Post on 06-Sep-2020
PENGARUH CAMPURAN LIMBAH TONGKOL JAGUNG, BATANG
SINGKONG DAN BATU BARA DENGAN PEREKAT TAPIOKA
TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOCOAL
Skripsi
Oleh
Aditya Haidar Primandoko
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH CAMPURAN LIMBAH TONGKOL JAGUNG, BATANG
SINGKONG DAN BATU BARA DENGAN PEREKAT TAPIOKA
TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOCOAL
Oleh
Aditya Haidar Primandoko
Briket batu bara merupakan bahan bakar alternatif atau sebagai pengganti bahan
bakar lain. Briket biocoal, komposisinya tidak hanya terdiri dari kapur dan zat
perekat namun ditambahkan campuran biomassa didalamnya sebagai substansi
untuk mengurangi emisi dan mempercepat pembakaran. Dalam pembuatan briket
ini membutuhkan bahan perekat untuk mengikat partikel-partikel biomassa dan
batu bara. Biomassa yang digunakan yaitu batang singkong dan tongkol jagung.
Biomassa ini sangat potensial untuk digunakan, karena menjadi salah satu
permasalahan lingkungan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan komposisi campuran limbah tongkol jagung dan batang singkong
dengan batu bara menjadi briket biocoal dengan perekat tapioka yang tepat
sehingga menghasilkan briket bio-coal yang baik.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2019 di Laboratorium Daya
dan Alat Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial. Penelitian ini terdiri dari dua faktor yaitu faktor
pertama (P) adalah perbandingan komposisi bahan batu bara : batang singkong :
tongkol jagung yang terdiri dari 4 taraf yaitu perbandingan 50% : 25% : 25%,
55% : 22,5% : 22,5%, 60% : 20% : 20% dan 65% : 17,5% : 17,5%. Faktor kedua
(K) adalah komposisi perekat tapioka yang terdiri dari 3 taraf yaitu konsentrasi
perekat 15%; 17,5%; dan 20%. Masing-masing perlakuan mengalami
pengulangan (U) sebanyak 3 kali sehinga didapat 36 unit percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perbandingan komposisi bahan
dan konsentrasi perekat berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan nilai shatter
resistance (p > 0,05). Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan Perlakuan
P1K1 menghasilkan kerapatan tertinggi sebesar 0,423 g/cm3. 13,89% dari seluruh
unit percobaan dengan kadar air lebih dari 8% dan 86,11% dengan kadar air
dibawah 8%. Nilai kalor tertinggi dihasilkan perlakuan P4 sebesar 5150,4 kal/g.
Laju pembakaran briket terbesar dihasilkan perlakuan P2K1 dan P4K1 sebesar 0,43
g/menit. Peningkatan suhu dasar plat pemasakan (panci) yaitu selama 6 menit
awal. Suhu maksimum yang dapat dicapai pada setiap perlakuan P berkisar antara
295-299 oC dan yang terendah yaitu 256 oC dan briket yang dihasilkan dapat
bertahan dengan suhu diatas 180 oC selama 14 – 34 menit. Perlakuan P1K1
menghasilkan nilai shatter resistance index tertinggi sebesar 99,75%.
Kata Kunci : briket bio-coal, biomassa, laju pembakaran briket, nilai kalor.
ABSTRACT
THE EFFECT OF THE MIXTURE OF CORNCOB WASTE, CASSAVA
STEMS AND COAL WITH TAPIOCA ADHESIVE ON THE QUALITY OF
BIOCOAL BRIQUETTES
By
Aditya Haidar Primandoko
Coal briquette is an alternative fuel or as a substitute for other fuels. Biocoal
briquettes, the composition not only consists of calcium and adhesive but also
added a mixture of biomass in it as a substance to reduce emissions and accelerate
combustion. In making briquettes, it require adhesives to bind biomass and coal
particles. The biomass use casson stone and corncob. This biomass is very
potential to be used, because it is one of the environmental problems in Indonesia.
This research purpose to determine the composition the waste mixed of corncob
and cassion stone with coal to be biocoal briquettes with appropriate tapioca glues
to produce good bio-coal briquettes.
This research was held in March to May 2019 at the Laboratory Energy and
Enginery of Agriculture, Department Agriculture Engineering, Faculty of
Agriculture, University of Lampung. The method of this research is Completely
Randomized Design Factorial. This research had two factors, the first factor (P) is
comparison of composition material coal: corncob: cassion stone had four levels,
50%: 25%: 25%; 55%: 22,5%: 22,5%; 60%: 20%: 20%; 65%: 17,5%: 17,5%. The
second factor (K) is composition of adhesive had three levels, composition of
20%, 17,5% and 15%. Several experiment had repetition (U) by 3 times, with the
result get 36 exprimental units.
Result of research show the treatment of comparison of compostion material and
adhesive is significant of density and shatter resistance value (p > 0,05). From
result of research did, treatment of P1K1 produced high density by 0,423 g/cm3.
13,89% from all of experimental units with bigger moisture content than 8% and
86,11% with under moisture content 8%. Optimal heating value produced of P4 by
5150,4 kal/g. The best of combustion rate produced of P2K1 and P4K1 by 0,43
g/minute. The base temperature of the pan base is 6 minutes start duration.
Maximum temperature reach of every treatment P about 295-299 oC and minimum
temperature is 256 oC and brickets of produce can keep with temperature on
180oC during 14 – 34 minutes. The treatment of P1K1 produce high shatter
resistance index value by 99,75%.
Keywords: Biocoal briquettes, biomass, combustion rate of briquettes, heating
value.
PENGARUH CAMPURAN LIMBAH TONGKOL JAGUNG, BATANG
SINGKONG DAN BATU BARA DENGAN PEREKAT TAPIOKA
TERHADAP KUALITAS BRIKET BIOCOAL
Oleh
Aditya Haidar Primandoko
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul Skripsi : PENGARUH CAMPURAN LIMBAH TONGKOL
JAGUNG, BATANG SINGKONG DAN BATU BARA
DENGAN PEREKAT TAPIOKA TERHADAP
KUALITAS BRIKET BIOCOAL
Nama Mahasiswa : Aditya Haidar Primandoko
NPM : 1514071079
Jurusan/ PS : Teknik Pertanian
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Tamrin, M.S. Dr. Ir Sandi Asmara, M.Si.
NIP. 196212311987031030 NIP. 196210101989021002
2. Ketua Jurusan Teknik Pertanian
Dr. Ir. Agus Haryanto M.P. NIP. 196505271993031002
LEMBAR PENGESAHAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Ir. Tamrin, M.S. _____________
Sekretaris : Dr. Ir Sandi Asmara, M.Si. _____________
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir . R.A. Bustomi Rosadi , M.S. _____________
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S.
NIP 196110201986031002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 09 Oktober 2019
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA
Saya adalah Aditya Haidar Primandoko NPM 1514071079
Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah
hasil karya saya yang dibimbing oleh Komisi Pembimbing, 1) Dr. Ir. Tamrin,
M.S. dan 2) Dr. Ir Sandi Asmara, M.Si. berdasarkan pada pengetahuan dan
informasi yang telah saya dapatkan. Karya ilmiah ini berisi material yang dibuat
sendiri dan hasil rujukan beberapa sumber lain (buku, jurnal, dll) yang telah
dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain bukanlah hasil dari plagiat karya
orang lain.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila
dikemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, maka saya siap
mempertanggungjawabkannya.
Bandar Lampung, 09 Oktober 2019
Yang membuat pernyataan
(Aditya Haidar Primandoko)
NPM. 1514071079
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Gajah, Kabupaten Lampung
Tengah pada tanggal 16 April 1996, sebagai anak kedua
dari lima bersaudara keluarga Bapak Danu Andriyono
dan Ibu Supadmi. Penulis menyelesaikan pendidikan
mulai dari Taman Kanak-Kanak Pertiwi pada tahun
2003, SD Negeri 2 Rejo Basuki pada tahun 2003 – 2009,
SMP Negeri 1 Seputih Raman pada tahun 2009 – 2012, SMA Negeri 3 Metro
pada tahun 2012 – 2015 dan terdaftar sebagai mahasiswa S1 Teknik Pertanian di
Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur Seleksi Mandiri Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis
terdaftar aktif diberbagai unit lembaga kemahasiswaan sebagai :
1. Anggota Bidang Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Persatuan Mahasiswa
Teknik Pertanian (PERMATEP) Fakultas Pertanian Universitas Lampung
periode 2016/2017.
2. Anggota Divisi Advokasi Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Indonesia
(IMATETANI) periode 2016/2017.
Pada bidang Akademik Penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah
Motor Bakar dan Mesin Pertanian pada tahun 2018. Pada tahun 2019 penulis
melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Periode I tahun 2019
di Desa Sidomulyo, Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Lampung Utara sebagai
Koordinator Desa (Kordes) dan melaksanakan kegiatan Praktik Umum (PU) di
Petani Cinta Bumi Nusantara Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan judul
laporan “Sistem Pertanian Organik Pada Budidaya Sayuran Kale Keriting
(Brassica Oleracea Acephala) Di Petani Cinta Bumi Nusantara”. Penulis
mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian (STP) S1 Teknik Pertanian pada
tahun 2019 dengan menghasilkan skripsi yang berjudul “Pengaruh Campuran
Limbah Tongkol Jagung, Batang Singkong Dan Batu Bara Dengan Perekat
Tapioka Terhadap Kualitas Briket Biocoal”.
“Kupersembahkan karya kecil ini untuk
Keluargaku tercinta
Papa Danu Andriyono, Mama Supadmi, Abang Faras Haidar Primandoko,
Adik Syafira, Adik Abiseka Haidar Primandoko,
Adik Dimas Haidar Primandoko dan Ajeng Ayu Syaifa Pratiwi”
Serta
“Kepada Almamater Tercinta”
Teknik Pertanian Universitas Lampung Angkatan 2015
Traktor Jaya Perkasa
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam
penyusunan skripsi ini. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada
syuri tauladan Nabi Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabatnya.
Aamiin.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Campuran Limbah Tongkol Jagung, Batang
Singkong Dan Batu Bara Dengan Perekat Tapioka Terhadap Kualitas Briket
Biocoal” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian (S. T. P.) di Universitas Lampung.
Penulis memahami dalam penyusunan skripsi ini begitu banyak cobaan, suka dan
duka yang dihadapi, namun berkat ketulusan doa, semangat, bimbingan, motivasi,
dan dukungan orang tua serta berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Maka pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., selaku dekan Fakultas Pertanian yang
telah membantu dalam administrasi skripsi ini.
2. Dr. Ir. Agus Haryanto M.P. selaku ketua jurusan yang telah membantu
administrasi dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Tamrin, M.S. selaku pembimbing pertama yang telah memberikan
bimbingan, saran, dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikanya
skripsi ini.
4. Dr. Ir Sandi Asmara, M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
berbagai masukan, bimbingan, dan motivasinya dalam penyelesaian skripsi
ini.
5. Prof. Dr. Ir . R.A. Bustomi Rosadi , M.S. selaku pembahas sekaligus
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, motivasi,
dan perbaikan selama penyusunan skripsi sehingga penulis dapat
menyelesaikanya skripsi ini.
6. Papa, mama, abang, dan adik-adik tercinta yang telah memberikan kasih
sayang, dukungan moral, material dan doa.
7. Ajeng Ayu Syaifa Pratiwi yang selalu membantu baik dalam penyusunan
skripsi ini maupun yang lainnya.
8. Mahasiswa Teknik Pertanian Angkatan 2015 yang telah memberikan bantuan
tenaga dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
Bandarlampung, 09 Oktober 2019
Penulis,
Aditya Haidar Primandoko
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
1.5 Hipotesis ................................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7
2.1 Tanaman Jagung ....................................................................................... 7
2.2 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung ............. 8
2.3 Potensi Limbah Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar ........................... 8
2.4 Tanaman Singkong ................................................................................... 9
2.5 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Singkong ....... 10
2.6 Potensi Limbah Batang Singkong Sebagai Bahan Bakar ....................... 11
2.7 Batu Bara ................................................................................................ 13
2.8 Jenis Batu Bara ....................................................................................... 14
ii
2.9 Proses Terbentuknya Batu Bara .............................................................. 15
2.10 Biomassa ................................................................................................. 16
2.11 Briket.......................................................................................................18
2.12 Jenis Briket ............................................................................................. 18
2.12.1 Briket Berbasis Batu Bara ........................................................ 18
2.12.2 Mutu dan Keunggulan Briket Batu Bara .................................. 19
2.12.3 Biobriket ................................................................................... 20
2.13 Prosedur Pembuatan Briket .................................................................... 21
2.13.1 Pengeringan Bahan Baku .......................................................... 22
2.13.2 Karbonasi .................................................................................. 22
2.13.3 Pengecilan Ukuran Bahan Baku ............................................... 23
2.13.4 Pencampuran Bahan Baku Dengan Perekat ............................. 24
2.13.5 Pencetakan Briket ..................................................................... 25
2.13.6 Pengeringan Briket ................................................................... 26
2.14 Kualitas Briket ........................................................................................ 26
2.15 Proses Pembakaran Briket ...................................................................... 28
2.16 Perekat Tapioka ...................................................................................... 29
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 30
3.1 Tempat dan waktu penelitian .................................................................. 30
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 30
3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 31
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................. 32
3.4.1 Persiapan Alat Dan Bahan ........................................................ 34
3.4.2 Pengecilan Limbah Tongkol Jagung, Limbah Batang
Singkong Dan Batu Bara .......................................................... 34
3.4.3 Pengeringan Limbah Tongkol Jagung, Limbah Batang
Singkong Dan Batu Bara .......................................................... 34
3.4.4 Penggilingan Cacahan Limbah Tongkol Jagung, Limbah
Batang Singkong Dan Batu Bara .............................................. 35
3.4.5 Pencampuran Serbuk Limbah Tongkol Jagung, Limbah
Batang Singkong dan Batu bara dengan Perekat Tapioka ........ 35
3.4.6 Pencetakan Briket ..................................................................... 36
3.4.7 Pengeringan Briket ................................................................... 37
iii
3.4.8 Tahap Pengujian Mutu .............................................................. 37
3.4.8.1 Kerapatan ................................................................... 38
3.4.8.2 Kadar Air ................................................................... 38
3.4.8.3 Nilai Kalor ................................................................. 39
3.4.8.4 Laju Pembakaran ....................................................... 40
3.4.8.5 Suhu Dasar Plat Pemasakan Saat Pembakaran .......... 41
3.4.8.6 Shatter Resistance Index ............................................ 41
3.4.8.7 Analisis Data.............................................................. 42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 43
4.1 Briket Biocoal ......................................................................................... 43
4.2 Kerapatan ................................................................................................ 44
4.3 Kadar Air ................................................................................................ 46
4.4 Nilai Kalor .............................................................................................. 47
4.5 Laju Pembakaran .................................................................................... 49
4.6 Suhu Dasar Plat Pemasakan Saat Pembakaran ....................................... 51
4.7 Shatter Resistance Index
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 60
5.2 Saran........................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 62
LAMPIRAN ......................................................................................................... 67
.........................................................................56
5.1 Simpulan ............................................................................................. 60
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi, luas panen, dan produktivitas ubikayu di Provinsi Lampung .......... 12
2. Klasifikasi Batu Bara ........................................................................................ 15
3. Standar kualitas mutu briket secara internasional di beberapa negara .............. 28
4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka ................................................................... 29
5. Tabulasi data RAL faktorial .............................................................................. 32
6. Tata Letak Percobaan ........................................................................................ 32
7. Formulasi persentase bahan baku...................................................................... 36
8. Interaksi Antara Perbandingan Komposisi Bahan Dan Konsentrasi Perekat
Terhadap Kerapatan Briket ............................................................................... 44
9. Uji BNT Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kerapatan Briket ................ 45
10. Uji BNT Pengaruh Perbandingan Komposisi Bahan Terhadap Laju
Pembakaran Briket. ......................................................................................... 49
11. Uji BNT Pengaruh Konsentrasi Perekat Terhadap Laju Pembakaran Briket. 50
12. Interaksi Perbandingan Komposisi Bahan Dan Konsentrasi Perekat
Terhadap Shatter Resistance Index Briket ...................................................... 57
13. Uji BNT Perbandingan Komposisi Bahan Terhadap Shatter Resistance
Index. ............................................................................................................... 57
14. Uji BNT Konsentrasi Perekat Terhadap Nilai Shatter Resistance Index
Briket ............................................................................................................... 58
15. Uji Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perbandingan Komposisi Bahan Baku
dan Konsentrasi Perekat Terhadap Kerapatan Briket. .................................... 68
v
16. Uji Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perbandingan Komposisi Bahan Baku
dan Konsentrasi Perekat Terhadap Laju Pembakaran Briket .......................... 68
17. Uji Analisis Sidik Ragam Pengaruh Perbandingan Komposisi Bahan Baku
dan Konsentrasi Perekat Terhadap Shatter Resistance Index Briket .............. 69
18. Data kerapatan briket (g/cm3). ........................................................................ 70
19. Data Nilai Shatter Resistance Index (%) briket. ............................................. 70
20. Data Laju Pembakaran (g/menit) briket. ......................................................... 70
21. Data Kadar Air (%) briket. .............................................................................. 71
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Limbah tongkol jagung ....................................................................................... 9
2. Limbah batang singkong .................................................................................. 12
3. Biobriket ............................................................................................................ 21
4. Bagan alir pembuatan briket tanpa karbonisasi ................................................ 22
5. Bagan alir pembuatan briket terkarbonisasi ...................................................... 22
6. Tepung Tapioka ................................................................................................ 25
7. Bagan alir penelitian. ........................................................................................ 33
8. Mesin Pengepres ............................................................................................... 37
9. Briket Biocoal ................................................................................................... 43
10. Hubungan antara perbandingan komposisi bahan dan konsentrasi perekat
terhadap kadar air briket.................................................................................. 46
11. Pengaruh perbandingan komposisi bahan terhadap nilai kalor briket ............ 48
12. Perubahan suhu dasar plat pemasakan (panic) pada saat pembakaran ........... 53
13. Penggilingin Batang Singkong ........................................................................ 72
14. Penjemuran Cacahan Batang Singkong ......................................................... 72
15. Hasil Penggilingin Tongkol Jagung ................................................................ 73
16. Penggilingin Batubara ..................................................................................... 73
17. Pencampuran Bahan Baku Batubara dan Biomassa ....................................... 74
18. Pembuatan Perekat Tapioka ............................................................................ 74
vii
19. Proses Pencetakan Briket ................................................................................ 75
20. Proses Penjemuran Briket ............................................................................... 75
21. Proses Penimbangan Briket ............................................................................ 76
22. Pengukuran Nilai Kalor Menggunakan Bomb Calorimeter ............................ 76
23. Pengukuran Suhu Dasar Plat Pemasakan ........................................................ 77
24. Uji Nilai Shatter Resistance Index .................................................................. 78
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris, mempunyai sumber energi biomassa yang
melimpah. Salah satu sumber energi biomassa di Indonesia yang potensial adalah
limbah pertanian, seperti sekam padi, jerami, ampas tebu, batang singkong dan
tongkol jagung serta limbah-limbah pertanian atau perkebunan lainnya. Limbah
pertanian yang cukup potensial untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif adalah
tongkol jagung dan batang singkong, karena ketersediaannya yang melimpah
namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurut data Departemen
Pertanian (2007), produksi jagung rata-rata diperkirakan sebanyak 12.193.101 ton
per tahun. Dari produksi jagung tersebut diperkirakan akan menghasilkan limbah
sebanyak 8.128.734 ton tongkol jagung per tahun.
Indonesia menempati urutan ketiga sebagai negara produsen singkong terbesar di
dunia setelah Thailand dan Nigeria dengan produksi singkong sebesar 9,26% dan
rata-rata produksi sebesar 23,90 juta ton. Di Indonesia, Provinsi Lampung
menempati urutan pertama sebagai sentra produksi singkong dengan rata-rata luas
panen singkong mencapai 295,55 ribu hektar dengan kontribusi luas panen
mencapai 27,71% dan rata-rata produksi singkong mencapai 7,74 ton dengan
2
kontribusi produksi mencapai 33,93% (Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian, 2016).
Pemanfaatan tanaman singkong selama ini difokuskan pada bagian ubi dan daun
untuk kebutuhan pangan, pakan ternak, industri olahan (gaplek, chips dan tapioka)
dan bahan energi baru terbarukan. Sedangkan pemanfaatan dari batang singkong
selama ini belumlah optimal, karena hanya 10% dari tinggi batang singkong yang
dimanfaatkan untuk ditanam kembali (bibit), dan 90% sisanya merupakan limbah
yang tidak dimanfaatkan (Sumada, dkk, 2011). Sementara, petani singkong hanya
menumpuk limbah batang singkong lalu membakarnya dikarenakan hanya
menjadi sarang tikus dan organisme penggangu tanaman lainnya yang
dikhawatirkan menyerang tanaman singkong dan tanaman pertanian lainnya.
Limbah batang singkong merupakan biomassa yang memiliki kandungan
lignoselulosa yang cukup besar, yaitu terdiri dari 56,82% α-selulosa, 21,72%
lignin, 21,45% Acid Detergent Fiber (ADF), dan 0,05 – 0,5 cm panjang serat
(Sumada, dkk, 2011). Biomassa limbah batang singkong dapat dikembangkan
lebih lanjut sebagai bahan bakar karena selulosa, lignin, dan bahan ekstraktif
lainnya yang terkandung pada limbah batang singkong mempunyai nilai kalor
yang cukup tinggi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Setiowati dan Tirono
(2014) bahwa biomassa memiliki difusi termal yang baik diakibatkan tingginya
kandungan selulosa dan lignin yang terdapat di dalam bahan biomassa.
Briket batu bara merupakan bahan bakar alternatif atau sebagai pengganti bahan
bakar lain seperti minyak dan gas. Penggunaan bahan bakar batu bara harus lebih
3
ditingkatkan mengingat pada masa ini dunia sedang mengalami krisis minyak dan
gas. Hal ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya harga minyak mentah
dipasaran Internasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan fosil
sedangkan kebutuhan terus meningkat. Bahan bakar berupa briket batu bara ini
merupakan bahan bakar alternatif yang murah dan dapat dikembangkan secara
masal dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan peralatan yang
digunakan relatif sederhana. Untuk memperoleh briket batu bara yang baik
diperlukan batu bara dengan kualitas yang bagus, terutama memiliki kandungan
sulfur dan abu yang rendah. Briket batu bara sangat ekonomis dan dapat
menghasilkan kalori pembakaran yang cukup panjang. Satu kilogram briket batu
bara dapat dipakai hingga 8 jam dengan pembakaran yang relatif konstan. Briket
batu bara ini sangat cocok untuk dipakai pada kebutuhan akan energi yang banyak
dengan durasi pembakaran yang panjang contohnya seperti pada industri rumah
tangga (Adrihimura, 2009).
Salah satu kelemahan briket batu bara yaitu sulit dinyalakan dibandingkan dengan
bahan bakar lainnya karena batu bara sulit terbakar pada awal penyalaan dan
dipengaruhi ukuran briket. Hal ini juga mempengaruhi laju pembakaran yang
relatif lama. Dengan permasalahan tersebut, dibutuhkan sebuah briket batu bara
yang harus memiliki laju pembakaran yang cepat sehingga dapat digunakan sesuai
dengan kebutuhannya. Laju pembakaran pada briket batu bara dapat dipercepat
dengan mencampurkan bahan lain yang mudah terbakar pada pembuatan briket
tersebut. Briket bio-batu bara atau yang dikenal dengan briket biocoal,
komposisinya tidak hanya terdiri dari kapur dan zat perekat namun ditambahkan
campuran biomassa didalamnya sebagai substansi untuk mengurangi emisi dan
4
mempercepat pembakaran. Menurut (Saptoadi, 2004), briket dari campuran batu
bara dan biomassa memiliki beberapa kelebihan karena tingginya kadar senyawa
volatil dari biomassa dan tingginya kandungan karbon (fixed carbon) dari batu
bara. Dalam pembuatan briket dari campuran biomassa dan batu bara
membutuhkan penggunaan bahan perekat untuk mengikat atau menyatukan
partikel-partikel biomassa dan batu bara. Penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tentang jenis perekat untuk membuat briket menunjukkan bahwa
perekat yang umum digunakan untuk membuat briket adalah tepung tapioka, hal
tersebut ditunjang oleh kemampuan tepung tapioka untuk merekatkan partikel-
partikel pembentuk briket, ketersediaannya yang mudah didapatkan dan juga
mudah untuk digunakan.
Berdasarkan uraian di atas, untuk mendapatkan komposisi bahan terbaik dan
konsentrasi perekat terbaik dalam pemanfaatan campuran biomassa limbah
tongkol jagung dan limbah batang singkong menjadi briket dengan perekat
tapioka, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh komposisi dan
konsentrasi perekat dalam pemanfaatan campuran biomassa limbah tongkol
jagung dan limbah batang singkong dengan batu bara menjadi briket dengan
perekat tapioka.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari uraian latar belakang diatas adalah:
1. Bagaimana memanfaatkan campuran biomassa limbah tongkol jagung, batang
singkong dan batu bara menjadi briket biocoal dengan perekat tapioka?
5
2. Bagaimana pengaruh komposisi campuran biomassa limbah tongkol jagung,
batang singkong dan batu bara dengan perekat tapioka terhadap kualitas briket
biocoal?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh komposisi campuran biomassa limbah tongkol jagung,
batang singkong dan batu bara dengan perekat tapioka terhadap kualitas briket
biocoal.
2. Menentukan komposisi campuran biomassa limbah tongkol jagung, batang
singkong dan batu bara menjadi briket biocoal dengan perekat tapioka.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memanfaatkan biomassa limbah tongkol jagung, batang singkong dan batu
bara dengan perekat tapioka terhadap kualitas briket biocoal.
2. Menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan biomassa limbah tongkol
jagung, batang singkong dan batu bara dengan perekat tapioka terhadap
kualitas briket biocoal.
3. Sebagai sumber informasi dan dapat dikembangkan ke peneliti selanjutnya.
6
1.5 Hipotesis
Campuran biomassa limbah tongkol jagung, limbah batang singkong dan batu
bara dengan perekat tapioka berpengaruh terhadap kualitas briket biocoal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays indurata Sturt) merupakan tanaman pangan penting kedua di
Indonesia setelah padi, diduga pertama kali dikenalkan disini sejak abad 15 oleh
bangsa Portugis. Tanaman yang berasal dari benua Amerika ini telah lama
dikenal dan dibudidayakan sejak ribuan tahun silam oleh manusia. Seperti halnya
tanaman singkong, suku bangsa di pedalaman Meksiko, Amerika Tengah dan
Amarika Selatan membudidayakan tanaman jagung dan mengkonsumsi sebagai
bahan pangan. Penjajah Spanyol yang menguasai daerah itu, dalam
perkembangan selanjutnya memperkenalkan dan menyebarkan ke Eropa Barat,
meliputi Spanyol, Italia dan Perancis. Sampai sekarang ketiga negara Latin itu
merupakan produsen utama jagung di Eropa (Mangunwidjaja, 2003).
Menurut (Mangunwidjaja, 2003) Di Indonesia, jagung tersebar di berbagai
kawasan dari Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah dan
Jawa Timur, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara dan Selatan sampai Maluku. Daerah
Jawa Timur merupakan 8 produsen utama jagung, sekitar 40% dari hasil nasional.
Produksi jagung secara nasional, selama lima tahun terakhir rata-rata mencapai
9.740.600 ton, dengan lahan 3.750.000 ha dengan kenaikan 5,1%. Meskipun
demikian, karena kebutuhan jagung terutama untuk bahan baku pakan ternak terus
meningkat, Indonesia masih mengimpor jagung rata-rata 1-2 juta ton/tahun.
8
Oleh karena itu, peningkatan produksi jagung merupakan salah satu program
penting pemerintah dalam rangka swasembada pangan, baik secara ekstensifikasi
(perluasan areal pertanaman) maupun intensifikasi (penggunaan bibit unggul dan
lain-lain). Provinsi Gorontalo, yang baru saja terbentuk, secara cepat
mengantisipasi dengan program pembukaan lahan 100.000 ha untuk tanaman
jagung, dan memprogramkan terbentuknya industri jagung terpadu pada 5 tahun
kedepan.
2.2 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung
Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai
peranan strategis dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia,
mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna, baik untuk konsumsi
langsung maupun sebagai bahan baku utama industri pakan. Selain itu,
pentingnya peranan jagung terhadap perekonomian nasional telah menempatkan
jagung sebagai kontributor terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman
pangan (Zubachtirodin, dkk, 2007).
2.3 Potensi Limbah Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar
Biomassa lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan briket adalah tongkol
jagung. Tongkol jagung memiliki sifat mudah dibakar karena memiliki
kandungan serat yang besar yaitu 29,89% (Hamidi, dkk., 2011), selain itu menurut
(Faiz, dkk, 2015), dari Data Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS) tahun 2014
menunjukkan bahwa produksi jagung secara keseluruhan di Indonesia sekitar
19.032.677 ton jagung per tahun. Total potensi tongkol jagung di Indonesia
mencapai 14.967.211 ton per tahun. Tongkol jagung mengandung energi 3.500-
9
4.500 kkal/kg, dan pembakarannya dapat mencapai suhu tinggi 205°C (Watson
(1988) dalam Gandhi, 2010). Hal ini menunjukan bahwa tongkol jagung
memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai sumber bioenergi. Pemanfatan
tongkol jagung sebagai biomassa pembuatan briket diharapkan dapat menjadi
bioenergi dengan kualitas lebih baik. Limbah tongkol jagung dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Limbah tongkol jagung
2.4 Tanaman Singkong
Singkong merupakan tumbuhan tahunan tropika dari keluarga Euphorbiaceae.
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata
bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm. Daging umbinya berwarna putih
atau kekuning-kuningan. Singkong tidak tahan disimpan meskipun ditempatkan di
lemari pendingin. Gejala kerusakan yang timbul ditandai dengan keluarnya warna
biru gelap (Cecep, 2009).
10
Singkong merupakan tanaman berumur panjang yang tumbuh di daerah tropika
dengan kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi, tetapi sensitif
terhadap suhu rendah. Tanaman singkong mempunyai adaptasi yang luas. Hal
inilah yang menyebabkan singkong dapat ditanam dimana-mana setiap waktu
sepanjang tahun dengan resiko kegagalan kecil. Menurut (Cecep, 2009) Tanaman
singkong memiliki beberapa kelebihan diantara dapat tumbuh disegala tanah,
tidak memerlukan tanah yang subur asal cukup gembur, tetapi sebaliknya tidak
tumbuh dengan baik pada tanah yang terlalu banyak airnya.
2.5 Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Singkong
Pertumbuhan produksi singkong dunia selama tahun 2012-2016 cenderung
meningkat dengan laju peningkatan produksi rata-rata sebesar 2,70% per tahun
atau produksi rata-rata mencapai 258,10 juta ton umbi basah. Selama periode
2012-2016 di antara negara-negara penghasil singkong, Nigeria adalah produsen
tertinggi dengan rata-rata produksi sebesar 48,38 juta ton atau pangsa produksi
sebesar 18,74%, diikuti oleh Thailand dengan rata-rata produksi sebesar 48,38 juta
ton atau pangsa produksi sebesar 10,38% dan Indonesia dengan rata-rata produksi
mencapai 23,90 juta ton atau pangsa produksi mencapai 9,26% (Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian, 2016).
Perkembangan rata-rata luas panen dan produksi singkong antara tahun 2012-
2016,menempatkan Provinsi Lampung berada di urutan pertama sebagai sentra
luas panen dan produksi singkong di Indonesia dengan rata-rata luas panen
singkong mencapai 295,55 ribu hektar dan rata-rata produksi singkong mencapai
7,74 juta ton. Sedangkan perkembangan rata-rata produktivitas singkong antara
11
tahun 2012-2016, menempatkan Provinsi Lampung berada di urutan ketiga di
Indonesia sebagai sentra produktivitas singkong dengan rata-rata produksi
singkong sebesar 262,04 kuintal per hektar (Pusat Data dan Sistem Informasi
Pertanian, 2016).
2.6 Potensi Limbah Batang Singkong Sebagai Bahan Bakar
Indonesia adalah negara terbesar kedua penghasil singkong setelah Nigeria
dengan rata-rata total penyediaan selama lima tahun sebesar 9,67 juta ton atau
sebesar 10,61 % dari total penyediaan singkong dunia, diikuti dengan Negara
Brazil, India dan United Republik of Tanzania masing-masing berkisar antara
8,67 - 4,96 juta ton atau sebesar 9,52% – 5,44%, selebihnya menyumbang di
bawah 5,30% (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013). Menurut
(Lembaga Penelitian Hasil Hutan, 1978 dalam Bono, dkk, 2013) batang singkong
memiliki nilai kalor sebesar 3.894,5 Ton Kal/Ton. Setiap tahunnya, Indonesia
mengalami peningkatan produktivitas singkong. Sentra lahan singkong di
Indonesia dikuasai oleh provinsi Lampung dengan luas lahan panen 301,684 Ha
pada tahun 2015. Tahun 2015, produksi singkong di Provinsi Lampung mencapai
8.038.963 juta ton. Keadaan ini menjadikan Lampung sebagai penyuplai
sepertiga produksi singkong nasional dari produksi nasional sebesar 23,368 juta
ton. Data perkembangan luas panen dan produksi singkong di Provinsi Lampung
disajikan pada Tabel 1 (Badan Pusat Statistik, 2016).
12
Tabel 1. Produksi, luas panen, dan produktivitas ubikayu di Provinsi Lampung
Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)
2008 7.721.882 318.969 24,209
2009 7.569.178 309.047 24,492
2010 8.637.594 346.217 24,948
2011 9.193.676 368.096 24,976
2012 8.387.351 324.749 25,827
2013 8.329.201 318.107 26,184
2014 8.034.016 304.468 26,387
2015 8.038.963 301.684 26,647
Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2016).
Dengan banyaknya singkong yang dihasilkan maka akan banyak juga limbah yang
dihasilkan, salah satunya yaitu limbah batang singkong. Indonesia mampu
menghasilkan batang singkong berkisar hingga 2,3 juta ton dengan asumsi rasio
singkong : batang sebesar 10 : 1. Pemanfaatan tanaman singkong sebagian besar
ubinya untuk kebutuhan pangan dan produksi bioethanol. Sedangkan bagian
batang hanya 10 % dari tinggi batang dimanfaatkan untuk ditanam kembali, dan
90 % sisanya merupakan limbah (Sumada, dkk, 2011). Gambar batang singkong
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Limbah batang singkong
13
Limbah batang singkong dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif yaitu
briket biomassa. Syarat utama bahan baku yang diperlukan untuk pembuatan
suatu briket biomassa adalah bahan organik yang mengandung selulosa. Limbah
batang singkong memiliki kandungan lignoselulosa yang cukup besar, yaitu terdiri
dari 56,82% α selulosa, 21,72% lignin, 21,45% Acid Detergent Fiber (ADF), dan
0,05 – 0,5 cm panjang serat (Sumada, dkk, 2011).
2.7 Batu Bara
Batu bara adalah batuan hidrokarbon dibentuk dari tumbuhan dalam kondisi bebas
oksigen, disertai dengan pengaruh tekanan dan panas. Proses coalification
memerlukan waktu jutaan tahun, yang dimulai dari pembentukan gambut, lignit,
subbituminus, bituminous, hingga terbentuk antrasit (Prijono, 1992). Pada
penggunaan batu bara sebagai sumber energi pengganti bahan bakar minyak,
menimbulkan 2 sisi yaitu pada satu sisi sangat menguntungkan bagi industri
namun memiliki kelemahan yaitu menimbulkan masalah dalam limbah akhir hasil
pembakar yang berupa abu batu bara. Dari sejumlah pemakaian batu bara akan
dihasilkan abu batu bara sekitar 2 – 10 % tergantung pada jenis batu bara yang
digunakan. Sebagai langkah penanggulangan dari abu batu bara dilakukan dengan
menimbun abu batu bara dalam satu areal pada pabrik atau disebut dengan ash
disposal. Abu batu bara memiliki bentuk partikel halus amorf, abu batu bara
merupakan bahan anorganik yang terbentuk dari perubahan bahan mineral yang
terdapat dalam batu bara karena proses pembakaran (Prijono, 1992).
14
2.8 Jenis Batu Bara
Berdasarkan tingkat proses pembentukannya, batu bara umumnya dibagi dalam
empat kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, dan lignit.
1. Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, berbentuk padat (dense), batu keras
dengan warna jet-black berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% -
98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%, terbakar lambat,
dengan batasan nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap.
2. Bituminus batu bara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat,
terkadang coklat tua. Bituminous coal mengandung 68% - 86% karbon dari
beratnya dan berkadar air 8 – 10% dari beratnya dengan kandungan abu dan
sulfur yang sedikit.
3. Sub-bituminus karakteristiknya berada diantara batu bara lignit dan bituminus,
mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi
sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
4. Lignit disebut juga batu bara muda (batu bara coklat). Merupakan tingkat
terendah dari batu bara, berupa batu bara yang sangat lunak dan mengandung
air 35-75% dari beratnya. Batu bara ini berwarna hitam, sangat rapuh, nilai
kalor rendah dengan kandungan karbon yang sangat sedikit, kandungan abu
dan sulfur yang banyak.
15
Tabel 2. Klasifikasi Batu Bara
Jenis
Batu bara
Kandungan
(%)
Nilai Kalor
(kkal/Kg)
C H O N S Air
total HHV LHV
Lignite 63,6-
72,5
5,0-
5,6
17,5-
27,5
0,5-
17,5
0,3-
6,5 3,5-7,5
2012-
5230
1540-
4925
Subituminus - - - - - - - -
Bituminous 73,9 5,5 15,0 1,4 4,2 8-10,0 5671 5389
Antracie 91,8-
93,7
2,3-
3,6
2,3-
2,6
0,80-
1,38
0,71-
0,89 >8
7183-
7676
7061-
7482
Sumber: Marsudi, 2005.
2.9 Proses Terbentuknya Batu Bara
Batu bara adalah campuran berbagai zat. Batu bara berisi zat-zat yang volatil
(bahan-bahan yang dengan mudah menguap) dan embun. Batu bara mempunyai
banyak macam karbon terikat, yaitu bagian padat yang terbakar sesudah bahan
yang mudah menguap dan lembab dipisahkan. Dalam batu bara terdapat juga abu
dalam suatu persentase tertentu. Abu ini adalah bahan yang tertinggal sesudah
pembakaran terjadi (Grolier Internation, Inc, 2002).
Batu bara ditemukan dalam lapisan batu bara yang menyelip diantara lapisan batu
lainnya. Kira-kira 350 juta tahun yang lalu, banyak bagian bumi ini tertutup
daerah yang berpaya dan basah. Pohon-pohon dan pakis tumbuh di paya paya.
Pohon-pohon yang mati jatuh ke lumpur yang lembut. Disini pohon-pohon
tersebut membusuk dan berubah menjadi gambut, yang secara bertahap berubah
menjadi batu bara (Dineen, 2001).
Tumbuh-tumbuhan memiliki beberapa tahapan untuk menjadi batu bara.
Tumbuhan hijau memerlukan energi ringan untuk membuat makanannya sendiri.
16
Semua tumbuhan hijau mengandung zat klorofil yang memungkinkan untuk
membuat makanan. Klorofil menyatukan karbondioksida yang ada di udara dan
air dari tanah sehingga menghasilkan glukosa serta juga oksigen. Beberapa
glukosa dipakai secara langsung sebagai sumber tenaga kimia. Sisanya diubah
menjadi bahan campuran lain untuk melanjutkan terjadinya proses pertumbuhan
dan perkembangbiakan. Glukosa dan semua zat-zat yang berasal dari proses ini
adalah senyawa karbon. Zat-zat ini berisi energi dari matahari yang terikat di
dalamnya. Biasanya senyawa karbon dibuat oleh tumbuhan yang terurai sesudah
mati. Senyawa karbon ini berubah menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Energi
matahari yang sudah diserap tidak lagi tersedia. Di dalam tanah berlumpur dan air
yang menggenang karena kekurangan oksigen dapat mencegah terjadinya proses
pembusukan melebihi batas tertentu. Tumbuh-tumbuhan mati yang membusuk
sebagian terpendam jauh ke dalam lumpur. Tumbuh-tumbuhan lain tetap
berkumpul diatas tumbuhan yang membusuk itu. Sehingga pada waktunya
tumbuhan ini memadat dan membentuk massa spon yang disebut tanah gambut.
Tanah gambut menggambarkan tahap pertama perubahan dari tumbuhan mati
menjadi batu bara (Grolier Internation, Inc, 2002).
2.10 Biomassa
Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis baik
berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman,
pepohonan rumput, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan kotoran ternak.
Selain digunakan untuk tujuan primer serat, bahan pangan, pakan ternak, minyak
nabati, bahan bangunan, dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai
17
sumber energi (bahan bakar). Pada umumnya yang digunakan sebagai bahan
bakar adalah biomassa yang nilai ekonomisnya rendah atau merupakan limbah
setelah diambil produk primernya (Pari dan Hartoyo, 1983).
Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering ± 75%),
lignin (± 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda.
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan bakar
fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu, dapat
dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui, relatif tidak
mengandung unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga
dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian
(Widarto dan Suryanta, 1995).
Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar menghasilkan beberapa keuntungan
(Syafii, 2003 dalam Sulistyanto, 2006) antara lain :
1. Biomassa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar secara lestari karena
sifatnya yang renewable resources.
2. Biomassa relatif tidak mengandung unsur sulfur, sehingga tidak menyebabkan
polusi udara yang membahayakan kesehatan lingkungan sebagaimana yang
terjadi pada bahan bakar batu bara.
3. Pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar akan meningkatkan efisiensi
pemanfaatan limbah-limbah hasil pertanian dan kehutanan.
18
2.11 Briket
Briket adalah bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu, yang tersusun
dari butiran halus dari bahan yang mengandung karbon tinggi dengan sedikit
campuran perekat. Manfaat pembuatan briket adalah pengganti bahan bakar
lainnya seperti kayu bakar, minyak tanah dan lain-lain, merupakan bahan bakar
yang cukup aman dalam proses penghidupannya, mudah ditemui masyarakat
daerah terpencil (Lindayanti, 2006).
2.12 Jenis Briket
Menurut (Kurniawan dan Marsono, 2008), briket merupakan bahan bakar
karbon yang dibentuk melalui proses pembriketan/pengempaan yang
diproduksi dari limbah bahan organik (biomassa) atau batu bara yang masih
mengandung sejumlah energi panas. Berdasarkan proses pembuatannya dan
jenis bahan baku, briket dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu briket
berbasis batu bara dan biobriket.
2.12.1 Briket Berbasis Batu Bara
Briket batu bara adalah bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu,
yang tersusun dari butiran batu bara halus dan bahan pencampur seperti perekat
dan tanah liat yang telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan
tertentu, agar bahan bakar tersebut lebih mudah ditangani dan menghasilkan nilai
tambah dalam pemanfaatannya (Warung Informasi BBM Teksmira ESDM, 2006).
Briket berbasis batu bara ialah bahan bakar briket dengan komposisi bahan baku
batu bara diatas 50%. Berdasarkan jenis bahan bakunya dan proses
19
pembuatannya, briket berbasis batu bara terdiri dari briket batu bara tanpa
karbonisasi, briket batu bara terkarbonisasi, dan briket bio-batu bara (Permen
ESDM, 2006).
Briket batu bara tanpa karbonisasi ialah jenis produk pembriketan yang
menggunakan bahan baku partikel batu bara yang tidak mengalami proses
karbonisasi. Bahan baku utama briket batu bara tanpa karbonisasi ialah batu bara
dengan persentase 80-90%, sisanya 5-15% merupakan bahan pengikat dan bahan
imbuh. Bahan imbuh yang digunakan umumnya ialah kapur dengan kadar
maksimum 5% yang berfungsi sebagai absorban untuk menangkap SO2.
Sedangkan, briket batu bara terkarbonisasi ialah jenis produk pembriketan yang
menggunakan bahan baku partikel batu bara yang telah mengalami proses
karbonisasi. Komposisi campuran briket batu bara terkarbonisasi ialah batu bara
80-95%, bahan pengikat 5-20%, dan bahan imbuh 0-5% (Permen ESDM, 2006).
2.12.2 Mutu dan Keunggulan Briket Batu Bara
Untuk memperoleh briket batu bara yang baik diperlukan batu bara yang memiliki
kandungan sulfur dan abu rendah. Bahan imbuhan (pencampur) juga harus dipilih
dari kualitas yang baik agar dapat berfungsi optimal sebagai perekat,
mempercepat nyala, serta menyerap emisi dan zat-zat berbahaya lainnya (Warung
Informasi BBM Teksmira ESDM, 2006).
Beberapa keunggulan briket batu bara antara lain (PT Tambang Batu Bara Bukit
Asam, 2007) :
1. Lebih murah.
20
2. Panas yang tinggi dan terus-menerus sehingga sangat baik untuk pembakaran
yang lama.
3. Tidak beresiko meledak/terbakar
4. Tidak mengeluarkan suara bising serta tidak berjelaga.
5. Sumber batu bara berlimpah.
2.12.3 Biobriket
Biobriket adalah bahan bakar padat yang dapat diperbaharui yang dibuat dari
campuran biomassa. Limbah tersebut dibuat dari biomassa yang dimanfaatkan
sehingga dibutuhkan perekat didalamnya. Karakteristik briket yang baik adalah
briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan.
Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria sebagai
berikut mudah dinyalakan, tidak mengeluarkan asap, emisi gas hasil pembakaran
tidak mengandung racun, kedap air dan hasil pembakaran tidak berjamur bila
disimpan pada waktu lama, menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju
pembakaran, dan suhu pembakaran) yang baik (Miskah, dkk, 2014). Kelebihan
penggunaan biobriket limbah biomassa antara lain: biaya bahan bakar lebih
murah, tungku dapat digunakan untuk berbagai jenis briket, lebih ramah
lingkungan (green energy), merupakan sumber energi terbarukan (renewable
energy), membantu mengatasi masalah limbah dan menekan biaya pengelolaan
limbah (Nugrahaeni, 2008). Biobriket dapat dilihat pada gambar 3.
21
Gambar 3. Biobriket
Sumber bahan baku biobriket dari bahan hayati adalah kulit kopi, ampas tebu dan
kayu serta tongkol jagung. Butiran halus bioarang dari hasil karbonisasi bahan
hayati membutuhkan perekat sehingga biobriket tidak mudah hancur. Jenis
perekat berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan nilai kalor. Kadar air
semakin rendah jika jumlah bioarang semakin banyak (Karim, dkk, 2014).
2.13 Prosedur Pembuatan Briket
Proses pembuatan briket, baik briket tanpa karbonisasi dan briket terkarbonisasi
umumnya tergolong mudah. Secara prinsip, proses pembuatan briket tanpa
karbonisasi melalui 5 tahap, yaitu pengeringan, penggerusan, pencampuran,
pembentukan menjadi briket dan pengeringan briket. Sedangkan proses
pembuatan briket terkarbonisasi melalui 6 tahap, yaitu pengeringan, karbonisasi,
penggerusan, pencampuran, pembentukan menjadi briket, dan pengeringan briket.
Bagan alir pembuatan briket tanpa karbonisasi dan briket terkarbonisasi dapat
dilihat secara berturut-turut sebagaimana pada Gambar 4 dan Gambar 5.
22
Gambar 4. Bagan alir pembuatan briket tanpa karbonisasi
Gambar 5. Bagan alir pembuatan briket terkarbonisasi
2.13.1 Pengeringan Bahan Baku
Kadar air yang rendah dapat menyebabkan kekasaran dan dengan demikian
menghambat pengikatan secara efektif dari bahan baku (Nyakuma, dkk, 2014).
Kadar air optimum bahan baku dalam pembuatan briket bervariasi, tergantung
dengan jenis bahan baku yang digunakan. Akan tetapi direkomendasikan
bahwa kadar air bahan baku sebesar 10-15% tetap dipertahankan dalam
pembuatan briket (Stolarski, dkk, 2013).
2.13.2 Karbonasi
Menurut (Achmad, 1991) karbonisasi merupakan proses pembakaran biomassa
menggunakan alat pirolisis dengan oksigen terbatas. Proses degradasi limbah
23
dengan cara karbonisasi ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat. (Hayati,
2008) juga menyatakan bahwa karbonasi atau disebut juga sebagai pirolisis
merupakan proses penguraian biomassa karena panas. Pirolisis dapat berlangsung
melalui panas yang dihasilkan yaitu pada suhu lebih dari 150oC. Pirolisis
mempunyai manfaat untuk meningkatkan nilai kalor, mengurangi asap saat
pembakaran, menurunkan kadar air dan mempermudah pemyimpanan dan
pendistribusian. Berdasarkan tingkatan proses pirolisa yang dilakukan, proses
pirolisa dapat digolongkan menjadi pirolisa primer dan pirolisa sekunder.
Pirolisa primer adalah proses yang terjadi secara langsung terhadap bahan
bakunya. Pirolisa sekunder adalah proses yang terjadi pada bahan partikel yang
merupakan kelanjutan dari hasil gas atau uap sebagai hasil dari pirolisa primer.
Pirolisis juga dapat diartikan sebagai proses penguraian panas tanpa melibatkan
gas oksigen dari udara secara langsung. Hasil pirolisis dikenal sebagai arang.
2.13.3 Pengecilan Ukuran Bahan Baku
Pengecilan ukuran adalah suatu bentuk proses penghancuran dari pemotongan
bentuk padatan menjadi bentuk yang lebih kecil oleh gaya mekanik. Terdapat
empat cara yang diterapkan pada mesin-mesin pengecilan ukuran, yaitu (1)
kompresi, pengecilan ukuran dengan tekstur yang keras (2) impact atau pukulan,
digunakan untuk bahan padatan dengan tekstur kasar (3) attrition, digunakan
untuk menghasilkan produk dengan tekstur halus dan (4) cutting, digunakan untuk
menghasilkan produk dengan ukuran dan bentuk, tekstur tertentu (Mc Cabe,
1976).
24
Bahan baku untuk membuat briket harus cukup halus untuk dapat membentuk
briket yang baik. Ukuran partikel yang terlalu besar akan sukar pada waktu
melakukan perekatan sehingga mengurangi keteguhan tekan dari briket yang
dihasilkan. Perbedaan ukuran serbuk mempengaruhi keteguhan tekan dan
kerapatan briket yang dihasilkan (Boejang, 1973).
2.13.4 Pencampuran Bahan Baku Dengan Perekat
Terdapat dua macam perekat yang biasa digunakan dalam pembuatan briket yaitu
perekat yang berasap (tar, molase, dan pitch), dan perekat yang tidak berasap (pati
dan dekstrin tepung beras). Menurut (Hayati, 2008), ada beberapa bahan yang
dapat digunakan sebagai perekat yaitu pati, clay, molase, resin tumbuhan, pupuk
hewan. Perekat yang digunakan sebaiknya mempunyai bau yang baik ketika
dibakar, kemampuan merekat yang baik, harganya murah, dan mudah didapat.
Bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti pati (tapioka) memiliki keuntungan
dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit bila
dibandingkan dengan bahan perekat hidrokabon. Kelemahannya adalah briket
yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban. Hal ini disebabkan tapioka
memiliki sifat dapat menyerap air dari udara. Menurut (Sudrajat, 1983), jenis
perekat yang digunakan dalam pembuatan briket berpengaruh terhadap kerapatan,
keteguhan tekan, nilai kalor bakar, kadar air dan kadar abu. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa perekat pati menghasilkan briket dengan kerapatan dan kadar
abu lebih tinggi daripada perekat molase, tetapi menghasilkan keteguhan tekan
dan nilai kalor bakar lebih rendah.
25
Gambar 6. Tepung Tapioka
2.13.5 Pencetakan Briket
Densifikasi atau pengempaan merupakan salah satu cara untuk memperbaiki sifat
fisik suatu bahan agar mudah dalam penggunaan dan pemanfaatannya selanjutnya
diperoleh peningkatan efisiensi nilai dari bahan yang digunakan. Densifikasi
diterapkan pada bahan curah atau dengan sifat fisik yang tidak beraturan. Hasil
dari proses pengempaan ini disebut dengan briket (Abdullah, 1998).
Selama proses pencetakan/pengempaan bahan baku, beberapa parameter
seperti suhu, tekanan dan waktu pengempaan, perlu diperhatikan dan
dioptimalkan agar mampu menghasilkan briket berkualitas baik. Screw press
dan piston press merupakan mesin pembriketan yang umum digunakan untuk
menghasilkan briket. Kerugian menggunakan mesin screw press dalam
proses pencetakan briket adalah keausan dan kerusakan screw yang tinggi
serta memakan konsumsi daya yang besar. Selain mesin screw press, terdapat
piston press yang umum digunakan untuk menghasilkan briket. Dalam
produksi briket menggunakan mesin piston press, bahan baku dimasukkan ke
26
dalam ruang pemampatan dan ditekan atau dimanfaatkan dengan tekanan
kempa yang tinggi. Keuntungan menggunakan mesin piston press adalah
mesin piston press terbuat dari suku cadang yang tahan lama dan memiliki
konsumsi daya yang rendah. Sementara, kerugiannya adalah kebutuhan untuk
pemeliharaan yang lebih tinggi (Hu, dkk, 2014).
2.13.6 Pengeringan Briket
Briket yang dihasilkan setelah pengempaan masih mengandung air yang cukup
tinggi (sekitar 50%). Oleh sebab itu perlu dilakukan pengeringan yang dapat
dilakukan dengan berbagai macam alat pengering seperti klin, oven, atau
penjemuran dengan menggunakan sinar matahari. Suhu dan waktu pengeringan
yang digunakan dalam pembuatan briket tergantung dari jumlah kadar air
campuran dan macam pengering. Suhu pengeringan yang umum dilkukan adalah
60 oC selama 24 jam dengan menggunakan oven. Hasil penelitian (Achmad,
1991) menunjukkan lama penjemuran briket adalah tiga hari. Tujuan pengeringan
adalah mengurangi kadar air dalam briket sehingga memudahkan pembakaran
briket dan sesuai dengan ketentuan kadar air briket yang berlaku.
2.14 Kualitas Briket
Beberapa parameter kualitas briket yang akan mempengaruhi pemanfaatannya
antara lain :
1. Kadar Air
Air yang terkandung di dalam bahan bersifat sebagai pelarut dari
27
beberapa komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi. Selain itu
air juga bertindak sebagai bahan pengikat (binding agent) dan pelumas
(lubricant) (Kaliyan dan Morey, 2006).
2. Kadar Abu
Kadar abu pada bahan (biomassa) akan berdampak negatif pada proses
pembakaran. Selain itu kadar abu pada bahan yang tinggi tidak
diharapkan karena dapat mempengaruhi kualitas bahan bakar. Abu
merupakan senyawa yang tersisa setelah proses pembakaran pada suhu
antara 600 – 950 ○C selama 5 hingga 6 jam. Komponen yang terdapat
dalam abu diantaranya adalah K2O, MgO, CaO, Na2O, dan Si (Pasaribu,
dkk, 2007).
3. Kadar Zat Terbang
Kadar zat terbang erat kaitannya dengan kecepatan pembakaran, waktu
pembakaran, dan banyaknya asap yang ditimbulkan pada saat
pembakaran. Semakin banyak kandungan zat terbang pada bahan, maka
ketika berlangsungnya pembakaran akan menimbulkan asap yang banyak
(Hansen, dkk, 2009).
4. Kadar Karbon Terikat
Kadar karbon merupakan fraksi karbon yang terikat di dalam bahan selain
fraksi air, bahan mudah menguap, dan abu. Keberadaan karbon terikat di
dalam briket dipengaruhi oleh nilai kadar abu dan kadar zat menguap. Kadar
karbon terikat akan bernilai tinggi apabila nilai kadar abu dan kadar zat
menguap pada briket rendah (Wijayanti, 2009).
28
5) Nilai Kalor
Nilai kalor sangat menentukan kualitas briket. Semakin tinggi nilai kalor,
semakin baik kualitas briket yang dihasilkan. Tinggi rendahnya nilai kalor
dipengaruhi oleh kadar air dan kadar karbon terikat (Wijayanti, 2009).
Disetiap negara-negara yang memproduksi briket biasanya memiliki
standarisasi dalam menentukan kualitas dari briket yang telah diproduksi.
Hal-hal yang menjadi acuan dari penentuan standar kualitas briket tersebut
biasanya meliputi nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar bahan mudah
menguap, kadar karbon terikat, daya tahan tekanan, dan kerapatan briket.
Untuk standar kualitas mutu briket secara internasional di empat negara yaitu
Jepang, Amerika, Inggris, dan Indonesia dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Standar kualitas mutu briket secara internasional di beberapa negara
Sifat Briket Jepang Inggris Amerika Indonesia
Kadar air (%) 6 – 8 3.6 6.2 8
Kadar zat menguap (%) 15 – 30 16.4 19 – 24 15
Kadar abu (%) 3 – 6 5,9 8,3 8
Nilai kalor (kal/g) 6.000 – 7.000 7.289 6.230 5.000
Sumber : (Hendra, 1999).
2.15 Proses Pembakaran Briket
Pada dasarnya, proses pembakaran briket sebagai bahan bakar padat
melibatkan beberapa aspek fisik dan aspek kimia dengan kompleksitas yang
tinggi. Karakteristik dari proses pembakaran briket tergantung pada sifat
bahan baku briket. Pada umumnya, bahan bakar briket mengandung unsur
karbon, hidrogen, dan belerang sehingga pada proses pembakaran akan
terjadi persamaan reaksi sebagai berikut (Tamrin, 2010).
29
2.16 Perekat Tapioka
Tapioka adalah tepung yang berasal dari bahan baku singkong dan merupakan
salah satu bahan untuk keperluan industri perekat. Menurut (Sudrajat dan Soleh,
1994), perekat tapioka dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relatif
sedikit dibandingkan bahan perekat lainnya. Komposisi kimia tepung tapioka
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka
Komposisi Kadar
Kalori 146 kal
Phospor 40 mg
Kalsium 33 mg
Karbohidrat 34 gram
Kadar air 62.5 gram
Besi 0.7 mg
Lemak 0.3 gram
Protein 1.2 gram Sumber : (Hasbullah, 2002)
Komponen terbesar dalam tepung kanji adalah pati. Pati tersusun dari dua macam
karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda.
Amilosa memberikan sifat keras (pera) sedangkan amilopektin menyebabkan sifat
lengket.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Daya Alat dan Mesin Pertanian,
Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Waktu
Penelitian pada Maret - Mei 2019.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah perajang batang singkong tipe
TEP-1, mesin pengepres , disc mill, oven, bomb calorimeter, timbangan digital,
ayakan tyler meinzer II mesh 30, stopwatch, meteran, termometer, jangka sorong
digital, cawan aluminium, penjepit, desikator, gelas ukur, alu, lesung, ember,
kompor, panci, wadah pengaduk, sendok pengaduk, kertas label, korek api,
kamera digital, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan
dalam pelaksanaan penelitian ini ialah limbah tongkol jagung yang diperoleh dari
pabrik penggilingan jagung, limbah batang singkong varietas UJ-5 (kasetsart)
yang diperoleh dari petani singkong, batu bara jenis bituminous/subbituminous
yang diperoleh dari PT. Bukit Asam Tbk (PTBA) Unit Tarahan, tepung tapioka,
air dan minyak tanah.
31
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan ialah metode eksperimental dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial.
Pelaksanaan penelitian menggunakan dua faktor, faktor pertama (P) ialah
perbandingan komposisi bahan antara limbah tongkol jagung, limbah batang
singkong dan batu bara yang terdiri dari empat taraf perlakuan yaitu perbandingan
komposisi limbah tongkol jagung, limbah batang singkong dan batu bara sebesar
25:25:50 (P1), perbandingan komposisi, limbah tongkol jagung, limbah batang
singkong dan batu bara sebesar 22,5:22,5:55 (P2), perbandingan komposisi limbah
tongkol jagung, limbah batang singkong dan batu bara sebesar 20:20:60 (P3), dan
perbandingan komposisi, limbah tongkol jagung, limbah batang singkong dan
batu bara sebesar 17,5:17,5:65 (P4). Faktor kedua (K), ialah konsentrasi perekat
tapioka yang terdiri dari tiga taraf perlakuan yaitu 15% (K1), 17,5% (K2), dan 20%
(K3). Masing-masing taraf perlakuan diulang (U) sebanyak tiga kali sehingga
terdapat 36 satuan percobaan. Tabulasi data RAL faktorial disajikan pada Tabel 5
serta tata letak percobaan terdapat pada Tabel 6.
32
Tabel 5. Tabulasi data RAL faktorial
Perbandingan
Komposisi
Bahan
Konsentrasi
Perekat
Tapioka
Ulangan
(U)
1 2 3
P1
(25:25:50)
K1 (15%) P1K1U1 P1K1U2 P1K1U3
K2 (17,5%) P1K2U1 P1K2U2 P1K2U3
K3 (20%) P1K3U1 P1K3U2 P1K3U3
P2
(22,5:22,5:55)
K1 (15%) P2K1U1 P2K1U2 P2K1U3
K2 (17,5%) P2K2U1 P2K2U2 P2K2U3
K3 (20%) P2K3U1 P2K3U2 P2K3U3
P3
(20:20:60)
K1 (15%) P3K1U1 P3K1U2 P3K1U3
K2 (17,5%) P3K2U1 P3K2U2 P3K2U3
K3 (20%) P3K3U1 P3K3U2 P3K3U3
P4
(17,5:17,5:65)
K1 (15%) P4K1U1 P4K1U2 P4K1U3
K2 (17,5%) P4K2U1 P4K2U2 P4K2U3
K3 (20%) P4K3U1 P4K3U2 P4K3U3
Tabel 6. Tata Letak Percobaan
P3K1U1 P2K3U1 P4K2U3
P3K3U3 P4K3U3 P2K2U1
P1K2U3 P4K3U1 P1K3U1
P1K2U2 P4K1U3 P1K1U1
P4K2U1 P3K3U2 P4K3U2
P3K2U1 P1K2U1 P2K1U3
P2K1U1 P2K1U2 P1K1U2
P3K1U3 P4K1U2 P1K3U2
P1K3U3 P3K2U2 P2K3U2
P2K2U3 P2K3U2 P1K2U3
P3K2U3 P3K3U1 P4K1U1
P4K2U2 P3K1U2 P2K2U2
3.4 Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian meliputi tahap persiapan alat dan bahan baku yang
dibutuhkan, pengecilan ukuran limbah tongkol jagung, limbah batang singkong
dan batu bara, pengeringan cacahan limbah tongkol jagung, limbah batang
singkong dan batu bara, penggilingan cacahan limbah tongkol jagung, limbah
batang singkong dan batu bara, pencampuran serbuk limbah tongkol jagung,
limbah batang singkong dan batu bara dengan perekat tapioka, pencetakan briket,
pengeringan briket yang telah dicetak, pengujian briket berdasarkan aspek
33
parameter pengujian, dan analisis data. Bagan alir pelaksanaan penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Bagan alir penelitian.
Persiapan Limbah Tongkol Jagung
dan Limbah Batang Singkong dan
Batubara
Pengecilan Ukuran Limbah Tongkol Jagung
dan Limbah Batang Singkong dan Batubara
(0,5-0,2 cm)
Perajang Batang
Singkong Tipe TEP-1,
Alu, dan Lesung
Pengeringan Cacahan Limbah Tongkol
Jagung dan Batang Singkong dan Batubara Tenaga Matahari
(3-4 Hari)
Penggilingan Cacahan Limbah Tongkol
jagung dan limbah Batang Singkong dan
Batubara (Mesh 30)
Disc Mill dan Ayakan Tyler
Meinzer Ukuran
Mesh 30
Pencampuran Serbuk Limbah Tongkol Jagung
dan Limbah Batang Singkong dan Batubara
dengan Perekat Tapioka
Pencetakan Briket Mesin Pengepres
Pengeringan Briket Oven (60oC)
Pengujian Briket
Analisis Data
Selesai
Mulai
34
3.4.1 Persiapan Alat Dan Bahan
Meliputi pengumpulan bahan yang diperlukan seperti seperti lem, batu bara, dua
jenis biomasa (Limbah batang sinfkong dan Limbah tongkol jagung) dan
penyediaan alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian.
3.4.2 Pengecilan Limbah Tongkol Jagung, Limbah Batang Singkong Dan
Batu Bara
Pengecilan limbah batang singkong dengan dicacah menjadi cacahan
berukuran 0,5-0,2 cm menggunakan alat perajang batang singkong tipe TEP-1.
Sedangkan limbah tongkol jagung didapat dari pabrik dengan ukuran berkisar
0,5 cm. Sedangkan batu bara diperkecil ukurannya hingga berukuran 0,5-0,2
cm secara manual dengan ditumbuk menggunakan alu dan lesung. Pengecilan
ukuran limbah dan batu bara bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan
bahan baku dan memudahkan dalam proses penggilingan bahan baku
menggunakan disc mill nantinya.
3.4.3 Pengeringan Limbah Tongkol Jagung, Limbah Batang Singkong Dan
Batu Bara
Proses pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari
selama 3-4 hari pada suhu lebih dari 25 °C. hal tersebut dimaksutkan untuk
mengurangi kadar air pada limbah biomasa dan batu bara. Umumnya batu
bara memiliki sifat hydrophobic, artinya apabila batu bara telah dikeringkan,
maka batu bara tersebut sulit menyerap air, sehingga tidak akan menambah
jumlah air internal.
35
3.4.4 Penggilingan Cacahan Limbah Tongkol Jagung, Limbah Batang
Singkong Dan Batu Bara
Bahan baku pembuatan briket harus cukup halus untuk dapat membentuk
briket yang baik. Ukuran cacahan limbah batang singkong dan batu bara
yang terlalu besar akan sukar untuk menyatu satu sama lain pada saat
dilakukan perekatan, sehingga mengurangi kekuatan mekanik briket yang
dihasilkan. Oleh sebab itu, cacahan limbah biomasa dan batu bara digiling
menjadi serbuk halus secara mekanis menggunakan disc mill agar bentuk
dan ukurannya seragam. Selanjutnya, hasil penggilingan berupa serbuk
halus limbah batang singkong dan batu bara diayak dan disaring
menggunakan ayakan tyler meinzer II pada ukuran lolos 30 mesh. Serbuk
limbah biomasa dan batu bara yang lolos pengayakan dan penyaringan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan briket.
3.4.5 Pencampuran Serbuk Limbah Tongkol Jagung, Limbah Batang
Singkong dan Batu bara dengan Perekat Tapioka
Tahap ini dilakukan apabila dua jenis biomasa (limbah tongkol jagung dan
limbah batang singkong) dengan ukuran 0,5 dan batu bara yang telah
diperkecil ukurannya, lem yang dimasak siap untuk dicampurkan sampai
membentuk semacam adonan. Untuk membuat perekat, bahan baku perekat
yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini ialah campuran tepung
tapioka dan air dengan perbandingan antara tepung tapioka dan air ialah 1:10.
Tepung tapioka yang telah dicampurkan dengan air dipanaskan di atas
kompor. Selama pemanasan, campuran tepung tapioka dan air diaduk
menggunakan sendok pengaduk secara terus-menerus hingga campuran
36
tepung tapioka dan air merata sempurna. Serbuk halus limbah biomasa dan
batu bara yang relatif homogen pada ukuran lolos 30 mesh, selanjutnya
dicampur dengan perekat tapioka yang telah disiapkan sebanyak 15%, 17,5%,
dan 20% dari bobot adonan yang telah ditentukan. Campurkan dan aduk
serbuk limbah biomasa, batu bara dan perekat tapioka hingga merata
sempurna secara keseluruhan di dalam wadah pencampur. Formulasi
persentase serbuk batang singkong, batu bara dan perekat tapioka yang
dicampurkan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Formulasi persentase bahan baku
Perbandingan
Komposisi
Bahan
Konsentrasi
Perekat
Tapioka
Persentase Bahan Baku (%)
Tongkol
Jagung
Batang
Singkong Batu Bara
Perekat
Tapioka Total
P1
(25:25:50)
K1 (15%) 21,25 21,25 42,50 15,00 100
K2 (17,5%) 20,63 20,63 41,25 17,50 100
K3 (20%) 20,00 20,00 40,00 20,00 100
P2
(22,5:22,5:55)
K1 (15%) 19,13 19,13 46,75 15,00 100
K2 (17,5%) 18,56 18,56 45,38 17,50 100
K3 (20%) 18,00 18,00 44,00 20,00 100
P3
(20:20:60)
K1 (15%) 17,00 17,00 51,00 15,00 100
K2 (17,5%) 16,50 16,50 49,50 17,50 100
K3 (20%) 16,00 16,00 48,00 20,00 100
P4
(17,5:17,5:65)
K1 (15%) 14,88 14,88 55,25 15,00 100
K2 (17,5%) 14,44 14,44 53,63 17,50 100
K3 (20%) 14,00 14,00 52,00 20,00 100
3.4.6 Pencetakan Briket
Adonan berupa campuran serbuk limbah batang singkong, batu bara dan perekat
tapioka dicetak menjadi briket secara mekanis menggunakan mesin pengepres.
Mesin pengepres dapat dilihat pada gambar 11. Adonan yang sudah siap untuk
dicetak, dimasukkan ke lubang umpan mesin pengepres. Selanjutnya, mesin
pengepres akan berputar terus-menerus pada porosnya. Bersamaan dengan itu,
37
adonan terkempa dan memadat lalu terdorong keluar menuju rak hasil
pembriketan. Briket hasil pencetakan menggunakan mesin pengepres berbentuk
silinder.
Gambar 8. Mesin Pengepres
3.4.7 Pengeringan Briket
Briket yang telah di cetak langsung dikeringkan dibawah sinar matahari. Tujuan
nya agar kandungan air dalam briket berkurang dan memudahkan briket cepat
menyala ketika proses penyalaan awal. Pengeringan dilakukan dibawah sinar
matahari yang terik kurang lebih selama 3 hari untuk menghindari adanya jamur
pada briket.
3.4.8 Tahap Pengujian Mutu
Pengujian dilakukan untuk mengetahui karakteristik briket yang dihasilkan dan
pengaruh kombinasi antara perbandingan komposisi bahan dan konsentrasi
perekat pada karakteristik briket yang dihasilkan, maka terdapat beberapa
karakteristik briket yang diuji yang terdiri dari karakteristik fisik, kimia, dan
38
pembakaran briket. Karakteristik fisik yang diuji dari briket yang telah dihasilkan
yaitu kerapatan, kadar air, nilai kalor, laju pembakaran, suhu dasar plat pemasakan
saat pembakaran, shatter resistance index.
3.4.8.1 Kerapatan
Kerapatan briket dinyatakan dalam perbandingan antara bobot briket dengan
volume briket (g/cm3). Kerapatan briket dapat diketahui dengan pembobotan
briket dan menghitung volumenya berdasarkan panjang dan diameter sesuai
persamaan berikut (Liu, dkk, 2013) :
Vu = ℼ
4D2H..………………………………………….(1)
ρu= 𝑀𝑢
𝑉𝑢 ………..…………………………………….(2)
Keterangan : ρu : Kerapatan briket (unti density) (g/cm3)
Vu : Volume briket (cm3)
Mu : Bobot briket (g)
D : Diameter briket (cm)
H : Panjang briket (cm)
3.4.8.2 Kadar Air
Kadar air briket ditentukan dengan cara pengeringan di dalam oven.
Sebanyak 5 gram sampel yang telah dihaluskan ditimbang dengan teliti dan
ditempatkan dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 16-24 jam
hingga bobot konstan, selanjutnya sampel didinginkan dalam desikator
39
selama 15 menit sebelum ditimbang beratnya. Kadar air briket dapat
diketahui dengan rumus sebagai berikut (ASTM, 1998) :
MC = W1 – W2
W1 x 100 ……………………………….. (3)
Keterangan : MC : Kadar air (%)
W1 : Bobot awal sampel (g)
W2 : Bobot akhir sampel (g)
3.4.8.3 Nilai Kalor
Pengukuran nilai kalor briket dilakukan menggunakan bomb calorimeter.
Sebanyak 1-5 gram sampel tiap perlakuan yang telah dihaluskan ditimbang
dengan teliti dalam mangkok platina yang disediakan. Selanjutnya, pasang
benang penyulut pada vessel bomb calorimeter. Kaitkan mangkok platina
yang telah berisi sampel ke kawat dan masukkan ke dalam vessel bomb
calorimeter. Isilah vessel bomb calorimeter dengan oksigen hingga tekanan
mencapai 3000 kPa. Kemudian, nyalakan bomb calorimeter dan input data
berat sampel dari hasil penimbangan sebelumnya. Masukkan vessel bomb
calorimeter ke dalam bomb calorimeter dan tutup dengan rapat dan kencang.
Setelah itu, bomb calorimeter akan bekerja. Tunggulah beberapa saat hingga
nilai kalor briket ditampilkan di layar. Ambil vessel bomb calorimeter dan
buang tekanan yang ada hingga bomb calorimeter tidak bertekanan sama
sekali (DDS Calorimeters, 2016).
40
3.4.8.4 Laju Pembakaran
Pengujian laju pembakaran briket dilakukan dalam tungku berbentuk silinder
yang terbuat dari tanah liat. Sebelum briket disusun ke dalam tungku, terlebih
dahulu briket yang akan dinyalakan ditimbang untuk mengetahui bobot briket
tiap perlakuan. Kemudian, briket direndam dalam bahan bakar minyak tanah
selama 8 menit. Proses penyalaan briket dimulai dengan menyusun satu
lapisan briket di atas saringan kawat, kemudian di bawah saringan kawat
tersebut dibakar bahan penyulut berupa potongan kayu hasil gergajian yang
telah disiram dengan minyak tanah. Setelah briket menyala dan membara,
briket disusun ke dalam tungku. Agar bara briket lebih cepat menyebar, maka
briket yang baru menyala dan membara dikipas secara terus-menerus selama
10-15 menit.
Uji laju pembakaran briket dilakukan untuk mengetahui berkurangnya bobot
briket per satuan waktu selama pembakaran berlangsung. Dengan kata lain,
laju pembakaran briket ialah perbandingan bobot briket yang terbakar
terhadap lama pembakaran briket hingga menjadi abu. Penentuan laju
pembakaran briket dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut
(Onuegbu, dkk, 2011) :
BR = Q1 – Q2
T………………………………(4)
Keterangan : BR : Laju pembakaran (g/menit)
Q1 : Bobot awal sampel (g)
Q2 : Bobot akhir sampel (g)
T : Waktu pembakaran briket (menit)
41
3.4.8.5 Suhu Dasar Plat Pemasakan Saat Pembakaran
Salah satu karakteristik pembakaran briket ditunjukkan dari perubahan suhu
dasar plat pemasakan selama pembakaran briket. Perubahan suhu dasar plat
pemasakan selama pembakaran sangat dipengaruhi oleh banyaknya energi
panas yang dikeluarkan oleh briket dan energi panas yang diterima plat
pemasakan. Pengujian suhu dasar plat pemasakan saat pembakaran dilakukan
dalam tungku berbentuk silinder yang terbuat dari tanah liat. Proses penyalaan
briket dimulai dengan menyusun satu lapisan briket di atas saringan kawat,
kemudian di bawah saringan kawat tersebut dibakar bahan penyulut berupa
potongan kayu hasil gergajian yang telah disiram dengan minyak tanah.
Setelah briket menyala dan membara, briket disusun ke dalam tungku dan plat
pemasakan (panci) diletakkan di atas briket yang menyala dan membara. Suhu
dasar plat pemasakan (panci) tanpa beban diukur dengan menggunakan
thermometer hingga bara briket padam (Tamrin, 2011).
3.4.8.6 Shatter Resistance Index
Briket yang telah dicetak, diukur kekuatannya dengan cara menjatuhkan
brikret dari ketinggian 2 meter ke lantai yang keras (semen). Kemudian
potongan-potongan briket tersebut dikumpulkan, jika pecahan briket banyak
dan briket mengalami kerusakan fisik (hancur) maka shatter resistance index
dikatakan rapuh.
42
3.4.8.7 Analisis Data
Untuk masing-masing perlakuan selanjutnya dianalisis sidik ragamnya dengan
menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada taraf kepercayaan 5% dan 1%. Hasil perhitungan dan analisa akan
diuraikan dan disajikan dalam bentuk tabel dan atau grafik.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan penelitian ini adalah :
1. Interaksi antara perbandingan komposisi bahan dan konsentrasi perekat
berpengaruh nyata terhadap kerapatan briket dan nilai shatter resistance index
briket, namun berpengaruh tidak nyata terhadap laju pembakaran briket.
2. Perbandingan komposisi bahan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
shatter resistance index briket, berpengaruh nyata terhadap laju pembakaran
briket, dan tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan briket. Komposisi
perekat berpengaruh sangat nyata terhadap nilai shatter resistance index
briket, berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan laju pembakaran briket.
3. Berdasarkan standar kualitas briket menurut SNI 01-6235-2000, nilai kadar air
setiap sampel sudah sesuai SNI dengan nilai kadar air kurang dari 8% dan
hanya dua sampel yang tidak memenuhi SNI. Nilai kalor pada setiap sampel
P, hanya P3 dan P4 yang sesuai dengan SNI dengan nilai kalor lebih dari 5000
kal/g dan sampel P1dan P2 belum sesua dengan SNI.
4. Hasil karakteristik briket biocoal setelah pengujian sebagai berikut kerapatan
briket sebesar 0,357 – 0,423 g/cm3 , kadar air sebesar 0,87% - 3,17%, nilai
kalor sebesar 4648,8 – 5150,4 kal/g, laju pembakaran sebesar 0,37 – 0,41
menit, dan shatter resistance index sebesar 65, 51% - 99,75%.
5.1 Simpulan
61
5.2 Saran
Saran dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Nilai Kalor yang didapatkan dengan komposisi batu bara dan biomassa
50%:50% dan 55%:45% masih dibawah standar SNI yang ditetapkan.
Sehingga dalam penelitian selanjutnya dapat menambahkan komposisi batu
bara diatas 55% yang dapat menaikkan nilai kalor sebesar 5000 kal/g sesuai
standar SNI.
2. Penggunaan perekat dapat divariasikan dengan perekat lain seperti molase dan
getah karet, sehingga dapat mengetahui pengaruh antara perekat tapioka dan
perekat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 1998. Energi Dan Listrik pertanian. Fakultas Teknik Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Achmad, R. 1991. Briket Arang Lebih Baik dari Kayu Bakar. Jurnal Neraca
10(4) : 21-22.
Adrihimura. 2009. Energi Alternatif : Briket Batu Bara. http://id.shvoong.com/
exact-sciences/engineering/1941778-energi-alternatifbriket-batubara/.
Tanggal 11 Januari 2019
Badan Pusat Statistik. 2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Dikutip dari https://www.bps.go.id. Tanggal 12 Januari 2019
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi ubi kayu menurut provinsi 1993–2015.
Dikutip dari https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/880.
Tanggal 12 Januari 2019
Boedjang. 1973. Pembuatan Arang Cetak Laporan Karya Utama. Departemen
Teknologi Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITB. Bandung.
Bono, P., Marlina, P., Silvy Rahmah, F., dan Syaiful, N. 2013. Peta Potensi
Limbah Biomassa Pertanian Dan Kehutanan Sebagai Basis Data
Pengembangan Energi Terbarukan. Ketenagalistrikan Dan Energi
Terbarukan 12(2) : 123 – 130.
Cecep. 2009. Peluang Penggunaan Kulit Singkong Sebagai Pakan Unggas. Balai
Penelitian Ternak. Bogor.
DDS Calorimeters. 2016. Cal2K Operating Manual V4.8. Gauteng. DDS
Calorimeters.
Departemen Pertanian. 2007. Data Produksi Jagung Nasional. www.deptan.go.id.
Tanggal 11 Januari 2019
Dineen, J. 2001. Minyak, Gas dan Batu Bara. PT. Ikrar Mandiri. Jakarta.
Djajeng, S. dan Broto, W. 2009. Kajian Teknis dan Ekonomis Pengolahan Briket
Bungkil Biji Jarak Pagar Sebagai Bahan Bakar Tungku. Balai Besar
63
Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor.
Faiz, T., Harahap, L., dan Daulay, S. 2015. Pemanfaatan Tongkol Jagung dan
Limbah Teh Sebagai Bahan Briket. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian, 4(3): 427 – 432.
Gandhi, A.B. 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat terhadap
Karakteristik Briket Arang Tongkol Jagung. SMKN 7 Semarang.
Semarang.
Grolier Internation, Inc. 2002. Ilmu Pengetahuan Populer. PT. Ikrar Mandiri
Abadi. Jakarta
Hamidi, N., Wardana, ING., dan Sasmito, H. (2011). Pengaruh Penambahan
Tongkol Jagung Terhadap Performa Pembakaran Bahan Bakar Briket
Blotong (Filter Cake). Jurnal Rekayasa Mesin, 2(2) : 92-97
Hanandito, L., dan Willy, S. 2011. Pembuatan Briket Arang Tempurung Kelapa
dari Sisa Bahan Bakar Pengasapan Ikan Kelurahan Bandarharjo
Semarang. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang.
Hansen, M.T., Jein, A.R., Hayes, S., dan Bateman, P. 2009. English Handbook for
Wood Pellet Cambustion. Intelligent Energy for Europe.
Hasbullah. 2000. Teknologi Tepat Guna dan Agroindustri Kecil Sumatera Barat.
Sumatera Barat: Dewan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Industri.
Hayati. 2008. Pembuatan Briket Biomassa. Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat.
Hendra, D. 1999. Bahan Baku Pembuatan Arang dan Briket Arang. Badan
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Hendra, D., dan Darmawan, S. 2000. Pembuatan briket arang dari sebuk gergajian
kayu dengan penambahan arang tempurung kelapa. Buletin Penelitian
Hasil Hutan. 18(1): 1-9.
Hu, J., Lei, T., Wang, Z., Yan, X., Shi, X., Li, Z., He, X., dan Zhang, Q. 2014.
Economic, Environmental and Social Assessment of Briquette Fuel
from Agricultural Residues in China – A Study on Flat Die
Briquetting Using Corn Stalk. Energy. 64(1) : 557-566.
Kaliyan, N., dan Morey, V.R. 2006. Factors Affecting Strength and Durability of
Densified Products. Conference Paper. Oregon.
Karim, M. A., Ariyanto, E., dan Firmansyah, A. 2014. Biobriket Enceng Gondok
(Eichhornia crassipes) Sebagai Bahan Bakar Energi Terbarukan.
Jurnal Reaktor, 15(1): 59-63.
64
Kurniawan, O., dan Marsono. 2008. Superkarbon : Bahan Bakar Alternatif
Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Penebar Swadaya. Jakarta Timur.
Lindayanti. 2006. Teknologi Pembuatan Arang Tempurung Kelapa. Liptan Agdex:
161/78 No. 01/BPTP Jambi/2006.
Mangunwidjaja, 2003. Teknologi dan Diversifikasi Pengolahan Jagung. Makalah
Temu Usaha Perusahaan Jagung. Direktorat Jendral Industri Kimia,
Agro dan Hasil Hutan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan
RI. Bandar Lampung.
Marsudi, Djiteng. 2005. Pembangkitan Energi Listrik. Jakarta: Erlangga.
Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dari Campuran Arang
Limbah Gergajian Kayu. (Skripsi). Bogor, Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Mc Cabe, W. L. 1976. Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd ed., Mc
Graw Hill Book Company, Inc., Tokyo.
Miskah, S., Suhirman, L., dan Ramadhona, H. R. 2014. Pembuatan Biobriket dari
Campuran Arang Kulit Kacang Tanah dan Arang Ampas Tebu dengan
Aditif KMnO4. 20:58-61.
Nugrahaeni, J. I. 2008. Pemanfaatan Limbah Tembakau untuk Bahan Pembuatan
Briket sebagai Bahan Bakar Alternatif. IPB. Bogor.
Nyakuma, B.B., Johari, A., Ahmad, A., dan Abdullah, T.A.T. Comparative
Analysis of The Calorific Fuel Properties of Empty Fruit Bunch Fiber
and Briquette. Energy Procedia. 52(1) : 466-473.
Ohman, M., Nystrom, I., dan Gilbe, C. 2009. Slag Formation During Combustion
of Biomass Fuels. International Conference on Solid Biofuels. Beijing.
Onuegbu, T. U., Ekpunobi, U. E., Ogbu, I. M., Ekeoma, M. O. dan Obumselu, F.
O. 2011. Comparative Studies of Ignition Time and Water boiling
Test of Coal and Biomass Briquettes Blend. IJRRAS, 7(2) : 153-159.
Pari, G., dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari
Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Pasaribu G., Sipayung B., dan Pari G. 2007. Analisis Komponen Kimia Empat
Jenis Kayu Asal Sumatera Utara. Sumatra Utara
Permen ESDM. 2006. Pedoman Pembuatan dan Pemanfaatan Briket Batu Bara
dan Bahan Bakar Padat Berbasis Batu Bara. Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral. Jakarta.
65
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin). 2013. Statistik Harga
Komoditas Petanian Tahun 2013. Pusdatin. Jakarta.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin). 2016. Outlook Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu. Kementerian Pertanian.
Jakarta.
Putri, G. L. 2010. Pengaruh Campuran Serat Kelapa Sawit Dan Ampas Tebu
Dengan Batubara Untuk Pembuatan Briket Biocoal Terhadap Sifat
Fisik Dan Laju Pembakaran. Skripsi.Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Prijono, Achmad. 1992. Pengertian Batu Bara. Dikutip dari ptba.co.id/en/
knowledge/index/pengertian-batubara. Tanggal 12 Januari 2019
PT Tambang Batu Bara Bukit Asam. 2007. Keunggulan Briket Batu Bara. Dikutip
dari http://www.ristek.go.id. Tanggal 11 Januari 2019
Sumada, K., Tamara, E.P., dan Alqani, F. 2011. Kajian Proses Isolasi α-Selulosa
dari Limbah Batang Tanaman Manihot esculenta Crantz yang Efisien.
Jurnal Teknik Kimia. 5(2): 434-438.
Saptoadi, H., 2004. The Best Composition of Coalbiomass Briquettes, A Two Day
Collaboration Workshop on Energy, Enviromental, and New Trend in
Mechanical Engineering. Department of Mechanical Engineering
Brawijaya University. Keio University.
Satmoko, M.E.A., Saputro, D.D., dan Budiyono A. 2013. Karakterisasi Briket
Dari Limbah Pengolahan Kayu Sengon Dengan Metode Cetak Panas.
Journal Of Mechanical Engineering Learning.
Setiowati, Reni., dan Tirono, M., 2014. Pengaruh Variasi Tekanan Pengepresan
dan Komposisi Bahan Terhadap Sifat Fisis Briket Arang. Jurnal
Neutrino, 7(1).
Stolarski, M. J., Szczukowski, S., Tworkowski, J., Krzyžaniak, M., Gulczyňski,
P. dan Mleczek, M. 2013. Comparison of quality and production
cost of briquettes made from agricultural and forest origin biomass.
Renewable energy 57 (1): 20–26.
Sudrajat, R. 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Ketahanan Kempa
Terhadap Kualitas Briket Arang. Laporan Penelitian No. 165. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Sudrajat R., dan Soleh S. 1994. Petunjuk Teknis Pembutan Arang Aktif. Badan
Peneliti dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
66
Sulistyanto, A. 2006. Pengaruh Variasi Bahan Perekat Terhadap Laju Pembakaran
Biobriket Campuran Batubara dan Serabut Kelapa. Media Mesin. 8(2)
:45-52.
Tamrin. 2010. Simulasi Perubahan Suhu dalam Ruangan Pembakaran Tertutup
Saat Pematian Bara Api Briket Batubara. Prosiding Seminar Nasional
Sains dan Teknologi III: Peran Strategis Sains dan Teknologi dalam
Mencapai Kemandirian Bangsa. Universitas Lampung.
Bandarlampung.
Warung Informasi BBM Teksmira ESDM. 2006. Proses Pembuatan Briket Bio
Batu Bara. Dikutip Dari hhtp://www.Warintek/WarungInformasiBBM
Tanggal 11 Januari 2019
Widarto, L., dan Suryanta. 1995. Membuat Bioarang dari Kotoran Lembu.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Wijayanti, S.D. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan
Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Zubachtirodin, MS. Pabbage, dan Subandi. 2007. Wilayah Produksi dan Potensi
Pengembangan Jagung. Dalam Jagung: Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.