Post on 28-Jul-2015
description
PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN
KOMITE AUDIT TERHADAP PENERIMAAN
OPINI AUDIT GOING CONCERN
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih
Derajat Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh :
JIMI UJI WIJAYANTO ADI
0610230103
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
“PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE
AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN”
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
Yang disusun oleh:
Nama : Jimi Uji Wijayanto Adi
NIM : 0610230103
Fakultas : Ekonomi
Jurusan : Akuntansi
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 13 September 2011 dan
dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak.
NIP. 19690609 199303 2 004
( Dosen Pembimbing/Penguji I ) .............................................
2. Prof. Dr. Made Sudharma, SE., MM.,Ak.
NIP. 19570709 198303 1 001
( Dosen Penguji II ) .............................................
3. Devy Pusposari, SE., M.Si., Ak.
NIP. 19751105 200312 2 001
( Dosen Penguji III ) .............................................
Malang, 19 September 2011
Ketua Jurusan Akuntansi
Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si., Ak.
NIP. 19690814 199402 1 001
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Jimi Uji Wijayanto Adi
Tempat/Tanggal Lahir : Lumajang, 7 Juli 1988
NIM : 0610230103
Jurusan/Program Studi : Akuntansi/S1
Alamat : Perum Griya Damai B.78-Malang.
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya susun dengan judul:
PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE
AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan bukan merupakan plagiat dari
Skripsi orang lain. Apabila kemudian hari pernyataan Saya tidak benar, maka
Saya bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat
kelulusan dan gelar kesarjanannya).
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, untuk dapat
dipergunakann bilamana diperlukan.
Malang, 15 Agustus 2011
Pembuat Pernyataan,
Jimi Uji Wijayanto A.
NIM. 0610230103
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Pengaruh
Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Komite Audit Terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di BEI), adapun tujuan dari penulisan skripsi ini sebagai salah syarat
untuk meraih derajat Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya.
Banyak pihak yang berjasa membantu baik moral maupun materiil dalam
menyelesaikan skripsi ini. Hanya ucapan terima kasih sebesar-besarnya yang bisa
penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Drs. Gugus Irianto MSA., Ak., Phd. selaku dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Brawijaya.
2. Bapak Dr. Unti Ludigdo, Ak. selaku ketua jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Brawijaya.
3. Ibu Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak. selaku dosen pembimbing skripsi yang
bersedia meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Prof. Dr. Made Sudharma, SE., MM., Ak. selaku dosen penguji 1.
5. Ibu Devy Pusposari, SE,. M.Si., Ak. selaku dosen penguji 2.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi, Staf Pengajaran dan Administrasi
Universitas Brawijaya Malang, trimakasih atas ilmu yang diberikan dan
bantuan dalam proses belajar hingga akhir masa studi.
7. Ibunda tercinta terima kasih atas doa, bimbingan, dorongan baik spiritual
maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
8. Almarhum ayah tercinta terima kasih atas semua yang ayah berikan selama
ini, saya memohon maaf karena tidak dapat menyelesaikan penelitian ini tepat
pada waktunya.
9. Adik – adikku Aldi, Yoyok, dan Fitrwan terima kasih atas dukungan dan
semangat kalian selama ini, “sekolah sing niat rek ojo sampe telat koyok aku”.
10. Teman – temanku dari komunitas capxa brawijaya, komunitas touring
brawijaya, komunitas djoker, dan anak- anak angkatan 2006. Terima kasih
semua jasa dan kenangan bersama kalian tak akan pernah terlupakan.
11. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
namun penulis tidak dapat menyebutkan satu per satu, hanya Allah yang
mengetahui dan membalas kebaikan kalian semua.Amin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran guna penulisan yang lebih baik. Semoga
penulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Malang, 19 September 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….vi
DAFTAR GAMBAR………………...………………………………………….vii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………..………….viii
ABSTRAK……………….……...…………………………………….…………ix
ABSTRACK……………...………………………………………………………x
BAB I PENDAHULUAN….…………………………………………………1
1.1 Latar Belakang……………………………………...…………….1
1.2 Motivasi Penelitian……………………………………………….8
1.3 Perumusan Masalah………………………………………………9
1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………..10
1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………10
1.5.1 Manfaat Teoritis………………………………………….10
1.5.2 Manfaat Praktis…………………………………………..10
BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………………..12
2.1 Penelitian Terdahulu…………………………………………….12
2.2 Landasan Teori………………………………………………….14
2.2.1 Corporate Governance…………………………………...14
2.2.2 Manfaat Corporate Governance………………………….17
2.2.3 Mekanisne Corporate Governance……………………….17
2.2.3.1 Dewan Direksi………………………………….18
2.2.3.2 Dewan Komisaris………………………………21
2.2.3.3 Komite Audit…………………………………..25
2.2.4 Opini Audit………………………………………………28
2.2.5 Opini Audit Going Concern……………………………..31
2.3 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis……………………………..33
2.3.1 Kerangka Pemikiran……………………………………..33
2.3.2 Pengembangan Hipotesis………………………………...33
BAB III METODE PENELITIAN…………………………………………..38
3.1 Jenis Penelitian………………………………………………….38
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………...38
3.2.1 Populasi…………………………………………………..38
3.2.2 Sampel……………………………………………………39
3.3 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel…………………40
3.3.1 Variabel Dependen……………………………………….40
3.3.2 Variabel Independen……………………………………..41
3.4 Jenis dan Sumber Data………………………………………….43
3.5 Metode Pengumpulan Data……………………………………..43
3.6 Pengujian Hipotesis……………………………………………..44
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………….48
4.1 Hasil Penelitian………………………………………………….48
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian……………………...48
4.1.2 Deskripsi Sampel Penelitian……………………………..48
4.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian…………………………….48
4.1.3.1 Opini Audit Going Concern…………………….49
4.1.3.2 Dewan Direksi…………………………………..50
4.1.3.3 Dewan Komisaris……………………………….51
4.1.3.4 Komite Audit…………………………………....52
4.1.4 Pengujian Hipotesis……………………………………...53
4.2 Pembahasan……………………………………………………..60
4.2.1 Dewan Direksi…………………………………………...61
4.2.2 Dewan Komisaris………………………………………...62
4.2.3 Komite Audit……………………………………………..64
BAB V KESIMPULAN……………………………………………………...66
5.1 Kesimpulan……………………………………………………...66
5.2 Keterbatasan Penelitian…………………………………………67
5.3 Saran…………………………………………………………….67
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...68
LAMPIRAN……………………………………………………………………..71
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria……………….…….….40
Tabel 4.2 Ringkasan Penerimaan Opini Audit……………………...………......50
Tabel 4.3 Ringkasan Kepemilikan Manajerial………………………...…..........51
Tabel 4.4 Ringkasan Komisaris Independen…………………...…………...…..52
Tabel 4.5 Ringkasan Komite Audit………………………………………..……53
Tabel 4.6 Iteration History 0…………………………………………..………..54
Tabel 4.7 Iteration History 1……………………………………..……………..55
Tabel 4.8 Hosmer and Lameshow Test………………………..………………..56
Tabel 4.9 Correlation Matrix…………………………………………………....57
Tabel 4.10 Model Summary……………………………………………………...57
Tabel 4.11 Classification Table…………………………………………………..58
Tabel 4.12 Variables in the Equation…………………………………………….59
Tabel 4.13 Ringkasan Pengujian Hipotesis………………………………………61
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian…………………………………….33
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Hipotesis…………………………………….33
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel…………………………………………..71
Lampiran 2 Statistik Deskriptif…………………………………………………..72
Lampiran 3 Regresi Logistik……………………………………………………..78
PENGARUH DEWAN DIREKSI, DEWAN KOMISARIS, DAN KOMITE
AUDIT TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN
Oleh : Jimi Uji Wijayanto A.
Pembimbing : Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui adanya pengaruh dewan
direksi, dewan komisaris, dan komite audit terhadap penerimaan opini audit going
concern pada suatu perusahaan.
Pemilihan sampel ditentukan dengan dengan menggunakan purposive
sampling method dan diperoleh sebanyak 31 perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pengaruh antara dewan direksi, dewan
komisaris dan komite audit terhadap penerimaan opini audit going concern
dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik karena adanya variabel
dummy baik pada variabel dependen daupun pada variabel independen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dewan direksi yang
diproksikan dengan kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern. Namun, penelitian ini tidak dapat
memberikan bukti adanya pengaruh dewan komisaris yang diproksikan dengan
proporsi jumlah komisaris independen dan jumlah anggota komite audit dalam
suatu perusahaan terhadap penerimaan opini audit going concern.
Kata kunci : opini audit going concern, kepemilikan manajerial, komisaris
independen, komie audit, regresi logistik.
THE INFLUENCE OF BOARD OF DIRECTORS, BOARD OF
COMMISSIONERS, AND AUDIT COMMITTEE TO THE ACCEPTANCE
OF GOING CONCERN OPINION
By : Jimi Uji Wijayanto A.
Advisor Lecturer : Nurul Fachriyah, SE., MSA., Ak.
ABSTRACT
The objective of this study is to examine whether there is an influence of
board of directors, board of commissioners, and audit committee to the
acceptance of going concern opinion to the company.
The data was selected by using purposive sampling method and obtained
31 manufacturing firms listed in Indonesia Stock Exchange. The influence of
board of directors, board of commissioners, and audit committee to the
acceptance of going concern opinion to the company is analyzed using logistic
regression because there is dummy variable either in dependent variable or in
independent variable.
The result show that board of directors which uses managerial ownership
in a company as a proxy, have an influence to the acceptance of going concern
opinion. But, this study can not give evidence that board of commissioners which
uses proportion of independent commissioners as a proxy and number of audit
committee members in a company to the acceptance of going concern opinion.
Keyword : going concern opinion, managerial ownership, independent
commissioners, audit committee, logistic regression.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Keadaan ekonomi yang tidak stabil di Indonesia sejak krisis keuangan
berskala global memberi dampak tersendiri terhadap perusahaan yang ada. Hal ini
mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami perubahan mendasar, terlebih
pada saat krisis ekonomi terjadi, yang memberikan pengaruh signifikan terhadap
perekonomian, dan perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia dari segala
bidang. Krisis ekonomi membuat adanya persaingan antar perusahaan yang
semakin ketat dan menuntut perusahaan untuk dapat mengatur strategi perusahaan
agar dapat bertahan dan berkembang lebih besar lagi, untuk itu perusahaan perlu
membuat strategi yang tepat untuk mempertahankan kelangsungan usahanya
(going concern).
Going concern adalah kemampuan suatu usaha dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Dengan adanya going concern maka suatu entitas
dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka
panjang, dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Oleh karenanya, adalah
wajar jika manajemen menjadi pihak yang diandalkan untuk membawa suatu
perusahaan survive selama mungkin. Menurut Setiawan (2006) dalam Santosa dan
Wedari (2007), going concern sebagai asumsi bahwa perusahaan dapat
mempertahankan hidupnya secara langsung akan mempengaruhi laporan
keuangan. Jadi, jika laporan keuangan disusun dengan dasar going concern berarti
diasumsikan perusahaan akan bertahan dalam jangka panjang.
Auditor juga memiliki peranan yang penting dalam menentukan
kelangsungan hidup suatu perusahaan (going concern) melalui opininya yang
terangkum dalam laporan audit. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi
apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu yang pantas, tidak
lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit (SPAP
Seksi 341, 2001). Auditor seharusnya dapat memberikan warning kepada
pembaca laporan keuangan atas kelangsungan hidup perusahaan yang diaudit. Hal
ini sangat penting karena auditor merupakan perantara antara manajemen dengan
pengguna laporan keuangan. Bagi para pembaca laporan keuangan yang awam
terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), auditor eksternal sering kali
dianggap salah memberikan opini audit atas laporan keuangan karena gagal
memberikan warning sebagaimana diutarakan sebelumnya.
Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa laporan keuangan yang
telah diaudit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian adalah jaminan bahwa
perusahaan yang diaudit pasti bebas dari kegagalan usaha dan kepailitan. Padahal
belum tentu demikian, karena pekerjaan auditor eksternal harus dilihat dari
implementasi SPAP dalam setiap penugasan audit atas laporan keuangan yang
dilakukan oleh auditor eksternal (Purba, 2009). Menurut Mulyadi (2002) dalam
buku Auditing bahwa laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor
dalam berkomunikasi masyarakat lingkungannya. Dalam laporan tersebut auditor
menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan. Opini
audit merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari audit report. Auditor
bertanggung jawab atas opini yang diberikan, sedangkan isi laporan keuangan
sepenuhnya menjadi tanggung jawab manajemen. Ada lima tipe opini audit yang
diterbitkan oleh auditor berdasarkan hasil pengauditan laporan kliennya yaitu
unqualified opinion report, unqualified opinion report with explanatory language,
qualified opinion report, adverse opinion report, dan disclaimer of opinion report.
Opini audit atas laporan keuangan adalah salah satu bahan pertimbangan
bagi investor ketika membuat keputusan untuk berinvestasi. Opini audit going
concern yang diberikan auditor menggambarkan kondisi internal perusahaan yang
sedang bermasalah. Menurut Altman dan McGough (1974) dalam Praptitorini dan
Januarti (2007), masalah going concern terbagi dua: pertama, masalah keuangan
yang meliputi defisiensi likuiditas, defisiensi ekuitas, penunggakan utang,
kesulitan memperoleh dana. Kedua, masalah operasi yang meliputi kerugian
operasi yang terus menerus, prospek pendapatan yang meragukan, kemampuan
operasi trancam dan pengendalian yang lemah atas operasi.
Masalah going concern ini dapat dicegah dan diatasi dengan adanya suatu
aturan untuk mengelola dan mengawasi perusahaan yaitu tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance). Ini dikarenakan salah satu manfaat Good
Corporate Governance adalah menjaga going concern perusahaan. Penelitian-
penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian
opini going concern oleh auditor didasarkan pada kondisi internal perusahaan,
seperti kualitas audit (Santosa dan Wedari, 2007; Siregar dan Tamba, 2009),
kondisi keuangan perusahaan (Ramadhany, 2004; Santosa dan Wedari, 2007;
Hadiyana, 2007; Siregar dan Tamba, 2009), pertumbuhan perusahaan (Santosa
dan Wedari, 2007; Hadiyana, 2007), dan ukuran perusahaan (Ramadhany, 2004;
Santosa dan Wedari, 2007). Selain faktor-faktor di atas, mekanisme corporate
governance juga memiliki andil dalam pengelolaan perusahaan, sebab corporate
governance merupakan suatu sistem dimana perusahaan itu dijalankan dan
dikendalikan.
Menurut Berle dan Means (1934) dalam Gunarsih (2003), isu corporate
governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilkan dan
pengelolaan perusahaan. Dengan pemisahan ini, pemilik perusahaan memberikan
kewenangan pada pengelola (manajemen) untuk mengurus jalannya perusahaan
seperti mengelola dana dan mengambil keputusan perusahaan lainnya untuk dan
atas nama pemilik. Dengan kewenangan yang dimiliki ini, mungkin saja pengelola
bisa bertindak yang hanya menguntungkan dirinya sendiri, dengan mengorbankan
kepentingan pemilik. Hal ini mungkin terjadi karena pengelola mempunyai
informasi mengenai perusahaan, yang tidak dimiliki pemilik perusahaan
(asymmetric information). Corporate governance diperlukan untuk
mengendalikan perilaku pengelola perusahaan agar bertindak tidak hanya
menguntungkan dirinya sendiri, tetapi juga menguntungkan pemilik perusahaan,
atau dengan kata lain untuk menyamakan kepentingan antara pemilik dengan
pengelola perusahaan. Kepentingan utama pemilik dana adalah memperoleh
return yang memadai atas dana yang ditanamkan. Pengelola akan mengutamakan
kepentingan pemilik apabila aktivitas yang dilakukan dan keputusan yang diambil
ditujukan untuk meningkatkan nilai perusahaan, hal ini berarti juga akan
meningkatkan kekayaan pemilik.
Kepemilikan manajerial adalah salah satu bentuk mekanisme corporate
governance yang bisa menyamakan kepentingan pemilik dan pengelola
perusahaan. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam
perusahaan dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan
antara manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004). Peningkatkan
persentase kepemilikan, akan membuat manajer termotivasi untuk meningkatkan
kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham.
Manajer tidak hanya mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan perusahaan
yaitu untuk memperoleh laba tetapi juga mengoptimalkan aktivitas investasi.
Herawaty (2008) juga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat berfungsi
sebagai mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan
manajer dalam memanipulasi laba, dengan demikian kepemilikan manajerial
sebagai salah satu mekanisme corporate governance merupakan sarana
monitoring yang efektif yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih
tinggi, sehingga opini audit yang diterima atas laporan keuangan perusahaan
cenderung merupakan opini yang bersih (clean opinion).
Mekanisme corporate governance lain yang tak kalah penting adalah
keberadaan komisaris independen dan komite audit. Komisaris independen
diharapkan mampu menempatkan keadilan (fairness) sebagai prinsip utama dalam
memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang mungkin sering terabaikan,
misalnya pemegang saham minoritas serta para stakeholder lainnya, sebab
komisaris independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun
yang dapat dianggap sebagai campur tangan untuk bertindak demi kepentingan
yang menguntungkan perusahaan (Forum for Corporate Governance in
Indonesia, 2000). Tugas komisaris independen dalam hubungannya dengan
pelaporan keuangan adalah menjamin transparansi dan keterbukaan laporan
keuangan perusahaan serta mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan
dan peraturan yang berlaku. Chtourou et al. (2001) dalam Santosa dan Wedari
(2007) menyatakan bahwa Dewan Komisaris yang independen secara umum
mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen, sehingga
mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan
yang dibuat oleh manajemen. Menurut Amirudin (2004), keanggotaan komisaris
independen harus lebih dari jumlah (30%), sehingga dapat outvoted dalam
pengambilan keputusan, hal ini apabila dihubungkan dengan adanya anggota
komisaris yang tidak independen. Oleh karena itu, dengan adanya proporsi
komisaris independen minimal 30% atau lebih banyak diharapkan dapat
membawa pada pelaporan keuangan yang lebih berkualitas sehingga
menghasilkan opini yang wajar tanpa pengecualian atau opini non going concern.
Kemudian mekanisme corporate governance yaitu adanya kewajiban
dibentuknya komite audit pada perusahaan-perusahaan public oleh Bursa Efek
Indonesia dalam peraturan pencatatan efek no I-A, dalam rangka penyelenggaraan
pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menunjukkan
bahwa BEI ingin meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan
sehingga dapat mengurangi aktivitas manajemen melalui akrual diskresioner.
Tugas komite berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena
komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan
tugas yaitu mengawasi pelaporan keuangan oleh manajemen. Peran komite audit
sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan
salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan
investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak
dapat mengamati perusahaan secara langsung kualitas sistem informasi
perusahaan sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi
penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan. Hal ini seperti yang
dinyatakan oleh Verschoor (1993) mengenai pengawasan pada audit eksternal
yang diharapkan dapat meningkatkan independensi auditor sehingga dapat
memperbaiki efektivitas audit. McMullen (1996) dalam Santosa dan Wedari
(2007) menunjukkan bahwa komite audit berhubungan dengan lebih sedikit
tuntutan hukum pemegang saham karena kecurangan dan tindakan illegal. Auditor
yang melihat adanya tuntutan hukum pemegang saham akan menilai hal tersebut
sebagai salah satu faktor keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga
ia akan memberikan opini going concern pada perusahaan tersebut.
Penelitian ini merupakan replikasi dari tiga penelitian sebelumnya, yaitu
penelitian Ramadhany (2004) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Cencern pada Perusahaan
Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Jakarta., kemudian
penelitian Ballesta dan Garcia Meca (2005) yang berjudul “Audit Qualifications
and Corporate Governance in Spanish Listed Firms” dan yang terakhir
penelitiaan Linoputri (2010) yang berjudul “Pengaruh Corporate Governance
Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern”. Beda Penelitian ini dengan
penelitian Ramadhany (2004), penelitian Ballesta dan Garcia Meca (2005) dan
penelitian Linoputri (2010) adalah :
- Penelitian ini menggunakan variabel kepemilikan manajerial, proporsi dewan
komisaris dan ukuran komite audit sebagai proksi dari variabel dewan direksi,
dewan komisaris dan komite audit.
- Data pada penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur. Penelitian
menggunakan perusahaan manufaktur karena sebagian besar perusahaan di
BEJ termasuk dalam jenis perusahaan manufaktur sehingga diharapkan tingkat
generalisasi temuan cukup tinggi.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba untuk
melakukan penelitian yang berjudul : “Pengaruh Dewan Direksi, Dewan
Komisaris, dan Komite Audit terhadap Penerimaan Opini Audit Going
Concern (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
1.2. Motivasi Penelitian
Motivasi penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi perusahaan dalam penerimaan opini audit going concern,
selain itu beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh
kepemilikan manajerial, kepemilikan keluarga, ukuran dewan komisaris, komite
audit, kondisi keuangan, laporan audit sebelumnya, ukuran perusahaan, dan
komisaris independen terhadap penerimaan opini audit going concern,
menunjukkan hasil yang tidak konsisten diantaranya penelitian yang dilakukan,
Carcello dan Neal (2000) menunjukkan bahwa komisaris independen berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini going concern, sedangkan Ramadhany
(2004) Rahayu (2007) memberikan hasil yang berbeda, di mana komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk
melakukan pengujian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi opini audit going concern yaitu karakteristik dewan komisaris,
karakteristik dewan direksi dan komite audit pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2008-2010.
1.3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah
seperti berikut :
1. Apakah kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern ?
2. Apakah proporsi komisaris independen dalam dewan komisaris berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern ?
3. Apakah ukuran komite audit berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
going concern ?
1.4. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang diuraikan, tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menguji pengaruh kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi
terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI.
2. Untuk menguji pengaruh proporsi komisaris independen dalam dewan
komisaris terhadap terhadap penerimaan opini audit going concern pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
3. Untuk menguji pengaruh ukuran komite audit terhadap terhadap penerimaan
opini audit going concern pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat menambah wacana keilmuan bidang manajemen
dan akuntansi keuangan khususnya tentang auditing. Penelitian ini juga
menjadi bukti empiris dan dapat menambah referensi bagi penelitian lanjutan
atau para peneliti yang berminat memperdalam kajian pelaporan informasi
keuangan perusahaan.
1.5.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik pada
lembaga audit, perusahaan, maupun elemen pengguna informasi keuangan lain
untuk menilai dan memahami karakteristik manajerial perusahaan (corporate
government) dalam kaitannya dengan dampak pada kandungan informasi dalam
laporan keuangan. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi bagi pihak-
pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan dalam kaitannya dengan
pemanfaatan informasi guna menunjang aktivitas investasi di bursa efek.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjelaskan mengenai
keberadaan pengaruh kepemilikan dewan direksi, dewan komisaris, opini audit
tahun sebelumnya, prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan dan komite
audit, serta beberapa variabel yang lain, terhadap penerimaan opini audit going
concern di perusahaan go public. Berkaitan dengan penelitian ini, instrumen-
instrumen tersebut adalah variabel independen yang dominan digunakan. Paragraf
berikutnya akan menjelaskan secara singkat hasil dari penelitian terdahulu yang
menggunakan variabel independen yang sama dengan variabel independen pada
penelitian ini.
Penelitian sebelumnya yang menggunakan variabel independen
kepemilikan manajerial dilakukan oleh Ballesta dan Garcia-Meca (2005),
Linoputri (2010), menunjukkan bahwa kepemilikan dewan direksi dalam
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern.
Sedangkan, Januarti (2008) memberikan hasil yang berbeda, di mana kepemilikan
dewan direksi dalam perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini audit going
concern.
Variabel independen dewan komisaris yang digunakan pada penelitian
terdahulu dilakukan oleh Ramadhany (2004), Ballesta dan Garcia-Meca (2005),
Rahayu (2007), dan Linoputri (2010) memberikan hasil yang menyatakan bahwa
proporsi jumlah komisaris independen dalam perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini going concern. Carcello dan Neal (2000)
dalam penelitiannya menunjukkan hasil yang berbeda, yaitu keberadaan komisaris
independen yang lebih banyak dalam komite audit mengurangi kemungkinan bagi
auditor untuk mengeluarkan opini going concern.
Penelitian lainnya yang menyertakan komite audit sebagai variabel
independen, antara lain Firmansyah (2010), membuktikan bahwa komite audit
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap opini audit going concern.
Carcello dan Neal (2000) memberikan hasil penelitian bahwa semakin besar
persentase komisaris independen dalam komite audit, semakin kecil kemungkinan
auditor akan mengeluarkan opini going concern.
Ramadhany (2004), Linoputri (2010) memakai komite audit sebagai
variabel penjelas untuk membuktikan pengaruhnya terhadap opini audit going
concern. Ramadhany (2004) tidak berhasil menjelaskan keberadaan pengaruh
komite audit dalam membantu auditor eksternal mengeluarkan keputusan opini
going concern. Bahkan, Linoputri (2010) menunjukkan hasil bahwa keberadaan
komite audit tidak memberikan pengaruh terhadap opini audit going concern.
Walaupun demikian, hasil Ramadhany (2004) dan Linoputri (2010) memberikan
implikasi kepada regulator perusahaan go public di Indonesia untuk lebih
menyerukan independensi komite audit dalam memonitor proses pelaporan
keuangan manajemen dari perusahaan-perusahaan yang go public tersebut.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Corporate Governance
Perusahaan terutama perusahaan go public, dalam menjalankan
aktivitasnya semakin bergantung dari pembiayaan eksternal, misalnya melalui
modal dan pinjaman. Berkaitan dengan masalah keagenan, corporate governance
yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan
(Darmawati dkk., 2004).
Corporate Governance dapat didefinisikan sebagai suatu proses dan
struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (pemegang saham/pemilik modal,
komisaris/dewan dengawas dan direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha
dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Dalam tingkat yang
paling dasar, corporate governance digambarkan sebagai suatu proses dimana
perusahaan berusaha untuk meminimalisir biaya transaksi dan biaya agensi terkait
dengan bisnis yang dijalankan perusahaan (Samanta, 2009).
Manajemen perlu memperhatikan prinsip-prinsip good corporate
governance sebagaimana yang diuraikan Organization for Economic Cooperation
and Development dalam FCGI (2000), yaitu :
1. Fairness (Keadilan)
Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para pemegang
saham. Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk
mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini
di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh
orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus
melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang
mengandung benturan kepentingan.
2. Transparency (Transparansi)
Prinsip ini menyatakan bahwa informasi harus diungkapkan secara tepat
waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan,
kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan keuangan perusahaan. Audit
yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan
dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan
perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan
3. Accountability (Keterbukaan)
Prinsip ini membuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan
komisaris dan direksi besrta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang
saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi bertanggung jawab atas
keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas
keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas
pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang
saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka
pengelolaan perusahaan.
4. Responsibility (Pertanggungjawaban)
Prinsip ini menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur
mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut merealisasikan tujuan
yang hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu
mengakomodasikan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan
perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya.
Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan
melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab.
Komponen-komponen GCG tersebut penting karena penerapan
prinsip GCG secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang
dapat mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai
fundamental perusahaan (Kaihatu,2006).
Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang terkandung dalam mekanisme
corporate governance adalah:
1. Kepemilikan manajerial
2. Proporsi komisaris independen
3. Keberadaan komite audit dalam perusahaan
2.2.2. Manfaat Corporate Governance
Menurut Herawaty (2008) prinsip-prinsip corporate governance yang
diterapkan memberikan manfaat diantaranya yaitu :
1. Meminimalkan agency cost dengan mengontrol konflik kepentingan yang
mungkin terjadi antara principal dan agen;
2. Meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para
penyedia modal;
3. Meningkatkan citra perusahaan;
4. Meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang
rendah;
5. Peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan
perusahaan yang lebih baik.
2.2.3. Mekanisme Coerporate Governance
Mekanisme corporate governance menurut Shleifer dan Vishny (1997)
adalah suatu mekanisme yang digunakan untuk memastikan bahwa supplier
keuangan (pemegang saham atau shareholders) dan pemberi pinjaman
(bondholders), dari perusahaan memperoleh pengembalian dari kegiatan yang
dijalankan oleh manajer, atau dengan kata lain bagaimana supplier keuangan
perusahaan melakukan kontrol terhadap manajer. Menurut Barnhart dan
Rosestein (1998) dalam Misiastuty dan Machfoedz (2003) kontrol tersebut
meliputi :
1. Mekanisme internal, seperti struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial,
dan komposisi eksekutif.
2. Mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan
intitusional, dan tingkat pendanaan hutang.
Menurut Boediono (2005), mekanisme corporate governance
merupakan suatu sistem, yang terdiri atas kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dan komposisi dewan komisaris yang mengendalikan
dan mengarahkan operasional perusahaan. Siallagan dan Machfoedz (2006)
menyatakan bahwa mekanisme corporate governance merupakan suatu
sistem, yang terdiri atas kepemilikan manajerial, proporsi jumlah anggota
komisaris independen, dan komite audit, untuk mengatur dan mengendalikan
perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai
perusahaan kepada pemegang saham.
Jadi mekanisme corporate governance merupakan suatu sistem yang
terdiri atas kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris
independen, dan komite audit yang mengatur dan mengendalikan perusahaan
yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan
kepada pemegang saham. Dalam penelitian ini, elemen-elemen yang
terkandung dalam mekanisme corporate governance mencakup dewan direksi,
dewan komisaris, dan komite audit.
2.2.3.1.Dewan Direksi
Wilkipedia (2011), direktur (dalam jumlah jamak disebut dewan direksi)
adalah seseorang yang ditunjuk untuk memimpin Perusahaan. Direktur dapat
seseorang yang memiliki perusahaan tersebut atau orang profesional yang
ditunjuk oleh pemilik usaha untuk menjalankan dan memimpin perusahaan.
Penyebutan direktur dapat bermacam-macam, yaitu dewan manager, dewan
gubernur, atau dewan eksekutif. Di Indonesia pengaturan terhadap direktur
terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dijabarkan
fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi. Seorang direktur atau dewan
direksi dalam jumlah direktur dalam suatu perusahaan (minimal satu), yang dapat
dicalonkan sebagai direktur, dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam
anggaran dasar perusahaan. Pada umumnya direktur memiliki tugas antara lain:
1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan.
2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian
(manajer).
3. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan.
4. Menyampaikan laporan ke ada pemegang saham atas kinerja perusahaan.
Tanggung jawab dari direktur kepada pihak ketiga dan hukum ditentukan dari
jenis perusahaan yang didirikan (Firma, Persekutuan Komanditer (CV), atau
Perseroan Terbatas (PT)).
Dalam penelitian ini dewan direksi berkaitan dengan struktur kepemilikan
manajerial dalam perusahaan sebagaimana dipaparkan sebagai berikut :
Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen perusahaan terhadap total jumlah saham beredar. Struktur
kepemilikan manajerial merupakan salah satu mekanisme dalam coporate
governance. Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting karena
berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan. Kepemilikan ini akan
menyejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan
besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih
hati-hati dalam mengambil keputusan.
Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam perusahaan
dapat mengindikasikan adanya kesamaan (congruance) kepentingan antara
manajemen dengan pemegang saham (Faizal, 2004). Peningkatkan persentase
kepemilikan, akan membuat manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan
bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Manajer tidak
hanya mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan perusahaan yaitu untuk
memperoleh laba tetapi juga mengoptimalkan aktivitas investasi. Herawaty (2008)
juga menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat berfungsi sebagai
mekanisme corporate governance sehingga dapat mengurangi tindakan manajer
dalam memanipulasi laba, dengan demikian kepemilikan manajerial sebagai salah
satu mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif
yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, sehingga opini
audit yang diterima atas laporan keuangan perusahaan cenderung merupakan
opini yang bersih (clean opinion). Namun, kekuasaan yang dipegang oleh manajer
dengan kepemilikan sahamnya yang besar juga dapat membawa dampak negatif
pada pemegang saham eksternal, dimana pemegang saham eksternal tidak dapat
mengendalikan tindakan manajemen.
2.2.3.2.Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan sekelompok orang dalam perusahaan yang
diangkat dan diberhentikan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang
bertugas untuk mengawasi dan memberikan petunjuk serta nasihat kepada
manajemen dengan pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu keberadaan dewan
komisaris menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam mewujudkan
keberhasilan perusahaan. Selain itu keberadaan dewan komisaris akan menjadi
penghubung bagi pemegang saham dalam mengetahui kondisi perusahaan yang
dikelola oleh manajemen sehingga dewan komisaris juga berfungsi untuk
meminimalisasi konflik keagenan (agency problem) antara pemegang saham
dengan manajemen. Dapat ditarik kesimpulan bahwa dewan komisaris merupakan
salah satu aspek penting perwujudan good corporate governance.
Dewan komisaris memandang aktivitas oleh komisaris eksternal sebagai
pusat dari pecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang saham) yang
efektif (Fama dan Jansen, 1983 seperti yang dinyatakan oleh Pranata, 2002).
Proporsi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan
pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara
independen. Menurut Peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum
Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen
minimum 30%. Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang
baik (good corporate governance), perusahaan tercatan wajib memiliki komisaris
independen yang jumlahnya proposional sebanding dengan jumlah saham yang
dimiliki oleh bukan pemegang saham dengan ketentuan jumlah komisaris
independen sekurang-kurangnya 30% (tiga pulu per seratus) dari jumlah seluruh
anggota komisaris.
Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas
pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini
penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan
manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk
mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memiliki akses pada
informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak memiliki otoritas dalam
perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan
informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris. Selaim
mensupervisi dan member nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1
tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan
dalam National Code for Good Corporate Governance (2001) adalah memastikan
bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan
mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik
memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance.
Mengingat pentingnya peranan dewan komisaris dalam menerapkan good
corporate governance maka perlu dijelaskan tugas-tugas utama yang harus
dilakukan oleh dewan komisaris berkaitan dengan penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance itu sendiri, yaitu :
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,
kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha,
menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan,
serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset.
Tugas ini terkait dengan peran dan tanggungjawab, serta usaha untuk
menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen (accountability).
2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian
dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota direksi yang
transparan dan adil (transparancy).
3. Memonitor dan mengawasi masalah benturan kepentingan pada tingkat
manajmen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk
penyalahgunaan asset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. Tugas
ini memberikan perlindungan hak-hak pera pemegang saham (fairness).
4. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi yang terjadi di
perusahaan (OECD Principle of Corporate Governance). Proses keterbukaan
(transparancy) ini untuk menjamin tersedianya informasi yang tepat waktu
dan jelas.
Berdasarkan uraian di atas, variable komposisi dewan komisaris dalam penelitian
ini diwakili oleh proporsi komisaris independen dalam susunan dewan komisaris.
Komisaris Independen
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota sewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan. Komisaris independen memiliki
tanggungjawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) di dalam perusahaan melalui
pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai
tambah bagi perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004).
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menyatakan bahwa
keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui
peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Peraturan ini menyatakan bahwa perusahaan
yang listed di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara
proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham
minoritas (bukan kontrolling shareholders). Persyaratan jumlah minimal
komisaris independen dalam peraturan ini adalah 30% dari seluruh anggota dewan
komisaris. Beberapa criteria lainnya tentang komisaris independen adalah sebagai
berikut :
1. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliansi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (kontrolling shareholders)
perusahaan tercatat yang bersangkutan.
2. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya perusahaan yang tercatat yang bersangkutan.
3. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.
4. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal.
5. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan kontrolling
shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Karakteristik dewan komisaris secara umum dan khususnya komposisi
dewan dapat menjadi suatu mekanisme yang menentukan tindakan manajemen
laba. Melalui peranan dewan dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap
operasional perusahaan yang dijalankan oleh pihak manajemen, komposisi dewan
komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap tercapainya proses
penyusunan laporan keuangan yang berkualitas stsu kemungkinan terhindar dari
kecurangan laporan keuangan.
2.2.3.3.Komite Audit
Komite Audit mulai diperkenalkan kepada dunia usaha di Amerika Serikat
pada tahun 1930-an. Kemudian pada tahun 1970-an, New York Stock Excange
(NYSE) mulai mewajinkan keberadaan Komite Audit sebagaipersyaratan
pencatatan, sejak itu banyak Negara yang membuat ketentuan mengenai komite
audit apakah itu dalam bentuk Code of Best Practices, peraturan perundangan,
maupun persyaratan pencatatan di bursa. Sejalan dengan kecenderungan
internasional ini, persyaratan semacam ini juga telah ditetapkan di Indonesia
melalui Pedoman Good Corporate Governance yang diterbitkan pada bulan Mei
2002.
Fungsi pengawasan sangat diperlukan dalam rangka menunjang
tercapainya corporate governance yang baik. Oleh karena itu dibentuklah komite
audit yang merupakan komite khusus dalam perusahaan yang bertujuan untuk
mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggungjawab
penuh dari dewan komisaris (Wedari, 2004).
Menurut Anis Baridwan dengan memperhatikan pembentukan serta tugas
dan fungsinya, maka komite audit dapat didefinisikan sebagai, komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan untuk membantu dewan komisaris
perusahaan melakukan pemeriksaan atau penelitian yang dianggap perlu terhadap
pelaksanaan fungsi direksi dalam melaksanakan pengelolaan perusahaan serta
melaksanakan fungsi penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan yang
dilakukan oleh manajemen dan auditor independen,
Bapepam (2001) yang dikutip oleh Febryana (2007) mendefinisikan
komite audit sebagai berikut :
“Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris yang
anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris yang bertujuan
untuk membantu dewan komisaris dalam rangka melakukan tugas dan
fungsinya”.
Sementara itu menurut Supriyono (1998) dalam Susiana dan Herawaty
(2006), berkaitan dengan keberadaan komite audit, menjelaskan bahwa :
“Komite audit adalah suatu badan yang dibentuk di dalam perusahaan
klien yang bertugas untuk memelihara independensi akuntan pemeriksa terhadap
manajemen”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komite audit
merupakan komite yang bertugas untuk membantu dewan komisaris dalam rangka
upaya mewujudkan praktek good corporate governance.
Pemegang saham mengangkat dewan komisaris untuk melakukan fungsi
pengawasan terhadap manajemen. Selanjutnya dewan komisaris membentuk
komite audit yang bertujuan untuk membantu dewan komisaris dalam melakukan
tindakan pengawasan terhadap manajemen. Oleh karena itu komite audit berperan
sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak
manajemen dalam menangani masalah pengendalian perusahaan. Berkaitan
demgan peran komite audit tersebut, FCGI membagi tanggungjawab komite audit
pada tiga bidang, yaitu :
1. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggungjawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah
menggambarkan kondisi keuangan, hasil usaha, dan rencana serta komitmen
jangka panjang perusahaan sesuai dengan kenyataan yang ada.
2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggungjawab komite audit dalam bidang corporate governance adalah
untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undang-
undang dan peraturan yang berlaku serta etika yang ada. Selain itu komite
audit juga bertanggungjawab untuk mengawasi perbedaan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan.
3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Kontrol)
Tanggungjawab komite audit dalam bidang corporate kontrol adalah
memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh internal auditor sehingga
komite audit diharuskan memahami risiko yang mungkin muncul serta
memahami sistem pengendalian internal perusahaan.
Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite
audit dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Komite audit beranggotakan sekurang-kurangnya tiga orang termasuk ketua
komite audit. Salah satu dari anggota komite audit merupakan komisaris
independen yang sekaligus bertindak sebagai ketua komite agar tercipta
independensi dalam memberikan pendapat. Sedangkan anggota komite audit
lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dan tidak mempunyai
hubungan usaha maupun hubungan afiliansi dengan perusahaan, direktur,
komisaris, atau pemegang saham utama.
2. Anggota komite audit haruslah individu yang mandiri dan tidak terlibat
dengan kegiatan manajemen serta memiliki pengalaman terhadap pengawasan
manajemen. Hal ini bertujuan agar nilai integritas dan obyektivitas dapat
tercipta dalam merekomendasi penyusunan laporan keuangan.
2.2.4. Opini Audit
Menurut standar profesional akuntan publik SA Seksi 110, tujuan audit
atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk
menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang meterial, posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat auditor (opini audit)
merupakan bagian dari laporan audit yang merupakan informasi utama dari
laporan audit. Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit
sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan
atas laporan keuangan yang diauditnya. Terdapat lima jenis pendapat auditor
menurut Mulyadi (2002) yaitu:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secar wajar dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan audit
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan oleh auditor jika
kondisi berikut terpenuhi:
a. Semua laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan
laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
b. Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi oleh
auditor.
c. Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk
melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan,
d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berterima umum di Indonesia.
e. Tidak ada keadaan yang mengaruskan auditor untuk menambah paragraf
penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelas (unqualified
opinion with explanatory languege)
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas atau
bahasa pejelas lain dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi
pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan auditan. Paragraf
penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi
penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-
kata dalam laporan audit baku adalah:
a. Ketidak konsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
b. Keraguan besar tentang kelangsungan hidup suatu entitas.
c. Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
d. Penekanan atas suatu hal.
e. Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan
secara wajar laporan keuangan, dalam semuahal yang material sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima secara umum di Indonesia, kecuali untuk dampak
hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam
keadaan:
a. Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap ruang lingkup audit.
b. Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip
akuntansi berteriam umum di Indonesia, yang berdampak material , dan ia
brkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
4. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee
tidak menyajikan secar wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi berterima umum.
5. Tidak memberikan pendapat (disclaimer of opinion)
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak melaksanakan
audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan auditor memberikan
pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam
kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.2.5. Opini Audit Going Concern
Going concern merupakan kelangsungan hidup suatu entitas, dengan
adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan
kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka
pendek (Setyarno dkk, 2006). Going concern merupakan salah satu konsep yang
mendasari pelaporan keuangan (Gray dan Manson, 2000 dalam Praptitorini dan
Januarti, 2007). Jadi, ketika auditor memberikan opini dengan modifikasi
mengenai going concern kepada auditee atas laporan keuangannya, itu merupakan
suatu indikasi bahwa auditee berisiko tidak dapat bertahan dalam bisnis atau
dengan kata lain, terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan.
Menurut Ares (1997) dalam Santoso dan Wedari (2007), faktor-faktor yang
menimbulkan ketidakpastian tersebut antara lain :
1. Kerugian usaha yang besar secara berulang atau kekurangan modal kerja.
2. Ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya pada saat jatuh
tempo dalam jangka pendek.
3. Kehilangan pelanggan utama, terjadinya bencana yang tidak diasuransikan
seperti gempa bumi / banjir / masalah perburuhan yang tidak biasa.
4. Perkara pengadilan, gugatan hukum / masalah serupa yang sudah terjadi yang
dapat membahayakan kemampuan perusahaan untuk beroperasi.
2.3.Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
2.3.1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian
2.3.2. Pengembangan Hipotesis
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual Hipotesis
Perusahaan Manufaktur
Berdasarkan kerangka konseptual, dapat dikembangkan beberapa
hipotesis sebagai berikut:
1. Dewan Direksi
Menurut Jensen dan Meckling (1976), perbedaan kepentingan dan perilaku
oportunistik berbanding terbalik dengan bagian kepemilikan pihak dalam, karena
kepemilikan pihak dalam (manajemen) bertindak sebagai sarana pengawasan yang
membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi. Jadi, semakin besar saham
yang dimiliki oleh manajemen, mereka akan bertindak lebih hati-hati dalam
membuat keputusan dan berusaha mencegah perilaku oportunistik.
Kecenderungan manajer sebagai pemilik dan pengelola perusahaan untuk tidak
melakukan manajemen laba dan menghasilkan informasi akuntansi yang credible
demi reputasi perusahaan juga akan membawa pengaruh positif bagi pemberian
opini auditor
Hasil penelitian Ballesta dan Garcia Meca (2005), di perusahaan-
perusahaan non keuangan yang go public di Spanyol menunjukkan perusahaan
dengan kepemilikan manajerial yang lebih besar cenderung tidak menerima opini
yang qualified (wajar dengan pengecualian). Linoputri (2010), menunjukkan
bahwa dewan direksi yang memiliki saham di perusahaan, apalagi dalam jumlah
besar cenderung berusaha mempertahankan atau bahkan meningkatkan fungsi
pengelolaan dan pengawasannya terhadap perusahaan agar kinerja perusahaan
juga dapat lebih baik dan dapat bertahan dalam jangka panjang. Selain itu juga
untuk mencegah auditor meragukan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga
tidak memberikan opini going concern pada laporan keuangannya.
H1 : Kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi perusahaan, berpengaruh
negatif terhadap penerimaan opini audit going concern.
2. Dewan Komisaris
Tugas komisaris independen dalam hubungannya dengan pelaporan
keuangan adalah menjamin transparansi dan keterbukaan laporan keuangan
perusahaan serta mengawasi kepatuhan perusahaan pada perundangan dan
peraturan yang berlaku. Namun demikian, apakah keberadaan komisaris
independen yang minimal 30% dari jumlah anggota Dewan Komisaris akan
efektif? Mekanisme pengawasan yang dijalankan Dewan Komisaris akan berjalan
lebih efektif jika lebih banyak anggota yang bersifat independen.
Menurut Amirudin (2004), keanggotaan komisaris independen harus lebih
dari jumlah (30%), sehingga dapat outvoted dalam pengambilan keputusan, hal ini
apabila dihubungkan dengan adanya anggota komisaris yang tidak independen.
Oleh karena itu, dengan adanya proporsi komisaris independen minimal 30% atau
lebih banyak diharapkan dapat membawa pada pelaporan keuangan yang lebih
berkualitas sehingga menghasilkan opini yang wajar tanpa pengecualian atau
opini non going concern. Carcello an Neal (2000), menunjukkan peran komisaris
independen dalam komite audit yaitu semakin besar persentase komisaris
independen semakin rendah kemungkinan perusahaan menerima opini audit going
concern.
H2 : Jumlah proporsi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap penerimaan
opini audit going concern.
3. Komite Audit
Komite audit merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris
untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Komite audit
dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan Dewan Komisaris
dengan pihak manajemen dalam menangani masalah pengendalian (Nasution dan
Setiawan, 2007). Dalam rangka untuk membuat komite audit yang efektif dalam
pengendalian dan pemantauan atas kegiatan pengelolaan perusahaan, komite audit
harus memiliki anggota yang cukup untuk melaksanakan tanggungjawab. Di
Indonesia, pedoman pembentukan komite audit yang efektif menjelaskan bahwa
anggota komite audit yang dimiliki oleh perusahaan sedikitnya terdiri dari 3
orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal
yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar
belakang akuntansi dan keuangan.
Jumlah anggota komite audit yang harus lebih dari satu orang ini
dimaksudkan agar komite audit dapat mengadakan pertemuan dan bertukar
pendapat satu sama lain. Hal ini dikarenakan masing-masing anggota komite audit
memiliki pengalaman tata kelola perusahaan dan pengetahuan keuangan yang
berbeda-beda. Teori ketergantungan sumber daya berargumen bahwa terciptanya
fungsi pengawasan komite audit yang efektif berhubungan dengan jumlah sumber
daya yang dimiliki oleh komite (Pierce dan Zahra, 1992 dalam Anggraini, 2010).
Efektivitas komite audit akan meningkat jika ukuran komite meningkat, karena
komite memiliki sumber daya yang lebih untuk menangani masalah-masalah yang
dihadapi oleh perusahaan. Auditor yang melihat masalah-masalah yang dihadapi
oleh perusahaan sebagai salah satu faktor keraguan akan kelangsungan hidup
perusahaan, sehingga ia akan memberikan opini going concern pada perusahaan
tersebut.
McMullen (1996) dalam Santosa dan Wedari (2007) menunjukkan bahwa
komite audit berhubungan dengan lebih sedikit tuntutan hukum pemegang saham
karena kecurangan dan tindakan illegal. Auditor yang melihat adanya tuntutan
hukum pemegang saham akan menilai hal tersebut sebagai salah satu faktor
keraguan akan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga ia akan memberikan
opini going concern pada perusahaan tersebut
H3 : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going
concern.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian
yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau hubungan antar
variabel yang dinyatakan dalam angka-angka. Penelitian ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan data yang merupakan faktor pendukung terhadap pengaruh
antara variabel-variabel yang bersangkutan kemudian mencoba untuk dianalisis
dengan menggunakan alat analisis yang sesuai dengan variabel-variabel dalam
penelitian
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan go public yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bergerak dalam bidang manufaktur
pada tahun 2008-2010. Kelompok perusahaan manufaktur dipilih karena sebagian
besar perusahaan di BEI termasuk dalam jenis ini sehingga diharapkan hasil
penelitian dapat digeneralisasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 125
perusahaan.
3.2.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) yang bergerak dalam bidang manufaktur pada tahun 2008-2010
yang dipilih dengan metode purposive sampling. Pemilihan kelompok subyek
dalam purposive sampling, didasarkan pada ciri atau sifat yang dipandang
memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri atau sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
Pemilihan sampel dengan metode purposive sampling ini diharapkan dapat
mewakili populasinya dan tidak menimbulkan bias bagi tujuan penelitian. Sampel
dipilih dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sebelum 1 Januari 2008.
2. Perusahaan delisting dari Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode
penelitian (tahun 2008-2010). Karena pada penelitian ini hanya menggunakan
perusahaan yang secara konsisten listing di BEI selama periode 2008-2010.
3. Perusahaan mengalami laba bersih setelah pajak yang positif selama periode
penelitian (tahun 2008-2010). Hal ini dikarenakan auditor hampir tidak pernah
mengeluarkan opini going concern pada perusahaan yang mempunyai laba
bersih setelah pajak positif.
4. Data lengkap dan tersedia mulai tahun 2008-2010. Hal ini dikarenakan ada
beberapa perusahaan belum menerbitkan laporan keuangan pada tahun 2010.
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria tersebut di atas, tampak sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No. Kriteria Pelanggaran
Kriteria Akumulasi
1. Perusahaan manufaktur yang sudah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sebelum 1 Januari 2008
136
2. Perusahaan delisting dari Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode
penelitian (tahun 2008-2010)
-11
125
3. Perusahaan mengalami laba bersih
setelah pajak yang positif selama periode
penelitian (tahun 2008-2010)
-82
43
4. Data tidak lengkap dan tersedia mulai
tahun 2008-2010
-12
31
Jumlah perusahaan sampel 31
Tahun pengamatan (tahun) 3
Total sampel selama periode penelitian 93
3.3. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1. Variabel Dependen
Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang besarnya tergantung dari
variabel bebas yang diberikan dan diukur untuk menentukan ada tidaknya
pengaruh (kriteria) dari variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah variabel dummy, dimana kategori 1 untuk auditee yang menerima opini
audit going concern (GCAO) dan kategori 0 untuk auditee yang menerima opini
audit non going concern (NGCAO).
Definisi operasional variabel dependen dalam penelitian ini yaitu opini
audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan
auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas
kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP, 2001).
Opini going concern dalam penelitian ini terdapat pada opini wajar tanpa
pengecualian dengan bahasa penjelas dan wajar dengan pengecualian.
3.3.2. Variabel Independen
Terdapat tiga variabel independen dalam penelitian ini yang akan diuji
tehadap opini going concern yang diterima perusahaan terdiri atas : dewan direksi,
dewan komisaris, dan komite audit. Definisi operasional serta pengukuran dari
variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dewan Direksi (DD)
Kepemilikan dalam dewan direksi diproksikan dengan proporsi saham
biasa yang dipegang oleh pemegang saham mayoritas, yang merupakan pemegang
saham pengendali terbesar dalam perusahaan. Pemegang saham pengendali adalah
pemegang saham yang memiliki 20% atau lebih saham perusahaan yang
ditempatkan (Task Force Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance Bab
II No.7). Pemegang saham signifikan, baik itu merupakan direktur atau komisaris
emiten maupun perusahaan publik yang memiliki sekurang-kurangnya 5% saham
emiten atau perusahaan publik wajib melaporkan kepada Bapepam atas
kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan
tersebut. Berdasarkan hal tersebut dewan direksi diukur dengan menggunakan
dummy, dimana bernilai 1 untuk karakteristik dewan direksi dengan kepemilikan
saham lebih dari 5% dan bernilai 0 untuk ketiadaan dewan direksi dengan
kepemilikan saham lebih dari 5%.
2. Dewan Komisaris
Karakteristik dewan komisaris diukur dengan persentase keberadaan
komisaris independen. Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek
Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Peraturan tersebut
mengemukakan bahwa perusahaan yang terdaftar di bursa harus mempunyai
komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang
dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders).
Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah
30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Proporsi komisaris independen pada
penelitian ini diukur dengan menggunakan indikator persentase anggota dewan
komisaris yang independen terhadap jumlah seluruh anggota dewan komisaris.
Proporsi komisaris independen (DK) diperoleh dari perhitungan :
Jumlah Komisaris Independen
Total Dewan KomisarisDK X= 100%
3. Komite Audit (AC)
Berdasarkan Surat Edaran Bapepam No. SE-03/PM/2000 menyatakan
bahwa komite audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri dari sedikitnya tiga
orang anggota dan diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua
orang eksternal yang independen. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian
ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit.
3.4. Jenis dan Sumber Data
Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2010 yang telah dipublikasikan dan tersedia di
database Pojok BEI Universitas Brawijaya, serta Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) tahun 2008-2010. Data dalam penelitian ini juga diperoleh dari
homepage BEI yaitu www.idx.co.id. Pemilihan BEI sebagai sumber pengambilan
data dengan alasan BEI merupakan bursa efek terbesar dan representative di
Indonesia.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
Content Analysis, yaitu suatu metode pengumpulan data penelitian dengan
menggunakan teknik observasi dan analisis terhadap isi atau pesan dari suatu
dokumen (antara lain: iklan, kontrak kerja, laporan, notulen, rapat, surat, jurnal,
majalah, surat kabar, dan lain-lain). Tujuan Content Analysis adalah melakukan
identifikasi terhadap karakteristik atau informasi spesifik yang terdapat pada suatu
dokumen untuk menghasilkan deskripsi yang obyektif dan sistematik
(Indriyantoro & Supomo, 2002).
Content Analysis dilaksanakan dengan cara melakukan observasi atas
laporan keuangan perusahaan sektor manufaktur yang menjadi sampel penelitian.
Observasi dilakukan dengan objek penelitian laporan keuangan yang telah diaudit
oleh auditor independen tahun 2008-2010. Laporan keuangan yang telah
diidentifikasi sesuai dengan kriteria yang dijadikan data dalam penelitian ini
kemudian dianalisis dengan metode Content Analysis, guna mengelompokkan
perusahaan menjadi perusahan dengan opini audit going concern (GCAO) dan
perusahaan dengan opini audit non going concern (GCAO).
3.6. Pengujian Hipotesis
Penelitian ini menggunakan regresi logistik (logistic regression). Gujarati
(2003) menyatakan bahwa regresi logistik mengabaikan heteroscedasity, artinya
variabel dependen tidak memerlukan homoscedacity untuk masing-masing
variabel independennya. Model regresi logistik yang digunakan untuk menguji
hipotesis sebagai berikut :
GC
1-GCLn = α + 1 DD + 2 DK + 3 KA +
Keterangan:
Ln = Dummy variabel opini audit (kategori 1 untuk auditee dengan
opini audit going cocern dan 0 untuk auditee dengan opini audit
non going concern)
DD = Dummy variabel dewan direksi (kategori 1 untuk auditee dengan
adanya kepemilikan manajerial dan 0 untuk tidak adanya
kepemilikan manajerial)
DK = Proporsi komisaris independen
KA = Jumlah seluruh anggota komite
α = Konstanta
1, 2, 3 = Koefisien regresi logistik
= Kesalahan residual
Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis multivariat yaitu
menggunakan regresi logistik (logistic regression), yang variabel bebasnya
merupakan kombinasi antara metric dan nonmetric (nominal). Teknik analisis ini
tidak memerlukan lagi uji normalitas dan uji asumsi klasik pada variabel
independennya. Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menilai Model Fit dan Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model
terhadap data. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2
Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log
Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai
antara -2LL awal (initial -2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah
berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data
(Ghozali, 2005). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian
Sum of Square Error pada model regresi, sehingga penurunan Log Likelihood
menunjukkan model regresi yang semakin baik.
b. Menilai Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Hipotesis untuk menilai kelayakan model
regresi adalah:
H0 : Tidak ada perbedaan antara model dengan data
Ha : Ada perbedaan antara model dengan data
Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow Goodness of fit lebih besar dari
pada 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima
karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2005).
c. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi terdapat hubungan linier yang sempurna atau mendekati sempurna di
antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi.
Jika variabel-variabel yang menjelaskan berkorelasi satu sama lain maka
sangat sulit untuk memisahkan pengaruhnya masing-masing dan untuk
mendapatkan penaksiran yang baik bagi koefisien-koefisien regresi, untuk
mendeteksi ada atau tidaknya korelasi antar variabel atau multikolinieritas
dalam penelitian ini, digunakan nilai pearson correlation. Jika koefisien
korelasinya (r) > 0,8 maka terjadi multikolinieritas. Sebaliknya, jika
koefisien korelasinya (r) < 0,8 maka tidak terjadi multikolinieritas.
d. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variabilitas variabel–variabel independen mampu memperjelas variabilitas
variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat
pada nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat
diinterpretasikan seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2005).
Nilai ini didapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan
nilai maksimumnya.
e. Matriks Klasifikasi
Matriks klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going
concern pada auditee. Angka ini dalam output regresi logistik, dapat dilihat
pada Classification Table.
f. Menguji Koefisien Regresi
Pengujian hipotesis dapat dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien
regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan
antar variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan
antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat signifikasi (α). Jika nilai
asymtotik signifikan < dari 0,05 (tingkat signifikansi/α) maka berarti H0
ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa variabel bebas berpengaruh secara
signifikan terhadap terjadinya variabel terikat. Begitu pula sebaliknya, bila
asymtotik signifikan > dari 0,05 (tingkat signifikansi/α) maka berarti H0
diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa variabel bebas tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap terjadinya variabel terikat.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang bergerak
dalam bidang manufaktur pada tahun 2008-2010. Kelompok perusahaan
manufaktur dipilih karena sebagian besar perusahaan di BEI termasuk dalam jenis
ini sehingga diharapkan hasil penelitian dapat digeneralisasi. Pemilihan BEI
sebagai populasi dalam penelitian ini dengan alasan BEI merupakan bursa efek
terbesar dan representatif di Indonesia. Perusahaan-perusahaan pada sektor
manufaktur ini memiliki perubahan harga saham yang sangat dinamis. Namun
harga saham perusahaan ini paling rentan terhadap kondisi eksternal dan
perubahan-perubahan pada kondisi makro ekonomi negara.
4.1.2. Deskripsi Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode purposive sampling.
Metode purposive sampling ini diharapkan dapat mewakili populasinya dan tidak
menimbulkan bias bagi tujuan penelitian. Sampel dipilih untuk perusahaan yang
mengalami laba bersih setelah pajak adalah negatif sekurangnya satu periode
laporan keuangan (satu tahun) selama periode penelitian (tahun 2008-2010). Hal
ini dikarenakan auditor hampir tidak pernah mengeluarkan opini going concern
pada perusahaan yang mempunyai laba bersih setelah pajak positif atau tidak
mengalami financial distress (McKeown et.al., 1991 dalam Isyana, 2006).
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tampak
dalam tabel 4.1. Berdasarkan proses seleksi tersebut terpilih sebanyak 31
perusahaan yang akan dijadikan sampel dengan periode pengamatan tiga tahun,
sehingga total sampel keseluruhan adalah 93 perusahaan.
Tabel 4.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No. Kriteria Pelanggaran
Kriteria Akumulasi
1. Perusahaan manufaktur yang sudah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
sebelum 1 Januari 2008
136
2. Perusahaan tidak delisting dari Bursa
Efek Indonesia (BEI) selama periode
penelitian (tahun 2008-2010)
-11
125
3. Mengalami laba bersih setelah pajak
yang negatif sekurangnya satu periode
laporan keuangan (satu tahun) selama
periode penelitian (tahun 2008-2010)
-82
43
4. Data lengkap dan tersedia mulai tahun
2008-2010
-12
31
Jumlah perusahaan sampel 31
Tahun pengamatan (tahun) 3
Total sampel selama periode penelitian 93
4.1.3. Deskripsi Variabel Penelitian
4.1.3.1.Opini Audit Going Concern
Opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam
pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan
atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Berdasarkan
hasil analisis terhadap laporan auditor independen yang diterima oleh auditee
pada tahun 2008-2010, dapat diketahui jenis opini yang diterima masing-masing
perusahaan. Jenis opini tersebut kemudian digolongkan menjadi dua jenis opini
audit yaitu opini audit going concern (GCAO) dan opini audit non going concern
(NGCAO). Hasil analisis terhadap perusahaan sampel terlampir pada lampiran 2
Perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun 2008
berjumlah 17 perusahaan, sedangkan sisanya yaitu 14 perusahaan tidak menerima
opini audit going concern. Pada tahun 2009 perusahaan yang menerima opini
audit going concern berjumlah 14 perusahaan dan 17 perusahaan tidak menerima
opini audit going concern. Pada tahun 2010 sebanyak 14 perusahaan menerima
opini audit going concern dan 17 perusahaan tidak menerima opini audit going
concern. Secara ringkas, perusahaan yang menerima opini audit going concern
dan perusahaan yang tidak menerima opini audit going concern dapat
digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Ringkasan Penerimaan Opini Audit
2008 2009 2010 Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
GCAO 17 54.84% 14 45.16% 14 45.16% 45 48.39%
NGCAO 14 45.16% 17 54.84% 17 54.84% 48 51.61%
Jumlah 31 100% 31 100% 31 100% 93 100% Sumber : Lampiran 2
4.1.3.2.Dewan Direksi
Dewan direksi pada penelitian ini diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, meliputi pemegang saham yang memiliki kedudukan dalam
perusahaan sebagai kreditur maupun sebagai dewan komisaris, atau bisa juga
dikatakan kepemilikan manajerial merupakan saham yang dimiliki manajer dan
direktur perusahaan. Variabel ini merupakan variabel dummy, dimana dewan
direksi dengan kepemilikan saham lebih dari 5% diberi kode 1, sedangkan dewan
direksi yang tidak memiliki saham lebih dari 5% diberi kode 0. Hasil analisis
tersebut nampak dalam tabel 4.3. Dewan komisaris yang memiliki saham diatas
5% sebanyak 4 perusahaan, pada tahun 2008, pada tahun 2009 hanya 3
perusahaan saja yang dewan direksinya memiliki saham di atas 5%, selanjutnya
pada tahun 2010 terdapat 4 perusahaan yang dewan direksinya memiliki saham
diatas 5%. Total dari tahun 2008 sampai dengan 2010 terdapat 11 perusahaan
dengan kepemilikan manajerial, sisanya sebanyak 82 perusahaan tidak memiliki
kepemilikan manajerial.
Tabel 4.3 Ringkasan Kepemilikan Manajerial
2008 2009 2010 Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Ada
Kepemilikan 4 12.90% 3 9.68% 4 12.90% 11 11.83%
Tidak Ada
Kepemilikan 27 87.10% 28 90.32% 27 87.10% 82 88.17%
Jumlah 31 100% 31 100% 31 100% 93 100% Sumber : Lampiran 2
4.1.3.3.Dewan Komisaris
Dewan komisaris pada penelitian ini diproksikan dengan proporsi jumlah
komisaris independen dalam keseluruhan jumlah dewan komisaris dalam suatu
perusahaan, komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan. Proporsi komisaris independen dalam
suatu perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah Komisaris Independen
Total Dewan KomisarisDK X= 100%
Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan dan laporan
tahunan auditee serta dari idx tahun 2008-2010, diperoleh nilai rasio dari proporsi
komisaris independen tersebut. Nilai rasio terendah diraih oleh PT Pan Brothers
Tbk sebesar 0,111 dan nilai rasio tertinggi diraih oleh PT Surya Intrindo
Makmur Tbk, PT Hanson International Tbk, dan PT Ever Shine Textile Industry
Tbk sebesar o,667. Rata-rata nilai proporsi komisaris independen dari seluruh
perusahaan sampel adalah 0,37396. Rata-rata tersebut tergolong tinngi karena
menurut Peraturan Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan
Efek bersifat Ekuitas di Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%
(0,30) dari jumlah seluruh anggota komisaris. Secara keseluruhan data dari
variabel ini memiliki standar deviasi 0,109354.
Tabel 4.4 Ringkasan Komisaris Independen
N Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Dewan Komisaris 93 0.111 0.667 0.37396 0.109354 Sumber : Lampiran 2
4.1.3.4.Komite Audit
Komite audit merupakan suatu komite yang secara formal dibentuk oleh
Dewan Komisaris, bersifat independen dan bertanggung jawab secara langsung
kepada dewan komisaris untuk mengawasi kinerja pelaporan keuangan dan
pelaksanaan audit internal dan eksternal serta membantu auditor mempertahankan
independensi terhadap manajemen. Variabel ukuran komite audit dalam penelitian
ini diukur dengan jumlah anggota di dalam komite audit. Berdasarkan data yang
diperoleh dari laporan keuangan dan laporan tahunan auditee serta dari idx tahun
2008-2010, diperoleh jumlah dari komite audit tersebut. Jumlah komite audit
terendah diraih oleh PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk sebesar 0, hal ini
dikarenakan PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk baru membentuk komite
audit pada bulan desember 2008 dan jumlah komite audit tertinggi diraih oleh PT
APAC Citra Centertex Tbk sebesar 4. Rata-rata jumlah komite audit dari seluruh
perusahaan sampel adalah 2,94624. Rata-rata tersebut tergolong tinngi karena
berdasarkan Surat Edaran Bapepam No. SE-03/PM/2000 menyatakan bahwa
komite audit pada perusahaan publik Indonesia terdiri dari sedikitnya tiga orang
anggota dan diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang
eksternal yang independen. Secara keseluruhan data dari variabel ini memiliki
standar deviasi 0,426451.
Tabel 4.5 Ringkasan Komite Audit
N Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Komite Audit 93 0.000 4.000 2.94624 0.426451 Sumber : Lampiran 2
4.1.4. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan model
regresi logistik. Regresi logistik adalah regresi yang digunakan untuk menguji
apakah probabilitas terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel
bebasnya (Ghozali, 2005:71). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji
normalitas, heteroscedasitiy, dan uji autokorelasi pada variabel bebasnya. Regresi
logistik digunakan untuk menguji pengaruh dewan direksi (DD), dewan komisaris
(DK), dan komite audit (KA) terhadap penerimaan opini audit going concern
(GCAO). Pengujian dilakukan pada tingkat signifikasi (α) 5 persen.
a. Pengujian Model Fit dan Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model terhadap
data. Output SPSS pada tabel 4.5 menunjukkan nilai -2 Log Likelihood pertama
sebesar 128,829. Nilai tersebut merupakan nilai -2 Log Likelihood sebelum
variabel bebas dimasukkan kedalam model regresi.
Tabel 4.6 Iteration History 0
Iteration
-2 Log likelihood Coefficients
Constant
Step 0 1 128.829 -.065
2 128.829 -.065
Sumber : Lampiran 3 Initial -2 Log Likelihood: 128.829
Langkah selanjutnya adalah menguji keseluruhan model (overall model
fit). Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-
2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada
akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial -
2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir)
menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2005).
Tabel 4.7 Iteration History 1
Iteration
-2 Log
likelihood
Coefficients
Constant DD DK KA
Step 1 1 116.229 3.608 -2.065 -2.847 -.802
2 115.427 4.180 -2.801 -2.993 -.973
3 115.369 4.341 -3.063 -2.999 -1.026
4 115.369 4.359 -3.092 -2.999 -1.032
5 115.369 4.359 -3.093 -3.000 -1.032
-2LL awal (Block Number = 0) 128.829
-2LL akhir (Block Number = 1) 115.369 Sumber : Lampiran 3
Setelah keseluruhan variabel bebas yaitu dewan direksi (DD), dewan
komisaris (DK), dan komite audit (KA) dimasukkan kedalam model, -2 Log
Likelihood menunjukkan angka 115,369, atau terjadi penurunan sebesar 13,460.
Penurunan nilai -2 Log Likelihood ini dapat diartikan bahwa penambahan variabel
bebas kedalam model dapat memperbaiki model fit serta menunjukkan model
regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan
data.
b. Pengujian Kelayakan Model Regresi
Analisis selanjutnya yang dilakukan adalah menilai kelayakan model
regresi logistik yang akan digunakan. Pengujian kelayakan model regresi logistik
dilakukan dengan menggunakan Goodness of fit test yang diukur dengan nilai
Chi-Square pada bagian bawah uji Homser and Lemeshow. Probabilitas
signifikansi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan tingkat signifikasi (α)
5 %. Hipotesis untuk menilai kelayakan model regresi adalah:
H0: Tidak ada perbedaan antara model dengan data
Ha: Ada perbedaan antara model dengan data
Tabel 4.8 Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 4.806 6 .569 Sumber : Lampiran 3
Tabel 4.8 di atas menunjukkan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow.
Probabilitas signifikasi menunjukkan angka 0,569, yang berarti bahwa nilai
signifikansi yang diperoleh ini jauh lebih besar dari pada 0,05 (α) 5%, maka H0
tidak dapat ditolak (diterima). Hal ini berarti model regresi layak untuk digunakan
dalam analisis selanjutnya, karena tidak ada perbedaan yang nyata antara
klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, atau dapat dikatakan
bahwa model mampu memprediksi nilai observasinya.
c. Pengujian Multikolinearitas
Regresi yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang
kuat antara variabel bebasnya. Walaupun dalam regresi logistik tidak lagi
memerlukan uji asumsi klasik seperti multikolineartilitas, namun tidak ada
salahnya apabila dilakukan uji multikolineartilitas. Pengujian multikolinearitas
dalam model ini dengan menggunakan matriks korelasi antar variabel bebas untuk
melihat besarnya korelasi antar variabel independen di dalam penelitian ini yaitu
dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan komite audit (KA).
Tabel 4.9 di bawah menunjukkan korelasi antar variabel independen di
dalam penelitian ini. Matriks korelasi tersebut menunjukkan tidak adanya gejala
multikolinearitas yang serius antar variabel bebas, sebagaimana terlihat dari nilai
korelasi antar variabel bebas masih jauh di bawah 0,8.
Tabel 4.9 Correlation Matrix
Constant DD DK KA
Step 1 Constant 1.000 -.408 -.560 -.922
DD -.408 1.000 .081 .426
DK -.560 .081 1.000 .215
KA -.922 .426 .215 1.000 Sumber : Lampiran 3
d. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
variabilitas variabel-variabel independen mampu memperjelas variabilitas
variabel dependen. Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada
nilai Nagelkerke R Square. Nilai Nagelkerke R Square dapat diinterpretasikan
seperti nilai R Square pada regresi berganda (Ghozali, 2005). Nilai ini didapat
dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai maksimumnya.
Tabel 4.10 Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 115.369 .135 .180 Sumber : Lampiran 3
Tabel 4.10 di atas menunjukkan nilai Nagelkerke R Square. Dilihat dari
hasil output pengolahan data nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,180 yang
berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen adalah sebesar 18%, sisanya sebesar 82% dijelaskan oleh variabilitas
variabel-variabel lain di luar model penelitian. Hal tersebut berarti bahwa secara
bersama-sama variasi variabel dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan
komite audit (KA) dapat menjelaskan variasi variabel opini going concern sebesar
18%.
e. Matriks Klasifikasi
Matriks klasifikasi akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model
regresi untuk memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going concern
pada auditee.
Tabel 4.11 Classification Table
Predicted
Observed Opini Audit Percentage
Correct
Step 1 Opini Audit NGCAO 25 23 52.1
GCAO 12 33 73.3
Overall Percentage 62.4 Sumber : Lampiran 3
Tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa menurut prediksi, auditee yang
menerima opini going concern adalah 33, sedangkan observasi sesungguhnya
menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini going concern adalah 45. Jadi
ketepatan model ini adalah 33/45 atau 73,3% dan menurut prediksi, auditee yang
menerima opini non going concern adalah 25, sedangkan observasi sesungguhnya
menunjukkan bahwa auditee yang menerima opini non going concern adalah 48.
Jadi ketepatan model ini adalah 25/48 atau 52,1%. Ketepatan prediksi keseluruhan
model ini adalah 62,4%.
f. Pengujian Koefisien Regresi
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini untuk menguji pengaruh variabel-
variabel bebas yaitu pengaruh dewan direksi (DD), dewan komisaris (DK), dan
komite audit (KA) terhadap penerimaan opini audit going concern dengan
menggunakan hasil uji regresi yang ditunjukkan dalam Variabel in the Equation.
Uji hipotesis menggunakan regresi logistik cukup dengan melihat Variables in the
Equation, pada kolom Significant dibandingkan dengan tingkat kealphaan 0,05
(5%). Apabila tingkat signifikansi < 0,05, maka Ha diterima.
Tabel 4.12 Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp (B)
Step 1 DD -3.093 1.282 5.822 1 .016 .045
DK -3.000 2.065 2.110 1 .146 .050
KA -1.032 .581 3.159 1 .076 .356
Constant 4.359 2.064 4.459 1 .035 78.211 Sumber : Lampiran 3
Tabel 4.12 di atas menunjukkan hasil pengujian dengan regresi logistik
pada tingkat signifikasi 5%. Persamaan dari pengujian dengan menggunakan
regresi logistik di atas adalah sebagai berikut:
OPINI = 4,359 – 3,093 DD – 3,000 DK – 1,032 AK + ɛ
Interpretasi persamaan tersebut adalah sebagai berikut :
1. B0 = 4,359
Nilai konstanta menunjukkan bahwa jika nilai dari dewan direksi (X1), dewan
komisaris (X2), dan komite audit (X3) nol, mala nilai logit opini audit going
concern (Y) sebesar 4,359.
2. B1 = – 3,093
Nilai koefisien regresi B1 ini menunjukkan bahwa jika skor dewan direksi
meningkat 1 poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat
– 3,093.
3. B2 = - 3,000
Nilai koefisien regresi B2 ini menunjukkan bahwa jika skor dewan komisaris
meningkat 1 poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat
– 3,000.
4. B3 = - 1,032
Nilai koefisien regresi B3 ini menunjukkan bahwa jika skor komite audit
meningkat 1 poin, maka nilai logit opini audit going concern akan meningkat
– 1,032.
4.2 Pembahasan
Penelitian ini merupakan studi mengenai penerimaan opini going concern
dan non going concern oleh suatu perusahaan. Penelitian ini mengamati tiga
variabel non keuangan yaitu dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan
manajerial, dewan komisaris yang diproksikan dengan proporsi komisaris
independen, dan komite audit yang diproksikan dengan jumlah dari komite audit.
Penelitian terhadap 93 perusahaan manufaktur dari 136 perusahaan sampel
yang dipilih dengan metode purposive sampling selama tahun 2008-2010
diperoleh hasil 45 auditee menerima opini going concern dan sisanya sebanyak 48
auditee menerima opini non going concern. Berdasarkan opini yang diterima
tersebut, auditee yang terpilih menjadi sampel penelitian kemudian
dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok dengan GCAO dan kelompok
dengan NGCAO.
Ringkasan hasil pengujian ketiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai berikut:
Tabel 4.13 Ringkasan Pengujian Hipotesis
No. Hipotesis Hasil
1
Kepemilikan manajerial dalam suatu dewan direksi
perusahaan, berpengaruh negatif terhadap penerimaan
opini audit going concern.
Diterima
2
Karakteristik dewan komisaris dengan anggota independen
yang lebih besar berpengaruh negatif terhadap
penerimaan opini audit going concern.
Ditolak
3 Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap
penerimaan opini going concern. Ditolak
Pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
4.2.1. Dewan Direksi
Dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial pada
tabel 4.12 di atas menunjukkan koefisien negatif sebesar 3,093 dengan tingkat
signifikansi 0,016 < 0,05 yang berarti Ha1 dapat diterima. Hal tersebut
membuktikan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap
penerimaan opini audit going concern. Hal ini berarti perusahaan yang dewan
direksinya memiliki kepemilikan saham diatas 5% akan cenderung tidak
menerima opini audit going concern dibandingkan dengan perusahaan yang
dewan direksinya tidak memiliki saham diatas 5%.
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dewan direksi yang memiliki
saham di perusahaan, apalagi dalam jumlah besar cenderung berusaha
mempertahankan atau bahkan meningkatkan fungsi pengelolaan dan
pengawasannya terhadap perusahaan agar kinerja perusahaan juga dapat lebih
baik dan dapat bertahan dalam jangka panjang. Kepemilikan ini akan
mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebab dengan
besarnya saham yang dimiliki, pihak manajemen diharapkan akan bertindak lebih
hati-hati dalam mengambil keputusan. Kepemilikan manajerial sebagai salah satu
mekanisme corporate governance merupakan sarana monitoring yang efektif
yang dapat membawa pada kualitas pelaporan yang lebih tinggi, hal ini mencegah
auditor meragukan kelangsungan hidup perusahaan, sehingga tidak memberikan
opini going concern pada laporan keuangannya.
Hasil ini konsisten dengan penelitian Ballesta dan Garcia-Meca (2005)
yang melakukan penelitian di perusahaan-perusahaan non keuangan yang go
public di Spanyol menunjukkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang
lebih besar cenderung tidak menerima opini yang qualified (wajar dengan
pengecualian). Linoputri (2010) yang melakukan penelitian pada perusahaan
manufaktur di Indonesia menunjukkan bahwa dewan direksi yang memiliki saham
di perusahaan, dalam jumlah besar cenderung mencegah auditor meragukan
kelangsungan hidup perusahaan.
4.2.2. Dewan Komisaris
Dewan komisaris yang diproksikan dengan proporsi jumlah komisaris
independen pada tabel 4.12 di atas menunjukkan koefisien negatif sebesar 3,000
dengan tingkat signifikansi 0,146 > 0,05 yang berarti bahwa Ha2 ditolak. Hal
tersebut berarti bahwa proporsi jumlah komisaris independen tidak berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini mengartikan bahwa
perusahaan dengan jumlah proporsi komisaris independen yang tinggi tidak akan
mempengaruhi keputusan auditor dalam memberikan opini audit going concern
pada suatu perusahaan. Hasil temuan ini menunjukkan kurang efektifnya
keberadaan proporsi jumlah komisaris independen yang tinggi dalam membantu
keputusan auditor mengeluarkan opini going concern.
Tidak adanya pengaruh proporsi komisaris independen dalam mencegah
perusahaan dari penerimaan opini going concern kemungkinan karena
berdasarkan data penelitian, tidak ada perbedaan yang berarti dalam hal proporsi
komisaris independen pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang rata-rata
sebesar 29%. Dengan demikian menunjukkan bahwa komisaris independen belum
mampu melaksanakan fungsinya sebagai salah satu mekanisme corporate
governance secara maksimal dan posisi komisaris independen masih sebatas
untuk mematuhi regulasi yang ditetapkan Bapepam.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Ramadhany (2004) pada perusahan yang mengalami financial distress di BEI,
yang menyatakan komisaris independen tidak memberikan pengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern. Temuan empiris pada penelitian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ballesta dan Garcia-Meca (2005) yang
melakukan penelitian pada perusahaan-perusahaan non keuangan di Spanyol dan
memberikan hasil bahwa ukuran dewan komisaris tidak mempengaruhi
penerimaan opini audit. Penelitian ini juga sejalan dengan Linoputri (2010) yang
tidak berhasil menbuktikan keberadaan komisaris independen dalam membantu
auditor mengeluarkan keputusan opini going concern.
4.2.3. Komite Audit
Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel ukuran
komite audit yang diproksikan dengan ukuran komite audit pada suatu perusahaan
tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini dapat
terlihat dari uji hipotesis dimana nilai komite audit menunjukkan koefisien negatif
1,032 dengan tingkat signifikansi 0,076 > 0,05 yang berarti penelitian ini menolak
Ha3 yang menyatakan bahwa ukuran komite audit berpengaruh negative terhadap
penerimaan opini audit going concern.
Pada tabel 4.5 sebelumnya, hasil dari statistik deskriptif diperoleh hasil
bahwa rata-rata perusahaan yang menerima opini going concern dan perusahaan
yang menerima opini non going concern memperoleh nilai yang sama yaitu 3. Hal
ini menunjukkan besarnya ukuran komite audit pada perusahaan yang menerima
opini going concern dan perusahaan yang menerima opini non going concern
adalah sama. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa ukuran komite audit kurang
mampu menunjang efektivitas kinerja dari komite audit tersebut, posisi komite
audit masih sebatas untuk mematuhi peraturan dan persyaratan pencatatan
perusahaan di bursa. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat Pierce dan
Zahra (1992) dalam Anggarini (2010) karena seharusnya efektivitas komite audit
akan meningkat bila ukuran komite meningkat, karena memiliki sumber daya
lebih untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi oleh perusahaan.
Namun, hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ramadhany (2004), yang menyatakan komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian opini going concern oleh
auditor. Temuan empiris pada penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Linoputri (2010) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan
memberikan bukti empiris bahwa komite audit tidak berpengaruh negatif
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya,
maka pada bab ini akan diuraikan simpulan dan saran yang berhubungan dengan
penelitian ini.
5.1. Kesimpulan
Penelitian ini menguji faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan opini
audit going concern pada perusahaan go public. Faktor-faktor tersebut meliputi:
dewan direksi, dewan komisaris, dan komite audit, sedangkan proksi yang
digunakan untuk masing-masing variabel tersebut berturut-turut adalah :
kepemilikan manajerial oleh dewan direksi, proporsi jumlah komisaris
independen, dan jumlah komite audit.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan
adalah dewan direksi yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial. Hasil
penelitian ini tidak berhasil menemukan pengaruh dewan komisaris dan komite
audit terhadap penerimaan opini audit going concern pada suatu perusahaan. Hal
tersebut memberikan bukti secara empiris bahwa ketika auditor akan memberikan
opini audit going concern auditor juga memperhatikan kepemilikan manajerial
dalam suatu perusahaan sebagai pertimbangan dalam pemberian opini audit going
concern pada suatu perusahaan.
5.2. Keterbatasan Penelitian
1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini hanyalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Periode yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga tahun.
3. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel untuk mengetahui faktor-
faktor yang mungkin berpengaruh terhadap pemberian opini audit going
concern.
4. Pada penelitian ini proksi yang digunakan hanya menggunakan kepemilikan
manajerial, proporsi dewan komisaris, dan jumlah anggota komite audit,
dikarenakan keterbatasan data.
5.3. Saran
1. Dengan adanya berbagai keterbatasan di penelitian ini, diharapkan penelitian-
penelitian selanjutnya bisa dikembangkan dengan menambahkan beberapa
variabel tambahan yang dianggap mampu memberikan pengaruh lebih besar
terhadap pemberian opini audit going concern.
2. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat dikembangkan dengan
menambahkan periode penelitian menjadi lebih panjang.
3. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat memperluas populasi, sehingga
populasi yang digunakan dalam penelitian tidak hanya perusahaan
manufaktur.
4. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan proksinya jika
menggunakan variabel yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin B. R., 2004. “Peran Komisaris Independen dalam Mewujudkan Good
Corporate Governance di Tubuh Perusahaan Publik.” Pendidikan
Network, h.n.p. diakses tanggal 28 Februari 2011.
Ballesta, Juan P. S. and E. Garcia-Meca , 2005. “Audit Qualifications and
Corporate Governance in Spanish Listed Firms.” Managerial Auditing
Journal, Vol. 20, No. 7.
Boediono, Gideon SB., 2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan
Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII. Solo.
Carcello, J.V. and T. L. Neal, 2000. “Audit Committee Composition and Auditor
Reporting.” The Accounting Review, Vol. 75, No. 4, pp.453-467.
Darmawati, Deni, Khomsiyah, dan R.K. Rahayu, 2004. “Hubungan Corporate
Governance dan Kinerja Perusahaan.” Paper ini disajikan pada
Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, 2-3 Desember 2004.
Faizal, 2004. “Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme
Corporate Governance.” Paper ini disajikan pada Simposium Nasional
Akuntansi VII, Denpasar, 2-3 Desember 2004.
Firmansyah, R. Y., 2010. Pengaruh Quick Ratio, Banking Ratio, ROA, CAR,
Komite Audit, Prior Opinion, dan Kualitas Audit Terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern. Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.
Surabaya
Forum for Corporate Governance in Indonesia. “Peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit dalam Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)”.
http://www.google.com. Diakses pada 20 Maret 2011.
Hadiyana, Amalia. 2007. Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Pertumbuhan
Perusahaan, dan Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap Opini Audit
Going Concern. Skripsi. Malang : Program S1 Jurusan Akuntansi
Universitas Brawijaya.
Herawaty, Vinola, 2008. “Peran Corporate Governance sebagai Moderating
Variable dari Pengaruh Earning Management terhadap Nilai Perusahaan.”
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.10 No.2.
Indriantoro, Nur dan B. Supomo, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen Edisi I. Yogyakarta. BPFE
Januarti, I., 2008. “Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,
Kepemillikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Going Concern.”
Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi XII.
Jensen, Michael C. dan William H. Meckling, 1976. “Theory of The Firm:
Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal
of Financial Economics, Vol.3 No. 4.
Kaihatu, Thomas, 2006. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia.” Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8 No.1 Maret
2006. Diakses pada 12 Maret 2011.
Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006. “Pedoman Umum Good
Corporate Governance Indonesia.” http://www.google.com. Diakses pada
12 April 2011.
Linoputri, F.P., 2010. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Semarang
Midiastuty, Pratana P. dan Mas’ud Machfoedz. 2003. Analisis Hubungan
Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba.
Simposium Nasional Akuntansi VI. Surabaya.
Nasution M. dan Doddy Setiawan, 2007. “Pengaruh Corporate Governance
terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia.” Paper
disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Petronila, T.A., 2004. “Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
terhadap Opini Audit Going Concern.” STIE STIKUBANK.
Praptitorini, M. D. dan I. Januarti , 2007. “Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going
Concern.” Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X,
Universitas Hasanuddin.
Ramadhany, A., 2004. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan
Opini Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami
Financial Distress di Bursa Efek Jakarta.” http://www.google.com.
Diakses tanggal 30 April 2011.
Samanta, N., Tirthankar Das, 2009. “Role of Auditors in Corporate Governance”.
working paper, www.SSRN.com.
Santosa, Arga F. dan Linda K. Wedari, 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern.”
JAAI, Vol.11 No.3.
Setyarno, Eko B., I. Januarti, dan Faisal, 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan terhadap Opini Going Concern.” Paper disajikan pada
Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.
Shleifer, A dan R. W. Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal
of Finance Vol. 52 No. 2
Siallagan, Hamonangan dan Machfoedz, Mas’ud. 2006. Mekanisme Corporate
Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional
Akuntansi IX.
Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka, 2007. “Mekanisme Corporate Governance,
Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan.” Paper disajikan pada
Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wedari, Linda K., 2004. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan
Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba.” Paper
disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi VII, Denpasar, Bali, 2-3
Desember 2004.
Lampiran 1
Daftar Perusahaan Sampel
No Kode
Emiten Nama
1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk
3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk
4 APLI Asiaplast Industries Tbk
5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk
6 BRPT Barito Pacific Tbk
7 CNTX Centex Tbk
8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk
9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk
10 GJTL Gajah Tunggal Tbk
11 HADE HD Capital Tbk
12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk
13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk
14 KARW Karwell Indonesia Tbk
15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk
16 KICI Kedaung Indah Can Tbk
17 MLIA Mulia Industrindo Tbk
18 MYRX Hanson International Tbk
19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk
20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk
21 PBRX Pan Brothers Tbk
22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk
23 PTSN Sat Nusapersada Tbk
24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk
25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk
26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk
27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk
28 SPMA Suparma Tbk
29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk
30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk
31 UNTX Unitex Tbk
Lampiran 2
Statistik Deskriptif
Dewan Direksi (X1)
No Kode
Emiten Nama 2008 2009 2010
1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 0 0 0
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 0 0 0
3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 0 0 0
4 APLI Asiaplast Industries Tbk 1 1 1
5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 0 0 0
6 BRPT Barito Pacific Tbk 0 0 0
7 CNTX Centex Tbk 0 0 0
8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 0 0 1
9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 0 0 0
10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 0 0 0
11 HADE HD Capital Tbk 0 0 0
12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 0 0 0
13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 0 0 0
14 KARW Karwell Indonesia Tbk 0 0 0
15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 1 0 0
16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 1 1 1
17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 0 0 0
18 MYRX Hanson International Tbk 0 0 0
19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 0 0 0
20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 0 0 0
21 PBRX Pan Brothers Tbk 0 0 0
22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 0 0 0
23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 1 1 1
24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 0 0 0
25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 0 0 0
26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 0 0 0
27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 0 0 0
28 SPMA Suparma Tbk 0 0 0
29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 0 0 0
30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 0 0 0
31 UNTX Unitex Tbk 0 0 0
Ringkasan Kepemilikan Manajerial
2008 2009 2010 Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Ada
Kepemilikan 4 12.90% 3 9.68% 4 12.90% 11 11.83%
Tidak Ada
Kepemilikan 27 87.10% 28 90.32% 27 87.10% 82 88.17%
Jumlah 31 100% 31 100% 31 100% 93 100%
Dewan Komisaris (X2)
No Kode
Emiten Nama 2008 2009 2010
1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 0.333 0.333 0.333
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 0.400 0.286 0.286
3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 0.500 0.500 0.500
4 APLI Asiaplast Industries Tbk 0.333 0.333 0.333
5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 0.400 0.500 0.500
6 BRPT Barito Pacific Tbk 0.333 0.600 0.600
7 CNTX Centex Tbk 0.333 0.333 0.333
8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 0.333 0.333 0.333
9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 0.500 0.500 0.667
10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 0.429 0.429 0.375
11 HADE HD Capital Tbk 0.333 0.500 0.500
12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 0.200 0.200 0.200
13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 0.500 0.500 0.500
14 KARW Karwell Indonesia Tbk 0.500 0.500 0.333
15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 0.500 0.500 0.333
16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 0.333 0.333 0.333
17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 0.333 0.333 0.333
18 MYRX Hanson International Tbk 0.333 0.667 0.500
19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 0.250 0.250 0.250
20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 0.333 0.333 0.333
21 PBRX Pan Brothers Tbk 0.333 0.111 0.333
22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 0.143 0.333 0.333
23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 0.333 0.333 0.333
24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 0.333 0.333 0.333
25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 0.250 0.250 0.333
26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 0.333 0.333 0.333
27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 0.667 0.333 0.500
28 SPMA Suparma Tbk 0.400 0.400 0.400
29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 0.333 0.333 0.333
30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 0.200 0.500 0.400
31 UNTX Unitex Tbk 0.333 0.333 0.250
Ringkasan Komisaris Independen
N Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Dewan Komisaris 93 0.111 0.667 0.37396 0.109354
Komite Audit (X3)
No Kode
Emiten Nama 2008 2009 2010
1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 3 3 3
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 3 3 3
3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 3 3 3
4 APLI Asiaplast Industries Tbk 3 3 3
5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 3 3 3
6 BRPT Barito Pacific Tbk 3 3 3
7 CNTX Centex Tbk 3 3 3
8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 3 3 3
9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 3 3 3
10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 3 3 3
11 HADE HD Capital Tbk 3 3 3
12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 3 3 3
13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 3 3 3
14 KARW Karwell Indonesia Tbk 2 2 2
15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 0 3 3
16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 3 3 3
17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 3 3 3
18 MYRX Hanson International Tbk 3 3 3
19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 4 4 4
20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 2 3 3
21 PBRX Pan Brothers Tbk 3 3 3
22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 3 3 3
23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 3 3 3
24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 3 3 3
25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 3 3 3
26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 3 3 3
27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 3 3 3
28 SPMA Suparma Tbk 3 3 3
29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 3 3 3
30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 2 3 3
31 UNTX Unitex Tbk 3 3 3
Ringkasan Komite Audit
N Minimum Maksimum Rata-Rata Standar Deviasi
Komite Audit 93 0.000 4.000 2.94624 0.426451
Opini Audit Going Concern
No Kode
Emiten Nama 2008 2009 2010
1 ADES Akasha Wira International Tbk Tbk 1 1 1
2 ADMG Polychem Indonesia Tbk 1 1 1
3 AKKU Aneka Kemasindo Utama Tbk 0 1 0
4 APLI Asiaplast Industries Tbk 0 0 0
5 BIMA Primarindo Asia Infrastructure Tbk 1 1 1
6 BRPT Barito Pacific Tbk 1 0 0
7 CNTX Centex Tbk 1 1 1
8 DPNS Duta Pertiwi Nusantara Tbk 0 0 0
9 ESTI Ever Shine Textile Industry Tbk 0 0 0
10 GJTL Gajah Tunggal Tbk 0 0 0
11 HADE HD Capital Tbk 0 0 0
12 INAI Indal Aluminium Industry Tbk 0 0 0
13 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works Ltd Tbk 1 1 1
14 KARW Karwell Indonesia Tbk 1 1 1
15 KBRI Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk 1 0 1
16 KICI Kedaung Indah Can Tbk 0 0 0
17 MLIA Mulia Industrindo Tbk 1 1 1
18 MYRX Hanson International Tbk 1 0 0
19 MYTX APAC Citra Centertex Tbk 1 1 1
20 PAFI Panasia Filament Inti Tbk 1 0 0
21 PBRX Pan Brothers Tbk 0 0 0
22 POLY Asia Pacific Fibers Tbk. Tbk 1 1 1
23 PTSN Sat Nusapersada Tbk 0 0 0
24 RICY Ricky Putra Globalindo Tbk 0 0 0
25 SAIP Surabaya Agung Industry Pulp Tbk 1 1 1
26 SCPI Schering Plough Indonesia Tbk 0 0 0
27 SIMM Surya Intrindo Makmur Tbk 1 1 1
28 SPMA Suparma Tbk 0 0 0
29 TFCO Tifico Fiber Indonesia Tbk 1 1 1
30 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk 0 0 0
31 UNTX Unitex Tbk 1 1 1
Ringkasan Penerimaan Opini Audit
2008 2009 2010 Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
GCAO 17 54.84% 14 45.16% 14 45.16% 45 48.39%
NGCAO 14 45.16% 17 54.84% 17 54.84% 48 51.61%
Jumlah 31 100% 31 100% 31 100% 93 100%
Lampiran 3
Regresi Logistik
Block 0: Beginning Block
Case Processing Summary
93 100.0
0 .0
93 100.0
0 .0
93 100.0
Unweighted Casesa
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Selected Cases
Unselected Cases
Total
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value
Non_Going_Concern
Going_concern
Internal Value
Iteration Historya,b,c
128.829 -.065
128.829 -.065
Iteration
1
2
Step
0
-2 Log
likelihood Constant
Coefficients
Constant is included in the model.a.
Initial -2 Log Likelihood: 128.829b.
Estimation terminated at iteration number 2 because
parameter estimates changed by less than .001.
c.
Classification Tablea,b
48 0 100.0
45 0 .0
51.6
Observed
Non_Going_Concern
Going_concern
Opini_Audit
Overall Percentage
Step 0
Non_Going_
Concern
Going_
concern
Opini_Audit
Percentage
Correct
Predicted
Constant is included in the model.a.
The cut value is .500b.
Variables in the Equation
-.065 .207 .097 1 .756 .938ConstantStep 0
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variables not in the Equation
7.714 1 .005
.863 1 .353
.598 1 .439
11.594 3 .009
Dewan_Direksi
Dewan_Komisaris
Komite_Audit
Variables
Overall Statistics
Step
0
Score df Sig.
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
116.229 3.608 -2.065 -2.847 -.802
115.427 4.180 -2.801 -2.993 -.973
115.369 4.341 -3.063 -2.999 -1.026
115.369 4.359 -3.092 -2.999 -1.032
115.369 4.359 -3.093 -3.000 -1.032
Iteration
1
2
3
4
5
Step
1
-2 Log
likelihood Constant
Dewan_
Direksi
Dewan_
Komisaris Komite_Audit
Coefficients
Method: Entera.
Constant is included in the model.b.
Initial -2 Log Likelihood: 128.829c.
Estimation terminated at i teration number 5 because parameter estimates changed by
less than .001.
d.
Omnibus Tests of Model Coefficients
13.460 3 .004
13.460 3 .004
13.460 3 .004
Step
Block
Model
Step 1
Chi-square df Sig.
Model Summary
115.369a .135 .180
Step
1
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke
R Square
Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
a.
Hosmer and Lemeshow Test
4.806 6 .569
Step
1
Chi-square df Sig.
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
10 9.442 0 .558 10
4 5.172 4 2.828 8
9 8.942 7 7.058 16
6 4.475 3 4.525 9
1 .465 0 .535 1
13 14.767 21 19.233 34
3 3.566 7 6.434 10
2 1.170 3 3.830 5
1
2
3
4
5
6
7
8
Step
1
Observed Expected
Opini_Audit = Non_
Going_Concern
Observed Expected
Opini_Audit = Going_
concern
Total
Classification Tablea
25 23 52.1
12 33 73.3
62.4
Observed
Non_Going_Concern
Going_concern
Opini_Audit
Overall Percentage
Step 1
Non_Going_
Concern
Going_
concern
Opini_Audit
Percentage
Correct
Predicted
The cut value is .500a.
Variables in the Equation
-3.093 1.282 5.822 1 .016 .045 .004 .560
-3.000 2.065 2.110 1 .146 .050 .001 2.851
-1.032 .581 3.159 1 .076 .356 .114 1.112
4.359 2.064 4.459 1 .035 78.211
Dewan_Direksi
Dewan_Komisaris
Komite_Audit
Constant
Step
1a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Lower Upper
95.0% C.I.for EXP(B)
Variable(s) entered on step 1: Dewan_Direksi, Dewan_Komisaris, Komite_Audit.a.
Correlation Matrix
1.000 -.408 -.560 -.922
-.408 1.000 .081 .426
-.560 .081 1.000 .215
-.922 .426 .215 1.000
Constant
Dewan_Direksi
Dewan_Komisaris
Komite_Audit
Step
1
Constant
Dewan_
Direksi
Dewan_
Komisaris Komite_Audit
Frequency Table
Descriptives
Dew an_Direksi
82 88.2 88.2 88.2
11 11.8 11.8 100.0
93 100.0 100.0
Tdk_Ada_Kepemil ikan
Ada_Kepemilikan
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Opini_Audit
48 51.6 51.6 51.6
45 48.4 48.4 100.0
93 100.0 100.0
Non_Going_Concern
Going_concern
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Descriptive Statistics
93 .000 1.000 .11828 .324689
93 .111 .667 .37396 .109354
93 .000 4.000 2.94624 .426451
93 .000 1.000 .48387 .502448
93
Dewan_Direksi
Dewan_Komisaris
Komite_Audit
Opini_Audit
Valid N (l istwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation