Post on 25-Oct-2021
PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR
KONSTAN 37 OC TERHADAP LAJU PEMBENTUKAN BIOGAS DAN LAJU
PEMANASAN
Oleh:
Ir. I Dewa Gede Putra Swastika, M. Erg
NIP. 195511221988031003
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
1
PENGARUH PEMANASAN REAKTOR BIOGAS PADA TEMPERATUR KONSTAN 37 O
C
TERHADAP LAJU PEMBENTUKAN BIOGAS DAN LAJU PEMANASAN
I Dewa Gede Putra Swastika
ABSTRAK
Limbah ternak sapi di pedesaan sering menimbulkan masalah, karena penanganan yang
kurang baik sehingga akan mengganggu lingkungan. Kotoran sapi sering digunakan sebagai
pupuk, namun agar lebih berdaya guna maka dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar biogas.
Biogas dibuat dengan bahan dasar kotoran sapi dan dicampur dengan air dengan
perbandingan 1:1 kemudian dimasukkan kedalam tabung reaktor sebanyak ¾ volume tabung.
Reaktor dibuat dari tabung freon dan dibungkus dengan box polysterofom. Alat pemanasan
menggunakan lampu pijar 5 watt dan thermostat sebagai pengontrol temperatur, sehingga
temperatur terjaga konstan 37OC selama 20 hari. Pada penelitian ini ada 2 perlakuan, yaitu
dengan pemanasan dan tanpa pemanasan reaktor.
Setelah 20 hari, didapat hasil dengan perlakuan panas tekanan 749253 Pa, laju
pembentukan biogas 0,28L/hari dan laju pemanasan 1,67OC/menit, sedangkan tanpa perlakuan
panas tekanan 459754 Pa, laju pembentukan biogas 0,20L/hari dan laju pemanasan
1,33OC/menit.
Kata kunci: biogas, reaktor, laju pembentukan, laju pemanasan.
PENDAHULUAN Semakin meningkatnya harga bahan bakar minyak serta penanganan kotoran sapi yang
kurang baik akan menimbulkan bau yang dapat mengganggu lingkungan. Kotoran sapi yang
tidak diolah dengan semestinya dapat mencemari air dan tanah lingkungan sekitar, sehingga
dapat menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Kotoran sapi yang langsung dimanfaatkan
sebagai pupuk kandang malah merusak kesuburan tanah karena masih terdapat materi-materi
organik tak stabil yang dapat merusak tanah dan mengurangi kandungan oksigen dalam tanah.
Salah satu teknologi yang cocok diterapkan bagi masyarakat di pedesaan untuk mengatasi
masalah bahan bakar minyak dan limbah ternak sapi adalah teknologi biogas. Biogas merupakan
gas yang mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan
organik oleh bakteri anaerobic (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Untuk
pembentukan biogas, diperlukan waktu yang cukup lama karena proses fermentasi kotoran sapi
oleh bakteri pencerna dibutuhkan temperatur tertentu, seperti yang terlihat pada tabel 1.
Pembentukan biogas dilakukan oleh bakteri thermophilic di siang hari, karena bakteri ini dapat
membentuk biogas secara optimal pada temperatur 54,4oC. pada malam hari pembentukan
2
dilakukan ole bakteri mesophilic dengan temperatur pembentukan biogas optimal pada
temperatur 36,7oC. Dengan bantuan pemanasan, temperatur ini akan dapat dengan cepat tercapai.
Tabel 1 temperatur, laju produksi dan periode digester biogas untuk 1000 Kg slurry
(Matthews, 2001).
Temperatur (oC) Laju Produksi (m
3/hari) Periode Digester (bulan)
15 0,15 12
25 0,60 3
35 1 2
45 2 1
Laju pembentukan biogas adalah volume biogas yang terbentuk dalam digester persatuan
waktu, dengan satuan (m3/det). Laju pembentukan biogas dihitung berdasarkan volume reservoir
yang mengembang, sedangkan tekanan biogas yang terbentuk dihitung dengan menggunakan
alat pengukuran tekanan laju pembentukan biogas sangat tergantung pada kondisi lingkungan.
Lokasi peternakan dan pertanian di Bali lingkungan kebanyakan berada di daerah
pedesaan/pegunungan yang memiliki kelembaman yang tinggi dan temperatur yang rendah.
Berdasarkan tabel 1 maka laju pembentukan biogas di daerah tersebut diprediksi akan menjadi
sangat rendah. Hasil penelitian awal menunjukan bahwa laju pembentukan biogas di daerah
dengan kelembaman tinggi dan temperatur rendah adalah sangat rendah, sehingga diperlukan
pemanasan untuk merangsang aktifnya bakteri pembentukan gas methan tersebut. Untuk
mempercepat pembentukan biogas dapat ditambahkan unit pemanas berupa lampu pijar sehingga
temperatur didalam, reaktor menjadi konstan. Selanjutnya agar temperatur didalam reaktor
konstan, maka reaktor diisolasi dengan menggunakan bahan polysterofoam. Dengan
menggunakan metode tersebut maka diharapkan pembentukan, biogas hanya dipengaruhi oleh
temperatur reaktor, dimana temperatur konstan tersebut akan dapat meningkatkan laju
pembentukan biogas.
LANDASAN TEORI Pembentukan biogas berlangsung melalui suatu proses fermentasi anaerobik atau tidak
berhubungan dengan udara bebas. Proses fermentasi nya merupakan suatu reaksi oksidasi-
reduksi didalam sistem biologi yang menghasilkan energi dimana sebagai donor dan akseptor
elektronnya digunakan senyawa organik. Fermentasi anaerobik hanya dapat dilakukan oleh
mikroba yang dapat mengunakan molekul lain selain oksigen sebagai akseptor elektronnya
(Price, 1981).
Fermentasi anaerobik menghasilkan biogas yang terdiri dari metana sebanyak 50-70%,
karbon dioksida 25-45%, sedikit hidrogen, nitrogen, dan hidrogen sulfida keseluruhan reaksi
pembentukan biogas dinyatakan dalam reaksi berikut:
3
CH4+CO2+H2S+H2+N2
Pada mulanya biogas banyak dibuat dari kotoran hewan dan manusia namun sekarang
mulai terlihat kecenderungan menggunakan limbah pertanian dan buangan kota sebagai bahan
bakunya.
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan memanfaatkan
menjadi bahan yang memiliki yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut
sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran sapi sangat baik untuk
digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas. Ternak sapi mempunyai sistem pencernaan
yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput, jerami atau hijauan berserat
tinggi. Oleh karena itu pada tinjauan ternak sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup
tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh tinja sapi mengandung:
22,59% selulosa; 18,31% hemi selulosa; 10, 20% lignin; 34,72% total karbon organik;
1,26% total nitrogen; 27,56: 1 ratio C: N; 0,73% P; dan 0,68% K (Lingalah dan Rajasekaran,
1986)
Biogas adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang merupakan hasil
fermentasi dari bahan gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi
anaerob. Gas yang dominan adalah gas metana (CH4) dan gas karbon dioksida (CO2). Biogas
memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 Kkal/m3, untuk gas metana
murni (100%) mempunyai 8900 Kkal/m3 (Simanora, 1989).
Pada pembakaran biogas laju pemanasan yang terjadi adalah kecepatan peningkatan
temperatur oleh sistem pembakaran terhadap ruang persatuan waktu atau selang waktu tertentu
dengan rumus sebagai berikut:
Laju pemanasan =
=
Dimana:
4
METODOLOGI PENELITIAN
Proses pembuatan biogas memerlukan bahan-bahan sebagai berikut:
Bahan-bahan:
Kotoran Sapi dan air dengan perbandingan 1:1
Peralatan yang digunakan:
Thermometer : 2 buah
Thermostat : 1 buah
Lampu Pijar 5 watt : 1 buah
Pressure Gauge : 1 buah
Tabung reaktor 15 liter : 1 buah
Stopwatch : 1 buah
Kantong Plastik : 1 buah
Rancangan Reaktor Biogas.
Gambar 1 Reaktor Biogas Dengan Pemanasan
Proses pembuatan biogas dilakukan sebagai berikut:
1. Identifikasi kotoran sapi dan kemudian dicampur air dengan perbandingan 1:1 sebanyak
15 liter
2. Masukkan campuran kotoran sapi dan air (slurry) kedalam reaktor biogas sebanyak ¾
volume reaktor (11,25 liter)
5
3. Lakukan pengamatan pada reaktor tanpa pemanasan selama 20 hari, data yang diamati
dan dicatat temperatur reaktor, temperatur lingkungan, tekanan biogas dan volume biogas
yang terbentuk.
4. Pada reaktor dengan pemanasan, lakukan langkah 1 dan 2.
5. Lakukan pengamatan selama 20 hari, catat data yang diamati meliputi temperatur reaktor,
temperatur lingkungan, tekanan biogas dan volume biogas.
6. Dari data yang dihasilkan dapat diketahui laju pembentukan biogas dan untuk laju
pemanasan dilakukan pengujian dengan memanaskan air 500ml.
Dari hasil pengamatan diperoleh data-data seperti pada tabel 2 dan tabel 3. Selanjutnya
dari tabel 2 dan tabel 3 dapat di plot grafik perbandingan volume biogas yang terbentuk antara
reaktor yang menggunakan pemanas dan yang tanpa pemanasan seperti pada gambar 3.
Sedangkan grafik perbandingan tekanan yang terbentuk antara reaktor yang menggunakan
pemanas dan yang tanpa pemanasan dapat dilihat pada gambar 2.
Tabel 2 Reaktor dengan volume 15 liter diisi dengan slurry sebanyak 11,25 liter (3/4 volume
reactor), tanpa pemanasan
6
Tabel 3 Reaktor dengan volume 15 liter diisi dengan slurry sebanyak 11,25 liter (3/4 volume
reactor), dengan pemanasan
7
Gambar 2 Grafik perbandingan tekanan biogas antara yang menggunakan pemanasan dan yang
tanpa pemanasan
Gambar 3 Grafik perbandingan volume biogas antara yang menggunakan pemanasan dan yang
tanpa pemanasan
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pada Grafik gambar 2 dan gambar 3, laju pembentukan biogas dalam reactor
mula – mula akan mengalami kenaikan hingga mencapai kecepatan maksimum dan akhirnya
akan konstan ketika sejumlah besar bahan telah dirombak. Hal ini sesuai dengan semua teori
tentang terbentuknya biogas, sehingga pemanasan pada temperatur konstan ternyata efektif untuk
menaikkan temperature limbah dan mendorong laju produksi biogas hingga kondisi
maksimumnya.
Pemanasan akan berpengaruh terhadap proses penguraian lignin dan selulosa dari slurry.
Pada tahap hidrolisis limbah akan melepaskan energy dari zat – zat organik ke lingkungannya
(reaksi eksotermis) sehingga temperature limbah secara berangsur – angsur meningkat. Pada
tahap pengasaman reaksi adalah endotermis, yakni energi mengalir dari lingkungan menuju
slurry, sehingga temperature mengalami penurunan. Hal ini terus berlanjut hingga proses
metanogenik dimana temperature slurry akan cenderung menurun.
Meskipun secara teori disampaikan bahwa pada suhu yang lebih tinggi kecepatan
produksi biogas akan lebih besar, namun hal tersebut harus diberi perlakuan dengan
menambahkan kapur atau abu untuk menjaga kondisi limbah agar tidak terlalu asam. Berhubung
aplikasi biogas ini adalah untuk para petani, maka temperature libah haruslah rendah sehingga
para petani tidak lagi memberikan perlakuan untuk menetralisir tingkat keasaman di dalam
reaktor.
Apabila ditinjau dari temperatur biogas, maka semakin tinggi temperatur pemanasan
maka akan menaikkan temperatur slurry. Akan tetapi, semakin tinggi temperatur secara tidak
langsung diduga akan menjadi penghalang bagi perubahan struktur bentuk primer menjadi
bentuk monomer di slurry. Sehingga semakin tinggi temperatur diduga akan menurunkan laju
produksi biogas itu sendiri.
Berdasarkan pada tekanan reaktor, maka jelas terlihat bahwa tinggi pemanasan maka
temperatur biogas juga akan semakin tinggi. Apabila temperatur biogas terjadi pada suhu tinggi,
maka dipastikan tekanan biogas yang dihasilkan juga akan tinggi. Akan tetapi, apabila
temperatur biogas terjadi pada temperatur di atas 50 °C, maka perlu perlakuan tambahan zat
alkali untuk mengurangi tingkat keasaman slurry agar jangan sampai membunuh bakteri itu
sendiri, yang akhirnya akan menurunkan pruduktivitas biogas.
Tujuan daripada pemanasan pada temperatur konstan adalah untuk mempercepat proses
pembentukan gas metan yakni dengan jalan merombak unsur – unsur organik yang ada.
Pembentukan biogas dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap,
yaitu tahap hidrolis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolis terjadi
pelarutan bahan – bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek
menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer.
Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap
hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula –
gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, lakrat, alkohol, dan
9
sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen, dan amonia. Pada tahapan ini justru reaksi adalah
endotermis, yakni energi mengalir dari lingkungan menuju limbah, sehingga secara pada saat
inilah terjadi reaksi perombakan tersebut. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses
pembentukan gas metan. Pada tahap gasifikasi ini, maka secara teori adalah reaksi oksidasi,
sehingga secara teori temperatur limbah harusnya mengalami penurunan. Apabila dalam
penelitian dipasang thermostat untuk mengukur temperatur limbah, maka akan terlihat adanya
penurunan temperatur pada slurry tersebut.
Laju pemanasan
Tabel 4 Data laju pemanasan 0.5 liter air
Biogas yang diuji adalah dari pembentukan biogas yang terdapat pada tabung reaktor dan
menggunakan stang las asetelin sebagai alat pembakarannya. Setelah api menyala pada stang las
asetelin dengan menggunakan korek gas maka langsung dipergunakan untuk memanaskan
setengah liter air dalam tungku masakan.
10
Gambar 4 Perbandingan temperatur terhadap waktu antara reaktor dengan pemanasan dan
reaktor tanpa pemanasan
Berdasarkan pada tabel 4 dan gambar 4 di atas terlihat bahwa dengan pemanasan selain
meningkatkan produktivitas gas metan juga meningkatkan laju pemanasan. Semakin tinggi
produktivitas biogas akan berakibat pada semakin meningkatnya laju pemanasan yang
dihasilkan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Sihombing, 2006) dimana laju
pemanasan adalah berbanding lurus dengan produktivitas biogas. Dengan demikian pemanasan
reaktor berpengaruh terhadadp temperatur biogas, menaikkan tekanan biogas dan menaikkan laju
produktivitas biogas serta menaikkan laju pemanasan gas metan yang dihasilkan.
Dari tabel di atas bisa dicari seberapa besar laju pemanasannya dengan rumus sebagai
berikut:
- Reaktor tanpa pemanasan:
Data yang didapat: T2 air = 56 °C
T1 air = 52 °C
∆t = 3 menit
Laju pemanasannya: T2 – T1 / ∆t = (56 – 52) °C / 3 menit
= 1.33 °C / menit
11
- Reaktor dengan pemanasan:
Data yang didapat: T2 air = 58 °C
T1 air = 53 °C
∆t = 3 menit
Laju pemanasannya: T2 – T1 / ∆t = (58 – 53) °C / 3 menit
= 1.67 °C / menit
Tabel 5 Laju pemanasan
Gambar 5 Perbandingan laju pemanasan antara kondisi reaktor dengan pemanasan dan reaktor
tanpa pemanasan
12
KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa pemanasan reaktor biogas
dengan temperatur konstan 37 oC sangat efektif untuk meningkatkan laju pembentukan biogas,
tekanan biogas dan laju pemanasan yang dihasilkan dibandingkan dengan reaktor tanpa
pemanasan.
DAFTAR PUSTAKA Anonimus, (1977), Methane Generation From Human, Animal and Agric Wastes,NAS,
Washington DC.
Anonimus, (1981), First Asean Seminar Work Shop and Biogas Techn, ASST, Philipiness.
Dissanayake, M.G (1977), Biogas Production by Anaerobic Digestio, (Thesis), AIT, Bangkok.
Matthews, E.G. (2001), Biogas for Overseas Volunteers, Wimborne Energy Consultancy.
Palz, Chatier and Hall, (1980), Energy from biomass, Applied Science Pub, London.
Pfeffer, JT, (1974), Temperatu Effect an Anaerobic Fermentation of Domestic Refuse, Biotach
avel Bioeng. 16 : 771 – 787.
Price, Ec and Pul, NC, (1981), Biogas Production and Utilization, AnArbor Science, Mich.
Simamora S, (1989), Pengelolaan Limbah Peternakan (Animal waste Management), Teknologi
Energi Biogas, Fakultas Politeknik Pertanian IPB, Bekerjasama dengan Direktorat
Pendidikan Menegah Kejuruan, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen P
dan K.
Wiloso, EI (1983), Studi tentang Metode Produksi Optimal dan Kelayakan Limbah Tapioka
Sebagai Bahan Dasar Biogas. Skripsi Jurusan TIN, FATETA IPB, Bogor.
Silhombing B, (2006), Pembuatan Biogas Dari Limbah Ternak Sapi Dengan Penambahan Sekam
Padi, Skripsi Jurusan Teknik Mesin Universitas Udayana, Bali.