Post on 20-Oct-2020
PENGARUH APLIKASI PUPUK HAYATI TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT
TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT
(Lycopersicum esculentum Mill.) DI BUKIT KEMILING PERMAI,
BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
FANDI AHMAD
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Fandi Ahmad
ABSTRAK
PENGARUH APLIKASI PUPUK HAYATI TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT
TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT
(Lycopersicum esculentum Mill.) DI BUKIT KEMILING PERMAI,
BANDAR LAMPUNG
Oleh
FANDI AHMAD
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap
kemantapan agregat tanah pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.),
(2) Mengetahui pupuk hayati manakah yang paling baik dalam meningkatkan kemantapan
agregat dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.), (3) Mengetahui dosis
terbaik pada aplikasi pupuk hayati pelarut fosfat terhadap kemantapan agregat tanah dan
produksi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Penelitian ini dilaksanakan di
Bukit Kemiling Permai, Kelurahan Kepayang, Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung
dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung. Waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Mei 2018 sampai
dengan bulan Oktober 2018. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Teracak
Sempurna (RKTS) dengan faktor tunggal yang terdiri dari enam taraf yaitu P0 = Kontrol, P1 =
Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 50 ml/ha, P2 = Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 500 ml/ha, P3 =
Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 750 ml/ha, P4 = Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 1.000 ml/ha, P5 =
Fandi Ahmad
Pupuk Hayati BMG 8.000 ml/ha. Setiap perlakuan diulang tiga kali. Data yang diperoleh dari
pengamatan dalam setiap variabel diuji homogenitas ragamnya dengan menggunakan Uji
Bartlet. Sedangkan Uji Aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi data
dianalisis dengan sidik ragam. Perbedaan nilai tengah diuji dengan BNT pada taraf 5%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa (1) Aplikasi pupuk
hayati dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah pada tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum Mill.). Kemantapan agregat tanah terendah yaitu pada perlakuan Kontrol dengan
nilai indeks kemantapan 40,68. Sedangkan indeks kemantapan agregat tertinggi pada
perlakuan pupuk hayati BMG 8.000 ml/ha dengan nilai 48,24. (2) Pupuk hayati yang paling
baik dalam meningkatkan kemantapan agregat dan produksi tomat adalah pupuk hayati BMG
8.000 ml/ha. (3) Dosis terbaik aplikasi pupuk hayati pelarut fosfat yaitu pada perlakuan 1.000
ml/ha yang menunjukkan nilai kemantapan agregat tanah tertinggi yaitu 44,37 dan bobot
buah perpetak dengan nilai 32,85 kg atau 19,553 ton/ha.
Kata kunci : Kemantapan agregat, Produksi tanaman tomat, Pupuk hayati.
Fandi Ahmad
PENGARUH APLIKASI PUPUK HAYATI TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT
TANAH DAN PRODUKSI TANAMAN TOMAT
(Lycopersicum esculentum Mill.) DI BUKIT KEMILING PERMAI,
BANDAR LAMPUNG
Oleh
FANDI AHMAD
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Fandi Ahmad
Fandi Ahmad
Fandi Ahmad
Fandi Ahmad
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumberjo, Kabupaten Tanggamus, pada tanggal 15 Januari
1996. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak
Asman dan Ibu Eni. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar
Negeri I Singosari pada tahun 2002 - 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Pertama di SMP Islam Kebumen tahun 2008 – 2011 dan
Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Talang Padang tahun 2011 – 2014. Penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
Sepakbola Unila pada tahun 2014 – 2017, organisasi kemahasiswaan Persatuan
Mahasiswa Agroteknologi (Perma AGT) periode 2016/2017 sebagai anggota
Bidang Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) dan menjadi Kepala Bidang
Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) pada periode 2017/2018. Selain
berorganisasi, penulis juga menjadi asisten mata kuliah Dasar – Dasar Ilmu Tanah
pada semester genap 2016/2017, Pengantar Ilmu Tanah pada semester ganjil
2017/2018, dan semester genap 2017/2018.
Fandi Ahmad
Penulis melaksanakan Praktik Umum di Kebun Percobaan (KP) Balai Penelitian
Tanah, Taman Bogo Lampung Timur pada tahun 2017 dan melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Tambah Luhur, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten
Lampung Timur pada tahun 2018.
Fandi Ahmad
Bismillahirrohmannirrohim
Dengan rasa syukur dan bangga aku persembahkan karya ini
kepada kedua orangtuaku, Asman dan Eni
terima kasih telah menyemangati, membimbing dan berjuang bagi diri kami.
Teruntuk kedua adikku, Retno Dwi Lestari dan Keiza Fitriyani,
teruslah menjadi pribadi yang baik dan menjadi kebanggaan bagi keluarga.
Dosen pembimbing dan penguji, Keluarga Agroteknologi 2014 serta untuk
almamater tercinta, Universitas Lampung
terima kasih untuk pengalaman berharga dan
kenangan indah selama menuntut ilmu.
Fandi Ahmad
Bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar.
- Q. S. Ar Rum (30) : 60 -
Saya percaya, bahwa akhir sebuah kisah
hanyalah gerbang pembuka untuk kisah yang jauh lebih indah.
- Fiersa Besari -
Tidak ada yang perlu dilebihkan.
Percuma, kita hanya nafas kecil sebagai tamu semesta.
Dari tanah, kembali ke tanah.
- Wira Nagara -
Salah satu bagian terbaik dalam hidup,
ketika kita tidak sekedar menjadi setumpuk koleksi.
Tetapi dapat menjadi sebuah inspirasi.
- Fandi Ahmad -
Fandi Ahmad
SANWACANA
Bismillahirrahmannirrahim.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat teriring
salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu kita
nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah nanti, Aamiin.
Penulis menyadari bahwa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari banyak pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung yang telah membantu dalam administrasi
skripsi ini.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si. selaku ketua jurusan Agroteknologi dan
penguji yang telah memberikan saran, nasehat, dan arahan untuk penulisan
skripsi yang baik.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Hamim Sudarsono, M.Sc. selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat.
Fandi Ahmad
4. Bapak Dr. Ir. Afandi, M. P. selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, dukungan, arahan, nasehat, dan saran selama penulis
melaksanakan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Bapak Ir. Kus Hendarto, M. S. selaku pembimbing II yang telah memberikan
semangat, nasehat, bimbingan, dan saran selama penulis melaksanakan
penelitian hingga penulisan skripsi terselesaikan.
6. Kedua orang tua penulis Bapak Asman dan Ibu Eni, serta adik tercinta Retno
Dwi Lestari dan Keiza Fitriyani yang telah memberikan motivasi, dukungan,
doa, perhatian, pengorbanan, nasihat, serta kasih sayang kepada penulis.
7. Sahabat Kontrakan penulis Agung Caniago, Eka Anggara, Rivan Okfrianas,
Egi Ardana, Fitra Pristiadi, Hanif Satriawan, Rizki Ramadhan, Rendi Wijoyo,
Rizki Cahya Nugraha, dan Suaji Triaji yang selalu memberikan keceriaan dan
semangat disaat suka dan duka bagi penulis.
8. Rekan Presidium Perma AGT periode 2017/2018 Dicky Ashari, Anisah Ika,
Chintya Anniessa Pasa, Erik Suwandana, Dany Pranowo, Putri Ulva, Binti
Masrurroh, Diko Sri Agung, Ikhsan Firdaus, Fachri Rahmat, Amara
Ayunilanda, Amirah Inas, Anggelia Fitri, Rafika Restiningtyas, dan Ahyar
Safitri serta kakak - kakak dan adik - adik keluarga besar Perma AGT yang
telah memberikan pengalaman, kerjasama, serta kebersamaan untuk tumbuh,
berkembang, dan berbagi pengalaman bersama penulis.
9. Bang Yohan Yogaswara, Rahmad Firdaus, Prayoga Eka Saputra, Wiwit Arif
Putranto, Eko Pramono, Eko Pentara, Angga Maycel, Cahyo Prabowo, Teguh
Saputra, Aan Rinaldi, Budi Setiawan, Dimas Santiaji, Febri Arianto, Dodi
Maulana, Ahmad Shan Kemala Jaya, Hendra Wijaya, Rio Anugrah, Hendi
Fandi Ahmad
Pamungkas, Robin Afia Hidayat, dan Eko Supriyadi yang telah memberikan
ilmu, keceriaan, kekeluargaan, dan pengalamannya,
10. Adik – adik sekretariat Perma AGT Wasri Yaman, Ardinta, Josua Tambunan,
Riski Alam, Fakhri Amir, Andrian, Abdul Razaek, Distra, Yudi Candra, Sony
Sanjaya, Yudha Imanda, Tita prenti, Anggi agustin, Rosa Nintania, Ihsania
Jinggan, Wulan Dwi, Munawaroh, Devy Nouva, Yulia Alessandra, Bella
Mahesa, Shintia Bella, dan Dian Puspita yang telah memberikan keceriaan,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
11. Keluarga besar UKM Sepakbola Universitas Lampung yang telah memberikan
pengalaman, kekeluargaan, dan keceriaan yang telah terjalin baik selama ini.
12. Sahabat Happy Flower Mbak Ratri Luqmana Sari, Husna, Nisya Aryani, Diza
Pepita, Bang Heru Purnomo, Muhammad Rahmansyah, dan Hafiz Luthfi yang
selalu memberikan dukungan, motivasi, keceriaan, dan rasa kekeluargaan.
13. Keluarga besar Agroteknologi 2014 yang selalu berbagi keceriaan dan rasa
kekeluargaan selama masa studi.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan dan memberi balasan
sebaik – baiknya kepada kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 9 Agustus 2019
Penulis,
Fandi Ahmad
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ i
DAFTAR TABEL ................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1.3 Kerangka Pemikiran ................................................................. 5
1.4 Hipotesis ................................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 9
2.1 Morfologi Tanaman Tomat ...................................................... 9
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Tomat .............................................. 10
2.2.1 Iklim ................................................................................. 10
2.2.2 Tanah ............................................................................... 11
2.3 Agregat Tanah .......................................................................... 12
2.4 Pupuk Hayati ............................................................................ 15
2.5 Mikroorganisme Pelarut Fosfat ................................................ 16
2.6 Pupuk Hayati BMG ................................................................. 17
III. BAHAN DAN METODE .............................................................. 19
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 19
3.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 19
3.3 Metode Penelitian ..................................................................... 20
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................. 20
3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan ......................................... 20
ii
3.4.2 Pembibitan .................................................................... 21 3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah Awal ............................... 22 3.4.4 Pengolahan Tanah dan Pemasangan Mulsa ................ 22 3.4.5 Penanaman ................................................................... 23 3.4.6 Pemeliharaan ................................................................ 23 3.4.7 Aplikasi Perlakuan ........................................................ 24 3.4.8 Pemanenan ................................................................... 25 3.4.9 Pengambilan Sampel Tanah Akhir ............................... 25
3.5 Variabel Pengamatan ................................................................ 26
3.5.1 Variabel Utama ................................................................ 26 3.5.1.1 Analisis Kemantapan Agregat ........................... 26
3.5.1.2 Bobot Buah Per petak ....................................... 29
3.5.1.3 Bobot Kering Akar ............................................ 30
3.5.1.4 Bobot Kering Tajuk ........................................... 30
3.5.2 Variabel Pendukung ......................................................... 30 3.5.2.1 Penetapan Tekstur Tanah ................................. 30
3.5.2.2 Penetapan pH Tanah ......................................... 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 33
4.1 Hasil .......................................................................................... 33
4.1.1 Distribusi Agregat ......................................................... 34 4.1.2 Kemantapan Agregat ................................................... 35 4.1.3 Bobot Buah Per Petak ................................................... 36 4.1.4 Bobot Kering Akar ......................................................... 37 4.1.5 Bobot Kering Tajuk ........................................................ 37 4.1.6 Korelasi Indeks Kemantapan Agregat terhadap
Bobot Buah Per Petak ..................................................... 38
4.2 Pembahasan .............................................................................. 39
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 44
5.1 Simpulan ................................................................................... 44
5.2 Saran ......................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... .. 45
LAMPIRAN
Tabel 11 - 35 .......................................................................................... 50 - 72
iii
DAFTAR TABEL
Tabel ........................................................................................................ Halaman
1. Klasifikasi indeks kemantapan agregat tanah ….… ......................... 15
2. Komposisi mikroorganisme pupuk hayati BMG …......................... 17
3. Waktu aplikasi, metode, dan dosis/konsentrasi pemupukan …....… 24
4. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering ….… 27
5. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan basah ….… 29
6. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap kemantapan agregat dan hasil produksi tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill.). ..................................................... . 33
7. Pengaruh aplikasi pupuk hayati pada variabel kemantapan agregat .. 36
8. Pengaruh aplikasi pupuk hayati pada variabel bobot buah perpetak ............................................................................................. 36
9. Pengaruh aplikasi pupuk hayati pada variabel bobot brangkasan kering akar ........................................................................................ 37
10. Pengaruh aplikasi pupuk hayati pada variabel bobot brangkasan kering tajuk ....................................................................................... 38
11. Hasil ayakan kering ........................................................................... 51
12. Persentase ayakan kering .................................................................. 52
13. Perhitungan kemantapan agregat dengan ayakan kering ................. 53
14. Rerata Berat Diameter (RBD) kering ................................................ 54
15. Hasil ayakan basah ............................................................................ 56
16. Persentase ayakan basah ................................................................... 57
iv
17. Perhitungan kemantapan agregat dengan ayakan kering ................. 58
18. Rerata Berat Diameter (RBD) basah ................................................. 59
19. Klasifikasi indeks kemantapan agregat tanah ................................... 61
20. Indeks Kemantapan Agregat Tanah (IKA) ....................................... 62
21. Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap variabel tekstur tanah ......... 63
22. Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap variabel pH tanah ............... 64
23. Data pengamatan pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap kemantapan agregat tanah ................................................................. 64
24. Uji bartlett pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap kemantapan agregat ........................................................................... 65
25. Analisis ragam pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap kemantapan agregat ........................................................................... 65
26. Data pengamatan pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot buah per petak ......................................................................... 66
27. Uji bartlett pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot buah per petak ................................................................................... 67
28. Analisis ragam pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot buah per petak ................................................................................... 67
29. Data pengamatan pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot kering akar ............................................................................... 68
30. Uji bartlett pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot kering akar ......................................................................................... 69
31. Analisis ragam pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot kering akar ......................................................................................... 69
32. Data pengamatan pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot kering tajuk ............................................................................. 70
33. Uji bartlett pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot kering tajuk ........................................................................................ 71
34. Analisis ragam pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap bobot kering tajuk ........................................................................................ 71
v
35. Korelasi indeks kemantapan agregat terhadap bobot buah per petak ... 72
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak percobaan .................................................................... 21
2. Satuan percobaan dalam satu perlakuan .................................... 22
3. Distribusi agregat pengayakan kering ....................................... 34
4. Distribusi agregat pengayakan basah ........................................ 35
5. Uji korelasi linier indeks kemantapan agregat terhadap bobot buah per petak ..................................................... 38
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu komoditas
yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Tomat
dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun sebagai bumbu masakan. Tomat
juga memiliki prospek yang baik dalam pemasarannya dan memiliki harga yang
relatif terjangkau. Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan
dan pemenuhan gizi sehari - hari menyebabkan permintaan akan produk
hortikultura berkualitas tinggi semakin meningkat.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2017), luas panen tomat nasional tahun 2016
mencapai 54,544 Ha dengan produksi sebesar 883,223 ton. Kemudian luas panen
tomat di Lampung pada tahun 2015 adalah 2.143 Ha dengan produksi mencapai
24,490 ton/ha, tetapi pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi 23,638
ton/ha. Konsumsi tomat di Indonesia mencapai 0,800 ons/kapita/minggu atau
sekitar 4,171 kg/kapita/tahun.
Rendahnya produksi tomat di Indonesia sangat erat kaitannya dengan tingkat
kesuburan tanah, pemupukan yang masih di bawah rekomendasi, ketersediaan air,
dan pengaturan sistem penggunaan air, teknologi, faktor iklim, serangan hama dan
penyakit, serta teknis budidaya petani yang belum tepat (Cahyono, 2008).
2
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi tomat yaitu dengan perbaikan
kesuburan tanah. Tanah merupakan media tanam yang digunakan untuk tumbuh
kembangnya akar tanaman. Media tanam yang baik adalah media yang mampu
menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman. Hal ini dapat ditentukan
dengan tata udara dan air yang baik, mempunyai agregat yang mantap,
kemampuan menahan air yang baik dan ruang untuk perakaran yang cukup
(Mawaddah, 2017).
Salah satu upaya mempertahankan kondisi tanah yang baik adalah perlu adanya
perhatian khusus pada perbaikan kemantapan agregat tanah. Agregat tanah
terbentuk karena proses flokulasi dan fragmentasi. Flokulasi terjadi jika partikel
tanah yang pada awalnya dalam keadaan terdispersi, kemudian bergabung
membentuk agregat. Sedangkan fragmentasi terjadi jika tanah dalam keadaan
bongkahan, kemudian terpecah – pecah membentuk agregat yang lebih kecil
(Santi et al., 2008).
Agregat tanah dapat menciptakan lingkungan fisik yang baik untuk
perkembangan akar tanaman melalui pengaruhnya terhadap porositas, aerasi, dan
daya menahan air. Pada tanah yang agregatnya kurang stabil bila terkena
gangguan maka agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir - butir halus
hasil hancuran akan menghambat pori - pori tanah sehingga bobot isi tanah
meningkat, aerasi buruk, dan permeabilitas menjadi lambat. Kemantapan Agregat
juga sangat menentukan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi. Kemampuan
agregat untuk bertahan dari gaya perusak dari luar (stabilitas) dapat ditentukan
3
secara kuantitatif melalui Aggregate Stability Index (ASI). Indeks ini merupakan
penilaian secara kuantitatif terhadap kemantapan agregat (Pujawan, 2015).
Faktor - faktor yang mempengaruhi kemantapan agregat antara lain pengolahan
tanah dan aktivitas mikroorganisme tanah (Mazid et al., 2011). Kondisi lahan
yang kurang subur, menyebabkan perlu adanya pupuk yang dapat menyuburkan
tanah kembali. Fadiluddin (2009) dalam Setiawati et al. (2016) menyatakan
bahwa pemanfaatan pupuk hayati (biofertilizer) merupakan usaha dan strategi
yang tepat untuk menyuburkan tanah kembali.
Aplikasi pupuk hayati kedalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah,
memacu pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan produksi tanaman. Pupuk
hayati memiliki kandungan mikroorganisme hidup yang dapat meningkatkan
ketersediaan nutrisi apabila diterapkan pada benih, permukaan tanaman, atau
tanah serta saat pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati dapat meningkatkan laju
kerja enzim baik di dalam tanah maupun pada tanaman (Mazid et al., 2011).
Pupuk hayati dapat berperan sebagai dekomposisi bahan organik dan
menyediakan lingkungan rhizosfer lebih baik (Vessey, 2003). Sehingga
mikroorganisme yang berada pada daerah perakaran dapat berperan dalam siklus
energi, unsur hara, pembentuk agregat, dan menentukan kesehatan tanah.
Pupuk hayati mengandung unsur hara makro dan mikro, hormon, dan asam amino
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, di dalam pupuk hayati
terdapat mikroorganisme yang berfungsi sebagai pelarut fosfat. Mikroorganisme
pelarut fosfat dapat berfungsi untuk meningkatkan kesuburan P dalam tanah
sehingga dapat diserap oleh tanaman. Aplikasi pupuk hayati ke dalam tanah
4
merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kesuburan tanah. Kemudian
penggunaan pupuk hayati juga diharapkan dapat memperbaiki agregat tanah,
meningkatkan kesehatan tanah, memacu pertumbuhan tanaman, dan
meningkatkan produksi tanaman.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka penelitian ini dilakukan
untuk menjawab rumusan masalah sebagai berikut :
1) Apakah aplikasi pupuk hayati dapat mempengaruhi kemantapan agregat tanah
pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) ?
2) Pupuk hayati manakah yang paling baik dalam meningkatkan kemantapan
agregat dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) ?
3) Berapakah dosis terbaik pada aplikasi pupuk hayati pelarut fosfat terhadap
peningkatan kemantapan agregat tanah dan produksi tanaman tomat
(Lycopersicum esculentum Mill.) ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dikemukakan maka tujuan
penelitian ini adalah untuk :
1) Mengetahui pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap kemantapan agregat
tanah pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.).
2) Mengetahui pupuk hayati manakah yang paling baik dalam meningkatkan
kemantapan agregat dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum
Mill.).
5
3) Mengetahui dosis terbaik pada aplikasi pupuk hayati pelarut fosfat terhadap
kemantapan agregat tanah dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum Mill.).
1.3 Kerangka Pemikiran
Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan komoditas hortikultura yang
termasuk dalam tanaman semusim. Permintaan pasar terhadap komoditas tomat
dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tetapi produksi tomat mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat disebabkan karena rendahnya
kesuburan tanah pada lahan pertanian di Lampung. Tanah di Lampung
merupakan tanah marjinal yang di dominasi tanah ultisol. Tanah ultisol memiliki
sifat fisik, kimia, dan biologi yang kurang baik, sehingga dapat menjadi kendala
bagi pertumbuhan tanaman. Kendala sifat fisik tanah ultisol adalah stabilitas
agregat kurang mantap, konsistensi teguh dilapisan bawah (sub soil), dan gembur
bagian atas (top soil). Kendala sifat kimia adalah nilai pH yang rendah dan
kandungan Al-dd yang tinggi. Kendala biologi adalah kandungan bahan organik
yang tersedia dalam tanah rendah (Sarief, 1986).
Kualitas tanah yang rendah diakibatkan oleh fenomena alam ataupun sifat alami
tanahnya, namun kerusakan tanah juga dapat terjadi karena pengelolaan tanah
yang dilakukan secara terus - menerus dan tidak tepat. Pengelolaan tanah secara
terus - menerus dapat menurunkan tingkat kemantapan agregat tanah, yang
berfungsi sebagai tempat hidupnya mikroorganisme tanah yang dapat membantu
proses pertumbuhan tanaman (Lestari, 2015).
6
Agregat tanah terbentuk karena adanya interaksi dari butiran tunggal, liat,
oksida besi atau almunium, dan bahan organik. Agregat tanah yang baik dapat
terbentuk karena flokulasi maupun oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian
dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau adanya
aktifitas biologi (Mustafa et al., 2012).
Agregat yang baik akan menjadikan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Pada tanah yang agregatnya kurang stabil bila terkena gangguan maka
agregat tanah tersebut akan mudah hancur. Butir - butir halus hasil hancuran akan
menghambat pori - pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi kurang
baik, dan permeabilitas menjadi lambat.
Kemantapan agregat merupakan ketahanan rata - rata agregat tanah terhadap
pendispersi oleh benturan tetes air hujan atau penggenangan air. Kemantapan
agregat tanah tergantung pada ketahanan jonjot tanah melawan daya dispersi air
dan kekuatan pengikat (sementasi). Faktor – faktor yang mempengaruhi
kemantapan agregat diantaranya bahan - bahan pengikat agregat tanah, bentuk dan
ukuran agregat, serta tingkat agregasi. Stabilitas agregat yang terbentuk
tergantung pada keutuhan tanah permukaan agregat pada kondisi kering dan
kekuatan ikatan antarkoloid partikel di dalam agregat pada saat basah. Pentingnya
peran lendir (gum) yang dapat dihasilkan oleh mikroorganisme sebagai agen
pengikat adalah menjamin kelangsungan aktivitas mikroba dalam proses
pembentukan ikatan agregat tanah dan agregasi (Hardjowigeno, 1987).
Oleh sebab itu, tanah yang berfungsi sebagai media tumbuh dan sumber air bagi
tanaman harus dioptimalkan pengolahannya. Salah satu upaya yang dapat
7
dilakukan adalah dengan penambahan pupuk hayati kedalam tanah. Pupuk hayati
adalah pupuk organik yang mengandung isolat berupa mikroorganisme seperti
mikroorganisme penambat nitrogen (N2), mikroorganisme pelarut fosfat (P) atau
mikroorganisme perombak selulosa yang diberikan dengan tujuan meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Lestari, 2015).
Salah satu pupuk hayati yang banyak digunakan adalah pupuk hayati yang
mengandung mikroorganisme pelarut fosfat. Jenis mikroorganisme pelarut fosfat
yang banyak digunakan yaitu dari jenis bakteri. Mikroorganisme yang termasuk
dalam kelompok bakteri pelarut fosfat antara lain Pseudomonas sp., Bacillus sp.,
dan Azetobacter sp. (Purwaningsih, 2003).
Mekanisme mikroorganisme pelarutan fosfat dalam melarutkan fosfat adalah
produksi mineral terlarut seperti asam organik, siderofor, proton, ion hidroksil,
dan CO2 (Rodriguez dan Fraga, 1999; Sharma et al., 2011). Asam organik yang
diproduksi oleh mikroorganisme pelarut fosfat adalah asam glukonat, 2-
ketoglutonat, sitrat, oksalat, laktat, isovalerat, suksinat, glikonat, dan asetat (Pande
et al., 2017). Asam organik diproduksi bersama dengan kation khelat hidroksil
dan karboksil atau dengan menurunkan pH untuk melepaskan P (Seshachala dan
Tallapragada, 2012). Asam organik diproduksi dalam ruang periplasma melalui
jalur oksidasi langsung (Zhao et al., 2014). Asam - asam organik tersebut akan
bereaksi dengan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+, dan Mg2+ membentuk
khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat
sehingga dapat tersedia dan diserap oleh tanaman (Goldstein, 1994; Ginting et al.,
2006).
8
Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah melalui
beberapa cara, diantaranya anion organik bersaing dengan ortofosfat pada
permukaan jerapan koloid tanah yang bermuatan positif, pelepasan ortofosfat dari
ikatan logam P melalui pembentukan kompleks logam organik. Mekanisme lain
dalam meningkatkan ketersediaan P oleh asam organik adalah modifikasi muatan
permukaan jerapan oleh ligan organik (Beaucamp dan Hume, 1997; Havlin et al.,
1999).
Aplikasi pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme pelarut fosfat pada
pertanaman tomat diharapkan dapat memperbaiki kemantapan agregat tanah dan
memperbaiki sifat fisik tanah sehingga dapat meningkatkan produksi dan
produktivitas tanaman tomat.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan, maka hipotesis yang
didapatkan dalam penelitian ini adalah :
1) Aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah pada
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.).
2) Terdapat pupuk hayati terbaik yang dapat meningkatkan kemantapan agregat
tanah dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.).
3) Terdapat dosis pupuk hayati pelarut fosfat terbaik yang dapat meningkatkan
kemantapan agregat tanah dan produksi tanaman tomat (Lycopersicum
esculentum Mill.).
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Tanaman Tomat
Menurut Pracaya (1998) tanaman tomat dapat diklasifikasikan secara ilmiah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Solanes
Family : Solanaceae
Genus : Lycopersicon (lycopersicum)
Species : Lycopersicum esculentum Mill.
Tomat merupakan tanaman semusim (annual). Tomat memiliki sistem perakaran
tunggang yang tumbuh memanjang menembus tanah. Batang tomat berwarna
hijau dan berbentuk persegi empat yang lunak namun cukup kuat, berambut atau
berbulu halus. Ruas batang mengalami penebalan dan pada ruas bagian bawah
tumbuh akar – akar pendek. Batang tanaman tomat dapat bercabang, sehingga
perlu dilakukan pemangkasan cabang secara berkala agar penyebaran batang
dapat merata (Cahyono, 2008).
10
Daun tanaman tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan membentuk
celah - celah menyirip agak melengkung ke dalam. Daun tomat berwarna hijau
dan merupakan daun majemuk ganjil berjumlah 5−7. Panjang daun antara 15–30
cm dan lebar daun 10–25 cm. Daun majemuk tumbuh berselang - seling
mengelilingi tanaman (Cahyono, 2008).
Rangkaian bunga (bunga majemuk) terdiri dari 4−14 bunga. Rangkaian bunga
terletak diantara buku, ruas, ujung batang atau cabang. Bunga tomat termasuk
bunga hermaprodite dengan diameter ± 2 cm. Mahkota berjumlah 6, bagian
pangkalnya membentuk tabung pendek sepanjang ± 1 cm, berwarna kuning.
Benang sari berjumlah 6, bertangkai pendek dengan kepala sepanjang ± 5 mm,
berwarna kuning cerah dan mengelilingi putik bunga. Kelopak bunga berjumlah 6
dengan ujung kelopak runcing dan panjang ± 1 cm (Pracaya, 1998).
Buah tomat berbentuk bulat, bulat lonjong, bulat pipih atau oval tergantung
varietas tomat. Buah yang masih muda berwarna hijau muda sampai hijau tua.
Buah tomat yang sudah tua berwarna merah cerah atau merah gelap, merah
kekuning - kuningan atau merah kehitaman. Selain itu ada juga yang berwarna
kuning tergantung jenis dan varietasnya (Wiryanta, 2002).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Tomat
2.2.1 Iklim
Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua tempat, dari
dataran rendah (100−600 mdpl) dan dataran tinggi (1.000−2.500 mdpl). Tanaman
tomat memerlukan intensitas cahaya matahari sekitar 10−12 jam setiap hari.
11
Cahaya matahari tersebut dipergunakan untuk proses fotosintesis, pembentukan
bunga, pembentukan buah, dan pemasakan buah (Wiryanta, 2002).
Tanaman tomat memerlukan sinar matahari yang cukup. Kekurangan sinar
matahari juga dapat menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik
parasit maupun nonparasit. Intensitas sinar matahari sangat penting dalam
pembentukan vitamin C dan karoten (provitamin A) dalam buah tomat. Sinar
matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten
dibandingkan pada dataran rendah, karena tanaman menerima sinar matahari lebih
banyak tetapi suhu rendah (Pracaya, 1998).
2.2.2 Tanah
Tanaman tomat dapat tumbuh di tanah andosol, regosol, latosol, ultisol dan
grumosol. Jika tanah kurang subur atau kondisi tanah kurang cocok untuk
pertumbuhan tanaman tomat bisa dimanipulasi melalui pemupukan, baik organik
ataupun anorganik. Kondisi tanah yang paling cocok yaitu tanah lempung pasir
dan banyak mengandung unsur hara (Wiryanta, 2002).
Sifat kimia tanah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Sifat kimia
yang sangat berpengaruh tersebut adalah pH dan keadaan salinitas (kadar garam)
dalam tanah. Tanaman tomat dapat tumbuh optimal pada tanah dengan pH
5,5−6,8. Namun, tanaman tomat masih toleran pada derajat keasaman dengan pH
5−7 (Pracaya, 1998).
Sifat biologis tanah sangat dipengaruhi oleh sifat fisik tanah yang akan
berpengaruh baik terhadap biologi tanah. Kondisi biologi tanah yang baik dapat
12
membantu melarutkan unsur hara yang tidak larut, dan dapat menyimpan
kelebihan unsur hara. Selain itu juga dapat membantu proses nitrifikasi,
menyuburkan tanah, dan melancarkan peredaran udara di dalam tanah atau aerasi
(Pracaya, 1998).
2.3 Agregat Tanah
Produktivitas lahan secara berkelanjutan dapat ditingkatkan dengan pengembalian
atau pemberian bahan organik untuk memulihkan kembali status hara dalam
tanah. Bahan organik tanah sangat penting dalam mempertahankan stabilitas
struktur tanah, membantu infiltrasi udara dan air, mempromosikan air retensi, dan
mengurangi erosi. Bahan organik berpengaruh terhadap sifat fisik tanah yaitu
dapat meningkatkan stabilitas agregat tanah, sehingga dapat memperbaiki struktur
tanah yang mantap dan ideal bagi pertumbuhan tanaman yang dapat berakibat
pada menurunnya tingkat porositas dan tingkat kepadatan tanah (Utomo et al.,
2015).
Agregat tanah merupakan melekatnya partikel tanah antara satu dengan lainnya
yang lebih kuat, dibandingkan dengan partikel di sekitarnya. Agregat tanah
terbentuk apabila partikel - partikel tanah menyatu, membentuk unit - unit yang
lebih besar. Peningkatan ukuran dan stabilitas agregat tanah akan berpengaruh
positif terhadap sifat fisik tanah lainnya, diantaranya dapat meningkatkan
kapasitas retensi air dan jumlah air tersedia, pori makro dan meso, porositas total,
aerasi, permeabilitas, infiltrasi tanah, serta dapat menurunkan kepekaan tanah
terhadap erosi (Kurnia, 1996).
13
Kemantapan agregat tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk
bertahan terhadap faktor - faktor yang dapat merusaknya. Faktor - faktor tersebut
dapat berupa kikisan angin, pukulan air hujan, daya urai air pengairan, dan beban
pengolahan tanah. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat - sifat
tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, seperti porositas dan ketersediaan
air lebih lama dibandingkan dengan agregat tanah tidak mantap (Rachman dan
Abdurachman, 2006). Agregat tanah yang stabil dapat menciptakan lingkungan
fisik yang baik untuk perkembangan akar tanaman. Apabila tanah memiliki nilai
kemantapan agregat yang rendah, bila terkena gangguan maka agregat tanah
tersebut akan mudah hancur. Kemudian butir - butir halus hasil hancuran akan
menghambat pori - pori tanah sehingga bobot isi tanah meningkat, aerasi buruk
dan permeabilitas menjadi lambat.
Edwards dan Bremner dalam Tisdall dan Oades (1982) menjelaskan pembentukan
agregat terjadi melalui beberapa cara dan dapat dikelompokkan dalam tingkat
ukuran yaitu makroagregat (> 250 μm) dan mikroagregat (< 250 μm).
Makroagregat terdiri dari kompleks liat, kation polivalen dan molekul organik
(Kl-P-MO) dimana liat yang terikat dengan molekul organik oleh kation
polivalen. Partikel Kl-P-MO yang berdiameter < 2 μm membentuk mikroagregat
yang diameternya < 250 μm.
- Agregat berdiameter < 2 μm, agregat ini merupakan flokulasi dari kumpulan
individual liat yang membentuk masa yang sangat halus. Liat disatukan oleh
gaya - gaya Van der Waal, ikatan hidrogen, dan ikatan Coloumb.
- Agregat berdiameter 2-20 μm, agregat ini terdiri dari partikel - partikel yang
berdiameter < 2 μm yang terikat bersama - sama sangat kuat oleh bahan
14
organik persisten dan tidak dapat terganggu oleh praktik pertanian. Partikel -
partikel yang berdiameter 2-20 μm merupakan partikel yang terdiri dari
partikel - partikel berdiameter < 2 μm yang terikat dengan kuat.
- Agregat berdiameter 20-250 μm, merupakan ukuran agregat yang stabil,
sehingga tidak dapat tergamggu oleh praktik pertanian, namun ukuran agregat
ini dapat dihancurkan karena getaran ultrasonik. agregat ini sebagian besar
terdiri dari partikel - partikel berdiameter 2-20 μm yang diikat oleh berbagai
penyemen yang termasuk kedalam bahan organik persisten, oksida kristalin,
dan aluminosilikat. Agregat ini sangat stabil bukan hanya karena ukurannya
yang kecil, tapi juga karena agregat tersebut mengandung agen - agen pengikat.
- Agregat berdiameter > 2000 μm, agregat ini terdiri dari agregat - agregat dan
partikel - partikel yang disatukan oleh akar dan hifa.
Lal dan Shukla (2004) menyatakan terdapat berbagai metode yang digunakan
untuk menentukan kemantapan agregat tanah. Salah satu metode yang sering
digunakan adalah indeks rata - rata bobot diameter (Mean Weight Diameter).
Rata - rata bobot diameter pada metode pengayakan kering dan basah dapat
digunakan untuk menentukan kemantapan agregat yang dinyatakan ke dalam
indeks stabilitas agregat. Indeks stabilitas agregat merupakan selisih antara
rata - rata bobot diameter agregat tanah pada pengayakan kering dengan rata - rata
bobot diameter pada pengayakan basah.
15
Tabel 1. Klasifikasi indeks kemantapan agregat tanah (Afandi, 2005)
Harkat Kemantapan Agregat
> 200 Sangat mantap sekali
80 – 200 Sangat mantap
61 – 80 Mantap
50 – 60 Agak mantap
40 – 50 Kurang mantap
< 40 Tidak mantap
2.4 Pupuk Hayati
Pupuk hayati adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup
yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan
unsur hara tertentu bagi tanaman. Pemanfaatan pupuk hayati dilakukan
berdasarkan respon positif terhadap peningkatan efektivitas dan efisiensi
pemupukan sehingga dapat menghemat biaya pupuk. Mikroba yang digunakan
sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah,
disertakan dalam pupuk organik atau pada benih yang akan ditanam (Andriawan,
2010).
Aplikasi pupuk hayati bertujuan untuk meningkatkan jumlah mikroorganisme dan
mempercepat proses mikrobiologis untuk meningkatkan ketersediaan hara,
sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Pupuk hayati bermanfaat untuk
mengaktifkan serapan hara oleh tanamaan, menekan soil borne disease,
mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan
menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman.
(Harris et al., 2018).
16
Menurut Simanungkalit (2001), pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup
yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman
memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman. Wu et al.
(2005) menyatakan bahwa penggunaan pupuk hayati tidak hanya meningkatkan
kadar unsur hara pada tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K),
tetapi juga menjaga kandungan senyawa organik dan total N dalam tanah.
2.5 Mikroorganisme Pelarut Fosfat
Penggunaan mikroorganisme pelarut fosfat sebagai pupuk hayati mempunyai
manfaat antara lain hemat energi, tidak mencemari lingkungan, mampu
meningkatkan kelarutan P yang terjerap, menghalangi terjerapnya P oleh unsur –
unsur penjerap dan mengurangi toksitas Al3+, Fe3+, dan Mn2+ terhadap tanaman
pada tanah masam. Pada tanah masam biasanya terjadi pengikatan – pengikatan P
yang menyebabkan pupuk P yang diaplikasikan menjadi kurang efisien, sehingga
perlu diberikan takaran yang tinggi. Kurang efisiennya penggunaan pupuk P ini
dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan penggunaan
mikroorganisme pelarut fosfat sebagai pupuk hayati (Elfiati, 2005).
Menurut Sharma et al. (2011) mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok
bakteri pelarut fosfat antara lain Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. Menurut
Pischik et al. (2018) yang menyatakan bahwa aplikasi Bacillus subtilis dan asam
humat dapat meningkatkan hasil buah serta kualitas buah tomat melalui
peningkatan bobot kering, karbohidrat, kandungan gula, dan asam askorbat.
17
Mikroorganisme pelarut fosfat ini dapat hidup disekitar perakaran tanaman, yaitu
di daerah permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah.
Keberadaan mikroorganisme ini berkaitan dengan jumlah bahan organik yang
secara langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman
mempengaruhi kehidupan mikroorganisme dan secara fisiologis mikroorganisme
yang berada dekat dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup
jauh dari daerah perakaran. Selain itu, mikroorganisme ini ada yang hidup pada
kondisi asam, netral, basa, hipofilik, mesofilik, dan termofilik. Ada pula yang
hidup sebagai aerob dan anaerob dan beberapa sifat lain yang bervariasi. Kondisi
lingkungan yang optimal dapat mempengaruhi efektifnya mikroorganisme
melarutkan fosfat dalam tanah (Waksman dan Starkey, 1981).
2.6 Pupuk Hayati BMG (Bio Max Grow)
Pupuk BMG (Bio Max Grow) merupakan pupuk hayati yang mengandung
sejumlah mikroba yang dapat meningkatkan kesuburan biologi dan ketersediaan
hara dalam tanah. Kandungan mikroorganisme yang ada dalam pupuk hayati
BMG diantaranya Azospirillum sp., Azotobacter sp., Lactobacillus sp.,mikroba
pelarut fosfat, mikroba selulotik, dan Pseudomonas sp.
Tabel 2. Komposisi Mikroorganisme Pupuk Hayati BMG
Jenis Mikroorganisme Jumlah Satuan
Azospirillum sp. 0,4 x 106 Cfu/ml
Azotobacter sp. 8,5 x106 Cfu/ml
Lactobacillus sp. 12 x 106 Cfu/ml
Mikroba pelarut fosfat 7,2 x 106 Cfu/ml
Mikroba selulolitik 5,3 x 106 Cfu/ml
Pseudomonas sp. 5,9 x 106 Cfu/ml
18
Pemberian pupuk BMG (Bio Max Grow) dapat memberikan beberapa manfaat
yaitu :
1. Menyehatkan tanah dan tanaman, melalui perbaikan struktur dan tekstur tanah
yang mengalami kerusakan karena pemakaian pupuk kimia secara berlebihan
dan terus menerus.
2. Merangsang pertumbuhan akar tanaman sehingga jangkauan akar mengambil
zat (unsur hara) yang diperlukan meningkat.
3. Menetralisir, mengurai, dan merombak faktor penghambat. Sehingga terjadi
keseimbangan yang menjamin ketersediaan unsur hara atau zat yang
dibutuhkan oleh tanaman.
4. Mengefisiensi dan menghemat biaya pemupukan karena dapat mengurangi
penggunaan pupuk kimia sebesar 50%.
5. Meningkatkan produksi 20–50% karena perbaikan kesuburan tanah dan
mengoptimalkan proses fotosintesa sehingga bulir/buah lebih padat dan berisi.
6. Memperbaiki kualitas rasa, aroma, dan selera terhadap biji atau buah yang
dihasilkan (Gunarto, 2015).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bukit Kemiling Permai, Kelurahan Kepayang,
Kecamatan Kemiling, Kota Bandar Lampung dan analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Fisika Tanah, Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Mei 2018 sampai dengan
bulan Oktober 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat - alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu satu set ayakan
(8; 4,75; 2,8; 2; 1, 0,5, 0,2 mm), cangkul, mulsa plastik hitam perak, meteran,
ember, label, ajir, plastik, spidol, tali rafia, stopwatch, penggaris, buret, cawan,
gelas ukur, gembor, timbangan digital, neraca analitik, oven, penggaris, alat tulis,
kalkulator, dan alat - alat analisis agregat tanah.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih tomat Varietas Timothy, sampel
tanah, pupuk hayati pelarut fosfat, pupuk hayati BMG (Bio Max Grow), pupuk
kandang kotoran sapi, pupuk dasar (TSP, KCl dan ZA), pupuk NPK, plants
catalyst¸ insektisida, Fungisida, serta alat dan bahan pendukung analisis lainnya.
20
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunanakan Rancangan Kelompok Teracak Sempurna (RKTS)
dengan faktor tunggal yang terdiri dari enam taraf yaitu :
1. P0 = KontrolP1 = Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 50 ml/ha
2. P2 = Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 500 ml/ha
3. P3 = Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 750 ml/ha
4. P4 = Pupuk Hayati Pelarut Fosfat 1.000 ml/ha
5. P5 = Pupuk Hayati BMG 8.000 ml/ha
Data yang diperoleh dari pengamatan dalam setiap variabel diuji homogenitas
ragamnya dengan menggunakan Uji Bartlett. Sedangkan Uji Aditivitas data diuji
dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi data dianalisis dengan sidik ragam.
Perbedaan nilai tengah diuji dengan BNT pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan
Penentuan petak percobaan dilakukan menggunakan angka acak sehingga
diperoleh pengacakan perlakuan yang tepat untuk setiap kelompok. Tata letak
percobaan di lahan dapat dilihat pada Gambar 1.
21
I II III
P1 P3 P4
P2 P5 P3
P3 P4 P0
P5 P0 P2
P4 P1 P5
P0 P2 P1
Gambar 1. Tata letak percobaan
3.4.2 Pembibitan
Tahap awal dalam kegiatan pembibitan adalah penyemaian. Penyemaian tomat
dilakukan selama satu bulan. Media yang digunakan adalah campuran tanah top
soil dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Media semai tersebut
dimasukkan ke dalam wadah besek, kemudian benih tomat ditanam dalam wadah
dan disiram. Penyemaian dilakukan selama 12 hari, kemudian bibit dipindahkan
ke dalam contong yang terbuat dari gulungan daun pisang. Media yang
digunakan untuk mengisi contong pisang adalah campuran antara tanah dan bahan
organik. Satu buah contong daun pisang berisi satu bibit tomat. Persemaian di
contong daun pisang dilakukan hingga bibit tomat berumur 15 hari.
22
3.4.3 Pengambilan Sampel Tanah Awal
Sampel tanah diambil sebelum lahan diolah. Cara pengambilannya menggunakan
cangkul, sampel tanah berupa bongkahan yang diambil sebanyak tiga titik, setiap
titik di ambil sebanyak 500 g tanah, kemudian masing – masing sampel
dimasukkan kedalam kantung plastik dan diberi kertas label pada plastik tersebut.
3.4.4 Pengolahan Tanah dan Pemasangan Mulsa
Luas lahan yang digunakan yaitu 290,7 m2 (panjang 25,5 m, lebar 11,4 m),
pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan cangkul. Setelah tanah diolah
kemudian dibentuk plot (petak perlakuan) untuk memisahkan antar perlakuan.
Jumlah plot dalam setiap lahan adalah 18 (6 perlakuan dan 3 ulangan). Setiap plot
berukuran 13,44 m2 (4,8 m x 2,8 m) dan terdiri dari 2 bedengan yang berukuran
90 cm x 4,8 m dengan jarak antar bedengan sebesar 1 m. Setiap bedengan terdiri
dari dua baris tanam zigzag dengan jarak tanam 30 cm x 70 cm, sehingga
didapatkan 13 tanaman dalam setiap bedengan (Gambar 2).
Gambar 2. Satuan percobaan dalam satu perlakuan
23
Pada setiap bedengan dilakukan pemupukan awal dengan menaburkan pupuk
kandang kotoran sapi dengan dosis 10 kg/bedengan, kemudian pupuk tersebut
diaduk dan didiamkan selama tiga hari. Setelah itu, diaplikasikan pupuk dasar
berupa TSP, KCl, dan ZA dengan dosis masing – masing 100 g/bedengan.
Selanjutnya, bedengan ditutup dengan menggunakan mulsa plastik hitam perak
dan diberi lubang tanam dengan diameter 7 cm.
3.4.5 Penanaman
Penanaman dilakukan dengan memilih bibit yang sehat dan seragam, kemudian
dipindahkan ke petak percobaan. Penanaman dilakukan dengan membuat lubang
tanam 5-10 cm dengan jarak tanam 30 cm x 70 cm. Setiap lubang tanam
dimasukkan satu bibit tanaman.
3.4.6 Pemeliharaan
Pemeliharaan rutin yang dilakukan meliputi penyiraman, penyiangan gulma,
pemupukan, pewiwilan, pemasangan ajir, dan pembubunan. Penyiraman
dilakukan dari awal pindah tanam. Penyiangan gulma dilakukan dengan cara
membersihkan gulma secara manual pada petak percobaan dalam interval satu
seminggu. Sedangkan penyemprotan pestisida dilakukan setiap 3 hari sekali.
Pemupukan dilakukan dua minggu sekali setelah tanam. Pupuk yang digunakan
adalah pupuk NPK mutiara yang diaplikasikan menggunakan dua metode
pemupukan yaitu tugal dan kocor. Pemupukan metode tugal dengan cara
memberikan pupuk disekitar lubang tanam dengan dosis 5 gram/tanaman.
Sedangkan pemupukan metode kocor dilakukan dengan cara menyiramkan larutan
24
pupuk dengan konsentrasi 5 gram/liter dan diberikan sebanyak 250 ml/tanaman
(Tabel 3). Pewiwilan dilakukan setiap seminggu sekali hingga fase generatif.
Pemasangan ajir dilakukan ketika tanaman berumur dua minggu setelah tanam,
Setiap tanaman diikatkan ke ajir menggunakan tali rapia. Pembumbunan
dilakukan dalam interval satu minggu agar akar tanaman tertutup dan batang
tanaman lebih kuat.
Tabel 3. Waktu aplikasi, metode, dan dosis/konsentrasi pemupukan
Waktu Aplikasi Metode Dosis/Konsentrasi
2 MST Kocor 5 gram/250ml
4 MST Tugal 5 gram/tanaman
6 MST Kocor 5 gram/250ml
8 MST Kocor 5 gram/250ml
Keterangan : MST = Minggu setelah tanam
3.4.7 Aplikasi Perlakuan
Aplikasi perlakuan dilakukan sebanyak dua kali, aplikasi perlakuan pertama
dilakukan pada saat tanaman berumur 14 hari setelah tanam dan aplikasi kedua
dilakukan saat tanaman berumur 24 hari setelah tanam. Aplikasi pupuk hayati
dilakukan dengan cara dilarutkan dengan air. Setelah itu, setiap tanaman
diaplikasikan dengan larutan pupuk hayati sebanyak 30 ml dengan cara dikocor.
Perhitungan Aplikasi Pupuk Hayati
Dosis 50 ml/ha, 500 ml/ha, 750 ml/ha, 1000 ml/ha, dan 8000 ml/ha
Jumlah tanaman dalam satu plot = 26 tanaman
Jumlah air yang dibutuhkan = 30 ml/tanaman
Jadi, jumlah air yang dibutuhkan untuk satu plot = 26 tanaman x 30 ml air
= 780 ml
25
Luas plot dalam satu perlakuan = 13,44 m2
Jadi, jumlah pupuk hayati yang dibutuhkan adalah
=Luas plot dalam satu perlakuan
luas lahan per hektar x dosis pupuk hayati
=13,44
10.000 x 50 ml
= 0,0672 ml/plot,
=13,44
10.000 x 500 ml
= 0,672 ml/plot,
=13,44
10.000 x 750 ml
= 1,008 ml/plot,
=13,44
10.000 x 1.000 ml
= 1,344 ml/plot,
=13,44
10.000 x 8.000 ml
= 10,752 ml/plot.
3.4.8 Pemanenan
Tomat dipanen setelah buah berwarna kuning kemerahan. Panen dilakukan setiap
tiga hari sekali hingga buah habis.
3.4.9 Pengambilan Sampel Tanah Akhir
Pengambilan sampel tanah dilakukan setelah pemanenan tomat selesai. Sampel
tanah diambil menggunakan cangkul, sampel tanah berupa bongkahan yang
26
diambil disetiap petak perlakuan, kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik
dan diberi kertas label pada plastik tersebut.
3.5 Variabel Pengamatan
3.5.1 Variabel Utama
3.5.1.1 Analisis Kemantapan Agregat
Analisis kemantapan agregat dilakukan dengan metode ayakan ganda (ayakan
kering dan ayakan basah). Dasar metode ini adalah mencari perbedaan rata - rata
berat diameter agregat pada pengayakan kering dan pengayakan basah, metode
pengayakan kering dan pengayakan basah merupakan suatu cara untuk
menetapkan kemantapan agregat tanah (Rachman dan Abdurachman, 2006).
Tahap - tahap dalam metode ayakan kering dan basah yaitu:
A. Pengayakan Kering
1. Contoh tanah kering udara di timbang sebanyak 500 g.
2. Ayakan disusun berturut - turut dari atas kebawah: 8; 4.75; 2.8; 2; 1; 0.5 mm;
dan penampung.
3. Pengayakan dilakukan menggunakan tangan untuk mengayak tanah yang ada
di dalam ayakan 8 mm sampai semua tanah turun melalui ayakan ini. Jika
penggunaan tangan belum dapat melewatkan semua tanah, maka dapat
digunakan alu kecil (anak lumpang). Kemudian tanah di tumbuk secara
perlahan - lahan menggunakan alu kecil sampai semua tanah turun.
4. Pengayakan dilakukan dengan menggoyang ayakan sebanyak lima kali.
5. Masing - masing fraksi agregat pada setiap ayakan ditimbang.
27
Tabel 4. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan kering
No Agihan diameter Rerata diameter Berat agregat yang Persentase ayak (mm) (mm) tertinggal (g)
1 0,00 – 0,50 0,25 A (A/G) x 100
2 0,50 – 1,00 0,75 B (B/G) x 100
3 1,00 – 2,00 1,5 C (C/G) x 100
4 2,00 – 2,83 2,4 D (D/G) x 100
5 2,83 – 4,76 3,8 E (E/G) x 100
6 4,76 – 8,00 6,4 F (F/G) x 100
Keterangan : Total (A + B + C + D + E + F) = G
Total (D + E + F) = H
Rerata Berat Diameter (RBD)
Nilai RBD menggambarkan dari dominansi agregat ukuran tertentu. RBD
dihitung hanya untuk agregat ukuran > 2 mm, urutannya sebagai berikut:
Persentase agregat ukuran > 2 mm dihitung dengan:
D/H x 100 % = X; E/H x 100 % = Y; F/H x 100 % =Z.
Hasil pada (a) dikalikan dengan rerata diameter, jumlahkan, dan dibagi
dengan 100 , seperti pada persamaan :
RBD (g.mm) = [ (X x 2,4) + (Y x 3,8) + (Z x 6,4)] / 100
B. Pengayakan Basah
1. Agregat dari hasil pengayakan kering yang berukuran > 2 mm diambil
sebanyak 100 gram dengan jumlah sesuai proporsi tiap agregat, kemudian
dimasukkan ke dalam cawan nikel (diameter 7,5 cm, tinggi 2,5 cm).
2. Setelah itu diteteskan air sampai kapasitas lapangan dari buret setinggi 30 cm
dari cawan, sampai air menyentuh ujung penetes buret.
3. Tanah disimpan dalam inkubator pada suhu 20oC dengan kelembapan relatif
98-100% selama 24 jam.
28
3. Setelah disimpan selama 24 jam, dilakukan pengayakan tanah pada ayakan
dengan ukuran 8 mm; 4,76 mm; 2,83 mm; 2 mm; 1 mm; dan 0.5.
4. Lalu setiap agregat dipindahkan dari cawan ke ayakan dengan susunan agregat
antara 8 dan 4,76 mm di atas ayakan 4,76 mm; agregat antara 4,76 dan 2,83
mm di atas ayakan 2,83 mm dan agregat antara 2,83 dan 2 mm di atas ayakan 2
mm.
5. Ayakan - ayakan yang digunakan dalam pengayakan basah di atas masih
terdapat dibawahnya berturut turut ayakan 1 mm, 0,5 mm, dan 0,279 mm.
6. Lalu pasang susunan ayakan - ayakan tersebut pada alat pengayak basah/bejana
yang telah diisi air dan dilakukan pengayakan selama 5 menit (35 ayunan per
menit).
7. Setelah selesai pengayakan, agregat dipindahkan dari setiap ayakan ke cawan
nikel (diameter 9 cm, tinggi 5 cm) menggunakan corong.
8. Agregat - agregat yang lepas dari dasar ayakan dipindahkan, dibantu dengan
semprotan air yang dilakukan pada selang berdiameter kecil supaya alirannya
deras.
9. Setelah itu cawan yang telah berisi agregat dimasukkan ke dalam oven selama
±24 jam pada suhu 105º C.
10. Setelah kering, tanah dimasukkan ke desikator, kemudian ditimbang.
29
Tabel 5. Perhitungan kemantapan agregat dengan pengayakan basah
No Agihan diameter Rerata diameter Berat agregat yang Persentase ayak (mm) (mm) tertinggal (g)
1 0,00 – 0,50 0,25 A (A/G) x 100
2 0,50 – 1,00 0,75 B (B/G) x 100
3 1,00 – 2,00 1,5 C (C/G) x 100
4 2,00 – 2,83 2,4 D (D/G) x 100
5 2,83 – 4,76 3,8 E (E/G) x 100
6 4,76 – 8,00 6,4 F (F/G) x 100
Keterangan : Total (A + B + C + D + E + F) = G
Rerata Berat Diameter (RBD)
Nilai RBD menggambarkan dari dominansi agregat ukuran tertentu. RBD
dihitung untuk semua ukuran agregat, urutannya sebagai berikut :
Persentase agregat dihitung dengan :
A/G x 100 % = U; B/G x 100 % = V;
C/G x 100 % =W; D/G x 100 % = X;
E/G x 100 % = Y; F/G x 100 % = Z.
Hasil pada (a) dikalikan dengan rerata diameter, jumlahkan, dan dibagi
dengan 100, seperti pada persamaan :
RBD (g.mm) = [(U x 0,25) + (V x 0,75) + (W x 1,5) + (X x 2,4) + (Y x 3,8) +
(Z x 6,4)] / 100
Perhitungan Indeks Kemantapan Agregat (IKA)
1
Kemantapan agregat = x 100 %
RBD kering - RBD basah
3.5.1.2 Bobot Buah Per Petak
Bobot buah dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh dengan cara
menimbang buah per petak setiap panennya.
30
3.5.1.3 Bobot Kering Akar
Bobot kering akar dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh dengan cara
mencabut dua tanaman sampel dalam setiap perlakuan. Tanaman yang telah
dicabut dipisahkan antara bagian tajuk dan bagian akar. Akar dicuci bersih,
kemudian ditiriskan, dan dimasukkan ke dalam amplop. Setelah dimasukkan ke
dalam amplop kemudian dioven agar bobot konstan dan kemudian ditimbang
bobot akarnya.
3.5.1.4 Bobot Kering Tajuk
Bobot kering tajuk dinyatakan dalam satuan gram (g) dan diperoleh dengan cara
mencabut dua tanaman sampel dalam setiap perlakuan. Tanaman yang telah
dicabut dipisahkan antara bagian tajuk dan bagian akar. Tajuk dicuci bersih,
kemudian ditiriskan, dan dimasukkan ke dalam amplop. Setelah dimasukkan ke
dalam amplop kemudian dioven agar bobot konstan dan kemudian ditimbang
bobot tajuknya.
3.5.2 Variabel Pendukung
3.5.2.1 Penetapan Tekstur Tanah
Metode untuk penentuan tekstur tanah dengan menggunakan metode hidrometer,
adapun cara menentukan tekstur tanah dengan menggunakan metode hidrometer
sebagai berikut :
31
1. 50 g tanah ditimbang (Mw) dan dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 250
ml, ditambahkan 50 ml calgon 5%, kocok dan biarkan 10 menit. Diambil
juga 15 g tanah untuk diukur kadar lengasnya (w).
2. Tanah tersebut dimasukkan kedalam gelas pengaduk listrik dan diberikan 400
ml air aquades dan dikocok selama 5 menit.
3. Suspensi ini dipindahkan kedalam tabung sedimentasi 1.000 ml dan
tambahkan air sampai batas, dan aduk suspensi tersebut selama 2 menit.
4. Bersamaan alat pengaduk, stopwatch dinyalakan bersamaan dengan
diangkatnya alat pengaduk. Hidrometer dimasukkan secara perlahan - lahan
setelah sekitar 20 detik, baca setelah 40 detik angka yang ditunjukkan oleh
hidrometer (H1). Kemudian hidrometer diangkat dan dicuci. Suhu suspensi
dibaca menggunakan termometer (T1).
5. Suspensi dibiarkan selama 120 menit, kemudian dilakukan pembacaan kedua
(T2 dan H2).
6. Larutan blanko dibuat, yakni 100 ml calgon dilarutkan dengan aquades dalam
tabung sedimentasi sampai volumenya 1.000 ml. Dilakukan pengukuran yang
sama.
7. Tekstur tanah ditentukan dengan segitiga tekstur stelah diperoleh presentase
pasir, debu, dan liat. Adapun persentase pasir, debu dan liat ditentukan
dengan menggunakan rumus :
%(debu + liat) =(H1 − B1) + FK
Mp x 100
% liat =(H2 − B2) + FK
Mp x 100
32
Faktor koreksi suhu (FK) untuk T1 dan T2 adalah
FK = 0,36 (ToC - 20oC)
Jika Mw berat tanah yang digunkan, dan Mp adalah berat kering tanah, w kadar
lengas tanah, maka :
% pasir = 100 - (% debu + liat)
% debu = 100 - (% liat + pasir) (Afandi, 2019).
3.5.2.1 Penetapan pH Tanah
Prosedur penetapan pH tanah :
1. 10 gram tanah yang lolos ayakan 2 mm ditempatkan ke dalam gelas piala
100 ml.
2. Ditambahkan 25 ml larutan KCL 1 N.
3. Suspensi diaduk dan pengadukan diteruskan beberapa kali sampai 30 menit
berikutnya.
4. Diaduk kembali sebelum pH setiap sampel diukur.
5. Dilakukan secara berurutan bilas – lap – ukur dalam penetapan pH tanah
setelah pH meter dikalibrasi dengan larutan penyangga standar. pH dicatat
sampai mendekati 0,1 desimal (Thom dan Utomo, 1991).
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan kemantapan agregat tanah pada
tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Kemantapan agregat tanah
terendah yaitu pada perlakuan Kontrol dengan nilai indeks kemantapan 40,68.
Sedangkan indeks kemantapan agregat tertinggi pada perlakuan pupuk hayati
BMG 8.000 ml/ha dengan nilai 48,24.
2. Pupuk hayati yang paling baik dalam meningkatkan kemantapan agregat dan
produksi tomat adalah pupuk hayati BMG 8.000 ml/ha.
3. Dosis terbaik aplikasi pupuk hayati pelarut fosfat yaitu pada perlakuan 1.000
ml/ha yang menunjukkan nilai kemantapan agregat tanah tertinggi yaitu 44,37
dan bobot buah perpetak dengan nilai 32,85 kg atau 19,553 ton/ha.
5.2 Saran
Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan penambahan dosis
pada aplikasi pupuk hayati pelarut fosfat agar dapat meningkatkan nilai
kemantapan agregat tanah dan produksi tanaman lebih optimal.
45
DAFTAR PUSTAKA
Afandi. 2005. Penuntun Pratikum Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 57 hlm.
Afandi. 2019. Metode Analisis Fisika Tanah. Anugrah Utama Raharja. Bandar
Lampung. 90 hlm.
Alami, Y., W. Achouak, C. Marol, dan T. Heulin. 2000. Rhizosphere soil
aggregation and plant growth promotion of sunflower by an
exopolysaccharideproducing Rhizobium sp. strain isolated from sunflower
roots. Appl. Environ. Microbiol. 66 : 3393-3398.
Aminah. I. S.,N. Marlina., dan A. Rahman. 2015. Aplikasi Pupuk Hayati pada
Beberapa Varietas Kedelai (Glycine Max L. Merrill) pada Lahan Lebak.
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015. ISBN: 979-587-
580-9.
Andriawan, I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Padi Sawah (Oryza sativa L.). (Skripsi). Departemen Agronomi dan
Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hlm.
Badan Pusat Statistik. 2017. Produksi Tomat Indonesia. bps.go.id. Diakses pada
Mei 2018.
Beauchamp, E.G. dan D.J. Hume. 1997. Agricultural Soil Manipulation: The
Use of Bacteris, Manuring, and Plowing. In J.D. van Elsas, J.T. Trevors,
and E.M.H. Wellington (Eds.). Modern Soil Microbiology. Marcel Dekker.
New York. 643-664.
Cahyono, B. 2008. Tomat : Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen. Kanisius.
Yogyakarta. 137 hlm.
Dariah, A., S. Sutono, N.L. Nuria, W. Hartatik, dan E. Pratiwi. 2015. Pembenah
Tanah untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Pertanian. Jurnal
Sumberdaya Lahan. 9 (2) : 67-84.
Elfiati, D. 2005. Peranan Mikroba Pelarut Fosfat terhadap Pertumbuhan Tanaman.
e. Usu Reporsitory. 1 (1) : 1-10.
46
Ginting, R.C.B., R. Saraswati, dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut
Fosfat, Pupuk Organik, dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 141-158.
Goldstein, A. H. 1994. Involvement of the quinoprotein glucose dehydrogenase
in the solubilization of exogenous phosphates by gram-negative bacteria.
in Phosphate in Microorganisms: Cellular and Molecular Biology. eds. A.
Torriani-Gorini, E. Yagil, and S. Silver. Washington DC ASM Press.
197–203.
Gunarto, L. 2015. Bio Max Grow Tanaman. Kementrian Pertanian Republik
Indonesia. Jakarta.
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Harris, R., E. Kantikowati, dan W.H. Agustian. 2018. Karakteristik Pertumbuhan
dan Hasil Pakchoy (Brasica rappa L.) Akibat Pemberian Pupuk Hayati.
Jurnal Agrotatanen. 1 (1) : 1-8.
Havlin, J.L., J.D. Beaton, S.L. Tisdale, dan W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility
and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. 6th ed. Prentice
Hall, New Jersey.
Kurnia, U. 1996. Kajian Metode Rehabilitasi Lahan untuk Meningkatkan dan
Melestarikan Produktivitas Tanah. (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
90 hlm.
Lal, R., dan M.K. Shukla. 2004. Principle of Soil Physics. Marcel Dekker, Inc.
New York. 699 hlm.
Lestari, A.D. 2015. Pengaruh Berbagai Dosis Aplikasi Liquid Organic
Biofertilizer terhadap Agregat Tanah pada Daerah Rizosfer Pertanaman
Nanas (Ananas comosus) PT. Great Giant Pineapple. (Skripsi) Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 47 hlm.
Marista, E., S. Khotimah, dan R. Linda. 2013. Bakteri Pelarut Fosfat Hasil Isolasi
dari Tiga Jenis Tanah Rizosfer Tanaman Pisang Nipah (Musa paradisiaca
var. nipah) di Kota Singkawang. Jurnal Protobiont. 2 (2) : 93-101.
Mawaddah. R. 2017. Pengaruh Dosis Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(Pgpr) Bacillus subtilis dan Komposisi Media Tanam terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) Varietas
MARTA F1. (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati.
Bandung. 58 hlm.
Mazid, M., T.A. Khan., dan F. Mohammad. 2011. Potential of NO and H2O2 as
signaling molecules in tolerance to abiotic stress in plants. Journal of
Industrial Research & Technology. 1 (1) : 56-68.
47
Mustafa, M., A. Asmita, M. Ansar, dan M. Syaifuddin. 2012. Hibah Penulisan
Buku Ajar Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin. Makassar. 158 hlm.
Pande, A., P. Pandey, S. Mehra, M. Singh, dan S. Kaushik. 2017. Phenotypic and
genotypic characterization of phosphate solubilizing bacteria and their
efficiency on the growth of maize. J. Genet. Eng. Biotechnol. 15 : 379–391.
Patten, C.L. and B.R. Glick. 2002. Role of Pseudomonas putida indol acetic acid
in development of the host plant root system. Appl. Environ. Microbiol. 68 :
3795-3801.
Pishchik, V.N., N. I. Vorobyev, Y.V. Ostankova, A.V. Semenov, A.T. Areg,
A. A. Popov, Y.V. Khomyakov, O.R. Udalova, D.V. Shibanov, V.E.
Vertebny, V.I. Dubovitskaya, O.V. Sviridova, O.S. Walsh, dan S. Shafian.
2018. Impact of Bacillus subtilis on tomato plants growth and some
biochemical characteristics under combined application with humic
fertilizer. International Journal of Plant & Soil Science. 22 (6) : 1−12.
Pracaya. 1998. Bertanam Tomat. Kanisius. Yogyakarta. 99 hlm.
Pujawan, M. 2015. Kemantapan Agregat Tanah pada Lahan Produksi Rendah dan
Tinggi di PT. Great Giant Pineapple. (Skripsi) Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 55 hlm.
Purwaningsih, S. 2003. Isolasi, Populasi dan Karakterisasi Bakteri Pelarut Fosfat
pada Tanah dari Taman Nasional Bogani Nani Wartanbone, Sulawesi.
Biologi 3 (1) : 45-53.
Rachman. A dan A. Abdurrachman. 2006. Penetapan Kemantapan Agregat
Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 12 hlm.
Rodríguez, H. dan R. Fraga. 1999. Phosphate solubilizing bacteria and their role
in plant growth promotion. Biotechnol. Adv. 17 : 319–339.
Santi, L.P., A. Dariah., dan D.H. Goenadi. 2008. Peningkatan Kemantapan
Agregat Tanah Mineral oleh Bakteri Penghasil Eksopoliksakarida. Jurnal
Menara Perkebunan. 76 (2) : 93-103.
Sarief, E. S. 1986. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung. 182 hlm.
Sembiring, Y.R.V., P.A Nugroho, dan Istianto. 2013. Kajian Penggunaan
Mikroorganisme Tanah untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan pada
Tanaman Karet. Warta Perkaretan. 32 (1) :7-5.
48
Seshachala, U. dan P. Tallapragada. 2012. Phosphate solubilizers from the
rhizosphere of Piper nigrum L. in Karnataka, India. Chil. J. Agric.
Res. 72 (3) : 397–403.
Setiawati, M.R., E.T. Sofyan, dan Z. Mutaqin. 2016. Pengaruh Pupuk Hayati
Padat terhadap Serapan N dan P Tanaman, Komponen Hasil dan Hasil Padi
Sawah (Oryza sativa L.). Jurnal Agroekotek 8 (2) : 120-130.
Sharma, S., V. Kumar, dan R.B. Tripathi. 2011. Isolation of phosphate
solubilizing microorganism (PSM) from soil. J. Microbiol. Biotech. Res.
1 (2) : 90−95.
Sharma, S.B., R.Z. Sayyed, M.H. Trivedi, dan T.A. Gobi. 2013. Phosphate
solubilizing microbes: Sustainable approach for managing phosphorus
deficiency in agricultural soils. Springer Plus. 2 : 587.
Simanungkalit, R. D. M. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia; Suatu
Pendekatan Terpadu. Buletin Agrobio. 4 (2) : 56-61.
Sinulingga, E.S.R., J. Ginting, dan T. Sabrina. 2015. Pengaruh Pemberian Pupuk
Hayati Cair dan Pupuk NPK terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit di
Pre Nursery. Jurnal Online Agroekoteknologi. 3 (3) : 1219-1225.
Tisdall J.M. dan J.M. Oades. 1982. Organic matter and water-stable aggregate in
soil. Journal of Soil Science. 33 : 141-163.
Thom, O.W. dan M. Utomo. 1991. Manajemen Laboratorium dan Metode
Analisis Tanah dan Tanaman. Universitas Lampung. Lampung. 85 hlm.
Utomo, B. S., Y. Nuraini, dan Widianto. 2015. Kajian Kemantapan Agregat
Tanah pada Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik diperkebunan Kopi
Robusta. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 1 (2) : 111-117.
Vessey, J.K. 2003. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biofertilizer. Plant
Soil. 255 : 571- 586.
Waksman, S.A. dan R.L. Starkey. 1931. The Soil and The Microbe. John
Wiley and Sons, Inc. New York.
Wardhani, S., K.1. Purwani, dan W. Anugerahani. 2014. Pengaruh Aplikasi
Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Tanaman Cabai
Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia
Gresik. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (1) : 1-5.
Wiryanta, B. T. W. 2002. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta.
103 hlm.
49
Wu, S.C., Z.H. Cao, Z.G.Li., dan M.H. Wong. 2005. Effects of biofertilizer
containing N-fixer, P and K solubilizers and AM fungi on maize gowth: A
greenhouse trial. Geoderma. Vol. 125. 155-166.
Zhao, L., X. Cao, W. Zheng, dan Y. Kan. 2014. Phosphorus-assisted biomass
thermal conversion: reducing carbon loss and improving biochar stability.
Plos One. 9 (12): 1−15.