Post on 13-Aug-2015
Mikroorganisme seperti klamidia dan mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK namun
infeksi yang diakibatkan hanya terbatas pada urethra dan sistem reproduksi. Tidak seperti E.coli,
kedua kuman ini menginfeksi seseorang melalui perantara hubungan seksual.
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan tubuh
dan elektrolit dalam tubuh, sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan
mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih. Diteruskan dengan
ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih
atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril.3
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus
urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : endogen yaitu kontak langsung dari tempat
infeksi terdekat (ascending), hematogen, limfogen, dan eksogen ( akibat pemakaian kateter). Ada
tiga jalur utama terjadinya ISK yaitu asending, hematogen dan limfogen.
Secara ascending
- Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih, disebabkan karena: faktor anatomi
dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek dari pada laki-laki sehingga
insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urine saat miksi, kontaminasi
fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik,
pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
- Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.
Secara hematogen
Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah
penyebaran infeksi secara hematogen. Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan
fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine
yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut,
dan lain-lain.
Secara limfogen yaitu :
Limfogen Pielonefritis (infeksi traktus urinarius atas) merupakan infeksi bakteri
piala ginjal, tubulus dan jaringan intertisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri
mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal meskipun ginjal 20 % sampai
25 % curah jantung; bakteri jarang mencapai ginjal melalui aliran darah, kasus penyebaran
secara hematogen kurang dari 3 %.
Pielonefritis akut biasanya terjadi akibat infeksi kandung kemih asendens. Pielonefritis
akut juga dapat terjadi melalui infeksi hematogen atau limfogen tetapi jarang. Infeksi dapat
terjadi di satu atau di kedua ginjal. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang, dan
biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, obstruksi lain, atau refluks vesikoureter.
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi dari
uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretrake dalam kandung kemih
(refluks urtrovesikal), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atausistoskop.5
Uretritis suatu inflamasi biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang
digolongkan sebagai general atau mongonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh
niesseriagonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis nongonoreal ; uretritis yang
tidak berhubungan dengan niesseria gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia
frakomatik atau urea plasma urelytikum.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
- Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yangtidak lengkap atau kurang efektif.
- Mobilitas menurun
- Nutrisi yang sering kurang baik
- Sistem imunitas yang menurun
- Adanya hambatan pada saluran urin
- Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensi yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi
terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya
akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen
menyebar ke seluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK,
antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang mengakibtakan penimbunan cairan
bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefrosis. Penyebab umum
obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma danhipertrofi prostate yang sering
ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.6
DAFTAR PUSTAKA
1.Enday Sukandar. Nefrologi klinik. Bab 2; infeksi ( non spesisfik dan spesifik) salurankemih
dan ginjal. Edisi 3. Bandung : Pusat informasi ilmiah ( PII ) bagian ilmupenyakit dalam
FKUNPAD, 2006 : 29 - 93.
2.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam,edisi V
jilid II. Infeksi saluran kemih pasien dewasa . Jakarta: Perhimpunan DokterSpesialis Penyakit
Dalam Indonesia, 2009: 1008 – 15.
3.Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of
internal medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005.
4.Jonathan Gleadle. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik ; alih bahasa,
AnnisaRahmalia ; editor bahasa Indonesia, Amalia Safitri. Jakarta: Erlangga, 2007: 98 – 99.
5. Sylvia Anderson P, Lorraine McCarty W. Alih bahasa, Braham U, Pendit dkk. Editoredisi
bahasa indonesia, Huriawati H. Patofisiologi ; konsep-konsep klinis penyakit.Edisi 6. EGC.
Jakarta; 2005 : 235-40.
6.Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan Nasionalrepublik
Indonesia. 2003. 62-65.
7.Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Media Aesculapius 1999, Jakarta, hal : 198 – 99.
8.Robbins. Buku ajar patologi. editor, Vinay Kumar, Ramzi S.Cotran, Stanley L. Robbins; alih
bahasa, Brahm U. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto,Nurwany
Darmaniah, Nanda Wulandari – Ed. 7 – Jakarta : EGC,2007 :671-78.
9.James olson. Belajar mudah farmakologi ; alih bahasa, Linda chandranata; editorbahasa
indonesia, Lydia I Mandera. Jakarta : EGC, 2003, hal 122-151.
10.Simanjuntak P, Hutapea H, Sembiring BR ( dkk ). Masalah bakteriuria asimptomatik pada
kehamilan. Cermin Dunia Kedokteran. 1982;( 28) hal : 66-9.
11.Santoso S, Dzen MS. Bakteriuria asimtomatik pada wanita hamil. Maj Kedokt Indon1985;
( 35 ) :515-18.
12.Sjamsuhidajat, R; Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke – 2. Jakarta:
BukuKedokteran EGC. 2004. 756 – 63.
PATOGENESIS
Pada periode neonetus bakteri mencapai saluran kemih melalui aliran darah atau urtera
yang selanjutnya bakteri akan naik ke saluran kemih dari bawah. Perbedaan individu dalam
kerentanannya terhadap infeksi saluran kemih dapat diterangkan oleh adanya faktor hospes
seperti produksi antibodi uretra dan servikal (Ig A) dan faktor-faktor lain yang memepengaruhi
perlekatan bakteri pada epitel introitus dan uretra. Beberapa di antara factor-faktor ini, seperti
fenotipe golongan darah P, ditentukan secara genetik. Imunosupresi, diabetes, obstruksi saluran
kemih, dan penyakit granulomaltosa kronik adalah faktor lainnya yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi. Bila organisme dapat masuk ke dalam kandung kemih, beratnya
infeksi dapat menggambarkan virulensi bakteri dan faktor anatomik seperti refluks vesikouretra,
obstruksi, statis urin, dan adanya kalkuli. Dengan adanya statis urin, kesempatan untuk
berkembang biak bekteri meningkat, karena urin merupakan medium biakan yang sangat baik.
Lebih-lebih lagi, pembesaran kandung kemih dan dapat menurunkan resistensi alami kandung
kemih terhadap infeksi. Infeksi akut atau infeksi kronik vesika urinaria akibat infeksi yang
berulang mengakibatkan perubahan pada dinding vesika urinaria dan dapat mengakibatkan
inkompetensi dari katup vesikoureter. Akibat rusaknya katup ini, urin dapat naik kembali ke
ureter terutama pada waktu berkemih ( waktu kontraksi kandung kemih). Akibat refluks ini
ureter dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan mengakibatkan kerusakam pielum dan
parenkim ginjal ( pielonefritis ). Infeksi parenkim ginjal dapat juga terjadi secara hematogen
atau limfogen.2
B
Flora usus
Kolonisasi di perineal dan uretra anterior
Muncul tipe uropatogenik
sistisis
Barier pertahanan mukosa normal
Factor pejamu ( host)
1. Memperkuat perlekatan uroepitel.
2. Refluks vesikoureter.3. Refluk intrarenal.4. Tersumbatnya saluran
kemih.
Gambar patogenesis dari ISK asending.
Pada bayi infeksi secara hematogen lebih sering terutama bila ada kelainan struktur
traktus urinarius. Bakteri pathogen ataupun bakteri non pathogen di daerah tubuh lainnya (kolon,
mulut, kulit) bila berkembang biak di parenkim ginjal akan menghasilkan amoniak yang dapat
mengahalangi pertahanan tubuh normal yaitu dengan menghalangi system komplemen dan dapat
menghalangi migrasi leukosit PMN dan fagositosis, karena amoniak meninggikan hipertonitas
medulla. Bila sudah terdapat infeksi parenkim, fungsi ginjal dapat terganggu.2
Penderita dengan golongan darah P1 dapat menderita pielonefritis asendens berulang
tanpa adanya refluks vesikoureter, karena E.coli terikat spesifik dengan antigen P1 pada sel
epitel .7 pielonefritis akut bisa ditemukan fakus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal
membengakak, edematosus, dam banyak ditemukan infiltrasi leukosit polimorfonukleat dalam
jaringan interstitial, akibat fungsi ginjal dapat terganggu. Bila tidak diobati, perubahan-
perubahan ini dapat mengakibatkan pembentukan miroabses pada ginjal, yang dapat menyatu.
Pielonefriti akut biasanya lebih hebat bila terdapat obstruksi. Perubahan ini dapat mengakibatkan
terbentuknya jaringan parut ginjal, dengan penemuan histologisnya biasnya dikenal sebagai
pielonefritis kronik. Pada pielonefritis kronik akibat infeksi , adanya produk dari bakteri atau
adanya zat mediator toksik yang dihasilkan sel yang telah rusak, akan mengakibatkan parut
ginjal (renal scarring).2 namun demikian, pengobatan yang tepat dapat menimbulkan
penyembuhan sempurna.
Secara histology, pielonefritis kronik seringkali sulit dibedakan dari sebab-sebab lain
jaringan parut ginjal stadium akhir, seperti penyakit kistik medullaris, iskemia, iradiasi,
penyalahgunaan analgesic, dan lain-lainnya. Jaringan parut ini dapat setempat atau difus.
Virulensi bakteri
Pielonefritis akut
Factor pejamu ( host)
1. Memperkuat perlekatan uroepitel.
2. Refluks vesikoureter.3. Refluk intrarenal.4. Tersumbatnya saluran
kemih.
urosepsisParut ginjal
Temuan khas pielonefritis kronik adalah jaringan parut korteks dengan deformitas kaliks yang
mendasarinya. Secara mikroskopik, lesi ini berupa bercak-bercak dengan fibrosis glomeruler,
radangkronis interstitial dan fibrosis serta atrofi tubulus. Kondisi local medulla ginjal, seperti
osmolalitas tinggi, yang mengganggu aktivitas fagosit leukosit, menyebabkan daerah ginjal lebih
rentan terhadap infeksi daripada korteknya.7
Jaringan parut ginjal seperti itu juga ditemukan pada anak dengan refluks vesikouretra
yang tidak mempunyai riwayat infeksi saluran kemih, untuk alas an ini beberapa ahli lebih
memilih istilah refluks nefropati dari pada pielonefritis kronik. Pada setiap kasus, 90% anak
dengan lesi pielonefritis kronik mengalami atau telah mengalami refluks vesikoureter. Refluks
nefropati atau pielonefritis kronik adalah penyebab utama hipertensi arterial pada anak,.
Beberapa perubahan vascular dan glomeruler mungkin lebih sebagai akibat sekunder hipertensi
dari pada proses radang. Pada hewan percobaan, refluks nefropati hanya terjadi di daerah-daerah
ginjal yang papilla gunjalnya memungkinkan refluks urin dari kaliks ke tubule skolektifus yang
dipermudah oleh adanya konfigurasi anatomis papilla yang datar pada penggabungan kaliks.
Papilla kronisnya biasanya terdapat di dalam kaliks sederhana membantu mencegah terjadinya
refluks intrarenal. Respon autoimun terhadap protein tamm-horsfall mungkin juga memegang
peranan dalam pembentukan dan pengembangan jaringan parut pielonefritis.7
Sebagai tambahan dari perubahan peradangan yang telah disebutkan diatas, infeksioleh
mikroorganisme pemecah urea seperti proteus dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal.
Ammonia yang berasal dari urea menyebabkan urin sangat alkalis dan mengalibatkan endapan
kalsium fosfat dan tripel kalsium, magnesium, dan ammonium fosfat. Kalkuli bekerja sebagai
benda asing dan mendukung mengabaikan infeksi. Dengan adanya obstruksi ureter, infeksi ginjal
dapat dengan cepat menyebabkan septicemia, pionefrosis, dan pembentuakan abses ginjal dan
perirenal.7
DAFTAR PUSTAKA
1 . P a r n o . Mengenal Infeksi Ginjal . Juni 2010. Diunduh
dari : http://propolis.rumahkerja.info/ginjal.php. Tanggal 22 Januari 2011
2.Alantas, Husein. dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Balai Penerbit FK
UI.2002. Jakarta. Halaman 142-161.
3.Waspasai Gejala Pielonefritis. 2010. Diunduh dari:http://www.spesialis.info/?waspasai-gejala-
pielonefritis,637.Tanggal 25 Januari 20114 .Raszka , Wi l l i am
V . , J r , Omar Khan . Pyelonephritis. Pediatrics in Review
.
Vol.26.2005
.
.
Halaman 364-3595 . W h a l a n k . P i e l o n e f r i t i s .
Ensiklopedia Penyakit. Agustus
2010. Diunduh dari:http://ensiklopediapenyakit.blogspot.com/2010/08/pielonefritis.html.Tanggal 22 Januari
20106.
Anatomi dan Fisiologi Ginjal
. Diunduh dari: http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/anatomi-dan-fisiologi-ginjal.html. Tanggal 22 Januari
2011
7 . Ne l son I lmu Keseha tan Anak
. Vo lume 3 . Ed i t o r , R i cha rd E . Beh rman , Robe r t M.Kliegman, Ann M. Arvin.
Editor edisi bahasa Indonesia A, Samik Wahab. Edisi 15.EGC, 2000. Jakarta. Halaman 1863-
1868.8. Noer , Muhammad Sjaifullah, Ninik Soemyarso.
Infeksi Saluran Kemih
. 2006.
Diunduhdari:http://www.pediatrik.com/isi03.php? page=h
tml&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-fnzh263.htm. Tanggal 11 Januari
2011
Dalam praktek sehari-hari gejala kardinal seperti disuria, polakisuria, dam
urgensi(terdesak kencing) sering ditemukan hampir 90% pasien rawat jalan dengan ISK
akut.Disuria adalah gejala nyeri atau tidak enak saat mengeluarkan urin dan penyebab
terseringhal tersebut sejauh ini adalah ISK. Harus dilakukan anamnesis yang akurat dan teliti
untuk memperoleh gambaran keluhan yang terjadi.4
Berikut ini beberapa pertanyaan untuk mendapatkan data riwayat kesehatan dari
prosespenyakit:
1. Perhatikan kondisi pasien apakah pasien tampak sakit ringan atau berat ?
2. Kapan pasien terakhir kali berkemih ? Berapa frekuensi berkemih dalam sehari ?
3. Adakah rasa nyeri atau tidak enak ? Tanyakan pada pasien dimana rasa nyeri
atautidak nyaman ? pada saat atau selama mencoba buang air kecil ?
4. Tanyakan bagaimana warna urin dari pasien ? adakah hematuria, sekret penis
atauvagina, urin berbau busuk, urin keruh, atau mengeluarkan pasir halus atau batu ?
5. Adakah nyeri pinggang atau suprapubis ? apakah kandung kemih membesar ?
6. Adakah gejala sistemik seperti demam, menggigil, berkeringat, dan penurunan
beratbadan ?
Riwayat penyakit sekarang : nyeri perut terasa diremas-remas, badan terasa demam, mual
dirasakan saat makanan masuk, buang air kecil nyeri dan tersa
panas.
Riwayat penyakit terdahulu : Adakah riwayat disuria, ISK, batu urin, penyakit ginjal, atau
diabetes melitus ?
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada.
Riwayat lingkungan : sanitasi buruk.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Ginjala.
Palpasi
Pada keadaan normal ginjal tidak teraba pada pemeriksaan palpasi. Adanya pembesaran
ginjal ini merupakan hal yang penting dalam menentukan diagnosis. Pemeriksaan dilakukan pada
kedua ginjal, yaitu ginjal kiri dan ginjal kanan. Pada pemeriksaan ginjal kiri, pemeriksa harus
berdiri di sebelah kiri pasien. Pemeriksa meletakkan tangan kanan pada bagian bawah tubuh
pasien sejajar dengan iga ke-12, dengan ujung jari menyentuh sudut kostovertebra, dan angkat
telapak tangan tadi ke atas untuk menggeser ginjal kiri ke arah anterior. Pemeriksa meletakkan
telapak tangan kirinya pada kuadran kiri atas, lateral dan paralel dengan rektus abdominis, dan
mintalah pasien untuk menarik nafas dalam. Pada saat puncak respirasi, pemeriksa menekan
dalam dan kuat dengan tangan kiri ke arah kuadran kiri atas, tepat di bawah tepi kosta, dan
usahakan untuk menangkap ginjal kiri diantara kedua tangannya. Kemudian minta pasien
untuk mengeluarkan nafas dan perlahan-lahan lepaskan tekanan tangan kiri, rasakan pergerakan
ginjal kiri ke tempatnya semula, Bila ginjal tersebut teraba, uraikan bagaimana ukuran,bentuk,
dan adakah rasa nyeri. Pada pemeriksaan ginjal kanan, pemeriksa harus pindah ke sebelah kanan
pasien. Dan prosedur pemeriksaan berjalan seperti di atas, ginjal kanan normal mungkin teraba
pada pasien yang kurus dan pada wanita yang sangat relaks. Kadang-kadang ginjal kanan
terletak lebih anterior, dan harus dibedakan dari liver, dimana tepi liver teraba lebih
runcing,sedangkan tepi bawah ginjal teraba lebih bulat.2
Sebab-sebab pembesaran ginjal misalnya hidronefrosis, kista, dan tumor
ginjal. Sedangkan pembesaran ginjal bilateral mungkin disebabkan oleh penyakit ginjal
polikistik (polycystickidney diseases). Adanya masa pada sisi kiri, mungkin disebabkan karena
splenomegali hebat atau pembesaran ginjal kiri.4
b. Perkusi
Untuk menemukan rasa nyeri pada ginjal dapat dilakukan pemeriksaan perkusi dengan
kepalan tangan, selain dengan cara palpasi diatas. Pemeriksa meletakkan tangan kirinya pada
daerah kostovertebral belakang, lalu pukul dengan permukaan ulnar tinju dengan tangan
kanannya. Gunakan tenaga yang cukup untuk menimbulkan persepsi tapi tanpa menimbulkan
rasa nyeri pada pasien normal. Rasa nyeri yang ditimbulkan dengan pemeriksa ini dapat
disebabkan oleh pielonefritis,tapi juda dapat disebabkan hanya karena nyeri otot.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis dapat mencapai 40.000 per mm3, neutrofilia, laju endapan darah tinggi.
Urinkeruh, proteinuria 1-3 gram per hari, penuh dengan pus dan kuman, kadang-kadang
ditemukan eritrosit. Biakan urin selalu ditemukan bakteriuria patogen bermakna dengan CFUper
ml > 105.
Faal ginjal ( LFG ) masih normal, berat jenis urin dan uji fungsi tubulus lainnya
terganggu terutama bila disertai septikemia.
Pemeriksaan radiologik Foto polos perut ( BNO ) mungkin sudah dapat memperlihatkan
beberapa kelainan seperti obliterasi bayangan ginjal yang tidak jelas karena sembab jaringan,
perinephritic fat, dan perkapuran.8 Eksresi urogram selama fase akut umumnya memperlihatkan
sedikit penurunan fase ginjal walaupun pielum dan kalises dari ginjal yang sakit mungkin
mengecil karena sekresi volume urin sedikit dibandingkan dengan ginjal yang sehat.
Pemeriksaan eksresi urogram sangat penting untuk mengetahui adanya obstruksi. Bila
terjadi infeksi berat, biasanya ginjal membesar dengan nefrogram terlambat (delayed
nephrogram) dan tidak ditemukan bayangan sistem pelvio kalises. Gambaran urogram
(pielogram) akan normal kembali setelah pengobatan yang adekuat
Pemeriksaan USG
Pada umumnya USG ginjal normal. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengetahui faktor-
faktor predisposisi infeksi seperti ginjal polikistik dan nefrolitiasis.8
Radionuclide imaging
Bayangan ginjal dengan gallium – 67 dapat dipakai untuk menentukan lokalisasi infeksi. Hasil
positif mencapai 86% walaupun dapat juga ditemukan hasil semu positif atau negatif (falsely
postive/negative).1,3
KOMPLIKASI
1. Pielonefritis kronik
Bila diagnosis terlambat atau pengobatan tidak adekuat, infeksi akut ini menjadi kronik
terutama bila terdapat refluks vesikoureter. Pielonefritis kronik ini dapat menyebabkan :
insufisiensi ginjal.
skelerosis sekunder mengenai pembuluhdarah arterial sehingga menyebabkan iskemi
ginjal dan hipertensi.
pembentukanbatu dan selanjutya dapat meyebabkan kerusakan jaringan/ parenkim ginjal
lebihparah lagi.
2. Bakterimia dan septicemia
Bakteremia dengan atau tanpa septikemia sering ditemukan pada pasien-pasien dengan
pielonefritis berat ( fulminating pyelonephritis ). Bakteremia juga menyebabkan infeksi
atau pembentukan abses multipel pada bagian korteks dari ginjal kontra lateral.
Bakteremia disertai septikemi terutama disebabkanmikroorganisme Gram negatif.
3. Pionefrosis
Pada stadium akhir dari infected hydronephrosis atau pyonephrosis terutama pada pasien-
pasien daibetes melitus mungkin disertai pembentukan gas intrarenal sehingga dapat
memberikan gambaran radiologik pada foto polos perut.
PENATALAKSANAAN
Non Medika Mentosa
Istirahat penting selama fase akut. Bila mual-mual dan muntah-muntah perlu mendapat
makanan parenteral.
Pasien dianjurkan minum banyak supaya jumlah diuresis mencapai 2 liter per hari
selamafase akut.
Keuntungan minum banyak :
pertumbuhan mikroorganisme terutama E.colidapat dihambat.
mengurangi resiko anuria selama pengobatan dengan sulfonamide
mikroorganisme banyak diekskresikan selama miksi.
Beberapa kerugian minum banyak :
pasien tidak istirahat karena sering kencing.
mengurangi konsentrasi antibiotika dalamurin sehingga mengurangi efek
terapeutik.
Pengobatan Medika Mentosa
1. Pengobatan umum
Pengobatan umum ini biasanya bersifat simtomatik untuk menghilangkan atau
meredakan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah atau atas. Misalnya ; analgetik,
anti spasmodik, alkalinisasi urin dengan bikarbonat. Pada umumnya pasien dengan
pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi
antibiotika perenteral paling sedikit 48 jam.
Indikasi rawat inap pasien denga pielonefritis akut :
a. Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotikaoral.
b. Pasien sakit berat atau debiltasi.
c. Terapi antibitika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
d. Diperlukan investigasi lanjutan.
e. Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
f. Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, usia lanjut.
Secara teoritis pemilihan macam antibiotika harus sesuai dengan hasil bakteriogram. Dalam
praktek sulit dilaksanakan karena hasil biakan dan uji kepekaan memerlukan waktu lama
( beberapa hari ). Pengobatan awal dapat segera diberikan dan sebaiknya sesuai dengan hasil
pengecatan dengan gram bahan urin.
2. pengobatan awal.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative
terapi antibiotik intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui
mikroorganisme sebagai penyebabnya :
- Fluorokuinolon.
- Amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin.
- Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
Bila hasil pengecatan Gram dijumpai bentuk batang Gram negatif, golongan sulfonamide dapat
segera diberikan sebagai pengobatan awal, inisial. Sulfonamide masih cukup efektif untuk Gram
Negatif bentuk batang, biasanya E.coli yang merupakan penyebab utama dari pielonefritis akut
tipe sederhana ( uncomplicated ). Frekuensi penyembuhan cukup tinggi, mencapai 85%. Salah
satu golongan sulfonamide, misalnya sulfametazin diberikan dengan takaran 500 mg per
hari,selama 7 sampai 10 hari. Golongan antibiotika lain yang masih cukup efektif seperti
tetrasiklin, ampisilin (ampifen, vidopen, penbritin, petreksil), sefaleksin dan co-trimoxazole.
Dianjurkan juga pemberian ampisilin 2 gram per hari intravena / intramuskuler, selama 2
haripertama, kemudian dilanjutkan per oral selama 10 hari, untuk pasien-pasien dengan
pielonefritis akut berat yang disertai tanda-tanda septikemia.
Untuk pasien-pasien pielonefritis akut yang dicurigai tipe berkomplikasi sebaiknya diberikan
antibiotika dengan spektrum luas, seperti golongan ampisilin, sefaleksinatau co-trimoxazole.
Bila setelah 48 jam pengobatan tidak memperlihatkan respon klinik, antibiotika harus diganti
disesuaikan dengan hasil bakteriogram.
3. Pemilihan macam- macam antibiotika sesuai dengan hasil bakteriogram.
4. Tindak lanjut.
Selama follow up ( tindak lanjut ) pemeriksaan bakteriologi sangat penting karena
penyembuhan klinik tidak berarti telah terdapat juga penyembuhan sempurna. Bahan urin
harus dibiak pada hari ke 3 atau ke 4 selama pengobatan dan satu minggu setelah
pengobatan berakhir. Bila terjadi reinfeksi, biakan urin setiap bulan selama 3 bulan
pertama dan selanjutnya setiap 3 bulan selama 9 bulan. Bila pada hari ke-4 atau ke-5
selama pengobatan tidak memperlihatkan penyembuhan klini, biakan urin harus diulang
untuk menentukan pemilihan antibitika yang tepat.
PENCEGAHAN
Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimptomatik bersifat
selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinisISK.
Uji saring bakteriuria asimptomatik harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien
perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan
laki-laki, dan kateterisasi laki-laki dan perempuan.
Penelitian epidemiologi klinik melaporkan prevalensi bakteriuria asimptomatik pada
kehamilan bervariasi antara 2-10 %; dan tergantung dari status social-ekonomi. Pada kelompok
perempuan tidak hamil ditemukan basiluria asimptomatik dua kali berturut-turut mikroorganisme
yang sama mempunyai sensitivitas 95% dan spesifisitas 95% untuk cenderung mengalami
presentasi klinik ISK. Pada kelompok perempuan ini tidak diperlukan terapi antimikroba, cukup
irigasi mikroorganisme dengan asupan cairan yang banyak.
Setiap perempuan hamil dengan basiluria asimptomatik harus mendapat terapi
antimikrobauntuk mencegah presentasi klinis pielonefritis dan komplikasi pada kehamilannya.
Pengaturan / regulasi pH urin sangat penting baik untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme tertentu maupun untuk efektivitas antibiotika E.coli biasanya tumbuh subu
rdalam suasana urin asam. Pemberian garam alkali seperti natrium bikarbonat atau kalium sitrat
mungkin sudah cukup untuk menceah pertumbuhan E.coli dan meredakan atau menghilangkan
gejala-gejala infeksi saluran kemih. Infeksi dengan proteus biasanya terjadi dalam suasana basis
( alkali ), tetapi pemberian garam ammonium khlorida tidak mempunyai arti baik untuk
mencegah maupun meredakan semua gejala infeksi saluran kemih. Golongan sulfonamide dan
aminoglkiosida biasanya lebih aktif dalam suasana / media alkalis, sebaiknya tetrasiklin lebih
aktif dalam suasana asam.
Pencegahan umum yang dapat dilakuakan :
1. Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kemih.
2. Bagi perempuan, membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH
balanced (seimbang) sebab membersihkan dengan air saja tidak cukup bersih.
3. Pilih toilet umum dengan toilet jongkok. Sebab toilet jongkok tidak menyentuh langsung
permukaan toilet dan lebih higienis.
4. Gunakan pakaian dalam dari bahan katun yang menyerap keringat agar tidak lembab.
BAB III
KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal dimana terjadi reaksi
inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal yang sifatnya akut maupun kronis. Pielonefritis
akut biasanya akan berlangsung selama 1-2 minggu. Pielonefritis kronis merupakan lanjutan
dari pielonefritis akut. Refluks vesico uretral ini merupakan factor resiko yang paling penting
dalam terjadinya pielonefritis pada anak-anak. Refluks vesicouretral terdetaksi pada sekitar
10 % sampai 45 % dari anak-anak yang memiliki gejala ISK.
Penyaebabnya adalah Escherichia coli (70-80 %). Penyebab yang lain seperti
Klebsiella, Proteus, Staphylococcus saphrophyticus, coagulasenegative staphylococcus, Pseu
domonas aeroginosa, Streptococcus fecalis,Proteus species jarang ditemukan . infeksi akut/
kronik vesika urinaria akibat infeksi yang berulang mengakibatkan perubahan pada dinding
vesica dan dapat mengakibatkan inkompetensi sari katup vesikoureter. Akibat rusaknya
katup ini, urin dapat naik kembali ke ureter terutama pada waktu berkemih. Akibat refluks ini
ureter dapat melebar atau urin sampai ke ginjal dan mengakibatkan kerusakan pielum dan
parenkim ginjal.pada pielonefritis akut terjadi demam yang timbul mendadak, menggigil,
malaise, muntah, sakit panggul dan pinggang, nyeri tekan di daerah kostovertebral,
leukositosis, piuria dan bakteriuria. Biasanya disertai dengan adanya toksik sistemik. Demam
dan iritabel adalah gejala paling umum yang ditunjukkan pada bayi yang memiliki
pielonefritis. Temuan lain termasuk nafsu makan yang menurun, letargi dan nyeri perut.
Anak-anak dengan pielonefritis kronik seringkali tidak bergejala. Hipertensi arterial biasanya
berkaitan dengan jaringan parut ginjal.
Penegakan diagnosa pielonefritis akut dilihat dari gejala dan tanda yang biasanya di
dahului oleh disuria, urgensi, dan sering berkemih yang menunjukkan bahwa infeksi dimulai
pada bagian bawah traktus urinarius. Adanya silinder leukosit membuktikan infeksi terjadi di
dalam ginjal.
Pengobatan pielonefritis akut, disertai gejala sistemik infeksi, setelah sampel urin
diambil untuk dibiakkan, diberi antibiotik parenteral (tanpa menunggu hasil biakan urin)
untuk mencegah terjadinya parut ginjal. Sebaiknya anak dirawat di rumah sakit terutama bula
disertai tanda toksik.
Pemberian antibiotik parenteral diteruskan sampai 3-5 hari atau sampai 48
jam penderita bebas demam, kemudian dilanjutkan dengan pemberian oral selama 10sampai
14hari, disesuaikan dengan hasil biakan urin dan uji sensitivitasnya. Biakan urin ulang
dilakukan setelah 48 jam tidak makan obat untuk melihat hasil pengobatan,
apakah bakteriuria masih ada. Antibiotik profilaksis diberikan sampai dilakukan MSU, dan
bila ditemukan refluks antibiotik parofilaksis diteruskan.
BAB IV
SARAN
Dari karya tulis ilmiah yang berjudul “ pielonefritis “ ini diharapkan para pembaca dapat
mengambil manfaat dari karya tulis ini. Apabila ada kesalahan dalam penulisan karya tulis
ilmiah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca , agar dilain kesempatan tim
penulis dapat menyempurnakan karya tulis ini sehingga dapat dijadikan sumber tambahan untuk
menambah ilmu pengetahuan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderton, j.i, dkk. 1992. Nefrologi. Jakarta : Hipokrates.
2. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi II. Jakarta : EGC.
3. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius.
4. Tambyong, jan. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta : EGC.
5. Price, SA. 1995. Patofisiologi. Jakarta : EGC.
6. Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk siswa perawat. Jakarta :EGC.
7. Rusdidjas, Ramayati R. 2012. Infeksi Saluran Kemih. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI:
hal. 142-163.
8.