Post on 06-Feb-2018
Bab V Data dan Pembahasan
V.1 Kesetimbangan Air Pada Sistem Distribusi
Kesetimbangan air pada sistem distribusi Kota Bandung dapat dilihat dari
jumlah air yang diproduksi dibandingkan dengan jumlah air yang terjual dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Kesetimbangan air perlu diketahui agar kita dapat
mengetahui berapa perkiraan kehilangan air yang terjadi di PDAM Kota Bandung.
Berikut ditampilkan perbandingan nilai kehilangan air beberapa tahun terakhir
oleh PDAM Kota Bandung pada Tabel V.1.
Tabel V.1 Perbandingan Nilai Kehilangan Air PDAM Kota Bandung Tahun
2004, 2005 dan 2006
* *
Sumber : *PDAM Kota Bandung, 2006
Dari tabel di atas dapat diprediksikan nilai kehilangan air di Kota Bandung.
Nilai kehilangan air dapat dihitung dengan rumus (1).
(1) %100Air Distribusi
anDimanfaatkAir -Air Distribusi ) % (Air Kehilangan ×=
∑∑∑
Dengan menggunakan rumus di atas didapat nilai kehilangan air di Kota
Bandung beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004 kehilangan air mencapai
49,49% lalu berkurang sampai mencapai angka 46,86% pada tahun 2005.
Puncaknya terjadi pada tahun 2006 yang mencapai angka 50,73%. Maka dari itu,
upaya pengendalian kehilangan air diperlukan untuk mengatasi nilai kehilangan
air yang makin meningkat.
V-1
Setelah nilai kehilangan air diketahui maka dapat dibuat neraca kesetimbangan
air untuk PDAM Kota Bandung tahun 2006 seperti pada Tabel V.2.
Tabel V.2 Kesetimbangan Air untuk PDAM Kota Bandung Tahun 2006
Sumber : Asumsi dan Perhitungan
Keterangan :
a didapat dari hasil penjumlahan distribusi air dari masing-masing reservoir, mata
air dan sumur bor ke daerah-daerah pelayanan PDAM Kota Bandung.
b didapat dari penjumlahan rekening air tiap kelurahan di wilayah pelayanan
PDAM Kota Bandung.
c didapat dari hasil penjualan air melalui mobil-mobil tanki.
d dan e didapat dari air-air operasional yang tidak terjual, seperti penanggulangan
kebocoran (distribusi), penggantian water meter (altek meter), bantuan sosial
melalui mobil tanki gratis, pemakaian air oleh pemadam kebakaran, taman kota
dan sebagainya. Keduanya merupakan hasil perhitungan dari PDAM Kota
Bandug, 2006.
V-2
f dan g didapat dari air yang hilang akibat dari sambungan ilegal dan kesalahan-
kesalahan administrasi dalam pembacaan meter air serta penginputan, pelaporan
dan pencetakan rekening air. Keduanya didapat dari perhitungan PDAM Kota
Bandung, 2006.
Kehilangan air yang sebesar 50,73% merupakan kehilangan air fisik dan non
fisik. Sedangkan kapasitas produksi harusnya cukup untuk melayani konsumen
dengan sistem pelayanan 24 jam dalam sehari. Dengan demikian dalam sistem
pelayanan ke daeerah distribusi debit sumber memungkinkan untuk pelayanan,
sehingga tidak ada permasalahan dengan jumlah suplai air untuk konsumen.
Untuk tabel lengkap perhitungan neraca kesetimbangan air dapat dilihat pada
Lampiran 1.
V.2 Analisis Kehilangan Air di Tiap Kelurahan
Analisis kehilangan air tiap kelurahan diperlukan untuk mengetahui kelurahan
mana yang memberikan nilai kehilangan air paling besar bagi PDAM Kota
Bandung. Analisis ini belum pernah dilakukan, bahkan oleh PDAM Kota
Bandung sendiri. Analisis ini dilakukan dengan melakukan perbandingan antara
total suplai yang diberikan kepada tiap kelurahan (berdasarkan data node loading
TA Rahmat Satria Dewangga, 2003) dengan total konsumsi tiap kelurahan.
Daerah – daerah yang dibandingkan dapat dilihat pada Gambar V.1.
Perlu diketahui, kehilangan air yang akan dicari dengan cara ini hanya
kehilangan air yang dipengaruhi oleh konsumsi resmi bermeter dan berekening
dan diasumsikan tiap kelurahan berada pada keadaan ideal, dimana tidak terjadi
intervensi aliran pada jaringan pipa distribusinya.
Untuk tahun 2006, konsumsi air bermeter berekening adalah sebesar 34039660
m3/tahun (Tabel V.2), yaitu sebesar 41,8% dari seluruh air yang didistribusikan.
Langkah – langkah menghitung nilai kehilangan air tiap kelurahan :
- Kalibrasi peta kelurahan saat ini dengan peta yang digunakan dalam model
Epanet.
- Simulasi Epanet menggunakan data tahun 2002, kemudian diprediksikan ke
tahun 2005 dan 2010. Maka dari itu, data tahun 2005 dipakai sebagai data
acuan untuk analisis selanjutnya.
V-3
- Setelah dilakukan perhitungan, terdapat perbedaan antara total suplai air
tahun 2005 dan tahun 2006. Maka, dipakailah metoda perbandingan seperti
pada rumus (2) untuk menemukan faktor konversinya.
(2) 2005Tahun Air Suplai Total2006Tahun Air Suplai Total KonversiFaktor =
Dengan total suplai air pada tahun 2006 sebesar 2358,17262 LPS (sumber :
perhitungan) dan total suplai air pada tahun 2005 sebesar 2242,93 LPS,
maka didapat faktor koversi sebesar 1,05138.
- Data suplai air tiap kelurahan tahun 2005 kemudian dikonversi dengan
faktor konversi untuk mendapatkan data suplai air tiap kelurahan tahun
2006.
V-4
Gambar V.1 Gambar Model Epanet yang Digunakan PDAM Kota
Bandung (PDAM Kota Bandung, 2006)
- Setelah itu dicari selisih antara total suplai air dengan total konsumsi tiap
kelurahan. Hasilnya akan bernilai positif atau negatif. Nilai positif
menunjukkan adanya kehilangan air dalam sistem distribusi air ke kelurahan
tersebut. Sedangkan nilai negatif menunjukkan kelurahan tersebut
mendapatkan suplai air yang kurang dari yang dibutuhkannya.
- Untuk kelurahan yang menunjukkan adanya kehilangan air, maka nilai
kehilangan airnya dapat dicari dengan rumus (3).
(3) %100Air Suplai
Air Konsumsi -Air Suplai ) % (Air Kehilangan ×=
V-5
Kelurahan yang menunjukkan adanya kehilangan air terbesar Kota Bandung
adalah Kelurahan Sukaraja dengan nilai sebesar 99,58% dan kelurahan yang
menunjukkan nilai kehilangan air terkecil adalah Kelurahan Antapani
dengan nilai 22,06%. Nilai kehilangan air yang terjadi pada tiap kelurahan
dapat dilihat pada Gambar V.2.
020406080
100120
1 3 9 6 22 21 24 25 27 37 43 38 33 32 31 29 14 11 16 10 19 47 45129 49 50 52 54 56 96 63 60 59 65 67 7010
0 76 75 72 79 81 82 84 91 89 87120
No Kelurahan
LPS
Total Suplai ( LPS ) Total Konsumsi ( LPS ) Kehilangan Air ( LPS ) Kekurangan Air ( LPS )
Selatan Utara
Gambar V.2 Grafik Nilai Kehilangan Air Tiap Kelurahan Tahun 2006
- Setelah semua kelurahan dicari nilai kehilangan air dan kekurangan airnya,
maka perlu dicari nilai kehilangan air total untuk wilayah pelayanan PDAM
Kota Bandung dengan rumus (4).
(4) %100Air Suplai Total
Air Kekurangan Total-) Konsumsi Total -Air Suplai Total ( ) % ( TotalAir Kehilangan ×=
Nilai kehilangan air total yang hanya berdasarkan konsumsi air resmi
bermeter dan berekening untuk wilayah pelayanan PDAM Kota Bandung
adalah sebesar 57,15%.
- Untuk mengetahui apakah model Epanet ini cukup relevan atau tidak
dengan kondisi yang ada sekarang, maka perlu dicari juga nilai kehilangan
air yang hanya berdasarkan konsumsi air resmi bermeter dan berekening
jika dilihat dari neraca keseimbangan air yang telah dibuat sebelumnya.
Nilai ini bisa dicari dengan rumus (5).
V-6
(5) %100SistemInput Volume
BerekeningBermeter Konsumsi - SistemInput Volume ) % (Air Kehilangan ×=
Dengan volume input sistem sebesar 81508262,04 m3/tahun dan konsumsi
bermeter berekening sebesar 34039660 m3/tahun, maka didapat nilai
kehilangan airnya sebesar 58,24%.
Setelah dibandingkan ternyata nilai kehilangan air tiap kelurahan yang
dicari dengan cara membandingkan dengan model Epanet, dinilai cukup
relevan.
Untuk diketahui, walaupun setelah dibandingkan dengan total konsumsi
bermeter berekening ternyata nilai kehilangan air tiap kelurahan yang didapat
dengan Epanet dinilai cukup relevan, akan tetapi pada kenyataan di lapangan
perhitungan dengan cara seperti ini tidak bisa langsung dijadikan rujukan untuk
semua daerah, hanya bisa digunakan untuk daerah-daerah yang pada sistem
pengalirannya tidak mengalami intervensi aliran.
Hal ini disebabkan, perhitungan di atas hanya akan menghasilkan angka yang
sesuai apabila tidak ada intervensi manual dalam pengoperasian sistem distribusi,
yang berarti semua valve yang ada di lapangan dibiarkan tertutup sebagaimana
adanya.
Tetapi, setelah melihat kenyataan di lapangan (terutama di daerah Bandung
bagian Selatan), jika pada awalnya interkoneksi antar bagian dihubungkan oleh
valve tertutup maka pada saat ini seluruh zona selatan yang merupakan gabungan
dari bagian selatan-tengah, selatan-barat dan timur yang dihubungkan oleh valve
yang terbuka penuh, sehingga bagian selatan merupakan bagian yang saling
terinterkoneksi. Dalam prakteknya, pengoperasian buka tutup katup di jaringan
pipa distribusi terkadang dilakukan untuk mengalirkan air dari daerah yang
berlebih kepada daerah lain yang kekurangan air.
Pada beberapa bagian di wilayah selatan pun walau tampaknya mempunyai
kondisi tekanan statik yang baik, tetapi dalam kenyataannya di lapangan air
minum tidak pernah bergerak sedemikian jauhnya untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Kondisi ini terjadi, dikarenakan debit suplai air untuk beberapa
daerah terlampau kecil. Hal ini berusaha diatasi dengan dilakukannya sistem
penggiliran yang terjadwal untuk masing-masing daerah. Sistem penggiliran ini
V-7
sebenarnya bisa digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui tingkat
kesalahan yang terjadi pada grafik di atas. Tetapi, hal ini pun tidak dapat
dilakukan karena penggiliran yang harusnya terjadwal pada kenyataan di lapangan
sudah tidak mengikuti jadwal. Perhitungan lengkapnya untuk tiap kelurahan dapat
dilihat pada Lampiran 2.
V.3 Pemilihan Wilayah Studi Kasus
Nilai kehilangan air yang mencapai angka 50,73% ini dapat menimbulkan
kerugian yang sangat besar bagi PDAM Kota Bandung. Maka dari itu, untuk
mengatasi hal ini diperlukan usaha pengendalian kehilangan air secepatnya.
Tetapi, karena adanya ketidakteraturan dalam sistem distribusi air bersih Kota
Bandung, maka pemilihan wilayah studi sangat diperlukan.
Wilayah studi ini nantinya akan menjadi sebuah pilot project yang akan
mewakili Bandung. Oleh sebab itu, agar wilayah studi yang terpilih nantinya
merupakan wilayah studi yang tepat guna, maka perlu ditetapkan beberapa hal
dalam pemilihan wilayah studi ini.
Kriteria pemilihan wilayah studi didasarkan pada :
a. golongan kelas pelanggan
b. pengaliran air bersih selama 24 jam
c. pendistribusian air yang relatif baik
d. efisiensi penagihan yang relatif baik
e. tingkat permasalahan pembacaan meteran relatif tinggi
V.3.1 Golongan Kelas Pelanggan
Penggolongan kelas pelanggan PDAM didasarkan pada sifat dan fungsi
bangunan, dimana sifat ini juga akan mempengaruhi pemakaian air bersih pada
bangunan tersebut. Penggolongan kelas pelanggan yang ada saat ini adalah :
a. Sosial
IA Sosial Umum
1. kran umum
2. kamar mandi, cuci dan kakus umum
3. tempat ibadah
V-8
IB Sosial Khusus
1. puskesmas
2. klinik pemerintah
3. rumah yatim piatu
4. rumah jompo
5. rumah rehabilitasi
6. badan sosial lainnya
b. Non niaga
IIA Rumah Tangga
IIA1 Rumah tangga golongan A1
Rumah susun Perumnas
IIA2 Rumah tangga golongan A2
Rumah yang terletak di jalan kecil/gang dengan lebar jalan kurang dari 2
meter.
IIA3 Rumah tangga golongan A3
Rumah yang terletak di jalan besar bukan protokol dengan lebar jalan tidak
kurang dari 2 meter dan tidak lebih dari 4 meter.
IIA4 Rumah tangga golongan A4
1. Rumah dengan lebar jalan di atas 4 meter atau jalan protokol
2. Rumah peristirahatan, villa, bungalow yang tidak dikomersilkan
3. Perumahan real estate/rumah dengan luas bangunan di atas 300 m2 atau luas
tanah di atas 500 m2.
4. Apartemen/kondominium.
IIB Instansi Pemerintah/TNI/Polri
1. Sarana instansi pemerintah/TNI/Polri baik pusat maupun daerah.
2. Sekolah milik pemerintah (SD, SMP, SMA/Kejuruan).
3. Lain-lain lembaga.
c. Niaga
IIIA Niaga Kecil
1. Warung/kios/jongko
2. Bengkel kecil/pencucian motor
3. Penjahit
V-9
4. Kegiatan usaha yang menyatu dengan rumah tangga
5. Asrama/losmen/mess milik pemerintah
6. Praktek dokter umum
7. Sekolah milik swasta (TK/Playgrup, SD, SMP, SMA/Kejuruan)
8. Perusahaan dagang/jasa kecil lainnya
IIIB Niaga Menengah/Besar
1. Toko
2. Rumah Makan
3. Hotel/Motel
4. Rumah peristirahatan, villa dan bungalow yang dikomersialkan
5. Rumah sakit, klinik dan laboratorium
6. Perguruan tinggi/tempat kursus
7. Salon kecantikan
8. Asrama/losmen/mess milik swasta
9. Rumah kos
10. Sarana olahraga
11. Showroom/bengkel besar/pencucian mobil
12. Apotik/rumah obat
13. Percetakan
14. Pergudangan
15. Stasiun radio/broadcasting swasta
16. Bioskop/tempat hiburan
17. Mall/supermarket
18. Kamar pendingin/pabrik es
19. Bank/asuransi
20. Biro iklan/biro perjalanan
21. Praktek dokter spesialis/kantor pengacara/notaris/konsultan
22. Penggilingan padi
23. Perusahaan peternakan/perikanan
24. Perusahaan dagang
25. Perusahaan angkutan
26. Badan usaha milik negara/daerah
V-10
27. Pemandian umum
28. Kamar mandi, cuci dan kakus yang dikomersilkan
29. Perusahaan dagang dan jasa menengah besar lainnya
d. Industri
IVA Industri Kecil
1. Industri rumah/home industri
2. Industri makanan/minuman
3. Industri sepatu
4. Industri garmen/konveksi
5. Industri kerajinan rumah tangga
6. Industri alat-alat rumah tangga
7. Industri keramik/genteng/bata
8. Industri Logam, seng/baja atau peleburan
9. Industri perkebunan
10. Industri kecil lainnya
IVB Industri Menengah/Besar
1. Industri menengah/besar makanan dan minuman
2. Industri menengah/besar sepatu
3. Industri menengah/besar garmen/konveksi
4. Industri menengah/besar kerajinan rumah tangga
5. Industri menengah/besar alat-alat rumah tangga
6. Industri menengah/besar keramik/genteng/batu
7. Industri menengah/besar logam, seng/baja atau peleburan
8. Industri menengah/besar perkebunan
9. Industri menengah/besar lainnya
Sumber : PDAM, 2005
Perbedaan golongan kelas pelanggan ini juga akan mengakibatkan perbedaan
tarif dasar PDAM. Berikut ditampilkan perbedaan tarif dasar air minum pada
Tabel V.3.
V-11
Tabel V.3 Perbedaan Tarif Dasar Air Minum
Sosial Rumah Tangga/Non Niaga Niaga Industri M3
IA IB IIA1 IIA2 IIA3 IA4 IIB IIIA IIIB IVA IVB
0-10 560 560 560 700 875 1050 700 1050 875 1750 2100
11-20 560 560 875 1225 1400 1750 1225 1750 1400 2450 2800
21-30 560 875 1225 1750 2100 2625 1750 2625 2100 3325 3675
>30 560 1225 1750 2450 2975 3500 2450 3500 3850 4375 4725
Sumber : PDAM, 2005
Tarif air minum ditentukan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung
No.29 Tahun 2001 tentang Pengaturan Pelayanan Air Minum dan Surat
Keputusan Walikota Bandung No.1178 Tahun 2001 dan berlaku Oktober 2001.
Agar lebih dapat bersifat global dan mewakili seluruh Bandung, maka
golongan kelas pelanggan ditetapkan sebagai salah satu kriteria penetapan wilayah
studi. Kelurahan terpilih sebaiknya yang mempunyai seluruh golongan kelas
pelanggan.
Setelah dilakukan pengecekan terhadap seluruh kelurahan di Kota Bandung,
didapat lima kelurahan yang mempunyai seluruh golongan kelas pelanggan, yaitu
kelurahan Arjuna, Cicadas, Pungkur, Balonggede dan Panjunan. Berikut
ditampilkan kelurahan yang dimaksud berikut detail golongan kelas pelanggannya
pada Tabel V.4. Golongan kelas pelanggan untuk seluruh kelurahan yang dilayani
oleh PDAM Kota Bandung dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel V.4 Kelurahan yang Mempunyai Seluruh Golongan Kelas Pelanggan
Golongan Kelas Pelanggan Kelurahan 1A 1B 2A1 2A2 2A3 2A4 2B 3A 3B 4A 4B
Total
Arjuna 10 1 1 516 768 120 7 114 95 5 11 1648 Cicadas 15 1 2 1152 236 21 15 66 70 4 2 1584 Pungkur 5 2 1 398 450 76 10 84 189 4 4 1223
Balonggede 17 3 1 83 398 106 6 239 327 10 2 1192 Panjunan 4 1 1 278 85 49 3 48 69 2 1 541 Sumber : PDAM, 2007
V-12
V.3.2 Pengaliran Air Bersih Selama 24 Jam
Kelurahan-kelurahan yang mempunyai pengaliran air bersih selama 24 jam
diasumsikan merupakan kelurahan-kelurahan yang mempunyai rata-rata
pemakaian air per pelanggan tiap kelurahan lebih besar dari 20 m3. Asumsi ini
didapat setelah berdiskusi dengan pihak PDAM Kota Bandung.
Menurut PDAM Kota Bandung, dengan rata-rata pemakaian air per pelanggan
lebih besar dari 20 m3, maka kebutuhan pokok akan air bersih sudah terpenuhi.
Kebutuhan pokok yang dimaksud disini adalah untuk makan, minum dan mencuci
dengan standar kebutuhan pokok sebesar 60 L/orang/hari.
Jika kebutuhan pokok sudah terpenuhi, maka diharapkan kelurahan tersebut
sudah tidak perlu memakai pompa atau mencari sumber air tambahan yang baru
dalam sistem distribusinya. Pemilihan kelurahan yang memakai pompa atau
memakai sumber air tambahan baru dihindarkan untuk mengurangi kesulitan
dalam perhitungan pemakaian air dan penentuan penyebab kehilangan air yang
akan dilakukan berikutnya.
Perhitungan pemakaian air per pelanggan tiap kelurahan dilakukan dengan
rumus (6) berikut ini.
(6) PelangganJumlah
Kelurahan TiapAir Konsumsi Nilai Kelurahan TiapPelanggan Per Air Pemakaian =
Berikut ditampilkan rata-rata pemakaian air per pelanggan tiap kelurahan tahun
2006 pada Gambar V.3.
0
20
40
60
80
100
120
1 3 9 6 22 21 24 25 27 37 43 38 33 32 31 29 14 11 16 10 19 47 45129 49 50 52 54 56 96 63 60 59 65 67 7010
0 76 75 72 79 81 82 84 91 89 87120
No Kelurahan
Rat
a-R
ata
Pem
akai
an A
ir (m
3
20m3 <20 m3 >20m3
Utara
Selatan
Gambar V.3 Pemakaian Air Per Pelanggan Tiap Kelurahan Tahun 2006
V-13
Setelah dilakukan perhitungan, ternyata ada 55 kelurahan yang rata-rata
pemakaian airnya masih dibawah 20 m3 dan sisanya, sebanyak 41 kelurahan
sudah mempunyai rata-rata pemakaian air diatas 20 m3. Kelurahan Lebak
Siliwangi mempunyai rata-rata pemakaian air terbesar, sebesar 107,85 m3.
Kelurahan-kelurahan yang mempunyai rata-rata pemakaian air per pelanggan
relatif besar sebagian besar berada di daerah Bandung bagian Utara, hal ini
menunjukkan sistem pengaliran di daerah tersebut sudah cukup baik. Sedangkan
kelurahan-kelurahan yang mempunyai rata-rata pemakaian air relatif kecil berada
di Bandung bagian Selatan, tersebar antara Selatan-Barat, Selatan-Tengah dan
Selatan-Timur. Walaupun begitu tidak semua kelurahan yang berada di Bandung
Selatan pemakaian airnya berada di bawah 20 m3 ada sebagian kecil yang berada
di atas 20 m3. Seperti Kelurahan Pelindung Hewan, Balonggede, Batununggal,
Cijagra, Turangga, Kacapiring, Samoja, Cibangkong dan lain sebagainya.
Dengan melihat hasil perhitungan dan grafik di atas dapat diketahui bahwa
hanya 42,7% kelurahan yang mengalami pengaliran air bersih 24 jam dari total 96
kelurahan yang dilayani oleh PDAM Kota Bandung. Nilai ini masih dibawah
50%, sehingga dapat disimpulkan pada kenyataannya, PDAM Kota Bandung
belum dapat melayani seluruh daerah yang terdapat dalam wilayah pelayanannya.
Perhitungan selengkapnya untuk tiap kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 4.
V.3.3 Pendistribusian Air Relatif Baik
Efisiensi pendistribusian air tiap kelurahan ditunjukkan dengan jumlah
pelanggan PDAM pada kelurahan tersebut. Jika semakin banyak pelanggan
PDAM di kelurahan tersebut berarti para pelanggan merasa puas akan pelayanan
PDAM di kelurahannya dan menunjukkan juga bahwa sistem pendistribusian air
di kelurahan tersebut relatif baik (air mampu didistribusikan sampai pada daerah
tersebut). Karena, daerah yang tampak di peta masih merupakan wilayah
pelayanan air bersih PDAM Kota Bandung kadang pada kenyataannya di
lapangan daerah tersebut masih harus mencari sumber air baru (sumur bor, sumur
resapan dan sebagainya) atau memakai pompa karena head PDAM Kota Bandung
tidak mencapai daerah tersebut (tekanan kurang) atau malah sudah tidak dilayani
lagi oleh PDAM Kota Bandung.
V-14
Sebaliknya sedikitnya jumlah pelanggan menunjukkan ketidakpuasan
pelanggan atau memang hanya sebagian saja daerah tersebut yang masih mampu
dilayani oleh PDAM Kota Bandung. Hal ini menunjukkan pendistribusian air di
wilayah tersebut relatif kurang baik
Tingkat langganan tiap kelurahan didapat dengan cara membandingkan antara
jumlah pelanggan yang ada di tiap kelurahan dengan jumlah penduduk total di
kelurahan tersebut, seperti pada rumus (7).
(7) 100% x TotalPenduduk Jumlah
PelangganJumlah Kelurahan TiapLangganan Tingkat =
Berikut ditampilkan jumlah pelanggan tiap kelurahan tahun 2006 pada Gambar
V.4
SL (%)
0
5
10
15
20
25
30
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 91 94
No Kelurahan
SL
SL (%)
Utara Selatan
Gambar V.4 Grafik Jumlah Pelanggan Tiap Kelurahan Tahun 2006
Setelah dilakukan perhitungan, dapat diketahui bahwa Cihapit yang
mempunyai jumlah pelanggan terbesar, yaitu 1185 pelanggan atau sekitar 22,06%
dari total penduduk di kelurahan tersebut. Kelurahan yang mempunyai jumlah
pelanggan terkecil adalah Sukaraja yang mempunyai jumlah pelanggan sebanyak
41 pelanggan atau sekitar 0,71% dari total penduduk di kelurahan tersebut. Hal ini
mungkin dipengaruhi juga oleh kenyataan bahwa Sukaraja yang memberikan
kehilangan air terbesar di Kota Bandung sekitar 99,58%, sehingga hanya sedikit
V-15
penduduk disana yang menjadi pelanggan PDAM dan mampu dilayani oleh
PDAM.
Dengan melihat grafik di atas juga dapat diketahui rata-rata kelurahan yang
memberikan jumlah pelanggan terbesar adalah kelurahan yang berada di Bandung
bagian Bandung Utara. Hal ini juga mungkin dipengaruhi oleh pemakaian air rata-
rata per pelanggan di daerah tersebut yang relatif besar. Walaupun daerah
Bandung bagian Selatan mempunyai jumlah pelanggan relatif lebih sedikit
dibandingkan daerah Bandung bagian Utara, tetapi ada beberapa kelurahan yang
jumlah pelanggannya relatif cukup besar, yaitu kelurahan karang Anyar, Cibadak,
Balonggede, Pungkur, Cijagra, turangga, Paledang dan lain sebagainya.
Seperti sudah dijelaskan di analisis sebelumnya bahwa pemakaian air rata-rata
per pelanggan yang relatif besar mengindikasikan adanya pengaliran air bersih
selama 24 jam (pengaliran kontinu). Pengaliran yang kontinu mengakibatkan
kepuasan pelanggan meningkat dan juga menunjukkan kemampuan PDAM
mengalirkan air ke daerah tersebut secara baik. Sehingga jumlah pelanggan pun
akan cukup besar di daerah tersebut. Perhitungan lengkapnya untuk tiap kelurahan
dapat dilihat pada Lampiran 5.
V.3.4 Efisiensi Penagihan Relatif Baik
Efisiensi penagihan yang relatif baik dapat diketahui dengan perbandingan
Rp/m3 yang relatif besar juga. Hal ini menunjukkan suatu potensi pendukung
terhadap PDAM, dimana dengan perbandingan Rp/m3 yang relatif tinggi
menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang relatif tinggi terhadap perlunya
air bersih. Hal ini juga menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat yang relatif
tinggi di daerah tersebut.
Berikut ditampilkan perbandingan Rp/m3 tiap kelurahan tahun 2006 pada
Gambar V.5.
V-16
2000
2500
3000
3500
4000
4500
1 8 21 28 43 35 29 13 19 46 50 55 63 64 70 77 79 83 89 109
No Kelurahan
Rp/
m3 Selatan
Utara
Gambar V.5 Grafik Perbandingan Rp/m3 Tiap Kelurahan Tahun 2006
Bisa dilihat pada gambar di atas, bahwa daerah Bandung Utara yang
mempunyai rata-rata efisiensi penagihan yang cukup baik, jika dilihat dari
perbandingan Rp/m3 yang ada di daerah tersebut. Daerah Bandung Selatan
memberikan nilai yang relatif rendah untuk tingkat efisiensi penagihannya. Hal ini
menunjukkan kurangnya tingkat kesadaran masyarakat atau bisa juga dikarenakan
oleh kurangnya pelayanan PDAM pada daerah tersebut. Hal ini bisa dikaitkan
juga dengan kenyataan bahwa kelurahan-kelurahan yang berada di Bandung
Selatan merupakan kelurahan-kelurahan yang memberikan nilai kehilangan air
terbesar bagi Kota Bandung.
Walaupun begitu, bisa dilihat juga dari grafik bahwa tidak semua kelurahan di
Bandung Selatan mempunyai efisiensi penagihan yang rendah kelurahan-
kelurahan yang berada di Kecamatan Regol, seperti Balonggede, Pungkur dan
Ciateul, memberikan efisiensi penagihan cukup tinggi.
Setelah dilakukan perhitungan diketahui bahwa kelurahan yang memberikan
perbandingan Rp/m3 terbesar adalah Citarum dengan nilai 3970,09 Rp/m3 dan
kelurahan yang memberikan nilai terkecil adalah Babakan Sari dengan nilai
2235,07 Rp/m3. Perhitungan lengkapnya untuk tiap kelurahan dapat dilihat pada
Lampiran 6.
V-17
V.3.5 Tingkat Permasalahan Pembacaan Meteran Relatif Tinggi
Tingkat permasalahan pembacaan meteran banyak macam dan sebabnya.
Permasalahan pembacaan meteran inilah salah satu sebab yang cukup
berpengaruh terhadap kehilangan air di Kota Bandung.
Pada pencatatan pemakaian air pelanggan oleh PDAM, permasalahan
pembacaan meteran ini dikelompokkan menjadi kode-kode tertentu. Kode-kode
ini menunjukkan perbedaan antara masalah yang satu dengan yang lainnya.
Berikut ditampilkan masalah-masalah yang sering terjadi dalam pembacaan
meteran di lapangan berikut kode-kodenya pada Tabel V.5.
Tabel V.5 Masalah Pembacaan Meteran dan Kode-Kodenya
Masalah Kode Masalah Kode Alamat tidak ketemu 1 Stand kelebihan M
Rumah dikunci 2 Rumah kosong R Meter tidak ada 3 Stand terbalik T
Meter baru 4 Meter rusak O Meter tertimbun 5 Meter dicabut D
Meter buram 6 Stand revisi W Meter mati 7 Stand mundur F
Tidak ada air 8 Meter tidak ketemu I Loss meter 9 Rumah dibongkar K
Stand konsumen Z Air tidak dipakai H Meter tidak dicatat X Lain-lain L
Alamat jauh V Sumber : PDAM, 2006
Tingkat permasalahan meteran ini tidak dilihat pada seluruh kelurahan yang
ada di Bandung. Hal ini disebabkan oleh karena sulitnya memperoleh data
permasalahan meteran ini. Jadi, agar lebih mudah maka tingkat permasalahan
meteran hanya dilihat pada kelurahan-kelurahan yang mempunyai seluruh
golongan kelas pelanggan, yaitu Arjuna, Balonggede, Cicadas, Panjunan dan
Pungkur. Tingkat permasalahannya dapat dilihat pada Tabel V.6. Untuk
pendataan permasalahan pembacaan meteran dapat dilihat pada Lampiran 7.
V-18
Tabel V.6 Tingkat Permasalahan Meteran di Beberapa Kelurahan
Permasalahan Nama Kelurahan Total Meteran (satuan) (%)
Arjuna 1649 384 23,29 Balonggede 1187 413 34,79
Cicadas 1549 761 49,13 Panjunan 533 154 28,89 Pungkur 1226 327 26,67
Sumber : Perhitungan
Setelah semua kriteria dianalisis, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Kelurahan Balonggede yang terdapat di Kecamatan Regol dapat dijadikan pilot
project dan dianggap dapat mewakili Kota Bandung secara keseluruhan, karena
dianggap memenuhi semua kriteria yang ada.
V.4 Penentuan Jumlah Sampel
Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Jumlah
sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah sama dengan jumlah
anggota populasi itu sendiri. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi,
maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya (Sugiyono,
1999).
Berikut ini diberikan penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang
dikembangkan Isaac dan Michael, untuk tingkat kesalahan 10% pada Tabel V.7.
V-19
Tabel V.7 Penentuan Jumlah Sampel dari Populasi Tertentu dengan
Taraf Kesalahan 10%
N S N S N S 10 10 130 88 380 158 15 14 140 92 400 162 20 19 150 97 420 165 25 23 160 101 440 168 30 27 170 105 460 171 35 31 180 108 480 173 40 35 190 112 500 176 45 39 200 115 550 182 50 42 210 118 600 187 55 46 220 122 650 191 60 49 230 125 700 195 65 53 240 127 750 199 70 56 250 130 800 202 75 59 260 133 850 205 80 62 270 135 900 208 85 65 280 138 950 211 90 68 290 140 1000 213 95 71 300 143 1100 217 100 73 320 147 1200 221 110 78 340 151 ∞ 272 120 83 360 155
Sumber : Sugiyono, 1999 hal.99
Keterangan : N menunjukkan jumlah populasi
S menunjukkan jumlah sampel yang harus diambil.
Kelurahan Balonggede mempunyai jumlah pelanggan sebanyak 1192
pelanggan. Dengan jumlah masing-masing kelas adalah sebagai berikut :
a. Kelas 1A sebanyak 17 pelanggan.
b. Kelas 1B sebanyak 3 pelanggan.
c. Kelas 2A1 sebanyak 1 pelanggan.
d. Kelas 2A2 sebanyak 83 pelanggan.
e. Kelas 2A3 sebanyak 398 pelanggan.
f. Kelas 2A4 sebanyak 106 pelanggan.
g. Kelas 2B sebanyak 6 pelanggan.
V-20
h. Kelas 3A sebanyak 239 pelanggan.
i. Kelas 3B sebanyak 327 pelanggan.
j. Kelas 4A sebanyak 10 pelanggan.
k. Kelas 4B sebanyak 2 pelanggan.
Karena data ini merupakan data yang berstrata, maka sampel yang diambil juga
harus sampel yang berstrata (Sugiyono, 1999). Stratanya ditentukan menurut jenis
kelas pelanggan. Dengan demikian masing-masing sampel untuk jenis kelas
pelanggan harus proporsional sesuai dengan populasi.
Melihat pada Tabel V.7, maka dapat disimpulkan dengan total populasi sebesar
1192 pelanggan, total sampel yang harus diambil untuk Kelurahan Balonggede
adalah 218 sampel. Maka, jumlah sampel yang harus diambil tiap stratanya
mengikuti rumus (8).
(8) S x NN S total
total
stratastrata =
Setelah dilakukan perhitungan, didapat jumlah sampel untuk masing-masing
strata kelas pelanggan adalah sebagai berikut :
a. Kelas 1A sebanyak 3 sampel.
b. Kelas 1B sebanyak 1 sampel.
c. Kelas 2A1 sebanyak 1 sampel.
d. Kelas 2A2 sebanyak 15 sampel.
e. Kelas 2A3 sebanyak 73 sampel.
f. Kelas 2A4 sebanyak 19 sampel.
g. Kelas 2B sebanyak 1 sampel.
h. Kelas 3A sebanyak 44 sampel.
i. Kelas 3B sebanyak 60 sampel.
j. Kelas 4A sebanyak 2 sampel.
k. Kelas 4B sebanyak 1 sampel.
Jumlah sampel total yang harus diambil ternyata ada 220 sampel. Perbedaan 2
sampel dari sampel total hasil perhitungan awal dikarenakan metoda sampling
yang dipakai adalah metoda disproportionate stratified random sampling. Pada
V-21
metoda ini, apabila ada strata yang menghasilkan jumlah sampel nol, maka jumlah
sampelnya dianggap satu sampel saja. Hal ini dilakukan agar tetap ada sampel
yang mewakili strata tersebut.
V.5 Data Penelitian Lapangan
Setelah dilakukan penelitian ke lapangan, maka diketahui bahwa tidak
memungkinkan untuk melakukan pengambilan data 220 sampel dalam satu hari.
Sampling sebenarnya harus dilakukan dalam satu hari yang sama, karena ingin
dilihat perbedaan pemakaian air dalam satu minggu penuh antar kelas pelanggan.
Maka dari itu waktu sampling ditambah jadi 4 hari dan jumlah sampel yang
diambil pada akhirnya mencapai angka 113 sampel rumah. Setengah dari target
sampel yang ingin dicapai.
Berikut dilampirkan pemakaian pelanggan PDAM di daerah Balonggede
selama satu minggu, kemudian dikonversi ke dalam hitungan bulan dan
dibandingkan dengan hitungan PDAM Kota Bandung yang sudah ada. Semua itu
terangkum dalam Tabel V.8.
Tabel V.8 Pemakaian Air Kelurahan Balonggede Bulan Agustus Tahun
2007
Golongan 1A
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 50 250 269 19
Golongan 1B
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 0 0 20 IA 20
Golongan 2A1
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 - - - - - -
Golongan 2A2
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 15 75 8 2A3 67
2 0 0 0 0 0
3 3 15 10 5
4 17 85 17 68
5 2 10 8 2
6 2 10 0 0 10
7 4 20 22 2
Golongan 2A3
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 0 0 0 2A4 0
V-22
2 5 25 9 2A3 16
3 9 45 2 56 11
4 3 15 7 8
5 7 35 22 2A2 13
6 1 5 0 0 2A3 5
7 0 0 42 3B 42
8 3 15 12 3
9 0 0 10 10
10 3 15 17 2
11 5 25 19 6
12 3 15 0 0 15
13 3 15 4 11
14 4 20 Z 20 0
15 5 25 20 5
16 3 15 9 6
17 1 5 0 0 5
18 4 20 0 0 20
19 3 15 0 0 15
20 4 20 14 6
Golongan 2A4
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 38 190 29 3A 161
2 6 30 33 3A 3
3 4 20 60 3B 40
4 2 10 20 10
5 7 35 31 4
6 2 10 15 5
7 9 45 0 0 45
8 2 10 6 4
9 6 30 14 16
10 3 15 0 0 15
11 2 10 0 10
12 0 0 0 0 0
13 4 20 10 10
Golongan 2B
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 45 225 54 171
Golongan 3A
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 0 0 5 5
2 -312 -1560 F 2 3B 1562
3 129 645 12 633
4 6 30 35 5
5 0 0 0 0 0
6 7 35 0 0 35
7 0 0 0 0 0
8 16 80 22 58
9 11 55 54 1
10 4 20 20 0
11 1 5 6 1
V-23
12 5 25 21 4
13 3 15 11 4
14 3 15 11 4
15 3 15 17 2
16 2 10 8 2
17 2 10 10 0
18 3 15 0 15
19 1 5 0 5
20 3 15 0 15
21 1 5 6 1
22 2 10 9 1
23 13 65 35 30
24 2 10 0 10
25 6 30 30 0
26 3 15 26 11
27 2 10 2 8
Golongan 3B
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 0 0 19 19
2 - - 4 60
3 3 15 6 9
4 5 25 0 0 25
5 2 10 8 2
6 7 35
7 -3 -15 F
8 3 15 0 2A3 15
9 5 25 20 5
10 6 30 22 8
11 9 45 45
12 2 10 10
13 11 55 55
14 10 50 50
15 2 10 10
16 2 10 10
17 5 25 15 10
18 6 30 0 30
19 4 20 17 3
20 2 10 0 0 10
21 4 20 0 0 20
22 3 15 0 0 15
23 68 340 346 6
24 3 15 0 0 15
25 2 10 0 0 10
26 3 15 0 0 15
27 2 10 9 1
28 4 20 19 1
29 1 5 9 4
30 1 5 1 4
31 0 0 0 0 0
32 2 10 7 3
V-24
33 6 30 26 4
34 6 30 29 1
35 4 20 14 6
36 2 10 13 3
Golongan 4A
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 12 60 53 7
Golongan 4B
No Pemakaian (m3) Pemakaian 1 bln (m3) Keterangan Pencatatan PDAM Perbedaan Kelas Selisih
1 86 430 430
2 90 450 8 442
Sumber : Hasil Penelitian Lapangan
Setelah dilakukan sampling lapangan, ternyata banyak data-data yang sudah
tidak cocok dengan pencatatan yang ada. Seperti dapat dilihat pada golongan
kelas 2A1 ternyata sudah tidak ada lagi pelanggan yang ada di lapangan, hal ini
juga didukung dengan data kelurahan yang ada, tetapi pada pencatatan yang
dilakukan PDAM Kota Bandung, masih terdaftar ada satu pelanggan 2A1.
Di lapangan juga ditemukan cukup banyak alamat-alamat yang tidak tercatat
menjadi pelanggan PDAM, padahal pada kenyataannya bangunan tersebut masih
memakai air PDAM dan terbukti meteran air yang dipakai masih berputar.
Alamat-alamat yang tidak terdaftar ini mencapai 9 pelanggan, atau sekitar 8,2%
dari total 110 sampel pelanggan yang diambil.
Meteran bermasalah yang ditemukan di lapangan mencapai angka 50 meteran
dari total 113 sampel (dengan 3 sampel merupakan meteran hilang), atau sekitar
44,25%. Jika data ini dibandingkan dengan data meteran bermasalah yang ada di
Kelurahan Balonggede, yang menunjukkan angka masalah mencapai 34%, maka
data yang diperoleh jauh lebih besar. Hal ini berarti, data meteran bermasalah
tersebut perlu dikaji ulang dan pengambilan sampel yang hanya 110 sampel dari
total 1192 pelanggan di Kelurahan Balonggede, atau sekitar 9,23% cukup
mewakili. Untuk lebih lengkapnya, hasil data lapangan dapat dilihat pada
Lampiran 8.
Berikut ditampilkan selisih pemakaian air antara yang tercatat di lapangan
dengan data yang tercatat di PDAM pada Gambar V.6.
V-25
0102030405060708090
100110120130140150160170
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35
Rumah ke-
Selis
ih P
emak
aian
Air
(m3
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
Golongan 1A Golongan 1B Golongan 2A1 Golongan 2A2Golongan 2A3 Golongan 2A4 Golongan 2B Golongan 3BGolongan 4A Golongan 3A Golongan 4A
Gambar V.6 Grafik Selisih Pemakaian Air Sebenarnya Dengan yang
Tercatat pada Kelurahan Balonggede Juli 2006
Bisa dilihat pada grafik ada bangunan yang menunjukkan angka yang begitu
besar perbedaan selisihnya dengan catatan PDAM. Hal ini disebabkan pemakaian
bangunan tersebut yang menunjukkan hasil negatif yang bernilai sangat besar.
Hasil negatif didapatkan karena pemakaian air pada hari ke-6 lebih kecil jika
dibandingkan pada pemakaian hari ke-0. Pemakaian yang bernilai negatif dapat
ditimbulkan oleh banyak hal, misalnya karena adanya penggantian meter air dan
berubahnya posisi meter air. Posisi meter yang dibolak-balik dapat mengakibatkan
meter tidak berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi, karena pada saat sampling
dilakukan hanya ada satu pelaporan tentang penggantian meter, maka diasumsikan
pemakaian negatif ini disebabkan oleh posisi meter yang dibolak-balik.
Pemakaian air yang negatif ditemukan pada 2 pelanggan (sekitar 1,81%) dari
total 110 sampel selama sampling dilakukan. Tetapi, ketika data yang ditemukan
selama sampling dibandingkan dengan data yang tercatat di PDAM, ternyata pada
V-26
catatan PDAM tercatat hasil yang positif. Hal ini bisa mengindikasikan adanya
sistem “main tembak” selama pencatatan dilakukan oleh PDAM .
Pada pencatatan PDAM juga ditemukan adanya pencatatan 0 m3. Pencatatan
ini dapat diakibatkan karena adanya kesalahan pada saat penginputan atau pada
saat pembacaan meteran air atau dapat juga kesalahan yang terjadi dari pihak
pelanggan. Misalnya, seperti adanya penggunaan sambungan liar sehingga
mengakibatkan tidak adanya pemakaian air yang tercatat pada meteran air, adanya
kerusakan meteran yang tidak dilaporkan dan lain sebagainya. Maka dari itu perlu
adanya studi lebih lanjut, jika selama beberapa bulan ditemukan pemakaian air
yang tercatat sebesar 0 m3. Pencatatan 0 m3 ditemukan sebanyak 19,09% dari total
113 sampel pelanggan di Kelurahan Balonggede pada Bulan Agustus 2007.
Permasalahan meter yang lainnya adalah adanya meteran air yang dicabut.
Sedangkan meteran tersebut sebenarnya mengukur pemakaian air MCK umum
yang berada di wilayah Kelurahan Balonggede. Karena pemakaian air yang diukur
merupakan pemakaian air yang ditujukan untuk MCK umum, maka bisa
dibayangkan betapa besar kerugian yang diderita PDAM dari tercabutnya meteran
tersebut. Pada saat sampling dilakukan ditemukan ada 3 meteran yang meterannya
sudah ditemukan hilang/tercabut. Jika diasumsikan 3 pelanggan ini adalah hasil
temuan untuk 113 sampel rumah, berarti meteran yang dicabut mencapai angka
2,65%.
Banyak juga ditemukan meteran-meteran yang sudah tidak ada rumah
meternya, meteran buram, meteran tertimbun sampah, rumah dikunci dan ada juga
masalah stand konsumen. Stand konsumen disini maksudnya adalah, pemilik
rumah menuliskan berapa angka stand meteran dan karena keadaan rumah yang
dikunci, jadi tidak dapat dilakukan pengecekan ulang nilai meteran oleh petugas
PDAM. Rumah yang dikunci dapat mengakibatkan adanya sistem “main tembak”
yang dilakukan oleh petugas pencatat meter air PDAM. Hal ini dikarenakan
petugas tidak dapat memeriksa angka meter air yang tertera, sehingga untuk
mempermudah pekerjaannya dilakukanlah sistem “main tembak”.
Tingkat kesalahan dalam penentuan kelas pelanggan juga cukup banyak
ditemukan pada daerah sampling. Rumah-rumah dalam gang-gang yang
sebenarnya masuk dalam golongan 2A3 atau 2A2, tetapi dalam rekening air yang
V-27
mereka miliki tercatat sebagai golongan pelanggan kelas 3A. Hal ini tentu
merugikan masyarakat karena kenaikan kelas golongan juga menyebabkan adanya
kenaikan juga dalam tarif rekening air mereka. Kesalahan dalam penentuan kelas
pelanggan terdapat sebanyak 12 sampel dari 110 sampel, atau sekitar 10,91%.
Jika semua masalah-masalah meteran ini direkapitulasi, maka hasilnya akan
seperti Tabel V.9.
Selama sampling juga ditemukan adanya tingkat kecurigaan masyarakat, hal ini
dikarenakan kenaikan air yang baru saja terjadi. Masyarakat banyak yang
menganggap pemeriksaan meter air kali ini dikarenakan akan terjadinya kenaikan
air kembali.
Ketelitian meteran juga perlu dikaji ulang, perlu dilakukan kembali akurasi
meteran di wilayah studi. Tingkat ketelitian meter air dipengaruhi oleh kecepatan
aliran dan juga oleh adanya udara. Jika ditemukan adanya pipa yang bocor atau
katup yang tidak sempurna bisa dipastikan tingkat ketelitian meter air akan
menurun. Permasalahan-permasalahan meteran yang terjadi pada kelurahan
Balonggede dapat dilihat pada Lampiran 9.
Tabel V.9 Masalah-Masalah Meteran di Kelurahan Balonggede Bulan
Agustus Tahun 2007
Jumlah Masalah Meteran pelanggan (%)
Tercatat 0m3 (PDAM) 21 19,09 Rumah Dikunci 1 0,91 Stand Konsumen 1 0,91
Meter Baru 1 0,91 Meter Mundur 2 1,82
Alamat Tak Terdaftar 9 8,18 Meteran Dicabut 3 2,65
Salah Penentuan Kelas Pelanggan 12 10,91 Sumber : Analisis Lapangan
Dapat dilihat pada Tabel V.9, bahwa tingkat masalah meteran di Kelurahan
Balonggede pada bulan Agustus 2007 sebagian besar merupakan masalah dari sisi
administratif pihak PDAM, yaitu pencatatan 0 m3, alamat yang tidak terdaftar dan
V-28
adanya salah penentuan kelas pelanggan. Dari analisis ini dapat disimpulkan
upaya pengendalian kehilangan air yang paling baik untuk dilakukan di Kelurahan
Balonggede adalah peningkatan kinerja perusahaan dan karyawannya.
V-29