Post on 27-Dec-2015
description
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. M (9 BULAN) DENGAN BRONCHOPNEUMONI DI RUANG ANGGREK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUBANG
TAHUN 2014
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh
DUDI EKA PRASETIANANIM : 090.2012
PEMERINTAH KABUPATEN SUBANGAKADEMI KEPERAWATAN (AKPER)
PROGRAM KHUSUS RS SURYADARMAJl. Brigjen Katamso No. 37 Subang Telp. (0260) 412520
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi Pleura adalah suatu proses penyakit primer yang jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 – 20 ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya friksi. (Suzanne & Brenda , 2002)
Menurut WHO (2008), Efusi Pleura merupakan suatu gejala penyakit
yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini
terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-negara industri,
diperkirakan terdapat 320 kasus Efusi Pleura per 100.000 orang. Amerika
serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita Efusi Pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Berdasarkan data Rekam Medik Rumah Sakit Umum daerah subang
selama 2 bulan terakhir (mei-juni 2014) di ruang melati rumah sakit umum
daerah subang tahun 2014 didapatkan pasien yang dirawat dengan Efusi
Pleura sebanyak 20 kasus dari 102 kasus penyakit yang ditemukan.
Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah
diperlukan terutama dalam bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia,
pneumothoraks, gagal nafas, dan kolaps paru sampai dengan kematian. Peran
perawat secara promotif misalnya memberikan penjelasan dan informasi
tentang penyakit Efusi Pleura, preventif misalnya mengurangi merokok dan
mengurangi minum – minuman beralkohol, kuratif misalnya dilakukan
pengobatan ke rumah sakit , rehabilitatif misalnya melakukan pengecekan
kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga kesehatan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura“ sebagai
karya tulis ilmiah
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis memperoleh gambaran dan pengalaman secara nyata tentang
penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien
dengan Efusi Pleura di ruang melati rumah sakit umum daerah subang
tahun 2014
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada klien dengan Efusi Pleura
mahasiswa/i diharapkan mampu :
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Efusi Pleura
b. Menentukan masalah keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Efusi Pleura
e. Melakukan evaluasi pada klien dengan Efusi Pleura
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan praktek
pada klien dengan Efusi Pleura
g. Mengidentifikasi faktor – faktor pendukung, penghambat serta mencari
solusi atau alternative pemecahan masalah pada klien dengan Efusi
Pleura
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan Efusi
Pleura
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ilmiah ini
menggunakan metode deskritif, adapun pendekatan yang digunakan adalah
studi kasus dengan teknik :
a. Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaaan
pada klien dan keluarga tentang masalah klien.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung pada
klien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
c. Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mencari sumber informasi yang
didapat dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah klien.
d. Studi literature (kepustakaan) yaitu dengan mempelajari buku, makalah
dan sumber-sumber lain untuk mendapatkan dasar-dasar ilmiah yang
berhubungan dengan Efusi Pleura sehingga dapat membandingkan antara
teori dengan pelaksanaan yang ada pada kasus nyata di Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Efusi Pleura adalah suatu proses penyakit primer yang jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5 – 20 ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya friksi. (Suzanne & Brenda , 2002)
Efusi Pleura berasal dari dua kata, yaitu efusion yang berarti
ektravasasi cairan ke dalam jaringan atau rongga tubuh, sedangkan pleura
yang berarti membran tipis yang terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis
dan pluera perietalis. Sehingga dapat disimpulkan Efusi Pleura adalah
ekstravasasi cairan yang terjadi di antara lapisan viseralis perietalis. (Sudoyo,
2006)
Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya penumpukan
cairan dalam rongga pleura. (Somantri irman, 2007)
Dari beberapa pernyataan diatas ditarik kesimpulan bahwa Efusi
Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan (5 – 20 ml)
di dalam rongga pleura yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan
pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan koloid, dan daya tarik
elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10 – 20%) mengalir ke dalam pembuluh
limfe sehingga pasase disini mencapai 1 liter sehari.
B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya Efusi Pleura menurut Wim de jong,
2005 dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Infeksi
a. Tuberkulosis
b. Pneumonitis
c. Abses paru
d. Perforasi esofagus
e. Abses subfrenik
2. Non infeksi
a. Karsinoma paru
b. Karsinoma pleura
1) Primer
2) Sekunder
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Gagal jantung
f. Kilotoraks
Menurut Somantri, 2007 secara patologis :
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik ( misalnya akibat gagal jantung ).
2. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma ( misalnya hipoproteinemia ).
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler ( misalnya infeksi bakteri ).
4. Berkurangnya absorbsi limfatik.
C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Pada umumnya, Efusi terjadi karena penyakit pleura hampir sama
dengan plasma (eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi dalam hubungannya
dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan neoplasma.
Efusi Pleura dapat juga disebabkan oleh gagal jantung kongestif.
Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke
seluruh tubuh terjadilah peningkatan hidrostatik pada kapiler yang
selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada
dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan
masuk kedalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura
parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya albuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya
peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal
tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular
(tekanan osmotik yang dilakukan oleh protein). Luas Efusi Pleura dapat
mengakibatkan bertambahnya volume paru dan membuat pergerakan
dinding dada bertambah berat. Dalam batas pernafasan normal, dinding
dada cendrung rekoil keluar sementara paru – paru cendrung untuk rekoil
kedalam (paru – paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan
cendrung mengempis).
2. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Suzanne & Brenda, 2002 yang dapat
ditemukan pada Efusi Pleura adalah
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri dada pleuritis
d. Dispnea
e. Batuk
f. Suara nafas ronchi
3. Komplikasi
a. Edema paru
b. Kolaps paru
c. Gagal nafas
d. Pneumonia
e. Pnumotoraks
D. Penatalaksanaan Medis
1. Terapi
a. Pleuritis tuberkulosa
Pengobatan dengan obat – obat antituberkulosis paru ( Rifampisin,
INH, pirazinamid atau etambutol )
b. Efusi Pleura karena neoplasma
Pengobatan dengan kemoterapi dan mengurangi timbulnya cairan
dengan pleurodesis memakai zat – zat tetrasuklin.
c. Efusi karena pankreatitis
Pengobatan dengan cara memberikan terapi peritoneosentesis
disamping terapi dengan diuretic terapi terhadap penyakit asalnya.
2. Tindakan medis
a. WSD ( water sealed drainage ) merupakan suatu tindakan yang
memungkinkan cairan atau udara keluar dari rongga pleura dan
mencegah aliran balik ke rongga pleura sisi pemasangan untuk
drainage dekat dengan area intracosta kelima atau keenam pada garis
midklavikula.
b. Torakosintesis merupakan aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk
diagnosis maupun terapeutik. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru – paru di sela iga IX garis aksila posterior dengan memakai jarum
abbocath no 14 atau 16. Torakosintesis dilakukan untuk membuang
cairan, untuk mendapatkan spesimen guna keperluan analisa, dan
untuk menghilangkan dispnea. Namun bila penyebab dasar adalah
malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau
minggu. Torakosintesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan
protein dan kadang pneumotoraks.
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk
mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan
ketidaknyamanan serta dispnea. Pengobatan spesifik ditujukkan pada
penyebab dasar (misal: gagal jantung kongestif, pneumonia). (Suzanne
& Brenda, 2002 ).
E. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doengoes marlyn E, 2000 data yang perlu dikaji pada pasien
dengan Efusi Pleura adalah
a. Pengkajian awal
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala : keluhan umum dan kelemahan, nafas pendek karena kerja,
kesulitan tidur pada malam hari atau demam malam hari.
Tanda : takikardi, Takipnea atau dispnea pada kerja, kelelahan
otot, nyeri dan sesak.
2) Integritas ego
Gejala : adanya faktor stres lama, masalah keluarga, rumah,
perasaan tidak berguna atau tidak ada harapan.
3) Makan dan cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna,
penurunan berat badan
Tanda : turgor kulit kering, hilang lemak subkutan.
4) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : nyeri pada dada meningkat karena batuk berulang.
Tanda : berhati – hati pada daerah sakit, prilaku distraksi, gelisah.
5) Pernapasan
Gejala : batuk produktif dan non produktif, nafas pendek, riwayat
tuberkulosis.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, pengembangan dada
tidak simetris, penurunan premitus, bunyi nafas
menurun, perkusi pendek, sputum hijau, deviasi trakea.
6) Keamanan
Gejala : adanya kondisi penekanan imun
Tanda : demam rendah atau sakit panas akut
7) Interaksi sosial
Gejala : perasaan sosial atau penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau
perubahan peran.
8) Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : riwayat keluarga tuberkulosis, status kesehatan batuk,
kambuhnya tuberkulosis, tidak berpartisipasi dalam
pengobatan tuberkulosis.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Dengan melihat keadaan fisik yang khusus serta kehilangan kondisi
yang lemah, pernafasan yang cepat dan dangkal, serta adanya
penurunan eksanpasi paru.
2) Auskultasi
Dengan ditemukan atau didengar adanya suara nafas ronchi (+) dan
adanya krepitasi.
3) Perkusi
Adanya suara redup balikan pekak di atas Efusi Pleura apabila
telah mengenai pleura dan membentuk efusi.
4) Palpasi
Fremitus melemah.
c. Pemeriksaaan penunjang
1) Pemeriksaan diagnostik
a) Rongent dada atau thoraxs
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah
lateral lebih tinggi dari bagian medial. Bila permukaannya
horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam
rongga tersebut yang dapat berasal dari luar dan dari dalam
paru – paru itu sendiri.
b) Torakoskopi (Fiber – optik pleurascopy)
Dilakukan pada kasus – kasus dengan neoplasma atau
tuberkulosis pleura. Biasanya dilakukan sedikit insisi pada
dindidng dada (dengan resiko kecil terjadinya pneumotoraks)
cairan ditemukan penghisapan dan udara dimasukkan supaya
dapat melihat kedua pleura.
c) Biopsi pleura
Pemeriksaan histologi atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50% - 75% diagnosa kasus – kasus
pluritistuberkulosa dan tumor paru.
d) Ultrasonografi
Untuk menentukan adannya cairan dalam rongga pleura.
Pemeriksaan ini sangat membatu sebagai penentu waktu
melakkukan aspirasi cairan tersebut, terutama pada efusi yang
terlokalisir.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap : Leukosit meningkat, Hemoglobin menurun,
LED meningkat
b) Kimia darah : Albumin menurun, protein total menurun
c) Sputum : kultur, basil asam dan PH
d) Sitologi cairan pleura
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keerawatan yang muncul pada klien dengan Efusi Pleura
adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
rekoil paru – paru dan gangguan transportasi oksigen
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan proses
penyakit, intake yang tidak adekuat.
4. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi rongga pada
pleura.
G. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan dibuat berdasarkan diagnosa keperawatan
dengan menetapkan tujuan, kriteria hasil dan menentukan rencana tindakan
yang akan dilakukan :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sputum.
Tujuan : bersihhan jalan nafas kembali efektif
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh sesak nafas, secret encer dan mudah
dikeluarkan, ronchi berkurang atau hilang, tanda – tanda vital klien dalam
batas normal ( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit,
suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit ).
Intervensi :
Intervensi keperawatan :
a. Pantau fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kedalaman serta penggunaan otot bantu pernafasan.
Rasional : penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektatis,
ronchi, mengi, menunnjukkan akumulasi secret atau ketidakmampuan
membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan alat
aksesori pernafasan dan meningkatkan kerja pernafasan.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkkan mukosa atau batuk efektif :
catat karakter jumlah sputum adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran sulit bila secret sangat kental, sputum berdarah
kental atau darah cerah akibat oleh kerusakan paru.
c. Berikan klien posisi semi fowler, bantu klien untuk batuk dan latihan
nafas dalam.
Rasional : posisi semi fowler dapat memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.
d. Pertahankan makanan cairan sedikitnya 2500 ml/hari.
Rasional : pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengeluarkan
secret, membuatnya mudah dikeluarkan.
e. Kolaborasi pemberian obat agen mukolitik, bronchodilator
Rasional : bronchodilator meningkat ukuran lumen, trakeobronkhial
sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara agen mukolik
menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk
memudahkan pembersihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(akumulasi dari udara atau cairan).
Tujuan : pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil : klien menunjukkan usaha untuk nafas dalam, bernafas tidak
menggunakan otot bantu pernafasan, tanda – tanda vital klien dalam batas
normal ( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36
– 37 , pernafasan : 16 – 24 x/menit).
Intervensi
Tindakan keperawatan :
a. Observasi penggunaan otot – otot bantu pernafasan dan retraksi dada.
Rasional : adanya distress pernafasan dapat dideteksi secara intensif.
b. Pantau tanda – tanda vital terutama frekuensi pernafasan secara
periodik (tiap 8 jam).
Rasional : cepatnya frekuensi pernafasan klien menunjukkan pola
nafas tidak efektif.
c. Pertahankan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan ekspansi paru.
d. Bimbing, ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan nafas dalam
( ambil nafas melalui hidung kemudian dikeluarkan secara perlahan
melalui mulut ).
Rasional : dengan melakukan nafas dalam akan memaksimalkan
pengambilan oksigen dan meningkatkan inspirasi dan ekspirasi agar
lebih teratur.
e. Kolaborasi
1) Pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional : dapat meningkatkan suplai oksigen.
2) Pemeriksaan laboratorium yaitu AGD.
Rasional : beratnya gangguan metabolik dan pernafasan dapat
diketahui dengan pemeriksaan AGD.
3) Pemasangan WSD.
Rasional : untuk meningkatkan ekspansi paru.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
rekoil paru – paru dan gangguan transportasi oksigen.
Tujuan : klien dapat mempertahankan dan meningkatkan ventilasi dan
oksigenisasi yang adekuat.
Kretia hasil : tanda – tanda vital klien dalam batas normal ( tekanan darah :
120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 , pernafasan : 16 –
24 x/menit ), bunyi paru normal, tidak adanya distress pernafasan, dapat
menunjukkan tehnik nafas dalam dan batuk efektif, tidak ada sianosis,
kulit hangat.
Tindakan keperawat :
a. Observasi dispnea, takipnea, menurunya bunyi nafas dan memantau
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan
kelemahan.
Rasional : penyakit yang mendasari seperti TB paru menyebabkan efek
dari pada paru – paru, efek pernafasan dapat dari jaringan seperti
dispnea dan sampai distress pernafasan.
b. Observasi adanya perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan
perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
Rasional : mengetahui adanya sianosis.
c. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan batasi aktivitas
perawatan diri sesuai dengan keperluan.
Rasional : menurunkan komsumsi oksigen atau kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.
d. Monitor suhu tubuh bila ada indikasi, melakukan tindakan untuk
mengurangi demam dan menggigil, misalnya memberi suhu ruangan
yang nyaman dan kompres.
Rasional : demam tinggi akan meningkatkan kebutuhan metabolisme
dan konsumsi oksigen dan mengubah oksigenisasi seluler.
e. Kolaborasi
1) Awasi laboratorium AGD
Rasional : penurunan kandungan oksigen atau peningkatan oksigen
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi atau perubahan program
terapi.
2) Pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : oksigen adalah alat memperbaiki hipoksia yang dapat
terjadi sekunder terhadap penurunan vetilasi atau menurunnya
permukaan alveoli paru.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan proses
penyakit, intake yang tidak adekuat.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil : berat badan dalam batas normal, serum albumin dalam
batas normal, mukosa bibir lembab, konjungtiva ananemis, HB dalm batas
normal ( normal pria : 13,5 – 18,0 g/dl, normal wanita : 12 – 16 g/dl ).
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Catat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan dan kekurangan
berat badan, kemampuan atau ketidakmampuan menelan, riwayat mual
dan muntah .
Rasional : berguna dalam mengidentifikasi derajat atau luasnya
masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
b. Awasi masukan atau pengeluaran dan berat badan secara periodik.
Rasional : berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah.
Rasional : dapat mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area
pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan dan pengeluaran
nutrisi.
d. Berikan perawatan mulut perawatan mulut sebelum dan sesudah
tindakan keperawatan.
Rasional : menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum atau obat
untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
e. Anjurkan makan sedikit tapi sering dengan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein.
Rasional : memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
tidak perlu atau kebutuhan energi dari makan – makanan yang banyak
dan menurunkan iritasi lambung.
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme
sekunder terhadap tindakan invasive: pemasangan water seal drainage.
Tujuan : infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda – tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal
( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 ,
pernafasan : 16 – 24 x/menit ), tidak terdapat tanda – tanda infeksi pada
daerah pemasangan WSD, kalor, rubor, dolor, tumor, dan fungsioliesa,
nilai laboratorium terutama leukosit dalam batas normal ( leukosit normal :
5000 – 10.000 rb/ul ).
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Observasi tanda – tanda infeksi pada daerah pemasangan WSD seperti
kalor, rubor, dolor, tumor dan funngsiolesa.
Rasional : mengetahui indikator adanya infeksi untuk menentukan
tindakan selanjutnya..
b. Monitor tanda – tanda vital terutama suhu tubuh.
Rasional : peningkatan suhu tubuh sebagai indikator adanya infeksi.
c. Ganti balutan dan botol WSD setiap hari dengan tehnik steril
Rasional : mencegah perkembangan mikroorganisme disekitar daerah
pemasangann WSD.
d. Anjurkan klien untuk menjaga balutannya agar jangan sampai basah
dan kotor.
Rasional : balutan yang basah merupakan media perkembangan
mikroorganisme.
e. Observasi sistem kepatenan selang WSD terhadap sumbatan, tertekuk,
undulasi, dan produksi cairan pada WSD.
Rasional : memastikan kepatenan WSD.
f. Kolaborasi
1) Pemberian obat antibiotik.
Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko
perluasan infeksi.
2) Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium terutama pemeriksaan
hematologi (leukosit).
Rasional : peningkatan leukosit dapat menunjukkan adanya infeksi.
6. Resiko perluasan infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
mekanisme pertahanan diri (pada penyakit infeksi TBC).
Tujuan : perluasan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : tanda – tanda vital klien terutama suhu dalam batas normal
( tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36 – 37 ,
pernafasan : 16 – 24 x/menit ), nilai laboratorium terutama leukosit dalam
batas normal ( leukosit normal : 5000 – 10.000 rb/ul ), tidak terjadi
komplikasi dan infeksi berulang.
Intervensi :
Tindakan keperawatan :
a. Monitor tanda – tanda vital terutama suhu tubuh.
Rasional : peningkatan suhu tubuh sebagai indikator adanya infeksi.
b. Pantau nilai laboratorium terutama leukosit.
Rasioanal : peningkatan nilai leukosit dapat menunjukkan adanya
infeksi.
c. Anjurkan makan dan minum adekuat jika tidak ada kontraindikasi.
Rasional : gizi yang seimmbang dapat mempercepat proses
penyembuhan.
d. Kolaborasi
1) Pemberian obat antibiotik, misal obat anti tuberkulosis pada TBC
dan kortikostseroid ( prednisone ).
Rasional : pengobatan yang teratur dapat mengurangi resiko
perluasan infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.
2) Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium terutama pemeriksaan
hematologi dan rontgen.
Rasional : peningkatan leukosit dapat menunnjukkan adanya
infeksi. Hasil rontgen menunjukkan perkembangan proses
peradangan pada paru – paru
H. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dalam melakukan asuhan keperawatan. Tahap implementasi terdiri dari :
1. Prinsip dalam pelaksanaan dari tiap – tiap masalah atau diagnosa
keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan prioritas keadaan
klien
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk dalam kemampuan
memecahkan masalah, membuat keputusan, berfikir kritis, dan
penilaian yang kreatif.
b. Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam setiap aktifitas
perawat yang meliputi keperawatan, konseling, pemberi suport, yang
termasuk dalam kemampuan interpersoanal diantaranya adalah prilaku,
penguasaan ilmu pengetahuan, ketertarikan oleh penghargaan terhadap
budaya klien serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai skill yang
tinggi dalam hubungan interpersonal jika mereka mempunyai
kesadaran dan sensitifitas terhadap yang lain.
c. Technikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa dipisahkan dengan
interpersonal skill, seperti manipulasi alat, memberi suntikan,
pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
3. Tindakan keperawatan
a. Mandiri atau independent adalah suatu tindakan perawat berorientasi
pada tim kerja perawat dalam melakukan, menentukan, merencanakan,
dan mengevaluasi tindakan terhadap klien.
b. Interdependent atau kolaborasi adalah suatu tindakan yang bersifat
kolaboratif dengan tim kesehatan lainnya.
4. Pendokumentasian implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat mencatat tindakan
tersebut dan respon dari klien menggunakkan format khusus
pendokumentasian pada pelaksanaan.
I. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
1. Bersihan jalan nafas kembali efektif
2. Pola nafas kembali efektif
3. Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
4. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
5. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
6. Tidak terjadi resiko perluasan infeksi
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada
klien Ny. A dengan Efusi Pleura Dextra di ruang melati rumah sakit umum
daerah kabupaten subang tahun 2014. Asuhan keperawatan ini dilakukan dengan
metode pemecahan masalah secara ilmiah sesuai dengan tahapan proses
keperawatan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 Juli 2011 di ruang melati rumah
sakit umum daerah kabupaten subang, kamar 4 dan dengan diagnosa medis
Efusi Pleura.
1. Data Dasar
a. Identittas klien
Ny. A, 63 tahun, status perkawinan menikah, suku bangsa sunda,
beragama Islam, pendidikan terakhir SD, menggunakan bahasa sunda,
klien saat ini bekerja sebagai wiraswasta, alamat dawuan kidul.
b. Resume kasus
Ny. A, 63 tahun datang ke UGD RSUD kabupaten subang dengan
rujukan dari PUSKESMAS dengan keluhan batuk – batuk kurang lebih
1 bulan, batuk disertai dengan sputum dan darah, sputum berwarna
putih encer, demam ( + ) naik turun, keadaan umum sakit sedang,
kesadaran compos mentis, klien mengatakan sesak pada daerah dada ,
nafsu makan klien menurun, klien mengatakan hanya minum obat yang
dibeli dari warung.
Hasil laboratorium Hemoglobin : 8,0 g/dl (normal P : 13,2-17,3 g/dl,
W : 11,7-15,5 g/dl), hematokrit : 28 % (normal P : 33-45%, W : 33-
45%), leukosit : 11,3 rb/ul (normal : 5-10 rb/ul), trombosit : 869 rb/ul
(normal : 150-440 rb/ul), eritrosit : 3,25 juta/ul (normal P : 4,40-5,90
jt/ul, W : 3,80-5,20 rb/ul).
Di UGD sudah dilakukan pemeriksaan TTV klien TD : 120/80 mmHg,
N : 76 x/menit, S : 36,50C, RR : 26 x/menit. Masalah keperawatan
yang muncul pada Ny. A adalah bersihan jalan nafas tidak efektif,
mual, dan intoleransi aktivitas. Tidakan yang dilakukan diruangan
adalah pemasangan IVFD RL 20 tetes/menit, mencatat TTV , tekanan
darah 120/980, nadi : 76 x/menit, suhu : 36,50C, pernafasan : 26
x/menit, diberikan O2 liter/menit.
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama pada saat masuk Rumah Sakit Umum daerah
Kabupaten Subang yaitu klien mengatakan sesak, sesak dirasakan
terutama saat tidur terlentang, klien mengatakan nyeri di dada , nyeri
dirasakan seperti ditusuk – tusuk, nyeri dirasakan sering timbul saat
melakukan aktivitas, klien mengatakan tidak nafsu makan, mual ( + ),
muntah ( + ), dengan faktor pencetus adalah pemasangan WSD, dan
upaya klien untuk mengatasi dengan minum obat dan tidur.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien tidak pernah mengalami kecelakaan dan baru pertama di rawat di
rumah sakit, klien tidak memiliki alergi obat, binatang dan lingkungan,
klien tidak ada riwayat pemakaian obat.
c. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarga klien tidak ada menderita penyakit yang
sama dengan klien.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
Orang terdekat dengan klien adalah suami dan anaknya dan keluarga
klien, pola komunikasi baik, pembuat keputusan adalah suami, klien
hanya seorang ibu rumah tangga dan suka membantu tetangganya.
Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah keluarga merasa
cemas dan khawatir karena takut klien tidak bisa bekerja lagi dan klien
sangat memikirkan keadaan dan penyembuhan penyakitnya,
mekanisme koping yang digunakan klien terhadap masalahnya adalah
dengan berdiskusi kepada suami dan keluarga. Hal yang dipikirkan
klien saat ini klien ingin cepat sembuh dan dapat beraktivitas seperti
biasa, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit klien merasa
aktivitasnya terganggu, nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan
tidak ada, klien melakukan aktivitas keagamaan sesuai dengan agama
yang dianutnya yaitu sholat 5 waktu.
e. Kondisi lingkungan rumah
Keadaan rumah klien kurang bersih karena klien sering bekerja d pasar
berdagang dengan suaminya dan suka membantu tetangganya .
f. Pola kebiasaan sehari – hari
1) Pola nutrisi
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan nafsu makan baik
dan makan habis 1 porsi, makanan yang tidak disukai tidak ada,
klien tidak memiliki riwayat makanan yang membuat alergi,
makanan pantangan dan makanan diit tidak ada, klien tidak
menggunakan obat-obatan dan alat bantu sebelum makan. Selama
di rumah sakit, klien makan 3 x sehari dengan nafsu makan kurang
baik dan klien hanya menghabiskan ¼ porsi makan yang di
sediakan rumah sakit, tidak ada makanan yang tidak disukai klien,
makanan yang membuat alergi tidak ada, makanan pantangan tidak
ada dan tidak menggunakan alat bantu makan.
2) Pola eliminasi
Sebelum masuk rumah sakit frekuensi buang air kecil ± 5 kali
sehari dengan warna kuning jernih, klien mengatakan tidak ada
keluhan saat buang air kecil dan tidak terpasang alat bantu.
Frekuensi buang air besar klien 1 kali sehari, berwarna kuning
kecoklatan dengan konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada
keluhan dan tidak menggunakan laxative. Selama di rumah sakit
frekuensi buang air kecil ± 3 kali sehari, berwarna kuning jernih,
tidak ada keluhan dan tidak terpasang alat bantu. Frekuensi buang
air besar 1 kali sehari, berwarna kuning kecoklatan dengan
konsistensi lembek, berbau khas, tidak ada keluhan dan tidak
menggunakan laxative.
3) Personal hygene
Sebelum sakit, klien mandi 2 kali sehari pagi dan sore, melakukan
oral hygiene 2 kali sehari pagi dan malam dan mencuci rambut 2 x
dalam seminggu. Selama di rumah sakit klien mandi 2 kali sehari
pagi dan sore dibantu keluarga dengan cara dilap dan melakukan
oral hygiene 2 x sehari pagi dan malam
B. Pemeriksaan Penunjang
Glukosa darah sewaktu 61mg/dl normal L 70-150 P 70-150 CT – SCAN
ANALISIS DATA
No. Data Etiologi Masalah
1 S : Pasien mengatakan
mual
O : – klien terlihat tdak
menghbiskn makanannya
½ porsi habis
HCL meningkat
↓
Mual dan muntah
↓
Intake kurang dari kebutuhan
↓
Badan lemah
↓
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
Pemenuhan
kebutuhan nutrisi
S : Pasien mengeluh dada
sesak saat beraktifitas.
O : – Pasien tampak lemah.
–sesak nyeri ↑ saat
dipindahkan posisinya dari
duduk ke berdiri
Efusi Pleura
↓
Ekspansi paru tidak
maksimal
↓
Suplai oksigen menurun
↓
RR meningkat
↓
Distribusi oksigen ke seluruh
tubuh menurun
Intoleransi aktifitas
2. S : Pasien mengeluh sesak
napas saat bernapas.
O :
– RR = 26 x/ menit
– Denyut nadi = 76
x/menit
– Pasien bernapas
tersengal-sengal cepat,
pendek
––retraksi (-) otot bantu
nafas (-)
–fremitus raba ↓
–perkusi redup (D)
Efusi Pleura
↓
Akumulasi cairan pada
rongga pleura
↓
Ekspansi paru menurun
↓
RR meningkat
↓
Pola napas tidak efektif
Pola napas tidak
efektif.
3. ↓
Terjadi metabolisme anaerob
dalam tubuh
↓
Timbul asam laktat
↓
Nyeri
↓
Intoleransi aktifitas
2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kebutuhan nutrisi b.d mual muntah
2. Pola nafas tidak efektif b.d akumulasi cairan pada rongga pleura
3. Intoleransi aktivitas b,d penurunan suplai oksigen ke jaringan
skunderer
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1
2
Penurunan kebutuhan
nutrisi b.d mual muntah
Pola nafas tidak efektif
b.d akumulasi rongga
pada pleura
Tupan; 5 hari
kebutuhan
nutrisi
terpenuhi
Tupen; dalam
2 hari
kebutuhan
nutrisi
terpenuhi
Dengan kretia
hasil :
-klien mau
makan habis 1
porsi
-klien tidak
lemas
Tupan; 1*24
jam pola nafas
pasien efiktif
Tupen; sesak
(-) R: 16-20 */
menit
Pernafasan
cuping hidung
(- )
-berikan
penkes tentang
nutrisi
-makan 1 porsi
habis
-berikan terapi
- berikan
makan sedikit-
sedikit taoi
sering sajikan
dalam porsi
hangat
-
menganjurkan
makan-
makanan yang
mudah d cerna
seperti bubur
Berikan posisi
semi
fowler(30-
45drjat)
- mengajarkan
latihan nafas
dalam dengan
cara menarik
nafas melalui
hidung
-Anjurkan klien
untuk makan
untuk memenuhi
kebutuhan
nutrisi
- Motifasi untuk
menambah nafsu
makan
- Dapat
mengurangi
mual muntah
Peninggian
tempat tidur
mempermudah
fungsi
pernafasan
dengan
menggunakan
grafitasi dan
untuk
meningkatkan
ekpansi paru
-meningkatkan
suplai o2
-klien patuh
No Tanggal / jam Implementasi
1
2
12 juni 2014
Jam 08.30 wib
12 juni 2014
Jam 09.00 wib
Dx1
- Obs ttv
- Memerikan penkes tentang nutrisi
- Makan 1 porsi habis
- Berikan terapi
- Beri makan sedikit- sedikit tapi sering
dalam porsi hangat
- Menganjurkan makan- makanan yang
mudah di cerna
- Berikan posisi semi fowler(30-45drjat
- Mengajarkan latihan nafas dalam
dengan cara menarik nafas melelui
hidung dan mengeluarkn nya
- Berikan oksigen
3 12 juni 2014 - Rancang jadwal klien
- Istirahat 1 jam setelah makan
- Tingkatkan aktivitas secara bertahap
- Kolaborasi pemberian oksigen setelah
beraktivitas bila perlu
- Obs respon terhadap aktivitas
12 juni 2014
- Tingkatkan aktivitas secara bertahap
- Makan 1 porsi habis
EVALUASI
N
O
TANGGAL EVALUASI PARAF
1 13 juni2014 S: Klien mengatakan mual
O: klien terlihat tdak menghbiskn
makanannya ½ porsi habis
A: masalah belum teratasi
P: intervensi lanjutkan
S: klien mengeluh sesak nafas
O: nafas klien terlihat cepat
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkn inervensi