Post on 11-Mar-2019
PENANGANAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DALAM PRODUK IJARAH
MUNTAHIYA BITTAMLIK PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA
Tbk
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)Gelar Sarjana
Ekonoyarh (S
Oleh:
ANI JANUARTINI
206046104335
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Maret 2011
Ani Januartini
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT,
Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang telah
memberikan segala nikmat Iman dan Islam karena atas kehendak dan kuasa-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemecahan
Masalah Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Pada Bank Muamalat
Indonesia’’ dengan lancar. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan
kepada Nabi Muhammmad SAW, suri tauladan dalam aktivitas kehidupan,
serta kepada para keluarga dan sahabatnya.
Dengan penuh kesadaran penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh
dari kesempurnaan dan tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak baik secara moril maupun materil.
Karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan
terima kasih yang kepada segenap pihak yang telah membantu menyelesaikan
skripsi ini. Sebagai rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Muhammmad Amin Suma, SH., MA., MM, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalah Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatrullah Jakarta.
ii
3. Bapak Drs. Ahmad Yani, MA., selaku Ketua Program Non-Reguler Fakultas
Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. A.M.Hasan Ali,MA.,Dosen Pembimbing I yang telah memberi arahan dalam
membimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Hotnidah Nasution, S.Ag. MA., Dosen Pembimbing II yang dengan sabar
telah memberi arahan dalam membimbing, sehingga skripsi ini menjadi lebih
sempurna.
6. Seluruh Dosen Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu,
yang telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran kepada penulis.
7. Pimpinan dan Seluruh Staf Karyawan Perpusatakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
menyediakan fasilitas berupa sumber-sumber yang berkaitan dengan skripsi
penulis.
8. PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Atas kesempatan yang telah diberikan
sehingga penulis diijinkan untuk melaksanakan penelitian, Bapak Yudis
Sisworo (Manager Operasional BMI), Mba Sunarti Muamalat Institute yang
telah banyak membantu dalam memperoleh data dan informasi yang penulis
butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Ayahanda Aminudin dan Ibunda Kariyah, terima kasih atas segala kasih
sayang, perhatian dan pengertiannya yang sangat berperan dalam hidup,
semoga kalian selalu diberi kesehatan, kebahagiaan dan umur panjang
iii
sehingga ananda diberi kesempatan untuk menunjukkan besarnya cinta
ananda pada kalian.
10. Big thanks from my deepest heart to my both old sista atas dukungan moril
dan materilnya (I’ll never be on this top without all your help), kepada adik-
adikku „Khutil‟ dan „Ghatel‟ terima kasih atas dukungannya.
11. For my beloved Ali Agus.W atas perhatian, kasih sayang, dan memberi
semangat yang tiada henti agar penulis segera menyelesaikan skripsi. Terima
kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk menjemput pulang kuliah.
Thanks for giving me so much colours in my life’s.
12. Sahabat ku PS NR 2006, Khususnya PS A ; Novi (sahabat terbaik yang
senantiasa selalu berbagi, thanks for the ice tea^^), Ista (teman cekikikan ga
jelaz), Isti, Achie, „Mami‟ (makasih untuk bread talk nya dalam perjalanan
KKS ke sukabumi), dan teman-teman lainnya yang turut menyemangati dan
mendukung penulis namun tidak bisa disebutkan satu-persatu. Makasih atas
kebersamaannya selama 4 tahun kita saling mengenal, berbagi dan menjalin
persahabatan bahkan persaudaraan.
13. Thanks to all musician yang telah memberi semangat dan menemani hari-
hariku saat menulis skripsi melalui karya lagu indah mereka, especially thankx
to R. Kelly dengan lagunya yang bisa membuat seseorang untuk selalu
optimis “I Believe I Can Fly”..and so with me^^
iv
14. Tak lupa pula teman-teman seperjuangan yang dengan sepenuh hati
mencurahkan dan membantu penulis dengan memberikan motivasi, saran dan
bantuan sehingga terselesaikan skripsi ini.
Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan.
Penulis hanya dapat memanjatkan do‟a kepada Allah SWT semoga kebaikan yang
telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.
Amien...
Jakarta, 24 Maret 2011
Ani Januartini
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 5
D. Review Studi Terdahulu ........................................................... 6
E. Metode Penelitian..................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan .............................................................. 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik .................................... 12
B. Rukun dan Syarat Ijarah Muntahiya Bittamlik ........................ 15
C. Landasan Hukum Ijarah Muntahiya Bittamlik ......................... 17
D. Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak .................................. 20
E. Berakhirnya Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik ....................... 23
F. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Bermasalah ............................................................................... 27
G. Penerapan Manajemen Resiko ................................................. 29
vi
BAB III GAMBARAN UMUM PT. BANK MUAMALAT INDONESIA,
Tbk
A. Sejarah Singkat......................................................................... 31
B. Visi dan misi ............................................................................ 34
C. Produk- produk ........................................................................ 34
D. Struktur Organisasi .................................................................. 44
BAB IV PEMECAHAN MASALAH PEMBIAYAAN IJARAH
MUNTAHIYA BITTAMLIK PADA BANK MUAMALAT
INDONESIA
A. Prosedur Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik .................. 45
B. Faktor Penyebab Nasabah Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Bernasalah ................................................................................ 57
C. Solusi Bank Muamalat Terhadap Nasabah Ijarah Muntahiya
Bittamlik Wanprestasi .............................................................. 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 68
B. Saran ......................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank syari’ah memiliki fungsi sebagai intermediasi yang menjembatani
para penabung dan investor. Hubungan antara bank syari’ah dengan nasabah lebih
bersifat partner, sehingga bank syari’ah dapat bertindak sebagai pembeli, penjual,
atau pihak yang menyewakan. Produk yang ditawarkan bank syari’ah sangat
bervariasi dengan prinsip saling menguntungkan (fairness) dan menjunjung tinggi
prinsip-prinsip keadilan. Produk yang ditawarkan bank syari’ah berupa
pengerahan dana masyarakat, penyaluran dan jasa perbankan lainnya. Bank
syari’ah dapat meningkatkan investasinya terutama dalam bentuk pembiayaan atas
kegiatan usaha produksi, distribusi, jual beli dan konsumsi dari produk atau
jasanya kepada nasabah debiturnya secara baik dan signifikan. Pembiayaan yang
diberikannya juga dilakukan atas dasar manfaat.
Kelahiran lembaga perbankan syari’ah didorong oleh adanya desakan kuat
dari orang Islam yang ingin terhindar dari transaksi bank konvensional yang
dipandang mengandung unsur riba. Karena penerapan riba dalam peminjaman
akan menanamkan kedengkian dan kebencian, bahkan dapat menimbulkan
putusnya hubungan sosial. Lebih tegas lagi, orang yang menerapkan sistem riba
dianggap telah menyatakan perang dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Adanya
pelarangan riba dalam Islam merupakan pegangan utama bagi bank syari’ah
2
dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sehingga kontrak hutang piutang antara
perbankan syari’ah dengan nasabah harus berada dalam koridor bebas bunga.1
Pembiayaan dalam Perbankan Syari’ah, sejatinya menggunakan sistem Profit dan
Loss Sharing (PLS), bukan berdasarkan bunga. Dengan kata lain, semua
keuntungan dibagi rata antara nasabah dengan bank, termasuk juga apabila terjadi
kerugian.
Salah satu cara untuk menghindari penerimaan dan pembayaran bunga
(riba) di perbankan syari’ah ditempuh dengan cara memberikan pembiayaan
(financing) dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT), yaitu akad sewa
yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang ke tangan penyewa.
Kegiatan pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yang harus
terus menerus dilaksanakan guna mempertahankan dan mengembangkan usaha
bank tersebut. Oleh karena itu, sangat diperlukan manajemen yang baik untuk
menangani kegiatan pembiayaan pada suatu bank. Secara umum landasan hukum
pembiayaan akad penghimpunan dan penyaluran dana sebagaimana telah diubah
dalam PBI No.9/19/PBI/2007 yang artinya : pembiayaan merupakan bagian dari
penyaluran dana. Salah satu produk pembiayaan adalah ijarah atau sewa yaitu
pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran upah atau sewa tanpa pemindahan kepemilikan (operating lease)
ataupun dengan pemindahan kepemilikan (financial lease), tergantung dari para
pelaku yang melakukan akad ijarah tersebut.
1 Warkum Sumitro. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Keuangan Terkait (BMUI
dan Takaful di Indonesia), Jakarta, Rajawali Press, 2008, h. 8.
3
Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002,
akad ijarah Muntahiya Bittamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:2
1. Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah (Fatwa DSN
Nomor : 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-ijarah al-
Muntahiya Bi al-Tamlik.
2. Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik harus
disepakati ketika akad ijarah ditandatangani.
3. Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Selain itu, dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27/DSN-
MUI/III/2002, yang menjelaskan bahwa pihak yang melakukan al-ijarah
Muntahiya Bittamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad
pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat
dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Pada umumnya bank syari’ah lebih banyak menggunakan al-ijarah al-
Muntahiya Bittamlik dibandingkan dengan ijarah. Hal tersebut karena Ijarah
Muntahiya Bittamlik lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank pun
tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan asset baik pada leasing atau pun
sesudahnya. Jika dikaitkan dengan perkembangan perekonomian yang ada pada
saat ini, banyak sekali praktek ijarah yang terjadi baik dalam skala kecil maupun
dalam skala besar, baik berupa barang maupun jasa. Ruang lingkupnya pun sangat
2 SK. Dir. BI. No: 9/PBI/2007
4
luas, hampir mencakup seluruh aspek kehidupan. Misalnya seseorang
menggunakan jasa konsultan keuangan untuk mengatur keuangannya maka ia
telah menggunakan jasa seorang konsultan keuangan tersebut. Contoh lainnya
adalah apabila kita menyewa gedung untuk digunakan sebagai tempat usaha maka
kita telah menggunakan jasa sewa barang.
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ijarah mamiliki peranan
sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Ijarah merupakan manifestasi
keluwesan dan keluasan hukum Islam. Setiap orang memiliki hak untuk
melakukan akad ijarah baik berupa barang maupun jasa, selama hal tersebut
berdasarkan prinsip-prinsip yang diatur dalam syari’at Islam, agar tidak terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaannya sehingga tidak menimbulkan kerugian dan
perselisihan antara seseorang dengan yang lainnya.
Sekalipun bank dalam memberikan pembiayaan tidak pernah menginginkan
bahwa pembiayaan yang diberikan akan menimbulkan permasalahan, namun pada
prakteknya permasalahan tersebut kerap kali muncul dan untuk keperluan itu
pihak bank akan melakukan segala upaya preventif yang mungkin dilakukan
untuk mencegah agar pembiayaan yang diberikan tidak menimbulkan
permasalahan, namun tidak mustahil jika pada akhirnya pembiayaan tetap juga
bermasalah, bahkan keadaan pembiayaan tersebut bukan hanya sekedar tidak
lancar atau diragukan melainkan akhirnya menjadi macet. Setelah itu, bank akan
melakukan upaya-upaya represif yang mula-mula akan dilakukan ialah melakukan
penyelamatan pembiayaan.
5
Berangkat dari permasalahan di atas maka penulis melakukan penelitian
dengan judul “Penanganan Pembiayaan Bermasalah Dalam Produk Ijarah
Muntahiya Bittamlik Pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan judul skripsi tersebut maka masalah yang akan dibahas dapat
dibatasi pada :
a. Bagaimana prosedur pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik pada Bank
Muamalat Indonesia?
b. Apa faktor penyebab nasabah pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
bermasalah?
c. Bagaimana solusi yang dilakukan oleh pihak Bank Muamalat Indonesia
dalam menangani nasabah IMBT yang mengalami wanprestasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui prosedur pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik pada
Bank Muamalat Indonesia
b. Untuk mengetahui faktor penyebab nasabah pembiayan Ijarah Muntahiya
Bittamlik bermasalah.
6
c. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan oleh pihak Bank Muamalat
Indonesia dalam menangani nasabah IMBT yang mengalami
wanprestasi.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan
teori-teori yang diperoleh kedalam praktek sesungguhnya, khususnya
pada lembaga keuangan yang diteliti
b. Bagi jurusan muamalah ekonomi Islam, untuk menambah wawasan
intelektualitas dibidang perbankan syari’ah terutama mengenai
pemecahan masalah pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
c. Bagi dunia pustaka, penelitian ini diharapkan menjadi referensi dan
sarana penilaian bagi kalangan praktisi dalam menunjang penelitian
selanjutnya yang akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi
penelitian yang lain.
D. Review Studi Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu digunakan untuk membantu mendapatkan
gambaran dalam menyusun kerangka pikir mengenai penelitian ini adalah :
a. Suhaemah, jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2006, dengan judul skripsi “Ijarah Dalam Sistem
Perbankan Syari’ah di Indonesia dan Malaysia (Suatu Sistem
Perbandingan). Penelitian tersebut membahas perbandingan
7
perkembangan sistem perbankan syari’ah di Indonesia dan Malaysia.
Persamaan dalam kajian skripsi ini adalah sama-sama membahas tentang
hak dan kewajiban pelaku Ijarah, letak perbedaannya adalah obyek
penelitiannya yaitu penulis lebih membahas kepada Pemecahan Masalah
Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.
b. Puspita Sari Juniati, jurusan Muamalat,Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, dengan judul skripsi “Konsep dan
Aplikasi Ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik pada BPRS Harta Insani
Karimah Ciledug”. Penelitian tersebut membahas tentang proses analisa
akad dan perikatan objek yang dibiayai serta aplikasi sistem pembiayaan
ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik di BPRS Harta Insani Karimah
Ciledug. Persamaan dalam kajian skripsi ini yaitu sama-sama membahas
tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik dan membahas tentang kebijakan
pihak pembiaya terhadap nasabah IMBT yang mengalami wanprestasi,
sedangkan letak perbedaannya adalah dalam penelitian terdahulu tidak
membahas secara terperinci mengenai kebijakan yang dilakukan oleh
pihak pembiaya terhadap nasabah IMBT yang mengalami wanprestasi dan
penyebab pembiayaan bermasalah serta strategi preventif dari pihak
pembiaya agar pembiayaan tidak bermasalah, dan penulis melakukan
penelitian di Bank Muamalat Indonesia sedangkan studi terdahulu
melakukan penelitian di BPRS Harta Insani Karimah Ciledug.
c. Nurasma Khairani, jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, dengan judul skripsi “Pembiayaan
8
Ijarah Muntahiya Bittamlik Pada Perbankan Syariah (Studi pada Bank
Muamalat Indonesia, Tbk)”. Penelitian tersebut hanya memaparkan bahwa
IMBT yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia sudah sesuai dengan
prinsip bank syariah, dari segi penerapannya ataupun segi pelaksanaannya.
Tidak membahas an bermasalah dalam produk IMBT dan strategi
preventif agar pembiayaan tidak bermasalah.
Dengan demikian pembahasan skripsi yang diangkat dalam penelitian ini
tidak sama dengan penelitian-penelitian terdahulu karena penulis lebih terfokus
pada penanganan pembiayaan bermasalah pada produk Ijarah Muntahiya
Bittamlik pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah paduan dari penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan, karena diawali dengan telaah bahan pustaka dan literature.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam bentuk desain
diskriptif dan metode pengumpulan data dengan cara observasi. Deskriptif
menurut pengertiannya adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat
pencandraan (penulisan:gambaran) mengenai situasi-situasi dan kejadian-
kejadian. Dalam pengertian ini penelitian deskriptif menggunakan data dasar
9
deskriptif semata, tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan,
menguji hipotesis, membuat ramalan, atau mendapatkan makna dan implikasi. 3
2. Ruang Lingkup Penelitian
Obyek penelitian ini ditetapkan secara khusus pada Bank Muamalat
Indonesia dan diarahkan untuk mengumpulkan data yang mendukung untuk
menjawab permasalahan yang telah diungkapkan di atas. Pelampiran data
pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik bermasalah dalam skripsi ini dibatasi
pada data yang tercatat pada bulan Januari 2009.
3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan jenis data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara antara penulis dengan pihak
Bank Muamalat Indonesia.
Data sekunder diperoleh dari dokumentasi perusahaan. Khususnya pada
Bank Muamalat Indonesia dan juga melalui literatur-literatur kepustakaan seperti
buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi
ini.
a. Penelitian Kepustakaan (data sekunder) Yaitu penulis mengadakan
penelitian yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini, yang
dilakukan dengan membaca dan mempelajari teori-teori yang ada
hubungannya dengan masalah pokok-pokok pembahasan melalui buku-
buku catatan kuliah, skripsi terdahulu, surat kabar, artikel, brosur,
internet dan media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini
3 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Rajawali Press, Jakarta, 2004), h.22
10
b. Wawancara (data primer) Yaitu penulis mengadakan wawancara secara
langsung maupun tidak langsung dengan pihak-pihak Bank Muamalat
Indonesia yang mewakili obyek yang diteliti.
c. Dokumentasi (data sekunder) Yaitu proses memperoleh keterangan untuk
tujuan penelitian yang berasal dari data yang berbentuk arsip (dokumen)
yang dimiliki oleh bank.
4. Teknik Analisa Data
Analisa dilakukan setelah data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
terkumpul. Proses analisa dimulai dari membaca, mempelajari, menelaah data
yang didapat mengenai pemecahan masalah pembiayaan ijarah muntahiya
bittamlik pada Bank Muamalat Indonesia. Selanjutnya dari proses analisa tersebut
penulis mengambil kesimpulan dari masalah yang bersifat umum kepada masalah
yang bersifat khusus (deduktif).
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini, sebagai berikut :
BAB I Merupakan pendahuluan, yang meliputi : Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
11
BAB II Landasan Teori yang meliputi : Pengertian, Rukun dan Syarat,
Landasan Hukum, Hak dan Kewajiban Kedua Belah Pihak, serta
Berakhirnya Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
BAB III Gambaran umum Bank Muamalat Indonesia yang meliputi : Sejarah
Singkat, visi dan Misi, Produk-produk, dan Struktur Organisasi.
BAB IV Pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik pada Bank Muamalat
Indonesia yang meliputi : Prosedur Pembiayaan IMBT pada BMI,
Faktor Penyebab Pembiayaan IMBT Bermasalah, Strategi BMI
untuk Mencegah Pembiayaan IMBT Bermasalah, Solusi BMI
Terhadap Nasabah Wanprestasi.
BAB V Penutup yang meliputi : kesimpulan dan saran-saran
Daftar Pustaka
Lampiran
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT), merupakan rangkaian dua buah akad,
yakni akad al-bai’ dan akad ijarah muntahiya bittamlik (IMBT). Al- Bai’
merupakan akad jual-beli yang meliputi berbagai akad pertukaran antara suatu
barang dan jasa dalam jumlah tertentu atas barang dan jasa lainnya. Dalam
transaksi tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang
diperjualbelikan, termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.
Sedangkan Ijarah Muntahiya Bittamlik merupakan kombinasi antara sewa-
menyewa (ijarah) dan akad peralihan kepemilikan benda seperti jual-beli atau
hibah diakhir masa sewa.
Skema Ijarah Muntahiya Bittamlik :1
1 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007,
Cet. Pertama, h.104.
13
Keterangan :
1. Nasabah mengajukan permohonan pembiayaan objek sewa kepada
Bank Syari‟ah (mu’jir).
2. Bank Syari‟ah membeli objek sewa sesuai kebutuhan nasabah
kepada Suplier (penjual).
3. a. Bank Syari‟ah (mu’jir) dan Nasabah (musta’jir) melakukan akad
IMBT.
b. Suplier (penjual) mengirimkan objek sewa kepada nasabah
(musta’jir). Status objek sewa masih merupakan kepemilikan
Bank Syri‟ah (mu’jir).
4. Musta’jir membayar sewa kepada mu’jir.
5. Setelah akad ijarah berakhir, Bank Syari‟ah melakukan akad jual
beli objek sewa dan nasabah wajib membeli objek tersebut, maka
terjadilah pengalihan kepemilikan dari Bank Syari‟ah (mu’jir)
kepada nasabah (musta’jir).
Sewa (ijarah) dan sewa beli (ijarah wa iqtina’ atau ijarah muntahiya
bittamlik) oleh para ulama dianggap sebagai model pembiayaan yang dibenarkan
oleh syari‟at Islam. Model ini secara konvensional dikenal sebagai operating
lease and financial lease. Ijarah atau sewa adalah kontrak yang melibatkan suatu
barang dengan jasa atau manfaat atas harga lainnya. Penyewa juga diberi opsi
untuk memiliki barang yang disewakan tersebut pada saat sewa selesai dan
14
kontrak ini disebut ijarah wa iqtina’ atau ijarah muntahiya bittammlik, dimana
akad sewa yang terjadi antara (bank) sebagai pemilik barang dengan (nasabah)
sebagai penyewa dengan akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan
kepemilikan barang ke tangan si penyewa, dimana cicilan sewaan sudah termasuk
cicilan pokok harga barang.2
Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah perpaduan antara kontrak sewa
dan jual beli atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan pemindahan
kepemilikan barang ditangan si penyewa.3
Pada buku Manajemen Pembiayaan Bank Syariah karangan Muhammad
dikatakan bahwa Al-bai’ Wal Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan
rangkaian dua buah akad, yakni akad Al-bai’ dan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
(IMBT). Al-Bai’ merupakan akad jual beli, sedangkan IMBT merupakan
kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah diakhir masa
sewa. Dalam Ijarah Muntahiya Bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi
dengan salah satu dari dua cara berikut : 4
1. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang
disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2 Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta, Pustaka Alvabet, 2005,
Cet. Ketiga, h.25.
3 Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema
Insani Press bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, 2001, Cet. Pertama, h.118.
4 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, Yogyakarta, Unit Penerbit dan
Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, 2005, Cet. Pertama, h.156.
15
Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa Ijarah Muntahiya
Bittamlik adalah akad pengambilan manfaat dari suatu barang dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa diikuti dengan pemindahan kepemilikan.
Dalam hal ini Ijarah Muntahiya Bittamlik memiliki persamaan dengan Bai’u
takjiri, dimana Bai’u takjiri atau sewa beli adalah suatu kontrak sewa yang
diakhiri dengan penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah
diperhitungkan sedemikian rupa sehingga sebagian daripadanya merupakan
pembelian terhadap barang secara berangsur-angsur.5
B. Rukun dan Syarat Ijarah Muntahiya Bittamlik
Berdasarkan Fatwa DSN No. 27/DSN-MUI/III/2002 tentang pembiayaan
Ijarah Muntahiya Bittamlik, tanggal 28 Maret 2002 adalah sebagai berikut:6
1. Ketentuan umum yang berlaku dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
adalah:
a) (Fatwa DSN nomor 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad
ijarah muntahiya bittamlik.
b) Perjanjian untuk melakukan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik harus
disepakati ketika akad ijarah ditandatangani.
c) Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
5 Perwaraatmadja dan Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, h..32.
6 Tim penulis Dewan Syari‟ah, Fatwa DSN No.27/DSN-MUI/III/2002, h. 167-168.
16
2. Syarat-syarat ketentuan yang berlaku tentang Ijarah Muntahiya Bittamlik:
a. Pihak yang melakukan Ijarah Muntahiya Bittamlik harus melaksanakan
akad ijarah terlebih dahulu, akad pemindahan kepemilikan baik dengan
jual beli atau pemberian hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai
b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah
wa’d, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin
dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang
dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Menurut peraturan Bank Indonesia kegiatan penyaluran dana dalam
bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) berlaku pula
persyaratan sebagai berikut: 7
1. IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani dan
kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam ijarah yang dimaksud.
2. Pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik atau pengalihan kepemilikan
kepada penyewa hanya dapat dilakukan setelah akad ijarah dipenuhi.
3. Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada nasabah
berdasarkan bai‟ / hibah pada akhir periode perjanjian sewa.
4. Pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa dituangkan
dalam akad tersendiri setelah masa ijarah selesai. Selain itu ketentuan
ijarah berlaku pula pada akad IMBT sebagai berikut:
a. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang
yang telah dimiliki bank.
7 Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/46/PBI/2005. Bab II paragraph 3 Pasal 16. h. 19-
20
17
b. Objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan
diidentifikasikan secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas
termasuk pembayaran sewa dan jangka waktunya.
c. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan
kualitas maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu
penyediaan barang sewa sesuai kesepakatan.
4). Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/asset sewa
yang sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan.
5). Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang
yang akan disewakan oleh nasabah.
6). Nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan
barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa
sesuai kesepakatan.
7). Nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yang
terjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah.
C. Landasan Hukum Ijarah Muntahiya Bittamlik
Adapun yang menjadi landasan hukum Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah :
1. Hadis Nabi riwayat Abd. Razzaq dan Abu Hurairah dan Abu Sa‟id al-
Khudri, nabi saw bersabda :
18
Artinya : “Barang siapa mempekerjakan mereka beritahukanlah
upahnya.”
Maksud dari hadis ini jika kita mempekerjakan seseorang untuk bekerja
dengan kita maka berikan haknya (upah) dan beritaahukanlah berapa upah yang
harus kita bayar kepada mereka yang telah membantu kita. Karena kita telah
mendapatkan suatu manfaat yang telah dikerjakan oleh orang tersebut untuk kita.
2. Hadis Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud dan Nasa‟i dari Sa‟ad Ibn
Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata :
Artinya : Dari Sa’id bin Abi Waqash ra berkata “Kami pernah menyewakan
tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit
dan tempat yang teraliri air, maka rasulullah melarang kami
melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami
menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang).”8
Maksud hadis ini bahwa dalam prakterk ijarah pembayaran atas sewaan
barang yaitu dengan uang bukan dengan barang lagi, para nasabah membayar
kepada bank berupa uang sesuai dengan apa yang mereka sepakati di awal akad.
3. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari „Abd bin „Auf al-Muzani, Nabi saw
bersabda :
8 Al-Hafiz Abi Sulaiman bin Al- Asy‟af Al-Sijistani, sunan Abi Daud, Kitabul buyu’,
Kairo, Darul Fikr, 1990, h.192.
19
Artinya : Dari Kasir bin Abdullah bin Umar bin „Auf al-Muzani dari
kakeknya, Sesungguhnya rasulullah saw bersabda :“Perjanjian
boleh dilakukan diantara kaum Muslimin kecuali perjanjian
yang mengharamkan yang halal atau yang menghalalkan yang
haram; dan kaum mMuslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
4. Hadis Nabi riwayat Ahmad dari dari Ibnu Mas‟ud :
Artinya : Dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud ra dari bapaknya
berkata : “Rasulullah melarang dua bentuk akad dalam satu
transaksi.”9
Berdasarkan hadis di atas ada pula pendapat lain yang mengemukakan
bahwa Ijarah Muntahiya Bittamlik bukanlah dua bentuk akad dalam satu
transakasi karena dalam prakteknya tidak menggunakan dua akad dalam satu
waktu, melainkan menggunakan akad sewa (ijarah) tetapi diawal perjanjian pihak
bank telah berjanji akan menghibahkan barang sewaan diakhir masa sewa kepada
nasabah. Maka dari itu Ijarah Muntahiya Bittamlik diperbolehkan karena segala
9 Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, Bab musnad Abdullah bin
Mas’ud, Sabbah Musnad Muhtsinina Minassahabi, h.595.
20
kejelasan didalam transaksinya disebutkan pada awal akad sehingga tidak ada
unsur gharar.
D. Hak dan Kewajiban Kedua-belah Pihak
Pihak yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang disewakan
untuk dapat digunakan secara optimal oleh penyewa. Seandainya mobil yang
disewa tidak dapat digunakan karena ada kerusakan, seperti aki lemah, maka yang
menyewa wajib menggantinya. Bila yang menyewakan tidak dapat
memperbaikinya, penyewa mempunyai pilihan untuk membatalkan akad atau
memerima manfaat yang rusak. Sebagian ulama berpendapat bila demikian
keadaannya dan pihak penyewa tidak membatalkan akad, harga sewa harus
dibayar penuh dan sebagian ulama lain berpendapat harga sewa dapat
dikurangkan terlebih dahulu dengan biaya untuk perbaikan kerusakan.10
Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut syarat-
syarat akad atau menurut kelaziman pengguna. Penyewa juga wajib menjaga
barang yang disewakan agar tetap utuh.11
Karena ijarah merupakan akad yang
mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, banyak
orang yang menyamakan ijarah dengan leasing. Ini terjadi karena kedua istilah
tersebut sama-sama mengacu pada hal ihwal sewa-menyewa. Menyamakan ijarah
dengan leasing tidak sepenuhnya salah tapi tidak sepenuhnya benar pula, karena
10
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, h.148.
11
Ibid, h.148.
21
pada dasarnya, meskipun terdapat persamaan antara ijarah dan leasing, tetapi ada
beberapa karakteristik yang membedakannya yaitu:
a) Objek
Dilihat dari segi objek yang disewakan, leasing hanya berlaku untuk sewa-
menyewa barang saja. Jadi yang disewakan dalam leasing terbatas pada manfaat
barang saja. Di lain pihak dalam ijarah objek yang disewakan bisa berupa barang
ataupun jasa (tenaga kerja). Ijarah bila diterapkan untuk mendapatkan manfaat
barang disebut sewa-menyewa, sedangkan bila diterapkan untuk manfaat jasa
(tenaga kerja) disebut upah-mengupah. Jadi yang disewakan dalam ijarah adalah
manfaat barang maupun manfaat tenaga kerja. Dengan demikian, bila dilihat dari
segi objeknya, ijarah mempunyai cakupan yang lebih luas daripada leasing.
b) Metode Pembayaran
Bila dilihat dari segi pembayarannya, leasing hanya memiliki satu metode
pembayaran saja, yakni yang bersifat not contingent to performance. Artinya,
pembayaran sewa pada leasing tidak tergantung pada kinerja objek yang disewa.
Sedangkan untuk pembayaran ijarah dapat dibedakan menjadi, yaitu ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objek yang disewa (contingent to
performance).
c) Perpindahan Kepemilikan (Transfer Of Title)
Dari aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing ada dua jenis yaitu
operating lease dan financial lease. Dalam operating lease tidak terjadi
pemindahan kepemilikan asset, baik diawal maupun diakhir periode sewa. Dalam
financial lease, diakhir periode sewa si penyewa diberi pilihan (opsi) untuk
22
membeli atau tidak membeli barang yang disewa tersebut. Sehingga transfer of
title masih berupa pilihan dan dilakukan diakhir periode. Namun pada prakteknya
(khususnya di Indonesia), dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk
membeli atau tidak membeli, karena pilihan untuk membeli atau tidak membeli
itu sudah „dikunci‟ di awal periode.
Di lain pihak, ijarah sama seperti financial lease, diakhir periode sewa si
penyewa diberi opsi untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewa.
Yakni tidak ada transfer of title baik diawal maupun diakhir periode. Namun
demikian pada akhir masa sewa. Namun demikian pada masa akhir sewa, bank
dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Sehingga dalam
perbankan syari‟ah dikenal ijarah muntahiya bittamlik (IMBT) atau sewa yang
diikuti dengan pemindahan kepemilikan. Karena itu dalam IMBT, pihak yang
menyewakan berjanji diawal periode kepada pihak penyewa, apakah akan menjual
barang tersebut atau menghibahkannya.
d) Lease-Purchase
Versi lain dari leasing adalah lease-purchase (sewa beli), yakni kontrak
sewa sekaligus beli. Dalam kontrak ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama
periode sewa secara bertahap. Bila kontrak sewa beli ini dibatalkan, hak milik
barang terbagi antara milik penyewa dengan milik yang menyewakan.
Dalam syari‟ah, akad lease and purchase ini diharamkan karena adanya
two in one (dua akad sekaligus), hal ini menyebabkan gharar dalam akad yakni
adanya ketidakjelasan akad: apakah akad yang berlaku akad sewa atau akad beli.
23
e) Sale and Lease-back
Sale and lease-back adalah pihak lessee menjual barang modalnya kepada
lessor untuk kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut
dengan jangka waktu yang disepakati bersama. Metode ini membantu lessee yang
mengalami kesulitan modal barang. Sale and lease-back terjadi bila, misalnya, A
menjual barang X ke B, tetapi karena A tetap ingin barang X tersebut, B
menyewakannya kembali ke A dengan kontrak financial lease, sehingga A
mempunyai pilihan untuk memiliki barang X tersebut diakhir periode.
Misalkan, A menjual barang X seharga RP. 120 Juta secara cicilan kepada
B, dengan syarat bahwa B harus kembali menjual barang X tersebut kapada A
secara tunai seharga Rp. 100 Juta. Transaksi di atas haram, karena ada persyaratan
bahwa A bersedia menjual barang X ke B asalkan B kembali menjual barang
tersebut kapada A. Dalam kasus di atas, disyaratkan bahwa akad 1 berlaku efekif
bila akad 2 dilakukan. Penerapan syarat ini mencegah terpenuhinya rukun ijarah,
yaitu rukun yang harus terpenuhi, sehingga ganti penggunaan manfaat asset dalam
bentuk sewa.12
E. Berakhirnya Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik
Berakhirnya suatu akad ijarah Muntahiya Bittamlik disebabkan oleh hal-
hal berikut:
12
Adiwarman Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, h.131-135.
24
1. Objek hilang atau musnah seperti rumah terbakar.13
2. Habis tenggang waktu yang disepakati dalam akad ijarah. Apabila yang
disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada
pemiliknya dan apabila yang disewa itu jasa seseorang, maka ia berhak
diberi imbalan atas jasa yang telah dilakukan.14
3. Menurut mazhab Hanafi, akad berakhir apabila salah seorang meninggal
dunia, karena manfaat tidak dapat diwariskan. Berbeda dengan jumhur
ulama, akad tidak berakhir (batal) karena manfaat dapat diwariskan.15
4. Menurut ulama Hanafiyah, apabila ada uzur di salah satu pihak, seperti
rumah yang disewakan disita negara karena terkait utang yang banyak,
maka akad al-ijarah batal. Uzur-uzur yang dapat membatalkan akad al-
ijarah itu, menurut ulama Hanafiyah adalah salah satu pihak jatuh muflis,
dan berpindah tempatnya penyewa, misalnya, seseorang digaji untuk
menggali sumur disuatu desa, sebelum sumur itu selesai, penduduk desa
itu pindah ke desa lain. Akan tetapi, menurut jumhur ulama uzur yang
boleh membatalkan al-ijarah itu hanyalah apabila objeknya mengandung
cacat atau manfaat yang dituju dalam akad itu hilang, seperti kebakaran
dan dilanda banjir.16
13
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), h. 237.
14
Abdul Aziz Dahlan (editor), Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta, Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996, Cet. Pertama, Jilid II, h. 660.
15
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), h.237.
16
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalat, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000, h.237-238.
25
5. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiannya ditangan penyewa atau
terlihat aib lama padanya.
6. Rusaknya barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk
dijahitkan, karena akad yang sudah terpenuhi setelah rusaknya barang
tersebut.
7. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau
berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur yang mencegah fasakh atau
terpenuhinya akad tersebut. Seperti jika masa ijarah tanah pertanian telah
berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan
penyewa sampai masa selesai diketam. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa, yaitu dengan
mencabut tanaman sebelum waktunya.
Penganut-penganut mazhab Hanafi berkata, “boleh menfasakh ijarah
karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak”. Seperti seseorang yang
menyewa toko untuk berdagang, kemudian hartanya terbakar, atau dicuri, atau
dirampas atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ijarah.17
Adapun untuk besar-kecilnya upah, kembali kepada adat kebiasaan
setempat. Dengan demikian, pembayaran upah tersebut dapat sesuai dengan akad
yang disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak, seperti halnya dalam
mempercepat atau menangguhkan upah sebelum atau setelah pekerjaannya
selesai. Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau
menangguhkan, sekiranya upah itu dikaitkan dengan waktu tertentu maka wajib
17
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (terj) oleh H. Kamaluddin A. Marzuki, Bandung, PT. Al-
Ma‟arif, 1997, Cet. Ketujuh, Jilid 13, h.29.
26
dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya orang yang menyewa suatu
rumah untuk jangka waktu satu bulan telah berlalu maka penyewa wajib
membayar sewa tersebut. Jika akad ijarah itu untuk suatu pekerjaan, maka
kewajiban pembayaran upahnya adalah pada waktu berakhirnya pekerjaan.
Kemudian jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai
penerimaan pembayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkannya, menurut
Abu Hanifa dan Malik, wajib diserahkan secara angsuran, sesuai dengan manfaat
yang diterima. Demikian juga Hanafi berpendapat bahwa mensyaratkan dalam
mempercepat atau menangguhkan upah adalah sah.18
Disamping itu imbalan harus berbentuk harta yang mempunyai nilai yang jelas
diketahui, baik dengan menyaksikan atau dengan menginformasikan ciri-cirinya.
Karena ia merupakan pembayaran harga manfaat, sedangkan harga mempunyai
syarat harus diketahui jelas.
Jika ijarah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan barang sewaan.
Jika barang itu bergerak, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya. Dan jika
berbentuk barang tidak bergerak, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam
keadaan kosong (tidak ada harta si penyewa).
Jika barang sewaan berbentuk tanah pertanian, maka si penyewa wajib
mengembalikan tanah pertanian tersebut dalam keadaan kosong tidak ada
tanaman-tanaman di atas pertanian tersebut.
18
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, h.20.
27
F. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik Bermasalah
Bertitik tolak dari pendapat para ahli dan pengalaman yang diperoleh
selama ini, maka pada prinsipnya, penyebab pembiayaan Ijarah Muntahiya
Bittamlik bermasalah di Bank Muamalat Indonesia dapat dibagi menjadi 2 faktor,
yaitu :19
1. Faktor Internal (Bank), yang dapat ditinjau dari beberapa aspek berikut ;
a. Aspek Analisa Pembiayaan
1). Kurang baiknya pemahaman atas bisnis nasabah (Nature of Business).
2). Kurang dilakukan evaluasi apakah laporan keuangan yang disajikan
wajar atau tidak.
b. Aspek Perhitungan Modal Kerja
Perhitungan modal kerja tidak didasarkan kepada bisnis usaha nasabah.
c. Aspek Sumber Pengembalian
1) Proyeksi penjualan terlalu optimis.
2) Proyeksi penjualan tidak memperhitungkan kebiasaan bisnis dan kurang
memperhitungkan aspek kompetitor.
d. Aspek Jaminan
Tidak memperhitungkan aspek marketable, dan dianggap sebagai
pelengkap tanpa memperhitungkan resiko seandainya pembiayaan
bermasalah.
e. Lemahnya Aspek Supervisi dan Monitoring.
Monitoring terbagi menjadi dua yaitu:
19
Pembiayaan Bermasalah Bank Muamalat Indonesia, Jakarta, Muamalat Institute, 1995.
h. 24-25.
28
1) Desk Monitoring
Hal ini terjadi karena kurangnya tindakan evaluasi atas rekening
koran, kurang perhatian atas keterlambatan pembayaran kewajiban
nasabah, dan belum diterapkannya Managing Collectibility tentang “How
to Manage Your Account” yang beruhubungan dengan tingkat kesehatan
pembiayaan.
2) On Side Monitoring
Hal ini terjadi karena jarang berkunjung ke lokasi nasabah,
sehingga side streaming dan permasalahan nasabah tidak dapat terdeteksi
sejak awal.
2. Faktor Eksternal (nasabah)
a. Kalah dalam persaingan usaha.
b. Usaha yang dijalankan relatif baru.
c. Gagal dalam collection.
d. Side streaming dalam penggunaan dana.
e. Meniggalnya key person.
f. Perselisihan sesama direksi.
g. Perceraian key person.
h. Anggota keluarga sakit
i. Karakter tidak bagus.
29
G. Penerapan Manajemen Resiko
Belakangan ini situasi lingkungan eksternal dan internal perbankan
mengalami perkembangan yang pesat diikuti pula semakin kompleksnya risiko
yang dihadapi oleh industri perbankan. Hal ini menuntut setiap pelaku usaha
dalam industri perbankan untuk menerapkan manajemen (pengelolaan) risiko agar
aktivitas usaha yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian yang dapat
menganggu kelangsungan usaha Bank.
Bank Muamalat telah menerapkan prinsip manajemen risiko dengan
melakukan fungsi identifikasi, pemgukuran, pemantauan dan pengendalian
terhadap beberapa hal berikut :20
1. Risiko Pembiayaan
2. Risiko Pasar/Nilai Tukar
3. Risiko Operasional
4. Risiko Likuiditas
5. Risiko Hukum
6. Risiko Reputasi
7. Risiko Strategik
8. Risiko Kepatuhan
Struktur Organisasi Risk Manajemen Division, dimulai dari Financing
Risk Manajemen Unit ditingkat cabang area hingga kantor pusat. Fungsi
utamanya adalah menjalankan independent financing risk assesment yang
merupakan penyaring awal terhadap setiap proposal pembiayaan nasabah yang
20
Manajemen Resiko PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk, Jakarta, Muamalat Institute,
2009. h. 71-72.
30
diajukan oleh cabang sebelum diputuskan oleh Komite Pembiayaan sesuai dengan
limit kewenangannya.
Dalam struktur organisasi Risk Manajemen Division terdapat Financing
Risk Management Unit, Operational Risk Management Unit, Market & Liquidity
Risk Management Unit, serta Information Technology (IT) Risk Management
Unit. Operasional Risk Manajemen Unit bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
manajemen risiko untuk kelompok risiko operasional (mencakupi risiko
operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik dan risiko kepatuhan),
yang prosesnya dilakukan melalui unit terkait. Pengidentifikasian dan pengukuran
risiko operasional dilakukan oleh Resident Auditor yang ada di cabang
berdasarkan temuan pemeriksaan yang dilaporkan dengan menggunakan media
Lembar Kerja Pencatatan dan Pengukuran risiko operasional Penyimpangan dan
Transaksi Berisiko (LKPPTB). Selain itu untuk pengendalian risiko operasional
dijalankan oleh segenap Operation Manager dan Supervisi Operasi Kantor Pusat
Non Operation Non Operational (KPNO) unit dibawah General Administration &
Network Operation Division.
Market & Liquidity Risk Management Unit menangani manajemen risiko
yang berkaitan dengan risiko liquiditas dan risiko pasar (khususnya risiko nilai
tikar). Dalam hal ini Market Liquidity Risk Management Unit memonitor
aktivitas harian yang dilaksanakan Treasury Division. Kualitas pelaksanaan
manajemen risiko sangat ditentukan oleh pemahaman dan pengetahuan segenap
karyawan terhadap risiko.
31
BAB III
GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA
A. Sejarah Singkat Berdirinya Bank Muamalat Indonesia
PT. Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk, didirikan pada 24 Rabius Tsani
1412 H (1 Nopember 1991) dan mulai beroperasi pada 27 Syawal 1412 (1 Mei 1992).
Pendirian bank yang diprakarsai oleh beberapa tokoh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan beberapa cendekiawan Muslim yang tergabung dalam Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI) serta pemerintah ini mendapat dukungan dari tokoh-tokoh
dan pemimpin Muslim terkemuka, beberapa pengusaha Muslim, serta masyarakat.
Bentuk dukungan dari masyarakat yaitu berupa komitmen pembelian saham senilai
Rp. 84 Milyar pada saat penandatanganan Akta Pendirian Perseroan. Selanjutnya
dalam acara silaturahmi pendirian di istana Bogor, diperoleh tambahan modal dari
masyarakat Jawa Barat sebesar Rp. 22 Milyar sehingga menjadi Rp. 106 Miliar
sebagai wujud dukungannya.1
Setelah 2 tahun beroperasi, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat
Bank Devisa pada 27 Oktober 1994. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisinya
1 Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia (Annual Report), Jakarta, Muamalat Institute,
2009, h. 4.
32
sebagai bank syariah pertama di Indonesia dengan beragam jasa dan produk yang
terus dikembangkan.2
Pada tahun 1998 krisis finansial menghantam Indonesia dan berdampak luas
terhadap bisnis, termasuk sektor perbankan. Dikarenakan kondisi bisnis yang tidak
kondusif sejumlah bank kolapse, Bank Muamalat tetap dapat bertahan dan tidak
membutuhkan pengawasan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) maupun
rekapitulasi modal dari pemerintah. Bagaimanapun Bank Muamalat tetap terimbas
krisis Non Performing Loan (NPF) mencapai lebih dari 60 %, besarnya pencadangan
penghapusan untuk meng-cover NPF yang tinggi menyebabkan bank merugi dan
modal berkurang menjadi tinggal 1/3 dari modal awalnya. Namun dengan tiadanya
negative spread, modal bank masih tetap positif dan memperoleh predikat bank
katergori A. Kemudian Bank Muamalat berupaya mencari pemodal potensial guna
memperkuat permodalannya dengan menyelenggarakan Right Issue I pada tahun
1999 dan berhasil mendapatkan pemegang saham baru yaitu Islamic Development
Bank (IDB).3
Memasuki tahun 2004, sebuah inovasi lahir untuk mengawal fatwa MUI
tentang haramnya bunga bank, yaitu peluncuran produk Shar-e. Shar-e lahir untuk
memberi pelayanan di wilayah yang sebelumnya tak terlayani (unserved area).
Ditunjang oleh inovasi Shar-e tersebut, Bank Muamalat kemudian mengembangkan
strategi WAR yaitu singkatan dari Wholesale, Alliance and Remote, yang
2Ibid., h.5.
3Ibid., h.5.
33
memungkinkan Bank Muamalat menjangkau pelosok-pelosok Indonesia yang
sebelumnya tidak terlayani oleh perbankan syariah. Strategi WAR berhasil
mengembangkan jaringan pelayanan Bank Muamalat hingga menjadi ribuan
jumlahnya, selain itu juga memperkokoh basis nasabah Muamalat hingga mencapai
jutaan nasabah. Melanjuti keberhasilan WAR yang luar biasa, Bank Muamalat
menggulirkan penanganan Service Transformation dalam rangka menggairahkan
pelayanannya untuk juga melayani kebutuhan nasabah di kota-kota besar akan suatu
layanan perbankan syariah yang prima.4
Pada tahun 2009, PT. Bank Syariah Muamlat Indonesia,Tbk berubah nama
menjadi PT. Bank Muamalat Indonesia,Tbk sesuai dengan akta No. 104 tanggal 12
Nopember 2008 dari notaris Arry Supranoto,S,H., notaris di Jakarta. Akta pernyataan
tersebut disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
dengan surat keputusan No. AHU. 98507. AH. 01. 02. TH. 08 tanggal 22 Desember
2008 dan dicatat dalam tata usaha pengawasan Bank Indonesia sejak 4 September
2009. Pada tahun yang sama, Bank Muamalat pertama kalinya membuka cabang
internasional di Kuala Lumpur Malaysia dan melaksanakan penggantian manajemen
pada bulan Juli 2009. Berdasarkan laporan keuangan (Audited) , pada akhir 2009 total
asset Bank Muamalat mencapai Rp. 16.027,18 Milyar atau tumbuh 27,09 % yang
sebagian besarnya berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yaitu sebesar Rp. 13.316,90
4 Ibid., h.6.
34
Milyar. Dan dari Dana Pihak Ketiga yang terkumpul tersebut sebesar Rp. 11.428,01
Milyar disalurkan pada aktivitas pembiayaan serta investasi syariah lainnya.5
B. Visi dan Misi
1. Visi
Menjadi Bank Syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual,
dikagumi di pasar nasional.
2. Misi
Menjadi Role Model Lembaga Keuangan Syari’ah dunia dengan
penekanan semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi
investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai kepada stakeholder.6
C. Produk-produk Bank Muamalat Indonesia
1. Produk Penghimpunan Dana7
a. Shar – e
Shar-e adalah tabungan instan investasi syari’ah yang memadukan
kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan dapat
dibeli di kantor layanan Bank Muamalat juga di Pos Online di seluruh
Indonesia. Hanya dengan Rp. 125.000, langsung dapat diperoleh satu paket
5Ibid., h. 7.
6 Ibid., h. 1.
7 Ibid., h. 106-108.
35
kartu Shar-e dengan saldo awal tabungan Rp. 100.000. Shar-e adalah sarana
menabung dan berinvestasi di Bank Muamalat dan diinvestasikan hanya untuk
usaha halal dengan bagi hasil kompetitif.
b. Tabungan Ummat
Merupakan investasi tabungan dengan akad Mudharabah yang
penarikannya dapat dilakukan secara bebas biaya di seluruh konter Bank
Muamalat, ATM Muamalat, jaringan ATM Bersama, Tabungan Ummat
dengan Kartu Muamalat juga berfungsi sebagai akses debit di seluruh
merchant Debit BCA/PRIMA di seluruh Indonesia. Selain itu, nasabah
tabungan Ummat akan memperoleh bagi hasil yang kompetitif perbulannya.
c. TabunganKu
Merupakan tabungan bebas biaya administrasi bulanan yang diakses
dengan mudah dan murah. Nasabah cukup menyediakan dana Rp. 20.000
untuk dapat memiliki rekening TabunganKu. Nasabah TabunganKu dapat
menyetor di seluruh kantor cabang dan menarik di kantor cabang Bank
Muamalat secara bebas biaya.
d. Tabungan Haji Arafah dan Arafah Plus
Merupakan tabungan yang ditujukan bagi masabah yang berencana
untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk
merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu
pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas asuransi jiwa secara Cuma-
Cuma nasabah akan mendapat penggantian sebesar selisih nilai biaya ibadah
36
Haji (BPIH) dengan saldo tabungan melalui ahli waris manakala meninggal
dunia. Tabungan haji Arafah juga menjamin nasabah untuk memperoleh porsi
keberangkatan karena Bank Muamalat telah terhubung on-line dengan
Siskohat Departemen Agama.
e. Deposito Mudharabah
Merupakan jenis investasi syari’ah bagi nasabah perorangan dan badan
hukum yang memberikan bagi hasil yang optimal. Dana nasabah yang
disimpan pada Deposito Mudharabah akan dikelola melalui pembiayaan
kepada berbagai jenis usaha sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga
memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6 dan 12
bulan dengan pilihan mata uang dalam rupiah dan USD Deposito
Mudharabah dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over) dan
juga dapat dijadikan jaminan pembiayaan di Bank Muamalat.
f. Deposito Fulinves
Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan,
dengan jangka waktu 6 dan 12 bulan dan memiliki keunggulan perlindungan
asuransi jiwa secara Cuma-Cuma yang dapat diperpanjang secara otomatis
(Roll Over). Dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan di Bank
Muamalat. Deposito Fulinves memberikan bagi hasil yang optimal setiap
bulan.
37
g. Giro Wadi’ah
Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek bilyet giro
dan aplikasi pemindahbukuan. Diperuntukkan bagi nasabah pribadi maupun
perusahaan untuk mendukung aktivitas usaha. Fasilitas khusus giro, nasabah
akan mendapat kartuATM dan Debit, tarik tunai bebas biaya di seluruh
jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama serta akses di seluruh
merchant Debit BCA/PRIMA.
h. Kas Kilat
Muamalat kas kilat-I (mk2) adalah layanan pengiriman uang yang
cepat, mudah, murah dan aman dari Malaysia ke keluarga di tanah air melalui
rekening tabungan Shar-e. Layanan kas kilat bekerjasama dengan Bank
Muamalat Malaysia Berhad membantu nasabah mengirimkan uang secepat
kilat dari Malaysia.
i. Dana Pensiun Muamalat
DPLK Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia 18 tahun,
atau sudah menikah, dan pilihan usia pension 45-65 tahun dengan iuran sangat
terjangkau yaitu minimal Rp. 50.000 perbulan dan pembayarannya dapat
didebet secara otomatis dari rekening Bank Muamalat atau dapat ditransfer
dari bank lain. Peserta juga dapat mengikuti program WASIAT UMAT,
dimana selama masa kepesertaan akan dilindungi asuransi jiwa sesuai
ketentuan yang berlaku. Dengan asuransi ini, keluarga peserta akan
38
memperoleh dana pensiun sebesar yang diproyeksikan sejak awal jika peserta
meninggal dunia sebelum memasuki masa pensiun.
2. Produk Pembiayaan Jual Beli8
a. Murabahah
Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian.
Konsep ini cocok untuk pembiayaan modal kerja, investasi dan konsumtif.
b. Salam
Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari dimana
pembayaran dilakukan dimuka secara tunai. Konsep salam cocok untuk
pembiayaan dibidang pertanian.
c. Istishna’
Adalah jual beli dimana produsen (shaani’) ditugaskan untuk
membuat suatu barang pesanan dari pemesan (mustashni’). Pembayaran
Istishna’ dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan. Konsep
Istishna’ cocok untuk pembiayaan pembangunan properti dan penyediaan
barang atau asset yang memiliki kriteria spesifik.
3. Produk Pembiayaan Bagi Hasil9
8 Ibid., h. 109.
9 Ibid., h. 110.
39
a. Musyarakah
Adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, pekerjaan
atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Konsep ini cocok untuk
pembiayaan modal kerja dan investasi.
b. Musyarakah Mutanaqisah
Adalah musyarakah atau Syirkah yang kepemilikan asset (barang) atau
modal salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara
bertahap oleh pihak lainnya. Konsep ini dapat digunakan untuk pembelian
rumah, melalui pengajuan pembiayaan Kongsi Pemilikan Rumah (KPR)
Syariah Baiti Jannati.
c. Mudharabah
Adalah kerjasama antara dua pihak dimana salah satu pihak (Bank)
bertindak sebagai penyedia dana (shahibul maal) dan pihak lain (Nasabah)
bertindak sebagai pengelola usaha (mudharib). Dalam hal ini, Bank
menyerahkan modalnya kepada nasabah untuk dikelola. Pembiayaan
Mudharabah banyak digunakan untuk pembiayaan proyek atau usaha-usaha
yang memiliki proyeksi dan pencatatan pendapatan dan biaya usaha yang
definitive. Konsep ini cocok untuk pembiayaan Modal Kerja dan investasi
40
4. Produk Pembiayaan Sewa10
a. Ijarah
Adalah perjanjian antara Bank sebagai pemberi sewa (mu’ajir) dengan
nasabah selaku penyewa (musta’jir) atas suatu barang atau asset milik Bank.
Bank mendapatkan imbalan atas barang atau asset yang disewakannya.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik
Adalah perjanjian antara Bank sebagai pemberi sewa (mu’ajir) dengan
nasabah selaku penyewa (musta’jir). Denagan konsep IMBT, nasabah
(penyewa) setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang
diperjanjikan dan bila sewa berakhir, maka penyewa mempunyai hak opsi
untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut dari pemberi sewa.
Pembiayaan Ijarah dan IMBT umumnya digunakan untuk pembiayaan
investasi alat-alat.
c. Qardh.
Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau
diminta kembali. Menurut teknis perbankan, qardh adalah pemberian
pinjaman dari Bank kepada nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan
mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk
pinjaman yang bersifat konsumtif. Konsep ini dapat digunakan untuk
Pembiayaan Dana Talangan Haji.
10
Ibid., h.110-111.
41
5. Produk Jasa11
a. Perwakilan (Wakalah)
Berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat. Secara
teknis perbankan, wakalah adalah akad pemberian wewenang (kuasa) dari
lembaga atau seseorang (sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai
wakil) untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu
tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus
mengatasnamakan yang memberikan kuasa. Prinsip wakalah biasa digunakan
untuk layanan L/C collection, agency, dan arranger sindikasi pembiayaan.
b. Penjaminan (Kafalah)
Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab
seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain
sebagai penjamin. Konsep kafalah biasa digunakan untuk layanan Bank
Garansi.
c. Penanggungan (Hiwalah)
Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Dalam pengertian lain, merupakan
11
Ibid., h. 111-112.
42
pemindahan beban hutang dari pihak yang berhutang (muhil) menjadi
tanggungan pihak yang berkewajiban membayar hutang (muhal’alaih).
d. Gadai (Rahn)
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis, sehingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat
mengambil seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana, rahn adalah
perikatan jaminan hutang atau gadai.
6. Jasa Layanan12
a. ATM (Automatic Transfer Machine)
Layanan ATM 24 jam yang memudahkan Nasabah melakukan
penarikan dana tunai, pemindahbukuan, transfer antar Bank, pemeriksaan
saldo, pembayaran Zakat-infaq-sedekah (ZIS),dan tagihan telepon. Untuk
penarikan tunai, Kartu ATM Muamalat dapat diakses di seluruh ATM
Muamalat, ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama secara bebas biaya di
seluruh Indonesia. Kartu ATM Muamalat juga dapat dipakai untuk
bertransaksi di seluruh merchant Debit BCA/PRIMA.
b. SalaMuamalat
Merupakan layanan phone banking 24 jam dan call center.
SalaMuamalat memberikan kemudahan kepada nasabah setiap saat dan
dimanapun nasabah berada untuk memperoleh informasi mengenai produk,
12
Ibid., h. 112.
43
saldo dan informasi transaksi, pemindahbukuan antar rekening pembayaran,
serta mengubah PIN.
c. Pembayaran Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS)
`Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS melalui kantor
dan ATM Bank Muamalat, baik ke lembaga pengelola ZIS Bank Muamalat
maupun ke lembaga-lembaga ZIS lainnya yang bekerjasama dengan Bank
Muamalat. Nasabah juga dapat membayar ZIS melalui SalaMuamalat.
7. Jasa-jasa Lain13
Bank Muamalat juga menyediakan jasa-jasa perbankan lainnya kepada
masyarakat luas, seperti transfer, collection, standing instruction, bank draft,
dan referensi bank.
13
Ibid., h. 112.
44
D. Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia
Gambar 3.1 Struktur Organisasi14
Sumber Annual Report Bank Muamalat Indonesia 2009
14
Ibid., h. 96.
45
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH PEMBIAYAAN IJARAH MUNTAHIYA
BITTAMLIK PADA BANK MUAMALAT INDONESIA
A. Prosedur Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Aktivitas perbankan pada umumnya tidak diperbolehkan melakukan leasing,
oleh karena itu perbankan syari’ah khususnya Bank Muamalat Indonesia hanya
mengambil jenis ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik, yang artinya perjanjian
untuk memanfaatkan (sewa) barang antara Bank Muamalat Indonesia dengan nasabah
dan pada akhir masa sewa, maka nasabah wajib membeli barang yang telah
disewanya. Bank Muamalat Indonesia lebih memilih menggunakan akad al- ijarah
al- muntahiya bit-tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank
pun tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan asset, baik pada saat leasing
maupun sesudahnya.1
Bank Muamalat Indonesia dalam memberikan pembiayaan IMBT tidak dapat
begitu saja memberikan pembiayaan kepada calon musta’jir. Bank harus menganalisa
terlebih dahulu permohonan pembiayaaan yang diajukan oleh calon musta’jir
tersebut, analisa harus dilakukan dengan cermat, karena bukan tidak mungkin calon
1 Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia (Annual Report), Jakarta, Muamalat Institute,
2009, h. 113.
46
musta’jir tidak dapat mengembalikan pembiayaaan yang akan diberikan bank dan
nantinya akan menjadi kredit macet.2
Proses analisa akad pembiayaan meliputi enam tahapan, yaitu :3
1. Bagi calon musta’jir yang akan mengajukan pembiayaan ke PT. Bank
Muamalat Indonesia Tbk, dapat menemui petugas marketing atau Account
Officer. Setelah calon musta’jir dipertemukan ke bagian AO (Account
Officer), di sana calon musta’jir dapat mengemukakan tujuan pembiayaan,
sehingga petugas dapat membimbing dan mengarahkan jenis pembiayaan
yang dimaksud untuk diwawancarai, serta calon musta’jir harus memenuhi
standar yang telah ditetapkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia, setelah
Account Officer mewawancarai calon musta’jir secara singkat dan
menganalisa data permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon
musta’jir, dari hasil wawancara singkat dan analisa tersebut Account Officer
dapat memutuskan layak atau tidaknya pembiayaan tersebut untuk diberikan.
Jika menurut Account Officer pembiayaan tersebut layak maka Account
Officer akan melakukan survei usaha untuk mengetahui kebenaran dari hasil
wawancara singkat yang telah dilakukan, jika menurut Account Officer usaha
tersebut layak untuk dibiayai dan memiliki prospek yang bagus, maka dari
pihak bank akan melakukan survei ulang guna memastikan kembali apakah
usaha calon musta’jir tersebut benar-benar layak untuk dibiayai atau tidak.
2 Ibid., h. 113.
3 Ibid., h. 114-116.
47
Dari hasil wawancara dan survei Account Officer dapat menyimpulkan dengan
membuat proposal usaha PT. BFB, serta menerima taksasi jaminan dari legal.
2. Setelah pembuatan proposal usaha PT. BFB tersebut Account Officer akan
membawa proposal tersebut ke rapat komite pembiayaan untuk dianalisa, nilai
nominal 50 juta hingga milyaran rupiah, komite dilaksanakan oleh manajer
pemasaran, dua direksi dan tiga komisaris. Apabila dari hasil komite tersebut
calon nasabah mendapat persetujuan maka seluruh berkas-berkas penting akan
diberikan ke bagian Legal Officer.
3. Adapun untuk taksasi jaminan yang bernilai 500 juta hingga milyaran keatas
dibuat oleh bagian Legal Officer kemudian diajukan ke bagian direksi.
4. Dari hasil komite pembiayaan dan komite legal jaminan seluruh berkas-berkas
penting akan diserahkan kebagian Legal Officer untuk dicek ulang secara
keseluruhan. Kemudian seluruh berkas-berkas akan dicek oleh kepala bagian
legal dan setelah selesai mengecek maka bagian legal akan menghubungi
calon musta’jir untuk menentukan waktu akad, pemberitahuan dokumen
jaminan, memberi tahu kekurangan berkas persyaratan lainnya,
pemberitahuan yang wajib dihadirkan di bank/notaris, dan pemberitahuan
persyaratan pengecekan jaminan.
5. Setelah akad dilaksanakan, format PT. BFB akan dicek dan ditandatangani
oleh kepala bagian legal untuk diserahkan kebagian operasional untuk
melakukan pencairan.
48
6. Tahap pencairan.
Adapun pengikatan akad IMBT obyek benda dapat dilakukan dengan dua cara :4
1. Pengikatan objek benda bergerak (mudah diperjualbelikan) apabila objek
bendanya seharga kurang lebih sekitar 50 juta hingga milyaran dilakukan
dengan akta notaris.
2. Pengikatan benda tidak bergerak (tanah dan bangunan) yang harganya
berkisar antara 50 juta hingga milyaran rupiah memakai SKMHT (Surat
Kuasa Memindahkan Hak Tabungan) sedangkan untuk benda yang berharga
diatas 1 milyar menggunakan APHT (Akta Pengalihan Hak Tanggungan).
Untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan, bank dan juga lembaga keuangan
lainnya akan melakukan suatu prosedur pembiayaan. Demikian juga dengan Bank
Muamalat Indonesia yang juga melakukan kegiatan tersebut, oleh karena itu Bank
Muamalat Indonesia menetapkan suatu standar yang harus dipenuhi oleh calon
musta’jir ketika akan mengajukan permohonan pembiayaan Ijarah Muntahiya
Bittamlik, dalam pembiayaan harus termuat minimal, antara lain :5
1. Gambaran umum usaha, yaitu calon musta’jir harus mendeskripsikan profil
perusahaan, serta juga menjelaskan apa tujuan dari penggunaan pembiayaan
yang dilakukan.
2. Rencana atau prospek usaha, artinya calon musta’jir menjelaskan bagaimana
prospek usahanya kedepan nanti, dan kemudian akan dianalisis oleh bank
4 Ibid., h. 117.
5 Ibid., h. 117-120.
49
untuk melihat apakah dimasa mendatang calon musta’jir akan mampu
membayar uang sewa yang telah ditetapkan oleh pihak bank dengan usahanya.
3. Legalitas perusahaan, yang didalamnya harus termuat antara lain Akte
Pendirian, NPWP, Tanda Daftar Perusahaan, Surat Keterangan Domisili
Usaha serta identitas lainnya.
4. Laporan keuangan dari calon musta’jir periode 2 tahun terakhir, maksudnya
Bank Muamalat Indonesia akan melihat kondisi laporan keuangan calon
musta’jir apakah layak untuk mendapatkan pembiayaan dari bank atau tidak.
5. Proyeksi cashflow, maksudnya untuk melihat sumber pengembalian
pembiayaan yang akan diberikan oleh calon musta’jir kepada Bank Muamalat
Indonesia.
6. Data jaminan, artinya calon musta’jir harus dapat memberikan data jaminan
kepada bank untuk memastikan bahwa calon musta’jir akan tetap membayar
tarif sewa yang ditetapkan oleh bank.
Selanjutnya Bank Muamalat Indonesia dalam menganalisa permohonan
pembiayaan untuk ijarah dan Ijarah Muntahiya Bittamlik yang diajukan oleh
calon musta’jir, menggunakan analisa sebagai berikut, yaitu :
a. Analisa Usaha
Pada analisis usaha, Bank Muamalat Indonesia sebagai pihak mu’jir akan
melihat gambaran usaha serta legalitas usaha yang dijalankan oleh pihak
musta’jir, analisis usaha ini perlu dilakukan karena pada analisis ini Bank
Muamalat Indonesia akan menilai apakah usaha yang dijalankan oleh
50
calon musta’jir mempunyai prospek yang baik dimasa mendatang untuk
mengembalikan pembiayaan yang nantinya akan diberikan oleh Bank
Muamalat Indonesia.
b. Analisis Manajemen
Analisis manajemen perusahaan calon musta’jir dilakukan dengan melihat
latar belakang orang-orang yang ada dalam manajemen perusahaan yang
akan menjadi calon musta’jir.
c. Analisis Keuangan
Analisis keuangan dilakukan berdasarkan laporan keuangan perusahaan
calon musta’jir periode 2 tahun terakhir. Laporan keuangan tersebut
dinilai secara keseeluruhan menggunakan rasio-rasio keuangan, untuk
contoh kasus PT,BFB secara keseluruhan laporan keuangannya
menunjukkan kondisi keuangan yang membaik. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya penjualan, laba operasi yang diperoleh dan total modal.
Pada sisi lain current assets juga meningkat sehingga perusahaan menjadi
lebih liquid.
d. Analisis Proyeksi Cashflow
Analisa proyeksi cashflow perlu dilakukan oleh Bank Muamalat
Indonesia, karena dengan analisis ini Bank Muamalat Indonesia bisa
memperkirakan apakah calon musta’jir dimasa mendatang dapat
mengembalikan pembiayaan yang akan diberikan oleh Bank.
51
e. Analisis Jaminan
Analisis jaminan pada Bank Muamalat Indonesia sangat perlu dilakukan
untuk menghindari resiko kerugian akibat terjadinya kredit macet. Jumlah,
ukuran dan jenis jaminan harus jelas dketahui dan tercantum dalam akad
dan total nilai jaminan harus lebih besar dari total pembiayaan yang
diberikan.
Jenis barang Ijarah Muntahiya Bittamlik yang disewakan kepada nasabah
umumnya berjenis aktifa tetap atau fixed assets, seperti: gedung, kantor, mesin,
rumah petak, atau barang-barang bergerak yang memiliki spesifik fixed. Secara
umum, dapat diklasifikasikan yaitu :6
1. Barang modal : asset tetap, misalnya, bangunan, gedung, kantor, ruko, dan
lain-lain.
2. Barang produksi : mesin, alat-alat berat, dan lain-lain.
3. Barang kendaraan transportasi : darat, laut dan udara.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dipahami bahwa pembiayaan yang
dilakukan BMI, Tbk menggunakan pembiayaan IMBT (Ijarah Muntahiya Bittamlik)
dalam bentuk pesanan barang atau pencairan dana, dimana BMI, Tbk melakukan
pembelian barang kepada suplier setelah ada kesepakatan sewa-beli antara nasabah
dengan BMI, Tbk. Dan nasabah harus melaksanakan pembiayaan ijarah terlebih
dahulu sebelum pembiayaan IMBT dilakukan.
6 Ibid., h.124.
52
Berdasarkan keterangan Yudi Susworo bahwa akad antara BMI, Tbk (mu’jir)
dengan nasabah (musta’jir) adalah akad IMBT (sewa yang diakhiri dengan
kepemilikan barang diakhir masa sewa) dengan pembayaran angsuran sewa, dan pada
akhir periode dilakukan jual beli antara BMI, Tbk dan nasabah. Sedangkan antara
dealer dengan BMI, Tbk adalah akad jual-beli tunai. Pada Bank Muamalat Indonesia
dalam melakukan pembiayaan IMBT sesuai dengan harga pokok pembelian ditambah
dengan keuntungan yang disepakati bersama. Nilai pembiayaan IMBT tidak berubah
selama akad belum berakhir, karena jika terjadi perubahan dalam harga maka
perjanjian tersebut batal. 7
Mengenai sistem pembayaran Ijarah Muntahiya Bittamlik, Yudi Susworo
mengatakan, “Nasabah melakukan sistem pembayaran dengan jangka waktu yang
disepakati bersama, batas waktu dan nilai angsuran yang jelas pada saat akad.
Penetapan jangka waktu pembayaran yang terjadi dalam BMI, Tbk merupakan syarat
mutlak sah atau tidaknya sebuah transaksi, dan dibolehkan dalam syari’ah, selama
jangka waktu yang disepakati kedua belah pihak dan tempo pembayarannya dibatasi,
sehingga terhindar dari praktek ba’i gharar (penipuan), Misalnya, dalam perjanjian
nasabah akan membayar 3 (tiga) bulan kemudian, atau diangsur dengan jangka waktu
yang ditetapkan, atau dengan kebijakan lain yang ditetapkan oleh BMI, Tbk. Untuk
nasabah pembiayaan, Bank Muamalat Indonesia mewajibkan untuk memiliki
tabungan yang harus diisi setiap nasabah bank datang. Hal ini bermanfaat bagi
7 Yudi Susworo, Support & Adm. Manager Muamalat Institute, Wawancara Pribadi, Jakarta,
25 Januari 2011.
53
nasabah yang merasa keberatan jika harus membayar tagihan angsuran setiap
bulannya dikarenakan jumlahnya yang besar. Dan nasabah dapat langsung meminta
bank untuk mendebet pembayaran tagihan angsuran setiap bulannya, dan hal ini dapat
memudahkan dan meringankan nasabah”.8
Sedangkan jaminan yang terjadi dalam transaksi IMBT yang dilakukan BMI,
Tbk terhadap objek barang IMBT. Jaminan ini untuk memastikan nasabah
bersungguh-sungguh dalam permohonan pembiayaan yang akan diajukan. Barang
yang disewa menjadi jaminan sebelum nasabah selesai melunasi pembiayaan, akan
tetapi jika nasabah tidak mampu membayar angsuran sesuai kesepakatan awal maka
dilakukan penarikan barang sebagai jaminan. Harta jaminan yang diambil alih terdiri
dari tanah, bangunan dan mesin-mesin.9
Pada halaman berikut adalah lampiran pembiayaan Ijarah Muntahiya
Bittamlik bermasalah dan Outstanding Pembiayaan periode Januari 2009 pada Bank
Muamalat Indonesia :
8 Yudis Sisworo, Manager Operasional Bank Muamalat Indonesia, Wawancara Pribadi,
Jakarta, 25 Januari 2011.
9 Laporan Tahunan Bank Muamalat Indonesia, h. 135.
54
55
56
Interpretasi Data :
Pada data Kolektibilitas Pembiayaan Berdasarkan Jenis Produk Pembiayaan
PT. Bank Muamalat Indonesia Periode Januari 2009 tersebut penyajian data
pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik digabung dengan pembiayaan Ijarah
(perhatikan nomor 7). Berdasarkan data tersebut terdapat pembiayaan Ijarah (Ijarah
Muntahiya Bittamlik) sebesar Rp.159.000.000,- yang dinyatakan bermasalah karena
pencatatannya berada pada kolom Kurang Lancar atau dengan kata lain berada pada
Collectibility 3 (Jumlah tunggakan 91-180 hari). Pada bulan tersebut jumlah nasabah
Ijarah (Ijarah Muntahiya Bittamlik) adalah 15 Orang sebagaimana yang tersaji dalam
data Outstanding Pembiayaan berdasarkan Jenis Produk PT. Bank Muamalat
Indonesia Periode Januari 2009, dan dari 15 Orang nasabah tersebut terdapat satu
nasabah yang berada pada kolom Kurang Lancar.
Pembiayaan pada Bank Muamalat Indonesia akan dikategorikan bermasalah
apabila berada dalam kategori :
1. Dalam Perhatian Khusus atau disebut juga Collectibility 2 (Tunggakan 1 s.d
90 hari).
2. Kurang Lancar atau disebut juga Collectibility 3 (Tunggakan 91 s.d 180
hari).
3. Diragukan atau disebut juga Collectibility 4 (Tunggakan 181 s.d 270 hari).
4. Macet atau disebut juga Collectibility 5 (Tunggakan > dari 270 hari).
57
Setiap nasabah yang tergolong dalam kategori bermasalah akan dikenai denda
keterlambatan pembayaran sesuai kesepakatan pada awal akad, dan uang denda
tersebut akan dimasukkan ke rekening ZIS (Zakat Infaq dan Sadaqah). Kemudian
nasabah juga akan ditindaklanjuti dengan kebijakan-kebijakan tertentu sesuai
keputusan Bank Muamalat Indonesia berdasarkan UU Perbankan Syari’ah.10
B. Faktor Penyebab Nasabah Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Bermasalah
Nasabah X sebagaimana yang terlampir pada data tersebut adalah pengusaha
interior yang mengajukan pembiayaan IMBT untuk pembelian satu unit mobil pribadi
seharga Rp.195.000.000,- dengan angsuran pembayaran sewa sebesar Rp. 5.416.700,-
/bulan selama 3 tahun. Setelah masa sewa berjalan selama 26 bulan, nasabah X tidak
membayar angsuran/sewa selama 3 bulan berturut-turut karena bisnis usaha
interiornya mengalami kelesuan sehingga nasabah X tidak dapat menunaikan
kewajibannya terhadap Bank Muamalat Indonesia, dan pada masa tersebut nasabah X
tercatat dalam kategori Dalam Perhatian Khusus atau dengan kata lain disebut
Collectibility 2 (jumlah tunggakan 1-90 hari). Maka pihak Bank Muamalat
menetapkan denda dalam setiap keterlambatan pembayaran sewa tersebut dengan
jumlah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak pada awal akad. Namun hal
10
Yudi Susworo, Manager Operational Bank Muamalat Indonesia Kancab Slipi, Wawancara
Pribadi, Jakarta, 17 Maret 2010.
58
tersebut tetap berlanjut hingga memasuki collectibility 3 dengan jumlah tunggakan 92
hari.11
C. Solusi Bank Muamalat Terhadap Nasabah Ijarah Muntahiya Bittamlik
Wanprestasi
Berikut ini adalah solusi yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia terhadap
nasabah wanprestasi :12
Evaluasi ulang pembiayaan yang menyangkut :
a. Aspek Management.
b. Aspek Pemasaran.
c. Aspek Produksi.
d. Aspek Keuangan.
e. Aspek Yuridis.
f. Aspek Jaminan.
g. Aspek Nilai Jaminan (Retaksasi).
Khusus untuk aspek Yuridis dan jaminan, maka perlu dilakukan konsultasi
kepada bagian Legal untuk penyempurnaan kelemahan-kelemahan yang mungkin
terdapat dalam pengikatan pembiayaan maupun jaminan, agar tidak terdapat peluang
11
Hamsari Nazli Officer Financing Bank Muamalat Indonesia kancab Slipi, Wawancara
Pribadi, Jakarta 25 Maret 2011.
12
Ibid., h.8.
59
bagi nasabah dan pihak ketiga untuk melakukan tindakan yang dapat menimbulkan
kerugian bagi Bank.
Pengelompokan Penanganan account penyelesaian pembiayaan menjadi :13
1). Revitalisasi Proses.
Hal ini dilakukan apabila berdasarkan evaluasi ulang pembiayaan yang
dilakukan terdapat indikasi bahwa usaha nasabah masih berjalan dan hasil usaha
nasabah diyakini masih mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada
Bank. Revitalisasi Proses, meliputi :
a. Rescheduling, yakni tindakan yang diambil dengan cara melakukan perubahan
terhadap jangka waktu pembiayaan, jadwal angsuran, grace periode (jatuh
tempo) dan jumlah angsuran.14
Dengan penjadwalan kembali pelunasan pembiayaan, bank memberi
kelonggaran nasabah membayar utangnya yang telah jatuh tempo, dengan
jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut. Apabila pelunasan pembiayaan
dilakukan dengan cara mengangsur, dapat juga bank menyusun jadwal baru
angsuran pembiayan yang dapat meringankan kewajiban nasabah untuk
melaksanakannya.15
b. Restructuring, yaitu perubahan sebagian atau seluruh ketentuan-ketentuan
pembiayaan termasuk perubahan maksimum saldo pembiayaan.
13
Ibid., h. 8.
14
Muchtar Siswoyo, Modul Pembiayaan Bermasalah, Jakarta, Bina Aksara, 2006, h.12.
15
Siswanto Sutojo, Analisa kredit Bank Umum (konsep dan teknik), Pustaka binamam, 1997,
h.129.
60
c. Reconditioning, yaitu perubahan sebagian atau seluruh ketentuan pembiayaan
termasuk perubahan jangka waktu dan persyaratan lainnya sepanjang tidak
menyangkut perubahan maksimum saldo pembiayaan.
Langkah-langkah Proses Revitalisasi adalah :16
a. Melakukan evaluasi tentang potensi usaha nasabah.
b. Membuat rekomendasi untuk diajukan kepada Komite Pembiayaan.
c. Melakukan pengikatan-pengikatan.
d. Melakukan proses pengadministrasian lainnya.
2). Penyelesaian Melalui Jaminan
Hal ini dilakukan apabila berdasarkan hasil evaluasi ulang pembiayaan,
nasabah sudah tidak memiliki usaha dan nasabah tidak bersikap bekerjasama untuk
menyelesaikan pembiayaan. Adapun penyelesaian melalui jaminan dibagi menjadi
dua bagian, yaitu :17
1. Penyelesaian dengan cara Non Litigasi.
2. Penyelesaian dengan cara Litigasi.
Penyelesaian Non Litigasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :18
1. Dengan cara Off-Set.
16
Pembiayaan Bermasalah Bank Muamalat Indonesia, h. 9.
17
Ibid., h. 10.
18
Ibid., h.10.
61
Off-Set adalah penyelesaian pembiayaan melalui penyerahan jaminan
secara sukarela oleh nasabah kepada Bank, sebagai upaya penyelesaian
pembiayaannya. Off-Set dapat dilakukan bila dalam prosesnya nasabah bersedia
untuk menjual jaminan secara sukarela kepada Bank.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan Off-Set adalah sebagai
berikut :19
a). Analisa kecukupan nilai jaminan untuk menutup seluruh kewajiban
dan biaya-biaya untuk proses Off-Set.
b). Lakukan negosiasi dengan nasabah untuk pembelian jaminan.
c). Bila nasabah ingin membeli kembali jaminan yang akan dibeli oleh
bank, maka Bank akan memberikan Hak Opsi dengan jangka
waktu berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.
d). Setelah mendapat persetujuan Komite Penyelesaian Pembiayaan,
maka akan dilakukan pengikatan jual beli.
e). Lakukan pelunasan pembiayaan dan proses pengadministrasian
lainnya.
2. Melalui BASYARNAS (Badan Arbitrase Syari’ah Nasional).
Sesuai dengan klausul pasal 17 Perjanjian Pembiayaan, setiap
sengketa yang timbul berdasarkan perjanjian yang dibuat antara nasabah dan
19
Ibid., h. 10.
62
BMI, maka akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :20
1. Pembuatan Usulan Penyelesaian ke Komite Pembiayaan.
2. Pembuatan Surat Gugatan ke BASYARNAS.
3. Pengajuan Gugatan ke BASYARNAS (pendaftaran perkara).
4. Sidang BASYARNAS.
5. Putusan BASYARNAS.
6. Pendaftaran putusan BASYARNAS ke Pengadilan Agama.
7. Permohonan Pelaksanaan Putusan BASYARNAS ke Pengadilan
Agama.
8. Pelaksanaan Eksekusi oleh Pengadilan Agama.
Keputusan yang dikeluarkan oleh BASYARNAS akan didaftarkan di
Pengadilan Agama untuk mendapatkan pengesahan, sehingga akan mempunyai
kekuatan eksekutorial. Tahap selanjutnya adalah melakukan lelang dengan
penyelesaian secara cash, ataupun jaminan tersebut dibeli oleh Bank.
Penyelesaian dengan cara Litigasi adalah penyelesaian pembiayaan melalui
jalur hukum yang dilakukan melalui pengadilan. Sebelum dilakukan proses
Litigasi melalui pengadilan, perlu dilakukan check dan evaluasi sebagai berikut
1. Dokumen surat menyurat BMI kepada nasabah, Surat Peringatan (SPT) 1, II,
III dan Surat Nasabah kepada BMI.
20
Ibid., h. 11.
63
2. Dokumen perjanjian dan jaminan Hak Tanggungan, sehingga secara yuridis
posisi BMI menjadi kuat.
3. Jatuh waktu fasilitas pembiayaan, karena proses litigasi hanya dapat
dilakukan apabila fasilitas pembiayaan nasabah telah jatuh waktu.
Litigasi melalui Pengadilan terdiri dari :21
1. Gugatan Perdata.
Dilakukan apabila nasabah sudah tidak ada harapan untuk
menyelesaikan kewajiban secara sukarela, cepat dan tuntas melalui Hak
Tanggungan. Tujuan dari Gugatan Perdata ini adalah untuk mendapatkan
keputusan berkekuatan hukum dan mengikat, yang wajib dilaksanakan oleh
pihak terkait dalam perkara gugatan. Melalui cara tersebut pihak BMI dapat
menguasai atau menjual asset nasabah yang bukan jaminan. Gugatan Perdata
dapat dilakukan melalui Pengadilan Agama dan BASYARNAS.
2. Pidana.
Dilakukan apabila ada tindak perbuatan yang dilakukan oleh nasabah
atau pemilik jaminan atau pun pihak lain yang patut diduga termasuk dalam
tindak pidana sehingga menimbulkan kerugian. Hal ini dilakukan untuk
menekan psikologis nasabah agar mengakui kesalahan dan selanjutnya
mengembalikan kekayaan yang diperoleh dari hasil perbuatan pidana tersebut
dan menyelesaikan kewajibannya. Sehingga pihak yang disangka terlibat tindak
pidana cenderung ingin cepat menyelesaikan perkara yang dihadapi.
21
Ibid., h. 12.
64
3. Riil Eksekusi Jaminan.
Dilakukan apabila jaminan yang ada telah diikat Hak Tanggungannya,
sehingga Bank mempunyai Hak Preference terhadap pelunasan pembiayaan
yang bersumber dari jaminan. Dengan demikian Bank dapat melaksanakan
Eksekusi (lelang) terhadap jaminan yang telah dibebani Hak Tanggungan
sehingga dapat melunasi kewajiban nasabah. Keunggulan dari tindakan Rill
Eksekusi Jaminan adalah dapat dilaksanakan dalam waktu cepat, Bank memiliki
Hak Preference, dan pengembalian lebih pasti.
Pelaksanaan Eksekusi diawali dengan Peringatan/Teguran
(Aanmaning) kepada nasabah agar segera melunasi kewajibannya kepada Bank,
jangka waktu Aanmaning ini adalah 8 hari, yaitu : nasabah harus menyelesaikan
kewajibannya paling lambat dalam jangka waktu 8 hari. Dalam tahap
Aanmaning ini jika nasabah bersedia memenuhi kewajiban kepada Bank
melalui bayar tunai ataupun menjual jaminan secara sukarela dimana hasil dari
penjualan tersebut digunakan untuk melunasi kewajiban (pelaksanaan Pasal 6
UUHT), maka permohonan Eksekusi dapat dicabut oleh Bank. Namun jika
nasabah tidak bersedia memenuhi kewajiban, maka akan dilakukan proses
selanjutnya yaitu Sita Eksekusi.22
Dalam proses Sita Eksekusi, Juru Sita Pengadilan Agama
melaksanakan penyitaan atas barang yang dijaminkan berdasarkan Penetapan
Ketua Pengadilan Negeri dan selanjutnya dibuat Berita Acara Penyitaan. Jangka
22
Ibid., h. 14.
65
waktu Sita Eksekusi adalah 8 hari, jika dalam jangka waktu tersebut nasabah
tidak memenuhi kewajibannya, maka proses selanjutnya adalah pengajuan
permohonan lelang.
Permohonan lelang ditindaklanjuti oleh Pengadilan Agama dengan
dikeluarkannya Penetapan Lelang yang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan
Agama, dan pada masa itu pula Pengadilan Agama meminta atau mengurus
SKPT ke BPN, permintaan NJOP kepada kantor PBB dan mengumumkan
pelaksanaan lelang di Media Massa sebanyak dua kali. Masa pra lelang ini
berlangsung kurang lebih selama 35 hari. Pada tahap ini, nasabah (termohon
eksekusi) dapat mengajukan bantahan atau keberatan atas lelang yang akan
dilaksanakan. Bila ada bantahan, maka lelang ditunda dan dilakukan sidang
untuk mengkaji apakah alasan yang diajukan dapat diterima atau tidak. Jika
alasan dapat diterima maka hakim dapat memutuskan pembatalan lelang, namun
apabila tidak diterima, maka pelaksanaaan lelang tetap dilaksanakan.
Pelaksanaan lelang diawali dengan penawaran secara tertulis (tertutup)
dari para peserta, kemudian apabila penawaran tertinggi dari peserta telah
melampaui limit lelang yang ditetapkan, maka peserta dengan penawaran
tertinggi tersebut ditunjuk sebagai pemenang lalang. Kemudian dilakukan
pembayaran dimana hasil dari penjualan tersebut digunakan untuk
menyelesaikan pembiayaan yang ada. Setelah itu pemenang lelang akan
mendapatkan Risalah Lelang yang akan digunakan untuk melakukan Balik
Nama ke BPN.
66
4. Permohonan Kepailitan.23
Dilakukan apabila jaminan yang ada tidak dapat cepat dilikuidasi, salah satu
contohnya adalah proyek. Dalam hal ini bank sulit bernegosiasi dengan
nasabah. Permohonan kepailitan ini hanya dapat dilakukan apabila ada minimal
dua perusahaan yang memohon melalui pengadilan niaga. Tujuan permohonan
Kepailitan adalah untuk mengembalikan pembiayaan yang bersumber dari harta
kekayaan nasabah dengan mendudukan bank sebagai kreditur konkuren.
Penyelesaian pembiayaan yang telah dilakukan melalui proses restrukturisasi
harus dilakukan monitoring untuk memastikan bahwa nasabah mempunyai
kemampuan untuk membayar angsuran. Monitoring tersebut dapat dilakukan dengan
cara Desk Monitoring dan On Side Monitoring. Sama halnya dengan penyelesaian
pembiayaan melalui Litigasi yang harus dimonitoring, hal ini diperlukan untuk
memastikan bahwa seluruh tahapan Pelaksanaan Litigasi telah dilakukan.
Dan penanganan pembiayaan bermasalah yang dilakukan oleh pihak Bank
Muamalat terhadap kasus yang terjadi pada nasabah X ketika nasabah tersebut
berada pada collectibility 2 adalah sebagai berikut :
1. Bank Muamalat melakukan review dan monitoring terhadap seluruh
transaksi keuangan nasabah dengan ketat.
2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dan membuat action plan yang
akan dilakukan.
23
Ibid., h.15.
67
3. Melakukan monitoring dan evaluasi baik langsung maupun tidak langsung,
dan memastikan progress report atas action plan yang telah disepakati oleh
Bank dan nasabah terpenuhi.
Ketika kondisi keuangan nasabah X memburuk dari kondisi sebelumnya
maka pihak Bank Muamalat lebih memperketat keluar masuknya cashflow nasabah,
adapun langkah yang dilakukan oleh pihak Bank Muamalat ketika nasabah X
memasuki collectibility 3 adalah melakukan restrukturisasi agar kewajiban nasabah dapat
disesuaikan dengan kondisi keuangannya. Atau dengan kata lain adalah Revitalisalisasi.
Setelah semua proses yang disebutkan di atas, bisnis usaha furniture nasabah X masih bisa
berjalan dan diyakini masih mampu untuk memenuhi kewajiban angsuran kepada Bank
Muamalat Indonesia. Tepatnya setelah menunggak selama 92 hari, nasabah sudah bisa
menunaikan kewajiban angsurannya beserta denda yang harus ditanggungnya kepada Bank
Muamalat Indonesia.
68
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Prosedur pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik pada BMI adalah ; pertama,
calon musta’jir yang hendak mengajukan pembiayaan IMBT kepada Bank
Muamalat Indonesia terlebih dahulu harus menemui petugas marketing
(Account Officer). Kedua, AO akan membawa proposal ke rapat komite
pembiayaan untuk dianalisa. Setelah itu Legal Officer akan membuat dan
menyiapkan akad perjanjian pembiayaan dan akad pengikatan jaminan,
kemudian seluruh berkas-berkas akan dicek oleh kepala bagian legal dan
setelah selesai mengecek maka bagian legal akan menghubungi calon
musta’jir untuk menentukan waktu akad, memberi tahu kekurangan berkas
persyaratan lainnya. Ketiga, setelah akad dilaksanakan, format PT. BFB akan
dicek dan ditandatangani oleh kepala bagian legal untuk diserahkan kebagian
operasional untuk melakukan pencairan. Keempat, merupakan tahap terakhir
yaitu pencairan.
2. Faktor penyebab pembiayaan bermasalah dalam kasus ini adalah disebabkan
dari faktor eksternal (nasabah) yang mengalami kelesuan dalam bisnis
sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada BMI secara lancar.
69
3 Solusi Bank Muamalat terhadap nasabah IMBT yang mengalami
wanprestasi adalah dengan melakukan Revitalisasi Proses.
B. Saran
1. Aplikasi produk IMBT sangatlah penting agar tetap dikembangkan dan
diterapkan pada Bank Muamalat Indonesia, karena produk tersebut sangat
membantu dan meringankan beban masyarakat dalam memiliki suatu objek
tertentu, terutama akan sangat bermanfaat bagi masyarakat golongan menengah
kebawah.
2. Peningkatan pelayanan terhadap nasabah juga perlu dilakukan guna
meningkatkan rasa kepuasan bagi nasabah atas pelayanan bank, juga demi
menciptakan loyalitas nasabah kepada bank syari’ah.
3. Diharapkan bagi nasabah bank syari’ah, untuk memahami terlebih dahulu
mengenai tata cara dan proses pembiayaan IMBT secara detail dan lengkap. Hal
ini sangatlah penting agar nasabah terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan
kemudian hari.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abi Sulaiman Al-Hafiz bin Al-Sijistani Al-Asy’af, Daud Abi Sunan. Kitabul
Buyu’. Kairo: Daarul Fikr, 1990.
Ahmad bin Hambal, Imam, Musnad Ahmad bin Hambal, Bab musnad Abdullah
bin Maas’ud, subbab musnad muktsirina minassahabi.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktek. Cet. Pertama,
Jakarta: Gema Insani Press Bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, 2001.
Arifin, Zainul. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2007.
Bank Muamalat Indonesia. Laporan Tahunan 2009 Annual Report . Jakarta:
Muamalat Institute, 2009.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah, Edisi Kedua, 2003, DSN-MUI. BI.
Fuady, Munir. Hukum Tentang Pembiayaan Dari Teori Ke Praktek. Bandung: PT.
Citra Adiya Bakti, 2006.
Hasan, M. Ali. Berbagai Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat). Cet. Ke II,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Haroen, H. Nasrun. Fiqh Muamalat, Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama, 2004.
71
Irsyad al-sari Li syarleh Shahih al-Bukhari. Abu Abbas Syihabuddin Ahmad al-
Qatshalani, Kitab Buyu’i Lij (Beirut, Dar.al-Fikr, 1991). Hadist: 2103.
H.77 (VV).
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Cet. Ke 1, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004.
Lathif, AH. Azharudin. Fiqh Muamalat. Jakarta: UIN Press, 2005.
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2002.
Mugni al-Mutaj, Asy-Syarbaini al-Khatib, (Beirut: Dar al-Fiqh, 1978) Jilid II.
Peraturan Bank Indonesia Nomor:7/46/PBI/2005. Bab II Paragraf 3 Pasal 16.
Perwaatmadja, Karnaen. MPA dan Antonio, H. Muhammmad Syafi’i. Apa dan
Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1992.
Rifai, Moh. Konsep Perbankan Syari’ah. Semarang: CV. Wicaksana, 2002.
SK. Dir. BI. No: 9/PBI/2007.
Sabiq, Sayid. Fiqh Sunnah, (terj) oleh H, Kamaludin A Marzuki. Cet. Ke-7,
Bandung: PT. al-Maarif, 1997.
Sumitro, Warkum. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Keuangan Terkait
(BMUI dan Takaful Indonesia). Jakarta: Rajawali Press.
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press, 2004.
Syafi’i, Antonio, Muhammad. Bank Syari’ah Dari Teori Ke Praktek. Cetak. Ke-1.
Jakarta: Gema Insani Press bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, 2001.