Post on 27-May-2015
2. dari al-Quran dinamai dengan al-Ikhlsh (memurnikan keesaan Allah), yang secara fisik surah al-Ikhlsh itu hanya terdiri atas empat ayat pendek, namun kandungannya sangat panjang dan luar biasa. Rasulullah s.a.w. bersabda, Nabi s.a.w. pernah bersabda kepada para sahabatnya: "Apakah salah seorang dari kalian tidak mampu bila ia membaca sepertiga dari al-Quran pada setiap malamnya?" Dan ternyata para sahabat merasa kesulitan, seraya berkata, "Siapakah di antara kami yang mampu melakukan hal itu wahai Rasulullah?" Maka beliau pun bersabda: "allhul whid ash-shamad (maksudnya surat al-ikhlsh) nilainya adalah sepertiga al-Quran." (HR al-Bukhari dari Abu Said al-Khudriy r.a., Shahh al-Bukhriy, VI/233, hadits no. 5015) Dalam riwayat Muslim, dinyatakan:- - . ) ( . ( Dari Abu Darda` dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: "Tidak sanggupkah salah seorang dari kalian membaca sepertiga al-Quran dalam semalam?" Mereka balik bertanya, "Bagaimana cara membaca sepertiganya?" Nabi s.a.w. pun menjawab: (qul huwallhu ahad) [maksudnya: surat al-Ikhlsh] sama dengan sepertiga al-Quran." (HR Muslim dari Abu Darda, Shahh Muslim, II/199, 1922) Jadi, kesimpulannya: "Membaca 'qul huwallhu ahad' pahalanya setara dengan membaca sepertiga al-Quran." Oleh karena itu, Raja' al-Ghanawi r.a. mengatakan, ( 2 3. "Barangsiapa membaca 'qul huwallhu ahad' tiga kali, maka ia seakan-akan membaca al-Quran seluruhnya." )HR Al-Uqaili dari Raja al-Ghanawi, AdhDhuaf al-Kabr li al-Uqailiy, I/374, hadits no. 215, yang oleh para ulama hadits dinyatakan sebagai hadits dhaif) Atau, sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, bahwa Muadz bin Anas al-Juhani berkata, : "Barangsiapa membaca 'qul huwallhu ahad' sampai selesai sebanyak sepuluh kali, maka Allah (akan) membangunkan sebuah rumah untuknya di surga." (HR Ahmad bin Hanbal dari Muadz bin Anas al-Juhani, Musnad Ahmad ibn Hanbal, III/437, hadits no. 15646) Atau, seperti yang diriwayatkan ath-Thabarani, bahwa Fairuz ad-Dailami r.a. berkata," : " "Barangsiapa membaca 'Qul huwallhu ahad' seratus kali, di dalam shalat atau lainnya, maka ia dicatat oleh Allah sebagai orang yang terbebas dari siksa neraka." (HR ath-Thabarani dari Fairuz ad-Dailami, Al-Mujam al-Kabr, 13/270, hadits no. 15246) Dan, masih ada beberapa riwayat yang lainnya. Namun, pertanyaannya: Perlukah kita menghitung-hitung kebaikan atau ketaatan kita sendiri? Menurut Ibnu Sina, sebagaimana dikutip Prof.Dr. Muhammad Quraish Shihab, M.A., niat atau motivasi beribadah itu bertingkattingkat. Pertama, tipe pedagang (mengharap keuntungan). Kedua, tipe budak atau pelayan (takut terhadap majikannya). Ketiga, tipe 'arif (bersyukur atas segala yang diberikan Allah SWT kepadanya). Dan tipe keempat, dinamakan sebagai tipe robot (otomatis, tanpa pemikiran, tanpa pemahaman, dan tanpa penghayatan). Tentu akan lebih bijaksana, jika kita terbiasa melaksanakan ibadah menurut tipe 'arif. Sebab, sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya bahwa tidak sedikit amal (ibadah) yang dibatalkan atau3 4. dihapuskan pahalanya akibat niatnya tidak ikhlas (tidak murni) karena Allah SWT. Wallhu Alam. (Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Mahmud Yunus dalam http://muchroji.multiply.com/journal/item/4286)4