Post on 06-Aug-2015
SKENARIO 6
PENDAHULUAN
Di dalam struktur anatomi manusia pada umumnya juga terdapat sistem saraf. Sistem saraf
mempengaruhi sistem motorik pada manusia. Sistem motorik manusia terdiri dari dua bagian,
yaitu saraf dan otot. Kedua bagian dalam susunan sistem motorik manusia inilah yang juga
mempengaruhi fungsi-fungsi diseluruh tubuh manusia. Dan kelainan-kelainan seperti gejala
kejang, dipengaruhi oleh sistem motorik pada sistem saraf pusat manusia.
Seorang anak perempuan usia 6 tahun menderita kejang-kejang, setelah selama seminggu
panas tinggi dengan keluhan batuk pilek. Setelah dilakukan pemeriksaan Lumbal Punksi
ternyata terdapat tanda-tanda infeksi.
Pada contoh diatas kita bisa menyimpulkan permasalahannya adalah gejala kejang-kejang
yang dialami oleh anak tersebut karena adanya tanda-tanda infeksi. Penyebab gejala kejang
pada anak itu terjadi karena adanya pengaruh sistem saraf motorik pada manusia, yang
meliputi saraf dan otot. Sistem saraf motorik pada manusia yang mengalami gejala kejang-
kejang seperti anak dalam kasus, terdiri dari sistem saraf, mekanisme kontraksi otot, dan
pengaruh fungsi LCS pada sistem saraf manusia.
Sistem saraf pusat manusia mempengaruhi gerakan dan fungsi setiap bagian di seluruh tubuh
manusia. Seperti yang diketahui pada anak yang mengalami kejang-kejang karena infeksi,
tetapi gejala awalnya hanyalah batuk dan pilek. Disitu kita bisa bertanya mengapa gejalanya
hanya gejala biasa, tetapi anak perempuan itu sampai mengalami kejang-kejang.
Tidak hanya sistem motorik pada manusia. Kejang itu juga diliputi oleh kerusakan sistem
motorik, terdiri dari sistem saraf(meninges dan medula spinalis) dan otot(mekanisme
kontraksi otot) yang terjadi pada tubuh manusia. Dan tentunya fungsi liquid cerebri spinalis
yang terdapat pada sistem saraf manusia.
Dalam makalah ini dijelaskan tentang bagaimana proses terjadinya atau mekanisme kejang.
Lalu pembahasan tentang penyebab kejang yaitu, kerusakan pada meninges dan medula
spinalis, serta Liquid Cerebri Spinalis. Dan apa hubungan sistem motorik saraf dan otot
terhadap gejala kejang itu sendiri. Melalui makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui dan menjelaskan tentang mekanisme kejang, menjelaskan secara makro dan
mikro tentang meninges dan medula spinalis serta fungsi dari Liquid Cerebri Spinalis.
MEKANISME KEJANG
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas
neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serrebral yang berlebihan. Aktivitas ini dapat
bersifat parsial atau fokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum,
melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi klinis bervariasi, bergantung pada bagian otak
yang terkena.1
Penyebab kejang mencakup faktor-faktor perinatal, anoksia, malformasi otak kongenital,
faktor genetik, penyakit infeksi(ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan
metabolik, trauma. Neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif sistem
saraf. Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.1,2
Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang berulang tanpa sebab, terutama
berasal dari serebri, yang menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsi sendiri
bukan suatu penyakit.1
Kejang Parsial terbagi menjadi 2, yaitu :1,2
1. Kejang Parsial Sederhana, kesadaran tidak terganggu dan dapat meliputi satu atau
kombinasi dari :
Tanda motorik-kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian tubuh, biasanya
gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang dan tanda dapat menjadi merata.
Tanda dan gejala otomatis-muntah, berkeringa, wajah merah, dilatasi pupil.
Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus-mendengar suara musik,
merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.
Gejala-gejala fisik-deja vu(seperti siaga), ketakutan, penglihatan panoramik.
2. Kejang Parsial Kompleks;1,2
Ganguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai suatu kejang
parsial sederhana.
Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis-bibir mengecap,
mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme-tatapan terpaku.
3. Kejang Menyeluruh(Konvulsif atau Nonkonsulvif):1,2
a. Kejang lena
Gangguan kesadaran dan keresponsifan
Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang dari 15 detik
Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan mempunyai perhatian penuh
Biasanya dimulai dari antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang pada usia 18 tahun
b. Kejang mioklonik
Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan involunter
Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila patologis melibatkan
hentakan leher, bahu, lengan atas, dan tungkai secara sinkron
Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok
Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat kesadaran singkat
c. Kejang tonik-klonik(grand mal)
Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku otot ekstremitas, tubuh
dan wajah secara keseluruhan yang berakhir kurang dari satu menit, sering didahului
oleh suatu aura
Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus
Tidak ada respirasi dan sianosis
Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas atas dan bawah
Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postical
d. Kejang atonik
Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya kelopak mata, kepala
terkulai, atau orang tersebut jatuh ke tanah
Singkat dan terjadi tanpa peringatan
4. Status Epileptikus:1,2
Biasanya kejang tonik-kloni, menyeluruh yang berulang
Kesadaran antara kejang tidak didapat
Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia
Memerlukan penanganan medis darurat segera
Meskipun mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada beberapa faktor
fisiologi yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk memulai kejang, harus ada
kelompok neuron yang mampu menimbulkan ledakan discharge(rabas) yang berarti dan
sistem hambatan GABAergik. Perjalanan discharge(rabas) kejang akhirnya tergantung pada
eksitasi neurotransmitter asam amino(glutamat, aspartat) dapat memainkan peran dalam
menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu. Diketahui bahwa
kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa daerah otak ini dpat
menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis(termasuk glioma tumbuh lambat,
hematoma, gliosis, dan malformasi arteriovenosus) menyebabkan kejang. Dan bila jaringan
abnormal diambil secara bedah, kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat
ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada model ini,
stimulasi otak subkonvulsif berulang akhirnya menyebabkan konvulsi menyeluruh.
Pembangkitan dapat menyebabkan terjadinya epilepsi pada manusia pascacedera otak. Pada
manusia telah diduga bahwa aktivitas kejang berulang dari lobus temporalis abnormal dapat
menimbulkan kejang pada lobus temporalis normal kontralateral dengan pemindahan
stimulus melalui korpus kollosum. Aktivitas kejang elektrografi menyebar dalam substansia
abu-abu, menyebabkan peningkatan pada ambilan 2-deoksiglukosa pada binatang dewasa,
tetapi ada sedikit atau tidak ada aktivitas metabolik dalam substansia abu-abu bila binatang
imatur mengalami kejang. Telah diduga bahwa imaturitas fungsional substnasia abu-
abu(substansia nigra pars reticulata[SNRI]) sensitif asam gama aminobutirat(GABA)
memainkan peran pada pencegahan kejang. Agaknya bahwa saluran aliran keluar substansia
abu-abu mengatur dan memodulasi penyebaran kejang tetapi tidak menyebabkan mulainya
kejang. Penelitian tambahan mungkin akan memfokuskan pada penyebab hipereksitabilitas
neuron, mekanisme hambatan tambahan, pencairan mekanisme non-sinapsis perambatan
kejang dan kelainan reseptor GABA.3
KONTRAKSI TETANI
Tetanus didefinisikan sebagai,
Suatu penyakit yang ditandai dengan kontraksi otot tonik yang nyeri, disebabkan oleh
toksin neurotropik(tetanospasmin) clostridium tetani yang bekerja pada sistem saraf
pusat.4
Kontraksi otot yang terus-menerus yang disebabkan oleh rangkaian rangsangan saraf
berulang sedemikian cepat sehingga setiap respons oto menyatu, menimbulkan
kontraksi tetanik yang terus-menerus.4
Kontraksi tetanik : terjadi jika frekuensi stimulus meningkat melebihi batas relaksasi otot,
maka kontraksi akan bergabung menjadi kontraksi yang panjang dan kuat. Kontraksi tetanik
penting dan sering terjadi dalam gerakan otot yang biasa. Jika stimulus yang diberikan pada
otot yang mengalami keadaan tetani berlanjut akan mengakibatkan keletihan otot dan
ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi.5
Tetani ditandai oleh kontraksi terutama otot-otot distal, terutama pada tangan(spasme karpal)
dan kaki(spasme pedal). Laringospasme juga dapat terjadi. Tetani akibat meningkatnya
rangsangan pada saraf perifer. Kontraksi otot mula-mula kurang nyeri, tetapi jika bertahan
lama, dapat menyebabkan kerusakan otot dengan nyeri. Tetani berat dapat mengenai otot-otot
spinal menimbulkan opistotonus. Tetani biasanya disebabkan oleh hipokalsemia, tetapi juga
dapat terjadi dengan hipommagnesemia atau alkosis respiratorik berat. Tetani normokalsemik
idiopati, spasnofilia, terjadi dalam bentuk herediter maupun didapat. Gangguan didapat mirip
dengan sindroma Isaac(neuromiotonia), dimana rangsangan yang berlebihan pada saraf
perifer mengakibatkan kram otot dan kedutan.6
LIQUID CEREBROSPINALIS(LCS)
Cairan serebrospinalis bersih, tidak bau, dan mengelilingi ruang subaraknoid di sekitar otak
dan medulla spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak.5,7
1. Komposisi. Cairan serebrospinalis menyerupai plasma darah dan cairan interstitial,
tetapi tidak mengandung protein.5
2. Produksi. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh :5-8
a. Pleksus koroid, yaitu jaring-jaring kapilar berbentuk bunga kol yang menonjol
dari piameter ke dalam dua ventrikel otak.
b. Sekresi oleh sel-sel ependimal yang mnegitari pembuluh darah serebral dan
melapisi kanal sentral medulla spinalis.
3. Sirkulasi cairan serebrospinalis :5,8
a. Cairan bergerak dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular(Munro)
menuju ventrikel ketiga otak, tempat cairan semakin banyak karena ditambahkan
oleh pleksus koroid ventrikel ketiga.
b. Dari ventrikel ketiga, cairan mengalir melalui akuaduktus serebral(Slyvius)
menuju ventrikel keempat, tempat cairan ditambahkan kembali dari pleksus
koroid.
c. Cairan mengalir melalui tiga lubang pada langit-langit ventrikel keempat
kemudian bersikulasi melalui ruang subaraknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis.
d. Cairan kemudian direabsorpsi di vili araknoid(granulasi) ke dalam sinus vena
pada durameter dan kembali ke aliran darah tempat asal produksi cairan tersebut.
e. Reabsorpsi cairan serebrospinalis berlangsung secepat produksinya dan hanya
menyisakan sekitar 125 ml pada sirkulasi. Reabsorpsi normal berada di bawah
tekanan ringan 10mmHg sampai 20 mmHg), tetapi jika ada hambatan saat
reabsorpsi berlangsung maka cairan akan bertambah dan tekanan intrakranial akan
semakin besar.
4. Fungsi cairan serebrospinalis ialah melindungi otak dan medulla spinalis dengan
membentuk bantalan air di antara jaringan saraf yang halus dan dinding kavum tulang
yang ditempati jaringan dan dinding tersebut(jaringan lunak otak dan medulla
spinalis), mempertahankan tekanan di dalam tengkorak konstan dan membuang
sampah dan substansi beracun, serta berfungsi juga sebagai media pertukaran nutrien
dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.5,7
5. Secara klinis, cairan serebrospinalis dapat diambil untuk pemeriksaan melalui
prosedur pungsi lumbal(spinal top), yaitu jarum berongga diinsersi ke dalam ruang
sub-araknoid di antara lengkung saraf vertebra lumbal ketiga dan keempat.5
SISTEM MOTORIK
1. SARAF
A. MENINGES
Otak terdiri dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat. Otak dan
sumsum tulang belakang diselimuti meninges yang melindungi struktur saraf yang
halus itu, membawa pembuluh darah ke situ, dan dengan sekresi sejenis cairan,
yaitu cairan serebrospinalis memperkecil benturan atau goncangan. Meninges
terdiri dari tiga lapis, yaitu :5,9
1. Pia Mater : lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak,
Lapisan ini mengandung banyak pembuluh darah untuk mensuplai jaringan
saraf. Menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada otak dan sumsum
tulang belakang, dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat tadi dengan
demikian menyediakan darah untuk struktur-struktur ini.5,9
2. Arakhnoid : terletak di bagian eksternal pia mater dan mengandung sedikit
pembuluh darah, merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dari
dura mater.5,9
a. Ruang subaraknoid memisahkan lapisan araknoid dari pia mater dan
mengandung cairan serebrospinalis, pembuluh darah, serta jaringan
penghubung sepeti selaput yang mempertahankan posisi araknoid terhadap
pia mater di bawahnya.
b. Berkas kecil jaringan araknoid, vili araknoid menonjil ke dalam sinus
vena(ural) dura mater.
3. Dura mater : lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini
biasanya terus bersambungan, tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Lapisan yang padat dan keras, terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar yang
melapisi tengkorak, dan lapisan dalam yang bersatu dengan lapisan luar,
kecuali pad abagian tertentu, dimana sinus-venus terbentuk, dan di mana dura
mater membentuk bagian-bagian berikut:Falx serebri yang terletak di antara
kedua hemisfer otak. Tepi atas falx serebis membentuk sinus longitudinalis
superior atau sinus sagitalis superior yang menerima darah vena dari otak, dan
tepi bawah falx serebri membentuk sinus longitudinalis inferior atau sinus
sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar falx serebri. Tentorium
Serebeli memisahkan serebelum dari serebrum yang berada dalam ruang
subaraknoid. Dengan adanya kedua “bantalan air” ini, maka sistem persarafan
terlindung baik.5,9
a. Lapisan periosteal luar pada dura mater melekat di permukaan dalam
kranium dan berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak.
b. Lapisan meningeal dalam pad dra mater tertanam sampai ke dalam fisura
otak dan terlipat kembali ke arahnya untuk membentuk bagian-bagian
berikut :
c. I. Falks serebrum terletak dala fisura longitudinal antar hemisfer serebral.
Bagian ini melekat pada krista galli tulang etmoid.
d. Falks serebelum membentuk bagian pertengahan antar hemisfer serebelar.
e. Tentorium serebelum memisahkan serebrum dari serebelum.
f. Sela diafragma memanjang di atsa sela tursika, tulang yang membungkus
kelenjar hipofisis.
B. MEDULA SPINALIS
Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang
dari medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama disebut medulla
spinalis.5
1. Fungsi Medulla Spinalis :5
Medulla spinalis mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh.
Bagian ini mentransmisi impuls ke dan dari otak melalui traktus
asenden dan desenden.
2. Struktur umum medulla spinalis :5
a) Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun
diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya
sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
b) Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi keluar
saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai.
c) Tigapuluh satu pasang saraf spina keluar dari area urutan korda melalui
foramina intervertebral.
d) Korda berakhir di bagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua.
Saraf spinal bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah
ke bawah, disebut korda ekuina, muncul dari kolumna spinalis pada
foramina intervertebral lumbal dan sakral yang tepat.
Konus medularis(terminalis) adalah ujung kaudal korda.
Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa pia mater yang melekat
pada konus medularis sampai ke kolumna vertebra.
e) Meninges(dura mater, araknoid, dan pia mater) yang melapisi otak, juga
melapisi korda.
f) Fisura median anterior(ventral) dalam dan fisura posterior(dorsal) yang
lebih dangkal menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi
bagian kanan dan kiri.
3. Struktur internal medulla spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu
yang diselubungi substansi putih.5
a) Kanal Sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu,
bentuknya seperti huruf H.
b) Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan
mengandung badan sel, dendrit asosiasi dan neuron eferen, serta akson
tidak-termielinisasi.
Tanduk abu-abu posterior(dorsal) adalah batang vertikal atas
substansi abu-abu. Bagian ini mengandung badan sel yang
menerima sinyal melalui saraf spinal dari neuron sensorik.
Tanduk abu-abu anterior(ventral) adalah batang vertikal bawah.
Bagian ini mengandung neuron motorik yang aksonnya
mengirim impuls melalui saraf spinal ke otot dan kelenjar.
Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan
anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer.
Bagian ini mengandung badan sel neuron sistem SSO.
Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi
kiri dan kanan medulla spinalis.
4. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral. Radiks
dorsal teridir dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang memasuki korda.
Radiks ventral adalah penghubung ventral dan membawa serabut motorik dari
korda.5
a) Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk
tujuh sampai sepuluh cabang radiks(rootled).
b) Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medulla spinalis
menyatu untuk ,embentuk saraf spinal.
c) Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang
mengandung sel neuron sensorik.
5. Traktus spinal.Substansi putih korda, yang terdiri dari akson termielinisasi,
dibagi menjadi funikulus anterior, posterior, dan lateral. Dalam funikulus
terdapat fasikulus atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal,
dan tujuannya.5
I. Traktus sensorik(asenden) membawa informasi dari tubuh ke otak.
Bagian penting traktus asenden meliputi:
a) Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
1. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan dan reseptor peraba
masuk ke medulla spinalis melalui radiks dorsal(neuron I).
Akson memasuki korda, berasenden untuk bersinapsis dengan
nuklei grasilis dan kuneatus di medulla bagian bawah(neuron
II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan bersinapsis
dalam talamus lateral(neuron III). Terminasinya berada pada
area somestetik korteks serebral.
2. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai
sentuhan, tekanan, vibrasi, posisi tubuh, dan gerakan sendi dari
kulit, persendian dan tendon otot.
b) Traktus spinoserebelar ventral(anterior)
1. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik(kesadaran akan
posisi tubuh) pada otot dan tendon memasuki medulla spinalis
melalui radiks dorsal(neuron I) dan bersinapsis dalam tanduk
posterior(neuron II). Akson berasenden di sisi yang sama atau
berlawanan dan berterminasi pada koteks serebelar.
2. Fungsi. Traktus spinoserebelar ventral membawa informasi
mengenai gerakan dan posisi keseluruhan anggota gerak.
c) Traktus spinosrebelar dorsal(posterior)
1. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus spinoserebelar dorsal
memiliki awal dan akhir yang sama dengan impuls dari traktus
spinoserebelar ventral; walaupun demikian, akson pada neuron
II dalam tanduk posterior, berasenden di sisi yang sama menuju
korteks serebelar.
2. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi
mengenai propriosepsi bawah sadar(kesadaran akan posisi
tubuh, keseimbangan, dan arah gerakan).
d) Traktus spinotalamik ventral(anterior)
1. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk ke
medulla spinalis melalui radiks dorsal(neuron I) dan bersinapsis
dalam tanduk posterior di sisi yang sama(neuron II). Akson
menyilang ke sisi yang berlawanan dan berasenden untuk
bersinapsis dalam talamus(neuron III). Akson berujung dalam
area somestetik serebral.
2. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral membawa informasi
mengenai sentuhan, suhu, dan nyeri.
II. Traktus motorik(desenden) membawa impuls motorik dari otak ke
medulla spinalis dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik
yang penting meliputi :5
a) Traktus kortikospinal lateral(piramidal).
1. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks
serebral. Akson saraf berdesenden ke medula, tempat sebagian
besar serabut(85%) berdekusasi dan terus memanjang sampai ke
tanduk posterior untuk bersinapsis langsung atau melalui
interneuron dengan neuron motorik bagian bawah(neuron II)
dalam tanduk anterior. Akson berterminasi pada lempeng ujung
motorik otot rangka.
2. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls untuk
koordinasi dan ketepatan gerakan volunter.
b) Traktus kortikospinal(piramidal) ventral(anterior).
1. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel piramidal pada area
motorik korteks serebral dan berdesenden sampai ke medulla
spinalis. Di sini, akson menyilang ke sisi yang berlawanan tepat
sebelum bersinapsis, secara langsung maupun melalui
interneuron, dengan neuron II dalam tanduk anterior.
2. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama
denga traktus kortikospinal lateral; traktus terseut menghantar
impuls untuk koordinasi dan ketepatan gerakan volunter.
c) Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat
lain; misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan area
subkortikal di otak.
1. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular(neuron I)
dan berujung(neuron II) pada sisi yang sama di neuron motorik
bagian bawah dalam tanduk anterior medulla spinalis. Impuls
memberikan semacam pengaruh fasilitasi pada ekstensor
tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu pengaruh
inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot.
2. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular
lateral dalam medula(neuron I) dan bersenden pada sisi yang
sama untuk berujung(neuron II) dalam tanduk anterior medulla
spinalis. Impuls mempertahankan tonus otot dalam aktivitas
refleks.
3. Traktus vestibulospinal medial berasal dari nukleus vestribular
lateral dalam medula dan menyilang ke sisi yang berlawanan
untuk berakhir pad atanduk anterior. Traktus ini berkaitan
dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher.
4. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak
tengah. Traktus olivospinal yang berasal dari olive inferior
medula dan traktus tekstospinal yang berasal dari bagian tektum
otak tengah, juga termasuk jenis traktus ekstrapiramidal yang
berhubungan dengan postur dan tonus otot.
C. NEUROTRANSMITTER
Fakor yang sangat penting dalam tranmisi sinaptik adalah neurotransmiter yang
membawa impuls melewati sinapsis. Setiap neurotransmiter dapat beroperasi
pada lebih dari satu daerah otak.11
ASETILKOLIN
Disintesis dari asetil koenzim A(asetil KoA) dan kolin. Kerja asetilkolin diakhiri oleh
asetilkolinesterase.11
Zat transmitor yang dilepaskan oleh :10
1. Semua saraf otonom praganglion(simpatis dan parasimpatis)
2. Saraf parasimpatis pascaganglion
3. Bebrapa saraf simpatis pascaganglion(yaitu pengatur suhu, kelenjar keringat dan
serabut vasodilator otot skelet)
4. Saraf ke mudal adrenal
5. Saraf motorik somatik ke endplate otot skelet
6. Bebrapa neuron pada sistem saraf pusat
SEROTONIN
Ketidak seimbangan serotonin mungkin menyebabkan kecemasan, insomnia, dan gangguan-
gangguan suasana hati.11
NORADRENALIN(NOREPINEFRIN)
Bertindak sebagai neurotransiter dan hormon. Sama seperti epinefrin, norepinefrin
mempercepat denyut jantung dan proses-proses tubuh lainnya. Norepinefrin berfungsi dalam
belajar, ingatan, dan makan, serta tangsangan emosional umum. Ketidak seimbangan
norepinefrin menyebabkan gangguan-gangguan suasana hati dan mungkin juga gangguan-
gangguan makan.11
2. OTOT
A. MEKANISME KONTRAKSI OTOT
Pada umumnya mekanisme kontraksi otot yang meliputi inisiasi dan eksekusi kontraksi
otot berlangsung dalam tahap-tahap berurutan sebagai berikut :6
1. Potensial aksi menjalar di sepanjang suatu saraf motorik hingga ke ujungnya di
serat otot, dan saraf tersebut megeluarkan sejumlah kecil bahan neurotransmiter
asetilkolin.
2. Asetilkolin bekerja pada suatu daerah di membran otot untuk membuka saluran
bergerbang asetilkolin, yang memungkinkan ion natrium mengalir ke dalam serat
otot.
3. Potensial aksi berjalan di sepanjang membran serat otot, menyebabkan retikulum
sarkoplasma membebaskan ion kalsium yang telah tersimpan di retikulum ke dalam
miofibril.
4. Ion kalsium memicu gaya-gaya tarik antara filamen aktin dan miosin, menyebabkan
keduanya saling bergeser(sliding), ini adalah proses kontraksi.
5. Setelah sepersekian detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma, tempat ion-ion ini disimpan sampai datang potensial aksi otot,
pengeluaran ion kalsium dari miofibril ini menyebabkan kontraksi otot berhenti.
B. MEKANISME MOLEKULER KONTRAKSI OTOT
Kontraksi otot terjadi melalui mekanisme pergeseran filamen. Gaya-gaya mekanis yang
timbul oleh interaksi jembatan silang miosin dengan filamen aktin menyebabkan
filamen aktin bergeser ke dalam di antara filamen miosin. Pada keadaan istirahat, gaya-
gaya ini terhambat, tetapi jika terdapat potensial aksi merambat di membran serat otot,
retikulum sarkoplasma akan membebaskan sejumlah besar ion kalsium, yang
mengaktifkan gaya-gaya antara filamen miosin dan aktin yang kemudian memulai
kontraksi.6,7
Filamen miosin terdiri dari banyak molekul miosin. Ekor molekul miosin berkumpul
untuk membentuk badan filamen, sementara kepala miosin dan sebagian dari setiap
molekul miosin menggantung keluar ke arah samping bagian badan, membentuk lengan
yang menjulurkan kepala keluar dari badan. Kepala dan lengan yang menonjol
bersama-sama dinamai jembatan silang. Gambaran penting kepala miosin adalah bahwa
struktur ini berfungsi sebagai enzim adenosin trifosfatase(ATPase), yang
memungkinkannya memecah adenosin trifosfat(ATP) sehingga proses kontraksi dapat
berjalan.6,7
Filamen aktin terdiri dari aktin, tropomiosin, dan troponin. Masing-masing filamen
aktin memeiliki panjang sekitar 1 mikrometer. Pangkal filamen aktin melekat secara
kuat ke lempeng Z, sementara ujung-ujung lainnya menonjol dalam dua arah ke
sarkomer terdekat dan berada di antara molekul-molekul miosin.6,7
C. POTENSIAL AKSI OTOT
Manifestasi pertama datangnya potensial aksi adalah depolarisasi awal membran.
Setelah depolarisasi awal sebesar 15 mV, kecepatan depolarisasi akan meningkat. Saat
timbulnya perubahan kecepatan ini disebut ambang letup(firing level) atau kadang-
kadang disebut ambang(treshold). Setelah itu, gambaran pada osiloskop dengan cepat
mencapai dan melampaui garis isopotensial(potensial nol) sampai mencapai +35 mV.
Kemudian potensial ini berbalik dan turun dengan cepat ke tingkat istirahat. Apabila
repolarisasi hampir mencapai 70%, kecepatan repolarisasi akan menurun dan rekaman
mendekati tingkat istirahat secara lebih lambat. Kenaikan yang tajam dan penurunan
yang cepat adalah spike potential akson, dan penurunan yang lambat pada akhir proses
ini adalah depolarisasi ikutan(after-depolarization). Setelah mencapai garis istirahat
semula, grafik sedikit meningkat kearah hiperpolarisasi untuk membentuk
hiperpolarisasi ikutan(after-hyperpolarization) yang kecil tetapi memanjang.7
Hubungan potensial aksi di serat otot secara kualitatif serupa dengan yang terjadi di
serat otot rangka. Beberapa perbedaan dan persamaan kuantitatif mencakup hal sebagai
berikut :6
Potensial membran istirahat adalah sekitar -80 sampai -90 mV di serat otot
rangka, yang serupa dengan yang dijumpai di serat saraf besar bermielin.
Durasi potensial aksi adalah 1 sampai 5 milidetik di otot rangka, yang sekitar
lima kali lebih lama daripada pada saraf besar bermielin.
Kecepatan hantaran adalah 3 sampai 5 m/detik di otot rangka, yang sekitar 1/18
dari kecepatan hantaran di serat saraf besar bermielin yang mengeksitasi otot
rangka.
D. KARAKTERISTIK KONTRAKSI OTOT
1. Kontraksi Isometrik : terjadi jika otot tidak memendek sewaktu berkontraksi.
Kontraksi isometrik sejati tidak dapat dihasilkan pada tubuh yang intak karena apa
yang dinamakan komponen elastik teregang selama kontraksi menyebabkan sedikit
banyak terjadi pemendekan otot. Elemen-elemen elastik ini mencakup tendon,
ujung sarkolema serat otot, dan mungkin lengan berengsel pada jembatan-silamg
miosin.6,7
2. Kontraksi Isotonik : terjadi ketika otot memendek dan tegangan otot konstan.
Karakteristik kontraksi isotonik bergantung pada beban yang harus dilawan oleh
otot serta pada inersia beban.6,7
Kontraksi Isometrik tidak memperpendek otot karena adanya elemen elastik dan
sifat kenyal, sementara kontraksi Isotonik memperpendek otot karena sifatnya
yang melawan beban. fisio guyton dan ganong.
E. ENERGETIKA KONTRAKSI OTOT
Kontraksi otot memerlukan ATP untuk melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu :6
Sebagian besar ATP digunakan untuk mengaktifkan mekanisme walk –along
pada kontraksi otot.
Kalsium dipompa balik ke dalam retikulum sarkoplasma setelah kontraksi
berakhir.
Ion natrium dan kalium dipompa melalui membran serat otot untuk
mempertahankan lingkungan ionik bagi penjalaran potensial aksi.
Terdapat tiga sumber utama energi untuk kontraksi otot. Konsentrasi ATP di serat
otot hanya memadai untuk mempertahankan kontraksi penuh selama 1 sampai 2
detik. Setelah ATP diuraikan menjadi adenosin difosfat(ADP), ADP mengalami
resfosforilasi untuk membentuk ATP baru. Terdapat beberapa sumber energi untuk
reaksi resforforilasi ini, yaitu :6,7
Fosfokreatin : membawa suatu ikatan berenergi tinggi serupa dengan yang
terdapat pada ATP tetapi energi bebasnya lebih besar.
Penguraian Glikogen menjadi asam piruvat dan asam laktat membebaskan
energi kemudian digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP.
Metabolisme Oksidatif : terjadi ketika oksigen berikatan dnegan berbagai
bahan makanan seluler untuk membebaskan ATP.
KESIMPULAN
Kejang dipengaruhi oleh adanya kerusakan pada meninges dan medulla spinalis serta
kerusakan pada fungsi cairan serebrospinalis. Dikarenakan meninges, medulla spinalis dan
LCS memegang peranan penting dalam sistem motorik saraf manusia. Kerusakan ketiga
bagian inilah yang akhirnya mengakibatkan sistem motorik manusia yag dipengaruhi oleh
neurotransmiter dalam mekanisme kontraksi otot terhambat, sehingga terjadilah tonus otot
yang pada lama-kelamaan mengakibatkan gejala kejang-kejang.