Post on 20-Aug-2018
PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP PROSES FERMENTASI
PEMBUATAN BIOETANOL
RANGGA AGUNG PRIBADI / 20406586
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin
ABSTRAKSI
Proses fermentasi adalah proses untuk mengubah glukosa menjadi etanol dengan menggunakan
yeast (ragi). Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi bioetanol dengan menggunakan
tabung fermentor. Di tabung fermentor ditancapkan termometer jenis digital gunanya untuk
mengetahui suhu di dalam tabung fermentor. Bahan-bahan yang digunakan dalam proses
fermentasi ini adalah gula pasir, urea, npk, ragi, air. Proses fermentasi dilakukan selama 1-2
minggu. Proses fermentasi bioetanol dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama dilakukan di
dalam ruangan, sedangkan proses fermentasi tahap kedua dilakukan di luar ruangan. Dalam
proses fermentasi ini di hitung kadar alkoholnya dengan menggunakan alkoholometer. Dari
hasil pengamatan yang dilakukan , proses fermentasi di luar ruangan lebih cepat selama 1
minggu sudah bisa di hitung kadar alkoholnya sebesar 9 %, sedangkan proses fermentasi di
dalam ruangan membutuhkan waktu selama 2 minggu untuk mendapatkan 9 % alkohol. Proses
fermentasi di luar ruangan lebih cepat dikarenakan karena pengaruh temperatur. Semakin
panas suhu udara semakin cepat proses fermentasinya. Perhitungan pada dinding bagian dalam
tabung fermentor di proses fermentasi di dalam ruangan suhu yang mengalir pada dinding
bagian dalam tabung fermentor sebesar 28.56 0C, sedangkan untuk fermentasi di luar ruangan
suhu yang mengalir pada dinding bagian dalam fermentor sebesar 36.85 0C.
Kata Kunci : Tabung Fermentor, Gula Pasir, Urea, NPK, Ragi, Air,
Fermentasi, Menghitung Kadar Alkohol
PENDAHULUAN
Di indonesia akan kebutuhan etanol
sangat tinggi, karena etanol memiliki banyak
maanfaat, salah satunya adalah untuk
industri kosmetik, tinta, dan percetakan.
Selain itu etanol juga memiliki sifat yang
tidak beracun maka bahan ini digunakan
sebagai pelarut dalam industri makanan dan
minuman maupun sebagai bahan bakar
alternatif pengganti bensin karena
aman terhadap lingkungan dan manusia.
Etanol yang digunakan selama ini
umumnya diperoleh dari dari minyak bumi,
dimana minyak bumi ini sendiri merupakan
sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui. Dewasa ini masalah
keterbatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) di
dunia terjadi karena bahan baku yang
berasal dari fosil sudah mulai habis.
Semakin berkurangnya sumber bahan bakar
minyak di
Indonesia sedangkan laju
penggunaannya semakin meningkat
mengakibatkan pemerintah harus
memangkas subsidi BBM. Selain
pemangkasan subsidi BBM, pemerintah juga
melakukan langkah-langkah penghematan
energi dan mencari sumber-sumber energi
baru untuk menggantikan minyak bumi.
Karena itu pemerintah mengeluarkan
Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional, dimana
pemanfaatan BBN (biofuel) ditargetkan 2%
pada tahun 2010 dan 5% pada 2025. Untuk
mengurangi konsumsi BBM jenis bensin,
dapat dilakukan dengan menambahkan 10%
bioetanol.
Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi
dari bahan bergula, berpati dan berserat.
Salah satu bahan bergula yang berpotensi
untuk pembuatan etanol yaitu gula pasir,
mengingat gula pasir sangat mudah
diperoleh. Teknolgi pembuatan bioetanol
dari gula pasir melalui proses fermentasi.
Proses ini merupakan salah satu alternatif
dalam rangka mendukung program
pemerintah tentang penyediaan bahan bakar
non migas yang terbarukan yaitu BBN
(Bahan Bakar Nabati) sebagai pengganti
bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian
tentang proses pembuatan bioetanol dari
gula pasir melalui proses fermentasi yang
berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Pembuatan bioetanol dari gula di buat
melalui proses fermentasi. Fermentasi
bioetanol merupakan proses pembuatan
etanol dengan memanfaatkan aktivitas yeast
(Saccharomyces Cerevisiae) proses
fermentasi etanol ini dilakukan secara
anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi
alkohol tanpa adanya oksigen.
LANDASAN TEORI
Etanol
Etanol adalah alkohol yang paling
sering digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Karena sifatnya yang tidak beracun,
bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut
dalam dunia farmasi dan industri makanan
dan minuman. Etanol tidak berwarna dan
tidak berasa tapi memiliki bau yang khas.
Bahan ini dapat memabukkan jika diminum.
Etanol telah digunakan manusia sejak zaman
prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam
minuman beralkohol. Residu yang
ditemukan pada peninggalan keramik yang
berumur 9000 tahun dari China bagian utara
menunjukan bahwa minuman beralkohol
telah digunakan oleh manusia prasejarah
dari masa Neolitik. Etanol dan alkohol
membentuk larutan azeotrop. Karena itu
pemurnian etanol yang mengandung air
dengan cara penyulingan biasa hanya
mampu menghasilkan etanol dengan
kemurnian 96%. Etanol murni (absolut)
dihasilkan pertama kali pada tahun 1796
oleh Johan Tobias Lowits yaitu dengan cara
menyaring alkohol hasil destilasi melalui
arang. Lavoisier menggambarkan bahwa
etanol adalah senyawa yang terbentuk dari
karbon, hidrogen dan oksigen.
Cara Pembuatan Etanol
Etanol dapat dibuat melalui proses
fermentasi diikuti kemudian dengan proses
destilasi sehingga serat dan gumpalan gula
dari bahan dasar (jagung, gandum, kentang,
tebu, buah-buahan ataupun sisa sayur-
mayur) ataupun pengotor lainnya terpisah
dari etanolnya. Produksi bioetanol dengan
bahan baku tanaman yang mengandung pati
atau karbohidrat, dilakukan melalui proses
konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa)
larut air dilakukan dengan penambahan air
dan enzim, kemudian dilakukan proses
peragian atau fermentasi gula menjadi etanol
dengan menambahkan yeast atau ragi. Selain
bioetanol dapat diproduksi dari bahan
tanaman yang mengandung selulosa, namun
dengan adanya lignin mengakibatkan proses
penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga
pembuatan bioetanol dari selulosa tidak
direkomendasikan meskipun teknik produksi
bioetanol merupakan teknik yang sudah
lama diketahui, namun bioetanol untuk
bahan bakar kendaraan memerlukan etanol
dengan karakteristik tertentu yang
memerlukan teknologi yang relatif baru di
Indonesia antara lain mengenai neraca
energi (energy balance) dan efisiensi
produksi, sehingga penelitian lebih lanjut
mengenai teknologi proses produksi etanol
masih perlu dilakukan.
Kegunaan Etanol
Kegunaan etanol dalam dunia
industri yaitu:
1. Untuk membuat minuman keras
seperti bir dan wisky
2. Sebagai obat antiseptik pada luka
dengan kadar 70%
3. Untuk membuat barang industri
misalnya zat warna, parfum, essence
buatan dan lainnya.
4. Untuk kepentingan industri dan
sebagai pelarut bahan bakar ataupun
diolah kembali menjadi bahan lain.
5. Untuk kepentingan lain dan alkohol
Syarat Mutu Etanol (SNI 06-3565-1994)
Didalam perdagangan dikenal etanol
menurut kualitasnya yaitu :
a) Alkohol teknis (95,6o GI) terutama
digunakan untuk kepentingan
industry dan sebagai pelarut bahan
bakar
b) Alkohol murni (96-96,5o GI) alkohol
yang lebih murni, digunakan
terutama untuk kepentingan farmasi,
minuman keras dan alkohol.
c) Spritus (88o GI) bahan ini merupakan
alkohol terdenaturasi dan diberi
warna umumnya digunakan untuk
pemanasan dan penerangan.
d) Alkohol absolut atau alkohol adhidra
(99,5 – 99,8o GI) tidak mengandung
air sama sekali. Digunakan untuk
kepentingan farmasi dan untuk bahan bakar kendaraan.
Sifat-Sifat Fisika Etanol
Etanol memiliki banyak manfaat bagi
masyarakat karena memiliki sifat yang tidak
beracun. Selain itu etanol juga memiliki
banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun
kimia. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Sifat-Sifat Kimia Etanol
Etanol selain memiliki sifat-sifat fisika
juga memiliki sifat-sifat kimia. Sifat-sifat
kimia tersebut adalah ;
1. Merupakan pelarut yang baik untuk
senyawa organik
2. Mudah menguap dan mudah terbakar
3. Bila direaksikan dengan asam halida
akan membentuk alkil halida dan air
CH3CH2OH+HC=CH
CH3CH2OCH= CH2 + H2O
4. Bila direaksikan dengan asam
karboksilat akan membentuk ester
dan air
CH3CH2OH+CH3COOH
CH3COOCH2CH3 + H2O
5. Dehidrogenasi etanol menghasilkan
asetaldehid.
6. Mudah terbakar di udara sehingga
menghasilkan lidah api (flame) yang
berwarna biru muda dan transparan
dan membentuk H2O dan CO2.
Fermentor
Fermentor adalah Tangki atau wadah
dimana didalamnya seluruh sel (mikrobia)
mengubah bahan dasar menjadi produk
biokimia dengan atau tanpa produk
sampingan. Fermentor ini sering disebut
juga Bioreaktor. Fungsi dasar fermentor
adalah Menyediakan kondisi lingkungan
yang cocok bagi mikrobia di dalamnya
untuk menghasilkan biomassa,
menghasilkan enzim, menghasilkan
metabolit dsb.
Syarat fermentor
1. Tangki dapat dioperasikan secara
aseptik, agitasi dan aerasi.
2. Energi pengoperasian serendah
mungkin.
3. Temperatur harus terkontrol.
4. Kontrol pH.
5. Tempat pengambilan sampel.
6. Penguapan berlebihan dihindari.
7. Tangki didesain untuk
meminimalkan tenaga kerja
pemanenan, pembersihan dan
perawatan.
8. Peralatan general: permukaan bagian
dalam halus, dihindari banyak
sambungan, murah.
Konstruksi Fermentor
1. Bahan fermentor dibuat
tahan karat untuk mencegah
kontaminasi logam/ion
selama proses.
2. Bahan fermentor harus
tidak beracun dan tidak
mudah terlarut, sehingga
tidak menghambat
pertumbuhan mikrobia.
3. Bahan fermentor harus
kuat untuk sterilisasi
berulang kali pada
tekanan uap tinggi.
4. Sistem stirer dari
fermentor dan lubang
pemasukannya cukup,
sehingga tidak
mengalami stress
mekanik akibat
terlampau rapat.
5. Pemeriksaan secara visual dari
medium & kultur harus tersedia,
dibuat dari bahan transparan.
Fermentasi
Proses fermentasi dimaksudkan untuk
mengubah glukosa menjadi bioetanol
dengan menggunakan yeast (ragi). Alkohol
yang diperoleh dari proses fermentasi ini,
biasanya alkohol dengan kadar 8 sampai
10% alkohol. Sementara itu, bila fermentasi
tersebut digunakan bahan baku gula, proses
pembuatan etanol dapat lebih cepat.
Pertumbuhan etanol dari gula tersebut juga
mempunyai keuntungan lain, yaitu
memerlukan bak fermentasi yang lebih
kecil. Etanol yang dihasilkan proses
fermentasi tersebut perlu ditingkatkan
kualitasnya dengan membersihkan dari zat-
zat yang tidak diperlukan. Alkohol yang
dihasilkan dari proses fermentasi biasanya
masih mengandung gas-gas antara lain CO2
(yang ditimbulkan dari pengubahan glukosa
menjadi bioetanol) dan aldehyde yang perlu
dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi
tersebut biasanya mencapai 35% volume,
sehingga untuk memperoleh bioetanol yang
berkualitas baik, bioetanol tersebut harus
dibersihkan dari gas tersebut. Proses
pembersihan (washing) CO2 dilakukan
dengan menyaring bioetanol yang terikat
oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol
yang bersih dari gas (CO2). Kadar alkohol
yang dihasilkan dari proses fermentasi,
biasanya hanya mencapai 8-10% saja,
sehingga untuk memperoleh etanol yang
berkadar alkohol 95% diperlukan proses
lainnya, yaitu proses destilasi. Proses
destilasi dilaksanakan melalui dua tingkat,
yaitu tingkat pertama dengan beer column
dan tingkat kedua rectifying column.
Definisi kadar alkohol atau bioetanol dalam
% (persen) volume adalah “volume etanol
pada temperatur 150C yang terkandung
dalam 100 satuan volume larutan etanol
pada tertentu (pengukuran)“. Berdasarkan
Balai Keujian Standar (BKS) Alkohol
Spiritus, standar temperatur pengukuran
adalah 27,5 0C dan kadarnya 95,5 %.
Mekanisme Fermentasi
Di dalam proses fermentasi,
kapasitas mikroba untuk mengoksidasi
tergantung dari jumlah aceptor electron
terakhir yang dapat dipakai. Sel-sel
melakukan fermentasi menggunakan enzim-
enzim yang akan mengubah hasil dari reaksi
oksidasi, dalam hal ini yaitu asam menjadi
senyawa yang memiliki muatan positif,
sehingga dapat menangkap elektron terakhir
dan menghasilkan energi.[8]
Untuk memperoleh hasil fermentasi
yang optimum, persyaratan untuk
pertumbuhan ragi harus diperhatikan, yaitu :
[9]
- pH dan kadar karbohidrat dari
subtrat
- Temperatur selama fermentasi
- Kemurnian dari ragi itu sendiri
Hantaran (Konduksi)
Yang dimaksud dengan hantaran ialah
pengangkutan kalor melalui satu jenis zat.
Sehingga perpindahan kalor secara
hantaran/konduksi merupakan satu proses
pendalaman karena proses perpindahan
kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah
aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu
tinggi ke titik bersuhu rendah. Berikut
adalah contoh perpindahan panas konduksi.
Sudah diketahui bahwa tidak semua
bahan dapat menghantar kalor sama
sempurnanya. Dengan demikian,
umpamanya seorang tukang hembus kaca
dapat memegang suatu barang kaca, yang
beberapa cm lebih jauh dari tempat
pegangan itu adalah demikian panasnya,
sehingga bentuknya dapat berubah. Akan
tetapi seorang pandai tempa harus
memegang benda yang akan ditempa dengan
sebuah tang. Bahan yang dapat menghantar
kalor dengan baik dinamakan konduktor.
Penghantar yang buruk disebut
isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk
menyatakan bahwa bahan tersebut
merupakan suatu isolator atau konduktor
ialah koefisien konduksi termal. Apabila
nilai koefisien ini tinggi, maka bahan
mempunyai kemampuan mengalirkan kalor
dengan cepat. Untuk bahan isolator,
koefisien ini bernilai kecil.
Pada umumnya, bahan yang dapat
menghantar arus listrik dengan sempurna
(logam) merupakan penghantar yang baik
juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya
bila di contohkan sebatang besi atau
sembarang jenis logam dan salah satu
ujungnya diulurkan ke dalam nyala api.
Dapat diperhatikan bagaimana kalor
dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung
yang dingin. Apabila ujung batang logam
tadi menerima energi kalor dari api, energi
ini akan memindahkan sebahagian energi
kepada molekul dan elektron yang
membangun bahan tersebut. Moleku1 dan
elektron merupakan alat pengangkut kalor di
dalam bahan menurut proses perpindahan
kalor konduksi. Dengan demikian dalam
proses pengangkutan kalor di dalam bahan,
aliran elektron akan memainkan peranan
penting .
Persoalan yang patut diajukan pada
pengamatan ini ialah mengapa kadar alir
energi kalor adalah berbeda. Hal ini
disebabkan karena susunan molekul dan
juga atom di dalam setiap bahan adalah
berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat
molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan
satu bahan berfasa gas seperti udara.
Molekul udara adalalah renggang seka1i.
Tetapi dibandingkan dengan bahan padat
seperti kayu, dan besi , maka molekul besi
adalah lebih rapat susunannya daripada
molekul kayu. Bahan kayu terdiri dari
gabungan bahan kimia seperti karbon, uap
air, dan udara yang terperangkat. Besi
adalah besi. Kalaupun ada bahan asing,
bahan kimia unsur besi adalah lebih banyak.
Rumus Perpindahan Panas Konduksi
Dinyatakan Dengan Rumus :
q = - kA 𝑑𝑇
𝑑𝑥 ......................(2.1)
Dengan :
Q = Laju perpindahan panas (w)
A = Luas penampang dimana
panas mengalir (m2)
dT/dx = Gradien suhu pada
penampang, atau laju
perubahan suhu T terhadap
jarak dalam arah aliran
panas x
k = Konduktivitas thermal
bahan (w/moC)
Aliran (Konveksi)
Yang dimaksud dengan aliran konveksi
adalah pengangkutan kalor oleh gerak dari
zat yang dipanaskan. Proses perpindahan
kalor secara aliran/konveksi merupakan satu
fenomena permukaan. Proses konveksi
hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi
dalam proses ini struktur bagian dalam
bahan kurang penting. Keadaan permukaan
dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan
permukaan itu adalah yang utama.
Lazimnya, keadaan keseimbangan
termodinamik di dalam bahan akibat proses
konduksi, suhu permukaan bahan akan
berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal
ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan
suhu udara sekeliling adalah T2 dengan
Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak
seimbang diantara bahan dengan
sekelilingnya.
Perpindahan kalor dengan jalan aliran
dalam industri kimia merupakan cara
pengangkutan kalor yang paling banyak
dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat
terjadi melalui zat yang mengalir, maka
bentuk pengangkutan kalor ini hanya
terdapat pada zat cair dan gas. Pada
pemanasan zat ini terjadi aliran, karena
massa yang akan dipanaskan tidak sekaligus
di bawa kesuhu yang sama tinggi. Oleh
karena itu bagian yang paling banyak atau
yang pertama dipanaskan memperoleh
massa jenis yang lebih kecil daripada bagian
masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya
terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya
tersebar pada seluruh zat. Berikut adalah
contoh perpindahan panas secara konveksi.
Gambar 2.5 Perpindahan panas konveksi [10]
Pada perpindahan kalor secara
konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan
ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran
fluida. Oleh karena pengaliran fluida
melibatkan pengangkutan massa, maka
selama pengaliran fluida bersentuhan
dengan permukaan bahan yang panas, suhu
fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan
kecepatan yang seterusnya akan
menghasilkan aliran momentum. Jadi massa
fluida yang mempunyai energi termal yang
lebih tinggi akan mempunyai momentum
yang juga tinggi. Peningkatan momentum
ini bukan disebabkan masanya akan
bertambah. Malahan massa fluida menjadi
berkurang karena kini fluida menerima
energi kalor.
Fluida yang panas karena menerima
kalor dari permukaan bahan akan naik ke
atas. Kekosongan tempat masa bendalir
yang telah naik itu diisi pula oleh masa
fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini
juga menerima energi kalor dari permukan
bahan yang kalor dasi, massa ini juga akan
naik ke atas permukaan meninggalkan
tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula
oleh massa fluida bersuhu renah yang lain.
Proses ini akan berlangsung berulang-ulang.
Dalam kedua proses konduksi dan konveksi,
faktor yang paling penting yang menjadi
penyebab dan pendorong proses tersebut
adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan
suhu terjadi maka keadaan tidak stabil
termal akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini
perlu diselesaikan melalui proses
perpindahan kalor.
Dalam pengamatan proses
perpindahan kalor konveksi, masalah yang
utama terletak pada cara mencari metode
penentuan nilai h dengan tepat. Nilai
koefisien ini tergantung kepada banyak
faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan,
bergantung pada nilai h. Jika kecepatan
medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar
yang mendoromg fluida bergerak, maka
proses perpindahan kalor berlaku.
Sedangkan bila kecepatan medan
dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas
atau peniup, maka proses konveksi yang
akan terjadi merupakan proses perpindahan
kalor konveksi paksa. Yang membedakan
kedua proses ini adalah dari nilai koefisien
h-nya.
Rumus Perpindahan Panas Konveksi
Dinyatakan Dengan Rumus :
q = h A (ΔT) ...................(2.2)
Dengan :
q = Laju perpindahan panas
konveksi (w)
h = Koefisien perpindahan
panas konveksi (w/m2 0
C)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Perubahan atau perbedaan suhu
(0C;
0F)
Reaksi Endoterm
Reaksi Endoterm adalah Reaksi yang
memerlukan energi atau menyerap energi
dari lingkungan ketika reaksi terjadi.
Umumnya reaksi ini menghasilkan suhu
dingin. Contoh reaksi endoterm adalah
membakar mimyak tanah di kompor minyak
dan nyala api unggun di saat kemping. Pada
reaksi endoterm, sistem menyerap energi.
Oleh karena itu, entalpi sistem akan
bertambah. Artinya entalpi produk (Hp)
lebih besar daripada entalpi pereaksi (Hr).
Akibatnya, perubahan entalpi, merupakan
selisih antara entalpi produk dengan entalpi
pereaksi (Hp-Hr) bertanda positif.
Prosedur Penelitian
Dalam pelaksanaan suatu kegiatan
penelitian, biasanya selalu diawali dengan
penetapan tahapan atau langkah-langkah
penelitian. Berikut ini akan dijelaskan
mengenai metode penelitian yang dilakukan
dari awal penelitian hingga akhir, yang
ditunjukkan melalui sebuah diagram alir
atau flowchart.
Diagram pada gambar 3.1 menggambarkan
langkah suatu proses yang dilakukan dalam
melakukan metode penelitian sehingga
memperoleh hasil dari penelitian yang sesuai
dengan literatur pustaka. Langkah-langkah
prosesnya berupa yaitu terminal yang
menyatakan mulai dan selesai dari suatu
proses, pengolahan yang menyatakan suatu
proses yang berlangsung, dan keputusan
untuk menyatakan dalam mengambil
keputusan dari proses yang telah diolah
dengan cara membandingkan.
Perancangan Pembuatan Tabung
Fermentor
Alat yang digunakan dalam proses
fermentasi yaitu tabung fermentor. Tabung
Fermentor ini fungsinya untuk
keberlangsungan proses fermentasi bahan
dasar menjadi produk yang diinginkan.
Tabung fermentor ini terbuat dari bahan
fiberglass. Dalam pembuatan tabung
fermentor mula-mula membuat cetakan
terlebih dahulu dari plat seng. Plat seng
dengan tebal 1 mm dibentuk seperti tabung
dengan panjang 65 cm dan diameternya 40
cm. Setelah itu membuat penutup bagian
bawah dengan diameter 40 cm dan penutup
bagian atas. Untuk penutup bagian atas
dibuat seperti kerucut dengan diameter 40
cm. Pada bagian penutup tambahkan katup
dibagian atas penutup. Katup ini gunanya
untuk saluran pengeluaran cairan bioetanol
yang terdapat di dalam tabung fermentor.
Setelah cetakan selesai dibuat. Cetakan
tersebut kemudian dibuat dengan bahan
dasar fiberglass. Hasil cetakan dari bahan
fiberglass mempunyai ketebalan 3 mm.
Berikut gambar hasil pembuatan tabung
fermentor dengan bahan dasar fiberglass.
Gambar 3.2 Tabung fermentor
Pengertian bahan fiberglass itu
sendiri adalah bahan paduan atau campuran
beberapa bahan kimia (bahan komposit)
yang bereaksi dan mengeras dalam waktu
tertentu. Bahan ini mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan bahan logam,
diantaranya : ringan, mudah dibentuk, dan
murah. Berikut adalah bahan-bahan
pembuatan tabung fermentor dari bahan
fiberglass :
1. Resin
Resin adalah bahan kimia yang
berbentuk cair, menyerupai minyak
goreng , tetapi agak kental. Jenis
resin bermacam-macam. Untuk
bahan aksesoris fiberglas, umunya
menggunakan resin bening atau resin
keruh. Resin bening digunakan untuk
bentuk yang menonjolkan
kebeningannya, seperti untuk
aksesoris visor, kap lampu dll
sebagai pengganti mika, namun
penggunaan resin bening yang ada
dipasaran untuk pengganti mika,
masih belum menghasilkan kualitas
yang memuaskan. Sedangkan resin
jenis keruh lebih banyak digunakan
untuk pembuatan aksesoris,
disamping harganya murah, resin ini
dapat dengan mudah dibeli di toko-
toko kimia. Berikut adalah gambar
jenis resin keruh untuk fiberglass.
2. Katalis
Cairan ini biasanya dibilang
pendamping setia resin, cairan ini
biasanya berwarna bening dan
berbau agak menyengat. Cairan ini
berfungsi untuk mempercepat proses
pengerasan adonan mengeras tetapi
hasilnya kurang bagus. Cairan ini
jika mengenai kulit akan terasa
panas, seperti cairan zuur. Berikut
adalah gambar katalis untuk
campuran resin.
3. Matt/Serat Fiber
Matt merupakan bahan serat kaca.
Bahan ini berfungsi sebagai serat
penguat dari adonan fiberglass ketika
akan dicetak, agar hasilnya menjadi
lebih kuat dan tidak mudah pecah.
Bentuk matt bermacam-macam, ada
yang mirip bihun, kain karung dan
sarang lebah. Tetapi yang banyak
dijumpai dipasaran yang berbentuk
seperti bihun. Berikut adalah gambar
matt/serat fiber.
4. Wax (Mold Release)
Bahan ini sepintas mirip
mentega/keju ketika masih di dalam
wadahnya. Berfungsi sebagai pelicin
pada tahap pencetakan yang
menggunakan mal/molding, agar
antara molding dengan hasil cetakan
tidak saling merekat, sehingga
dengan mudah dapat dilepaskan.
Berikut adalah gambar wax (mold
release).
Langkah-Langkah Pembuatan Tabung
Fermentor
Berikut adalah langkah-langkah
dalam proses pembuatan tabung fermentor :
1. Membuatan cetakan fermentor
Dalam proses membuat cetakan
fermentor, bahan yang dipakai adalah
plat seng. Plat seng ini dibentuk
sedemikian rupa seperti tabung.
2. Penambahan wax pada cetakan
fermentor
Setelah cetakan fermentor sudah
selesai dibuat, oleskan wax pada
cetakan fermentor. Gunanya agar
antara cetakan dengan hasil cetakan
tidak saling merekat, sehingga dengan
mudah dapat dilepaskan.
3. Penambahan resin, katalis dan serat
fiber
Resin dan katalis dicampurkan
kemudian diaduk hingga rata setelah
itu oleskan cairan resin ke cetakan
tabung fermentor, kemudian
tempelkan serat fiber ke cetakan
fermentor. Lakukan secara berulang-
ulang agar hasil cetakannya lebih tebal
dan lebih kuat.
Bahan Percobaan Pembuatan Bioetanol
Bahan yang dipakai untuk pembuatan bioetanol yaitu gula pasir, urea, npk, ragi, dan air.
Dalam proses fermentasi dibutuhkan tabung untuk melakukan fermentasi yang disebut juga
tabung fermentor. Berikut perhitungan dasar dan bahan-bahan pembuatan bioetanol.
1. Perhitungan dasar pembuatan bioetanol
- Massa gula : 2 kg
- Kadar gula dalam larutan : 15%
- Volume dalam larutan : 2/0.15 = 13.4 liter
- Jumlah air : 13.4 – 2 = 11.4 liter air
- Jumlah alkohol : 0.511 x 2 x 0.85 = 0.8687 kg
2. Bahan-bahan pembuatan bioetanol
- Gula pasir : 2 kg
- Ragi : (2/70) x 320 gr = 9.1 gr
- Urea : (2/70) x 700 gr = 20 gr
- NPK : (2/70) x 80 gr = 2.286 gr
Berikut adalah komposisi hasil perhitungan
dasar dan bahan-bahan pembuatan bioetanol
diatas. Komposisi bahan-bahan tersebut
ditunjukkan pada tabel 3.4
Adapun alat-alat yang digunakan dalam
proses fermentasi tersebut adalah :
1. Tabung fermentor
Tabung fermentor ini digunakan untuk
fermentasi bioetanol. Bahan yang
digunakan untuk membuat tabung
fermentor yaitu bahan fiberglass.
Berikut adalah gambar tabung
fermentor.
2. Termometer Digital
Termometer ini digunakan untuk
mengetahui suhu di dalam fermentor
dalam proses fermentasi. Termometer
ini di tancapkan ke dalam tabung
fermentor. Berikut adalah gambar
termometer jenis digital.
3. Termometer suhu udara
Termometer ini digunakan untuk
mengetahui suhu udara sekitar dalam
proses fermentasi. Berikut adalah
gambar termometer untuk mengukur
suhu udara.
4. Alkoholometer
Alkoholometer berfungsi untuk
mengukur kadar alkohol setelah proses
fermentasi selesai dilakukan. Berikut
adalah gambar alkoholometer.
Langkah-Langkah Pembuatan Biotanol
Berikut adalah langkah-langkah
dalam proses pembuatan bioetanol :
1. Pencampuran gula pasir dengan air
Larutkan 2 kg gula pasir dengan 11.4
liter air kemudian di aduk hingga
tercampur rata. Kadar gula dalam
larutan sebesar 15%. Volume air
kurang lebih 13.4 liter, kemudian
masukan ke dalam tabung fermentor.
2. Penambahan urea dan NPK
Dalam proses pembuatan bioetanol ini
diperlukan penambahan Urea dan
NPK ke dalam larutan gula.
Penambahan Urea sebanyak 20 gr dan
NPK sebanyak 2.286 gr. Urea dan
NPK ini berfungsi sebagai nutrisi
ragi.
3. Penambahan ragi roti (fermipan)
Bahan aktif ragi roti adalah khamir
saccharomyces cereviseae yang dapat
memfermentasikan gula menjadi
etanol. Ragi roti diberi air hangat
secukupnya, kemudian diaduk-aduk
perlahan hingga tampak sedikit
berbusa. Setelah itu ragi dimasukkan
ke dalam fermentor, kemudian
fementor ditutup rapat.
Proses Fermentasi Bioetanol
Proses fermentasi bioetanol
merupakan proses pembuatan etanol dengan
memanfaatkan aktivitas yeast (
Saccharomyces Cerevisiae ) atau disebut
juga ragi roti. Proses fermentasi etanol ini
dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah
glukosa menjadi alkohol tanpa adanya
oksigen. Proses fermentasi dilakukan
melalui 2 proses. Proses pertama dilakukan
di dalam ruangan, sedangkan proses kedua
dilakukan di luar ruangan.
Proses fermentasi akan berjalan
beberapa jam setelah semua bahan
dimasukkan ke dalam fermentor. Kalau
menggunakan fermentor yang tembus
padang (dari kaca misalnya), maka akan
tampak gelembung-gelembung udara kecil-
kecil dari dalam fermentor. Gelembung-
gelembung udara ini adalah gas CO2 yang
dihasilkan selama proses fermentasi.
Kadang-kadang terdengar suara gemuruh
selama proses fermentasi ini. Salah satu
tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah
tidak terlihat lagi adanya gelembung-
gelembung udara. Kadar etanol di dalam
cairan fermentasi kurang lebih 7% – 10 %.
Perbandingan Energi Panas Yang
Diperlukan Untuk Fermentasi Di dalam
dan Di luar Ruangan Dalam Pembuatan
Bioetanol
Dalam proses fermentasi bioetanol
energi panas sangat berpengaruh untuk
keberlangsungan proses fermentasi. Pada
proses fermentasi di dalam ruangan energi
panas yang mengalir pada dinding tabung
fermentor sebesar 79 W. Dalam proses
fermentasi di dalam ruangan ini diperlukan
waktu fermentasi selama 2 minggu untuk
menghasilkan 9 % kadar alkohol. Sedangkan
pada proses fermentasi di luar ruangan
energi panas yang mengalir pada dinding
tabung fermentor sebesar 119.4 W. Dalam
proses fermentasi di luar ruangan hanya
membutuhkan waktu selama 1 minggu untuk
menghasilkan 9 % kadar alkohol. Dari hasil
tersebut energi panas sangat berpengaruh
dalam proses fermentasi bioetanol. Semakin
besar energi panas yang mengalir pada
dinding fermentor, semakin cepat proses fermentasi boietanol.
Proses Fermentasi Di Dalam Ruangan
Pada proses fermentasi pertama
dilakukan di dalam ruangan. Suhu di dalam
fermentor 240C, suhu di dalam ruangan
300C. Proses fermentasi ini berlangsung
selama 2 minggu. Proses fermentasi
dilakukan tiap variabel waktu fermentasi
yaitu 48; 96; 144; 192; 240; 288; 336 jam.
Berikut tabel hasil proses fermentasi pada
berbagai variabel waktu.
Setelah diamati dari tabel 4.1 proses
fermentasi di dalam ruangan baru diketahui
kadar alkohol setelah 2 minggu proses
fermentasi. Kadar alkoholnya menghasilkan
9 % alkohol.
Proses Fermentasi Di Luar Ruangan
Pada proses fermentasi kedua
dilakukan di luar ruangan. Suhu di dalam
fermentor 300C, suhu di luar ruangan 39
0C.
Pada proses fermentasi tahap kedua lebih
cepat dibandingkan proses fermentasi tahap
pertama. Proses tahap kedua ini berlangsung
selama 1 minggu. Pada proses fermentasi
yang kedua sama seperti proses fermentasi
yang pertama dilakukan tiap variabel waktu
fermentasi yaitu 24; 48; 72; 96; 120; 144;
168 jam. Berikut tabel hasil proses
fermentasi tahap kedua pada berbagai
variabel waktu.
Di tabel 4.2 ini proses fermentasi di
lakukan di luar ruangan. Hasil fermentasi di
luar ruangan ternyata lebih cepat
dibandingkan di dalam ruangan. Untuk
menghasilkan kadar alkoholnya 9 % hanya
membutuhkan waktu selama 1 minggu. Jadi
proses fermentasi di luar ruangan lebih cepat
dibandingkan di dalam ruangan. Sudah bisa
di ukur kadar alkohol dengan menggunakan
alkoholometer.
Analisa Perhitungan Perpindahan Panas
Di Tabung Fermentor
Dalam proses fermentasi ini tabung
fermentor bagian dalam di hitung suhunya
berapa 0C dengan mengggunakan persamaan
2.1 perpindahan panas konduksi.
Berikut adalah perhitungan
perpindahan panas secara konduksi dan
konveksi pada tabung fermentor. Di bawah
ini contoh gambar perhitungan tabung
fermentor.
Gambar 4.1 Sketsa tabung fermentor
Perhitungan Temperatur Pada Proses
Fermentasi Di dalam Ruangan
Di bawah ini menjelaskan tentang
perhitungan perpindahan panas pada tabung
fermentor secara konduksi dan konveksi
pada proses fermentasi di luar ruangan.
1. Perhitungan perpindahan panas
secara konduksi
Diketahui : T1 = 30 0C
T2 = 28.6 0C ( Di asumsikan )
T3 = 24 0C
k = 0.048 w/m0C
A = 2 πrt
= 2 x 3.14 x 0.2 m x
0.66 m
= 0.82896 m2
dx = 3 mm = 0.003 m
T1 – T3 :
q = - kA dT
dX
= 0.048 w/m0C x
0.82896 m2 x
30 0C – 24 0C
0.003 m
= 79.6 W
T1 – T2 :
q = - kA dT
dX
= 0.048 w/m0C x
0.82896 m2 x
30 ℃ − 28.7 ℃
0.003 m
= 17.2 W
Dari hasil perhitungan di atas dapat
kita lihat bahwa suhu yang mengalir dari T1
– T3 sebesar 79.6 w, sedangkan dari T1 – T2
sebesar 18.5 w.
2. Perhitungan perpindahan panas
secara konveksi.
Di bawah ini menghitung bagian
dalam dinding fermentor dengan
menggunakan persamaan 2.2 perpindahan
panas secara konveksi.
Diketahui : h = 5.05 w/m2 0
C Pr (
Prandtl ) = 2.95 x 10-3
A = 0.82896 m2
Gr (
Grashof ) = 4 x 108
T2 = 28.6 0C k
Cairan = 0.50319 w/m2
0C
T3 = 24 0C
- Untuk mencari nilai h mnggunakan
rumus nussel yaitu :
* Nux = ℎ𝑥 . 𝑘
𝑥
Nux = 0.508 Pr1/2
(0.952 + Pr)-1/4
Gr1/4
= 0.508 x (2.95 x 10-3
)1/2
x
(0.952 + 2.95 x 10-3
)-1/4
4 x 108
= 0.508 x (0.05) x (1.01)
(141.4)
Nux = 3.62
* hx = 𝑁𝑢𝑥 . 𝑘
𝑥
= 3.62 𝑥 0.50319 𝑤/m0C
0.36 m
= 1.82 w/m℃
0.36 m
= 5.05 w/m2 0C
Setelah menghitung nilai h dengan
menggunakan rumus nusselt. Nilai h
mempunyai nilai sebesar 5.05 w/m2 0C. Di
bawah ini menghitung nilai T2 – T3 dengan
menggunakan rumus perpindahan panas
secara konveksi.
T2 – T3 :
q = h A (ΔT)
= 5.05 w/m2
0C x
0.82896 m2 x (28.7
0C – 24
0C)
= 4.18 w x 4.6
= 19.6 W
Berikut adalah tabel hasil perhitungan
perpindahan panas secara konduksi dan
konveksi pada dinding tabung fermentor :
Setelah diamati melalui perhitungan
untuk nilai T2, temperatur yg mengalir untuk
T2 adalah 28.56 0C. Nilai ini didapatkan dari
hasil perhitungan secara konduksi dan
konveksi. Diantara angka-angka yang
terdapat di tabel 4.3 angka yang paling
mendekati antara nilai konduksi dan
konveksi adalah 28.56 0C. Jadi arus yang
mengalir dari T3-T2 sebesar 28.56 0C.
Perhitungan Temperatur Pada Proses
Fermentasi Di Luar Ruangan
Di bawah ini menjelaskan tentang
perhitungan perpindahan panas pada tabung
fermentor secara konduksi dan konveksi
pada proses fermentasi di luar ruangan.
1. Perhitungan perpindahan panas
secara konduksi
Diketahui : T1 = 39 0C
T2 = 37 0C ( Di
asumsikan )
T3 = 30 0C
k = 0.048 w/m0C
A = 2 πrt
= 2 x 3.14 x 0.2 m x
0.66 m
= 0.82896 m2
dx = 3 mm = 0.003 m
T1 – T3 :
q = - kA dT
dX
= 0.048 w/m0C x
0.82896 m2 x
39 0C – 300C
0.003 m
= 119.4 W
T1 – T2 :
q = - kA dT
dX
= 0.048 w/m0C x
0.82896 m2 x
39 ℃ − 37 ℃
0.003 m
= 26.5 W
Dari hasil perhitungan di atas dapat
kita lihat bahwa suhu yang mengalir dari T1
– T3 sebesar 119.4 w, sedangkan dari T1 – T2
sebesar 26.5 w.
2. Perhitungan perpindahan panas
secara konveksi.
Di bawah ini menghitung bagian
dalam dinding fermentor dengan
menggunakan persamaan 2.2 perpindahan
panas secara konveksi.
Diketahui : h = 5.05 w/m2 0
C Pr (
Prandtl ) = 2.95 x 10-3
A = 0.82896 m2
Gr (
Grashof ) = 4 x 108
T2 = 37 0C k
Cairan = 0.50319 w/m2 0C
T3 = 30 0C
- Untuk mencari nilai h mnggunakan
rumus nussel yaitu :
* Nux = ℎ𝑥 . 𝑘
𝑥
Nux = 0.508 Pr1/2
(0.952 + Pr)-1/4
Gr1/4
= 0.508 x (2.95 x 10-3
)1/2
x
(0.952 + 2.95 x 10-3
)-1/4
4 x 108
= 0.508 x (0.05) x (1.01)
(141.4)
Nux = 3.62
* hx = 𝑁𝑢𝑥 . 𝑘
𝑥
= 3.62 𝑥 0.50319 𝑤/m0C
0.36 m
= 1.82 w/m℃
0.36 m
= 5.05 w/m2 0C
Setelah menghitung nilai h dengan
menggunakan rumus nusselt. Nilai h
mempunyai nilai sebesar 5.05 w/m2
0C. Di
bawah ini menghitung nilai T2 – T3 dengan
menggunakan rumus perpindahan panas
secara konveksi.
T2 – T3 :
q = h A (ΔT)
= 5.05 w/m2
0C x
0.82896 m2 x (37
0C – 30
0C)
= 4.18 w x 7
= 29.3 W
Berikut adalah tabel hasil perhitungan
perpindahan panas secara konduksi dan
konveksi pada dinding tabung fermentor :
Setelah diamati melalui perhitungan
untuk nilai T2, temperatur yang mengalir
untuk T2 adalah 36.85 0C. Nilai ini
didapatkan dari hasil perhitungan secara
konduksi dan konveksi. Diantara angka-
angka yang terdapat di tabel 4.4 angka yang
paling mendekati antara nilai konduksi dan
konveksi adalah 36.85 0C. Jadi arus yang
mengalir dari T3-T2 sebesar 36.85 0C.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh
temperatur terhadap proses fermentasi
pembuatan bioetanol, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Proses fermentasi dilakukan di luar
ruangan lebih cepat dibandingkan di
dalam ruangan. Sudah bisa di ukur
kadar alkoholnya dengan
menggunakan alkoholometer.
2. Hasil fermentasi bioetanol dari gula
pasir dilakukan di luar ruangan
membutuhkan waktu selama 1
minggu dan menghasilkan 9 %
alkohol, sedangkan di dalam ruangan
membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk menghasilkan 9 %
alkohol yaitu selama 2 minggu.
3. Dalam proses fermentasi temperatur
sangat berpengaruh, jika
temperaturnya rendah maka proses
fermentasi akan berjalan lebih lama,
sebaliknya jika dalam proses
fermentasi temperaturnya tinggi
maka proses fermentasi akan lebih
cepat prosesnya dan bisa diketahui
kadar alkoholnya berapa %.
4. Berdasarkan hasil perhitungan
perpindahan panas di dinding tabung
fermentor secara konduksi dan
konveksi pada proses fermentasi di
dalam ruangan nilainya sebesar
28.56 0C, sedangkan proses
fermentasi di luar ruangan sebesar
36.85 0C. Dari hasil perhitungan
menyatakan bahwa proses
perpindahan panas pada proses
fermentasi di luar ruangan lebih
besar dibandingkan di dalam
ruangan.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disampaikan
beberapa saran, baik untuk para pembaca,
maupun untuk pengembangan penelitian di
masa yang akan datang.
1. Dalam pembuatan tabung fermentor
harus diperhatikan. Fermentor harus
dibuat hampa udara tidak ada udara
yang masuk sedikitpun ke dalam
tabung fermentor, jika masih ada
udara yang masuk ke dalam tabung
fermentor akan mempengaruhi hasil
proses fermentasi tersebut.
2. Pada penelitian yang telah dilakukan,
pengambilan sempel cairan bioetanol
harus dilakukan setiap hari untuk
mengecek apakah cairan tersebut
sudah diketahui kadar alkoholnya
apa belum, jika sudah ada kadar
alkoholnya proses fermentansi telah
selesai dilakukan.
[1] http;//www.biotek.lipi.co.id.,2010.
Etanol Bahan Bakar Masa Depan.
[2] Dhewanto, Wawan, (21 September
2008),”Bioetanol dan Swasembada
Energi”, Harian Bisnis Indonesia,
Jakarta.
[3] http://www.ristek.co.id., 2010.
[4] Nurdiyastuti,I.,2008. Prospek
Pengembangan Biofuel Sebagai
Substitusi Bahan Bakar Minyak.
http://www.sinarharapan.com
[5] Perry, Jhon H.(Ed). 1999. Perry’s
Chemical Engeneers’ Handbook. Edisi
ketujuh, Mc Graw-Hand Book
Company, New York.
[6] http://ilmy.blog.com/2010/10/01/23/fe
rmentor/.
[7] Wasito, 2005. Proses Pembuatan
Etanol,
http://www.suaramerdeka.co.id
[8] Winarno, F. G.dan D. Ferdiaz, 1990.
Biofermentasi dan Biosintesa Protein.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[9] Winarno, F. G., S. Fardiaz, 1980.
Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[10] Masyitnah, Zuhrina dan Haryanto,
Bode. Buku Ajar Perpindahan Panas.
Departemen Teknik Kimia Fakultas
Teknik. Universitas sumatra Utara.
Medan 2006.
[11] Jasfi E. 1984. Terjemahan :
Perpindahan Kalor Edisi Kelima.
Southem Methodis University.
Penerbit Erlangga.
[12] Yudiarto M. Arif dan Adiyoso
Himawan. Bioetanol Untuk Industri
dan Bahan Bakar. Pelatihan Produksi
Bioetanol Industri Majalah Trubus.