Post on 27-Oct-2015
A. PENGANTAR PELEDAKAN
1.1. Konsep Dasar Peledakan
Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan,
yaitu :
a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan
induknya.
b. Memecah dan memindahkan batuan
c. Membuat rekahan
Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat
pembongkar batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu perlu
dimanfaatkan sebagai barang yang berguna, disamping juga merupakan
barang yang berbahaya. Untuk itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan
harus hati-hati sesuai dengan peraturan dan teknik-teknik yang diterapkan,
sehingga pemanfaatannya lebih efisien dan aman.
Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan
pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Untuk mencapai pekerjaan
peledakan yang optimum sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-
faktor sebagai berikut :
a. Karakteristik batuan yang diledakkan
b. Karakteristik bahan peledak yang digunaka
c. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan.
Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat
lubang tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak; dengan
penerapan metode peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan
peledak yang sesuai untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
1
1.2. Persiapan Peledakan
Persiapan peledakan adalah semua kegiatan, baik teknis maupun
tindakan pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan peledakan
dengan aman dan berhasil. Persiapan peledakan dapat dibagi atas beberapa
bagian atau tahapan kerja diantaranya :
1. Pengamanan lapangan kerja selama pelaksanaan persiapan
peledakan; ini dimaksudkan untuk mencegah hal-hal yang tidak
diinginkan atau terjadinya kerusakan pada alat-alat tambang
maupun keamanan pekerja tambang.
2. Persiapan alat bantu peledakan, antara lain : detonator, kabel
pembantu, kabel utama, blasting ohm meter, dan blasting
machine.
3. Pembuatan primer; yang berfungsi untuk menghentakkan
(shock) isian utama atau blasting agent, sedangkan primer itu
sendiri dihentakkan dengan detonator.
4. Pengisian lubang ledak; syarat pengisian lubang ledak adalah :
a. Periksa lebih dahulu keadaan lubang. Pemerikasaan ini dapat
dilakukan dengan pantulan sinar dari sepotong cermin atau tongkat
kayu yang cukup panjang.
b. Waktu pengisian ke dalam lubang ledak harus hati-hati sehingga
detonator atau leg wire tidak terluka.
c. Hindari pemakaian leg wire yang terlalu pendek, namun kalau
terpaksa sambungan-sambungan harus diisolasi dengan baik.
d. Jangan memadatkan primer (tapping)
2
e. Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila
waktu memasukkan primer agak susah turunnya ke dalam lubang
maka dapat dibantu atau didoromg dengan tongkat kayu secara
perlahan-lahan.
f. Setelah primer telah sampai benar-benar didasar lubang maka bahan
peledak dapat dimasukkan. Bila memakai bahan peledak ANFO maka
dilarang memadatkannya sehingga berat jenisnya bertambah
g. Pengisian bahan peledak, paling banyak dua per tiga dari tinggi lubang
ledak.
5. Stemming; syarat pengisian stemming adalah sebagai berikut:
a. Bahan stemming adalah tanah liat atau cutting pemboran
b. Stemming harus dibuat cukup padat, untuk itu perlu dipadatkan (di-
tapping) dengan tongkat kayu.
c. Stemming diusahakan bisa memperkecil suara peledakan.
6. Sistem Rangkaian
Dalam melakukan penyambungan detonator listrik ada empat cara atau
sistem rangkaian, antara lain :
a. Hubungan Seri
Rangkaian yang disusun secara seri, arus dari sumber tenaga
hanya melalui satu jalan. Jumlah arus yang melalui setiap detonator
adalah sama. Rangkaian seri sangat cocok untuk meledakkan
jumlah detonator yang tidak banyak, maksimum 50 buah atau
tahanannya 100 ohm. Arus minimum untuk peledakan dalam
rangkaian seri adalah 1,5 Ampere untuk DC dan 2,0 Ampere untuk
AC.
3
b. Hubungan Paralel
Dalam rangkaian paralel setiap cabang hanya berisi satu detonator;
tahanan detonator dalam rangkaian paralel adalah kecil dan yang
terbesar adalah tahanan firing line. Salah satu jalan untuk
menambah total arus yang mengalir dalam setiap detonator adalah
mengurangi tahanan firing line. Caranya adalah dalam peledakan
tersebut dipakai firing line dengan kawat yang ukurannya lebih
besar. Arus yang mengalir dalam rangkaian dibatasi 10 Ampere,
apabila terlalu besar akan terjadi arcing. Sedangkan arus minimum
yang mengalir untuk setiap detonator adalah 0,5 Ampere.
c. Rangkaian Seri Paralel
Pada rangkaian Seri-Paralel, masing-masing seri dihubungkan satu
dengan yang lainnya dalam paralel. Rangkaian ini biasanya dipakai
apabila jumlah detonator dalam peledakan lebih dari 50 buah.
Setiap seri dibatasi tidak lebih dari 40 detonator atau tahanan
maksimumnya 100 ohm. Dalam rangkaian paralel-seri jumlah arus
yang mengalir dalam firing line dibagi dalam masing-masing seri
yang diperhatikan bahwa tahanan di setiap seri adalah sama atau
tahanan satu seri mendekati serta sama dengan tahanan seri yang
lainnya. Hal ini disebut series balancing dan akan menjamin bahwa
total arus yang mengalir dalam firing line terbagi sama pada setiap
seri.
d. Hubungan Paralel Seri
4
Rangkaian paralel-seri merupakan kebalikan dari rangkaian seri-
paralel dimana setiap rangkaian paralel digabungkan dalam
hubungan seri dengan sambungan paralel lainnya.
7. Penyambungan Rangkaian
Dengan menggunakan detonator listrik maka harus diperhatikan hal-hal
berikut :
a. Sambungan leg wire dengan kabel pembantu harus baik dan kuat.
b. Penyambungan rangkaian antara semua lubang ledak harus
dilaksanakan secepatnya dan ujung rangkaian diikat satu sama lain,
sebelum dihubungkan dengan kabel utama
c. Rangkaian harus dibuat rapi dan efektif, hindari kabel agar tidak
kusut dan terlipat.
d. Sebelum rangkaian antara lubang ledak disambung dengan kabel
utama, maka tahanan listrik dan kesinambungan arus dari rangkaian
harus ditest dengan blasting ohm meter. Tahanan listrik rangkaian
harus sesuai dengan perhitungan teoritis, namun dengan toleransi
10% dapat dianggap baik.
8. Setelah semuanya aman maka selanjutnya siap diledakkan
dengan blasting machine.
1.3. Parameter Rancangan Peledakan
Parameter rancangan peledakan merupakan hal yang sangat penting
dalam perencanaan dan pelaksanaan peledakan lapisan penutup, adapun
parameter yang perlu diperhatikan yaitu :
5
1. Ketinggian teras (bench height)
Ketinggian teras biasanya ditentukan oleh parameter dilapangan
misalnya jangkauan oleh peralatan bor dan alat gali-muat yang
tersedia. Tinggi jenjang disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan
diameter lubang, dimana jenjang yang rendah dipakai diameter lubang
kecil sedangkan diameter lubang bor besar utnuk jenjang yang tinggi.
Penerapan tinggi jenjang dilapangan bervariasi, tergantung dari posisi
endapan bahan galian.
2. Diameter lubang ledak (hole diameter)
Untuk mencapai tingkat penyebaran energi yang baik digunakan
diameter lubang peledakan (mm) yang sebanding dengan ketinggian
teras (m) dikalikan 8, atau didasarkan pada ketersediaan alat bor yang
dipakai. Secara umum diameter lubang akan sedikit lebih besar
daripada diameter mata bor yang mengakibatkan kepadatan pengisian
lebih tinggi.
3. Burden
Burden adalah jarak dari lubang peledakan ke bidang bebas yang
terdekat. Penentuan burden tergantung pada densitas batuan, densitas
bahan peledak (bahan peledak yang digunakan), diameter bahan
peledak atau diameter lubang peledakan, dan fragmentasi yang
dibutuhkan. Peledakan dengan jumlah row (baris) yang banyak, true
burden tergantung penggunaan bentuk pola peledakan yang
digunakan. Bila peledakan digunakan delay detonator dari tiap-tiap
baris delay yang berdekatan akan menghasilkan free face yang baru.
4. Spacing
6
Spacing adalah jarak diantara lubang tembak dalam baris (row) yang
sama, tegak lurus terhadap burden, baik untuk nomor delay yang sama
maupun beda waktu delaynya. Distribusi energi optimum diperoleh
apabila jarak lubang sebanding dengan dimensi burden dikalikan 1,15
dan polanya disusun dengan konfigurasi yang berselang-seling. Jika
spacing lebih kecil daripada burden, cenderung mengakibatkan
stemming injection yang lebih dini.
5. Stemming
Stemming adalah penempatan material isian (cutting pemboran) diatas
bahan peledak pada lubang peledakan untuk menahan energi,
mencegah terjadinya gelombang tekanan udara (air blast) dan batuan
melayang (flying rock) yang disebabkan tekanan gas-gas hasil ledakan.
Ukuran stemming secara umum dapat ditentukan dengan cara dimensi
burden dikalikan dengan 0,7.
Di lapangan, biasanya material stemming yang digunakan adalah
cutting pemboran, yang menjadi masalah adalah pada saat musim
hujan; untuk mengisi lubang ledak dengan material stemming, susah
karena basah. Lubang ledak yang basah membutuhkan material
stemming yang lebih banyak untuk pengungkungan energi bahan
peledak daripada lubang ledak yang kering, karenanya perlu ditentukan
pengungkungan relatif (relative confinement = RC) dari suatu bahan
peledak sehingga energi dapat tertahan dengan baik. Faktor
pengungkungan relatif bersifat sangat spesifik terhadap lokasi,
tergantung pada kondisi geologi disekitar lubang peledakan. Secara
7
umum pengungkungan relatif harus lebih besar dari 1,4 untuk
mencegah hilangnya energi yang terkungkung secara berlebihan.
6. Subdrilling
Subdrilling merupakan jarak pemboran lubang peledakan yang berada
di bawah dasar teras (jenjang). Subdrilling perlu untuk menghindari
problem tonjolan (toe) pada lantai, karena dibagian ini merupakan
tempat yang paling sukar diledakkan. Dengan demikian gelombang
ledak yang ditimbulkan pada lantai dasar jenjang akan bekerja secara
maksimum. Peledakan dengan subdrilling memberikan tegangan tarik
yang cukup besar pada dasar jenjang, selain itu juga mengurangi
keterikatan dengan bagian lainnya yang menyebabkan bagian dasar
mudah hancur dan tidak terjadi tonjolan (toe). Secara umum panjang
subdrilling dapat ditentukan paling tidak 0,3 ~ 0,5 kali panjang burden.
7. Kedalaman Lubang Ledak
Merupakan dimensi tinggi teras ditambahkan dengan dimensi panjang
subdrilling
8. Volume Hasil Ledakan
Volume hasil ledakan merupakan dimensi burden (B) dikalikan dengan
jarak lubang dalam satu row yang sama (S) serta dikalikan dengan
ketinggian teras (H). Satuan volume hasil ledakan dinyatakan dalam
bank cubic metric (BCM), untuk mendapatkan volume dalam satuan
Ton, dikalikan dengan densitas batuan.
9. Kepadatan Pengisian
8
Kepadatan pengisian merupakan jumlah bahan peledak setiap satuan
panjang, sama dengan 0,000785 dikalikan dengan densitas bahan
peledak dikalikan dengan kuadrat diameter bahan peledak.
10. Blasting Ratio
Blasting ratio adalah jumlah berat bahan peledak setiap volume hasil
ledakan. Penerapan blasting ratio dilapangan jarang tepat karena
pengaruh pengisian bahan peledak.
11. Kofigurasi Pola Lubang Peledakan
Hal ini tergantung pada diameter lubang ledak, sifat-sifat batuan, sifat-
sifat bahan peledak, tinggi jenjang dan hasil yang diinginkan. Pada
umumnya ada tiga jenis pola peledakan yang sering diterapkan, yaitu
pola persegi panjang (rectangular), pola bujur sangkar (square), dan
pola selang-seling (staggered).
1.4. Hal-Hal Yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Membuat Rancangan
1. Kepekaan Lokasi
Kondisi lokasi di sekitar lokasi peledakan dalam hal prakiraan getaran
dan tingkat getaran yang diperbolehkan pada struktur terdekat
2. Fragmentasi yang diperlukan
3. Perpindahan tumpukan material hasil ledakan (muckpile)
Arah perpindahan tergantung pada jalur daya tahan paling kecil yang
dapat ditelusuri energi bahan peledak, dimana rancangan peledakan
yang tepat (stemming yang baik, distribusi energi yang tepat, toe yang
kecil, dll); urutan delay dapat mengendalikan arah dan tingkat
perpindahan material hasil ledakan.
4. Pengendalian dinding
9
Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan
antar baris dapat menyebabkan overbreak yang berlebihan.
5. Geologi
Batuan berlapis-lapis dengan kohesi terbatas dapat bergeser sehingga
menyebabkan patahnya bahan peledak. Sedangkan batuan besar yang
banyak retakannya dapat mengalirkan gas bahan peledak ke semua
arah sehingga meningkatkan potensi terjadinya cutoff. Batuan yang
lunak memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan
perpindahan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama antara baris-
baris untuk mengendalikan pecah yang berlebihan.
6. Kondisi air
Batuan jenuh (lubang peledakan yang terisi air) dapat meneruskan
tekanan air dari titik peledakan ke daerah-daerah di sekitarnya (water
hammer). Tekanan ini dapat menyebabkan decoupling isi bahan
peledak atau meningkatkan densitasnya sampai ke titik yang tidak
memungkinkan peledakan (deadpressed)
7. Bahan peledak yang digunakan
Produk bahan peledak dengan densitas yang lebih besar (> 1,25 g/cc)
yang menggunakan udara tersirkulasi untuk mengatur kepekaan,
mudah terkena dead pressing dari peledakan lubang peledakan yang
berdekatan.
8. Sederhana
Rancangan yang rumit akan memerlukan waktu tambahan untuk
menghubungkan dan mengevaluasi rangkaian (dengan memeriksa
penyambungan pada konfigurasi delay)
10
9. Biaya
Dengan meningkatnya tingkat kerumitan rancangan, biaya biasanya
akan meningkat. Biaya ini harus dipertimbangkan berdasarkan biaya
modifikasi rancangan lain agar diperoleh efisiensi biaya.
1.5. Penyempurnaan Rancangan Peledakan
Untuk menyempurnakan rancangan peledakan, dapat dilakukan dengan
merancang kembali rangkuman data, tentang :
1. Jarak batu-batuan melayang (fly rock)
2. Fragmentasi yang dihasilkan
3. Getaran dan airblast (getaran udara dari hasil peledakan) yang
ditimbulkan
4. konfigurasi tumpukan tanah (muckpile)
5. kemudahan penggalian
6. bahan peledak yang gagal meledak
7. sumber material oversize dan overbreak
8. kinerja peledakan
9. biaya keseluruhan dari pemboran, peledakan, dan penggalian
10.mengendalikan getaran
11.Mencegah batu-batu melayang dan hilangnya energi
melindungi lapisan bahan galian
Peledakan ( Blasting )
Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran,
dimana tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari batuan
induknya agar menjadi fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil
11
sehingga memudahkan dalam pendorongan, pemuatan,
pengangkutan, dan konsumsi material pada crusher yang terpasang.
Metode peledakan yang diterapkan oleh PT. Semen Tonasa
adalah peledakan secara listrik, dimana penempatan lubang bor diatur
sedemikian rupa dan di ledakkan dengan pola tertentu yang di sebut
dengan pola peledakkan.
Geometri Peledakan
Untuk mencapai produksi peledakan batugamping Yang
diinginkan, maka hal yang perlu diperhatikan adalah parameter dari
geometri peledakan yang terdiri atas burden, spacing, sub drilling, dan
kedalaman lubang bor.
Untuk menentukan Geometri peledakkan pada PT. Semen
Tonasa maka pendekatan teori yang digunakan adalah “Anderson
Formula”. Hal ini dilakukan untuk menguji keefektipan dalam
mengurangi fragmentasi, dan upaya peningkatan produksi.
a. Burden
Burden merupakan jarak dari muatan tegak lurus terhadap free
face terdekat dan arah dimana pelemparan akan terjadi. Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penentuan burden :
Karakteristik batuan yaitu sifat yang dimiliki oleh
batuan seperti adanya bidang-bidang lemah seperti
retakan atau rekahan (discontinue ).
12
Jenis bahan peledak yang digunakan yaitu bahan
peledak yang berupa ANFO dengan karakteristik
menghasilkan banyak gas adalah cocok digunakan
untuk jenis batuan yang memiliki retakan untuk
memindahkan material.
Untuk memperkirakan burden maka dapat di tentukan dengan
pendekatan teori “ Anderson “ yang merupakan teori empiris yang
sesuai dengan kondisi bahan galian baik kekerasannya maupun
struktur geologi yang ada didalamnya sehingga di harapkan dapat
menghasilkan nilai peledakan yang bagus sesuai target kuantitas dan
kualitas yang di inginkan.
Nilai Burden menurut teori “Anderson “ di nyatakan dengan rumus
sebagai berikut :
B = 0,11 …………………( 34 )
Dimana :
De= Diameter lubang bor ( mm )
H = Kedalam lubang ( m )
13
L
T
J
PCC
B
B
S
S
H
FREE FACE
Gambar .1Geometri Peledakan
Keterangan :
B = Burden
S = Spacing
H = Kedalaman lubang tembak
L = Tinggi jenjang
PC = Tinggi isian bahan peledak
J = Sub drilling
T = Stemming
b. Kedalaman Lubang Ledak
Secara teoritis kedalaman lubang ledak tidak boleh lebih kecil dari
burden. Hal ini untuk menghindari terjadinya “ over break “ atau “
createring “. Nilai hole depth ratio ( Kh ) ditentukan melalui
persamaan sebagai berikut
Kh = …………………( 35 )
Dimana ;
Kh = Hole depth ratio = ( 1,5 – 4,0 )
H = Kedalaman lubang ledak ( m )
B = Burden ( m )
c. Spacing ( S )
Spacing adalah jarak antara lubang-lubang bor dirangkai dalam
satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall, biasanya spacing
14
tergantung pada burden, kedalaman lubang bor, letak primer, dan
delay. Besarnya spacing dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
S = 1,25 B …………………( 36 )
Besarnya spacing ratio ( Ks ) menurut waktu delay yang
dipergunakan adalah sebagai berikut :
- Long interval delay Ks = 1
- Short periode Ks = 1 – 2
- Normal Ks = 1,25 – 1,8
Prinsip dasar penentuan spacing adalah sebagai berikut :
Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row)
diledakan secara sequence delay maka Ks =1,
maka S = B
Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row)
diledakan secara simultan (serentak), maka Ks = 2
jadi S = 2B
Apabila dalam banyak baris (multiple row) lubang-
lubang bor dalam satu baris diledakan secara
sequence delay dan lubang-lubang bor dalam arah
lateral dari baris yang berlainan di ledakan secara
simultan maka pemborannya harus dibuat squard
arregement.
15
Apabila dalam multiple row lubang-lubang bor
dalam satu baris yang satu dengan yang lainnya di
delay, maka harus digunakan staggered pattern.
d. Tinggi Jenjang ( L )
Secara Spesifik tinggi jenjang maksimum sangat dipengaruhi
oleh peraltan bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang
disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang. Lebih
tepatnya, jenjang yang lebih rendah dipakai diameter kecil demikian
pula sebaliknya. Dapat dihitung sacara matematis sebagai berikut:
L = H – J …………………( 37 )
Dimana : L = Tinggi Jenjang ( m )
H = Kedalamam Lubang Ledak ( m )
J = Sub Drill ( m )
e. Sub drilling ( J )
Sub drilling adalah bagian dari lubang tembak di bawah
permukaan jenjang (bench). Penggunaan sub drilling adalah
dimaksudkan agar batuan terbongkar secara full face sebagaimana
yang diterapkan. Apabila batuan tidak terbongkar secara full face akan
mengakibatkan lantai yang tidak rata atau adanya tonjolan-tonjolan
yang akan menyulitkan kegiatan pemuatan dan pengangkutan. Dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
J = Kj X B…………………( 38)
16
Dimana :
J = Sub Drilling ( m )
Kj = Sub Drilling Ratio ( 0,2 - 0,4 ), digunakan 0,2
B = Burden ( m )
f. Stemming ( T )
Stemming disebut juga “Collar”. Sangat menentukan stress
balance dalam lubang ledak. Fingsi lainnya adalah mengurung gas
yang timbul serta mengurung air blast. Dapat dihitung menggunakan
persamaan :
T = Kt X B …………………( 39)
Dimana :
T = Stemming ( m )
Kt = Stamming Ratio ( 0,7 - 1 ), digunakan 0,75
B = Burden ( m )
a. Powder Colomb ( Pc )
Powder colomb merupakan bagian dari lubang bor yang akan
terisi oleh bahan peledak, merupakan selisih dari kedalaman lunag
ledak dengan stamming. Powder colomb menentukan banyaknya
pemakaian bahan peledak yang dipakai dalam sebuah lubang bor.
Pesamaannya sebagai berikut :
Pc = H - T …………………( 40)
17
Dimana :
Pc = Powder Colomb( m )
H = Kedalaman Lubang Ledak
T = Stamming ( m )
Pola PeledakanPola peledakan dilakukan untuk mengefektifkan hasil
peledakan. Secara garis besar pola peledakan yang biasa digunakan
dalam pembongkaran adalah pola peledakan dengan arah lemparan
ke depan yang sejajar bidang bebas, lihat gambar 3.16 dan pola
peledakan dengan arah lemparan ke arah pojok (Pola Corner Cut), pola
peledakan yang menyerupai bentuk kotak (Box Cut) yang dilakukan
dengan cara pengaturan nomor delay detonator dan sistem
penembakan secara beruntun (delay) dan secara serentak (simultan).
Pola peledakan disesuaikan dengan bentuk pola pemboran yang sudah
ada, dan untuk menghasilkan arah lemparan yang teratur dilakukan
pengaturan nomor delay detonator yang tepat. Pola pemboran zig-zag
lebih sering digunakan dimaksudkan agar dalam peledakan energi
18
Pola Sejajar Pola Zig-Zag
A
B
C
A = Daerah Penyebab Energi Bahan PeledakB = Lubang LedakC = Daerah Yang Tidak Dihancurkan Energi Bahan Peledak
bahan peledak dapat di distribusikan secara optimum untuk mencapai
fragmentasi yang dikehendaki, akan tetapi hal ini di sesuaikan dengan
kondisi lapangan, kemampuan alat bor dalam pindah posisi, dan
kebiasaan skill yang dimiliki oleh operator alat. Distribusi penyebaran
energi bahan peledak dapat di lihat pada Gambar 3.16.
Gambar 3.16
Distribusi Relatif Energi Bahan Peledak
Detonator yang digunakan adalah detonator listrik jenis tunda dimana
arus listrik berfungsi sebagai sumber energi. Pengaturan nomor delay
detonator dapat disusun atau di atur sesuai nomor delay detonator,
dengan interval delay yang terkecil ke interval delay yang besar. Hal
19
ini dimaksudkan agar dalam peledakan terdapat bidang-bidang bebas.
Pengaturan nomor delay detonator ini dapat dibuat berdasarkan profil
tumpukan material hasil peledakan yang di inginkan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 3.17
Pengaturan Nomor Delay Detonator
Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris
dan antara baris dapat menyebabkan over break < 25 milli second
yang berlebihan. Jika delay antar lubang peledakan pada baris
belakang (Back Row) kurang dari 42 milli second (ms), bahan peledak
dapat bereaksi bersama-sama untuk menghancurkan dinding belakang
(Back Wall). Interval delay antara baris yang terlalu singkat < 35 milli
second (ms) dapat menyebabkan terjadinya back break.
Pada setiap detonator listrik type delay tercantum nomor
delaynya. Misalnya untuk merek “Himeji “ tertera nomor delay yaitu
20
4 3 2 1 0 1 2 3 4
7 6 5 5 6 7
4 43 32 21 10
5 56 67 7
FREE FACE
selang peledakannya nol detik, nomor 1 selang waktu peledakan 1 x
0,025 milli second. Demikian nomor delay selanjutnya. Peledakan
banyak baris ( > 4 baris ) penggunaan interval delay yang semakin
lama di baris belakang akan mengakibatkan terbentuknya bidang
bebas.
Produktivitas Hasil Peledakan
a. Volume Peledakan ( V )
Volume peledakan merupakan banyaknya material batuan yang
terbongkar pada suatu satuan volume. Dapat dinyatakan sebagai
berikut :
V = B x S x L …………………( 41)
Dimana :
V = Volume ( m3/ lubang )
B = Burden ( m )
S = Spacing ( m )
L = Tinggi Jenjang ( m )
b. Massa Ledakan ( W )
Massa ledakan suatu material merupakan perkalian antara
volume ledakan di kalikan dengan density batuan yang ada. Massa
ledakan material dapat di nyatakan dalam rumus matematis sebagai
berikut :
21
W = V x Db ……………. ( 42 )
Dimana :
W = Tonase Ledakan ( Ton / lubang)
V = Volume ( m3 / lubang)
Db = Density Batuan ( Ton/m3 )
c. Produksi Peledakan ( P )
Produksi peledakan adalah jumlah material yang akan
terbongkar apabila di lakukan peledakan. Produksi batuan yang
terbongkar dapat di nyatakan dalam rumus sebagai berikut :
P = W x x 60 menit / jam x T
…………………( 43 )
Dimana ;
P = Produksi ( Ton / unit alat )
W = Massa ledakan ( Ton / lubang )
Eff = Effisiensi kerja alat bor ( % )
CT = Cycle time ( menit )
T = Total Jam kerja ( jam )
Peledakan Batugamping
Untuk pencapaian persen kemiringan jalan yang sesuai dengan
desain, diperlukan kegiatan peledakan dengan memperhatikan
beberapa faktor diantaranya :
22
Geometri Peledakan
Geometri Peledakan sangat tergantung pada jenis alat bor yang
digunakan, panjang bit yang dipakai akan mempengaruhi nilai
kedalaman lubang tembak. Berdasarkan pengamatan dilapangan pada
masing – masing alat bor. Pemboran pada satu lobang dihentikan bila
keseluruhan panjang batang bor telah tertanam pada lobang bor.
Dalam hal ini panjang batang bor sama panjang lubang tembak.
Burden ( B )
Berdasarkan hasil perhitungan karakteristik alat bor dengan
menggunakan persamaan 34 dapat diketahui nilai barden yang sesuai
standar untuk menghasilkan nilai fragmentasi yang baik sebagai
berikut :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 3,4
m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 2,8
m
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 1,9
m
( Lihat Lampiran 1)
Nilai burden yang lebih besar dari nilai yang ditentukan
berdasarkan karakteristik diameter masing masing alat bor maupun
burden yang tidak seragam dapat menyebaban terjadinya boulder
material batugamping, sehingga dapat menyulitkan dalam proses
23
selanjutnya., Hal lain yang dapat mempengaruhi, nilai burden
dilapangan antara lain karakteristik batuan, yang meliputi struktur
geologi, sifat kimia, sifat fisik, dan jenis bahan peledak meliputi
diameter bahan peledak, diameter lobang ledak, spsifik gravity bahan
peledak, spesifik gravity batuan yang digunakan agar hasil peledakan
dapat berhasil baik.
Ratio Dan Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak tergantung pada panjang batang bor
masing-masing alat. Pada pengamatan dilapangan penetrasi akan
dihentikan hanya jika semua batang bor telah tertanam. Dalam hal ini
panjang batang bor dinyatakan sama dengan panjang kedalaman
lubang ledak.Yang harus diperhitungkan lebih lanjut apakah kedalam
lubang ledak sesuai dengan kedalaman lubang ledak ratio yang
disyaratkan yaitu ( 1,5- 4,0 ).Berikut perhoitungannya berdasarkan
persamaan 35.
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 3,192 m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 2,61
m
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 1,93 m
( Lihat Lampiran 1 )
Spacing ( S )
24
Berdasarkan nilai burden dari masing – masing alat dengan
menggunakan persamaan 36, dapat diketahui nilai spacing standar
sesuai fomulasi Anderson, sebagai berikut
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 4,25
m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 3,5
m
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 2,375
m
( Lihat Lampiran 1 )
Nilai spacing dilapangan relatif besar, hal ini sesuai dengan
kondisi batuan yang berongga dan adanya bidang lemah seperti
adanya sisipan clay akan dapat menyebabkan terjadinya boulder
material, untuk itu nilai spacing perlu disesuaikan dengan kondisi
batuan dan struktur geologi yang ada, agar hasil ledakan tidak terjadi
boulder material yang banyak. Nilai spacing tergantung besarnya nilai
burden yang ada, nlai spacing secara normal berkisar antara 1,25 – 1,8
B. Jika nilai burdennya relatif besar maka nilai spacing akan lebih
besar, untuk itu diupayakan nilai burden disesuaikan karasteristik
batuan.
Jika spacing lebih kecil daripada burden akan cenderung
menghasilkan steaming ejection yang lebih dini, akibatnya gas hasil
ledakan dihamburkan ke atmosfer dibarengi dengan noise dan air
25
blast.Sebaliknya jika spacing terlalu besar diantara lubang tembak
fragmentasi yang dihasilkan tidak sempurna, dengan demikian
hendaknya ada keserasian antara jarak burden dengan jarak spacing
antara satu lubang yang satu dengan lubang yang lainya agar hasil
peledakannya baik.
Tinggi Jenjang
Nilai jenjang dipengaruhi oleh kedalaman lubang bor dan nilai
subdrilling. Sesuai perhitungan dengan menggunakan persamaan 37
dari data kedalaman yang ada nilai jenjang dapat diketahui tinggi
jenjang yaitu :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 10,293 m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 6,755 m
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 3,280 m
( Lihat Lampiran 1 )
Sub drilling ( J )
Dari sub drilling perhitungan secara teoritis dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan38, yaitu :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod =
0,68 m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod =
0,56 m
26
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal =
0,38S m
( Lihat Lampiran 1 )
Nilai sub drilling dipengaruhi oleh burden, kedalaman lubang
ledak serta karakteristik batuan. Tujuan dilakukan sub drilling
mengupayakan agar tdak terjadi tonjolan – tonjolan pada daerah
penambangan, sehingga memudahkan terjadi pemuatan dan
pengangkutan. Bila sub drilling berlebih dapat menghasilkan excessive
ground vibration, karena pengurangan faktor yang lebih. Bila sub
drilling tidak cukup dapat mengakibatkan problem tonjolan pada
lantai. Secara praktis sub drilling dibuat 0,25 X Burden. Untuk
membentuk desain kemiringan memanjang jalan, sub drilling sangat
diperlukan dan akan memudahkan dalam pendorongan maupun
pengangkutan
Stemming ( T )
Nilai stemming pengisian rata – rata berdasarkan perhitungan
dengan menngunakan persamaan 39, diketahui :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod =
2,250 m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod =
2,100 m
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal =
1,425 m
27
( Lihat Lampiran 1 )
Powder Colomb ( Pc )
Nilai powder colomb berdasarkan perhitungan dengan
menngunakan persamaan 40, diketahui :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 8,42 m
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 5,22 m
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 2,23 m
( Lihat Lampiran 1 )
a. Pola Peledakan
Berdasarkan tujuan peledakan dimana hasil ledakan akan
diangkut sebagai material produksi dengan menggunakan alat angkut
front shovel PC – 100 maka sebaiknya lubang bor dalam satu baris di
delay secara normal dan ke arah lateral di ledakkan secara simultan.
Pola ini disebut delay detonator “ V “ delay pattern.
b. Volume Peledakan
Merupakan banyaknya batuan yang terbongkar pada satu satuan
volume. Dihitung dengan menggunakan persamaan 41, sebagai
berikut :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 148,731
m3/lubang
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 66,20
m3/lubang
28
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 14,79
m3/lubang
( Lihat Lampiran 1)
c. Massa Peledakan
Massa peledakan merupakan banyaknya batuan yang terbongkar
dinyatakan dalam satuan berat. Dihitung dengan menggunakan
persamaan 41, sebagai berikut :
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 3 Drill Rod = 355.021
ton/lubang
Alat Bor Type Ingersol Rand 500 – C 2 Drill Rod = 154,636
ton/lubang
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 34,25
ton/lubang
( Lihat Lampiran 1)
d. Produktivitas Peledakan
Produksi peledakan berdasarkan jenis alat bor yang dioperasikan
dengan effesiensi kerja 62,04 % dan jam kerja 9 jam/hari dari hasil
perhitungan produksi peledakan dengan menggunakan persamaan 43
dapat diketahui sebagai berikut :
Alat Bor Type Ingersold Rand 500 – C 3 Drill Rod = 7.232,89
Ton / hari / unit
29
Alat Bor Type Ingersold Rand 500 – C 2 Drill Rod = 8.538,69
Ton / hari / unit
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal = 2.316,84
Ton / hari / unit.
( Lihat Lampiran 1)
4.2.4 Total Waktu Pemotongan Elevasi Jalan Dengan Alat Bor
Dengan mengetahui produktivitas masing-masing alat bor,
volume galian setiap segmen atau station dengan jarak 25 meter
dapat diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan
pemotongan elevasi jalan untuk mendapatkan design geometri jalan
angkut tambang yang sesuai standar keamanan dengan menggunakan
persamaan 44. Berikut perhitungan waktu pemboran pada masing-
masing jenis alat bor:
Alat Bor Type Ingersold Rand 500 – C 3 Drill Rod
W =
= 290,85 Hari / unit
Alat Bor Type Ingersold Rand 500 – C 2 Drill Rod
W =
30
= 246,37 Hari / unit
Alat Bor Type CRD 1 Drill Rod Vertikal
W =
= 907,98 Hari / unit.
Lampiran 1
SPESIFIKASI ALAT BOR INGERSOLD RAND – 500 C DAN COMPRESSOR
1. Specification
Weight Matrik U.S Standar
( LMA ) With drifler 9.300 kg 20.500 lb
( LMAC ) With drifler & Cab 9.500 kg 20.940 lb
31
( LMEA ) With drifler drifter 10.300 kg 22.700 lb
( LMAC ) With drifler & cab 10.500 kg 23.150 lb
( LMAG ) With drifler 10.800 kg 22.700 lb
2. Performanc
Engine DEUT2 BFGL 9 BC
Rated power 127 KW 170 bhp
Rated speed 2,30 rpm 2,300 rpm
Tramming speed 0 - 2,3 km / h 0 – 2,1 mph
Gradability 30 % 30 %
Ground clearance 355 mtp 14 “
3. Air Compressor Ingersoll – Rand Type
Actual tree – an delivery 6,9 m 3 / min 245 ctm
Rated pressure 8,8 kg / cm 3 125 psig
Drifler model yH – 80
Weight 210 kg 462 lb
Impac energi 42 kg – m 305 til-lbs
Frequency 2600 bpm 2600 bpm
Rotation speed 0 – 150 rpm 0 – 150 rpm
Drile pressure 150 kg / cm 3 2.140 psig
32