NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN STATUS GIZI PADA …thesis.umy.ac.id/datapublik/t53584.pdf ·...

18
NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN STATUS GIZI PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN MELALUI PROGRAM REVITALISASI POSKESTREN DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH MLANGI YOGYAKARTA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Disusun Oleh : ARDIANSYAH AHMAD 20110320151 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015

Transcript of NASKAH PUBLIKASI PENINGKATAN STATUS GIZI PADA …thesis.umy.ac.id/datapublik/t53584.pdf ·...

NASKAH PUBLIKASI

PENINGKATAN STATUS GIZI PADA SANTRI DI PONDOK

PESANTREN MELALUI PROGRAM REVITALISASI POSKESTREN

DI PONDOK PESANTREN ASSALAFIYAH

MLANGI YOGYAKARTA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjana Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

ARDIANSYAH AHMAD

20110320151

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Peningkatan status gizi pada santri di pondokpesantren melalui program

revitalisasi poskestrenDi pondok pesantren as-salafiyahMlangi

Yogyakarta

Ahmad Ardiansyah

Pembimbing: Dr. Ns. Titih Huriah, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom

INTISARI

Status gizi adalah bentuk variabel tertentu dalam keadaan seimbang, atau

perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu. Salah satu upaya untuk

mendekatkan pelayanan kesehatan bagi warga pondok pesantren adalah

menumbuh kembangkan Poskestren. Tujuan umum revitalisasi Poskestren adalah

meningkatkan kembali fungsi dan kinerja poskestren agar dapat memenuhi

kebutuhan para santri di pondok pesantren seperti peningkatan perilaku hidup

bersih dan sehat, status gizi, bisa ditingkatkan dan menguragi resiko terkena

scabies. Melihat fenomena di atas peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana

peningkatan status gizi melalui program revitalisasi poskestren di Pondok

Pesantren Assalafiyah Mlangi.

Untuk Menganalisis peningkatan status gizi pada santri di Pondok

Pesantren Assalafiyah Mlangi melalui program revitalisasi poskestren dan

membandingkan status gizi pada kelompok kontrol

Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan

Pre-post test with control groupdesign. Subyek penelitian sejumlah 72 siswa (36

siswa kelompok kontrol dan 36 siswa kelompok intervensi). Instrumen penelitian

ini menggunakan pengukuran IMT. Analisis data menggunakan wilcoxon dan uji

mann-whitney.

Hasil analisa menunjukkan pada kelompok intervensi pengukuran IMT

rata-rata sebelum intervensi 18,01 dan setelah intervensi 18,05, pada kelompok

kontrol pengukuran IMT rata-rata sebelum intervensi 20,50 dan setelah intervensi

20,36. hasil penelitian ini menunjukkan p > 0,005.

Program revitalisasi poskestren tidak dapat meningkatkan status gizi santri

dengan nilai signifikan p= 0,073.

Kata kunci: Poskestren, pesantren, revitalisasi, status gizi, santri

Improvment Nutritional Status Of Student In Islamic Boarding School

Through The Revitalization PoskestrenIn Assalafiyah Islamic Boarding

School Mlangi Yogyakarta

Ahmad Ardiansyah

Adviser: Dr. Ns. Titih Huriah, S.Kep.,M.Kep.,Sp.Kep.Kom

Nutrition status is a particular variable in a balance or in the form of an act

of a variable nutriture. One effort to close the health service for residents

pesantren cottage is developing poskestren. The general objectives of poskestren

revitalization is to increase the back of the functions and the performance of

poskestren in order to satisfy the needs of santri in pesantren behavior as an

increase in clean and healthy living , the nutritional status , could be improved and

reduce the risk from scabies exposed to. See the above researchers interested to

know to how the enhancement the nutritional status through poskestren in

revitalization pesantren assalafiyah mlangi.

To analyze increase in the status of nutrition in santri in pesantren

assalafiyah mlangi through poskestren revitalization and comparing the nutritional

status in the control group

Design this research used quasi experiment with design test pre-post with

control groupdesign.The subject were 72 students (36 students the control group

and 36 students group intervention). This research instruments used the

measurement of BMI. Data analysis used wilcoxon and test mann-whitney.

The analysis result of showed on the intervention group measurement of

BMI average intervention 18,01 before and after the intervention 18,05, in the

control group measurement of BMI average intervention 20,50 before and after

the intervention 20,36.

Revitalization program poskestren cannot improve the nutritional status

value santri with significant p = 0,073 (p >0,005).

Keyword: Nutritional status, poskestren, pesantren, student, revitalization

Pendahuluan

Pondok Pesantren di

Indonesia mempunyai peranan yang

penting, baik untuk kemajuan

pendidikan Islam itu sendiri maupun

untuk bangsa Indonesia secara

keseluruhan. Menurut catatan yang

ada, kegiatan pendidikan Agama di

Nusantara sudah ada sejak tahun

1596. Kegiatan inilah yang kemudian

dikenal dengan nama Pondok

Pesantren. Bahkan dalam catatan

Howard M. Federspiel - salah

seorang pengkaji ke-Islaman di

Indonesia, menjelang abad ke-12

pusat-pusat studi di Aceh dan

Palembang (Sumatera), di Jawa

Timur dan di Gowa (Sulawesi) telah

menghasilkan tulisan-tulisan penting

dan telah menarik santri untuk

belajar1.

Jumlah Pesantren yang ada di

Yogyakarta sebanyak 242 pesantren.

242 pesantren ini terbagi menjadi

Kota Yogyakarta berjumlah 29

Pesentren, Kulon Progo berjumlah

51 Pesantren, Sleman berjumlah 67

Pesantren, Bantul berjumlah 65

Pesantren, dan Gunung Kidul

berjumlah 30 pesantren 2.

Dari jumlah pesantren yang

ada, mereka mempunyai masalah

kesehatan yang cukup banyak, salah

satunya adalah permasalahan yang

berkaitan dengan lingkungan dan

gizi. Permasalahan yang berkaitan

dengan kesehatan lingkungan

diantaranya: 1) Sampah yang

berserakan dilingkungan Pesantren.

2) Lantai Asrama jarang dipel. 3) Air

limbah tidak mengalir kedalam got

sehingga menjadi sarang nyamuk. 4)

Bak mandi jarang dikuras, saluran air

mandi tersumbat oleh sampah 5)

Kasur jarang dijemur. Permasalahan

Berkaitan dengan masalah Gizi: 1)

Mie menjadi sumber makanan

pokok. 2) kurangnya variasi menu

makanan. 3) Santri tidak sarapan

pagi. 4) Mengambil makanan yang

tidak sesuai porsinya 2.

Masalah gizi yang terjadi pada

umumnya disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain: kemiskinan,

kurangnya ketersediaan pangan,

kurang baiknya sanitasi, kurangnya

pengetahuan tentang gizi, menu

seimbang dan kesehatan (Almatsier

dan Sunita 2009).Selain itu, status

gizi juga dipengaruhi oleh faktor

langsung dan tidak langsung. Faktor

langsung meliputi konsumsi makan,

perilaku dan kesehatan. Faktor tidak

langsung meliputi: pendapatan,

lapangan kerja, pendidikan,

kemampuan sosial, kemampuan

keluarga menggunakan bahan

makanan dan ketersediaan bahan

makanan dalam keluarga 3.

Pada umumnya kondisi

kesehatan dilingkungan Pondok

Pesantren masih memerlukan

perhatian dari berbagai pihak terkait,

baik dalam aspek akses pelayanan

kesehatan, berperilaku sehat maupun

aspek kesehatan

lingkungannya4.Pemberdayaan

masyarakat di Pondok Pesantren

merupakan upaya fasilitasi agar

warga Pondok Pesantren mengenal

masalah yang dihadapi,

merencanakan dan melakukan upaya

pemecahannyadengan memanfaatkan

potensi setempat sesuai situasi,

kondisi dan kebutuhan

setempat.Wujud pemberdayaan

masyarakat dibidang kesehatan atau

lazim disebut Upaya Kesehatan

Bersumber daya Masyarakat

(UKBM) sangat beraneka ragam,

antara lain: Posyandu, Poskesdes,

Dana Sehat, Pos Obat Desa (POD),

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS),

dan Pos Kesehatan Pesantren

(Poskestren) 5.

Salah satu upaya untuk

mendekatkan pelayanan kesehatan

bagi warga pondok pesantren adalah

menumbuh kembangkan Poskestren.

Poskestren merupakan bagian

integral dari UKS, dimana sasaran

UKS adalah seluruh warga sekolah

mulai dari taman kanak-kanak

hingga sekolah lanjutan menengah,

yang meliputi sekolah umum,

keguruan, Sekolah Luar Biasa

(SLB), termasuk pondok pesantren,

baik jalur sekolah maupun luar

sekolah 6.

Lingkup kegiatan oleh Poskestren

tak jauh berbeda dengan Pos obat

desa. Namun Pos ini, khusus

ditujukkan untuk santri dan

masyarakat di sekitar pesantren yang

sudah ada cukup menjamur di

lingkungan perkotaan maupun

pedesaan. Kegiatannya antara lain: 1)

Memberikan penyuluhan kesehatan;

2) mengadakan perlombaan-

perlombaan dibidang kesehatan; 3)

imunisasi; 4) penyehatan lingkungan;

5) pelayanan dasar lainnya 7.

Pada tahun 2008,Pondok

Pesantren Assalafiyah Mlangi pernah

mempunyai poskestren yang dananya

dibiayai langsung oleh kemenkes

sebesar 50 juta rupiah, namun

berjalannya waktu pondok ini sedang

dalam tahap renovasi sekolah dan

asrama sehingga bangunan

poskestren sendiri dialihkan menjadi

asrama akibatnya kegiatan

poskestren yang dulu ada sekarang

sudah tidak berjalan lagi dan bahkan

alat kesehatan yang ada pun di

poskestren juga ikut hilang.

Melihat fenomena diatas

peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimana peningkatan status gizi

melalui program revitalisasi

poskestren di Pondok Pesantren

Assalafiyah Mlangi.

Metode

Penelitian ini mengunakan

metode penelitian kuantitatif yaitu

melihat pengaruh program

revitalisasi poskestren terhadap

status gizi santri di pesantren As-

salafiyyah Mlangi Sleman

Yogyakarta pada Tahun 2015.

Penelitian yang dilakukan

mengunakan eksperimen semu

(quasy-experiment) dengan

rancangan pre test-post test control

group design.

Populasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah seluruh

santri yang berada di Pondok

PesantrenAs-Salafiyyah Mlangi

Sleman Yogyakarta (Pesantren

bertipe B)dan Pondok Pesantren

sunan pandanaran (Pesantren bertipe

B).

Sampel penelitian adalah

santri yang berusia remaja putra dan

putri. besar sampel ditentukan

dengan menggunakan rumus besar

sampel penelitian eksperimen yaitu

rumus estimasi besar sampel untuk

menguji hipotesis beda 2 rerata

kelompok independen 7.

Hasil perhitungan sampel

didapatkan jumlah sampel untuk

kelompok intervensi adalah 33 orang

dan kelompok kontrol 33 orang,

untuk mengantisipasi drop out maka

setiap kelompok ditambahkan

masing masing 10% sehingga jumlah

sampel untuk masing masing

kelompok adalah 36 orang. Teknik

pengambilan sampel dilakukan

secara acak sederhana (simple

random sampling). Sampel yang

namanya terdapat dalam kotak yaitu

yang memenuhi kriteria inklusi,

ekslusi, serta drop out sebagai

berikut: 1) Kriteria inklusi yang

diterapkan pada sampel adalah santri

yang aktif, santri yang sekolah,

mengaji, tinggal dipesantren dan

yang mempunyai kondisi kesehatan

yang baik. 2) Kriteria ekslusi adalah

santri yang tidak sekolah di pesanten,

Santri yang mempunyai riwayat

penyakit kronis yang menggangu

status gizinya seperti TB. 3) kriteria

drop out adalah santri yang tidak

mengikuti secara rutin pemantauan

status gizi melalui program

revitalisasi poskestren dan sakit pada

saat kegiatan berlangsung.

Penelitian ini dilakukan di

Pondok Pesantren Assalafiyah

Mlangi dan Pondok Pesantren sunan

pandanaran yang berada di

Kabupaten Sleman. Penelitian akan

dilakukan pada Bulan Mei-Juni

2015.

Variabel pada penelitian ini

adalah revitalisasi poskestren sebagai

variabel bebas dan variabel terikat

adalah status gizi santri dengan

pengukuran IMT.

Program revitalisasi poskestren

berupa pemberian penyuluhan

kesehatan, program ini dibuat untuk

mengaktifkan kembali peran

poskestren dalam meningkatkan

status kesehatan santri yang berada

di pesantren khusunya pada

peningkatan status gizi santri dalam

hal ini peneliti akan melakukan

penyuluhan kesehatan terkait gizi

dan pengukuran IMT pada santri.

Revitalisasi Program ini akan

dilakukan selama dua bulan dengan

pembuatan program peningkatan

status gizi selama dua minggu

pertama, dan pada satu bulan lebih

dua minggu pemantauan program

status gizi santri dengan

menggunakan IMT. Pengukuran ini

akan dilakukan 3 kali pada awal di

bentuknya program, awal bulan

kedua dan satu kali lagi pengukuran

terakhir dilakukan di akhir bulan

kedua.

Status gizi adalah pengukuran

antropometri lebih khususnya pada

indeks masa tubuh (IMT) santri

dengan menggunakan WHO anthro

plus untuk anak usia 5-19 tahun.

Data yang akan dihasilkan nanti

berskala rasio dan merupakan data

kontinue. Dalam memudahkan hasil

presentasi, maka akan disajikan data

dalam kategori sebagai berikut:

underweight, normal, overweight, at-

rsik, obese I, obese II.

Data yang dikumpulkan pada

tahap ini adalah nilai IMTsebelum

dan sesudah perlakuan. Hasil

penelitian ini adalah perbandingan

respon selama dan setelah pemberian

intervensi, dimana respon yang

didapatkan berupa data kontinue.

Alat yang digunakan untuk

mengukur berat badan adalah

timbangan berat badan camrydigital

dengan kapasitas 150 kg dan

ketelitian 50 gram; menggunakan

baterai 3A sebanyak 2 buah.

Pengukuran tinggi badan pada

responden dilakukan dalam posisi

berdiri dengan menggunakan

microtoise dengan kapasitas ukur 2

meter dan ketelitian 0,1 cm. Data

hasil pengukuran status gizi remaja

kemudian diinterpretasi melalui

program WHO Anthro plus untuk

mengetahui status gizi santri. Modul

kegiatan promosi kesehatan status

gizi disusun untuk membantu

peneliti dalam memberikan

intervensi.

Data yang dikumpulkan oleh

peneliti ini didapatkan dengan cara

pengukuran secara langsung

(melakukan pretest) meliputi: 1)

Pengukuran tinggi badan dan berat

badan serta IMT pada awal

pertemuan (minggu ke-3 mei): pada

pertemuan ini peneliti melakukan

screening awal melalui pengukuran

IMT pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol, pada kelompok

intervensi sekalian pembagian modul

pada setiap sampel yang sudah

dipilih, 2) Pertemuan kedua (minggu

ke-4 mei) diberikan penyuluhan

kesehatan terkait dengan gizi: pada

pertemuan kedua ini peneliti

memberikan penyuluhan kepada

kelompok itervensi dan pengukuran

IMT, namunberebeda pada

kelompok control di sni hanya

mengukur IMT saja. 3) Pertemuan

terakhir (minggu ke-3 juni) peneliti

melakukan postest dengan cara

melakukan pengukuran IMT dan

mereview kembali materi

penyuluhan yang sudah di berikan

pada pertemuan sebelumnya:peneliti

menanyakan kepada klompok

kontrol terkait apa yang mereka

sudah dapatkan dimateri penyuluhan

pertemuan sebelumnya, kemudian

melakukan pengukuran IMT terakhir

namun pada kelompok kontrol hanya

melakukan IMT seperti biasanya

Uji validitas dan reliabilitas

dilakukan untuk timbangan berat

badan digitalcamry dan microtoise

agar menjaga validitas dan

reliabilitas. Uji validitas dan

reliabilitas di kalibrasi di Balai

Metrologi Yogyakarta.

Uji statistik yang dipakai

pada analisis ini ada 2 pengujian

yaitu, uji wilcoxon dipakai untuk

membandingkan antara keadaan

sebelumnya dan sesudah perlakukan

pada setiap kelompok intervensi dan

kelompok kontroldan uji mann-

whitney di pakai untuk

membandingkan status gizi antara

kedua kelompok. Data hasil

intervensi dan kontrol diolah dengan

menggunakan program SPSS 15.

Hasil penelitian

Analisa univariat,

Status gizi ditentukan

dengan melakukan pengukuran IMT

dengan mengunakan timbangan berat

badan dan pengukuran tinggi badan

yang telah ditera sebelumnya.

Hasilnya dalam pengukuran IMT

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Table 1 Distribusi frekuensi status gizi pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol (n=70)

Status gizi Kelp. intervensi ( n=34) Kelp. kontrol (n=36)

Pre tes Post tes Pre test Post test

F % F % F % F %

Underweight 22 64.7 21 61,8 12 33,3 12 33,3

Normal 9 26,5 11 32,4 19 52,8 19 52,8

Overweight 3 8,8 2 5,9 5 13,9 5 13,9

Total 34 100,0 34 100,0 36 100 36 100

Berdasarkan tabel 1 di atas,

mayoritas responden pada kelompok

intervensi status gizi yaitu

underweight pada pre test sebesar 22

orang (64,7%) dan pada post test

sebesar 21 orang (61,8%).

Sedangkan mayoritas responden

pada kelompok kontol status gizi

yaitu normal pada pre test sebesar 19

orang (52,8%) dan pada post test

sebesar 19 orang (52,8%.).

Penelitian ini dilakukan

selama 1 bulan. penelitian dilakukan

untuk menegtahui apakah program

revitalisasi poskestren dapat

meningkatkan status gizi santri

Tabel 2 Distribusi frekuensi nilai IMT pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol

IMT Kelp. intervensi Kelp. kontrol

Pre Post Pre Post

Minimum 14,77 14,92 16,33 16,06

Maksimum 25,54 25,72 32,54 32,38

Mean 18,0068 18,0512 20,4978 20,3642

Std. devisiasi 2,58114 2,52563 3,61529 3,64643

Berdasarkan tabel 2 diatas,

nilai IMT pada kelompok intervensi

terdapat perubahan nilai pada setiap

kategori. Nilai minimum pre test

sebesar 14,77 pada post mengalami

peningkatan menjadi 14,92. Nilai

maksimum pre sebesar 25,54 pada

post test mengalami penigkatan

menjadi 25,72. Nilai mean pre

sebesar 18,0068 nilai ini meningkat

setelah dilakukan pos test dan

didapatkan hasilnya sebesar 18,0512.

Pada kelompok kontrol jumlah

minimum pre test 16,33 post test

mengalami penurunan menjadi

16,06. Nilai maksimum pre sebesar

32,54 pada post test menurun

menjadi 32,38. Nilai mean pre

sebesar 20,4978 nilai ini menurun

menjadi 20,3642 setelah di lakukam

post test.

Analisa bivariat, sebelum

dilakukan uji analisa bivariat, maka

dilakukan dulu uji normalitas data.

Uji normalitas data

Tabel 3 Hasil uji normalitas data

IMT Sig Statis Keterangan

Pre test intervensi 0,000 0,844 Tidak normal

Post test intervensi 0,001 0,872 Tidak normal

Pre test kontrol 0,000 0,842 Tidak normal

Post test kontrol 0,000 0,843 Tidak normal

* based on Shapiro wilk test

Berdasarkan tabel 3 di atas,

nilai uji normalitas dari setiap

kategori mempunyai nilai P > 0,05,

sehingga dapat disimpulkankan

semua data terdistribusi tidak

normal.

Nilai analisis bivariat

Table 4 Uji analisa wilcoxon IMT pada kelompok intervensi (n=34)

Status gizi Mean Z Sig.

Pre test 18,01 -0,427 0,669

Post test 18,05

Berdasarkan tabel 4 didapatkan nilai

signifikan > 0,05, sehingga dapat

disimpulkan ada perbedaan namun

dengan nilai Z (-2,323)

diinterpretasikan bahwa terjadi

penuruna status gizi.

Table 5 Uji analisa wilcoxon IMT pada kelompok kontrol (n=36)

Status gizi Mean Z Sig.

Pre test 20,50 -2,323 0,020

Post test 20,36

Berdasarkan tabel 5 didapatkan nilai

signifikan > 0,05, sehingga dapat

disimpulkan ada peningkatan status

gizi pada kelompok kontrol.

Tabel 6 Uji analisa mann whitney IMT pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol

Status gizi N Mean Z Sig.

Kelompok

intervensi

34 39,99 -1,792 0,073

Kelompok

kontrol

36 31,26

Berdasarkan tabel 4.5 di atas

uji analisa mann whitney IMT pada

kelompok intervensi dengan jumlah

responden sebanyak 34 orang dan

nilai mean sebesar 39,99. Pada

kelompok kontrol mempunyai

jumlah responden sebanyal 36 orang

dengan mean sebesar 31,26. Dari

tabel di atas dapat disimpulkan

bahwa nilai Z pada kedua kelompok

bernilai sama yaitu -1,792 dan

mempunyai nilai signifikan sebesar

0,073.

Hasil analisa data dengan

mengunakan uji mann whitney dapat

disimpulkan bahwa hasil penelitian

ini tidak dapat diterima dengan nilai

signifikansi P = 0,073. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa

program revitalisasi poskestren tidak

dapat meningkatkan status gizi

santri.

Pembahasan

1) Status Gizi

Berdasarkan tabel 1 secara umum

menunjukkan bahwa temuan awal

sebanyak 22 santri pada kelompok

intervensi memiliki kategori gizi

underweight dengan presentase

sebesar 64,7% dan nilai IMT

minimum kelompok kontrol pada

tabel 4.2 sebesar 14,77%. Hal ini

dikarenakan pola konsumsi makanan

setiap harinya dua kali sehari, jadwal

olahraga hanya dilakukan seminggu

sekali, dan santri sering mengalami

skabies. Sedangkan pada kelompok

kontrol menunjukkan bahwa

sebanyak 12 orang memiliki gizi

underweight dan presentase sebesar

33,33% dengan nilai minimum pre

test 16,33%. hal ini dikarenakan pola

konsumsi makanan dilakukan 3 kali

sehari, aktifitas olahraga yang

dilakukan setiap santri diwaktu sore,

tidak adanya santri yang merokok.

beberapa faktor yang mempengaruhi

status gizi remaja diantaranya adalah

: 1) Pada anak usia sekolah banyak

mengikuti aktivitas fisik maupun

mental, seperti bermain, belajar

berolahraga. 2) Lingkungan. 3)

Pengolahan bahan makanan. 4)

Depresi dan kondisi mental. 5)

Penyakit. 6) stress8. Faktor-faktor

lain yang berperan dalam perubahan

status gizi, antara lain : jenis

kelamin, pendidikan, asupan protein,

perilaku merokok , status gizi orang

tua ( ayah dan ibu)9.

Setelah dilakukan post test pada

kelompok intervensi terdapat 21

orang memiliki kategori status gizi

underweight, 11 orang memiliki

status gizi normal, 2 orang memiliki

status gizi overweight. sedangkan

pada kelompok kontrol jumlah

katergori status gizi tidak mengalami

perubahan sebagai hasil data pada

tabel 1 hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor: 1) Pola konsumsi

makanan yang hanya dilakukan dua

kali sehari yaitu pagi dan sore hari.

sedangkan pada kelompok kontrol

pola konsumsi makanan dilakukan 3

kali sahari. hal ini didukung oleh

penelitian Hermina, Mudjianto,

Luciasari Dkk (1996) menyatakan

bahwa sebagian besar pesantren

tradisonal memiliki pola konsumsi

makanan yang tidak beragam dan zat

gizi di pesantren tradisional lebih

rendah dari pada pesantren modern10

.

hal ini dikuatkan dengan tabel 2

jumlah minimum IMT 14,92 setelah

dilakukan post test. 2) Pendidikan,

sebelum dilakukan penelitian ini

pendidikan tentang penyuluhan

kesehatan jarang sekali dilakukan

oleh tim kesehatan di pesantren

sehingga setelah dilakukan

penyuluhan terutama tentang gizi

santri masih belum bisa secepatnya

mempraktekkan jenis makanan yang

dimakan dan pola hidup sehat dalam

meningkatkan status gizi

dikarenakan faktor pembiasaan santri

yang masih mengikuti pola lama dan

belum terbiasa dengan suatu

perubahan, akibatnya status gizi

santri berubah hanya sedikit dan

tidak menunjukkan hasil yang

signifikan sesuai dengan tabel 5. hal

ini dikuatkan oleh Syahrir, Thaha,

Jafar (2013) mengatakan bahwa

tidak ada hubungan secara signifikan

( P= 0,348) antara pengetahuan gizi

dengan status gizi menurut IMT/U,

sehingga disimpulkan bahwa tingkat

pengetahuan gizi yang baik belum

tentu diikuti dengan pola makan dan

konsumsi pangan yang baik. 3)

Olahraga, pada kelompok intervensi

mereka hanya melakukan olahraga

setiap hari minggu sehingga para

responden memiliki jasmani yang

tidak bugar. hal ini didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Sari

(2012) menyatakan bahwa ada

hubungan yang bermakna antara

aktifitas fisik olahraga dengan status

gizi dengan nilai P= 0,00019.

Penelitian lain yang di lakukan oleh

Nurhayati (2013) mengatakan

bahwa masalah gizi dan kebugaran

jasmani, merupakan variabel yang

sangat penting bagi siswi dalam

menunjang aktivitas kegiatansehari-

hari baik di sekolah maupun di luar

sekolah11

.

2) Pengaruh revitalisasi poskestren

Berdasarkan Menkes (2013)

Tujuan diadakan poskestren pada

umumnya adalah terwujudnya

pesantren yang sehat serta memiliki

kemampuan untuk mengatasi

beberapa permasalahan kesehatan di

pondok pesantren6. Namun tujuan

tersebut belum terlaksana dengan

baik pada kelompok intervensi

maupun kelompok kontrol. hal ini

menurut Kusnawaty (2013)

dikarenakan lemahnya partisipasi

masyarakat (guru, santri dan orang-

orang disekeliling pesantren) dan

munculnya sifat ketergantungan

terhadap bantuan Depkes Pusat dan

Dinkes Kabupaten12

. Untuk itu, perlu

ada penyegaran kembali terkait

kegaiatan poskestren berupa upaya

preventif, promotif, kuratif dan

rehabilitatif. Penelitian ini dilakukan

dengan melakukan revitalsisasi

poskestren dalam hal ini revitalisasi

poskestren dalam peningkatan status

gizi santri.

Berdasarkan tabel 6

menunjukkan bahwa program

revitalisai poskestren yang

dilakukankan tidak dapat

meningkatkan status gizi santri, hal

ini dikarenakan oleh 3 faktor : 1)

Santri, santri yang menjadi

responden belum semuanya

mengaplikasikan materi penyuluhan

sehingga ketika dilakukan post tes

hanya beberapa orang yang

mengalami perubahan. 2)

Penyuluhan, pada umumnya

penyuluhan terkait dengan gizi

dipahami oleh para santri namun

sebagian mereka tidak menerapkan

apa yang mereka dapat saat

penyuluhan. Sehingganya

pengetahuan mereka bertambah

namun tidak bersamaan dengan

perubahan status gizi hal ini

dikuatkan oleh widhayati (2009)

pendidikan gizi secara kelompok

atau individu tidak menunjukkan

perbedaan penurunan yang

bermakna, baik pada konsumsi

energy dan persentil IMT. Pada saat

penyuluhan peneliti diberikan waktu

malam hari untuk melakukan

penelitian termaksud memberikan

penyuluhan, di karenakan waktu

santri hanya tersedia malam hari,

sehingga ketika menerima

penyuluhan mereka merasa lelah

akibatnya materi yang diterima tidak

semuanya dapat dipahami santri. 3)

Waktu, waktu untuk melaksanakan

revitaliasasi poskestren secara umum

perlu waktu yang lama tidak hanya

sebulan, tergantung dengan program

poskestren yang akan dilaksanakan

dan ditargetkan. Terkait dengan

peningkatan status gizi melalui

program revitalisai poskestren, tidak

cukup dilakukan dalam waktu 1

bulan perlu waktu sekitar 2 sampai 3

bulan untuk menentukannya apakah

peningkatan status gizi berhasil atau

tidak, dan harus didukung oleh

semua pihak yang berada dalam

lingkup pesantren dalam hal ini

adalah masyrakat pesantren13

.

Kesimpulan

Hasil penelitian tentang

peningkatan status gizi melalui

program revitalisasi poskestren

melalui program revitalisasi

poskestren, penelitian mengambil

beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Tidak adanya peningkatan status

gizi melalui program revitalisasi

poskestren sebelum dan sesudah

dilakukan penelitian dengan nilai

signifikan P = 0,669 pada

kelompok intervensi.

2. Adanya perbedaan namun dengan

nilai Z (-2,323) diinterprestasikan

bahwa terjadi penurunan status

gizi dengan nilai signifikan P=

0,020

3. Program revitalisasi poskestren

tidak dapat meningkatkan status

gizi santri dengan nilai

signifikan p= 0,073.

Saran

Hasil penelitian ini menjadi

referensi atau informasi baru tentang

peningkatan status gizi melalui

program revitalisasi poskestren,

masih menjadi peluang besar untuk

melakukan penelitian terkait kegiatan

poskestren, dan diharapkan kegiatan

ini bisa dikembangkan dengan

jangka waktu yang lebih lama.

Daftar Pustaka

1. Kementrian Agama Republik

Indonesia (2012). Analisis dan

interpretasi data pada pondok

pesantren,madrasa diniya) madin,

Taman Pendidikan Qur’an

(TPQ). Jakarta:Kemenag.

Diakses dari

pendis.kemenag.go.id/file/dokum

en/pontrenanalisis.pdf pada

tanggal 2 November 2014

2. Kementrian Agama Yogyakarta

(2014). Data pondok pesantren

2014. Yogyakarta: Kemenag

Yogyakarta

3. Fahmi (2011). Hubungan antara

pola konsumsi dan aktifitas

dengan status gizi remaja putradi

pondok pesantren wahid hasyim

yogyakarta. Skripsi strata satu

universitas gadjahMada

4. Efendi, F & Makhfudli.

(2009).Keperawatan Kesehatan

Komunitas : Teori dan Praktek

dalam Keperawatan. Jakarta :

Salemba Medika

5. Menkes (2013). Pedoman

penyelenggaraan dan pembinaan

pos kesehatan pesantren.

Jakarta:Menkes

6. Departemen Keshatan Republik

Indonesia (2007) . Kurikulum &

modul pelatihan pos kesehatan

pesantren (POSKESTREN).

Jakarta: Depkes RI.

7. Maryani (2014). Ilmu

keperawatan komunitas.

Bandung: Yrama Widya

8. Hasdianah, Siyoto, Peristyowati

(2014). Gizi, Pemanfaatan Gizi,

Diet, danObesitas. Yogyakarta:

Nuha Medika

9. Sari (2012). Faktor-faktor yang

berhubungan dengan status gizi

remaja usia 12-15 tahun di

Indonesia tahun 2007. Skripsi

Universitas Indonesia

10. Herminu, Mudjianto, Luciasari

Dkk (1996). Pola konsumsi

makanan santri di lima pesantren

di Kabupaten clamls dan

jombang. Bogor: Depkes. di

akses dari

http://ejournal.litbang.depkes.go.i

d/index.php/pgm/article/view/22

94/2386pada tanggal 7 juli 2015

11. Nurhayati (2013). Hubungan

Antara Status Gizi Dengan

Tingkat Kebugaran Jasmani

Padasiswi Smk Negeri 1

Surabaya Kelas X Tahun Ajaran

2012-2013. Jurnal Universitas

Negeri Surabaya.

12. Kusnawaty

(2013).Pemberdayaan

Masyarakat Pondok Pesantren

Melalui PosKesehatan Pesantren

Di Kabupaten Tulungagung.

Thesis Universitas Gadjah Mada.

13. Widhayati (2009). Efek

pendidikan gizi terhadap

perubahan Konsumsi energi dan

indeks massa tubuh Pada remaja

kelebihan berat badan (studi

kasus di sekolah menengah

pertama dominico savio

Semarang). Thesis Universitas

Diponegoro.