Post on 05-Aug-2015
26
MAKALAH
KEUANGAN DAN ANGGARAN NEGARA
DOSEN : Erika Amelia, SE., M.Si.
TIM PENYUSUN : 1. Dhandi Megantoro (1110082000069)
(kelompok 1) 2. SEKAR VIDYA (1110082000087)
3. CITRA NOPIANI (1110082000095)
MATA KULIAH : AKUNTANSI PEMERINTAHAN
KELAS : 5 AKUNTANSI C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
26
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
Upaya untuk menyusun undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945
I.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari Keuangan Negara dan Anggaran Negara?
2. Apa saja Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Anggaran Negara?
3. Apa saja Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan Negara?
4. Siapa saja yang berkuasa atas Pengelolaan Keuangan Negara?
5. Bagaimana Penyusunan dan Penetapan APBN?
6. Bagaimana hubungan keuangan Negara dengan pemerintah pusat?
7. Bagaimana hubungan keuangan Negara dengan Bank Sentral?
8. Bagaimana hubungan keuangan Negara dengan Pemerintah/Lembaga Asing?
9. Bagaimana Siklus / Daur Anggaran Negara?
26
I.3 METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini, kami menggunakan metode studi kepustakaan, dengan
membaca dan menelaah pustaka untuk mendapatkan informasi-informasi dalam menyelesaikan
makalah ini agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai Keuangan dan
Anggaran Negara. Selain itu, kami juga memperoleh data dari internet.
I.4 TUJUAN PENULISAN
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan rumusan
masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari Keuangan dan Anggaran Negara.
2. Untuk mengetahui dan memahami Ruang Lingkup Keuangan Negara dan Anggaran
Negara.
3. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk Asas-asas Umum Pengelolaan Keuangan
Negara.
4. Untuk mengetahui dan memahami Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara.
5. Untuk mengetahui dan memahami siklus APBN.
6. Untuk mengetahui hubungan Keuangan Negara dengan instansi yang terkait.
7. Untuk memahami Siklus / Daur Anggaran Negara.
8. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita.
26
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945
menggunakan aturan ICW (Indonsische Comptabiliteits Wet/UUPI), Indische Bedrijvenwet
(IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) serta IAR (Indische Algemene
Regenkamer). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867......terakhir
ditetapkan sebagai UUPI/Undang-undang Perbendaharaan Indonesia dengan UU No 9 Tahun
1968, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement
voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.
Dengan terbitnya UU 17 tahun 2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara “dapat
mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan
pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia.”
Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara sebagai “semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU 17 Tahun 2003,
ruang lingkup Keuangan Negara terdiri dari :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
26
c. Penerimaan Negara/Daerah ;
d. Pengeluaran Negara/Daerah;
e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Ruang lingkup terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang
dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di
lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam merumuskan
keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan.
Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang mengelola obyek yang ”dimiliki negara,
dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan
badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.”
26
Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan Keuangan Negara mencakup seluruh
rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai
dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban.
Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan Negara adalah untuk menghasilkan
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan
obyek Keuangan Negara dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara.
II.2 Prinsip-prinsip Umum Pengelolaan Keuangan Negara
Sebagaimana tertuang dalam Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa asas umum pengelolaan keuangan negara
dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perludiselenggarakan secara professional, terbuka, dan
bertanggung jawab sesuaidengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang
Dasar.
Sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-Undang Dasar, Undang-undang tentang
Keuangan Negara telah menjabarkan aturan pokok yang ditetapkan Undang-Undang Dasar tersebut ke dalam
asas-asas umum dalam pengelolaan keuangan Negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas
kesatuan, dan asas spesialisasi maupun asas-asas sebagai pencerminan best practices
(penerapan kaidah-kaidah yang baik) dalam pengelolaan keuangan negara.
Penjelasan dari masing-masing asas tersebut :
a. Asas Tahunan, memberikan persyaratan bahwa anggaran negara dibuat secara tahunan
yang harus mendapat persetujuan dari badan legislatif (DPR).
26
b. Asas Universalitas (kelengkapan), memberikan batasan bahwa tidak diperkenankan
terjadinya percampuran antara penerimaan negara dengan pengeluaran negara.
c. Asas Kesatuan, mempertahankan hak budget dari dewan secara lengkap, berarti semua
anggara harus tercampur dalam anggaran. Oleh karena itu, anggaran merupakan anggaran
bruto, dimana yang dibukukan dalam anggaran adalah jumlah brutonya.
d. Asas Spesialitas, mensyaratkan bahwa jenis pengeluaran dimuat dalam mata anggaran
tertentu/tersendiri dan diselenggarakan secara konsisten baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Secara kuantitatif artinya jumlah yang telah ditetapkan dalam mata anggaran
tertentu merupakan batas tertinggi dan tidak boleh dilampaui. Secara kualitatif brarti
penggunaaan anggaran hanya dibenarkan untuk mata anggaran yang telah ditentukan.
e. Asas Akuntabilitas, berorientasi pada hasil, mengandung makna bahwa setiap pengguna
anggaran wajib menjawab dan menerangkan kinerja organisasi atas keberhasilan atau
kegagalan suatu program yang menjadi tanggung jawabnya.
f. Asas Profesionalitas, mengahruskan pengelolaan keuangan negara ditangani oleh tenaga
yang profesional.
g. Asas Proporsionalitas, pengalokasian anggara dilaksanakan secara proporsional pada
fungsi-fungsi kementerian/lembaga sesuai dengan tingkat prioritas dan tujuan yang ingin
dicapai.
h. Asas Keterbukaan, dalam pengelolaan keuangan negara, mewajibkan adanya keterbukaan
dalam pembahasan, penetapan, dan perhitungan anggaran serta atas hasil pengawasanoleh
lembaga audit yang independen.
26
i. Asas Pemeriksaan Keuangan, oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri, memberi
kewenangan lebih besar pada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melaksanakan pemeriksaan
atas pengelolaan keuangan negara secara objektif dan independen.
Asas-asas umum tersebut diperlukan pula guna menjamin terselenggaranya prinsip-
prinsip pemerintahan daerah. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam undang-
undang tentang keuangan negara, pelaksanaan undang-undang ini selain menjadi acuan
dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
II.3 Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan
yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
Untuk membantu presiden dalam penyelenggaraan kekuasaan dimaksud, sebagian dari
kekuasaan tersebut dikuasakan kepada:
o Menteri keuangan selaku pengelola fiscal.
o Wakil pemerintah dalam kepemilikian kekayaan Negara yang dipisahkan.
o Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementrian
Negara/lembaga yang dipimpinnya.
Menteri keuangan sebagai pembantu presiden dalam bidang keuangan pada hakikatnya
adalah chief financial officer (CFO) untuk suatu bidang pemerintahan. Prinsip ini perlu
dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung
jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances, serta untuk mendorong upaya
peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
26
Subbidang pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiscal dan
kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi kepabeanan,
perbendaharaan, dan pengawasan keuangan.
Sesuai dengan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara,
sebagian kekuasaan presiden tersebut diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku
peneglola keuangan daerah. Demikian pula untuk mencapai kestabilan nilai rupiah, tugas
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran
system pembayaran dilakukan oleh bank sentral.
II.4 Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manejemen dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrument kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta permerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Dalam upaya meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan
pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam UU no.17 tahun 2003 disebutkan bahwa belanja
negara/daerah diperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegitan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat
bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja
dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian Negara/lembaga/perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas
kinerja dalam system penganggaran dan memperkenalkan system penyusunan rencana kerja dan
anggaran kementerian/lembaga/perangkat daerah. Penyusunan rencana kerja dan anggaran
kementerian/lembaga/perangkat daerah tersebut sekaligus dapat memenuhi kebutuhan akan
anggaran berbasis prsetasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kerja
kementerian/lembaga/perangkat daerah yang bersangkutan.
26
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di
sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi
yang digunakan secara internasional. Perubahan dalam pengelompokkan transaksi pemerintah
tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan
gambaran yang objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi
dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan
kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Selama ini anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan. Pengelompokkan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan yang semula bertujuan memberikan penekanan pada arti pentingnya
pembangunan, dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadi duplikasi,
penumpukan, dan penyimpangan anggaran. Sementara itu, penuangan rencana pembangunan
dalam suatu dokumen perencanaan nasional 5 tahunan yang ditetapkan dengan UU dirasakan
tidak realistis dan semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dalam era globalisasi.
Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan pemerintahan membutuhkan system
perencanaan fiskal yang terdiri atas sistem penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan
sesuai dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure
Framework) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan Negara maju.
II.5 Hubungan Keuangan Negara antar Pemerintah Pusat, Bank Sentral, dan
Pemerintah/Lembaga Asing.
Sejalan dengan semakin luas dan kompleksnya kegiatan pengelolaan keuangan negara,
perlu diatur ketentuan mengenai hubungan keuangan antara pemerintah dan lembaga-lembaga
infra/supranasional. Ketentuan tersebut meliputi hubungan keuangan antara pemerintah pusat
dan bank sentral, pemerintah daerah, pemerintah asing, badan/lembaga asing, serta hubungan
keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta dan
badan pengelola dana masyarakat.
26
Dalam hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa
pemerintah pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan
fiskal dan moneter. Dalam hubungan dengan pemerintah daerah, undang-undang ini
menegaskan adanya kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada
pemerintah daerah. Selain itu, undang-undang ini mengatur pula perihal penerimaan pinjaman
luar negeri pemerintah. Dalam hubungan antara pemerintah dan perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat ditetapkan bahwa pemerintah
dapat memberikan pinjaman/hibah/penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari
perusahaan negara/daerah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD.
II.6 Pengertian dan Ruang Lingkup Anggaran Negara
Dalam pengelolaan perusahaan, terlebih dahulu manajemen menetapkan tujuan dan sasaran, dan
kemudian membuat rencana kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Dampak
keuangan yang diperkirakan akan terjadi sebagai akibat dari rencana kerja tersebut, kemudian
disusun dan dievaluasi melalui proses penyusunan anggaran.
Adapun pengertian anggaran menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1989 : 6), adalah
sebagai berikut :
“Suatu pendekatan yang formal dan sistematis daripada pelaksanaan tanggung jawab manajemen
di dalam perencanaan, koordinasi, dan pengawasan”.
Pada dasarnya anggaran yang bermanfaat dan realistis tidak hanya dapat membantu mempererat
kerja sama karyawan, memperjelas kebijakan dan merealisasikan rencana saja, tetapi juga dapat
menciptakan keselarasan yang lebih baik dalam perusahaan dan keserasian tujuan diantara para
manajer dan bawahannya.
Menurut Mulyadi (1993 : 438), anggaran disusun oleh manajemen dalam jangka waktu satu
tahun untuk membawa perusahaan ke kondisi tertentu yang diperhitungkan. Dengan anggaran,
26
manajemen mengarahkan jalannya kondisi perusahaan. TAnpa anggaran, dalam jangka pendek
perusahaan akan berjalan tanpa arah, dengan pengorbanan sumber daya yang tidak terkendali (at
any cost).
Lebih jelas lagi Munandar (2001 : 1), mengungkapkan pengertian anggaran adalah sebagai
berikut :
“Suatu rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan, yang
dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu
yang akan dating.”
Dari pengertian tersebut, anggaran mempunyai empat unsur, yaitu :
1. Rencana
Yaitu suatu penentuan terlebih dahulu tentang aktivitas atau kegiatan yang akan dilakukan di
waktu yang akan dating.
2. Meliputi
Yaitu mencakup semua jegiatan yang akan dilakukan oleh semua bagian-bagian yang ada dalam
perusahaan.
3. Dinyatakan dalam unit moneter
Yaitu unit (kesatuan) yangdapat diterapkan pada berbagai kegiatan perusahaan yang beraneka
ragam. Adapun unit moneter yang berlaku di Indonesia adalah unit “rupiah”.
4. Jangka waktu tertentu yang akan datang
Yaitu menunjukkkan bahwa anggaran berlaku untuk massa yang akan dating. Ini berarti Apa
yang dimuat di dalam anggaran adalah taksiran-taksiran tentang apa yang akan terjadi serta apa
yang akan dilakukan dimasa yang akan dating.
Dari pengertian anggaran yang telah diutarakan di atas dapatlah diketahui bahwa anggaran
26
merupakan hasil kerja (out put) terutama berupa taksiran-taksiran yang akan dilaksanakan di
waktu yang akan dating. Karena suatu anggaran merupakan hasil kerja (out put), maka anggaran
dituangkan dalam suatu naskah tulisan yang disusun secara teratur dan sistematis. Secara lebih
terperinci Munandar ( 2001 : 16) menjelaskan proses kegiatan yang tercakup dalam anggaran
sebagai berikut :
1. Pengumpulan data dan informasi yang diperlukan untuk menyususn anggaran.
2. Pengelolaan dan penganalisaan data dan informasi tersebut untuk mengadakan taksiran-
takisiran dalam rangka menyusun anggaran.
3. Menyusun anggaran serta meyajikannya secara teratur dan sistematis .
4. Pengkoordinasian pelaksanaan anggaran.
5. Pengumpulan data dan informasi untuk keperluan pengawasan kerja.
6. Pengolahan dan penganalisaan data tersebut untuk mengadakan interpretasi dan memperoleh
kesimpulan-kesimpulan dalam rangka mengadakan penilaian terhadap kerja yang telah
dilaksanakan.
Berdasarkan definisi-definisi dan pengertian anggaran dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa anggaran harus bersifat formal, artinya anggaran disusun dengan sengaja dan
bersungguh-sungguh dalam bentuk tertulis.
2. Bahwa anggaran harus bersifat sistematis, artinya anggaran disusun dengan berurutan dan
berdasarkan logika.
3. Bahwa suatu saat manajer dihadapkan pada suatu tanggung jawab untuk mengambil
keputusan.
4. Bahwa keputusan yang diambil oleh manajer tersebut merupakan pelaksanaan fungsi manajer
dari segi perencanaan, koordinasi dan pengawasan.
26
2.1.2. Kegunaan Anggaran
Anggaran disusun untuk membantu manajemen dalam kegiatan perencanaan dan pengawasan.
Manajemen yang baik tidak ingin menghadapi periode yang akan datang dengan ketidakpastian.
Menurut Munandar ( 2001 : 10 ), anggaran mempunyai kegunaan pokok yaitu:
1. Sebagai pedoman kerja
Anggaran berfungsi sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus memberikan
target-target yang harus dicapai oleh kegiatankegiatan perusahaan di waktu yang akan datang.
2. Sebagai alat Pengkoordinasian kerja
Anggaran berfungsi sebagai alat untuk pengkoordinasian kerja agar semua bagian-bagian yang
terdapt di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling bekerja sama dengan baik, untuk
menuju kearah sasaran yang telah ditetapkan.
3. Sebagai alat pengawasan kerja
Anggaran berfungsi sebagai tolok ukur, sebagai pembanding untuk menilai (evaluasi) realisasi
kegiatan perusahaan.
Untuk bisa penaksiran secara lebih akurat, diperlukan sebagai data, informasi dan pengalaman
yang merupakan factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun anggaran.
II.7 Klasifikasi Anggaran
Klasifikasi atau rincian APBN dapat disusun dalam berbagai bentuk sesuai dengan
maksud dan tujuan penggunaannya. Rincian APBN dapat dibedakan sebagai berikut (Adi
Budiarso, 2005):
a. Klasifikasi Objek
Yaitu rincian APBN menurut objeknya, misalnya belanja pegawai, belanja barang,
subsidi, dan sebagainya. Sedangkan dari sisi penerimaan misalnya dapat dikelompokkan
dalam pendapatan pajak penghasilan, pendapatan bea dan cukai, dan sebagainya. Dari
26
klasifikasi ini dapat diketahui dengan lebih jelas dampak APBN terhadap kegiatan ekonomi
masyarakat.
b. Klasifikasi Organik
Yaitu rincian APBN yang disusun menurut Kementerian Negara atau Lembaga.
Dengan klasifikasi ini akan diketahui unit organisasi mana yang melaksanakan dan
bertanggung jawab atas pelaksanaan APBN tersebut. Unit organisasi yang mendapatkan
prioritas akan mendapatkan alokasi dana yang lebih banyak.
c. Klasifikasi Sektor atau Fungsi
Yaitu rincian APBN yang disusun menurut sektor-sektornya, misalnya sektor ekonomi
atau sektor nonekonomi. Dengan klasifikasi ini dapat diketahui sector mana yang mendapatkan
prioritas dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
d. Klasifikasi ekonomi
Yaitu rincian APBN yang disusun menurut sifatnya, yaitu bersifat konsumtif atau
produktif(investasi). Yang konsumtif dimasukkan dalam kelompok rutin, dan yang produktif
dimasukkan dalam kelompok pembangunan.
Selain empat klasifikasi tersebut, Sugijanto, Robert Gunardi H, & Sonny Loho(1995)
menambahkan satu klasifikasi lagi, yaitu klasifikasi berdasarkan sifat atau karakter, yaitu
pembagian anggaran berdasarkan sifat pengeluaran, misalnya pengeluaran operasional,
pengeluaran belanja, pembayaran utang, dan pengeluaran modal.
II.8 Prinsip-prinsip Umum Penyusunan Anggaran Negara
Dalam penyusunan anggaran perlu diperhatikan beberapa prinsip (Sugijanto, Robert
Gunardi H. & SonnyLoho,1995) yaitu:
1. Keterbukaan
Adanya keterbukaan dalam perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban anggaran.
2. Periodisitas
Meliputi suatu periode tertentu, biasanya satu tahun anggaran.
3. Pembebanan anggaran pengeluaran dan menguntungkan anggaran penerimaan
Ada tiga basis akuntansi yang dianut, yaitu:
26
a. Basis kewajiban (obligation/commitment accounting)
Anggaran dibebankan pada saat pesanan atau kontrak ditandatangani. Basis
kewajiban ini hanya untuk pengeluaran.
b. Basis akrual
c. Basis Kas
Basis yang dipakai harus konsisten/sama baik dalam penyusunan maupun
pelaksanaan anggaran.
4. Fleksibilitas
Anggaran disusun berdasarkan asumsi-asumsi tertentu yang bisa berubah dikemudian
hari.
5. Prealabel
Pengajuan anggaran dan persetujuannya oleh DPR/DPRD harus mendahului pelaksanaan
anggaran.
6. Kecermatan
Anggaran harus diperkirakan secara cermat dan teliti.
7. Kelengkapan atau Universalitas
Semua penerimaan dan pengeluaran dimuat dalam anggaran.
8. Komprehensif
Anggaran disusun untuk semua aktivitas pemerintah.
9. Terinci
Setiap anggaran diklasifikasikan pada kelompok-kelompok yang telah ditentukan.
10. Anggaran Berimbang
Pengeluaran anggaran harus didukung oleh adanya penerimaan anggaran.
11. Dinamis
Kenaikan atau penurunan anggaran disesuaikan dengan keadaan keuangan negara/daerah
dan melalui proses pengesahan anggaran lebih dahulu.
Sesuai dengan amanat pasal 23C UUD 1945, UU Keuangan negara perlu menjabarkan
aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD tersebut ke dalam asas-asas umum yang
meliputi: asas tahunan, asas universalitas, asas persatuan, dan asas spesialitas. Di samping itu
dalam rangka mencerminkan penerapan kaidah-kaidah yang baik, dijabarkan asas akuntabilitas
26
berorientasi hasil, asas profesionalitas, asas proporsionalitas, asas keterbukaan dalam
pengelolaan keuangan negara dan asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas
dan mandiri.
Asas Akuntabilitas
Berorientasi pada hasil, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Asas Profesionalitas
Mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Asas proporsionalitas
Mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan Negara.
Asas keterbukaan
Membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur,
dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan
perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.
II.9 Rancangan APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah sistem akuntansi yang
menggambarkan penerimaan dan pengeluaran Negara selama satu tahun anggaran dimulai pada
1 Januari dan berakhir pada 31 Desember. Rancangan APBN (RAPBN) disusun oleh pemerintah
dan kemudian disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi APBN.
Penyusunan APBN didasarkan pada asumi-asumsi yang disesuaikan dengan beberapa indikator
perekonomian makro, diantaranya:
Produk Domestik Bruto (PDB)
Pertumbuhan Ekonomi
Inflasi
Nilai tukar Rupiah
Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
26
Sumber: Departemen Keuangan
RI
II.10 Siklus / Daur Anggaran Negara
APBN
PENDAPATAN NEGARA
BELANJA NEGARA
PEMBIAYAAN
PAJAK
NON PAJAK
HIBAH
BELANJA PEMERINTAH PUSAT
BELANJA PEMERINTAH DAERAH
PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
PEMBIAYAAN LUAR NEGERI
TAMBAHAN PEMBAYARAN UTANG
26
Siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran disusun sampai
dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Pengelolalaan APBN
dilakukan dalam 5 tahap yaitu tahap perencanaan APBN, penetapan UU APBN, pelaksanaan UU
APBN, pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN.
Hasil pengawasan dan pertanggungjawaban APBN digunakan sebagai pertimbangan dalam
penyusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya. Oleh karena itu, proses tersebut
merupakan satu lingkaran yang tidak terputus dank arena itu sering disebut sebagai siklus atau
daur atau lingkaran anggaran Negara (APBN).
1. TahapPerencanaanAPBN
Pada tahap ini terdapat 6 (enam) langkah yang harus dilakukan, yaitu:
a. Penyusunan Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja -KL)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah dan PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,
kementerian negara/lembaga menyusun Renja-KL mengacu pada Rencana
Strategis (Renstra) kementerian negara/lembaga yang bersangkutan dan mengacu
pula pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan oleh
Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan.
Renja-KL ini memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang dilengkapi dengan
sasaran kinerja dengan menggunakan pagu indikatif untuk tahun anggaran yang
sedang disusun dan perkiraan maju(forwardestimate) untuk tahun anggaran
berikutnya. Program dan kegiatan dalam Renja-KL disusun dengan pendekatan
berbasis kinerja, kerangka pengeluaran jangka menengah (medium
termexpenditure framework,MTEF), dan penganggaran terpadu (unifiedbudget).
b. Pembahasan Renja-KL
Kementerian Perencanaan setelah menerima Renja-KL melakukan penelaahan
bersama Kementerian Keuangan. Pada tahap ini, masih mungkin terjadi perubahan-
perubahan terhadap program kementerian negara/lembaga yang diusulkan oleh
Menteri/Pimpinan lembaga setelah Kementerian Perencanaan berkoordinasi
denganKementerianKeuangan.
c. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
26
(RKA-KL)
Selambat-lambatnya pada pertengahan Mei, pemerintah menyampaikan
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal kepada DPR. Hasil
pembahasan antara DPR dan pemerintah akan menjadi Kebijakan Umum dan
Prioritas Anggaran bagi Presiden/Kabinet yang akan dijabarkan oleh
MenteriKeuangan dalam bentuk Surat Edaran MenteriKeuangan (SE Menkeu)
tentang Pagu Sementara.
Setelah menerima SE Menkeu tentang Pagu Sementara, Kementerian
Negara/Lembaga mengubah Renja-KL menjada RKA-KL, jadi sudah ada usulan
anggarannya selain dari usulan program. Selanjutnya, Kementerian
Negara/Lembaga melakukan pembahasan RKA-KL dengan komisi-komisi di DPR
yang menjadi mitra kerjanya.
Hasil pembahasan tersebut kemudian disampaikan kepada Kementerian
Keuangan dan Kementerian Perencanaan selambat-lambatnya pada pertengahan
bulan Juni. Kementerian Perencanaan akan menelaah kesesuaian RKA-KL hasil
pembahasan tersebut dengan Rencana Kerja Pemerintah(RKP). Sedangkan
Kementerian Keuangan akan menelaah kesesuaian RKA-KLdengan SE Menkeu
tentang Pagu Sementara, perkiraan maju yang telah disetujui anggaran sebelumnya,
dan standar biaya yang telah ditetapkan.
d. Penyusunan Anggaran Belanja
RKA-KL hasil telaahan Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan
menjadi dasar penyusunan Anggaran Belanja Negara. Belanja Negara disusun
menurut asas bruto yaitu bahwa tiap Kementerian Negara/Lembaga selain harus
mencantumkan rencana jumlah pengeluaran harus juga mencantumkan perkiraan
penerimaan yang akan didapat dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
e. Penyusunan Perkiraan Pendapatan Negara
Berbeda dengan penyusunan sisi belanja yang disusun dari kumpulan usulan
belanja tiap Kementerian Negara/Lembaga yang ditelaah oleh Kementerian
Perencanaan dan Kementerian Keuangan, penentuan perkiraan pendapatan negara
pada prinsipnya disusun oleh Kementerian Keuangan dibantu Kementerian
Perencanaan dengan memperhatikan masukan dari Kementerian Negara/Lembaga
26
lain, yaitu dalam bentuk prakiraan maju penerimaan negara bukan pajak(PNBP).
f. Penyusunan Rancangan APBN
Setelah menyusun prakiraan maju belanja negara dan pendapatan negara,
Kementerian Keuangan menghimpun RKA-KL yang telah ditelaah untuk bersama-
sama dengan Nota Keuangan dan RAPBN dibahas dalam sidangkabinet.
2. Tahap Penetepan UU APBN
Nota Keuangan dan Rancangan APBN beserta RKA-KL yang telah dibahas dalam
Sidang Kabinet disampaikan pemerintah kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan
Agustus untuk dibahas dan ditetapkan menjadi UUAPBN selambat- lambatnya pada
akhir bulanOktober. Pembicaraan antara pemerintah dengan DPR terdiri dari beberapa
tingkat,yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat I
Pada tingkat ini disampaikan keterangan atau penjelasan pemerintah tentang
Rancangan Undang-undang APBN (RUUAPBN). Pada kesempatan ini Presiden
menyampaikan pidato pengantar RUU APBN di depan siding paripurna DPR.
b. Tingkat II
Dilakukan pandangan umum dalam rapat paripurna DPR dimana masing-masing
fraksi di DPR mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan keterangan
pemerintah. Jawaban pemerintah atas pandangan umum tersebut biasanya diberikan
oleh Menteri Keuangan.
c. Tingkat III
Dilakukan pembahasan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat
panitia khusus. Pembahasan dilakukan bersama dengan pemerintah yang diwakili
oleh Menteri Keuangan.
d. Tingkat IV
Diadakan rapat paripurna kedua. Pada rapat ini disampaikan kepada forum
tentang hasil pembicaraan pada tingkat III dan pendapat akhir dari tiap-tiap fraksi di
DPR. Setelah itu, DPR dapat menggunakan hak budgetnya untuk menyetujui atau
menolak RUU APBN. Kemudian DPR mempersilakan pemerintah untuk
menyampaikan sambutannya berkaitan dengan keputusan DPR tersebut. Apabalia
RUU APBN telah disetujui DPR, maka Presiden mengesahkan RUU APBN tersebut
26
menjadi UU APBN.
3. Tahap Pelaksanaan UU APBN
UU APBN yang telah disetujui DPR dan disahkan presiden telah disusun secara
terperinci dalam unit organisasi, fungsi, program kegiatan, dan jenis belanja. Hal itu
berati bahwa untuk mengubah pengeluaran yang berkaitan dengan unit organisasi,
fungsi, program kegiatan, dan jenis belanja harus dengan persetujuan DPR.
Misalkan pemerintah akan perlu menggeser penggunaan anggaran antar belanja (bisa
jadi belanja yang satu kelebihan/tidak terserap dan belanja yanglain kekurangan dana),
maka dalam hal ini pemerintah harus meminta persetujuan DPR.
RKA-KL yang telah disepakati DPR ditetapkan dalam Keputusan Presiden (Keppres)
tentang Rincian APBN selambat-lambatnya akhir bulan November. Keppres tentang
Rincian APBN ini menjadi dasar bagi Kementerian Negara/Lembaga untuk
mengusulkan konsep dokumen pelaksanaan anggaran kepada Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara (BUN). Menteri Keuangan mengesahkan dokumen
pelaksanaan anggaran selambat-lambatnya tanggal 31 Desember. Dengan dokumen
pelaksanaan anggaran tersebut,mulai1 Januari tahun anggaran berikutnya, Kementerian
Negara/Lembaga dapat melaksanakan penerimaandan pengeluaran yang berkaitan
dengan bidang tugasnya.
4. Tahap Pengawasan Pelaksanaan UU APBN
Pengawasan atas pelaksanaan APBN dilaksanakan oleh pemeriksa internal maupun
eksternal. Pengawasan secarainternal dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) dan
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan(BPKP).
Itjen melakukanpengawasan dalam lingkup masing-masing departemen/lembaga,
sedangkan BPKP melakukan pengawasan untuk lingkup semua departemen/lembaga.
Pengawasan eksternal dilakukan oleh BPK. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD
1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan
dan tanggung jawab mengenai keuangan negara. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
seluruh unsure keuangan Negara seperti yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selain disampaikan kepada lembaga
perwakilan (DPR) hasil pemeriksaan BPK jugadisampaikankepada pemerintah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 Pemeriksaan Pengelolaan dan
26
tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3
(tiga) jenis pemeriksaan,yaitu:
a. Pemeriksaan keuangan,
Yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan
opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
b. Pemeriksaan kinerja,
Yaitu pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas
aspek efektifitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen yang dilakukan
oleh aparat pengawasan internal.
c. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu,
Yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam kategori pemeriksaan ini antara
lain adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan dan
pemeriksaan investigatif.
5. Tahap Pertanggung jawaban atas Pelaksanaan UU APBNPada tahap ini Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung
jawaban pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan yang sudah diaudit BPK kepada
DPR selambat-lambatnya 6(enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
keuangan yang disampaikan tersebut menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah Laporan Realisasi APBN, Neraca,
Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan
keuangan perusahaan Negara dan badan lainnya.
Menurut waktunya, siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) adalah sebagai berikut (Atep Adya Barata & Bambang Trihartanto, 2004):a. Selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Mei tahun anggaran berjalan,
pemerintah menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiscal dan kerangka ekonomimakro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kemudian dibahas dalam pembicaraan pendahuluanRAPBN.
b. Pada bulan Agustus, pemerintah pusat mengajukan Rancangan Undang-undang(RUU) APBN untuk tahun anggaran yang akan datang, disertai dengan nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR. Dalam
26
pembahasan RUU APBN, DPR dapat mengajukan usul yang dapat mengubah jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam RUU APBN. Perubahan RUU APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak menambah deficit anggaran.
c. Selambat-lambatnya 2(dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan, DPR mengambil keputusan mengenai RUU APBN. APBN yang
disetujui oleh DPR diperinci menurut unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja. Apabila DPR tidak menyetujui RUU APBN yang diajukan
pemerintah, pemerintah dapat melakukan pengeluaran maksimal sebesar jumlah
APBN tahun anggaran sebelumnya.
Sedangkan mengenaisiklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD)menurutwaktunyaadalahsebagaiberikut(AtepAdyaBarata&Bambang
Trihartanto,2004):
a. Selambat-lambatnya pada pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan,
pemerintah derah menyampaikan kebijakan umum APBD dengan Rencana Kerja
Daerah, sebagai landasan penyusunan RAPBD tahun anggaran berikutnya kepada
DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Kemudian dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD.
b. Pada minggu pertama bulan Oktober, pemerintah daerah mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang APBD disertai penjelasan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD. Kemudian Raperda tentang
APBD tersebut dibahas DPRD sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam
pembahasan ini, DPRD dapat mengajukan usul perubahan yang dapat
mengakibatkan perubahan-perubahan dalam jumlah penerimaan dan pengeluaran
dalam RAPBD tersebut.
c. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan, DPRD mengambil keputusan tentang Raperda APBD. Apabila DPRD
tidak menyetujui RAPBD, maka pemerintah daerah melakukan pengeluaran
maksimal sebesarpengeluaran tahun anggaran sebelumnya.
26
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Keuangan Negara adalah
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan
Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan
yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus.
DPR/DPRD dan pemerintah berperan dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran
sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 1945. Dalam hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral ditegaskan bahwa pemerintah pusat dan bank
sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Klasifikasi Anggaran dapat dibedakan menjadi empat klasifikasi, yaitu klasifikasi objek,
organik, sektor atau fungsi, dan ekonomi. Dalam menyusun Anggaran Negara perlu diketahui
Prinsip-prinsip Umum Penyusunan Anggaran Negara, antara lain: keterbukaan, periodisitas,
Pembebanan anggaran pengeluaran dan menguntungkan anggaran penerimaan, fleksibilitas,
prealabel, kecermatan, kelengkapan, komprehensif, terinci, dinamis, anggaran berimbang. Siklus
anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai saat anggaran disusun sampai dengan saat
perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Pengelolalaan APBN dilakukan dalam 5
tahap yaitu tahap perencanaan APBN, penetapan UU APBN, pelaksanaan UU APBN,
pengawasan pelaksanaan UU APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan UU APBN. Hasil
pengawasan dan pertanggungjawaban APBN digunakan sebagai pertimbangan dalam
penyusunan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Deddi Nordiawan, Iswahyudi Sondi Putra, Maulidah Rahmawati, 2007, Akuntansi
Pemerintahan, Salemba Empat Jakarta;
2. Undang Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3. Pasal 8 huruf g Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
4. Pasal 55 ayat (4) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
5. Pasal 23C UUD 1945
6. http://www.scribd.com/doc/85036104/Anggaran-Negara-Print
7. http://bambangkesit.files.wordpress.com/2011/03/05-bab-3-anggaran-negara.pdf
8. http://www.dpr.go.id/humas/Komisi.htm
9. http://ppakpjourney.blogspot.com/2010/12/fungsi-karakteristik-prinsip-dan.html
10. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/espa4524/Materi%201.swf
11. http://all-things-just-4u.blogspot.com/2011/01/pengertian-
dan-ruang-lingkup-keuangan.html#ixzz271VVomdk
12. http://ml.scribd.com/doc/33817635/Asas-Asas-Umum-Pengelolaan-Keuangan-Negara
13. http://ergiew.wordpress.com/2008/11/08/klasifikasi-anggaran-di-indonesia/
26