Post on 04-Mar-2019
NASKAH PUBLIKASI
PENINGKATAN STATUS GIZI PADA SANTRI DI PONDOK
PESANTREN MELALUI PROGRAM REVITALISASI POSKESTREN
DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH
MLANGI YOGYAKARTA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh
Derajat Sarjana Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh :
ARDIANSYAH AHMAD
20110320151
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
Peningkatan status gizi pada santri di pondokpesantren melalui program
revitalisasi poskestrenDi pondok pesantren as-salafiyahMlangi
Yogyakarta
Ahmad Ardiansyah
Pembimbing: Dr. Ns. Titih Huriah, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom
INTISARI
Status gizi adalah bentuk variabel tertentu dalam keadaan seimbang, atau
perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Salah satu upaya untuk
mendekatkan pelayanan kesehatan bagi warga pondok pesantren adalah
menumbuh kembangkan Poskestren. Tujuan umum revitalisasi Poskestren adalah
meningkatkan kembali fungsi dan kinerja poskestren agar dapat memenuhi
kebutuhan para santri di pondok pesantren seperti peningkatan perilaku hidup
bersih dan sehat, status gizi, bisa ditingkatkan dan menguragi resiko terkena
scabies. Melihat fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana
peningkatan status gizi melalui program revitalisasi poskestren di Pondok
Pesantren Assalafiyah Mlangi.
Untuk Menganalisis peningkatan status gizi pada santri di Pondok
Pesantren Assalafiyah Mlangi melalui program revitalisasi poskestren dan
membandingkan status gizi pada kelompok kontrol
Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan
Pre-post test with control groupdesign. Subyek penelitian sejumlah 72 siswa (36
siswa kelompok kontrol dan 36 siswa kelompok intervensi). Instrumen penelitian
ini menggunakan pengukuran IMT. Analisis data menggunakan wilcoxon dan uji
mann-whitney.
Hasil analisa menunjukkan pada kelompok intervensi pengukuran IMT
rata-rata sebelum intervensi 18,01 dan setelah intervensi 18,05, pada kelompok
kontrol pengukuran IMT rata-rata sebelum intervensi 20,50 dan setelah intervensi
20,36. hasil penelitian ini menunjukkan p > 0,005.
Program revitalisasi poskestren tidak dapat meningkatkan status gizi santri
dengan nilai signifikan p= 0,073.
Kata kunci: Poskestren, pesantren, revitalisasi, status gizi, santri
Improvment Nutritional Status Of Student In Islamic Boarding School
Through The Revitalization PoskestrenIn Assalafiyah Islamic Boarding
School Mlangi Yogyakarta
Ahmad Ardiansyah
Adviser: Dr. Ns. Titih Huriah, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom
Nutrition status is a particular variable in a balance or in the form of an act
of a variable nutriture. One effort to close the health service for residents
pesantren cottage is developing poskestren. The general objectives of poskestren
revitalization is to increase the back of the functions and the performance of
poskestren in order to satisfy the needs of santri in pesantren behavior as an
increase in clean and healthy living , the nutritional status , could be improved and
reduce the risk from scabies exposed to. See the above researchers interested to
know to how the enhancement the nutritional status through poskestren in
revitalization pesantren assalafiyah mlangi.
To analyze increase in the status of nutrition in santri in pesantren
assalafiyah mlangi through poskestren revitalization and comparing the nutritional
status in the control group
Design this research used quasi experiment with design test pre-post with
control groupdesign.The subject were 72 students (36 students the control group
and 36 students group intervention). This research instruments used the
measurement of BMI. Data analysis used wilcoxon and test mann-whitney.
The analysis result of showed on the intervention group measurement of
BMI average intervention 18,01 before and after the intervention 18,05, in the
control group measurement of BMI average intervention 20,50 before and after
the intervention 20,36.
Revitalization program poskestren cannot improve the nutritional status
value santri with significant p = 0,073 (p >0,005).
Keyword: Nutritional status, poskestren, pesantren, student, revitalization
Pendahuluan
Pondok Pesantren di
Indonesia mempunyai peranan yang
penting, baik untuk kemajuan
pendidikan Islam itu sendiri maupun
untuk bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Menurut catatan yang
ada, kegiatan pendidikan Agama di
Nusantara sudah ada sejak tahun
1596. Kegiatan inilah yang kemudian
dikenal dengan nama Pondok
Pesantren. Bahkan dalam catatan
Howard M. Federspiel - salah
seorang pengkaji ke-Islaman di
Indonesia, menjelang abad ke-12
pusat-pusat studi di Aceh dan
Palembang (Sumatera), di Jawa
Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah
menghasilkan tulisan-tulisan penting
dan telah menarik santri untuk
belajar1.
Jumlah Pesantren yang ada di
Yogyakarta sebanyak 242 pesantren.
242 pesantren ini terbagi menjadi
Kota Yogyakarta berjumlah 29
Pesentren, Kulon Progo berjumlah
51 Pesantren, Sleman berjumlah 67
Pesantren, Bantul berjumlah 65
Pesantren, dan Gunung Kidul
berjumlah 30 pesantren 2.
Dari jumlah pesantren yang
ada, mereka mempunyai masalah
kesehatan yang cukup banyak, salah
satunya adalah permasalahan yang
berkaitan dengan lingkungan dan
gizi. Permasalahan yang berkaitan
dengan kesehatan lingkungan
diantaranya: 1) Sampah yang
berserakan dilingkungan Pesantren.
2) Lantai Asrama jarang dipel. 3) Air
limbah tidak mengalir kedalam got
sehingga menjadi sarang nyamuk. 4)
Bak mandi jarang dikuras, saluran air
mandi tersumbat oleh sampah 5)
Kasur jarang dijemur. Permasalahan
Berkaitan dengan masalah Gizi: 1)
Mie menjadi sumber makanan
pokok. 2) kurangnya variasi menu
makanan. 3) Santri tidak sarapan
pagi. 4) Mengambil makanan yang
tidak sesuai porsinya 2.
Masalah gizi yang terjadi pada
umumnya disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain: kemiskinan,
kurangnya ketersediaan pangan,
kurang baiknya sanitasi, kurangnya
pengetahuan tentang gizi, menu
seimbang dan kesehatan (Almatsier
dan Sunita 2009).Selain itu, status
gizi juga dipengaruhi oleh faktor
langsung dan tidak langsung. Faktor
langsung meliputi konsumsi makan,
perilaku dan kesehatan. Faktor tidak
langsung meliputi: pendapatan,
lapangan kerja, pendidikan,
kemampuan sosial, kemampuan
keluarga menggunakan bahan
makanan dan ketersediaan bahan
makanan dalam keluarga 3.
Pada umumnya kondisi
kesehatan dilingkungan Pondok
Pesantren masih memerlukan
perhatian dari berbagai pihak terkait,
baik dalam aspek akses pelayanan
kesehatan, berperilaku sehat maupun
aspek kesehatan
lingkungannya4.Pemberdayaan
masyarakat di Pondok Pesantren
merupakan upaya fasilitasi agar
warga Pondok Pesantren mengenal
masalah yang dihadapi,
merencanakan dan melakukan upaya
pemecahannyadengan memanfaatkan
potensi setempat sesuai situasi,
kondisi dan kebutuhan
setempat.Wujud pemberdayaan
masyarakat dibidang kesehatan atau
lazim disebut Upaya Kesehatan
Bersumber daya Masyarakat
(UKBM) sangat beraneka ragam,
antara lain: Posyandu, Poskesdes,
Dana Sehat, Pos Obat Desa (POD),
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),
dan Pos Kesehatan Pesantren
(Poskestren) 5.
Salah satu upaya untuk
mendekatkan pelayanan kesehatan
bagi warga pondok pesantren adalah
menumbuh kembangkan Poskestren.
Poskestren merupakan bagian
integral dari UKS, dimana sasaran
UKS adalah seluruh warga sekolah
mulai dari taman kanak-kanak
hingga sekolah lanjutan menengah,
yang meliputi sekolah umum,
keguruan, Sekolah Luar Biasa
(SLB), termasuk pondok pesantren,
baik jalur sekolah maupun luar
sekolah 6.
Lingkup kegiatan oleh Poskestren
tak jauh berbeda dengan Pos obat
desa. Namun Pos ini, khusus
ditujukkan untuk santri dan
masyarakat di sekitar pesantren yang
sudah ada cukup menjamur di
lingkungan perkotaan maupun
pedesaan. Kegiatannya antara lain: 1)
Memberikan penyuluhan kesehatan;
2) mengadakan perlombaan-
perlombaan dibidang kesehatan; 3)
imunisasi; 4) penyehatan lingkungan;
5) pelayanan dasar lainnya 7.
Pada tahun 2008,Pondok
Pesantren Assalafiyah Mlangi pernah
mempunyai poskestren yang dananya
dibiayai langsung oleh kemenkes
sebesar 50 juta rupiah, namun
berjalannya waktu pondok ini sedang
dalam tahap renovasi sekolah dan
asrama sehingga bangunan
poskestren sendiri dialihkan menjadi
asrama akibatnya kegiatan
poskestren yang dulu ada sekarang
sudah tidak berjalan lagi dan bahkan
alat kesehatan yang ada pun di
poskestren juga ikut hilang.
Melihat fenomena diatas
peneliti tertarik untuk mengetahui
bagaimana peningkatan status gizi
melalui program revitalisasi
poskestren di Pondok Pesantren
Assalafiyah Mlangi.
Metode
Penelitian ini mengunakan
metode penelitian kuantitatif yaitu
melihat pengaruh program
revitalisasi poskestren terhadap
status gizi santri di pesantren As-
salafiyyah Mlangi Sleman
Yogyakarta pada Tahun 2015.
Penelitian yang dilakukan
mengunakan eksperimen semu
(quasy-experiment) dengan
rancangan pre test-post test control
group design.
Populasi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh
santri yang berada di Pondok
PesantrenAs-Salafiyyah Mlangi
Sleman Yogyakarta (Pesantren
bertipe B)dan Pondok Pesantren
sunan pandanaran (Pesantren bertipe
B).
Sampel penelitian adalah
santri yang berusia remaja putra dan
putri. besar sampel ditentukan
dengan menggunakan rumus besar
sampel penelitian eksperimen yaitu
rumus estimasi besar sampel untuk
menguji hipotesis beda 2 rerata
kelompok independen 7.
Hasil perhitungan sampel
didapatkan jumlah sampel untuk
kelompok intervensi adalah 33 orang
dan kelompok kontrol 33 orang,
untuk mengantisipasi drop out maka
setiap kelompok ditambahkan
masing masing 10% sehingga jumlah
sampel untuk masing masing
kelompok adalah 36 orang. Teknik
pengambilan sampel dilakukan
secara acak sederhana (simple
random sampling). Sampel yang
namanya terdapat dalam kotak yaitu
yang memenuhi kriteria inklusi,
ekslusi, serta drop out sebagai
berikut: 1) Kriteria inklusi yang
diterapkan pada sampel adalah santri
yang aktif, santri yang sekolah,
mengaji, tinggal dipesantren dan
yang mempunyai kondisi kesehatan
yang baik. 2) Kriteria ekslusi adalah
santri yang tidak sekolah di pesanten,
Santri yang mempunyai riwayat
penyakit kronis yang menggangu
status gizinya seperti TB. 3) kriteria
drop out adalah santri yang tidak
mengikuti secara rutin pemantauan
status gizi melalui program
revitalisasi poskestren dan sakit pada
saat kegiatan berlangsung.
Penelitian ini dilakukan di
Pondok Pesantren Assalafiyah
Mlangi dan Pondok Pesantren sunan
pandanaran yang berada di
Kabupaten Sleman. Penelitian akan
dilakukan pada Bulan Mei-Juni
2015.
Variabel pada penelitian ini
adalah revitalisasi poskestren sebagai
variabel bebas dan variabel terikat
adalah status gizi santri dengan
pengukuran IMT.
Program revitalisasi poskestren
berupa pemberian penyuluhan
kesehatan, program ini dibuat untuk
mengaktifkan kembali peran
poskestren dalam meningkatkan
status kesehatan santri yang berada
di pesantren khusunya pada
peningkatan status gizi santri dalam
hal ini peneliti akan melakukan
penyuluhan kesehatan terkait gizi
dan pengukuran IMT pada santri.
Revitalisasi Program ini akan
dilakukan selama dua bulan dengan
pembuatan program peningkatan
status gizi selama dua minggu
pertama, dan pada satu bulan lebih
dua minggu pemantauan program
status gizi santri dengan
menggunakan IMT. Pengukuran ini
akan dilakukan 3 kali pada awal di
bentuknya program, awal bulan
kedua dan satu kali lagi pengukuran
terakhir dilakukan di akhir bulan
kedua.
Status gizi adalah pengukuran
antropometri lebih khususnya pada
indeks masa tubuh (IMT) santri
dengan menggunakan WHO anthro
plus untuk anak usia 5-19 tahun.
Data yang akan dihasilkan nanti
berskala rasio dan merupakan data
kontinue. Dalam memudahkan hasil
presentasi, maka akan disajikan data
dalam kategori sebagai berikut:
underweight, normal, overweight, at-
rsik, obese I, obese II.
Data yang dikumpulkan pada
tahap ini adalah nilai IMTsebelum
dan sesudah perlakuan. Hasil
penelitian ini adalah perbandingan
respon selama dan setelah pemberian
intervensi, dimana respon yang
didapatkan berupa data kontinue.
Alat yang digunakan untuk
mengukur berat badan adalah
timbangan berat badan camrydigital
dengan kapasitas 150 kg dan
ketelitian 50 gram; menggunakan
baterai 3A sebanyak 2 buah.
Pengukuran tinggi badan pada
responden dilakukan dalam posisi
berdiri dengan menggunakan
microtoise dengan kapasitas ukur 2
meter dan ketelitian 0,1 cm. Data
hasil pengukuran status gizi remaja
kemudian diinterpretasi melalui
program WHO Anthro plus untuk
mengetahui status gizi santri. Modul
kegiatan promosi kesehatan status
gizi disusun untuk membantu
peneliti dalam memberikan
intervensi.
Data yang dikumpulkan oleh
peneliti ini didapatkan dengan cara
pengukuran secara langsung
(melakukan pretest) meliputi: 1)
Pengukuran tinggi badan dan berat
badan serta IMT pada awal
pertemuan (minggu ke-3 mei): pada
pertemuan ini peneliti melakukan
screening awal melalui pengukuran
IMT pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol, pada kelompok
intervensi sekalian pembagian modul
pada setiap sampel yang sudah
dipilih, 2) Pertemuan kedua (minggu
ke-4 mei) diberikan penyuluhan
kesehatan terkait dengan gizi: pada
pertemuan kedua ini peneliti
memberikan penyuluhan kepada
kelompok itervensi dan pengukuran
IMT, namunberebeda pada
kelompok control di sni hanya
mengukur IMT saja. 3) Pertemuan
terakhir (minggu ke-3 juni) peneliti
melakukan postest dengan cara
melakukan pengukuran IMT dan
mereview kembali materi
penyuluhan yang sudah di berikan
pada pertemuan sebelumnya:peneliti
menanyakan kepada klompok
kontrol terkait apa yang mereka
sudah dapatkan dimateri penyuluhan
pertemuan sebelumnya, kemudian
melakukan pengukuran IMT terakhir
namun pada kelompok kontrol hanya
melakukan IMT seperti biasanya
Uji validitas dan reliabilitas
dilakukan untuk timbangan berat
badan digitalcamry dan microtoise
agar menjaga validitas dan
reliabilitas. Uji validitas dan
reliabilitas di kalibrasi di Balai
Metrologi Yogyakarta.
Uji statistik yang dipakai
pada analisis ini ada 2 pengujian
yaitu, uji wilcoxon dipakai untuk
membandingkan antara keadaan
sebelumnya dan sesudah perlakukan
pada setiap kelompok intervensi dan
kelompok kontroldan uji mann-
whitney di pakai untuk
membandingkan status gizi antara
kedua kelompok. Data hasil
intervensi dan kontrol diolah dengan
menggunakan program SPSS 15.
Hasil penelitian
Analisa univariat,
Status gizi ditentukan
dengan melakukan pengukuran IMT
dengan mengunakan timbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan
yang telah ditera sebelumnya.
Hasilnya dalam pengukuran IMT
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Table 1 Distribusi frekuensi status gizi pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol (n=70)
Status gizi Kelp. intervensi ( n=34) Kelp. kontrol (n=36)
Pre tes Post tes Pre test Post test
F % F % F % F %
Underweight 22 64.7 21 61,8 12 33,3 12 33,3
Normal 9 26,5 11 32,4 19 52,8 19 52,8
Overweight 3 8,8 2 5,9 5 13,9 5 13,9
Total 34 100,0 34 100,0 36 100 36 100
Berdasarkan tabel 1 di atas,
mayoritas responden pada kelompok
intervensi status gizi yaitu
underweight pada pre test sebesar 22
orang (64,7%) dan pada post test
sebesar 21 orang (61,8%).
Sedangkan mayoritas responden
pada kelompok kontol status gizi
yaitu normal pada pre test sebesar 19
orang (52,8%) dan pada post test
sebesar 19 orang (52,8%.).
Penelitian ini dilakukan
selama 1 bulan. penelitian dilakukan
untuk menegtahui apakah program
revitalisasi poskestren dapat
meningkatkan status gizi santri
Tabel 2 Distribusi frekuensi nilai IMT pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
IMT Kelp. intervensi Kelp. kontrol
Pre Post Pre Post
Minimum 14,77 14,92 16,33 16,06
Maksimum 25,54 25,72 32,54 32,38
Mean 18,0068 18,0512 20,4978 20,3642
Std. devisiasi 2,58114 2,52563 3,61529 3,64643
Berdasarkan tabel 2 diatas,
nilai IMT pada kelompok intervensi
terdapat perubahan nilai pada setiap
kategori. Nilai minimum pre test
sebesar 14,77 pada post mengalami
peningkatan menjadi 14,92. Nilai
maksimum pre sebesar 25,54 pada
post test mengalami penigkatan
menjadi 25,72. Nilai mean pre
sebesar 18,0068 nilai ini meningkat
setelah dilakukan pos test dan
didapatkan hasilnya sebesar 18,0512.
Pada kelompok kontrol jumlah
minimum pre test 16,33 post test
mengalami penurunan menjadi
16,06. Nilai maksimum pre sebesar
32,54 pada post test menurun
menjadi 32,38. Nilai mean pre
sebesar 20,4978 nilai ini menurun
menjadi 20,3642 setelah di lakukam
post test.
Analisa bivariat, sebelum
dilakukan uji analisa bivariat, maka
dilakukan dulu uji normalitas data.
Uji normalitas data
Tabel 3 Hasil uji normalitas data
IMT Sig Statis Keterangan
Pre test intervensi 0,000 0,844 Tidak normal
Post test intervensi 0,001 0,872 Tidak normal
Pre test kontrol 0,000 0,842 Tidak normal
Post test kontrol 0,000 0,843 Tidak normal
* based on Shapiro wilk test
Berdasarkan tabel 3 di atas,
nilai uji normalitas dari setiap
kategori mempunyai nilai P > 0,05,
sehingga dapat disimpulkankan
semua data terdistribusi tidak
normal.
Nilai analisis bivariat
Table 4 Uji analisa wilcoxon IMT pada kelompok intervensi (n=34)
Status gizi Mean Z Sig.
Pre test 18,01 -0,427 0,669
Post test 18,05
Berdasarkan tabel 4 didapatkan nilai
signifikan > 0,05, sehingga dapat
disimpulkan ada perbedaan namun
dengan nilai Z (-2,323)
diinterpretasikan bahwa terjadi
penuruna status gizi.
Table 5 Uji analisa wilcoxon IMT pada kelompok kontrol (n=36)
Status gizi Mean Z Sig.
Pre test 20,50 -2,323 0,020
Post test 20,36
Berdasarkan tabel 5 didapatkan nilai
signifikan > 0,05, sehingga dapat
disimpulkan ada peningkatan status
gizi pada kelompok kontrol.
Tabel 6 Uji analisa mann whitney IMT pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
Status gizi N Mean Z Sig.
Kelompok
intervensi
34 39,99 -1,792 0,073
Kelompok
kontrol
36 31,26
Berdasarkan tabel 4.5 di atas
uji analisa mann whitney IMT pada
kelompok intervensi dengan jumlah
responden sebanyak 34 orang dan
nilai mean sebesar 39,99. Pada
kelompok kontrol mempunyai
jumlah responden sebanyal 36 orang
dengan mean sebesar 31,26. Dari
tabel di atas dapat disimpulkan
bahwa nilai Z pada kedua kelompok
bernilai sama yaitu -1,792 dan
mempunyai nilai signifikan sebesar
0,073.
Hasil analisa data dengan
mengunakan uji mann whitney dapat
disimpulkan bahwa hasil penelitian
ini tidak dapat diterima dengan nilai
signifikansi P = 0,073. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa
program revitalisasi poskestren tidak
dapat meningkatkan status gizi
santri.
Pembahasan
1) Status Gizi
Berdasarkan tabel 1 secara umum
menunjukkan bahwa temuan awal
sebanyak 22 santri pada kelompok
intervensi memiliki kategori gizi
underweight dengan presentase
sebesar 64,7% dan nilai IMT
minimum kelompok kontrol pada
tabel 4.2 sebesar 14,77%. Hal ini
dikarenakan pola konsumsi makanan
setiap harinya dua kali sehari, jadwal
olahraga hanya dilakukan seminggu
sekali, dan santri sering mengalami
skabies. Sedangkan pada kelompok
kontrol menunjukkan bahwa
sebanyak 12 orang memiliki gizi
underweight dan presentase sebesar
33,33% dengan nilai minimum pre
test 16,33%. hal ini dikarenakan pola
konsumsi makanan dilakukan 3 kali
sehari, aktifitas olahraga yang
dilakukan setiap santri diwaktu sore,
tidak adanya santri yang merokok.
beberapa faktor yang mempengaruhi
status gizi remaja diantaranya adalah
: 1) Pada anak usia sekolah banyak
mengikuti aktivitas fisik maupun
mental, seperti bermain, belajar
berolahraga. 2) Lingkungan. 3)
Pengolahan bahan makanan. 4)
Depresi dan kondisi mental. 5)
Penyakit. 6) stress8. Faktor-faktor
lain yang berperan dalam perubahan
status gizi, antara lain : jenis
kelamin, pendidikan, asupan protein,
perilaku merokok , status gizi orang
tua ( ayah dan ibu)9.
Setelah dilakukan post test pada
kelompok intervensi terdapat 21
orang memiliki kategori status gizi
underweight, 11 orang memiliki
status gizi normal, 2 orang memiliki
status gizi overweight. sedangkan
pada kelompok kontrol jumlah
katergori status gizi tidak mengalami
perubahan sebagai hasil data pada
tabel 1 hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor: 1) Pola konsumsi
makanan yang hanya dilakukan dua
kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
sedangkan pada kelompok kontrol
pola konsumsi makanan dilakukan 3
kali sahari. hal ini didukung oleh
penelitian Hermina, Mudjianto,
Luciasari Dkk (1996) menyatakan
bahwa sebagian besar pesantren
tradisonal memiliki pola konsumsi
makanan yang tidak beragam dan zat
gizi di pesantren tradisional lebih
rendah dari pada pesantren modern10
.
hal ini dikuatkan dengan tabel 2
jumlah minimum IMT 14,92 setelah
dilakukan post test. 2) Pendidikan,
sebelum dilakukan penelitian ini
pendidikan tentang penyuluhan
kesehatan jarang sekali dilakukan
oleh tim kesehatan di pesantren
sehingga setelah dilakukan
penyuluhan terutama tentang gizi
santri masih belum bisa secepatnya
mempraktekkan jenis makanan yang
dimakan dan pola hidup sehat dalam
meningkatkan status gizi
dikarenakan faktor pembiasaan santri
yang masih mengikuti pola lama dan
belum terbiasa dengan suatu
perubahan, akibatnya status gizi
santri berubah hanya sedikit dan
tidak menunjukkan hasil yang
signifikan sesuai dengan tabel 5. hal
ini dikuatkan oleh Syahrir, Thaha,
Jafar (2013) mengatakan bahwa
tidak ada hubungan secara signifikan
( P= 0,348) antara pengetahuan gizi
dengan status gizi menurut IMT/U,
sehingga disimpulkan bahwa tingkat
pengetahuan gizi yang baik belum
tentu diikuti dengan pola makan dan
konsumsi pangan yang baik. 3)
Olahraga, pada kelompok intervensi
mereka hanya melakukan olahraga
setiap hari minggu sehingga para
responden memiliki jasmani yang
tidak bugar. hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Sari
(2012) menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara
aktifitas fisik olahraga dengan status
gizi dengan nilai P= 0,00019.
Penelitian lain yang di lakukan oleh
Nurhayati (2013) mengatakan
bahwa masalah gizi dan kebugaran
jasmani, merupakan variabel yang
sangat penting bagi siswi dalam
menunjang aktivitas kegiatansehari-
hari baik di sekolah maupun di luar
sekolah11
.
2) Pengaruh revitalisasi poskestren
Berdasarkan Menkes (2013)
Tujuan diadakan poskestren pada
umumnya adalah terwujudnya
pesantren yang sehat serta memiliki
kemampuan untuk mengatasi
beberapa permasalahan kesehatan di
pondok pesantren6. Namun tujuan
tersebut belum terlaksana dengan
baik pada kelompok intervensi
maupun kelompok kontrol. hal ini
menurut Kusnawaty (2013)
dikarenakan lemahnya partisipasi
masyarakat (guru, santri dan orang-
orang disekeliling pesantren) dan
munculnya sifat ketergantungan
terhadap bantuan Depkes Pusat dan
Dinkes Kabupaten12
. Untuk itu, perlu
ada penyegaran kembali terkait
kegaiatan poskestren berupa upaya
preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif. Penelitian ini dilakukan
dengan melakukan revitalsisasi
poskestren dalam hal ini revitalisasi
poskestren dalam peningkatan status
gizi santri.
Berdasarkan tabel 6
menunjukkan bahwa program
revitalisai poskestren yang
dilakukankan tidak dapat
meningkatkan status gizi santri, hal
ini dikarenakan oleh 3 faktor : 1)
Santri, santri yang menjadi
responden belum semuanya
mengaplikasikan materi penyuluhan
sehingga ketika dilakukan post tes
hanya beberapa orang yang
mengalami perubahan. 2)
Penyuluhan, pada umumnya
penyuluhan terkait dengan gizi
dipahami oleh para santri namun
sebagian mereka tidak menerapkan
apa yang mereka dapat saat
penyuluhan. Sehingganya
pengetahuan mereka bertambah
namun tidak bersamaan dengan
perubahan status gizi hal ini
dikuatkan oleh widhayati (2009)
pendidikan gizi secara kelompok
atau individu tidak menunjukkan
perbedaan penurunan yang
bermakna, baik pada konsumsi
energy dan persentil IMT. Pada saat
penyuluhan peneliti diberikan waktu
malam hari untuk melakukan
penelitian termaksud memberikan
penyuluhan, di karenakan waktu
santri hanya tersedia malam hari,
sehingga ketika menerima
penyuluhan mereka merasa lelah
akibatnya materi yang diterima tidak
semuanya dapat dipahami santri. 3)
Waktu, waktu untuk melaksanakan
revitaliasasi poskestren secara umum
perlu waktu yang lama tidak hanya
sebulan, tergantung dengan program
poskestren yang akan dilaksanakan
dan ditargetkan. Terkait dengan
peningkatan status gizi melalui
program revitalisai poskestren, tidak
cukup dilakukan dalam waktu 1
bulan perlu waktu sekitar 2 sampai 3
bulan untuk menentukannya apakah
peningkatan status gizi berhasil atau
tidak, dan harus didukung oleh
semua pihak yang berada dalam
lingkup pesantren dalam hal ini
adalah masyrakat pesantren13
.
Kesimpulan
Hasil penelitian tentang
peningkatan status gizi melalui
program revitalisasi poskestren
melalui program revitalisasi
poskestren, penelitian mengambil
beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Tidak adanya peningkatan status
gizi melalui program revitalisasi
poskestren sebelum dan sesudah
dilakukan penelitian dengan nilai
signifikan P = 0,669 pada
kelompok intervensi.
2. Adanya perbedaan namun dengan
nilai Z (-2,323) diinterprestasikan
bahwa terjadi penurunan status
gizi dengan nilai signifikan P=
0,020
3. Program revitalisasi poskestren
tidak dapat meningkatkan status
gizi santri dengan nilai
signifikan p= 0,073.
Saran
Hasil penelitian ini menjadi
referensi atau informasi baru tentang
peningkatan status gizi melalui
program revitalisasi poskestren,
masih menjadi peluang besar untuk
melakukan penelitian terkait kegiatan
poskestren, dan diharapkan kegiatan
ini bisa dikembangkan dengan
jangka waktu yang lebih lama.
Daftar Pustaka
1. Kementrian Agama Republik
Indonesia (2012). Analisis dan
interpretasi data pada pondok
pesantren,madrasa diniya) madin,
Taman Pendidikan Qur’an
(TPQ). Jakarta:Kemenag.
Diakses dari
pendis.kemenag.go.id/file/dokum
en/pontrenanalisis.pdf pada
tanggal 2 November 2014
2. Kementrian Agama Yogyakarta
(2014). Data pondok pesantren
2014. Yogyakarta: Kemenag
Yogyakarta
3. Fahmi (2011). Hubungan antara
pola konsumsi dan aktifitas
dengan status gizi remaja putradi
pondok pesantren wahid hasyim
yogyakarta. Skripsi strata satu
universitas gadjahMada
4. Efendi, F & Makhfudli.
(2009).Keperawatan Kesehatan
Komunitas : Teori dan Praktek
dalam Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
5. Menkes (2013). Pedoman
penyelenggaraan dan pembinaan
pos kesehatan pesantren.
Jakarta:Menkes
6. Departemen Keshatan Republik
Indonesia (2007) . Kurikulum &
modul pelatihan pos kesehatan
pesantren (POSKESTREN).
Jakarta: Depkes RI.
7. Maryani (2014). Ilmu
keperawatan komunitas.
Bandung: Yrama Widya
8. Hasdianah, Siyoto, Peristyowati
(2014). Gizi, Pemanfaatan Gizi,
Diet, danObesitas. Yogyakarta:
Nuha Medika
9. Sari (2012). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan status gizi
remaja usia 12-15 tahun di
Indonesia tahun 2007. Skripsi
Universitas Indonesia
10. Herminu, Mudjianto, Luciasari
Dkk (1996). Pola konsumsi
makanan santri di lima pesantren
di Kabupaten clamls dan
jombang. Bogor: Depkes. di
akses dari
http://ejournal.litbang.depkes.go.i
d/index.php/pgm/article/view/22
94/2386pada tanggal 7 juli 2015
11. Nurhayati (2013). Hubungan
Antara Status Gizi Dengan
Tingkat Kebugaran Jasmani
Padasiswi Smk Negeri 1
Surabaya Kelas X Tahun Ajaran
2012-2013. Jurnal Universitas
Negeri Surabaya.
12. Kusnawaty
(2013).Pemberdayaan
Masyarakat Pondok Pesantren
Melalui PosKesehatan Pesantren
Di Kabupaten Tulungagung.
Thesis Universitas Gadjah Mada.
13. Widhayati (2009). Efek
pendidikan gizi terhadap
perubahan Konsumsi energi dan
indeks massa tubuh Pada remaja
kelebihan berat badan (studi
kasus di sekolah menengah
pertama dominico savio
Semarang). Thesis Universitas
Diponegoro.