Post on 08-Mar-2019
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
1
PENGARUH AJARAN KONFUSIANISME TERHADAP PEKERJA PEREMPUAN DI KOREA SELATAN
Citra Cahyaning Sumirat dan Amelia Burhan
Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
Email: citracahyaningsumirat@yahoo.com
Abstrak
Korea Selatan dikenal sebagai negara dengan penganut ajaran konfusianisme tertinggi, bahkan mengalahkan Cina
sendiri yang merupakan negara asal konfusianisme. Ajaran konfusianisme telah memberikan adanya perubahan di
berbagai bidang, salah satunya tatanan nilai dalam masyarakat Korea. Konfusianisme merupakan sebuah ajaran yang
tidak terlepaskan bagi masyarakat Korea karena nilai-nilai di dalamnya sangat melekat dalam keh idupan
masyarakatnya. Nilai-n ilai konfusianisme tersebut dapat dilihat dari realitas kehidupan masyarakat Korea sendiri, di
antaranya masih terdapat kecenderungan sikap diskriminasi terhadap kaum perempuan, yaitu terpinggirkannya peran
perempuan dalam kehidupan sehari-hari, terutama terhadap mereka yang bekerja.
.
The Influence of Confucianism on Women Workers in South Korea
Abstract
South Korea is a nation with the highest number of adherents of Confucianis m; even defeat China itself which is the
origin country of Confucianis m. Confusianism has raisen changes in various fields, one of them is the order of the
values in Korean people. Confucianis m is a doctrine that could not be separated with Korean because the values in it
are attached to the life o f its people. The values of Confucianism can be seen from the reality of Korean life itself,
namely there is still tendency of discrimination against women, that marginalized the role of women in daily life,
especially to those women who work.
Keywords: South Korean, Confucianism, women worker.
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
2
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah Korea Selatan tidak terlepas dari ajaran agama yang biasa disebut “tiga pilar
utama”, yaitu buddhisme, konfusianisme, dan taoisme. Namun, dari ketiga pilar ajaran utama
tersebut, konfusianisme paling berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Korea Selatan. Korea
dikenal oleh dunia sebagai negara dengan penganut ajaran konfusianisme tertinggi, bahkan
mengalahkan Cina sendiri yang merupakan negara asal konfusianisme. Konfusianisme sangat
mengakar kuat dalam identitas bangsa Korea, meskipun masyarakat Korea telah menganut
agamanya masing-masing, tetapi masih memegang dan menjalankan ajaran konfusianisme. Maka,
inilah letak keunikan bangsa Korea dalam mengamalkan sebuah ajaran konfusianisme.
konfusianisme merupakan sebuah ajaran yang tidak terlepaskan bagi masyarakat Korea, yang
nilai-nilai di dalamnya sangat melekat dalam kehidupan masyarakatnya. Hal itu dapat dilihat dari
pengaturan hirarki dalam keluarga yang dengan sangat jelas dijabarkan dalam ajaran ini. Sejak
dahulu hingga sekarang konfusianisme telah menjadi pedoman hidup masyarakat Korea. Dengan
adanya serangan globalisasi sekalipun, bangsa Korea tetap memegang teguh ajaran tersebut .
Meskipun telah banyak terjadi perubahan setelah pesatnya perkembangan Korea Selatan,
beberapa nilai dalam ajaran konfusianisme masih dilakukan oleh bangsa ini. Salah satunya adalah
hal yang berkaitan dengan peran perempuan, terutama di dalam dunia kerja. Ada kejanggalan
dalam pembagian pekerjaan di Korea dan terdapat diskriminasi terhadap pekerja perempuan di
Korea Selatan. Setelah mempelajari berbagai hal tentang ajaran konfusianisme, diduga ada
pengaruh dari ajaran tersebut yang memberikan dampak sosial budaya bagi para pekerja
perempuan pada di Korea Selatan.
Tujuan Penelitian
Berbicara tentang masalah kebudayaan Korea tidak akan terlepas dari ajaran
konfusianisme. Dalam ajaran konfusianisme perempuan adalah makhluk nomor dua yang status
dan perannya selalu berada di bawah pria. Maka, penelitian ini akan memaparkan mengenai
pengaruh konfusianisme terhadap peran yang harus dijalani perempuan Korea terutama terhadap
mereka yang bekerja.
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
3
Adapun penelitian ini bertujuan untuk menambah khazanah penelitian aspek sosial
masyarakat Korea Selatan, dan memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan
sebagai modal praktik ke depannya. Penelitian ini khususnya diperuntukkan baik bagi para
perempuan yang tertarik untuk bekerja di perusahaan Korea maupun bagi pemelajar yang
berminat mempelajari segala hal yang berkaitan dengan budaya perusahaan Korea, terutama yang
terkait dengan perempuan pekerjanya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan ancangan kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan
tinjauan pustaka yakni dari buku sumber dan data-data dari berbagai berita dari media cetak dan
internet, yang diambil dipastikan memiliki keterkaitan dengan topik yang dibahas, yaitu
perempuan Korea Selatan, ajaran konfusianisme, dan perusahaan di Korea Selatan. Ruang
lingkup dari penelitian ini adalah analisis dampak sosial dan budaya yang terjadi karena pengaruh
ajaran konfusianisme terhadap perempuan pekerja di Korea Selatan.
Dalam mengklasifikasi data sumber penelitian ini, penulis membaginya atas dua bentuk,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan di dalam penulisan penelitian
ini diambil oleh penulis dari sumber data berbentuk buku teks, adapun data sekunder yang
digunakan yaitu data buku elektronik.
HASIL dan PEMBAHASAN
Penelitian Terdahulu
Menurut Palley (2011) ajaran konfusianisme di negara Korea telah sangat mengakar
dalam kehidupan masyarakatnya. Kuatnya penerapan sistem monarki dan sistem patriarki yang
sangat mendominasi membuat perempuan berada pada posisi yang tidak sama dengan pria.
Terdapat nilai-nilai konfusianisme yang dianut oleh masyarakat Korea, di antaranya yaitu lima
hubungan yang diatur dalam ajaran konfusianisme “1. hubungan atasan dengan bawahan, 2.
hubungan ayah dengan anak laki-laki, 3. hubungan suami dengan istri, 4. hubungan kakak laki-
laki dengan adik laki-laki, 5. hubungan antar teman.” Senada dengan pernyataan tersebut,
menurut Dennis (2001) perempuan harus berbakti kepada tiga hal, yaitu “berbakti kepada ayah
ketika masih muda, berbakti kepada suami setelah menikah, dan berbakti kepada anak laki-laki
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
4
ketika tua”. Dari ajaran konfusianisme ini dapat dilihat secara jelas posisi perempuan yang
berada di bawah laki- laki. Namun dalam ajarannya, tidak semua dapat diterima secara tradisional,
terdapat ketidakseimbangan peran antara perempuan dan pria di Korea.
Menurut Roh (1987) terjadinya kapitalisme di Korea merupakan awal dari proses perubahan
bagi perempuan Korea untuk melepaskan kewajibannya atas rumah tangga dan menjadikan diri
mereka bagian dalam perekonomian. Pada awalnya orang Korea berpendapat bahwa para
perempuan muda yang dan belum menikah yang dapat berkontribusi dalam pabrik maupun
perusahaan. Namun, ternyata dalam perkembangannya, perempuan menikah yang juga
berkontribusi dalam perusahaan jumlahnya kian meningkat. Dapat dilihat pada tahun 1985,
42.9% perempuan yang sudah menikah berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Meskipun
perempuan menikah dapat kembali melanjutkan karir mereka, namun dalam realisasinya masih
ada ketidaksetaraan gender yang merupakan akibat dari sejarah masa lalu negara ini.
Menurut Rowley dan Paik (2009) sejak zaman dahulu, diskriminasi terhadap perempuan
sangat umum dilakukan karena budaya konfusianisme yang selalu menekankan bahwa status
perempuan jelas berada di bawah laki- laki. Perempuan memiliki lapangan pekerjaan yang
terbatas (glass wall) yakni kebanyakan hanya pada bidang jasa, dan juga pangkat yang terbatas
(glass ceiling) karena pangkat tertinggi kebanyakan hanya dipercayakan pada laki- laki. Maka
dari itu, meskipun perkembangan global yang sudah sangat maju sekalipun tetap saja tidak dapat
secara total mengubah kondisi perempuan di dalam posisi yang lebih menguntungkan.
Pada masa modern, wanita Korea masih mengalami masalah yang cukup serius, yaitu
diskriminasi pada pembagian dan kesempatan kerja, terutama bagi mereka yang terjun langsung
di dunia kerja. Maka dari itu, penelitian ini akan membahas berbagai masalah yang timbul dari
pengaruh latar belakang pendidikan dan kebudayaan konfusianisme bangsa Korea yang sangat
kental, terutama tentang sikap dan nilai-nilai yang berlaku bagi kaum perempuannya khususnya
perempuan pekerja.
Teori Konfusianisme dan Feminisme
Konfusianisme dapat ditemukan dalam berbagai aspek di dalam kehidupan di Korea Selatan.
Beberapa di antaranya soal persepsi tentang laki- laki dan dunia amat dipengaruhi oleh ajaran ini.
Bangsa Korea percaya terhadap kebaikan di dalam manusia, dan juga kepada Tuhan sebagai hal
yang paling berkuasa. Akan tetapi, ajaran konfusianisme yang mengakar kuat pada tradisi bangsa
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
5
Korea lama-kelamaan mulai tergantikan dengan masuknya pengaruh Barat dan agama-agama
baru yang masuk dari berbagai penjuru negara. Namun, walaupun diterpa oleh berbagai
hambatan, ajaran konfusianisme masih tetap berpengaruh dengan kuat. Secara historis, istilah
patriarki digunakan untuk merujuk kepada otoritas pria sebagai kepala keluarga. Namun di zaman
modern ini istilah patriarki lebih umum mengacu pada sistem sosial yang mengutamakan
kekuasaan dipegang oleh pria dewasa (Meagher, 2011). Konsep tersebut jelas tergambar pada
simbolisasi cabai. Di Korea, cabai adalah simbol nyata dari maskulinitas anak laki- laki,
sedangkan warna merah dianggap sebagai perlindungan yang efektif terhadap roh jahat. Selain itu,
asosiasi kata gochu (고추 berarti ‘cabai’) dalam budaya Korea, mengacu pada penis anak laki-
laki. Kelahiran anak laki- laki selalu dirayakan secara besar-besaran. Sebaliknya jika anak
perempuan yang lahir tidak terlalu dirayakan secara meriah (Meijer, 2005).
Feminisme atau yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal dari bahasa latin
yang berarti ‘perempuan’. Menurut Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan, feminisme adalah suatu
kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat
kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar perempuan maupun laki- laki untuk mengubah
keadaan tersebut. 1 Adapun menurut Yubahar Ilyas, feminisme adalah kesadaran akan
ketidakadilan gender yang menimpa kaum perempuan, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki- laki untuk mengubah keadaan
tersebut. Ada tiga ciri feminisme, yaitu:
1. menyadari akan adanya ketidakadilan gender;
2. memaknai bahwa gender bukan sebagai sifat kodrati; dan
3. memperjuangkan adanya persamaan hak.2
Ajaran Konfusianisme
Secara umum, konfusianisme merupakan suatu ajaran mengenai cara untuk mengatur diri
sendiri terlebih dahulu sebelum melebur bersama masyarakat luas. Dengan kata lain,
konfusianisme memiliki dua aspek yang secara langsung berkaitan dengan etika dan politik.
Ajaran konfusianisme bisa juga dikatakan sebagai sebuah sistem pemikiran yang
1 http://www.scribd.com/doc/28956671/FEMINISME (diakses pada 2-10-2011, pukul 12:03) 2 http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/26/ (diakses pada 2-11-2011, pukul 00.17)
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
6
mengintegrasikan politik dan etika. Berdasarkan ajaran ini, sebagai seorang cendikiawan harus
mengamalkan etika yang baik dalam kehidupannya. Oleh sebab itu, karakteristik fundamental
dari ajaran ini berbentuk metafisika pada filosofis dan realitas. Tokoh dibalik ajaran ini adalah
pria berasal dari negeri Cina bernama Konfusius. Beliau yang biasa disebut konfusius ini
bernama asli Qui, atau nama lainnya adalah Zhongni. Beliau lahir di Changpingxiang Zouyia
(atau sekarang bernama Qufu di Shandong) di Lu, Cina (Jang-Tae, 2000).
Pengertian konfusianisme di Korea merupakan petunjuk perilaku untuk berbuat kebajikan,
cinta akan kebenaran, tata krama, dan kepemimpinan yang bijaksana. Konfusianisme merupakan
sistem nilai keharmonisan bagi kehidupan manusia. Ajaran konfusianisme disusun untuk
memberikan inspirasi serta melestarikan pengelolaan keluarga dan masyarakat secara tepat
kepada manusia. Konfusianisme merupakan sebuah kepercayaan. Konfusianisme bukanlah
agama karena di dalamnya tidak ada konsep ke-Tuhan-an. Walaupun di dalam konfusianisme
tidak terdapat konsep Tuhan, banyak pengikut ajaran konfusianisme yang menganggap
konfusius sebagai orang suci dan mengikuti ajaran-ajaran utama yang ia ciptakan. Di dalam
bahasa Korea, konfusinisme ditulis dengan istilah yugyo (유교) (Keum, 2000).
Konfusianisme hingga saat ini masih menjadi hal yang penting dan mendasar bagi bangsa
Korea. Konfusianisme telah ada sejak dulu dan sangat berpengaruh dalam institusi politik serta
etika sosial di Asia Timur. Nilai dan norma yang diajarkan dalam ajaran konfusianisme terus
memberikan pengaruh dan menuntun bangsa Korea selama berabad-abad lamanya. Ikatan
keluarga yang erat, hubungan antara manusia, dan pandangan serta pekerjaan merekapun sangat
dipengaruhi oleh ajaran konfusianisme ini. Tidak hanya sampai di sana, penggunaan bahasa
honorific dan ekspresi penghormatan di dalam bahasa Korea juga amat dipengaruhi oleh ajaran
ini. Konfusianisme dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan di Korea. Sebut saja
dalam penentuan standar moralitas bangsa Korea yang menjunjung tinggi karakter moral
individu, moral di dalam masyarakat, dan moral dalam hubungan bernegara. Kemudian, kita
juga dapat melihat ajaran konfusianisme dalam bidang pendidikan di Korea. Ajaran
konfusianisme menjadi akar dari pendidikan di Korea, pengaruhnya terlihat jelas di dalam
pengajaran, tujuan, metode, dan kurikulum yang digunakan di Korea. Dalam dua tata cara
pendidikan yakni di sekolah ataupun di rumah, konsep konfusianisme menjadi hal yang penting
bagi pertumbuhan karakter orang Korea. Tradisi konfusianisme biasanya dilakukan di dalam tata
cara pemakaman, serta dapat terlihat dalam etika sapaan dan percakapan sehari-hari. (Grayson,
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
7
2002).
Dalam bidang ekonomi ajaran konfusianisme juga sangat berpengaruh sejak dahulu
hingga kini. Ajaran konfusianisme menjadi pedoman bagi orang-orang yang bergerak dalam
bidang ini. Pada zaman dahulu, kegiatan ekonomi berupa perdagangan dilarang dalam ajaran ini.
Hal tersebut karena kegiatan perdagangan adalah kegiatan yang mengambil keuntungan dari
orang lain untuk diri sendiri. Hal tersebut dilarang dalam ajaran konfusianisme. Bangsa Korea
percaya terhadap kebaikan di dalam diri manusia dan juga kepada Tuhan sebagai hal yang paling
berkuasa. Meskipun diterpa oleh berbagai hambatan, seperti masuknya pengaruh barat ke dalam
bangsa Korea, ajaran konfusianisme masih tetap berpengaruh kuat di masa modern seperti saat
ini (Dennis, 2001).
Keberadaan Perempuan Korea pada Zaman Kerajaan Jeoseon
Penerapan ajaran konfusianisme pada masa kerajaan Jeoson merupakan yang paling kuat.
Ajaran ini mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakatnya dalam masa ini, antara lain: 1).
Memberikan standar moral, yaitu menjunjung tinggi karakter moral yang berasal dari individu,
memajukan aturan moral di masyarakat, dan mengatur hubungan antara negara-negara; 2).
Menekankan pendidikan Korea berakar pada ajaran konfusianisme. Pemikiran tersebut
diaplikasikan ke tujuan, metode, dan kurikulum dalam sekolah-sekolah; 3). Sebagai ritual
konfusianisme, penyembahan nenek moyang dan arwah-arwah leluhur menjadi bagian dari
kehidupan bangsa Korea. Pada masa tersebut konfusianisme diterima sebagai ideologi resmi dan
menjadi dasar dalam sistem pendidikan, upacara, dan administrasi sipil (Grayson, 2002).
Status kaum perempuan pada masa Jeoson sangat rendah karena pada saat itu sistem
patriarki sangat dijunjung tinggi sehingga kedudukan kaum pria di atas segala-galanya. Persepsi
tentang laki- laki, perempuan, dan dunia amat dipengaruhi oleh ajaran konfusianisme. Seperti
yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa aturan hirarki yang mengatur kehidupan
bangsa Korea, yang utamanya ditujukan bagi perempuan, yaitu, “berbakti kepada ayah ketika
masih muda, berbakti kepada suami setelah menikah, dan berbakti kepada anak laki-laki ketika
tua” (Palley, 2011). Dari konsep di atas dapat dilihat secara jelas kepentingan posisi perempuan
berada jauh di bawah laki- laki. Seperti yang tertulis dalam salah satu ajarannya di atas, Konfusius
menegaskan bahwa seorang perempuan hanya berkepentingan dalam hal mengurus keluarganya.
Oleh karena itu, sebelum memasuki zaman modern, pada umumnya perempuan di keluarga
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
8
Korea tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam kegiatan industrialisasi. Di samping mengurus
keluarga, mereka hanya diperbolehkan melakukan kegiatan yang bersifat feminin, seperti
budidaya ulat sutera, menjahit, mengolah makanan, dan pekerjaan rumahan lainnya.
Perempuan dalam keluarga bangsawan tidak melakukan pekerjaan, selain mendedikasikan
dirinya untuk mendukung suaminya dalam mempertahankan status sosial keluarga mereka.
Mereka bertugas menjaga keharmonisan keluarga mereka serta menjadi penanggung jawab penuh
atas pendidikan dan moral anak-anak lelakinya. Hal yang terpenting di sini, seorang perempuan
bangsawan tidak memiliki hak atas kepemilikan barang atau kekayaan. Mereka hanya akan
mendapat penghargaan secara moril dari keluarga bangsawan suaminya setelah berhasil
melairkan anak laki- laki (Yung-Cun, 1986) dan menciptakan seorang anak laki- laki yang berguna
(Cumings, 1997). Secara tradisional, keluarga bangsawan Korea yang bersifat patriarki itu hidup
dengan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai konfusianisme dan moralitas. Kehidupan banyak
diatur oleh nilai-nilai dan norma yang asalnya dari ajaran konfusianisme.
Ajaran konfusianisme pada masa kerajaan Jeoson sangat penting dan mempengaruhi
segala aspek kehidupan masyarakatnya. Peran perempuan pada masa kerajaan Jeoson pun tidak
luput dari ajaran konfusianisme. Secara historis, kaum perempuan pada masa itu berpegang teguh
pada sistem kekeluargaan yang ideal menurut ajaran konfusianisme. Perempuan pada masa itu itu
sudah cukup hanya dengan mengetahui keutamaan kecerdasan, kesederhanaan, dan kesucian dari
ajaran konfusianisme. Oleh karena itu, pendidikan untuk kaum perempuan pada zaman dahulu
berpusat dari keluarga atau pendidikan informal di rumah (Kim, 1977).
Dalam sejarahnya, hanya perempuan yang berasal dari kalangan bawah yang melakukan
pekerjaan di luar, namun persentasenya sangat sedikit. Kemudian pada tahun 1900, awal dari
kemajuan perempuan Korea untuk berkarya. Pada saat itu badan moneter Korea mengambil
sekitar 15 orang perempuan sebagai pekerja dalam produksi industri (Sawon, 1984). Dengan
kebutuhan tenaga kerja yang murah di bawah kolonialisasi Jepang, keadaan mulai berubah. Pada
tahun 1930, sekitar 34,6% perempuan bekerja dalam beberapa bidang industri, dan bidang
pertanian. Sejak saat itulah kondisi perempuan yang awalnya hanya berada di rumah berubah
menjadi dibutuhkan dalam industri. Meskipun demikian, para perempuan pekerja tersebut hanya
mendapat posisi yang rendah namun dengan gaji rendah. Sementara itu tekanan yang mereka
dapatkan dalam pekerjaan sangat tinggi, sehingga mereka bekerja dalam kondisi yang sangat sulit
karena bagi mereka dapat dengan mudah kehilangan pekerjaan mereka. Dengan demikian, dapat
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
9
dilihat perbedaan mendasar antara perempuan dari kalangan bangsawan dengan perempuan yang
berasal dari kalangan petani ataupun kelas bawah. Seperti yang digambarkan dalam kutipan di
bawah ini:
“.............Karena gadis-gadis dalam perekrutan ini sebagian besar merupakan kaum
petani, mereka tidak asing lagi dengan keadaan yang buruk, namun mereka juga terbiasa
dengan udara segar, pergerakan kerja yang lambat, dan interaksi dengan manusia di
sawah desa yang luas. Sekarang mereka tiba-tiba menemukan diri mereka bekerja terbatas
selama berjam-jam dalam sebuah ruangan tanpa jendela yang panas dan pengap dengan mesin-
mesin yang memekakkan telinga, menuntut perhatian mereka secara terus-menerus dan membuat
isi komunikasi dengan rekan-rekannya hanya berkisar tentang mesin, terlebih mereka dapat
dengan mudah menghabiskan biaya karena kecerobohan atau kelelahan............” (Eckert, 1996).
Peran Perempuan Dalam Kemajuan Ekonomi Korea
Sebagai salah satu dari Macan Asia, Korea Selatan telah mencapai rekor pertumbuhan
yang sangat cemerlang, membuat Korea Selatan menduduki posisi ekonomi yang cukup tinggi di
dunia. Hal ini mengakibatkan nominal pendapatan regioalnya meningkat, tingkat pengangguran
yang rendah, dan pendistribusian pendapatan yang re latif merata. Kesuksesan ini dicapai pada
akhir 1980-an dengan sebuah sistem ikatan bisnis para konglomerat Korea dengan pemerintah,
termasuk kredit langsung, pembatasan impor, penunjangan industri tertentu, usaha keras dari
tenaga kerja, dan sebagainya. Selain itu, pemerintah mempromosikan impor bahan mentah dan
teknologi untuk barang konsumsi dan mendorong tabungan dan investasi dari konsumsi
(Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea. 2008).
Setelah berakhirnya Perang Dunia ke-2, kondisi ekonomi Korea sangat jatuh, yang
kemudian berdampak pada pendapatan per kapita negaranya. Saat itu, pendapatan per kapita
Korea kira-kira sama dengan negara miskin lainnya di Afrika dan Asia. Bukan hanya itu, perang
saudara di Korea juga memperparah kondisi ekonomi negara tersebut. Namun dengan usaha
kebangkitan Korea, kini pendapatan per kapita negara tersebut mencapai 20 kali lipat dari Korea
Utara dan hampir sama dengan kondisi ekonomi negara menengah di Uni Eropa. Korea Selatan
yang dianggap tidak stabil pada 1960-an, saat ini telah berubah menjadi negara industri utama
dalam kurun waktu kurang dari 40 tahun (Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata
Korea. 2008).
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
10
Pada tahun 2005, di samping merupakan pemimpin dalam akses internet kecepatan-tinggi,
semikonduktor memori, monitor layar-datar, dan telepon genggam, Korea Selatan berada dalam
peringkat pertama dalam pembuatan kapal, ketiga dalam produksi ban, keempat dalam serat
sintetis, kelima dalam otomotif dan keenam dalam baja. Dalam waktu kurang dari empat dekade
Korea berhasil mencapai suatu keadaan yang disebut “Keajaiban di Sungai Hangang” ,
merupakan suatu julukan yang digunakan untuk melukiskan periode pertumbuhan ekonomi yang
cepat yang terjadi di KoreaSelatan sesudah Perang Korea (Kementerian Kebudayaan, Olahraga,
dan Pariwisata Korea. 2008).
Dalam beberapa dekade terakhir Korea Selatan telah melalui transisi sosial, ekonomi, dan
politik, serta mampu mengikuti perkembangan dunia yang cepat dan menjadi salah satu
kompetitor yang diperhitungkan di dunia global. Salah satunya, negara ini mampu melewati
krisis ekonomi dunia yang terjadi pada tahun 1997—1998. Pada tahun 2000 pertumbuhan
pendapatan perkapita Korea Selatan mencapai 10,481 US$ dan pendapatan domestik sebesar
8,5% (Bank Korea, 2006). Pemulihan keadaan ekonomi ini tidak terlepas dari peran pekerja
perempuan Korea yang jumlah partisipannya yang terus menerus meningkat (OECD, 2002).
Sebagai tuntutan ekonomi yang semakin meningkat, kaum perempuan dipaksa untuk keluar dari
‘zona domestik’ sebagai ibu rumah tangga. Proses dari industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi
berdampak langsung kepada bertambahnya jumlah pekerja perempuan. Peningkatan jumlah ini
didukung pula dengan peningkatan kualitas tingkat pendidikan mereka yang tinggi. Hal ini
membuat kaum perempuan sadar bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama dengan laki-
laki (Kim dan Graff, 2001).
Secara terus menerus, industrialisasi telah meningkatkan jumlah kaum perempuan di
dunia kerja; dari 37,2% pada tahun 1965 menjadi 50,2% pada tahun 2007. Berdasarkan jenis
pekerjaan, dari seluruh jumlah tenaga kerja perempuan pada tahun 1975 hanya 2 persen bekerja
di bidang profesional atau manajerial, sedangkan 3,7 persen bekerja pada bidang administrasi.
Namun, pada tahun 2007, 19,3 persen pekerja perempuan bekerja di bidang profesional dan
manajerial, sedangkan 17,5 persen bekerja pada bidang administrasi (Kementerian Kebudayaan,
Olahraga, dan Pariwisata Korea. 2008). Perempuan Korea kini terlibat secara aktif tidak hanya
dalam bidang ekonomi, namun juga dalam berbagai bidang pekerjaan serta memberikan
kontribusi yang signifikan pada masyarakat.
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
11
Dampak Sosial Perempuan Korea Memasuki Dunia Kerja
Inti dari konfusianisme yang berisikan budaya patriarki, yang mengutamakan laki- laki.
Sejak zaman dahulu, diskriminasi terhadap perempuan sangat umum dilakukan karena
konfusianisme yang selalu menekankan bahwa peran perempuan cenderung berada di bawah
laki- laki.
Perempuan dituntut untuk selalu patuh terhadap laki- laki. Kini perempuan yang telah
menikah, baik bekerja maupun tidak bekerja memiliki julukan atau panggilan tersendiri, yaitu
chubu (주부) atau ansaram (안사람), yang artinya adalah orang rumah atau berarti orang yang
menjadi penanggung jawab atas segala hal yang berkaitan dengan rumah tangga (Dennis, 2001).
Dalam hal ini perempuan Korea masih menemukan masalah tekanan untuk masih harus
menjunjung nilai-nilai tradisional. Mereka harus selalu mengatur keadaan keluarga agar tetap
stabil. Selain itu, peranan mereka juga dituntut untuk melakukan kontribusi dalam lingkungan
sosialnya. Hal ini selalu menjadi pemicu atas stres dan frustasi yang dialami perempuan Korea.
Meskipun dalam dua dekade terakhir ini, Korea mengalami modernisasi baik secara
industri maupun ekonomi, tetapi penerapan seluruh unsur modernisasi dalam masyarakatnya
bukanlah sebuah hal yang mudah. Secara tradisional, terdapat ketidakseimbangan antara
perempuan dan laki- laki di Korea. Dalam sejarahnya, perempuan merupakan bagian dalam
masyarakat yang cenderung terpinggirkan. Kuatnya sistem patriarki yang sangat kuat membuat
perempuan berada dalam posisi yang tidak sama dengan laki- laki. Terdapat nilai-nilai sosial dan
budaya yang melekat baik dalam masyarakat dan juga institusi pemerintahan yang menjadi
hambatan dalam modernisasi masyarakatnya. Dalam hal ini juga termasuk dalam kemajuan peran
perempuan dalam masyarakat (Palley, 2011).
Perusahaan Korea menerima perempuan sebagai karyawannya karena beberapa faktor,
yaitu perempuan merupakan tenaga kerja dengan standar gaji yang lebih rendah daripada laki-
laki, perempuan memiliki penampilan yang lebih menarik dan enak dilihat, dan bagi perusahaan
Korea memiliki pegawai perempuan dapat memberikan simbol bahwa perusahaannya adalah
perusahaan maju. Namun, ketimpangan terjadi bagi para pekerja perempuan yang memutuskan
untuk menikah atau melahirkan anak yang mereka merasa harus keluar dari perusahaan.
Meskipun memungkinkan bagi mereka akan diterima lagi apabila nanti ingin kembali ke
perusahaan, mereka beresiko mendapatkan gaji yang lebih rendah dari waktu sebelum ia keluar
dari perusahaan. Hal ini terjadi karena pola pikiran, yaitu perusahaan akan mengalami kerugian
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
12
apabila tetap memelihara karyawan yang tidak produktif karena harus mengurus kepentingan
pribadinya, seperti mengurus rumah tangga, hamil, melahirkan, menyusui, dan mengurus anak
dalam jangka waktu tertentu (Rowley dan Paik, 2009). Persepsi yang sangat tidak
menguntungkan para pekerja di perusahaan Korea adalah karyawan harus setia pada perusahaan
dan tidak akan membuat kerugian bagi perusahaan.
Adapun dampak dari perempuan Korea yang memasuki dunia kerja dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Terhadap Kondisi Ekonomi Keluarga
Dalam kehidupan manusia kebutuhan ekonomi merupakan kebutuhan primer yang dapat
menunjang kebutuhan yang lainnya. Kesejahteraan manusia dapat tercipta manakala
kehidupannya ditunjang dengan perekonomian yang baik pula. Dengan berkarir, seorang
perempuan tentu saja mendapatkan imbalan yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk
menambah dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Kemajuan teknologi di segala bidang kehidupan menuntut sumber daya manusia yang
potensial untuk menjalankan teknologi tersebut. Bukan hanya pria namun perempuan juga
dituntut untuk bisa dapat mengimbangi perkembangan teknologi yang makin kian pesat. Jenjang
pendidikan yang tiada batas bagi perempuan telah menjadikan mereka sebagai sumber daya
potensial yang diharapkan dapat mampu berpartisipasi dan berperan aktif dalam pembangunan,
serta dapat berguna bagi masyarakat, agama, nusa, dan bangsanya.
3. Percaya Diri dan Lebih Merawat Penampilan
Biasanya seorang perempuan yang tidak aktif di luar rumah akan malas untuk berhias diri
karena ia merasa tidak diperhatikan dan kurang bermanfaat. Dengan berkarir, maka perempuan
merasa dibutuhkan dalam masyarakat, sehingga timbullah kepercayaan diri. Perempuan karir
akan berusaha untuk mempercantik diri dan menjaga penampilannya agar selalu enak dipandang.
Tentu hal ini akan menjadikan kebanggaan tersendiri bagi suaminya, yang melihat istrinya tampil
prima di depan para relasinya.
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
13
KESIMPULAN
Di dalam ajaran konfusianisme kegiatan ekonomi berupa perdagangan dilarang dalam
ajaran ini. Hal tersebut karena kegiatan perdagangan adalah kegiatan yang mengambil keutungan
dari orang lain untuk diri sendiri. Hal tersebut dilarang dalam ajaran konfusianisme. Bangsa
Korea percaya terhadap kebaikan di dalam diri manusia, dan juga kepada Tuhan sebagai hal yang
paling berkuasa. Meskipun diterpa oleh berbagai hambatan, seperti masuknya pengaruh barat
yang ke dalam bangsa Korea, ajaran konfusianisme masih tetap berpengaruh kuat. (Dennis, 2001).
Fenomena globalisasi yang kini terjadi sering menuai beberapa kritik dalam masalah ketidak-
adilan jender, seperti yang terjadi dalam bidang ekonomi dan juga budaya. Secara ekonomi,
terdapat diskriminasi terhadap para pekerja perempuan baik dalam bidang posisi pekerjaan dan
juga pendapatan yang diterima oleh perempuan. Secara budaya, beberapa negara memiliki sistem
patriarki hingga membuat peranan laki- laki selalu berada di atas perempuan. Perempuan dalam
hal ini dituntut untuk selalu patuh terhadap laki- laki. Adanya ketimpangan antara perempuan dan
laki- laki ini menimbulkan berbagai macam pergerakan dalam upaya mendorong perempuan
untuk maju dan memiliki posisi yang sama dengan laki- laki. Sebagai sebuah negara dengan
kemajuan tekhnologi dan ekonomi yang cukup signifikan, Korea merupakan salah satu negara
yang mengalami fenomena tersebut.
Meskipun dalam dua dekade terakhir ini, Korea mengalami modernisasi baik secara
industri maupun ekonomi, penerapan seluruh unsur modernisasi dalam masyarakatnya bukanlah
sebuah hal yang mudah. Terdapat nilai-nilai sosial dan budaya yang sudah sangat melekat baik
dalam masyarakat dan maupun institusi pemerintahan yang menjadi hambatan dalam modernisasi
masyarakatnya. Dalam hal ini pun termasuk dalam kemajuan peran perempuan dalam masyarakat
(Palley, 2011). Secara tradisional, terdapat ketidakseimbangan antara perempuan dan laki- laki di
Korea. Dalam sejarahnya, perempuan merupakan bagian dalam masyarakat yang cenderung
terpinggirkan. Kuatnya sistem patriarki yang sangat kuat membuat perempuan berada dalam
posisi yang tidak sama dengan laki- laki. Hal ini juga berlaku; perempuan memiliki lapangan
pekerjaan yang terbatas (glass wall) dan juga posisi jabatan dalam pekerjaan yang terbatas (glass
ceiling), (Rowley dan Paik, 2009), sehingga perempuan pekerja di perusahaan Korea memiliki
ruang gerak yang sangat terbatas dan terdapat diskriminasi terhadap para pekerja perempuan,
baik dalam bidang posisi pekerjaan dan juga pendapatan yang diterima oleh perempuan. Dengan
adanya perbedaan-perbedaan yang diterima oleh perempuan tersebut, maka dampak sosial
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
14
terhadap pekerja perempuan di Korea Selatan, antara lain peningkatan kondisi ekonomi keluarga,
peningkatan sumber daya manusia, dan perempuan menjadi lebih percaya diri serta lebih merawat
penampilan.
Daftar Pustaka
Bae-young, Kim. 2008. Woman in Korea History. Korea: Ewha Womans University. Cumings, Bruce. 1997. Korea's Place in The Sun: a Modern History. Norton: University of
Chicago.
Dennis, Hart. 2001. From Tradition to Consumption: Construction of a Capitalist Culture in South Korea. Seoul: Jimoondang Publishing Company.
Jongryn, Mo. 1999. The Confucian Tradition and Economic Reform. Hoover Institution Press: Stanford University.
Kim Yung-chung (Ed.). 1977. Women of Korea, A History from Ancient Times to 1945. Ewha
Womans University Press.
Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata Korea. 2008. Fakta-Fakta Tentang Korea.
Seoul; Pelayanan Kebudayaan dan Informasi Korea. Kim Yung-suk. 1989. Han-guk Yeoksa (Women’s Costum in Korea). Seoul; Korea Minumsa.
Kwang-Kyu, Lee. 2003. Korean Traditional Culture. Korea: Jimoondang Publishing Company.
Kyong-dong, Kim, The Herald. 2008. Social Change in Korea (Insight into Korea Series vol.2).
Korea: Jimoondang.
Meijer, Maarten. 2005. What’s So Good about Korea, Maarten?. Korea: Hyeonamsa Publishing
Rowley, Chris and Yongsun Paik. 2009. The Changing Face of Korean Management. New York: Routledge.
Roh, Mihye. 1987. Yosong ue chuiopsilt’ae chosa: Yosong Yon’ gu, Spring.
Sumber Internet:
http://www.scribd.com/doc/28956671/FEMINISME (diakses pada 2-10-2011, pukul 12:03).
Palley, Marian Lief. Women’s Status in South Korea: Tradition and Change, diakses dari, Kamla Bhasin dan Nighat Said Khan. http://www.jstor.org/pss/264499 (diakses pada 3-8-2011, pada pukul 00:10).
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013
15
Yubhar Ilyas. http://sosbud.kompasiana.com/2010/08/26/ (diakses pada 2-11-2011, pukul 00.17).
Pengaruh ajaran ..., Citra Cahyaning Sumirat, FIB UI, 2013