Post on 19-Jul-2015
PELUMPUH OTOT
Adalah obat yang menghambat sistem kerja
syaraf ke otot-otot dalam tubuh.
Berdasarkan tempat hambatannya, pelumpuh
otot dibagi atas 2 golongan besar, yakni :
1. Penghambat transmisi neuromuskuler
2. Penghambat excitation-contraction coupling
PENGHAMBAT TRANSMISI NEUROMUSKULER
Obat dalam golongan ini menghambattransmisi neuromuskuler sehinggamenimbulkan kelumpuhan pada otot rangka.
Obat ini dibagi menjadi dua golongan :
1. Obat penghambat kompetitif yang menstabilkan membran.
2. Obat penghambat secara depolarisasipersisten.
Sejarah dan kimia
Awal mula ditemukannya obat pelumpuh otot berasal dari senyawakimia yang terdapat pada racun panah yang dipakai oleh sukuindian di Amerika Selatan.
Dan setelah diteliti oleh Claude Bernard pada tahun1857, kandungan senyawa didalam busur panah tersebut adalah :
1. d-Tubokurarin
2. Galamin
3. Suksinilkolin
4. Pankuronium
Golongan 1 mengandung senyawa dengan molekul-molekkulbesar , seperti d-tubokurarin, metokurin, toksiferin, β-eritroidin, galamin, alkuronium, pankuronium, vekuronium, atrakurium, dan fazadinium.
Golongan 2 mengandung senyawa suksinilikolin dandekametonium yang bentuk molekulnya ramping.
Farmakodinamik
SISTEM KERJA OBAT DIDALAM OTOT RANGKA
Golongan 1(obat penghambat kompetitif)
ACh Dilepaskan saraf motorik berinteraksi dengan reseptor nikotinik otot
dilempeng akhir syaraf pada membran otot rangka menyebabkan
depolarisasi lokal yang bila melewati ambang rangsang akan menghasilkan
Potensial aksi otot. Selanjutnya, akan menimbulkan kontraksi otot.
Golongan 2 (obat penghambat secara depolarisasi persisten)
menghambat dengan cara menimbulkan depolarisasi persisten pada
lempeng akhirsaraf (EPP persisten di atas Et) karenna obat-obat ini bekerja
sebagai agonis Ach tetapi tidak dipecah seperti halnya Ach. Jadi hambatan
ini menyerupai efek Ach dalam dosis besar sekali atau sekali pemberian
antikolinesterase. Pada mulanya EPP menghasilkan beberapa MAP
yang menyebabkan terjadinya fasikulasi otot selintas. Kemudian membran
otot mengalami akomodasi terhadap rangsangan yang persisten dari EPP
sehingga tidak lagi membentuk MAP, keadaan ini disebut blok fase I.
kejadian ini disususul dengan repolasrisasi EPP walaupun obat masih
terikat pada reseptor Nm. Keadaan desentisasi reseptor terhadap obat ini
disebut blok fase II.
SIFAT RELAKSASI OTOT RANGKA
Urutan kelumpuhan yang terjadi akibat kurare :
1. Otot rangka kecil dan bergerak cepat seperti otot ekstrinsik mata, jari
kaki dan tangan.
2. Otot-otot yang lebih besar seperti otot tangan, tungkai, leher dan
badan.
3. Otot yang terakhir mengalami lumpuh adalah diafragma.
Kematian dapat dihindarkan dengan pemberian nafas buatan sampai
otot-otot pernafasan berfungsi kembali. Penyembuhan terjadi dengan
urutan terbalik.
Suksinilkolin mempunyai perbedaan penting dengan obat pelumpuh
otot lain dalam kecepatan dan lama kerjanya, berdasarkan tabel :
Obat Mula kerja Masa kerja
Suksinilkolin IV 1 menit 4 menit
Pelumpuh obat lain IV 3 menit 20-40 menit
Keterkaitan pelumpuh otot dengan
:
Susunan Saraf Pusat
Ganglion Otonom
Saat Penglepasan Histamin
Kardiovaskuler
Susunan Saraf Pusatsemua pelumpuh otot kecuali β-eritroidin, adalah senyawa
amonium kuartener maka tidak menimbulkan efek sentral karena
tidak dapat menembus sawar darah-otak. Β-eritroidin yang
merupakan amin tersier adalah satu-satunya pelumpuh otot yang
dapat menyebabkan depresi SSP.
Ganglion Otonom
seperti nikotin, suksinikolin, atau C10 mempunyai efek bifasik
terhadap ganglion otonom, yaitu perangsangan yang diikuti dengan
penghambatan. Perangsangan ganglion parasimpatis
(mennimbulkan bradikardi) dan ganglion simpatis (menimbulkan
peningkatan tekanan darah) lebih sering terjadi pada pemberian
suksinikolin. Pada dosis yang tinggi sekali, dapat terjadi
penghambatan ganglion.
Penglepasan Histamin
d-tubokurarin dapat menimbulkan histamine wheal pada
penyuntikan intradermal, selain itu ditemukan juga efek histamin
lain seperti spasme bronkus, hipotensi, serta hipersekresi bronkus
dan kelenjar ludah. Gejala-gejala ini dapat dicegah dengan
pemberian antihistamin, sedangkan atropin tidak dapat
mencegahnya.
Kardiovaskuler
d-tubokurarin tidak menimbulkan efek langsung terhadap
jantung maupun pembuluh darah. Hipotensi timbul karena
vasodilatasi perifer akibat penglepasan histamin dan
penghambatan ganglion, dan ini terjadi pada pemberian IV yang
cepat dengan dengan dosis besar. Kehilangan tonus otot rangka
mempengaruhi alir balik vena, dan ini dapat memperburuk kolaps
kardiovaskuler.
FARMAKOKINETIK
INTERAKSI DENGAN OBAT LAIN
1. Anestetik umum
Eter, halotan, metoksifluran, isofluran, enfluran, siklopropan
dan flukroksen memperlihatkan efek stabilisasi membran
pascasinaps, maka bekerja sinergistik dengan obat-obat
penghambat kompetitif. Oleh karena itu, pada penggunaan
bersama anastetik umum tersebut diatas, dosis pelumpuh otot
kompetitif harus dikurangi. Terutama pada penggunaan bersama
eter, dosis pelumpuh otot kompetitif 1/3 – ½ kali dosis biasa.
2. Antibiotik
golongan aminoglikosida (streptomisin, gentamisin dan lain-
lain) menyebabkan hambatan neuromuskuler melalui hambatan
penglepasan Ach dari ujung saraf mototrik (karena berkompetensi
dengan ion Ca) dan juga melalui sedikit stabilisasi membran
pascasinaps. Hambatan ini dapat diantagonisasi oleh ion Ca.
golongan tetrasiklin juga menghambat transmisi
neuromuskuler, mungkin karena membentuk kelat-kelat dengan ion
Ca.
Hambatan ini juga dapat diantagonis dengan ion Ca. golongan peptida, linkimisin, dan klindamisinmemblok transmisi neuromuskuler melaluimekanisme yang belum diketahui.
Oleh karena itu, pada penderita yang sedangdiobati dengan salah satu antibiotikdiatas, pemberian pelumpuh otot harus disertaipertimbangan tentang : besarnya dosis danpenggunaan garam kalsium bila pernafasanspontan tidak segera kembali.
3. Kalsium antagonis
golongan obat ini juga meningkatkan blokneuromuskuler oleh penghambat kompetitifmaupun depolarisasi persisten.
4. Antikolinesterase
neostigmin, piridostigmin dan edefonium dapatmengantagonisasi hambatan kompetitif padasambungan saraf –otot melalui preservasi AChendogen maupun efek langsungnya. Oleh karenaitu, obat-obat tersebut dapat digunakan sebagai
INDIKASI
1. Adjuvan dalam anastesia
2. Reposisi tulang yang patah atau dislokasi
sendi
3. Mempermudah intubasi pipa endotrakel
4. Mencegah trauma pada terapi shock
dengan listrik
5. Mendeteksi rasa nyeri akibat kompresi akar
saraf.
PENGHAMBAT EXCITATION-CONTRACTION
COUPLING
DANTROLENDantrolen dapat menyebabkan kelumpuhan otot rangka
dengan cara menghambat penglepasa ion Ca dari retikulum
sarkoplasmik. Kekuatan kontraksi otot menurun paling banyak 75 –
80%.
Dalam dosis terapi, obat ini tidak mempengaruhi saraf, otot
jantung, maupun otot polos.
FARMAKOKINETIK DAN SEDIAAN
Absorbsi oral lebih dari 70%, kadar puncak dicapai setelah 1 – 4
jam. Metabolit utamanya, 5 – hidroksi dantrolen, aktif tetapi lebih
lemah dibanding dantrolen sendiri. Waktu paruh dantrolen, 6 – 9
jam, sedangkan waktu paruh 5 – hidroksi dantrolen 15,5 jam
kadarnya meningkat dengan meningkatnya dosis sampai 200mg
sehari, tetapi tidak dengan dosis 400mg sehari.
Dantrolen tersedia dalam bentuk kapsul 25,50 dan 100mg, dan
bubuk steril 20mg untuk dilarutkan menjadi 70ml larutan IV yang
mengandung 0,32 dantrolen/ml.
EFEK SAMPING
Obat ini tidak dapat diberikan kepada penderita dengan kelemahan
otot, karena dapat memperburuk keadaan tersebut.
Efek samping yang paling sering terjadi berupa kelemahan
otot, mengantuk, pusing, malaise dan diare.
Reaksi hipersensitivitas berupa kerusakan hati daan dapat
berakibat fatal, resiko terjadinya reaksi ini paling tinggi pada wanita
diatas 35 tahun.
OBAT GANGLION
Transmisi di ganglion lebih rumit dibandingkan dengan
transmisi di sambungan saraf-efector . Aksi potensial yang
primer terjadi sehubungan dengan depolarisasi membran
pascasinaps oleh asetilkolin . Aktivasi melalui jalur ( pathway
) ini terlihat sebagai potensial perangsangan pascasinaps
awal ( EPSP) depolarisasi ini terjadi cepat , terutama
disebabkan oleh arus Na+ .
Sedangkan jalur transmisi sekunder tidak sensitif terhadap
penghambatan dengan heksametonium . Potensial aksi
yang terjadi terdiri dari (1) EPSP lambat (2)EPSP akhir
yang juga lambat (3)IPSP . EPSP lambat ditimbulkan oleh
agonis muskarinik dan diblok oleh atropin.
Zat yang menstimulasi kolinoseptor di ganglion otonom dapat
dibagi 2 golongan . Golongan pertama terdiri dari nikotin dan
lobelin . Efek perangsangnya terjadi cepat , diblok oleh
heksametonium dan mirip EPSP awal . Golongan kedua adalah
muskarin , metakolin dan sebagian antikolinesterase . Efek
perangsangnya timbul lambat , diblok oleh atropin , dan mirip EPSP
lambat .
Zat penghambat ganglion juga ada 2 golongan yaitu yang
merangsang lalu menghambat ,dan yang langsung menghambat .
Nikotin merupakan prototip golongan pertama , sedangkan
heksametonium dan trimetafen termasuk golongan kedua .
OBAT YANG MERANGSANG
GANGLION Nikotin penting bukan karena kegunaanya dalam terapi
tetapi kerena terdapat dalam tembakau , bersifat toksik dan
menimbulkan ketergantungan psikis .
Nikotin merupakan alkaloid alam berbentuk cairan , tidak
berwarna , suatu basa mudah menguap ( volatile base )
dengan pKa=8,5 .zat ini berubah warna menjadi coklat dan
berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara .
Kadarnya adalah dalam tembakau antara 1-2%.
FARMAKODINAMIK
Ganglion , perubahan dalam tubuh setelah pemberian
nikotin sangat rumit dan sering tidak dapat diramalkan . Hal
ini disebabkan kerja nikotin yang sanagt luas terhadap
ganglion simpatis maupun parasimpatis . Perangsangan
ganglion terjadi dengan dosis kecil dan disebabkan oleh
depolarisasi dengan dosis yang lebih besar terjadi
penghambatan ganglion karena efek depolarisasi persisten .
Otot Rangka , perubahan yang terlihat pada otot rangka
dapat disamakan dengan apa yang terjadi pada ganglion
kerena terdapat 2 fase .
Susunan Saraf Pusat , Nikotin adalah suatu perangsang
SSP yang kuat akan menimbulkan tremor serta konvulasi
pada dosis besar .
Sistem Kardiovaskular , efek pada sistem ini merupakan
resultante dari perangsangan ganglion dan medula adrenal .
Saluran Cerna , berlainan dengan efek terhadap sistem
kardiovaskular , nikotin menyebabkan perangsangan parasimpatis
pada usus . Tonus usus dan parasitatis meninggi , kadang-kadang
menyebabkan muntah . Efek farmakodinamik ini agaknya
mendasari kebiasaan merokok .
Kelenjar Eksokrin , Salivasi yang timbul waktu merokok sebagian
diakibatkan oleh iritasi asap rokok , namun nikotin sendiri
menyebabkan perangsangan sekresi air liur dan sekret bronkus
disusul penghambatanya .
FARMAKOKINETIK
Nikotin dapat diserap dari semua tempat termasuk kulit .
Keracunan berat dilaporkan terjadi akibat absorpsi di kulit .
Absorpsi di lambung sedikit karena sifat nikotin sebagai basa
kuat . Nikotin terutama mengalami matabolisme di hati , juga
di paru dan ginjal . Nikotin yang diinhalasi , di metabolisme
dalam jumlah yang berarti di paru-paru .metabolit utamanya
ialah kotinin dan nikotin-1-N-Oksid . Nikotin di ekskresi
melalui air susu . Kadarnya dalam air susu pada perokok
dapat mencapai 0,5 mg/l
FARMAKODINAMIK
Kerja C6 dan obat-obat lain dalam golongan ini pada alat
tubuh hampir semuanya dapat diterangkan dengan
penghambatan
OBAT PENGHAMBAT
GANGLIONDalam golongan ini termasuk : heksametonium, pentolium,
tetraetilamonium, klorisondamin, mekamilamin dan
trimetafan. Berbeda penghambatan oleh nikotin dan
metakolin, efek penghambatan obat-obat tersebut tidak
didahului oleh perangsangan. Hambatan ini terjadi secara
kompetitif dengan menduduki reseptornasetilkolin.
Penglepasan asetilkolin dari ujung serat persinaps tidak di
ganggu.
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH!