Post on 12-Dec-2020
PENGARUH EKSTRAK KASAR DAUN KECUBUNG (Datura metel L.) TERHADAP HEMATOLOGI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG
DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
SKRIPSI
Oleh :
ANDI ALYA YUSRIYYAH NIM. 135080501111060
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
PENGARUH EKSTRAK KASAR DAUN KECUBUNG (Datura metel L.) TERHADAP HEMATOLOGI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG
DIINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan Di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh :
ANDI ALYA YUSRIYYAH NIM. 135080501111060
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
AGUSTUS 2017
PENGARUH EKSTRAK KASAR DAUN KECUBUNG
(Datura metel L.) TERHADAP HEMATOLOGI IKAN NILA
(Oreochromis nilocus) YANG DIINFEKSI BAKTERI
Aeromonas hydrophila
Judul :
Nama Mahasiswa : ANDI ALYA YUSRIYYAH
NIM : 135080501111060
Program Studi : Budidaya Perairan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : PROF. DR. IR. ARIEF PRAJITNO, MS
Pembimbing 2 : DR. IR. MOHAMAD FADJAR, M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : PROF. DR. IR. SRI ANDAYANI, MS
Dosen Penguji 2 : DR. YUNITA MAIMUNAH, S.Pi, M.Sc
Tanggal Ujian : 27 Juli 2017
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, Agustus 2017
Mahasiswa
Andi Alya Yusriyyah
RIWAYAT HIDUP
Andi Alya Yusriyyah adalah nama penulis skripsi ini.
Penulis lahir dari orang tua Syarifuddin Tonnek dan Andi
Faridawati sebagai anak tunggal. Penulis dilahirkan di
Ujung Pandang, Sulawesi Selatan pada tanggal 24 Mei
1996. Penulis menempuh pendidikan dimulai dari SD
Negeri 2 Unggulan Maros (lulus tahun 2008),
melanjutkan ke SMP Negeri 2 Unggulan Maros (lulus
tahun 2010) kemudian ke SMA Negeri 1 Maros (lulus tahun 2013) dan Universitas
Brawijaya, Malang, hingga akhirnya bias menempuh masa kuliah di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Budidaya Perairan.
Dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus belajar dan berusaha, penulis telah
berhasi menyelesaikan pengerjaan skripsi ini. Semoga dengan penulisan skripsi
ini mampu memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan.
Akhir kata penulis mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya atas
terselesaikannya skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Kasar Daun
Kecubung (Datura metel L.) Terhadap Hematologi Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila”.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan atas terselesaikannya laporan skripsi ini,
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya.
2. Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS dan Dr. Ir. M. Fadjar, M.Sc selaku dosen
pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran dan nasihat sehingga
laporan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
3. Prof. Dr. Ir. Sri Andayani, MS dan Dr. Yunita Maimunah, S.Pi, M.Sc selaku
dosen penguji yang telah memberikan saran dan nasihat sehingga laporan
skripsi ini dapat selesai dengan baik.
4. Kedua orang tua penulis, Bapak Ir. H. Syarifuddin Tonnek, MS dan Ibu Dra.
Hj. Andi Faridawati, M.Pd yang selalu memberikan dukungan moral dan
materi kepada penulis.
5. Ibu Titin Yuniastutik, S.TP selaku laboran Laboratorium Budidaya Ikan Divisi
Penyakit dan Kesehatan Ikan dan Bapak Wahyudi Arif selaku laboran
Laboratorium Eksplorasi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan yang telah
mengizinkan dan membantu penulis selama peneilitian.
6. Mas Rusmawanto yang telah membantu dan mengarahkan dari awal hingga
terselesaikannya laporan skripsi ini.
7. Teman-teman skripsi Prof. Arief (Tim 25) yang telah membantu dari awal
hingga terselesaikannya laporan skripsi ini.
8. Teman-teman terdekat (Annisa, Iga, Vida, Roji, Dedi, Zaky, Saskia) dan
teman-teman AquaGt 2013 yang selalu memberikan dukungan, serta semua
pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu penulis
selama penelitian dan pembuatan laporan ini.
Malang, Agustus 2017
Penulis
Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Kecubung (Datura metel L.) terhadap Hematologi
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila
Andi Alya Yusriyyah1), Arief Prajitno2) dan Mohamad Fadjar2)
ABSTRAK
Dampak dari penggunaan antibiotik dan zat kimia lainnya tidak efektif karena
bersifat residu di dalam tubuh ikan dan bakteri patogen menjadi resisten. Oleh sebab itu,
dibutuhkan pengobatan alternatif yang dapat digunakan untuk mengobati ikan nila dari
infeksi bakteri A. hydrophila, salah satunya adalah dengan penggunaan ekstrak daun
kecubung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar
daun kecubung (D. metel L.) terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus) yang diinfeksi
bakteri A. hydrophila. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen
dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan
dengan 3 kali pengulangan. Penelitian ini menggunakan perlakuan A (dosis 1500 ppm), B
(dosis 2000 ppm), C (dosis 2500 ppm), D (dosis 3000 ppm) dan E (dosis 3500 ppm). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) pada
pelakuan E berpengaruh nyata terhadap total eritrosit (2,26±0,08 × 106 sel/mm3), total
leukosit (14,37±0,24 × 104 sel/mm3), kadar hemoglobin (6,40±0,53 g%) dan kadar
hematokrit (28,57±0,45 %).
Kata Kunci : Aeromonas hydrophila, Hematologi, Oreochromis niloticus, Datura metel L.
1) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
THE INFLUENCE OF KECUBUNG (Datura metel L.) LEAVES CRUDE EXTRACT
ON HEMATOLOGY IN TILAPIA (Oreochromis niloticus) INFECTED BY Aeromonas hydrophila
Andi Alya Yusriyyah1), Arief Prajitno2) dan Mohamad Fadjar2)
ABSTRACT
The impact of antibiotic and other chemical subtances are not effective because
tend to residue in the fish body and pathogen bacteria become resistant. Therefore, it
needed the alternative treatments that can be used to treat Tilapia fish from A.hydrophila
infection, one example is the use of kecubung (D. metel L.) leaves. This research was
aimed to understand the influence of the kecubung (D. metel L.) leaves crude extract on
hematology in tilapia (O. niloticus) infected by A. hydrophila. The experiment method used
randomize completely design consist of 5 treatments with 3 replications. A treatment (1500
ppm), B treatment (2000 ppm), C treatment (2500 ppm), D treatment (3000 ppm), E
treatment (3500 ppm). The results showed that Kecubung (D. metel L.) leaves crude extract
in E treatment significantly different on total erythrocytes (2,26±0,08 × 106 sel/mm3), total
leukocytes (14,37±0,24 × 104 sel/mm3), hemoglobin levels (6,40±0,53 g%) dan hematocrit
levels (28,57±0,45 %).
Keyword : Aeromonas hydrophila, Hematology, Oreochromis niloticus, Datura metel L.
1) Student of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University
2) Lecture of Fisheries and Marine Science Faculty, Brawijaya University
RINGKASAN
ANDI ALYA YUSRIYYAH. Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Kecubung (Datura metel L.) terhadap Hematologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Secara In Vivo. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS dan Dr. Ir. M. Fadjar, M.Sc
Ikan nila (O. niloticus) atau juga dsebut ikan tilapia merupakan salah satu jenis ikan air tawar introduksi yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup penting di beberapa daerah di Asia, termasuk Indonesia. Daging ikan nila (O. niloticus) memiliki cita rasa daging yang khas dan harga jualnya terjangkau masyarakat. Karenanya, ikan nila menjadi salah satu ikan air tawar yang unggulan bagi para pembudidaya. Sama seperti usaha budidaya perikanan lainnya, masalah utama dalam budidaya ikan nila (O. niloticus) adalah serangan penyakit infeksi yang akan mengakibatkan kematian dan kegagalan panen. Salah satu bakteri yang sering menyerang ikan nila adalah bakteri A. hydrophila. Pengendalian yang umum digunakan untuk serangan hama maupun penyakit adalah dengan menggunakan bahan-bahan kimia dan antibiotik. Penggunaan antibiotik dianggap tidak efektif karena akan meninggalkan residu di dalam tubuh ikan dan bakteri patogen menjadi resisten. Salah satu alternatif yang bisa digunakan adalah memberikan ekstrak kasar dari daun kecubung (D. metel L.)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus) yang diinfeksi A. hydrophila. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2017, di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Penyakit dan Kesehatan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan lima perlakuan dan tiga ulangan yaitu dengan menggunakan dosis A (1500 ppm), B (2000 ppm), C (2500 ppm), D (3000 ppm) dan E (3500 ppm). Parameter utama dalam penelitian ini adalah perhitungan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), kadar hemoglobin dan kadar hematokrit, sedangkan untuk parameter penunjang dalam penelitian ini adalah gejala klinis, kelulushidupan ikan dan kualitas air (pH, suhu dan DO).
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: perhitungan sel darah merah (eritrosit) pada perlakuan E (3500 ppm) memiliki rata-rata jumlah eritrosit tertinggi yaitu 2,26x106 sel/mm3, berdasarkan kurva regresi menunjukkan peningkatan sel darah merah seiring dengan bertambahnya dosis dengan persamaan y= 0,75125 + 0,0004x. Perhitungan sel darah putih (leukosit) pada perlakuan E (3500 ppm) memiliki rata-rata jumlah leukosit terendah yaitu 14,37x104 sel/mm3, berdasarkan kurva regresi menunjukkan penurunan sel darah putih seiring dengan bertambahnya dosis dengan persamaan y= 21,4975 – 0,0019x. Perhitungan kadar hemoglobin pada perlakuan E (3500 ppm) memiliki rata-rata kadar hemoglobin tertinggi yaitu 6,4g%, berdasarkan kurva regresi menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin seiring dengan bertambahnya dosis dengan persamaan y= 1,4168 + 0,0014x. Perhitungan kadar hematokrit pada perlakuan E (3500 ppm) memiliki rata-rata kadar hematokrit tertinggi yaitu 28,57%, berdasarkan kurva regresi menunjukkan penurunan sel darah putih seiring dengan bertambahnya dosis dengan persamaan y= 11,36 + 0,0051x. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk mengobati ikan nila (O.niloticus) yang diinfeksi bakteri A. hydrophila.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan nikmat serta
karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul:
Pengaruh Ekstrak Kasar Daun Kecubung (Datura metel L.) Terhadap Hematologi
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila ini
dapat terselesaikan dengan baik. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS dan Dr. Ir. M. Fadjar, M.Sc selaku
dosen pembimbing, Prof. Dr. Ir. Sri Andayani, MS dan Dr. Yunita Maimunah, S.Pi,
M.Sc selaku dosen penguji serta semua pihak yang telah membantu.
Laporan Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya, Malang.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan
skripsi ini. Semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta
untuk menambah pengetahuan tentang kesehatan ikan.
Malang, Agustus 2017
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN IDENTITAS TIM PENGUJI .............................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... vi
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................ viii
RINGKASAN ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi
1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................. 3
1.3 Tujuan ................................................................................................... 4
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Hipotesa ................................................................................................ 4
1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
2.1 Biologi Ikan Nila (O. niloticus) ................................................................ 5
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................................... 5
2.1.2 Habitat dan Penyebaran ............................................................... 6
2.1.3 Kebiasaan Makan ......................................................................... 7
2.1.4 Penyakit pada Ikan Nila (O. niloticus)............................................ 7
2.2 Bakteri A. hydrophila ............................................................................. 8
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................................... 8
2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangbiakan .......................................... 9
2.2.3 Patogenitas ................................................................................. 10
2.2.4 Infeksi Bakteri ............................................................................. 11
2.3 Kecubung (D. metel L.) ........................................................................ 12
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi ............................................................. 12
2.3.2 Kandungan Kimia ....................................................................... 13
2.4 Hematologi .......................................................................................... 13
2.4.1 Sel Darah Merah (Eritrosit) ......................................................... 14
2.4.2 Sel Darah Putih (Leukosit) .......................................................... 15
2.4.3 Hemoglobin................................................................................. 16
2.4.4 Hematokrit .................................................................................. 17
3. METODE PENELITIAN ............................................................................... 18
3.1 Materi Penelitian .................................................................................. 18
3.1.1 Alat-alat Penelitian ...................................................................... 18
3.1.2 Bahan-bahan Penelitian .............................................................. 19
3.2 Media Penelitian .................................................................................. 19
3.3 Metode Penelitian ................................................................................ 19
3.4 Pengambilan Data ............................................................................... 20
3.5 Rancangan Penelitian ......................................................................... 20
3.6 Prosedur Penelitian ............................................................................. 22
3.6.1 Persiapan Penelitian ................................................................... 22
3.6.2 Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 23
3.7 Parameter Uji ...................................................................................... 27
3.7.1 Parameter Utama........................................................................ 27
3.7.2 Parameter Penunjang ................................................................. 28
3.8 Analisa Data ........................................................................................ 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 29
4.1 Identifikasi Bakteri A. hydrophila .......................................................... 29
4.2 Analisis Hematologi ............................................................................. 30
4.2.1 Jumlah Eritrosit ........................................................................... 31
4.2.2 Jumlah Leukosit .......................................................................... 34
4.2.3 Kadar Hemoglobin ...................................................................... 38
4.2.4 Kadar Hematokrit ........................................................................ 41
4.3 Gejala Klinis Ikan Nila (O. niloticus) Selama Penelitian ....................... 44
4.4 Kelulushidupan Ikan Selama Penelitian ............................................... 46
4.5 Kualitas Air Selama Penelitian ............................................................. 47
4.5.1 Suhu ........................................................................................... 47
4.5.2 Derajat Keasaman (pH) .............................................................. 48
4.5.3 Oksigen Terlarut (DO) ................................................................. 48
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 50
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 50
5.2 Saran................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51
LAMPIRAN ....................................................................................................... 55
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rata-Rata Jumlah Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian .............. 31
2. Analisis Sidik Ragam Jumlah Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus) ........................ 31
3. Uji BNT Jumlah Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus) ............................................. 32
4. Rata-Rata Jumlah Leukosit Pada Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian .... 35
5. Analisis Sidik Ragam Jumlah Leukosit Ikan Nila (O. niloticus) ....................... 35
6. Uji BNT Jumlah Leukosit Ikan Nila (O. niloticus) ............................................ 36
7. Rata-rata Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian ........... 38
8. Analisis Sidik Ragam Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus) ................... 38
9. Uji BNT Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus) ........................................ 39
10. Rata-rata Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian ........... 41
11. Analisis Sidik Ragam Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus) ................... 42
12. Uji BNT Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus) ........................................ 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan nila (O. niloticus) ...................................................................................... 6
2. Bakteri A.hydrophila (Perbesaran 100x) .......................................................... 9
3. Daun kecubung (D. metel L.) ......................................................................... 12
4. Sel darah merah (Perbesaran 400x) .............................................................. 14
5. Sel darah putih .............................................................................................. 16
6. Hasil Uji Gram Bakteri A. hydrophila (Perbesaran 10.000x) ........................... 30
7. Grafik Regresi Total Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus) ...................................... 33
8. Grafik Regresi Total Leukosit Ikan Nila (O. niloticus) ..................................... 36
9. Grafik Regresi Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus) .............................. 40
10. Grafik Regresi Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus) .............................. 43
11. Ikan Nila (O. niloticus) Normal dan Gejala Klinis Ikan Nila (O. niloticus) yang
terinfeksi bakteri A. hydrophila ..................................................................... 46
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Alat-alat Penelitian ......................................................................................... 55
2. Bahan-bahan Penelitian ................................................................................ 58
3. Kegiatan Penelitian ........................................................................................ 60
4. Pembuatan Ekstrak Dosis Uji ........................................................................ 62
5. Analisis Data Uji Total Eritrosit pada Ikan Nila (O. niloticus) yang Diinfeksi
Bakteri A. hydrophila terhadap Ekstrak Kasar Daun Kecubung (D. metel L.) 63
6. Analisis Data Uji Total Leukosit pada Ikan Nila (O. niloticus) yang Diinfeksi
Bakteri A. hydrophila terhadap Ekstrak Kasar Daun Kecubung (D. metel L.) 68
7. Analisis Data Uji Kadar Hemoglobin pada Ikan Nila (O. niloticus) yang
Diinfeksi Bakteri A. hydrophila terhadap Ekstrak Kasar Daun Kecubung (D.
metel L.) ....................................................................................................... 73
8. Analisis Data Uji Kadar Hematokrit pada Ikan Nila (O. niloticus) yang Diinfeksi
Bakteri A. hydrophila terhadap Ekstrak Kasar Daun Kecubung (D. metel L.) 78
9. Foto Pengamatan Hematologi Ikan Nila (O. niloticus) .................................... 83
10. Data Kelulushidupan Ikan Selama Penginfeksian dan Pemeliharaan .......... 84
11. Data Hasil Pengamatan Kualitas Air ............................................................ 85
12. Gejala Klinis Selama Penginfeksian............................................................. 88
13. Hasil Biokimia Identifikasi Bakteri A. Hydrophila .......................................... 89
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan nila (O. niloticus) atau juga dsebut ikan tilapia merupakan salah satu
jenis ikan air tawar introduksi yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup penting
di beberapa daerah di Asia, termasuk Indonesia (Nugroho, 2013). Begitu
populernya ikan nila sehingga saat ini dapat dengan mudah ditemukan di seluruh
pelosok Tanah Air. Hal ini menunjukkan bahwa ikan nila memiliki prospek usaha
yang cukup menjanjikan. Dari segi pertumbuhan ikan nila pada umumnya mampu
mencapai ukuran tubuh yang cukup besar, yakni 1 kg/ekor. Namun, kepopuleran
ikan nila tidak semata-mata karena laju pertumbuhannya yang cepat. Faktor lain
yang memegang peranan penting adalah cita rasa daging yang khas dan harga
jualnya terjangkau masyarakat. Warna daging ikan nila putih bersih dan tidak
banyak durinya sehingga sering dijadikan sumber protein yang murah dan mudah
didapat. Hal ini bisa dimengerti karena kandungan gizi ikan nila cukup tinggi, yakni
sekitar 17,5% (Amri dan Khairuman, 2003).
Sama seperti usaha budidaya perikanan lainnya, masalah utama dalam
budidaya ikan nila adalah serangan penyakit infeksi yang akan mengakibatkan
kematian dan kegagalan panen. Penyakit tersebut diakibatkan oleh parasit, jamur
ataupun bakteri serta didukung oleh kondisi lingkungan budidaya tersebut. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Irianto (2005), bahwa penyakit infeksi menjadi
ancaman utama keberhasilan akuakultur. Pemeliharaan ikan dalam jumlah besar
dan padat tebaran tinggi pada area terbatas, menyebabkan kondisi lingkungan
tersebut sangat mendukung berkembangnya dan penyebaran penyakit infeksi.
Kondisi dengan padat penebaran tinggi akan menyebabkan ikan mudah stres
sehingga menyebabkan ikan menjadi mudah terserang penyakit. Selain itu,
kualitas air, volume air dan alirannya berpengaruh terhadap berkembangnya suatu
2
penyakit. Populasi yang tinggi akan mempermudah penularan karena
meningkatnya kemungkinan kontak antara ikan yang sakit dengan ikan yang
sehat.
Aeromonas sp. merupakan bakteri patogen yang sering menyerang dan
mengakibatkan kematian massar pada ikan budidaya. Kontak yang terjadi antara
Aeromonas sp. dengan ikan, memungkinkan bakteri ini memasuki tubuh ikan
sehingga mengakibatkan infeksi. Aeromonas sp. dapat berperan sebagai patogen
utama maupun sekunder. Aeromonas sp. mempunyai kisaran inang yang luas,
yaitu ikan air tawar dan laut (Afrianto et al., 2015).
Senyawa metabolit sekunder pada tumbuhan misalkan flavonoid, tanin dan
saponin berdasarkan beberapa hasil penelitian mempunyai kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri, di dalam daun kecubung (D. metel L.)
mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu flavonoid dan tanin sehingga
senyawa aktif tersebut dapat digunakan sebagai antibakteri.
Biasanya kondisi ikan nila yang paling rentan terserang hama dan penyakit
adalah pada fase pembenihan ikan, dimulai dari penetasan hingga pendederan.
Beberapa sumber penyakit yang dapat menyerang ikan nila yaitu dari segi kualitas
air yang tidak mendukung lingkungan yang optimal untuk ikan nila, jasad patogen
yang ada di perairan, hama yang masuk ke wadah budidaya, serta terjadinya
kontak langsung dengan ikan yang sakit. Terdapat beberapa metode yang
digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan nila. Selain pengamatan
morfologi dan gejala klinis yang tampak dari luar, diperlukan pemeriksaan
parameter hematologi meliputi pemeriksaan jumlah eritrosit dan leukosit. Titrawani
et al. (2014) juga berpendapat bahwa nilai normal gambaran darah ikan diperlukan
untuk menentukan status kesehatan ikan. Status kesehatan ikan sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan. Setiap jenis ikan memiliki kondisi
3
haematologi yang spesifik dan nilai dari setiap parameter haematologi pada ikan
bervariasi tergantung dari jenis, umur serta jenis kelamin ikan tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Menurut Prajitno (2008), bakteri A. hydrophila umumnya hidup di air tawar,
terutama yang mengandung bahan organik tinggi dan dapat menyerang semua
jenis ikan air tawar dan jenis penyakitnya disebut Motil Aeromonas Septicaemia
(MAS) atau sering juga disebut Haemorrhagic septicaemia. Afrianto et al. (2015)
juga menyatakan bahwa ikan yang terserang Aeromonas cenderung terlihat
lemas, gerakannya lambat, kesulitan bernapas, dan sering terlihat megap-megap
di permukaan air. Warna tubuhnya menjadi lebih gelap, tetapi warna insangnya
memucat, kulit kesat, dan timbul pendarahan. Terlihat adanya bercak-bercak
merah pada bagian luar tubuhnya dan kerusakan pada sirip, insang, dan kulit.
Pendarahan pada saluran kapiler terjadi di permukaan sirip dan submukosa perut
ikan. Ikan memproduksi lendir secara berlebihan dan akhirnya menimbulkan
pendarahan.
Pengendalian yang umum digunakan untuk serangan hama maupun
penyakit adalah dengan menggunakan bahan-bahan kimia dan antibiotik.
Penggunaan antibiotik dianggap tidak efektif karena akan meninggalkan residu di
dalam tubuh ikan dan bakteri patogen menjadi resisten. Salah satu alternatif yang
bisa digunakan adalah dengan memanfaatkan bahan bioaktif dalam tanaman
herbal yaitu dengan memberikan ekstrak dari daun kecubung (D. metel L.).
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
apakah pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) bisa digunakan
sebagai pengobatan sehingga berpengaruh terhadap hematologi ikan Nila (O.
niloticus) yang terinfeksi bakteri A. hydrophila.
4
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa dosis terbaik ekstrak
kasar daun kecubung (D. metel L.) yang dapat digunakan sebagai pengobatan
terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus) yang terinfeksi bakteri A. hydrophila.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penggunaan ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) terhadap gambaran
hematologi ikan nila (O. niloticus) yang diinfeksi bakteri A. hydrophila. Selain itu,
diharapkan hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang penyakit dan kesehatan ikan.
1.5 Hipotesa
Adapun hipotesa dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
H0 : Diduga pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) tidak
berpengaruh terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus) yang diinfeksi
bakteri A. hydrophila.
H1 : Diduga pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) berpengaruh
terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus) yang diinfeksi bakteri A.
hydrophila.
1.6 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2017, di Laboratorium
Budidaya Ikan Divisi Penyakit dan Kesehatan Ikan serta Laboratorium Eksplorasi
Sumberdaya Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya Malang.
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Nila (O. niloticus)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi ikan nila (O. niloticus) menurut Trewavas (1980) adalah sebagai
berikut:
Phylum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Acanthoperigii
Suku : Cichildae
Genus : Oreochromis
Spsies : Oreochromis niloticus
Menurut Amri dan Khairuman (2003), berdasarkan morfologinya, kelompok
ikan Oreochromis ini memang berbeda dengan kelompok tilapia. Secara umum,
bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar.
Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea
lateralis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih
kebawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik
pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur
mempunyai jari-jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya
berwarna hitam dan sirip dadanya nampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam.
Menurut Partosuwiryo dan Warseno (2011), ikan nila memiliki lima buah
sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus, dan sirip ekor. Sirip
punggung memanjang mulai dari belakang tutup insang hingga pangkal ekor. Sirip
punggung terdiri atas 16-17 duri tajam dan 11-15 jari-jari (duri lunak). Sirip dada
6
sepasang kecil dan memanjang. Sirip perut sepasang kecil dan pendek. Sirip anus
agak panjang terdiri atas tiga duri dan 8-11 jari-jari, sedangkan sirip ekor
membulat. Ikan nila dapat dsajikan pada Gambar 1 berikut ini:
Gambar 1. Ikan nila (O. niloticus) (Khairuman dan Amri, 2012)
2.1.2 Habitat dan Penyebaran
Menurut Suyanto (2010), ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan
terhadap perubahan lingkungan hidup. Nila dapat hidup di lingkungan air tawar,
air payau, dan air asin di laut. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 per mil.
Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi yang
bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit demi sedikit. Pemindahan ikan nila
secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat berbeda dapat
mengakibatkan stres dan kematian ikan.
Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan
dengan alkalinitas rendah atau netral. Pertumbuhannya mengalami penurunan
pada lingkungan dengan pH yang rendah. Walaupun demikian, nila masih dapat
tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5-10. Batas pH yang mematikan adalah 11
atau lebih. Sebaiknya pH air dipertahankan pada nilai netral atau pada kisaran 6,5-
8,0 (Carman dan Sucipto, 2013).
Ikan nila mudah berbiak. Secara alami, ikan nila (dari kata Nile, Sungai Nil)
ditemukan mulai dari Syria bagian utara hingga Afrika Timur sampai ke Kongo dan
Liberia, yaitu Sungai Nil (Mesir), Danau Tanganyika, Chad, Nigeria, dan Kenya.
7
Pemeliharaan ikan ini diyakini telah berlangsung sejak peradaban Mesir purba
(Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
2.1.3 Kebiasaan Makan
Menurut Kordi (2010), makanan nila berupa plankton, perifiton, dan
tumbuh-tumbuhan lunak seperti Hydrilla, ganggang sutera, dan klekap. Oleh
karena itu nila digolongkan ke dalam omnivor (pemakan segala/hewan dan
tumbuhan). Untuk pemeliharaan, nila diberi pakan buatan (pelet) yang
mengandung protein antara 20-25%. Menurut penelitian, nila yang diberi pelet
yang mengandung protein 25% tumbuh optimal. Namun nila peliharaan yang diberi
makanan berupa dedak halus, tepung bungkil kacang, ampas kelapa dan
sebagainya, juga dapat tumbuh dengan baik. Untuk memacu pertumbuhan ikan
nila, pakan yang diberikan harus mengandung protein 25-35%.
Berdasarkan uji laboratoris, di dalam perut ikan nila ditemukan berbagai
macam jasad, seperti Soelastrum, Scenedesmus, Dictiota, Oligochaeta, dan larva
Chironomus. Kebiasaan makan ikan nila berbeda, sesuai dengan tingkatan
umurnya. Benih nila lebih suka memakan zooplankton, seperti Rototaria,
Copepoda, dan Clodocera. Sementara itu, nila dewasa memiliki kemampuan
mengumpulkan makanan di perairan dengan bantuan mucus (lendir) di dalam
mulutnya. Makanan tersebut membentuk gumpalan partikel sehingga tidak mudah
keluar. Di alam bebas, ikan-ikan nila kecil mencari makanan di bagian perairan
yang dangkal, sedangkan ikan-ikan nila berukuran lebih besar mencari makanan
di perairan yang dalam (Kordi, 2010).
2.1.4 Penyakit pada Ikan Nila (O. niloticus)
Salah satu penyakit yang biasanya menyerang ikan nila adalah penyakit
bercak merah. Menurut Amri dan Khairuman (2003), penyakit bercak merah
disebabkan oleh bakteri Aeromonas. Ada dua spesies Aeromonas yang
menyerang ikan nila, yakni A. punctata dan A. hydrophila. Warna tubuh ikan yang
8
terserang bakteri ini menjadi gelap dan kulitnya kasar karena kehilangan lendir.
Gejala lainnya, ikan sering muncul ke permukaan air, berenang sangat lemah, dan
napasnya megap-megap.
Menurut Partosuwiryo dan Warseno (2011), infeksi A. hydrophila biasanya
berkaitan dengan kondisi, antara lain stres karena kepadatan, malnutrisi,
penanganan, infeksi parasit, air terlalu subur, oksigen rendah, kualitas air yang
buruk, dan fluktuasi suhu air yang ekstrem. Serangan bersifat akut dan apabila
kondisi lingkungan terus merosot, kematian yang ditimbulkannya dapat mencapai
100%.
2.2 Bakteri A. hydrophila
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Holt, Krieg, Sneath, Staley and Williams (1998), berikut adalah
klasifikasi A. hydrophila:
Divisi : Protophyta
Class : Schyzomycetes
Ordo : Pseudomonadales
Sub Ordo : Pseudomonadineae
Family : Vibrionaceae
Genus : Aeromonas
Species : Aeromonas hydrophila
Menurut Prajitno (2008), bakteri A. hydrophila adalah bakteri yang
berbentuk batang dengan ukuran. Bergerak dengan flagel monotrich pada ujung
sel. Meragikan glukosa, fruktosa, maltosa dan trehalosa menjadi asam atau asam
dengan gas. Nitrat direduksi menjadi nitrit. Tes-tes sitokrom oksidase, oksidase
dan katalase adalah positif. Bentuk dari bakteri A. hydrophila di tunjukan pada
Gambar. 2.
9
Gambar 2. Bakteri A.hydrophila (Perbesaran 100x) (Samsundari, 2006)
Tanda-tanda klinis infeksi bakteri ini bervariasi, tetapi pada umumnya
ditunjukkan adanya hemorragic pada kulit, insang, rongga mulut dan borok pada
kulit yang dapat meluas ke jaringan otot. Sering pula tanda-tanda klinis ditunjukkan
dengan adanya eksoptalmia (bola mata menonjol keluar), adanya akumulasi
cairan serosa pada rongga perut (acsites), pembengkakan limfa dan ginjal. Secara
histopatologis tampak terjadinya nekrosis pada limfa, hati, ginjal dan jantung.
Seringkali bakterimia ditandai dengan penambahan sel-sel bakteri pada jaringan-
jaringan tersebut (Irianto, 2004).
Ikan yang terinfeksi bakteri A. hydrophila biasanya memperlihatkan gejala-
gejala berupa: warna tubuh ikan menjadi gelap, kemampuan berenang menurun,
mata ikan rusak dan agak menonjol, sisik terkuak, seluruh siripnya rusak, insang
berwarna merah keputihan, ikan terlihat megap-megap di permukaan air,
insangnya rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul
pendarahan selanjutnya diikuti dengan luka-luka borok-borok, perut ikan kembung
(dropsi), dan apabila dilakukan pembedahan maka akan kelihatan pendarahan
pada hati, ginjal, dan limpa (Kordi, 2004).
2.2.2 Pertumbuhan dan Perkembangbiakan
Prajitno (2008) menyatakan bahwa genus Aeromonas mempunyai habitat
di lingkungan perairan tawar. Keberadaan Aeromonas di suatu perairan erat
10
hubungannya dengan jumlah kandungan bahan organik di perairan atau sedimen
dasar. Bakteri ini diakui sebagai patogen dari hewan akuatik yang berdarah dingin.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri A. hydrophila ini lebih banyak menyerang
ikan di daerah tropis dan daerah sub tropis dibandingkan dengan daerah dingin.
Karena daerah tropis dan daerah sub tropis kandungan bahan organiknya lebih
tinggi dibandingkan dengan daerah dingin. Di daerah tropis dan sub tropis penyakit
Haemorraghic septicaemia pada umumnya muncul pada musim kemarau (panas),
karena pada musim tersebut kandungan bahan organik cukup tinggi.
Perkembangbiakan bakteri A. hydrophila secara aseksual dengan
pemanjangan sel yang diikuti pembelahan inti yang disebut pembelahan biner.
Waktu yang diperlukan untuk pembelahan satu sel menjadi dua sel lebih kurang
10 menit (Volk dan Wheller, 1988).
2.2.3 Patogenitas
Menurut Afrianto et al. (2015), Aeromonas merupakan bakteri patogen
yang sering menyerang dan mengakibatkan kematian massal pada ikan budidaya.
Kontak yang terjadi antara Aeromonas dengan ikan, memungkinkan bakteri ini
memasuki tubuh ikan sehingga mengakibatkan infeksi Aeromonas sp. dapat
berperan sebagai patogen utama maupun sekunder.
Menurut Kordi (2004), serangan bakteri A. hydrophila bersifat laten
(berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah
dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan
tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air,
kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Triyaningsih, Sarjito dan Prayitno (2014) dapat
diketahui bahwa gejala klinis akibat infeksi A. hydrophila adalah adanya penurunan
respon terhadap pakan, berenang abnormal, luka kemerahan dibagian tubuh
seperti sirip punggung, sirip ekor dan sirip dada dan kemudian berlanjut pada kulit
11
mengelupas, daging rusak dan terjadinya abdominal dropsi. Hal ini disebabkan
adanya enzim-enzim eksotoksin yang dihasilkan A. hydrophila bersifat virulen
seperti hemolisin, protease dan elastase, yang masuk kedalam tubuh yang
menyebabkan kerusakan pada permukaan ikan yang terinfeksi.
2.2.4 Infeksi Bakteri
Pada dasarnya A. hydrophila merupakan patogen oportunis sehingga
sangat umum dijumpai di air dan memiliki beragam serotipe yang berbeda
tingkatan virulensinya. Umumnya penyebarannya terjadi secara horizontal lewat
kontak langsung dengan air atau hewan yang sakit (Irianto, 2004). Menurut
Rahmaningsih (2016), proses invasi bakteri patogen A. hydrophila ke dalam tubuh
inang adalah diawali dengan melekatnya bakteri pada permukaan kulit dengan
memanfaatkan pili, flagela dan kait untuk bergerak dan melekat kuat pada lapisan
terluar tubuh ikan yaitu sisik yang dilindungi oleh zat kitin. Selama proses
berlangsung bakteri A. hydrophila memproduksi enzim kitinase yang berperan
dalam mendegradasi lapisan kitin sehingga bakteri dapat dengan mudah masuk
ke dalam host.
Infeksi A. hydrophila biasanya berkaitan dengan kondisi, antara lain stres
karena kepadatan, malnutrisi, penanganan, infeksi parasit, air terlalu subur,
oksigen rendah, kualitas air yang buruk, dan fluktuasi suhu air yang ekstrem.
Serangan bersifat akut dan apabila kondisi lingkungan terus merosot, kematian
yang ditimbulkannya dapat mencapai 100% (Partosuwiryo dan Warseno, 2011).
Infeksi bakteri Aeromonas spp. Bersifat sekunder yaitu bakteri akan masuk dalam
tubuh ikan jika ada kerusakan jaringan yang disebabkan oleh kerusakan fisik atau
karena serangan virus atau organisme lainnya. A. hydrophila merupakan
penyerang sekunder yang memperparah keadaan organisme
12
2.3 Kecubung (D. metel L.)
2.3.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Heyne (1987), adapun klasifikasi dari tumbuhan kecubung (D.
metel L.) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyldoneae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Datura
Species : Datura metel L.
Gambar 3. Daun kecubung (D. metel L.)
Kecubung (D. metel L.) termasuk tumbuhan jenis perdu yang mempunyai
pokok batang kayu dan tebal. Cabangnya banyak dan mengambang ke kanan dan
ke kiri sehingga membentuk ruang yang lebar. Namun demikian, tinggi dari
tumbuhan kecubung ini kurang dari 2 meter. Daunnya berbentuk bulat telur pada
bagian tepiannya berlekuk-lekuk tajam dan letaknya berhadap-hadapan. Bunga
kecubung menyerupai terompet dan berwarna putih atau lembayung. Buahnya
hampir bulat yang salah satu ujungnya didukung oleh tangkai tandan yang pendek
13
dan melekat kuat. Buah kecubung, bagian luarnya, dihiasi duri-duri dan dalamnya
berisi biji-biji kecil yang berwarna kuning kecoklatan (Thomas, 1992).
2.3.2 Kandungan Kimia
Tanaman kecubung (D. metel L.) mengandung 0,3 - 0,43% alkaloid, lebih
kurang 85% scopolamine, dan 15% hyoscyamine dan atropin, tergantung varietas,
lokasi dan musim. Isolasi dari alkaloidnya, terdapat crystalline methyl compound
yang mempunyai efek relaxant pada otot lurik (otot gerak) (Wijayakusuma, Wirian,
Yaputra, Dalimartha, dan Wibowo, 1992).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agustina, Ruslan dan Wiraningtyas
(2016) melalui skrining fitokimia tanaman kecubung (D. metel L.) didapatkan hasil
kandungan kimia berupa alkaloid, flavonoid dan tanin. Alkaloid, flavonoid, tanin
diketahui dapat bekerja sebagai antibakteri. Mekanisme kerja alkaloid sebagai
antibakteri adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan
pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel (Robinson, 1995). Mekanisme kerja tanin sebagai
antibakteri adalah menghambat enzim reverse transkriptase dan DNA
topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk (Robinson, 1995).
Sedangkan mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dapat dibagi menjadi
tiga yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membrane sel
dan menghambat metabolisme energi (Cushnie dan Lamb, 2005).
2.4 Hematologi
Darah membawa substansi dari tempatnya dibentuk ke semua bagian
tubuh dan menjaga tubuh dapat melakukan fungsinya dengan baik. Sel darah
merah membawa oksigen, sel darah putih menjaga tubuh dari serangan
organisme penyerbu, sedangkan kombinasi trombosit dan faktor pembeku,
berperan menyumbat kebocoran pembuluh darah tanpa menghambat alirannya
(Fujaya, 2004).
14
Pemeriksaan terhadap darah merupakan salah satu cara modern untuk
menentukan kesehatan ikan. Darah ikan bersifat sangat mudah membeku dan sel
darahnya sangat mudah pecah (haemolisis). Volume darah rata-rata sekitar 1/50
dari berat tubuh ikan dan volume darah yang dapat diambil dari dalam tubuh ikan
hanya sekitar separuh dari volume darah ikan secara keseluruhan (satu ml untuk
setiap 100 gram berat tubuh ikan) (Sutjiati, 1990).
2.4.1 Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit merupakan sel paling banyak yang terdapat di darah ikan
(mencapai 4 juta sel/mm3). Eritrosit mengandung hemoglobin dan membawa
oksigen dari insang ke seluruh jaringan. Seperti eritrosit pada vertebrata lainnya,
eritrosit ikan pada umumnya memiliki inti sel dan menunjukkan ukuran yang
berbeda pada setiap spesies (Moyle dan Cech, 2004). Fungsi utama sel darah
merah adalah untuk mengangkut hemoglobin yang berperan membawa oksigen
dari insang atau paru-paru ke jaringan. Selain mentranspor hemoglobin, sel darah
merah juga mengandung asam karbonat dalam jumlah besar yang berfungsi
mengkatalisis reaksi antara karbo dioksida dan air. Dengan demikian, darah dapat
bereaksi dengan karbondioksida dan mentranspornya dari jaringan ke insang
(Fujaya, 2004). Sel darah merah disajikan pada Gambar 4 berikut ini:
Gambar 4. Sel darah merah (Perbesaran 400x) (a) (Sayed, Mahmoud and
Mekkawy, 2016)
a
15
Besarnya presentase dari sel darah merah dapat digunakan sebagai
indikator kondisi kesehatan ikan. Jumlah eritrosit pada ikan adalah tergantung
spesies, kondisi stres dan suhu lingkungan. Umumnya jumlah eritrosit ikan tilapia
adalah berkisar antara 1,91 x 106 sel per mm3 hingga 2,83 x 106 sel per mm3
(Grant, 2015).
2.4.2 Sel Darah Putih (Leukosit)
Leukosit kurang berlimpah jumlahnya (20.000 – 150.000 sel/mm3)
dibandingkan dengan eritrosit pada ikan. Jenis utama leukosit adalah limfosit,
monosit, granulosit dan sel non spesifik sitotoksik. Leukosit menyediakan
mekanisme pembekuan darah dan membantu untuk menghilangkan bahan asing,
termasuk menyerang patogen dengan sistem imun dan respon lainnya (Moyle dan
Cech, 2004). Seluruh tipe leukosit berbentuk lonjong hingga membulat (Fujaya,
2004).
Salah satu bagian leukosit yaitu granulosit mencapai 4 dan 40 persen dari
semua jumlah sel darah putih dalam darah. Granulosit dibagi berdasarkan
pewarnaan reaksinya ke neutrofil, paling umum; eosinofil; dan basofil, yang mana
langka di ikan. Selain itu, ada agranular limfosit dan monosit yang oval, yang kecil
biasanya trombosit. Agranular leukosit merupakan komponen paling banyak
dalam sel darah putih ikan. Monosit menyajikan fungsi makrofag. Limfosit muncul
untuk berdiferensiasi menjadi dua populasi, satunya fokus pada produksi antibodi
dan yang lainnya pada imunitas seluler. Trombosit sekitar setengah dari seluruh
leukosit pada ikan dan terlibat dalam pembekuan darah (Lagler, Bardach, Miller
and Passino, 1977). Sel darah putih disajikan pada Gambar 5.
16
Menurut Sutjiati (1990), sel-sel leukosit dapat dibedakan menjadi berikut
ini:
Neutrofil granulosit: dengan nukleus bersegmen, apabila dilakukan
pewarnaan maka berwarna merah ungu, bagian plasma berwarna merah
muda bergranula kecil kecil lembut.
Eusinofil granulosit: nukleus sering menyatu dalam satu titik, plasma penuh
dengan granula besar.
Monosit: sel besar dengan nukleus besar dan padat berbentuk seperti
ginjal.
Limfosit: lebih kecil dari pada monosit, plasma tidak bergranula, nukleus
besar hampir memenuhi volume sel.
Gambar 5. Sel darah putih (A) Neutrofil (B) Eusinofil (C) Monosit (D) Limfosit
(Perbesaran 100x) (Hidayaturrahmah, 2015; Mazrouh, Amin, Hegazi, Hussien and Attia, 2015)
2.4.3 Hemoglobin
Hemoglobin adalah pigmen respirasi yang sangat meningkatkan kapasitas
darah dalam membawa oksigen. Hemoglobin ikan terdiri dari dua jenis utama
A B
C D
17
yaitu: monomerik dan tetramerik. Monomerik hemoglobin terdiri dari molekul
polipeptida tunggal biasanya pada lamprey dan hagfish. Tetramerik hemoglobin
adalah karakter pada hampir semua ikan dan tersusun dari empat rantai asam
amino (Moyle dan Cech, 2004). Umumnya kadar hemoglobin pada ikan tilapia
berkisar antara 7,0 g/dL (g%) hingga 9,8 g/dL (g%) (Grant, 2015).
2.4.4 Hematokrit
Salah satu cara untuk mendiagnosa hematologi ikan yang paling umum
digunakan adalah dengan mengevaluasi packed cell volume (PVC) atau
hematokrit yaitu konsentrasi sel per volume darah dan dinyatakan sebagai
persentase. Beberapa faktor yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya
perbedaan kadar hematokrit pada ikan yang sehat meliputi stres (penanganan,
anastesi dan pasokan air), karakteristik fisik (ukuran, spesies), seks, faktor
lingkungan (suhu, oksgen terlarut, kepadatan dan photoperiod), tingkat aktivitas
(termodinamika), status reproduksi, tingkat kehidupan dan pakan. Ikan dikatakan
mengalami anemia apabila kadar hematokrit kurang dari 20%. Umumnya kadar
hematokrit ikan tilapia adalah berkisar antara 27% hingga 37% (Grant, 2015).
1
3. METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
3.1.1 Alat-alat Penelitian
Peralatan yang digunakan untuk penelitian tentang “Pengaruh Pemberian
Ekstrak Kasar Daun Kecubung (D. metel L.) terhadap Hematologi Ikan Nila (O.
niloticus) yang Diinfeksi Bakteri A. hydrophila” adalah sebagai berikut:
Toples dengan volume 10 liter
Akuarium 60x40x30 cm
Timbingan Digital
Aerator
Selang Aerasi
Batu Aerasi
Appendorf
Wadah appendorf
Pipet tetes
Pipet thoma leukosit
Pipet thoma eritrosit
Handtally counter
Mikroskop
Seser Ikan
Erlenmeyer 500 ml
Rotary vacuum evaporator
Toples kaca
Tabung mikrohematokrit
Spuit
Thermometer
DO meter
Haemofuge
pH meter
Haemocytometer
Sambungan T
Sahlinometer
Cover glass
19
3.1.2 Bahan-bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian tentang “Pengaruh Pemberian
Ekstrak Kasar Daun Kecubung (D. metel L.) terhadap Hematologi Ikan Nila (O.
niloticus) yang Diinfeksi Bakteri A. hydrophila” adalah sebagai berikut:
Ikan Nila (O. niloticus) ukuran 7-5
cm
Daun kecubung (D. metel L.)
Kertas label
Bakteri A. hydrophila
Kertas label
Larutan Giemsa
Larutan Turk
Alkohol 70%
Kapas
Media NB (Nutrien broth)
Tissue
Etanol 99%
Kertas Saring
Akuades
Larutan Hayem
Anti Koagulan (Na-sitrat 3.8%)
HCl 0,1 N
Sampel Darah Ikan Nila
Alumunium Foil
3.2 Media Penelitian
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah air tawar di
Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Air diperoleh dari sumur
kemudian dialirkan lewat pipa menuju toples dengan volume 8 liter sebanyak 17
buah dan diberi aerasi sebagai suplai oksigen.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen.
Pada dasarnya metode eksperimen yang dilakukan untuk mengungkapkan
hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih, dengan mengendalikan pengaruh
variabel yang lain. Metode eksperimen dilaksanakan dengan memberikan variabel
20
bebas secara sengaja (bersifat induse) kepada objek penelitian untuk diketahui
akibatnya di dalam variabel terikat (Zulnaidi, 2007).
3.4 Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
observasi langsung. Menurut Chariri (2009), observasi partisipasi dilakukan
dengan cara mengamati secara langsung perilaku individu dan interaksi yang ada
dalam setting penelitian. Oleh karena itu, peneliti harus terlibat langsung dalam
kehidupan sehari‐hari subyek yang dipelajari. Dengan cara ini peneliti dapat
memperoleh data khusus di luar struktur dan prosedur formal organisasi. Dalam
participant observation, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:
Melibatkan diri dalam aktivitas sehari‐hari. Mencatat kejadian, perilaku dan
setting sosial secara sistematik (apa yang terjadi, kapan, dimana, siapa,
bagaimana). Adapun data yang dikumpulkan selama observasi adalah:
deskripsi program, perilaku, perasaan, dan pengetahuan.
Wujud data adalah catatan (field note): apa yang terjadi, bagaimana terjadinya,
siapa yang ada di sana.
Catatan semua kejadian atau perilaku yang dianggap penting oleh peneliti
(bisa berupa checklist atau deskripsi rinci tentang peristiwa atau perilaku
tertentu).
3.5 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak
Lengkap) karena media yang digunakan bersifat homogen, artinya keragaman
antara satuan percobaan tersebut kecil, sehingga yang mempengaruhi hasil
penelitian hanya faktor kebetulan.
21
𝑌 = 𝜇 + 𝑇 + 𝜀
Keterangan :
µ = nilai rerata harapan (mean)
τ = pengaruh faktor perlakuan
ε = pengaruh galat
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan variabel bebas berupa
perlakuan pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.) dengan dosis a,
b, c, d dan e. Pada penelitian ini digunakan 2 kontrol pembanding yaitu kontrol
negatif dan kontrol positif, kontrol negatif sebagai perlakuan sampel dengan
penginfeksian bakteri dan tanpa pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D.
metel L.) sedangkan kontrol positif sebagai perlakuan sampel dengan ikan nila (O.
niloticus) sehat. Dalam penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali,
sedangkan kontrol negatif dan positif hanya sebagai pembanding. Dari perlakuan
tersebut diperoleh total sampel sebanyak 15 sampel. Sehingga tiap perlakuan
disajikan pada tabel sebagai berikut:
A : Perlakuan penginfeksian bakteri A. hydrophila dan perendaman dengan
dosis 1500 ppm
B : Perlakuan penginfeksian bakteri A. hydrophila dan perendaman dengan
dosis 2000 ppm
C : Perlakuan penginfeksian bakteriA. hydrophila dan perendaman dengan
dosis 2500 ppm
D : Perlakuan penginfeksian bakteri A. hydrophila dan perendaman dengan
dosis 3000 ppm
E : Perlakuan penginfeksian bakteri A. hydrophila dan perendaman dengan
dosis 3500 ppm
K(-) : Perlakuan sampel dengan penginfeksian bakteri A.hydrophila serta tanpa
pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.)
22
K(+) : Perlakuan sampel dengan ikan nila (O. niloticus) sehat.
Untuk denah penelitian disajikan pada gambar berikut:
Keterangan:
A – E : perlakuan
K(-) : kontrol negatif
K(+) : kontrol positif
1 – 3 : ulangan
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Persiapan Penelitian
a. Persiapan perendaman (maserasi)
Serbuk daun kecubung (D. metel L.) sebanyak 1000 gram dimaserasi
dalam etanol 99% selama 3 x 24 jam dalam suhu kamar. Larutan yang didapat
kemudian disaring dengan kertas saring lalu diuapkan dengan rotary vacuum
evaporator dengan suhu 50°C sehingga dihasilkan ekstrak kasar daun kecubung
(D. metel L.) dalam bentuk pasta.
b. Persiapan Alat
Pencucian Akuarium
Persiapan Alat-alat pendukung (aerator, pH meter, DO meter, refraktometer)
Pengisian air pada akuarium
A1
D3
D1
A3
A2
C1
C2
B3
C3
D2
E3
E2
E1
B2
K-
B1
K+
23
c. Persiapan Hewan Uji
Hewan Uji yang akan digunakan yaitu ikan nila sebanyak 170 ekor dengan
panjang 5-7 cm. Masing-masing akuarium diisi dengan 10 ekor ikan uji. Wu, Liu,
Chang and Hsieh (2010) menyatakan kepadatan ikan untuk uji in vivo eksperimen
dapat dilakukan dengan jumlah 10 ekor/akuarium. Sehingga dalam uji in vivo
dalam penelitian ini akuarium diisi dengan 10 ekor ikan uji.
3.6.2 Pelaksanaan Penelitian
a. Penginfeksian Bakteri A. hydrophila
Persiapan bakteri
Bakteri A. hydrophila diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau Jepara, Jawa
tengah. Bakteri A. hydrophila yang diperoleh adalah bakteri dengan kepadatan
108sel/ml, untuk mendapatkan kepadatan 107 sel/ml dilakukan pengenceran
dengan menggunakan rumus:
𝑉1𝑁1 = 𝑉2𝑁2
Keterangan :
N1 : Kepadatan populasi bakteri dalam media NB (sel/ml)
N2 : Kepadatan populasi bakteri yang dikehendaki (sel/ml)
V1 : Volume suspensi bakteri dalam NB yang dibutuhkan
V2 : Volume yang diinginkan
Dilakukan infeksi bakteri A. hydrophila, kemudian dihitung total eritrosit,
total leukosit, kadar hemoglobin dan kadar hematokritnya.
Dimasukkan ke dalam akuarium yang berisi air tawar yang telah diberi bakteri
A. hydrophila dengan kepadatan bakteri 107 sel/ml.
Direndam ikan nila masing-masing 10 ekor/akuarium selama 118 jam
Diamati gejala klinis ikan yang sudah diinfeksi bakteri A. hydrophila
24
Dilakukan pengukuran suhu, pH, DO dan salinitas setiap hari pada pagi dan
sore hari (pukul 08.00 dan 16.00 WIB)
b. Perendaman Ikan Uji
Akuarium diisi air sebanyak 8 liter dan ditambahkan ekstrak kasar daun
kecubung (D. metel L.)
Sesuai dengan dosis (a, b, c, d, e).
Akuarium diberi aerasi untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut.
Diambil sampel darah ikan nila terinfeksi sebelum perendaman, dihitung total
eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit dan kadar hemoglobin
Direndam ikan nila masing-masing 10 ekor/akuarium selama 15 menit
Dipindahkan ke dalam toples berisi air bersih sebanyak 8 liter
Dipelihara selama 1 minggu, kemudian diamati total eritrosit, dan total leukosit
pada ikan selama 2 hari satu kali.
c. Pengambilan Sampel Darah Ikan Nila
Ikan Nila diambil sampel darahnya dengan spuit disposable yang telah
berisi Na Sitrat 3,8% sebagai anti koagulan di caudal peduncle. Disuntik dengan
posisi jarum 450 dan tarik perlahan-lahan sampai darah masuk kedalam spuit.
d. Uji Hematologi
Penghitungan Jumlah Eritrosit
Menurut Mones (2008), penghitungan jumlah sel darah merah dilakukan
dengan menggunakan haemositometer. Sel darah merah dihitung dengan
menggunakan rumus:
𝑆𝐷𝑀 = (𝑎𝑛⁄ ) × (1
𝑣⁄ ) × 𝐹𝑝
Keterangan:
SDM = jumlah sel darah merah
a = jumlah sel darah merah yang terhitung
25
n = jumlah kotak hemositometer yang diamati
V = volume hemositometer
Fp = faktor pengenceran
Jumlah sel darah merah dihitung dengan cara pertama-tama sampel darah
yang telah bercampur antikoagulan dihisap menggunakan pipet thoma eritrosit
sampai skala 0,5, kemudian larutan Hayem juga dihisap sampai skala
menunjukkan pada angka 101. Pengenceran (1:200). Pipet bulir digoyang-
goyangkan agar darah dan larutan hayem bercampur rata, setelah bercampur rata
empat tetesan pertama dibuang dan tetesan selanjutnya diteteskan ke
haemositometer, hal ini dilakukan karena diperkirakan pada tetesan ke lima, darah
dan larutan hayem telah tercampur rata. Kemudian haemositometer ditutup
dengan cover glass, lalu diamati di bawah mikroskop dengan cara lensa
kondensor diturunkan atau diafragma diturunkan secara perlahan.
Penghitungan Jumlah Leukosit
Jumlah sel darah putih dihitung dengan cara pertama-tama sampel darah
yang telah bercampur antikoagulan dihisap menggunakan pipet thoma leukosit
sampai skala 0,5, kemudian larutan Turk juga dihisap sampai skala menunjukkan
pada angka 11. Pengenceran (1:20). Pipet bulir digoyang goyangkan agar darah
dan larutan Turk bercampur rata. Empat tetesan pertama dibuang dan tetesan
selanjutnya diteteskan ke haemositometer, hal ini dilakukan karena diperkirakan
pada tetesan ke lima, darah dan larutan hayem telah tercampur rata, sehingga
memudahkan kita pada saat perhitungan sel darah putih pada mikroskop.
Kemudian haemositometer ditutup dengan cover glass, lalu diamati di bawah
mikroskop dengan cara lensa kondensor diturunkan atau diafragma diturunkan
secara perlahan.
26
Menurut Mones (2008), penghitungan jumlah sel darah putih dilakukan
dengan menggunakan Haemositometer. Jumlah sel darah putih dihitung dengan
menggunakan rumus:
𝑆𝐷𝑃 = (𝑎𝑛⁄ ) × (1
𝑣⁄ ) × 𝐹𝑝
Keterangan:
SDP = jumlah sel darah putih
a = jumlah sel darah putih yang terhitung
n = jumlah kotak hemositometer yang diamati
v = volume hemositometer
Fp = faktor pengenceran
Leukosit dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu agranulosit dan
granulosit berdasarkan ada-tidaknya granul pada sitoplasma. Agranulosit terdiri
atas limfosit dan monosit. Granulosit terdiri atas neutrofil, eosinofil dan basofil.
Perhitungan Kadar Hematokrit
Perhitungan kadar hematokrit dinyatakan oleh Anderson (1993) yaitu
sampel darah dihisap dengantabung mikrohematokrit hingga mencapai ¾ bagian
tabung. Ujung tabung ditutup dengan crytoseal sedalam kira-kira 1 cm, sehingga
terbentuk sumbat crytoseal. Tabung mikrohematokrit yang telah berisi darah
disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 15 menit. Pengukuran nilai kadar
hematokrit dilakukan dengan membandingkan volume padatan sel darah merah
dengan volume total darah dengan skala hematokrit.
Perhitungan Kadar Hemoglobin (Hb)
Menurut Hartika, Mustahal dan Putra (2014), prosedur perhitungan kadar
haemoglobin dilakukan dengan mengacu pada metode Sahli. Pertama, darah
sampel dihisap dengan menggunakan pipet Sahli hingga skala 20 mm3 atau pada
skala 0,2 ml. Lalu ujung pipet dibersihkan dengan kertas tisu. Kemudian, darah
27
dalam pipet dipindahkan ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N
hingga skala 10 (merah). Setelah itu, darah tersebut lalu diaduk dengan batang
pengaduk selama 3 hingga 5 menit. Setelah itu, akuades ditambahkan ke dalam
tabung tersebut hingga warna darah tersebut menjadi seperti warna larutan
standar yang ada dalam Hb-meter. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam g%.
e. Kelulushidupan (Survival Rate)
Kelulushidupan ikan nila digunakan untuk mengetahui tingkat
kelulushidupan ikan uji dengan membandingkan antara jumlah ikan uji pada awal
penelitian dan ikan uji yang masih hidup pada akhir penelitian. Kelulushidupan
dihitung berdasarkan rumus Effendie (2002) sebagai berikut:
𝑆𝑅 = 𝑁𝑡
𝑁0 × 100%
Keterangan:
SR = Kelulushidupan (%)
Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir penelitian (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)
3.7 Parameter Uji
3.7.1 Parameter Utama
Parameter utama yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengamatan
terhadap sel darah yang terdapat pada ikan nila (O. niloticus) yang meliputi:
Penghitungan sel darah merah (eritrosit)
Penghitungan sel darah putih (leukosit)
Perhitungan kadar hemoglobin (Hb)
Perhitungan kadar hematokrit (Hct)
28
3.7.2 Parameter Penunjang
Parameter penunjang yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengamatan terhadap sel darah yang terdapat pada ikan nila (O. niloticus) yang
meliputi:
Gejala Klinis
Kelulushidupan (SR)
Kualitas Air (Suhu, pH, dan DO)
3.8 Analisa Data
Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kasar daun kecubung (D.
metel L) terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus), maka data yang diperoleh
dari hasil penelitian akan diuji normalitasnya untuk mengetahui kenormalan dari
sebuah data, kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis
keragaman (ANOVA) sesuai dengan rancangan yang digunakan rancangan acak
lengkap (RAL). Apabila dari data sidik ragam diketahui bahwa perlakuan
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (significant) atau berbeda sangat
nyata (highly significant) (F hitung > F tabel), maka untuk membandingkan nilai
antar perlakuan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata terkecil (BNT) dan polynomial
orthogonal untuk mengetahui uji responnya.
29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Bakteri A. hydrophila
Pada penelitian ini bakteri yang digunakan adalah isolat murni yang
diperoleh dari Balai Budidaya Air Payau Jepara. Langkah selanjutnya yang
dilakukan adalah peremajaan kembali bakteri A. hydrophila dari isolat murni.
Media yang digunakan untuk meremajakan bakteri ini, yaitu dengan metode gores
dan media cair NB yaitu Nutrient Broth dimana media ini merupakan substrat untuk
menumbuhkan bakteri, isolasi, dan perhitungan jumlah mikroba. Dalam persiapan
dan pembuatan media ini, semua alat dan bahan harus disterilisasi terlebih dahulu
agak terbebas dari kehidupan mikroorganisme yang tidak diinginkan.
Proses pengidentifikasian bakteri digunakan untuk memastikan bahwa
bakteri tersebut adalah A. hydrophila, maka perlu dilakukan beberapa pengujian
biokimia yakni antara lain adalah uji gram, uji oksidase, uji motilitas dan uji O/F
(Oksidasi/Fermentatif). Namun pada penelitian ini hanya menggunakan uji gram
dimana untuk menentukan bakteri tersebut adalah bakteri gram negatif atau
bakteri gram positif. Menurut Sardiani, Litaay, Budji, Priosambodo, Syahribulan,
Dwyana (2015), pengamatan morfologi koloni dilakukan dengan melihat bentuk,
tepi, elevasi dan warna dan untuk pengamatan morfologi sel dilakukan teknik
pewarnaan gram dengan tujuan mengetahui warna dan jenis gram sel bakteri
tersebut. Selain itu, menurut Kismiyati, Subekti, Yusuf dan Kusdarwati (2009),
pewarnaan gram bertujuan untuk menentukan apakah bakteri tersebut termasuk
di dalam kelompok bakteri gram positif atau kelompok bakteri gram negatif. Cara
kerja dari pewarnaan gram yaitu suspensikan bakteri dengan ose, kemudian
letakkan pada obyek dan difiksasi, tetesi dengan larutan gram A yang
mengandung kristal violet, kemudian tetesi dengan larutan gram B yang
mengandung lugol, tetesi dengan larutan gram C yang mengandung alkohol, dan
30
yang terakhir tetesi dengan larutan gram D yang mengandung safranin.
Selanjutnya uji oksidase adalah untuk mengetahui ada tidaknya enzim oksidase
pada bakteri dengan menggunakan paper oksidase yang dapat dilihat perubahan
warna yang terjadi pada paper oksidase. Uji motilitas bertujuan untuk mengetahui
apakah bakteri tersebut motil atau tidak dan untuk mengetahui produksi indol dari
tryptophane. Uji ini menggunakan media MIO (Motility Indole Ornitin).
Menurut Kismiyati, Subekti, Yusuf dan Kusdarwati (2009), uji O/F medium
(Oksidatif/Fermentatif) bertujuan untuk mengetahui sifat oksidasi atau fermentasi
bakteri terhadap glukosa dengan menggunakan dua tabung media yang salah
satunya ditutup dengan parafin, sehingga diharapkan di dalam media tidak
terdapat udara yang dapat mendukung terjadinya fermentasi. Adapun gambar dari
hasil uji gram bakteri disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Hasil Uji Gram Bakteri A. hydrophila (Perbesaran 1000×)
(Dokumentasi Pribadi, 2017)
4.2 Analisis Hematologi
Pemerikasaan hematologi pada ikan telah banyak dilakukan untuk
mengetahui penyebab serangan penyakit serta untuk mendiagnosa penyakit.
Pada pengamatan hematologi yang diamati meliputi jumlah sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit), kadar hemoglobin dan kadar hematokrit. Hasil
dari pengamatan hematologi disajikan pada Lampiran 6,.
a
31
4.2.1 Jumlah Eritrosit
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah sel darah merah
(eritrosit) pada darah ikan selama penelitian diperoleh rata-rata jumlah eritrosit
ikan nila (O. niloticus) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian (106sel/mm3)
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata ±
Standar Deviasi 1 2 3
A 1,453 1,355 1,48 4,29 1,43 ± 0,07
1,55 ± 0,10
1,68 ± 0,08
1,92 ± 0,03
2,26 ± 0,08
B 1,543 1,655 1,456 4,65
C 1,598 1,685 1,76 5,04
D 1,925 1,889 1,954 5,77
E 2,211 2,353 2,223 6,79
Total 26,54
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 1 diatas, dapat diketahui
bahwa rata-rata jumlah eritrosit ikan nila (O. niloticus) yang tertinggi terdapat pada
perlakuan E dengan nilai sebesar 2,26 × 106 sel/mm3. Sedangkan rata-rata jumlah
eritrosit ikan nila (O. niloticus) yang terendah terdapat pada perlakuan A dengan
nilai sebesar 1,43 × 106 sel/mm3. Selain itu, dilihat perbandingan antara nilai K(+)
dan K(-) yang dilakukan selama penelitian dengan nilai masing-masing K(+) yaitu
2,597 × 106 sel/mm3 dan K(-) yaitu 0,49 × 106 sel/mm3. Langkah selanjutnya
dilakukan perhitungan analisis sidik ragam jumlah eritrosit ikan nila (O. niloticus)
yang hasilnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Sidik Ragam Jumlah Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus) Sumber
Keragaman
db JK KT F.Hit F 5% F 1%
Perlakuan 4 1,322 0,33 66** 3,48 5,99
Acak 10 0,05 0,005
Total 14 1,37
Keterangan: ** = Berbeda Sangat Nyata
32
Perhitungan analisis sidik ragam jumlah eritrosit ikan nila (O. niloticus)
pada Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa F hitung = 66 memiliki nilai yang lebih
besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, hal ini menunjukkan pemberian perlakuan
yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap jumlah
eritrosit ikan nila (O. niloticus). Sehingga perhitungan dilanjutkan dengan uji BNT
untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing
perlakuan terhadap jumlah eritrosit ikan nila. Hasil Uji BNT ditunjukkan pada Tabel
3.
Tabel 3. Uji BNT Jumlah Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus)
Perlakuan Rata-rata
A B C D E Notasi
1,43 1,55 1,68 1,92 2,26
A 1,43 - a
B 1,55 0,12ns - a
C 1,68 0,25** 0,13* - b
D 1,92 0,49** 0,37** 0,24** - c
E 2,26 0,83** 0,71** 0,58** 0,34** - d
Berdasarkan notasi di atas dapat diketahui bahwa perlakuan A tidak
berbeda nyata dengan perlakuan B. Pada perlakuan C berbeda sangat nyata
dengan perlakuan A dan berbeda nyata dengan perlakuan B. Pada perlakuan D
berbeda sangat nyata dengan perlakuan A, B dan C. Pada perlakuan E hasilnya
berbeda sangat nyata dengan perlakuan A, B, C, dan D.
Kemudian untuk mengetahui bentuk hubungan (regresi) antara perlakuan
dengan parameter yang diuji maka dilakukan perhitungan uji polinomial
orthogonal. Hasil regresi dari perhitungan uji polynomial orthogonal untuk
mengetahui uji respon pemberian dosis ekstrak kasar daun kecubung (D. metel
L.) terhadap jumlah eritrosit ikan nila (O. niloticus) grafik regresi disajikan pada
Gambar 7.
33
Gambar 7. Grafik Regresi Total Eritrosit Ikan Nila (O. niloticus)
Gambar 7 diatas menunjukkan bahwa grafik yang dihasilkan adalah
berbentuk linier yang artinya semakin banyak dosis yang diberikan maka jumlah
sel darah merah (eritrosit) akan semakin meningkat. Antara dosis yang berbeda
dalam perlakuan dengan total eritrosit memiliki hubungan yang nyata, ditunjukkan
dengan hasil R2 mendekati nilai satu yaitu sebesar 0,9633 dengan persamaan
y = 0,75125 + 0,0004x.
Pada perlakuan D dapat dikatakan bahwa jumlah eritrositnya sudah
kembali normal yaitu dengan nilai rata-rata 1,92 × 106 sel/mm3. Total eritrosit paling
rendah terdapat pada perlakuan A dengan nilai rata-rata eritrosit sebesar 1,43 ×
106 sel/mm3. Hal tersebut disebabkan karena pada perlakuan A dengan dosis 1500
ppm, ikan nila (O. niloticus) belum dapat mengobati infeksi oleh bakteri A.
hydrophila secara maksimal. Sedangkan total eritrosit paling tinggi terdapat pada
perlakuan E dengan nilai rata-rata eritrosit sebesar 2,26 × 106 sel/mm3. Jumlah
eritrosit pada perlakuan E ini sudah merupakan jumlah eritrosit ikan sehat pada
ikan nila (O. niloticus). Hal ini sesuai dengan pernyataan Grant (2015), bahwa
jumlah eritrosit pada ikan nila yang sehat berkisar antara 1,91-2,83 × 106 sel/mm3.
Peningkatan jumlah eritrosit pada perlakuan E ini diduga akibat pemberian
perlakuan E dengan dosis 3500 ppm mampu mengobati serta membunuh bakteri
y = 0,75125 + 0,0004xR² = 0,9633
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2.20
2.40
1000 1500 2000 2500 3000 3500
Sel
dara
h m
era
h (×
10
6sel/m
m3)
Dosis Perlakuan (ppm)
34
A. hydrophila. Hal ini dikarenakan ekstrak daun kecubung (D. metel L.) memiliki
kandungan kimia berupa senyawa aktif flavonoid yang sangat berperan aktif
sebagai antibakteri. Sesuai dengan pernyataan Cushnie dan Lamb (2005), bahwa
flavonoid sebagai antibakteri memiliki mekanisme kerja yang dapat dibagi menjadi
tiga yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel
dan menghambat metabolisme energi. Senyawa flavonoid adalah senyawa
polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun dalam konfigurasi C6-
C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat
atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua
tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan
(Markham, 1988). Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol,
senyawa fenol mempunyai sifat efektif menghambat pertumbuhan virus, bakteri,
dan jamur. Flavonoid bekerja dengan cara denaturasi protein sehingga
meningkatkan permeabilitas membran sel. Denaturasi protein menyebabkan
gangguan dalam pembentukan sel sehingga merubah komposisi komponen
protein. Fungsi membran sel yang terganggu dapat menyebabkan meningkatnya
permeabilitas sel, sehingga mengakibatkan kerusakan sel bakteri. Kerusakan
tersebut menyebabkan kematian sel bakteri. Parubak (2013) juga menyatakan
bahwa senyawa flavonoid disintesis oleh tanaman sebagai sistem pertahanan dan
dalam responnya terhadap infeksi oleh mikroorganisme, sehingga tidak
mengherankan apabila senyawa ini efektif sebagai senyawa antimikroba terhadap
sejumlah mikroorganisme.
4.2.2 Jumlah Leukosit
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah sel darah merah
(eritrosit) pada darah ikan selama penelitian diperoleh rata-rata jumlah eritrosit
ikan nila (O. niloticus) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.
35
Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Leukosit Pada Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian (104 sel/mm3)
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata ±
Standar Deviasi 1 2 3
A 18,34 17,98 18,44 54,76 18,25 ± 0,24
17,91 ± 0,20
17,20 ± 0,30
16,28 ± 0,28
14,37 ± 0,17
B 17,87 17,73 18,12 53,72
C 16,93 17,52 17,15 51,60
D 16,32 16,54 15,98 48,84
E 14,2 14,37 14,54 43,11
Total 252,03
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 4 diatas, dapat diketahui
bahwa rata-rata jumlah leukosit ikan nila (O. niloticus) yang tertinggi terdapat pada
perlakuan A dengan nilai sebesar 18,25 × 104 sel/mm3. Sedangkan rata-rata
jumlah leukosit ikan nila (O. niloticus) yang terendah terdapat pada perlakuan E
dengan nilai sebesar 14,37 × 104 sel/mm3. Selain itu, dilihat perbandingan antara
nilai K(+) dan K(-) yang dilakukan selama penelitian dengan nilai masing-masing
K(+) yaitu 11,50 × 104 sel/mm3 dan K(-) yaitu 19,67 × 104 sel/mm3. Langkah
selanjutnya dilakukan perhitungan analisis sidik ragam jumlah eritrosit ikan nila (O.
niloticus) yang hasilnya disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Sidik Ragam Jumlah Leukosit Ikan Nila (O. niloticus) Sumber Keragaman db JK KT F.Hit F5% F1%
Perlakuan 4 29,02 7,26 121** 3,48 5,99
Acak 10 0,59 0,06
Total 14 29,61
Keterangan: ** = Berbeda Sangat Nyata
Perhitungan analisis sidik ragam pada Tabel 5 di atas menunjukkan nilai F
hitung = 121 lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%. Hal ini berarti, pemberian
perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap jumlah
leukosit ikan nila. Sehingga perhitungan dilanjutkan dengan uji BNT untuk
mengetahui perbedaan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing perlakuan
terhadap jumlah leukosit ikan nila. Hasil Uji BNT ditunjukkan pada Tabel 6.
36
Tabel 6. Uji BNT Jumlah Leukosit Ikan Nila (O. niloticus)
Perlakuan Rata-rata E D C B A
Notasi 14,37 16,28 17,20 17,91 18,25
E 14,37 - a
D 16,28 1,91** - b
C 17,20 2,83** 0,92** - c
B 17,91 3,54** 1,63** 0,71** - d
A 18,25 3,88** 1,97** 1,05** 0,347ns - de
Berdasarkan notasi di atas dapat diketahui bahwa perlakuan E berbeda
sangat nyata dengan perlakuan D. Pada perlakuan C berbeda sangat nyata
dengan perlakuan E dan D. Pada perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan
E, D dan C. Pada perlakuan A berbeda sangat nyata dengan perlakuan E, D, dan
C namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B.
Kemudian untuk mengetahui bentuk hubungan (regresi) antara perlakuan
dengan parameter yang diuji maka dilakukan perhitungan uji polinomial
orthogonal. Hasil regresi dari perhitungan uji polynomial orthogonal untuk
mengetahui uji respon pemberian dosis ekstrak kasar daun kecubung (D. metel
L.) terhadap jumlah eritrosit ikan nila (O. niloticus) grafik regresi disajikan pada
Gambar 8.
Gambar 8. Grafik Regresi Total Leukosit Ikan Nila (O. niloticus)
y = 21,4975 - 0,0019xR² = 0,9801
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
18.00
19.00
1000 1500 2000 2500 3000 3500
Sel
dara
h p
uti
h (×
10
4
sel/m
m3)
Dosis Perlakuan (ppm)
37
Grafik pada Gambar 8 diatas menunjukkan bahwa grafik yang dihasilkan
adalah berbentuk linier yang artinya semakin banyak dosis yang diberikan maka
jumlah sel darah putih (leukosit) akan semakin menurun. Antara dosis yang
berbeda dalam perlakuan dengan total leukosit memiliki hubungan yang nyata,
ditunjukkan dengan hasil R2 mendekati nilai satu yaitu sebesar 0,9801 dengan
persamaan y = 21,4975 - 0,0019x.
Perlakuan E dengan nilai rata-rata jumlah leukosit sebesar 14,37 × 104
sel/mm3 menunjukkan bahwa pada perlakuan tersebut ikan nila (O. niloticus) mulai
kembali normal. Hal ini didasarkan pada jumlah leukositnya yang telah mendekati
jumlah leukosit ikan normal. Menurut Hartika et al. (2014), kisaran normal jumlah
sel darah putih pada ikan normal umumnya berkisar 2 -15 × 104 sel/mm³.
Total leukosit paling rendah terdapat pada perlakuan E dengan nilai rata-
rata eritrosit sebesar 14,37 × 104 sel/mm3. Hal tersebut disebabkan karena pada
perlakuan E dengan dosis 3500 ppm, ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.)
telah mampu mengobati infeksi oleh bakteri A. hydrophila secara maksimal
sehingga jumlah leukositnya menjadi normal. Sedangkan total leukosit paling
tinggi terdapat pada perlakuan A dengan nilai rata-rata leukosit sebesar 18,25 ×
104 sel/mm3. Kenaikan jumlah sel leukosit diduga karena adanya kenaikan
pertahanan seluler akibat infeksi bakteri. Menurut Suhermanto, Andayani dan
Maftuch (2013), sistem leukosit dan sel-sel jaringan dari leukosit bekerja dengan
dua cara untuk mencegah penyakit yaitu dengan cara merusak melalui proses
pagositosis dan membentuk antibodi. Peningkatan jumlah sel darah putih ini
merupakan respon dalam bentuk proteksi terhadap adanya sel asing termasuk
adanya infeksi bakteri yang masuk ke tubuh ikan. Hasil produksi leukosit akan
diarahkan menuju daerah terinfeksi sebagai pertahanan ikan. Naiknya jumlah
38
leukosit merupakan indikator adanya infeksi yang mengakibatkan terjadinya
inflamasi.
4.2.3 Kadar Hemoglobin
Berdasarkan hasil pengamatan kadar hemoglobin pada darah ikan selama
penelitian diperoleh rata-rata kadar hemoglobin ikan nila (O. niloticus) seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian (g%)
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata ± Standar Deviasi 1 2 3
A 3,5 3 3,2 9,70 3,23 ± 0,25
B 4,8 4,5 5 14,30 4,77 ± 0,25 C 4,8 4,2 5,5 14,50 4,83 ± 0,65 D 5 6,5 5 16,50 5,50 ± 0,87 E 7 6 6,2 19,20 6,40 ± 0,53
Total 74,20
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 7 diatas, dapat diketahui
bahwa rata-rata kadar hemoglobin ikan nila (O. niloticus) yang tertinggi terdapat
pada perlakuan E dengan nilai sebesar 6,40 g%. Sedangkan rata-rata kadar
hematokrit ikan nila (O. niloticus) yang terendah terdapat pada perlakuan A
dengan nilai sebesar 3,23 g%. Selain itu, dilihat perbandingan antara nilai K(+)
dan K(-) yang dilakukan selama penelitian dengan nilai masing-masing K(+) yaitu
6,8 dan K(-) yaitu 2,8%. Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan analisis sidik
ragam kadar hemoglobin ikan nila (O. niloticus) yang hasilnya disajikan pada Tabel
8.
Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus) Sumber
Keragaman
db JK KT F.Hit F 5% F 1%
Perlakuan 4 16,20 4,05 12,66** 3,48 5,99 Acak 10 3,16 0,32
Total 14 19,36
Keterangan: ** = Berbeda Sangat Nyata
39
Perhitungan analisis sidik ragam kadar hematokrit ikan nila (O. niloticus)
pada Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa F hitung = 12,66 memiliki nilai yang lebih
besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, hal ini menunjukkan pemberian perlakuan
yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar
hemoglobin ikan nila (O. niloticus). Sehingga perhitungan dilanjutkan dengan uji
BNT untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang diberikan oleh masing-masing
perlakuan terhadap kadar hemoglobin ikan nila. Hasil Uji BNT ditunjukkan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Uji BNT Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus)
Perlakuan Rata-rata
A B C D E Notasi
3,23 4,77 4,83 5,50 6,40
A 3,23 - a
B 4,77 1,53** - b
C 4,83 1,60** 0,07ns - bc
D 5,50 2,27** 0,73ns 0,67ns - bc
E 6,40 3,17** 1,63** 1,57** 0,90* - d
Berdasarkan notasi di atas dapat diketahui bahwa perlakuan A berbeda
sangat nyata dengan perlakuan B. Pada perlakuan C berbeda sangat nyata
dengan perlakuan A namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B. Pada
perlakuan D berbeda sangat nyata dengan perlakuan A namun tidak berbeda
nyata dengan perlakuan B dan C. Pada perlakuan E berbeda sangat nyata dengan
perlakuan A, B, C dan berbeda nyata dengan perlakuan D.
Kemudian untuk mengetahui bentuk hubungan (regresi) antara perlakuan
dengan parameter yang diuji maka dilakukan perhitungan uji polinomial
orthogonal. Hasil regresi dari perhitungan uji polynomial orthogonal untuk
mengetahui uji respon pemberian dosis ekstrak kasar daun kecubung (D. metel
L.) terhadap kadar hemoglobin ikan nila (O. niloticus) grafik regresi disajikan pada
Gambar 9.
40
Gambar 9. Grafik Regresi Kadar Hemoglobin Ikan Nila (O. niloticus)
Grafik pada Gambar 9 diatas menunjukkan bahwa grafik yang dihasilkan
adalah berbentuk linier yang artinya semakin banyak dosis yang diberikan maka
kadar hematokrit akan semakin meningkat. Antara dosis yang berbeda dalam
perlakuan dengan kadar hematokrit memiliki hubungan yang nyata, ditunjukkan
dengan hasil R2 mendekati nilai satu yaitu sebesar 0,8368 dengan persamaan
y = 1,4168 + 0,0014x.
Pada perlakuan D dan E menunjukkan kadar hemoglobin yang sesuai
dengan kadar hemoglobin ikan normal. Kadar hemoglobin pada perlakuan D dan
E masing-masing 5,50 g% dan 6,40 g%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Salasia
(2001), bahwa pemeriksaan terhadap nila yang telah dipastikan sehat
mendapatkan kadar hemoglobin sebesar 5,05–8,33 g/dL.
Kadar hemoglobin paling rendah terdapat pada perlakuan A dengan nilai
rata-rata kadar hematokrit sebesar 3,23 g%. Nilai kadar hemoglobin pada
perlakuan A sangat rendah, dibawah nilai normal. Rendahnya kadar hemoglobin
dalam darah akan mengakibatkan berkurangnya nafsu makan pada ikan.
Bastiawan, Wahid, Alifudin dan Agustiawan (2001) menyatakan bahwa rendahnya
kadar Hb menyebabkan laju metabolisme menurun dan energi yang dihasilkan
menjadi rendah. Hal ini membuat ikan menjadi lemah dan tidak memiliki nafsu
y = 1,4168 + 0,0014xR² = 0,8368
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
1000 1500 2000 2500 3000 3500Kad
ar
Hem
og
lob
in (
g%
)
Dosis Perlakuan (ppm)
41
makan serta terlihat diam di dasar atau menggantung di bawah permukaan air.
Kadar hemoglobin pada perlakuan E ini sudah merupakan kadar hemoglobin pada
ikan nila (O. niloticus) yang normal. Peningkatan kadar hematokrit pada perlakuan
E ini diduga akibat pemberian perlakuan E dengan dosis 3500 ppm yang mampu
meningkatkan kadar hemoglobin pada ikan nila (O. niloticus). Kadar hemoglobin
memiliki kaitan yang sangat erat dengan eritrosit, oleh karena itu kadar hemoglobin
berbanding lurus dengan jumlah eritrosit. Hal ini disebabkan karena hemoglobin
berfungsi untuk mengangkut oksigen dalam darah. Menurut Purwanti, Suminto
dan Sudaryono (2014), hemoglobin berfungsi mengikat oksigen yang digunakan
untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi. Kadar hemoglobin selaras
dengan jumlah eritrosit, semakin tinggi kadar hemoglobin semakin tinggi pula
jumlah eritrosit.
4.2.4 Kadar Hematokrit
Berdasarkan hasil pengamatan kadar hematokrit pada darah ikan selama
penelitian diperoleh rata-rata kadar hematokrit ikan nila (O. niloticus) seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-rata Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus) dalam Penelitian (%)
Perlakuan Ulangan
Total Rata-rata ± Standar Deviasi 1 2 3
A 18,50 19,00 20,20 57,70 19,23 ± 0,87 B 20,00 21,80 21,00 62,80 20,93 ± 0,90 C 24,00 23,80 25,00 72,80 24,27 ± 0,64 D 28,00 27,00 27,70 82,70 27,57 ± 0,51 E 28,60 28,10 29,00 85,70 28,57 ± 0,45
Total 361,70
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 10 diatas, dapat diketahui
bahwa rata-rata kadar hematokrit ikan nila (O. niloticus) yang tertinggi terdapat
pada perlakuan E dengan nilai sebesar 28,57%. Sedangkan rata-rata kadar
hematokrit ikan nila (O. niloticus) yang terendah terdapat pada perlakuan A
dengan nilai sebesar 19,23%. Selain itu, dilihat perbandingan antara nilai K(+) dan
42
K(-) yang dilakukan selama penelitian dengan nilai masing-masing K(+) yaitu 29%
dan K(-) yaitu 15%. Langkah selanjutnya dilakukan perhitungan analisis sidik
ragam kadar hematokrit ikan nila (O. niloticus) yang hasilnya disajikan pada Tabel
11.
Tabel 11. Analisis Sidik Ragam Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus) Sumber
Keragaman
db JK KT F.Hit F 5% F 1%
Perlakuan 4 197,13 49,28 100,39** 3,48 5,99
Acak 10 4,91 0,49
Total 14 202,04
Keterangan: ** = Berbeda Sangat Nyata
Perhitungan analisis sidik ragam kadar hematokrit ikan nila (O. niloticus)
pada Tabel 11 diatas menunjukkan bahwa F hitung = 100,39 memiliki nilai yang
lebih besar dari F tabel 5% dan F tabel 1%, hal ini menunjukkan pemberian
perlakuan yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
kadar hematokrit ikan nila (O. niloticus). Sehingga perhitungan dilanjutkan dengan
uji BNT untuk mengetahui perbedaan pengaruh yang diberikan oleh masing-
masing perlakuan terhadap kadar hematokrit ikan nila. Hasil Uji BNT ditunjukkan
pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji BNT Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus)
Perlakuan Rata-rata
A B C D E Notasi
19,23 20,93 24,27 27,57 28,57
A 19,23 - a
B 20,93 1,70* - b
C 24,27 5,03** 3,33** - c
D 27,57 8,33** 6,63** 3,30** - d
E 28,57 9,33** 7,63** 4,30** 1,00ns - de
Berdasarkan notasi di atas dapat diketahui bahwa perlakuan A berbeda
nyata dengan perlakuan B. Pada perlakuan C berbeda sangat nyata dengan
perlakuan A dan B. Pada Perlakuan D berbeda sangat nyata dengan perlakuan A,
43
B dan C. Pada Perlakuan E sangat berbeda nyata dengan perlakuan A, B, dan C
namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan D.
Kemudian untuk mengetahui bentuk hubungan (regresi) antara perlakuan
dengan parameter yang diuji maka dilakukan perhitungan uji polinomial
orthogonal. Hasil regresi dari perhitungan uji polinomial orthogonal untuk
mengetahui uji respon pemberian dosis ekstrak kasar daun kecubung (D. metel
L.) terhadap jumlah eritrosit ikan nila (O. niloticus) grafik regresi disajikan pada
Gambar 10.
Gambar 10. Grafik Regresi Kadar Hematokrit Ikan Nila (O. niloticus)
Grafik pada Gambar 10 diatas menunjukkan bahwa grafik yang dihasilkan
adalah berbentuk linier yang artinya semakin banyak dosis yang diberikan maka
kadar hematokrit akan semakin meningkat. Antara dosis yang berbeda dalam
perlakuan dengan kadar hematokrit memiliki hubungan yang nyata, ditunjukkan
dengan hasil R2 mendekati nilai satu yaitu sebesar 0,9757 dengan persamaan
y = 11,36 + 0,0051x.
Pada perlakuan D dan E menunjukkan kadar hematokrit yang sesuai
dengan kadar hematokrit ikan normal. Kadar hematokrit pada perlakuan D dan E
masing-masing 27,57% dan 28,57%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hardi,
y = 11,36 + 0,0051xR² = 0,9757
13.00
15.00
17.00
19.00
21.00
23.00
25.00
27.00
29.00
31.00
1000 1500 2000 2500 3000 3500
Kad
ar
Hem
ato
kri
t (%
)
Dosis Perlakuan (ppm)
44
Sukenda, Harris dan Lusiastuti (2011), bahwa kadar hematokrit pada ikan nila
yang sehat berkisar antara 27,3-37,8%.
Kadar hematokrit paling rendah terdapat pada perlakuan A dengan nilai
rata-rata kadar hematokrit sebesar 19,23%. Nilai kadar hematokrit pada perlakuan
A masih rendah karena pada nilai tersebut ikan masih dikatakan mengalami
anemia. Menurut Grant (2015), ikan dikatakan mengalami anemia apabila kadar
hematokritnya kurang dari 20%. Anemia yang terjadi pada ikan nila (O. niloticus)
ini diduga disebabkan oleh bakteri A. hydrophila yang menginfeksi ikan. Sesuai
dengan pernyataan Hastuti (2007) bahwa rendahnya hematokrit juga dapat
menunjukkan terjadinya kontaminasi, ikan kekurangan makan, kandungan protein
pakan rendah, kekurangan vitamin atau terjadi infeksi. Sedangkan kadar
hematokrit paling tinggi terdapat pada perlakuan E dengan nilai rata-rata kadar
hematokrit sebesar 28,57%. Kadar hematokrit pada perlakuan E ini sudah
merupakan kadar hematokrit pada ikan nila (O. niloticus) yang normal.
Peningkatan kadar hematokrit pada perlakuan E ini diduga akibat pemberian
perlakuan E dengan dosis 3500 ppm yang mampu meningkatkan kadar eritrosit
pada ikan nila (O. niloticus). Hal ini dikarenakan kadar hematokrit dan jumlah
eritrosit memiliki hubungan yang sangat erat. Apabila jumlah eritrosit meningkat
maka kadar hematokrit juga akan mengalami peningkatan. Sesuai dengan
pernyataan Rosita, Mushawwir dan Latipudin (2014), bahwa nilai hematokrit
normal sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Jika jumlah
eritrosit dan kadar hemoglobin berubah persentase jumlah hematokrit juga ikut
berubah.
4.3 Gejala Klinis Ikan Nila (O. niloticus) Selama Penelitian
Selama masa penginfeksian, gejala klinis yang terlihat pada ikan nila
(O. niloticus) diawali dengan berenang yang mulai tidak stabil dan terlihat megap-
45
megap di permukaan. Selanjutnya terlihat perubahan fisik yaitu sisik yang mulai
geripis, terjadi pembengkakan dan bercak merah pada tubuh, serta mata pucat.
Selama masa pemeliharaan satu minggu, gejala klinis yang dapat dilihat
pada ikan yang dipelihara diantaranya adalah pada perlakuan K(+) ikan masih
terlihat sehat, nafsu makan stabil, berenang dengan aktif, tetapi pada perlakuan
K(-) ikan telah menunjukkan gejala klinis berupa tidak merespon pakan, sirip
geripis, mata pucat, dan terdapat bercak merah pada tubuh. Pada perlakuan A
gejala klinis yang dialami ikan adalah sirip geripis, mata pucat, terdapat bercak
merah pada tubuh dan terjadi kematian. Pada perlakuan B gejala klinis yang
dialami ikan adalah sirip geripis dan terdapat bercak merah pada tubuh. Perlakuan
C gejala klinis yang dialami ikan adalah beberapa sirip geripis, namun ikan mulai
bergerak aktif, tetapi nafsu makan masih rendah. Pada perlakuan D gejala klinis
yang dialami ikan adalah nafsu makan yang mulai membaik tetapi berenang masih
kurang aktif. Sedangkan pada perlakuan E, ikan mulai terlihat sehat, berenang
aktif dan nafsu makan sudah kembali normal. Menurut Haryani, Grandiosa,
Buwono dan Santika (2012), ikan yang bertahan hidup setelah diinfeksi bakteri
pada akhirnya mengalami proses penyembuhan, baik sembuh secara total (tidak
terlihat gejala klinis lagi) maupun hanya sembuh parsial (masih terlihat gejala
klinis). Gejala klinis yang masih teramati pada ikan yang bertahan hidup (sembuh
parsial) adalah berupa sisik yang rontok dan warna kemerahan pada kulit ikan
tetap menunjukkan perbaikan terutama respon terhadap pakan yang sudah mulai
kembali normal seperti ikan sehat.
Berdasarkan gejala klinis diatas, dapat diduga bahwa ikan yang sudah
diinfeksi bakteri A. hydrophila yang kemudian direndam dalam ekstrak kasar daun
kecubung (D. metel L.) menunjukkan respon yang berbeda. Pada perlakuan A
dengan dosis 1500 ppm, ikan masih belum sembuh dari infeksi bakteri A.
hydrophila yang terlihat dari gejala klinisnya. Pada dosis yang lebih tinggi yaitu
46
perlakuan E dengan dosis 3500 ppm, ikan sudah menunjukkan tanda-tanda yang
membaik yaitu dengan kembali normalnya respon terhadap pakan. Gejala klinis
yang terlihat pada ikan nila (O. niloticus) dari pengamatan selama penelitian
disajikan pada Gambar 11.
Gambar 11. Ikan Nila (O. niloticus) Normal dan Gejala Klinis Ikan Nila (O.
niloticus) yang terinfeksi bakteri A. hydrophila
Keterangan: a. Ikan normal b. Sirip geripis c. Terjadi pembengkakan dan mata pucat
4.4 Kelulushidupan Ikan Selama Penelitian
Kelulushidupan ikan dalam perikanan budidaya merupakan suatu indeks
yang penting dalam suatu proses budidaya mulai dari awal ikan ditebar hingga
akhir penelitian. Pada awal penginfeksian jumlah ikan yang ditebar adalah 195
ekor, kemudian selama penginfeksian terdapat 13 ekor ikan yang mati. Sehingga
didapatkan hasil kelulushidupan selama penginfeksian sebesar 93,33%. Pada
pengamatan yang dilakukan selama penelitian, rata--rata kelulushidupan pada
perlakuan A adalah 60%, rata-rata kelulushidupan pada perlakuan B adalah
a b
c
47
66,67%, rata-rata kelulushidupan pada perlakuan C adalah 70%, rata-rata
kelulushidupan pada perlakuan D adalah 73,33% dan rata-rata kelulushidupan
pada perlakuan E adalah 83,33%. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, kisaran
kelulushidupan ikan selama pemeliharaan berkisar antara 60-83,33%. Perlakuan
yang terbaik adalah perlakuan E karena memiliki nilai kelulushidupan yang paling
tinggi. Kelulushidupan ikan nila (O. niloticus) yang rendah disebabkan oleh
patogenitas bakteri A. hydrophila. Terjadinya kematian pada ikan nila yang
terinfeksi A. hydrophila membuktikan bahwa bakteri tersebut bersifat patogen dan
sangat virulen pada ikan. Menurut Jawetz, Melnick, dan Adelberg (1996), bakteri
termasuk mikroorganisme patogen apabila memiliki kemampuan untuk melakukan
transmisi, perlekatan dengan sel inang, invasi sel dan jaringan inang,
menyebabkan infeksi pada sel inang yang diikuti dengan kematian.
4.5 Kualitas Air Selama Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat parameter penunjang yaitu kualitas air.
Kualitas air dianggap sebagai salah satu faktor yang penting dalam kegiatan
penelitian karena digunakan untuk mengukur media hidup ikan yang diteliti.
Kualitas air diuji secara fisika maupun kimia yaitu suhu, pH dan DO. Pengukuran
kualitas air ini diuji setiap pagi dan sore hari. Data pengukuran parameter kualitas
air disajikan pada Lampiran 9.
4.4.1 Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan
dalam memelihara ikan. Suhu dapat mempengaruhi aktifitas kehidupan organisme
seperti nafsu makan ikan maupun metabolismenya. Jika suhu meningkat maka
akan meningkatkan pengambilan makanan oleh ikan, peningkatan metabolisme,
stres bahkan mati. Sedangkan turunnya suhu menyebabkan proses pencernaan
dan metabolisme akan berjalan lambat.
48
Berdasarkan hasil pengukuran, kisaran suhu selama pemeliharaan
berkisar antara 24-28°C. Pada kisaran tersebut nilai suhu normal, sesuai dengan
pernyataan Khairuman dan Amri (2013), bahwa ikan nila dapat tumbuh secara
normal pada kisaran suhu 14-38°C. Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan,
suhu optimum bagi ikan nila adalah 25-30°C. Pertumbuhan ikan nila biasanya
akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14°C atau pada suhu tinggi
38°C. Ikan nila akan mengalami kematian pada suhu 6°C atau 42°C
4.4.2 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang
menunjukkan suasana asam atau basa suatu perairan. Keasaman (pH) yang tidak
optimal dapat menyebabkan ikan stress, mudah terserang penyakit, produktivitas
dan pertumbuhan rendah.
Hasil pengukuran derajat keasaman (pH) selama pemeliharaan berkisar
antara 7,09-7,9. Nilai tersebut masih termasuk dalam kisaran normal, sesuai
dengan pernyataan Rukmana (1997), bahwa ikan nila memiliki toleransi tinggi
terhadap perubahan lingkungan hidup. Keadaan pH air antara 5-11 dapat
ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH optimal untuk perkembangbiakan dan
pertumbuhan ikan ini adalah 7-8.
4.4.3 Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (DO) sangat diperlukan untuk respirasi dan proses
metabolisme ikan. Apabila kada oksigen terlarut dalam perairan rendah makan
dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan, mempengaruhi makan ikan, dan
menurunkan proses metabolisme ikan. Bahkan pada tingkat konsentrasi yang
sangat rendah dapat mematikan ikan.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) selama pemeliharaan berkisar
antara 4,5-6,5 mg/l. Nilai tersebut masih dalam kisaran normal, karena menurut
49
Suyanto (2011) menyatakan bahwa kisaran oksigen terlarut (DO) ikan nila yaitu 4-
7 ppm.
50
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa, pemberian dosis ekstrak kasar daun kecubung (D. metel L.)
yang berbeda memberikan pengaruh terhadap hematologi ikan nila (O. niloticus)
yang diinfeksi bakteri A. hydrophila meliputi sel darah merah (eritrosit), sel darah
putih (leukosit), kadar hemoglobin dan kadar hematokrit. Dosis (3500 ppm) mampu
menyembuhkan ikan nila karena hasilnya mendekati ikan kontrol positif K (+).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disarankan
melakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan dosis yang optimal dalam
mengobati ikan nila (O. niloticus) yang terinfeksi bakteri A. hydrophila dengan
menggunakan ekstrak daun kecubung (D. metel L.).
51
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E., E. Liviawaty, Z. Jamaris, dan Hendi. 2015. Penyakit Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta Timur. 219 hlm.
Agustina, S., Ruslan dan A. Wiraningtyas. 2016. Skrining Fitokimia Tanaman Obat
di Kabupaten Bima. Cakra Kimia. 4 (1): 71-76. Amri, K. dan Khairuman, 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. PT AgroMedia
Pustaka. Jakarta. 145 hlm.
Bastiawan, D; A. Wahid; M. Alifudin, dan I. Agustiawan. 2001. Gambaran Darah
Lele dumbo (Clarias spp.) yang Diinfeksi Cendawan Aphanomyces sp
pada pH yang Berbeda. Jurnal penelitian Indonesia 7 (3): 44-47
Blaxhall, P.C. 1972. The Hematological Assessment of the Health of Freshwater Fish. Jurnal Fish Biology. 4: 593-604
Cahyono, B. 2001. Budi Daya Ikan di Perairan Umum. Kanisius. Yogyakarta. 86
hlm. Carman, O. dan A. Sucipto. 2013. Pembesaran Nila 2,5 Bulan. Penebar Swadaya.
Jakarta Timur. 106 hlm. Chariri, A. 2009. Landasan Filsafat dan Metode Penelitian Kualitatif, Paper
disajikan pada Workshop Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. 13-14.
Cushnie, T.P.T., and A.J. Lamb. 2005. Antimicrobial Activity of Flavonoids.
International Journal of Antimicrobial Agents. 26: 343 – 356. Effendi, Zukesti. 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik dalam
Tubuh. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara Medan: 1-7. Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka
Cipta. Jakarta. 179 hlm. Grant, K. R. 2015. Fish Hematology and Associated Disorders. Veterinary Clinics
of North America: Exotic Animal Practice. 18 (1): 83-103 Hardi, E.H., Sukenda, E. Harris, dan A. M. Lusiastuti. 2011. Karakteristik dan
Patogenisitas Streptococcus agalactiae Tipe β-hemolitik dan Non-hemolitik
pada Ikan Nila. Jurnal Veteriner. 12 (2): 152-164
Hartika, R., Mustahal dan A. N. Putra. 2014. Gambaran Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Dosis Prebiotik yang Berbeda dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4 (4): 259-267.
52
Haryani, A., R. Grandiosa, I.D. Buwono dan A. Santika. 2012. Uji Efektivitas Daun
Pepaya (Carica papaya) untuk Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila pada Ikan Mas Koki (Carassius auratus). 3 (3): 213-220.
Hastuti, S.D. 2007. Evaluation of Non-Spesific Defence of Tilapia (Oreochromis
sp.) Injected with LPS (Lipopolysaccharides) of Aeromonas hydrophilla.
Jurnal Protein. 14 (1): 79-84.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia: Jilid I dan II. Terj. Badan Litbang Kehutanan. Cetakan I. Koperasi Karyawan Departemen Kehutanan Jakarta Pusat. 2521 hlm.
Hidayaturrahmah. 2015. Karakteristik Bentuk dan Ukuran Sel Darah Ikan Betok
(Anabas testudineus) dan Ikan Gabus (Chana sriata). EnviroScienteae. 11: 88-93.
Holt, J.G., N.R. Krieg, P.H.A Sneath, J. T. Staley and S. T. Williams. 1994.
Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. 9th ed. Williams and Wilkins. A Waverly Company. London. 992 pp.
Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 256 hlm. Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2008, Mikrobiologi Kedokteran, Ed ke-23, Jakarta,
EGC. Hal 311-316 Khairuman dan K. Amri. 2012. Pembesaran Nila di Kolam Air Deras. AgroMedia.
Jakarta Selatan. 100 hlm. __________________. 2013. Budidaya Ikan Nila: Belajar dari Praktisi. Jakarta:
PT. Agromedia Pustaka. 112 hlm.
Kismiyati, S. Subekti, R.W.N. Yusuf dan R. Kusdarwati. 2009. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Gram Negatif pada Luka Ikan Maskoki (Carassius
auratus) Akibat Infestasi Ektoparasit Argulus sp. Jurnal Ilmiah Perikanan
dan Kelautan. 1 (2): 130-134.
Kordi, M. G. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Perama.Jakarta: PT Rineka Cipta.190 hlm.
___________. 2010. Panduan Lengkap: Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam Terpal. Penerbit Andi. Kota. 280 hlm.
Lagler, K. F., J. E. Bardach., R. R. Miller., and D. R. M. Passino. 1977. Ichtiology. John Wiley & Sons, Inc. United State of America. 506 pp.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan oleh Kosasih,
P. Penerbit ITB: Bandung. 117 hlm.
Mazrouh, M. M., E. M. Amin, M. A. Hegazi, K. A. Hussien, and Z. I. Attia. 2015. Some Hematological Parameters and Blood Picture of Oreochromis niloticus
53
in Manzalah Lake, Egypt. IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology. 9 (5): 11-19.
Mones, R. A. 2008. Gambaran Darah pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Strain
Majalaya yang Berasal dari Daerah Ciampea. Skripsi. IPB. Bogor. Hal 23. Moyle, P. B. and J. J. Cech, Jr. 2004. Fishes an Introduction to Ichthyology.
Prentice Hall, Upper Saddle River, NJ, USA. 726 pp. Nugroho, E. 2013. Nila Unggul #1. Penebar Swadaya. Jakarta Timur. 115 hlm. Partosuwiryo, S. dan Y. Warseno. 2011. Kiat Sukses Budi Daya Ikan Nila. Penerbit
Citra Aji Parama. Yogyakarta. 64 hlm. Parubak, A.S. 2013. Senyawa Flavonoid yang Bersifat Antibakteri dari Akway
(Drimys becariana. Gibbs). Chem Prog. 6 (1): 34-37.
Prajitno, A. 2008. Penyakit Ikan-Udang: Bakteri. Malang. Penerbit Universitas Negeri Malang. 106 hlm.
Purwanti, S.C., Suminto, dan A. Sudaryono. 2014. Gambaran Profil Darah Ikan
Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan dengan Kombinasi
Pakan Buatan dan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Journal of
Aquaculture Management and Technology. 3 (2): 53-60.
Roberts RJ. 2001. Fish Patology. 3rd edition. WB Saunders. Toronto. 590 pp. Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan oleh
Kosasih, P., Edisi Keenam, 72, 157, 198, ITB, Bandung. 367 hlm. Rosita, A., A. Mushawwir, dan D. Latipudin. 2014. Status Hematologis (Eritrosit,
Hematokrit dan Hemoglobin) Ayam Petelur Fase Layer pada Temperature
Humidity Index yang Berbeda. Jurnal Universitas Padjajaran: 1-10.
Rukmana, R. 1997. Ikan Nila Budi Daya dan Prospek Agribisnis. Yogyakarta:
Kanisius. 92 hlm.
Salasia, S.I.O. 2001. Studi Hematologi Ikan Air Tawar. Biologi. 2 (12): 710-723
Samsundari, S. 2006. Pengujian ekstrak Temulawak dan Kunyit terhadap Resistensi Bakteri Aeromonas hydrophila yang Menyerang Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Gamma. 2 (1): 71-83.
Sardiani, N., M. Litaay, R. G. Budji, D. Priosambodo, Syahribulan, Z. Dwyana.
2015. Potensi Tunikata Rhopalaea sp. Sebagai Sumber Inokulum Bakteri Endosimbion Penghasil Antibakteri; 1. Karakterisasi Isolat. Jurnal Alam dan Lingkungan. 6 (11): 1-10.
Sayed, A. E.H., U. M. Mahmoud, and I. A. Mekkawy. 2016. Erythrocytes Alterations
of Monosex Tilapia (Oreochromis niloticus, Linnaeus, 1758) Produced Using Methyltestosterone. Egyptian Journal of Aquatic Research. 42: 83-90.
54
Suhermanto, A., S. Andayani, dan Maftuch. 2013. Pengaruh Total Fenol Teripan Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Bumi Lestari. 13 (2): 225-233.
Sutjiati, M. 1990. Pengantar Praktikum Penyakit Ikan. Universitas Brawijaya.
Malang. Suyanto, R. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Jakarta: Penebar Swadaya.
121 hlm.
Thomas, A.N.S. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Kanisius. Yogyakarta. 124 hlm.
Titrawani, Windarti dan V. Anggraini. 2014. Gambaran Darah Ikan Paweh (Osteochilus hasselti C.V.) dari Danau Lubuk Siam, Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 7 (1): 28-34.
Triyaningsih, Sarjito dan S. B. Prayitno. 2014. Patogenisitas Aeromonas hydrophila yang diisolasi dari Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Berasal dari Boyolali. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3 (2): 11-17.
Volk dan Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Surabaya. 712 hlm . Walton, R. dan Torabinejad, M. 2008, Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Ed.
Ke-3, Jakarta, EGC. Hal 315-326. Wijayakusuma, H., A.S. Wirian, T. Yaputra, S. Dalimartha, dan B. Wibowo. 1992.
Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta. Pustaka Kartini. 122 hlm. Wu, C.C., Liu C.H, Chang Y.P and S.L. Hsieh. 2010. Effect of Hot Water Extract
of Toona Sinensis on Immune Response and Resistance to A. hydrophila In Oreochromis niloticus. Fish and Shelfish Imumunology. 29 (1): 258-263.
Zulnaidi. 2007. Metode Penelitian. Universitas Sumatera Utara. Medan.Hal 27-31