai di situ, karena

manusia tidak hidup sendirian. Dia disediakan untuk hidup berkelompok

atau bermasyarakat (Al-Hujurat: 13). Karena itu bibir dua dan lidahnya

membunyikan suara khas, yaitu bahasa, potensi ketiga untuk

berkomunikasi. Ketiga potensi itu dapat kita sebut prasarana. Inilah

disediakan bagi manusia. Kualitasnya bergantung kepada pengembangan

manusia sendiri (Ar-Ra‘du: 11). Penelatarannya akan berakibat lemah

sampai tidak berfungsi sama sekali (Al-A‘raf: 179); kebalikannya yang

mesti diusahakan seorang Muslim; sejak lahir sampai mati, sejak tahap

terendah sampai yang tertinggi, yang dapat dijangkau manusia. Ini

berarti melahirkan ulul-albab (intellektual).

Akal manusia secara filosofis terlihat dalam kemampuan bahasa,

sehingga ilmu logika di dalam bahasa Arab disebut Ilmu Manthiq, yaitu

ilmu untuk berbahasa atau bercakap-cakap. Akal adalah kapasitas untuk

menangkap secara peka dan tajam, dalam keadaan berkembang dan

untuk melakukan aktivitas mental lainnya. Bukan saja menangkap dan

mengolah, melainkan juga untuk mengekspresikan lewat bahasa dan

memanfaatkannya dalam tindakan. Bentuk berbagai kapasitas itu sangat

bergantung pada peningkatan dzikir (penghayatan), fikir (rasio) dan sikap

bathin (iman) yang biasa disebut ranah kemanusiaan (Ali Imran; 190-

191). Inilah hakekatnya yang menjadi tugas pendidikan. Singgungan

semacam itu yang diperlukan dalam tulisan ini.

Page 146: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

133

Menurut Prof. Ahmad Sadali, Pada tahun 1976 saya sempat

mengapungkan gagasan ETI (Education Through the Teaching of Islam),

yaitu pendidikan melalui Ajaran Islam, dalam Confrensi MSA (Muslim

Student Association) Amerika dan Kanada, di Bloomington Amerika

Serikat. Gagasan ini berpangkal pada kesadaran, bahwa Islam adalah

‗an all-embracing mode of live‖ dan penganutnya mesti kaffah atau

menyeluruh di dalam segala sektor kehidupannya. Juga disadari bahwa

ilmu berasal dari Allah Swt dengan dua kategori: yang diwahyukan dan

yang diperoleh dari universum manusia (al-kaun) (Fushshilat: 53).

Komponen yang satu harus ada pertalian dengan yang lain, khususnya

karena Al-Quran (wahyu) adalah Petunjuk bagi kehidupan (Al-Baqarah:

2). Penemuan-penemuan pakar mutakhir sering menunjukkan pada

indikasi kemukjizatan Al-Quran. Lima belas abad yang lalu, tentang

kebenaran saintifik, yang memporak-porandakan cemoohan dunia

sekuler, bahwa Al-Quran buatan Muhammad. Sebab tidak mungkin

ungkapakan canggih, prediktif dan profetis, yang tersebar dalam Kitab

Suci orang Islam itu, terungkap dalam masa perkembangan ilmu abad ke

enam Masehi.

Salah satu ciri dari Kemukijizatan Al-Quran adalalah ketinggiannya

bahasanya. Menurut Manna‘ Al-Qathan keunggulan Al-Quran di bidang

bahasa disebut i‘jâz lughawi. Bahasa Al-Quran seperti permata, setiap

sudutnya memancarkan cahaya yang tiada henti-hentinya, semakin

dipandang memberikan warna yang berbeda. Oleh karena itu, Allah Swt

menantang siapa saja yang tidak percaya bahwa Al-Quran itu wahyu,

untuk membuat tandingan satu surat saja kalau ragu. Maka, kalau tidak

bisa dan pasti tidak mampu, berimanlah: ―

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami

wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)

yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah,

jika kamu orang-orang yang benar

Page 147: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

134

12.4 2 RAGAM ETIKA BERBAHASA AL-QUR’AN

Kemampuan berbahasa yang baik dan benar menjadi modal

utama di dalam meyampaikan kebenaran yang diturunkah Allah Swt. Al-

Quran telah menuntun kita di dalam membangun seni berbicara (retorika)

agar efektif dan menarik. Cara-cara yang disampaikan Al-Quran adalah

dengan memberikan petunjuk tentang ragam etika berbahasa (M. Wildan

Yahya, 2004, hal: 307-360) bagi seorang mukmin sebagai berikut:

1. Qaulan ma‘rûfan, membangun tutur kata yang baik, yaitu

menggunakan bahasa yang cocok dan mudah dimengerti, yaitu

bahasa yang digunakan masyarakat sesuai dengan budaya dan adat

istiadat yang berlaku. Perhatikan firman Allah pada QS Al-Nisâ`(4):

5:

...dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

2. Qaulan sadîdan, artinya penyusunan kata dengan benar dan tepat.

Tidak dibenarkan menggunakan kata dengan penuh emosi, makian

atau cacian. Jadi ungkapan bahasa yang digunakan selalu terkendali,

dengan memerhatikan dampak dan resikonya dengan matang. Setiap

kata-kata yang meluncur dari lisannya berdasarkan kebenaran dan

dicarikan bahasa yang tepat. Perhatikan firman Allah Swt pada QS Al-

Nisâ`(4): 9:

...hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

3. Qaulan balîghan, artinya menyampaikan pesan dengan kata-kata yang

efektif dan memberikan bekas. Perkataan yang berbekas adalah

perkataan merespons situasi dan memberikan jalan keluar terhadap

Page 148: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

135

persoalan yang sedang dihadapi masyarakatnya. Perhatikan firman

Allah Swt, dalam QS Al-Nisâ`(4): 63:

...dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada

jiwa mereka.

4. Qaulan karîman, artinya tutur bahasa yang mulia dan sopan santun

budi bahasanya. Pilihan kata yang indah, menentramkan, menciptakan

perdamaian adalah tutur kata yang mulia, tinggi budi bahasanya.

Perhatikan firman Allah Swt, QS Al-Isrâ` (17): 23:

...ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

5. Qaulan layyinan, artinya budi bahasanya lembut dan halus.

Ungkapan bahasa seperti itu akan sangat efektif untuk meluluhkan

hati yang keras, menyadarkan manusia dari kesesatannya.

Perhatikan firman Allah Swt, QS Thâhâ (20): 44

Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang

lemah lembut ...

6. Qaulan Maisûran, artinya perkataan yang pantas, sederhana dan

mudah dicerna maknanya. Sebaliknya, perkataan yang asing atau sulit

dicerna, akan mengganggu konsentrasi dan memutus mata rantai

pembicaraan. Oleh karena itu apabila ada kata-kata asing dijelaskan

dengan baik, agar mudah dimengerti artinya. Perhatikan firman Allah

Swt, QS Al-Isrâ` (17): 28:

Page 149: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

136

...maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.

7. Qaulan Tsaqîlan, artinya perkataan yang berat (berbobot) dan

bermutu. Perkataan yang berbobot dan bermutu adalah perkataan

yang padat dengan pesan penting dari Allah Swt atau Rasulullah Saw

dalam menanamkan ketaqwaan dan keimanan. Perhatikan firman

Allah Swt, QS Al-Muzammil (73): 5:

Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang

berat.

Tujuh etika bahasa yang dituntunkan Al-Quran kepada orang yang

beriman, menjadi panduan di dalam mengisi nilai kepribadian yang mulia.

Kemampuan berbahasa yang dapat mengajak manusia ke dalam iman

dan amal shaleh, dipuji oleh Allah Swt sebagaimana diungkapkan dalam

sebuah ayat:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru

kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata:

"Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS

Fushshilat [41]: 33).

Keterampilan dan kesanggupan untuk menguasai seni berbahasa dapat

dicapai melalui: pengembangan, argumentasi, strategi persuasi, problem

solving, melalui bahasa yang mengesankan (Devito, 1984: 4).

Kemampuan berbahasa yang baik adalah untuk mengajak orang ke

dalam Islam (dakwah). Untuk untuk diperlukan di perlukan langkah-

langkah berikut:

Page 150: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

137

1. Inventio, yaitu penemuan atau penelitian materi-materi yang

mencangkup: menemukan, mengumpulkan, menganalisa, memilih

materi yang cocok untuk mengajak.

2. Dispositio, yaitu penyusunan dan pengurutan materi (argumen)

dalam sebuah ajakan kemudian mengorganisasikan dan membaginya.

3. Elocutio, yaitu gaya pengungkapan atau penyajian gagasan dalam

bahasa yang sesuai. Ada tiga hal yang menjadi dasar pengungkapan

gagasan: komposisi, kejelasan, langgam bahasa dari pidato; kerapian,

kemurnian, ketajaman dan kesopanan dalam bahasa; kemegahan,

hiasan pikiran dengan upaya retorika.

4. Memoria, yaitu mengingat dan atau menguasai materi seruan, yaitu

latihan untuk mengingat gagasan-gagasan dalam penuturan yang

sudah disusun.

5. Actio, yaitu menyampaikan atau menyajikan materi. Penyajian yang

efektif dari sebuah percakapan akan ditentukan juga oleh suara, sikap

dan gerak-gerik.

Oleh karena itu setiap muslim diharapakan menjadi da‘i, dengan

ungkapan bahasa yang baik agar bisa mengajak orang ke dalam iman

dan amal shaleh.

12.5 Perlatihan

1. Buatlah kalimat sehari-hari berkaitan dengan Qaulan ma‘rûfan,

membangun tutur kata yang baik sesuai dengan adat yang berlaku !

2. Paparkan kalimat dengan Qaulan sadîdan, kata yang benar dan tepat!

3. Susunlah kalimat dengan Qaulan balîghan, menyampaikan pesan

dengan kata-kata yang efektif dan memberikan pesan!

4. Ungkapkan kalimat dengan Qaulan karîman, tutur bahasa yang mulia

dan sopan santun!

Page 151: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

138

5. Ketengahkan kalimat Qaulan Maisûran, perkataan yang pantas,

sederhana, dan mudah dicerna maknanya!

6. Berikan Contoh Qaulan layyinan, budi bahasa yang lembut dan halus!

7. Buatlah kalimat dengan Qaulan Tsaqîlan, perkataan yang berat

(berbobot) dan bermutu!

12.6 Ringkasan

Ragam etika bahasa Al-Qur‘an terdiri dari tujuh ragam yaitu:

Qaulan ma‘rûfan, Qaulan sadîdan, Qaulan balîghan, Qaulan karîman,

Qaulan layyinan, Qaulan Maisûran, dan Qaulan Tsaqîlan. Untuk mampu

berbahasa yang baik, yaitu dapat mengajak umat berbuat kebaikan

(dakwah), diperlukan lima langkah sebagai berikut : Inventio, Dispositio,

Elocutio, Memoria, dan Actio.

12.7 Daftar Pustaka

Aqr-Rahib Al-Asgfani (tt), Mu‘jam Mufradat li Al-Fadzil Qur‘an, Beirut.

Devito (2010), Komunikasi Antar Manusia, Karisma Publishing, Jakarta.

Anshari Isa (1967), Mujahid Dakwah, Bulan Bintang, Jakarta.

Kementrian Agama Republik Indonesia (2002), Al-Qur‘an dan

Terjemahnya, Penerbit Pustaka Agung Harapan, Surabaya

Wildan Yahya, M (1986), Intelektual Muslim, Karya Kita, Bandung.

Page 152: Buku Ajar Bahasa Indonesia - Unisba

LSIPK Universitas Islam Bandung

Buku Ajar

Bahasa Indonesia

Oleh:

Tim Dosen Bahasa Indonesia Universitas Islam Bandung

Seri Penerbitan Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Kepribadian (LSIPK)

Universitas Islam Bandung