Post on 14-Dec-2014
KUMPULAN MATERI AIK I(antie bee)
KELOMPOK 1 – DINUL ISLAM
DIEN → agama
ISLAM → kesejahteraan / keselamatan / penyerahan diri
DINUL ISLAM → agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk umat
manusia agar selamat dan sejahtera dunia dan akhirat
DASAR DITEGAKKAN DINUL ISLAM :
Dari Abi Abdurrohman bin Umar bin al-Khottob ra, dia berkata, aku mendengar rasul bersabda :
“Islam didirikan di atas lima perkara :
1. bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan Muhammad
adalah utusan Allah SWT.
2. mendirikan shalat
3. memberikan zakat
4. haji ke Baitullah
5. puasa di bulan Ramadhan
(HR. BUKHARI DAN MUSLIM)
ISI POKOK AJARAN ISLAM : IMAN, ISLAM, IKHSAN
“Allah menurunkan dinul islam bagi umat manusia sebagai pedoman hidup. Jika manusia tidak
mengikuti petunjuk yang ada pada agama maka manusia tersebut akan sesat dalam hidupnya dan
akan mendapatkan kehidupan yang sengsara dan menderita.”
PRINSIP DASAR ISLAM :
a. Keadilan
ADIL → Bahasa Arab → tidak berat sebelah, jujur, atau tidak berpihak.
Menurut istilah :
1. ADIL adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya
2. ADIL adalah menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang
b. Musyawarah
Berunding antara seorang dengan orang lain mengenai suatu masalah atau berbagai masalah
serta dengan maksud untuk mengambil keputusan dan kesepakatan bersama.
c. Kejujuran
JUJUR → Mengakui, berkata, atau memberikan suatu informasi sesuai dengan kenyataan dan
kebenaran.
d. Kebenaran
Sesuatu yang tidak ada keraguan di dalamnya dan berasal dari sumber yang akurat.
KESIMPULAN :
Dinul islam merupakan agama yang fitrah, penyempurna agama terdahulu, pendorong
kemajuan, memberikan pedoman hidup bagi manusia dan merupakan agama yang tauhid.
KELOMPOK 2 – AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah 2 sumber hukum dalam islam. Keduanya merupakan segala
sesuatu yang menjadi dasar, acuan atau pedoman syariat islam. Al-Qur’an dan As-Sunnah melahirkan
atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar
akan menimbulkan sanksi tegas dan nyata.
AL-QUR’AN
Menurut bahasa (etimologi), Al-Qur’an berasal dari kata Quranan dan merupakan masdar dari
kata kerja dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تال) [keduanya berarti: membaca],
atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa
Qur’aanan ( وقرآنا قرءا ) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (قرأ غفرا غفر
Berdasarkan .(وغفرانا makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang
semakna dengan Ism Maf’uul, artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna
kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya Jaami’ (Pengumpul,
Pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.
Firman Allah SWT :
Artinya :
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai)
membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (Al-Qiyâmah:
17-18).
Adapun Al-Qur’an menurut istilah ialah wahyu atau kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat
dan diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril diawali dengan surat al-
Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Al-Qur’an diturunkan untuk menjadi pedoman hidup sekalian manusia, agar manusia tidak
tersesat hidupnya. Al-Qur’an sebagai pemberi kabar gembira bagi orang yang beriman dan
peringatan bagi orang yang ingkar.
a. NAMA-NAMA
Al-Qur'an mempunyai beberapa nama yang kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang tinggi
dan luhur, dan secara mutlak Al-Qur'an adalah kitab samawy yang paling mulia.
Nama-nama lain dari Al-Qur’an, sebagai berikut :
a. Al-Kitab, artinya Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian tersusun dalam
sebuah buku.
b. Al-Furqon, artinya yang membedakan antara yang haq dan batal, serta baik dan buruk.
c. Adz-Dzikru, artinya pemberi peringatan bagi manusia yang suka lupa dan khilaf.
d. Al-Mauidoh, artinya sebuah anjuran, nasehat dan tuntunan.
e. Al-Huda, artinya petunjuk dan bimbingan.
f. Al-Burhan, artinya sebuah bukti yang meyakinkan.
g. Al-Haq, artinya suatu kebenaran mutlak.
h. An-Nur, artinya cahaya yang menerangi.
i. Al-Hikmah, artinya suatu kebijaksanaan.
b. SEJARAH
Pendapat yang terkenal mengenai sejarah turunnya Al-Qur’an ialah riwayat At-Tabari dari Ibnu
Abbas, dikatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam Lailatul Qodar di bulan Ramadhan ke
langit dunia sekaligus. Kemudian diturunkan ke dunia sedikit demi sedikit atau secara berangsur-
angsur. Wahyu yang pertama diturunkan adalah Q.S Al-Alaq : 1-5 di Gua Hira melalui Malaikat
Jibril. Wahyu terakhir adalah Q.S Al-Maidah : 3.
Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur yaitu selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, yakni
mulai tanggal 17 Ramadhan tahun 40 dari kelahiran nabi atau tahun 610 Masehi sampai 9
Dzulhijjah tahun 10 Hijriyah atau tahun 633 Masehi.
Hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur agar mudah dihapal dan dapat
diresapi dalam hati.
Al-Qur’an terdiri atas 6666 ayat, 114 surat, dan 30 juz. Al-Qur’an diturunkan terdiri dua
tahapan, yaitu :
1. Saat Nabi tinggal di Mekah, ayatnya disebut ayat-ayat makkiyah, terdiri dari 91 surat atau
kurang lebih 19/30 juz. Ciri-cirinya : pada umumnya surat pendek-pendek, isinya mengenai
tauhid, keimanan, menerangkan surga dan neraka serta kebanyakan ayatnya dimulai dengan
kalimat, “ Yaa ayyuhannaas ”.
2. Setelah nabi hijrah ke Madinah, ayatnya disebut ayat-ayat madaniyah, terdiri dari 23 surat atau
kurang lebih 11/30 juz dari keseluruhan. Ciri-ciri : pada umumnya surat panjang-panjang,
isinya mengenai hukum dan muamalah, kebanyakan ayatnya dimulai dengan kalimat, “Yaa
ayyuhalladziina aamanuu ”.
Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan al-Qur'an dapat
menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Al-Qur'an ditulis sejak nabi masih hidup. Begitu wahyu
turun kepada nabi, nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya
secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.
Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar ash-
shiddiq, al-Qur'an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri. Dan pada zaman khalifah yang
ketiga, 'Utsman bin Affan, al-Qur'an telah sempat diperbanyak. Alhamdulillah al-Qur'an yang asli
itu sampai saat ini masih ada.
Dalam perkembangan selanjutnya, tumbuh pula usaha-usaha untuk menyempurnakan cara-cara
penulisan dan penyeragaman bacaan, dalam rangka menghindari adanya kesalahan-kesalahan bacaan
maupun tulisan. Karena penulisan al-Qur'an pada masa pertama tidak memakai tanda baca (tanda titik
dan harakat) maka al-Khalil mengambil inisiatif untuk membuat tanda-tanda yang baru, yaitu huruf
waw yang kecil di atas untuk tanda dhammah, huruf alif kecil di atas untuk tanda fat-hah, huruf
alif yang kecil di bawah untuk tanda kasrah, kepala huruf syin untuk tanda shiddah, kepala ha
untuk syukun, dan kepala 'ain untuk hamzah. Kemudian tanda-tanda ini dipermudah, dipotong, dan
ditambah sehingga menjadi bentuk yang sekarang ada.
Dalam perkembangan selanjutnya tumbuhlah beberapa macam tafsir al-Qur'an yang ditulis oleh
ulama Islam, yang sampai saat ini tidak kurang dari 50 macam tafsir al-Qur'an. Juga telah tumbuh
pula berbagai macam disiplin ilmu untuk membaca dan membahas al-Qur'an.
c. FUNGSI DAN KANDUNGAN
Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad
saw, sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim, dan sebagai korektor dan penyempurna
terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya serta bernilai abadi.
Sebagai mu'jizat, al-Qur'an telah menjadi salah satu sebab penting bagi masuknya orang-orang
Arab di zaman Rasulullah ke dalam agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya
orang-orang sekarang, dan (insya Allah) pada masa-masa yang akan datang.
Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an
adalah firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi Muhammad saw yang
ummi yang hidup pada awal abad ke-enam Masehi (571-632M). Demikian juga ayat-ayat yang
berhubungan dengan sejarah seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba', Tsamud, 'Ad, Yusuf,
Sulaiman, Dawud, Adam, Musa, dan lain-lain dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa al-
Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan dengan ramalan-
ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti tentang bangsa Romawi, berpecah-
belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi bukti lagi kepada kita bahwa al-Qur'an adalah wahyu Allah
swt. Bahasa al-Qur'an adalah mu'jizat terbesar sepanjang masa, keindahan bahasa dan kerapian
susunan katanya tidak dapat ditemukan pada buku-buku bahasa Arab lainnya. Gaya bahasa yang luhur
tapi mudah dimengerti adalah merupakan ciri dari gaya bahasa al-Qur'an. Karena gaya bahasa yang
demikianlah 'Umar bin Khathab masuk Islam setelah mendengar awal surat Thaha yang dibaca
oleh adiknya Fathimah. Abul Wahd, diplomat Quraisy waktu itu, terpaksa cepat-cepat pulang
begitu mendengar beberapa ayat dari surat Fushshilat yang dikemukakan Rasulullah sebagai
jawaban atas usaha-usaha bujukan dan diplomasinya. Bahkan Abu Jahal musuh besar
Rasulullah, sampai tidak jadi membunuh Nabi karena mendengar surat adh-Dhuha yang dibaca
nabi.
Tepat yang dinyatakan al-Qur'an bahwa sebab seorang tidak menerima kebenaran al-Qur'an
sebagai wahyu Ilahi adalah salah satu diantara dua sebab, yaitu:
a) tidak berpikir dengan jujur dan sungguh-sungguh.
b) tidak sempat mendengar dan mengetahui al-Qur'an secara baik.
Oleh al-Qur'an disebut al-maghdhub (dimurkai Allah) karena tahu kebenaran tetapi tidak mau
menerima kebenaran itu dan disebut adh-Dhalim (orang sesat) karena tidak menemukan
kebenaran itu. Sebagai jaminan bahwa al-Qur'an itu adalah wahyu Allah, maka al-Qur'an sendiri
menantang setiap manusia untuk membuat satu surat saja yang senilai dengan al-Qur'an.
Sebagai pedoman hidup, al-Qur'an banyak mengemukakan pokok-pokok serta prinsip-prinsip
umum pengaturan hidup dalam hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia
dan makhluk lainnya. Di dalamnya terdapat peraturan-peraturan seperti:
- beribadah langsung kepada Allah
- berkeluarga
- bermasyarakat
- berdagang
- utang-piutang
- kewarisan
- pendidikan dan pengajaran
- pidana, dan
- aspek-aspek kehidupan lainnya yang oleh Allah dijamin dapat berlaku dan sesuai pada setiap
tempat dan setiap waktu.
Setiap Muslim diperintahkan untuk melakukan tata nilai tersebut dalam kehidupannya. Dan sikap
memilih sebagian dan menolak sebagian tata nilai itu dipandang al-Qur'an sebagai bentuk pelanggaran
dan dosa. Melaksanakannya dinilai ibadah, memperjuangkannya dinilai sebagai perjuangan suci, mati
karenanya dinilai sebagai mati syahid, hijrah karena memperjuangkannya dinilai sebagai pengabdian
yang tinggi dan tidak mau melaksanakannya dinilai sebagai zhalim, fasiq, dan kafir.
Sebagian korektor al-Qur'an banyak mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-
kitab Taurat, Injil, dan lain-lain yang dinilai al-Qur'an tidak sesuai dengan ajaran Allah yang
sebenarnya (karena pemalsuan-pemalsuan). Baik menyangkut segi sejarah orang-orang tertentu,
hukum-hukum, prinsip-prinsip ketuhanan, dan lain sebagainya. Sebagai contoh koreksi-koreksi yang
dikemukakan al-Qur'an antara lain sebagai berikut:
a) tentang ajaran Trinitas
b) tentang Isa
c) tentang penyaliban Nabi Isa
d) tentang Nabi Luth
e) tentang Harun
f) tentang Sulaiman, dan lain-lain.
Adapun isi yang terkandung dalam Al-Qur’an secara garis besar, sebagai berikut :
1. masalah tauhid;
2. masalah ibadah;
3. masalah muamalah;
4. masalah janji dan ancaman;
5. sejarah manusia masa lalu;
6. kepercayaan terhadap yang gaib seperti malaikat, hari akhir, dan takdir;
7. percaya adanya wahyu yang diturunkan;
8. beriman kepada para nabi;
9. mengucapkan dua kalimat syahadat;
10. menegakkan sholat, melaksanakan puasa dan haji
AS-SUNNAH
As-Sunnah secara bahasa (etimologi) berasal dari kata: "sanna yasinnu", dan "yasunnu sannan",
dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan
(menjelaskan) perkara. As-Sunnah juga mempunyai arti "at-Thariqah" (jalan/metode/pandangan
hidup) dan "as-Sirah" (perilaku) yang terpuji dan tercela.
As-Sunnah menurut istilah syari'at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi'il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat
tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri (pensyariatan) bagi ummat Islam.
Adapun As-Sunnah menurut bahasa ialah sesuatu yang baru. Secara istilah sama dengan As-Sunnah
menurut Jumhur Ulama. Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa : Sunnah itu
untuk perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah banyak melupakan
makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif
(sinonim) dengan hadits. As-Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam selain dari Al-Qur'an, baik perbuatan,
perkataan, taqrir (penetapan) yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar'i.
As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya
sunnah.
a. MACAM-MACAM
As-Sunnah terbagi atas 3 macam, yaitu:
[a]. Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam: "Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak
bermanfaat baginya".
[b]. Hadits fi'li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang wudhu, shalat, haji, dan
selainnya.
[c]. Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Muhammad Shallallahu
'alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya.
b. SANAD
Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung
sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya. Sanad
dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni Sahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka al-
Bukhari dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits),
rawi yang sebelum al-Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan Shahabat yang meriwayatkan hadits
itu dikatakan akhir sanad.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada mereka melainkan jika
mempunyai sanad, mereka melakukan demikian sejak tersebarnya dusta atas nama Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang dipelopori oleh orang-orang Syi’ah.
c. RAWI
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan hadis dari Nabi sampai ke penghimpun hadits.
d. MATAN
Matan secara bahasa artinya kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi, ucapan atau lafazh-lafazh
hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang akhir.
e. FUNGSI DAN KEDUDUKAN
As-Sunnah merupakan sumber hukum ke-2 setelah Al-Qur’an. Adapun fungsi As-Sunnah, yaitu :
a. Memperkuat dan mempertegas hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur’an
b. Menjelaskan, menafsirkan dan memberi rincian terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang masih
global
c. Menetapkan hukum baru yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an
Kedudukan As-Sunnah terhadap Al-Qur'an, yakni yang pertama, memiliki kedudukan yang sama
sebagai sumber agama setelah Al-Qur'an dan yang kedua, memiliki kedudukan yang sama sebagai
hujjah (argumen) yang wajib diikuti.
Dan oleh karena itu pula lah gugur pendapat sebagian orang yang mengatakan hanya cukup
dengan Al-Qur'an saja. Dan tidaklah mereka (para pengingkar Sunnah/Qur'aniyyun) mengatakan hal
itu melainkan karena hawa nafsu belaka, karena bagi mereka As-Sunnah hanyalah alat untuk
menguatkan pendapat mereka, apabila sesuai dengan hawa nafsu, mereka akan berpegang kepadanya,
dan yang tidak sesuai dengan nafsu, mereka akan buang ke belakang punggung mereka.
Dan hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah hadits
yang shahih: "Salah seorang dari kalian benar-benar akan menjumpai seseorang yang sedang duduk di
singgasananya, kemudian datang urusanku kepadanya dari apa yang aku perintahkan dan apa yang aku
larang, lalu ia berkata: Saya tidak tahu itu! Semua yang kami dapatkan di dalam Kitab Allah itulah yang
kami ikuti. Apa yang diharamkan oleh Rasulullah sama dengan yang diharamkan oleh Allah" (HR.
Tirmidzi).
KELOMPOK 3- IJTIHAD
a. Menurut Bahasa
IJTIHAD Al-jahd atau Al-juhd lamasyakat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat
(kesanggupan dan kemampuan)
IJTIHAD berarti Pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit
b. Menurut istilah yang telah digunakan para sahabat nabi
IJTIHAD adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada
Kitab-u 'l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan
qiyas (ma'qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah
syari'ah yang terkenal dengan "mashlahat."
c. Menurut rumusan Ushuliyyin dari kelompok mayoritas
IJTIHAD adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk
memperoleh pengertian tingkat dhanny terhadap sesuatu hukum syar‘i (hukum Islam).
d. Syarat-syarat Ijtihad
Syarat-syarat terpenting bagi seseorang yang ingin mendudukan dirinya sebagai mujtahid :
1. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan
masalah hukum, dengan pengertian ia mapu membahas ayat-ayat tersebut untuk menggali hukum.
2. Berilmu pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits rasul yang berhubungan dengan
masalah hukum, dengan arti ia sanggup untuk membahas hadits-hadits tersebut untuk menggali
hukum.
3. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan oleh ijma’ agar ia tidak
berijtihad yang hasilnya bertentangan dengan ijma’
4. Mengetahui secara mendalam tentang masalah qiyas dan dapat mempergunakannya untuk
menggali hukum
5. Menguasai bahasa Arab secara mendalam.
6. Mengetahui secara mendalam tentang nasikh-mansukh dalam Al-qur’an dan hadits.
7. Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbab-u’l-nuzul) dan latar belakang suatu hadits
(asbab-u’l-wurud), agar ia mampu melakukan istinbath hukum secara tepat.
8. Mengetahui sejarah para periwayat hadits, supaya ia dapat menilai sesuatu Hadist, apakah
Hadits itu dapat diterima ataukah tidak. Sebab untuk menentukan derajad/nilai suatu Hadits
sangat tergantung dengan ihwal perawi yang lazim disebut dengan istilah sanad Hadits.
9. Mengetahui ilmu logika/mantiq agar ia dapat menghasilkan deduksi yang benar dalam
menyatakan suatu pertimbangan hukum dan sanggup mempertahankannya.
10. Menguasai kaidah-kaidah istinbath hukum/ushul fiqh, agar dengan kaidah-kaidah ini ia
mampu mengolah dan menganalisa dalil-dalil hukum untuk menghasilkan hukum suatu
permasalahan yang akan diketahuinya
e. RUANG LINGKUP
Lingkup ijtihad hanya terbatas pada penggalian hukum syariat dari dalil-dalil Dzanni. Ijtihad tidak
boleh memasuki wilayah yang sudah pasti (qath’i), maupun masalah-masalah yang bisa diindera
atau dipahami secara langsung oleh akal.
Ijtihad hanya terjadi dan berlaku pada wilayah faru’ dan zhanni.
f. KEDUDUKAN IJTIHAD
Berbeda dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak
absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran
manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif
Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak
berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa/ tempat
yang lain.
Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah
mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat,
kemaslahatan
g. METODE IJTIHAD
1. QIYAS
Qiyas ialah memberlakukan hukum yang sudah berlaku sebelumnya pada kejadian baru yang
belum jelas hukumnya.
Qiyas ini dapat diterapkan apabila antara kejadian yang lama dan yang baru terdapat persamaan
dari segi illat (sebab timbul hukumnya).
Artinya, qiyas hanya dapat diterapkan pada sesuatu yang mempunyai illat.
Contohnya mengqiyaskan padi kepada kurma dari segi wajib mengeluarkan zakatnya, karena
persamaan illatnya yaitu sebagai bahan makanan pokok. Illat seperti itu terdapat pada beras. Sebab
itu mereka menetapkan bahwa beras wajib dikeluarkan zakatnya, karena persamaan illat dengan
kurma.
2. Maslahah Mursalah
maslahah mursalah ialah manfaat-manfaat yang seirama dengan tujuan Allah Ta’ala (Pembuat
hukum), akan tetapi tidak terdapat dalil (argumen) khusus yang menjelaskan bahwa manfaat
tersebut diakui atau tidak diakui oleh Allah Ta’ala (Pembuat hukum).
Landasasn hukum penerapan maslahah mursalah:
Penelitian membuktikan bahwa Allah Ta’ala dalam menetapkan hukum-hukum memperhatikan
kemaslahatan manusia. Di antara buktinya ialah firman Allah Ta’ala :
)107 : األنبياء (للعالمين رحمة إال أرسلناك وما
“Tiadalah Kami (Allah) mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.” (Al -Anbiyaa’ : 107)
Ijtihad para sahabat dan para fuqaha’ sesudahnya tentang banyak kejadian tidak hanya
perpegang pada asas qiyas, tetapi juga memperhatikan asas kemaslahatan. Di antara contohnya
ialah :
Abu Bakar Ash Shiddiq menghimpun Al Quran dalam sebuah Mushhaf sesuai dengan saran
Umar bin Khaththab. Umar bin Khaththab mengatakan : “Menhimpun Al Quran dalam satu
Mushhaf adalah paling baik dan sesuai dengan kemaslahatan Islam.”
Umar bin Khaththab menjatuhkan hukuman mati atas sejumlah orang yang membunuh satu
orang (pembunuhan masal), dengan alasan jika tidak dijatuhi sanksi qishash maka
pembunuhan masal akan dijadikan alasan untuk menghindar dari qishash.
Para sahabat sepakat tentang mewajibkan tukang agar menjamin barang orang lain yang
rusak ditangannya, demi mencegah timbulnya sikap memandang enteng hak milik orang lain
yang sedang berada di tangan mereka.
Contoh maslahah mursalah
Munasib (kemaslahatan) yang diakui
Munasib (kemaslahatan) yang tidak diakui
Munasib (kemaslahatan) yang tidak diakui dan tidak ditolak
3. ‘Urf (Adat)
‘Urf ialah kebiasaan masyarakat, baik perbuatan maupun ucapan (bahasa).
Contoh ‘urf perbuatan ialah kebiasaan masyarakat melakukan jual beli mu’athah yaitu kontrak jual
beli tanpa ijab qabul dengan lisan, tetapi langsung saling memberi. Artinya, penjual memberikan
barang yang dijual kepada pembeli dan pembeli menyerahkan uang kepada penjual. Ini disebut
mu’athah (saling memberi).
Contoh ‘urf ucapan (bahasa) dalam masyarakat Arab ialah tidak menggunakan kata “lahm” (daging)
pada ikan.
Macam-Macam ‘Urf (Adat)
‘Urf (adat) umum ialah yang berlaku pada kebanyakan penduduk suatu negeri dalam suatu
waktu, seperti ‘urf (adat) melakukan االستصناع عقد (akad istishna’), menyewa kamar mandi
tanpa memperhitungkan lama waktunya.
Sedangkan ‘urf (adat) khusus (terbatas) ialah yang berlaku pada kelompok tertentu dari
penduduk suatu negeri. Dari segi lain ‘urf (adat) terbagi kepada ‘urf (adat) yang sohih (benar)
dan ‘urf (adat) tidak sohih (tidak benar).
‘urf (adat) yang sohih ialah kebiasaan masyarakat yang tidak mengharamkan apa yang menurut
Islam adalah halal atau menghalalkan apa yang menurut Islam adalah haram. Contohnya ‘urf
(adat) masyarakat memberikan ‘urbun (uang muka) dalam akad istishna’.
‘urf (adat) yang tidak sohih ialah kebiasaan yang menghalalkan apa yang menurut Islam adalah
haram atau mengharamkan apa yang menurut Islam adalah halal, seperti kebiasaan makan riba,
menyajikan minuman memabukkan dalam jamuan tertentu, dan lain-lain.
Para fuqaha’ sepakat memandang ‘urf (adat) yang sahih, berlaku umum dan secara terus
menerus sejak masa Sahabat dan sesudah mereka, tidak menyalahi nash (teks) Al Quran dan
Sunnah serta prinsip asasi Syariat Islam asalah berlaku sebagai sumber hukum. Contohnya
seperti akad istishna’, ijarah (sewa menyewa), salam, jual beli dengan mu’athah, dan lain-lain.
Dari segi lain, para fuqaha’ sepakat memandang ‘urf (adat) yang tidak sahih tidak dapat dijadikan
sumber hukum, seperti riba, minum khamar, judi, dan lain sebagainya.
Penerapan ‘urf (adat) dalam Islam mempunyai landasan yang kuat dari Islam itu sendiri. Ada dua
dasar yang disebut-sebut fuqaha.
1. Firman Allah Ta’ala :
)199 : األعراف (الجاهلين عن وأعرض بالعرف وأمر العفو خذ
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari
pada orang-orang yang bodoh.” (Al A’raaf : 199)
2. Penjelasan seorang sahabat bernama Abdullah bin Mas’ud r.a.
سىء الله عند فهو سينا المسلمون رأه وما , حسن الله عند فهو حسنا المسلمون رأه ما
“Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka baik juga di sisi Allah, dan apa yang
dipandang buruk oleh orang-orang Islam, maka buruk juga di sisi Allah.”
Sesuai dengan dasar di atas maka para fuqaha, terutama pendukung mazhab Maliki dan Hambali,
memandang ‘urf (adat) sebagai salah satu sumber penetapan hukum. Pandangan ini mereka
simpulkan dalam sebuah asas yang berbunyi :
محكمة العادة
“Adat kebiasaan menjadi dasar penetapan hukum.”
Pandangan ini mereka ungkapkan pula dalam asas bahwa “apa yang sudah berlaku sebagai
adat kebiasaan adalah sama dengan yang ditetapkan oleh dalil (argumen) dari Syariat Islam.”
Asas-asas tersebut mengungkapkan betapa kuatnya pengaruh ‘urf (adat) dalam hukum Islam.
4. ISTISHHAB
Pengertian
Menetapkan bahwa sesuatu masih tetap seperti semula pada masa sekarang atau pada
masa yang akan datang. Penetapan tersebut berpijak pada kenyataan sesuatu tersebut benar-
benar ada pada masa sebelumnya.
Atau menetapkan bahwa sesuatu masih tetap seperti semula pada masa sekarang atau pada
masa yang akan datang. Penetapan tersebut berpijak pada kenyataan sesuatu tersebut benar-
benar tidak ada pada masa sebelumnya.
Ringkasnya, istishhab ialah melanjutkan kenyataan sebelumnya, baik ada atau tidak ada.
Macam-macam istishhab
Asas : “Apa yang terdapat di bumi halal dimanfaatkan.” Asas ini tetap berlaku sampai terdapat
bukti yang menunjukkan ia haram. Dasarnya ialah firman Allah Ta’ala :
)29 : البقرة (جميع األرض مافى لكم خلق الذى هو
“Dialah Allah, yang menciptakan segala yang adadi bumi untuk kamu.”
Asas : “Apa yang ada dipandang tetap ada.” Asas ini tetap berlaku sampai ada bukti yang
menunjukkan ia telah tiada. Jadi apa yang ada harus dipandang seperti semula.
Asas : “Setiap orang tidak bertanggung jawab.” Asas ini tetap berlaku pada setiap orang, kecuali
ada bukti yang menunjukkan ia bertanggung jawab.
Ketiga macam istishhab tersebut memberikan solusi yang mudah diterapkan bagi penyelesaian
banyak persoalan muamalat.
5. Adz Dzari’ah
Arti “adz dzari’ah” ialah jalan (wasilah) menuju sesuatu. Jalan yang dimaksud di sini ialah jalan
menuju hukum syariat Islam.
Ringkasnya, dalam Syariat Islam terdapat dua segi, yaitu tujuan dan wasilah menuju tujuan. Hukum
wasilah mengikut hukum tujuan. Apabila tujuan wajib, maka hukum wasilah menujunya wajib pula.
Apabila hukum tujuan haram, maka hukum wasilah menujunya haram pula. Demikian juga hukum-
hukum yang lain, baik makruh, sunnat dan mubah.
KELOMPOK 4 - SUMBER AQIDAH ISLAM
- Al-Qur’an
Nabi s.a.w. bersabda:
: رسوله8 وسنة9 الله كتاَب9 ب8هما ـك>ت=م> َت9م9س? ما لAوا َت9ِض8 لن ْي>ن8 ر9 أم> ك=م> يـ> ف8 ك>ُت= َتر9
Aku telah tinggalkan untuk kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada
keduanya: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
Dan Allah s.w.t. telah menjamin bagi siapa saja yang berpegang kepada keduanya tidak akan sesat di
dunia dan tidak akan binasa di akhirat.
"(Dan) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu " (Adz
Dzariyaat: 56)
ع>م9ى أ9 القيامة8 ْيوَم9 ه= ر= ُش= ون9ح> ن>كا َض9 Hة مع8ي>ُش9 له فإن? ِذ8ك>ر8ي عن ض9 أع>ر9
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku ia tidak
akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya
kehidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keaadaan buta.
(surah Thaha: 123-124)
ي>د8 الحم8 العِزْيِز8 إلىصراط م> ربOه8 بإِذ>ن8 النAور= إلى الُّظAل=م9اِت8 من الن?اَس9 ر8َج9 ل8ت=ْخ> إل9ي>َك9 ل>نا9ه= نِز9أ9 Vك8ت9اَب
(Ini adalah) kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap-
gelita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (iaitu) menuju jalan Rabb yang Maha
Perkasa lagi Maha Terpuji. (surah Ibrahim: 1)
Akidah adalah setiap perkara yang dibenarkan oleh jiwa, yang dengannya hati menjadi tenteram
serta menjadi keyakinan bagi para pemeluknya, tidak ada keraguan dan kebimbangan di dalamnya.
Perkataan akidah berasal dari perkataan bahasa Arab yaitu "aqada yang berarti ikatan atau
simpulan.
Secara etimologis (bahasa) AQIDAH berarti ; simpul atau ikatan, sumpah atau perjanjian dan
kehendak yang kuat.
Secara terminologis (istilah) : AQIDAH adalah hal-hal yang diyakini kebenarannya oleh jiwa,
mendatangkan ketentraman hati, menjadi keyakinan yang kokoh yang tidak bercampur
sedikitpun dengan keragu-raguan.
a. Landasan Akidah Islamiah
Landasan akidah Islamiah adalah beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para rasul-Nya, hari Akhir, dan beriman kepada qadar (takdir), yang baik maupun yang buruk.
b. Pentingnya akidah islamiah
1. Bahwasanya kebutuhan kita terhadap akidah adalah di atas segala kebutuhan, dan kepentingan kita
terhadap akidah adalah di atas segala kepentingan. Sebab, tidak ada kebahagiaan, kenikmatan,
dan kegembiraan bagi hati, kecuali dengan beribadah kepada Allah, Rab dan Pencipta segala
sesuatu.
2. Bahwasanya akidah Islamiah adalah kewajiban yang paling besar dan yang paling ditekankan.
Karena itu, ia adalah sesuatu yang pertama kali diwajibkan kepada manusia. Rasulullah saw
bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang hak, kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah." (HR Bukhari dan
Muslim).
3. Bahwa akidah Islamiah adalah satu-satunya akidah yang bisa mewujudkan keamanan dan
kedamaian, kebahagiaan dan kegembiraan. "(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang
menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)mereka bersedih hati (Al-
Baqarah: 112).
4. Sesungguhnya akidah Islamiah adalah sebab sehingga bisa berkuasa di muka bumi dan sebab
bagi berdirinya daulah Islamiah. "Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis
dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang shaleh." (Al-Anbiya':
105)
Al-Quran yaitu wahyu Allah yang merupakan mukjizat dan diturunkan kepada nabi Muhammad saw
melalui malaikat JibriL untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup hingga
akhir zaman,
agar manusia tidak tersesat hidupnya karena Al-Qur’an sebagai pemberi kabar gembira bagi orang
yang beriman dan peringatan bagi orang yang ingkar.
c. Hikmah beriman pada Al-Qur’an
Menjadikan manusia tidak kesulitan, atau agar kehidupan manusia menjadi aman, tenteram,
damai, sejahtera, selamat dunia dan akhirat serta mendapat ridha Allah dalam menjalani kehidupan.
Untuk mencegah dan mengatasi perselisihan diantara sesama manusia yang disebabkan
perselisihan pendapat dan merasa bangga terhadap apa yang dimilkinya masing-masing, meskipun
berbeda pendapat tetap diperbolehkan.
Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa
Untuk membenarkan kitab-kitab suci sebelumnya
Untuk menginformasikan kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai
syariat (aturan) dan jalannya masing-masing dalam menyembah Allah SWT.
Untuk menginformasikan bahwa Al Qur’an berisi perintah-perintah Allah, larangan-larangan
Allah, hukum-hukum Allah, kisah-kisah teladan dan juga kumpulan informasi tentang takdir
serta sunatullah untuk seluruh manusia dan pelajaran bagi orang yang bertakwa.
Al Qur’an adalah kumpulan dari petunjuk-petunjuk Allah bagi seluruh umat manusia sejak nabi
Adam a.s sampai nabi Muhammad SAW yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia yang takwa
kepada Allah untuk mencapai islam selama ada langit dan bumi
- As-Sunnah
Menurut bahasa, kata As-Sunnah berarti jalan atau tuntunan sesuai dengan sabda Nabi Muhammad.
Menurut terminologi (istilah) ialah Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Saw dalam bentuk
Qauli (ucapan), Fi’il, Taqrir, dan sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai Tasyri’
bagi ummat Islam.
Contoh-contoh dari defenisi As-Sunnah yang dibawakan oleh Ahli hadits :
1. Hadits Qauli (As-Sunnah dalam bentuk ucapan). Ialah segala ucapan Nabi Saw yang ada
hubungannya dengan tasyri’, contohnya : Raulullah Saw bersabda : “Dari kebaikan Islam seseorang
ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya”. (Hadits Riwayat Tirmidzi).
2. Hadits Fi’li (As-Sunnah yang berupa perbuatan). Ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para sahabatnya. Tentang wudhu, shalat, haji dan yang
lainnya, contohnya : Dari Utsman bin Affan : Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (apabila
berwudhu) beliau menyelai-nyelai jenggotnya”. (Hadits Riwayat Tirmidzi : 31, Ibnu Majah : 430, Ibnu
Jarud : 43, Hakim 1/149 dan Hakim berkata sanadnya Shahih, Tirmidzi berkata : Hasan Shahih).
3. Hadits Taqrir. Ialah segala perbuatan sahabat yang diketahui oleh Nabi saw dan beliau
membiarkannya (sebagai pertanda setuju) dan tidak mengingkarinya, contoh : Telah berkata Nabi
saw kepada Bilal setelah selesai shalat shubuh : ‘Wahai Bilal kabarkanlah kepadaku sebaik-baik
amalan yang engkau telah kerjakan di dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu
dekatku di syurga?’.
Jawabnya : ‘Sebaik-baik amal yang saya kerjakan ialah, bahwa tiap-tiap kali saya berwudhu siang
atau malam maka dengan wudhu itu saya shalat (sunnat) beberapa rakaat yang dapat saya lakukan”.
(Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Percaya pada kitab-kitab Allah SWT hukumnya adalah wajib 'ain atau wajib bagi seluruh warga
muslimin di seluruh dunia. Dilihat dari pengertian atau arti definisi, kitab Allah SWT adalah kitab suci
yang merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT melalui rasul-rasulnya untuk dijadikan
pedoman hidup umat manusia sepanjang masa. Orang yang mengingkari serta tidak percaya kepada
Alquran disebut orang-orang yang murtad.
Al-Kitab dan al-Sunnah cukup sebagai pegangan sehingga tidak memerlukan kepada selainnya. Allah
berfirman:
ون9 َت9ذ9ك?ر= ما Hقليًال أول8يآء دون8ه8 من َتتبعوا وال بOك=م> ر? مOن إل9يك=م> أنِز8َل9 مآ اَت?ب8ع=وا
Artinya : Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran daripadanya. (surah al-
A’raf:3).
KELOMPOK 5 – TAUHID DALAM ISLAM
Tawhid → Tauhid → Meyakini bahwa ALLAH SWT itu esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya
Kalimat tauhid → =الله إ8ال? 8ل9ه9 إ Laa ilaaha illallah ال9
Sambungan KALIMAT TAUHID →
9 (Tiada) ال
8ل9ه9 (Tuhan)إ
? (Kecuali)إ8ال
(Allah)الله=
Laa ilaaha illallah → Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah
RUKUN KALIMAT TAUHID →
An-Nafyu (peniadaan)
Yaitu menafikan, menolak dan meniadakan seluruh sembahan yang berhak untuk disembah apapun
jenis dan bentuknya dari kalangan makhluk, baik yang hidup dan yang mati
Al-Itsbat (penetapan)
Menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai
dengan konsekuensinya
SYARAT KALIMAT TAUHID →
ILMU (MENGETAHUI)
YAQIN (MEYAKINI)
QABUL (MENERIMA)
INQIYAD (PATUH)
IKHLAS
SHIDDIQ (JUJUR)
MAHABBAH (KECINTAAN)
KELOMPOK 6 – LANDASAN AQIDAH AKHLAK
a. Macam - Macam Tauhid
Tauhid. KAJIAN ILMU TAUHID. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang ( QS : 005 : Al Maa-idah Ayat 003 )
1. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah. Tauhid Rububiyah melihat dari asal katanya ar-rabb yang berarti
mengmbangkan sesuatu dari suatu keadaan pada keadaan yang lain sampai mencapai
kedaan yang sempurna. Dan tidak disebut sendirian kecuali untuk Allah dan apabila ditambahkan
kepada kalimatyang lain,maka hal itu bisa untuk Allah. Jadi tauhid Rububiyah berarti tauhid yang
menyakini bahwa Allah adalah tuhan. Tuhan Yang Maha Pencipta dan segala perbuatan –
perbuatanNya. Pengakuan ini harus tertanam dari dalam diri. Allah telah menciptakan bumi dan
langit dan apa – apa yang berada diantara keduanya. memiliki, merencanakan, menciptakan,
mengatur, memelihara serta menjaga seluruh Alam Semesta. Pengakuan ini harus tertanam dalam
hati secara sadar. Baik pengakuan yang terlahir melalui kajian – kajian yang berdasarkan akal budi
ataupun pengakuan yang tumbuh sebagai akibat ketaatan dan ketekunan ibadah yang ikhlas karena
Allah
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah. Tauhid Uluhiyah yaitu tauhid yang mengesakan Allah dengan perbuatan –
perbuatan hambaNya atau mengesakan Allah melalui niat dan ibadah yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah semata. Pendekatan diri dengan tauhid uluhiyah ini adalah dengan
melakukan amal ibadah yang diyariatkan seperti shalat, puasa, berdo’a thawaf, Qurban,
pengharapan, takut, senang, tawakal dan lain sebagainya yang kesemuanya itu berasal dari Allah
dan untuk Allah semata. Tauhid Uluhiyah ini mensyaratkan adanya tauhid rububiyah. Tanpa
tauhid rububiyah, maka tauhid huluhiyah akan batal karena pengesaan Allah melalui perbuatan
– perbutan hamba adalah setelah hamba tersebut menghayati dan memahami seluruh perbutan –
perbutan Allah yang telah menciptakan hambaNya tersebut. Atau merupakan konsekuensi dari
keimanan terhadap rububiyahNya. Tauhid Huluhiyah inilah yang selama ini menjadi pertentangan
antara orang –orang kafir dengan seluruh nabi dan rasul yang diutus Allah. Pertentangan itu
disebabkan tauhid huluhiyah inilah inti dari dakwah para nabi dan rasul terdahulu.
3. Tauhid Asma wa Sifat
Tauhid Asma wa Sifat. Tauhid Asma wa Sifat yaitu mengesakan Allah melalui pengakuan dan
penghayatan tentang nama – nama dan sifat Allah yang didasarkan kepada Al-Quran dan
Hadist Rasulullah
Tauhid ini merupakan penafsiran dari pensifatan Allah ataupun penafsiran atas Zat Allah melalui
pensifatan rasulullah. Pensifatan ini harus tidak keluar dari prinsip dasar kajian ilmu tauhid bahwa,
Allah tidak memberikan pengetahuan kepada manusia tentang ZatNya, tetapi manusia bisa
mengenal Allah melalui sifta- sifat dan perbuatanNya. Pensifatan Allah harus bebas dari
penafsiran – penafsiran yang mengandung penyimpangan seperti pemahaman penafsiran serba
tuhan atau penyatuan diri manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan Allah sebagai tuhan
yang menciptakan manusia dan pensifatan Allah juga harus bebas dari tamsil atau pengibaratan
atau menyerupakan Allah dengan makhluknya. Bebas dari Visualisasi atau penggambaran tentang
Allah. Tiga macam tauhid ini bukan merupakan bagian yang berdiri sendiri, tetapi ketiga macam
tauhid tersebut ( tauhid rubbubuiiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid asma wa sifat ) merupakan satu
kesatuan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Sehingga tiga macam tauhid ini
merupakan rangkaian segitiga tauhid yang saling melengkapi dan saling menguatkan.
Apabila satu dari sisi segitiga tauhid tersebut runtuh,maka segitiga tersebut juga akan hancur.
Tauhid akan hancur. Apabila salah satu sisi dari segitiga tersebut rusak,maka segitigatersebut akan
rusak, Tauhid yang dipahami dan diyakini menjadiakan rusak pula. Semoga Allah selalu
melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita bersama dan melindungi kita selalu dalam
hidayah dan pengampunanNya … Amin ...
KELOMPOK 7 – HAL-HAL MERUSAK KEIMANAN
a. KUFUR
Kufur secara bahasa berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’ kufur adalah tidak beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya. Kufur ada dua jenis :
Kufur Besar dan Kufur Kecil
1. Kufur Besar
Kufur besar bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Kufur besar ada lima macam
[1]. Kufur Karena Mendustakan Dalilnya adalah firman Allah
”Artinya : Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang mengada-adakan dusta
terhadap Allah atau mendustakan kebenaran tatkala yang hak itu datang kepadanya ? Bukankah
dalam Neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir ?” [Al-Ankabut : 68]
[2]. Kufur karena enggan dan sombong padahal membenarkan.
Dalilnya firman Allah “Artinya : Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat,
‘Tunduklah kamu kepada Adam’. Lalu mereka tunduk kecuali iblis, ia enggan dan congkak dan
adalah ia termasuk orang-orang kafir” [Al-Baqarah : 34]
[3]. Kufur karena ragu
Dalilnya adalah firman Allah. “Artinya : Dan ia memasuki kebunnya, sedang ia aniaya terhadap
dirinya sendiri ; ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak
mengira Hari Kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, niscaya
akan kudapati tempat kembali yang baik” Temannya (yang mukmin) berkata kepadanya, ‘Apakah
engkau kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani,
kemudian Dia menjadikan kamu seorang laki-laki ? Tapi aku (percaya bahwa) Dialah Allah Rabbku
dan aku tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun” [Al-Kahfi : 35-38]
[4]. Kufur karena berpaling
Dalilnya adalah firman Allah. “Artinya : Dan orang-orang itu berpaling dari peringatan yang
disampaikan kepada mereka” [Al-Ahqaf : 3]
[5]. Kufur karena nifaq
Dalilnya adalah firman Allah “Artinya : Yang demikian itu adalah karena mereka beriman (secara)
lahirnya lalu kafir (secara batinnya), kemudian hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak
dapat mengerti” [Al-Munafiqun : 3]
2. Kufur Kecil
Kufur kecil yaitu kufur yang tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, dan ia adalah
kufur amali. Kufur amali ialah dosa-dosa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai dosa-dosa kufur, tetapi tidak mencapai derajat kufur besar. Seperti kufur nikmat,
sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya. “Artinya : Mereka mengetahui nikmat Allah,
kemudian mereka mengingkari dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir” [An-Nahl : 83]
Termasuk juga membunuh orang muslim, sebagaimana yang disebutkan dalam sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Mencaci orang muslim adalah suatu kefasikan dan
membunuhnya adalah suatu kekufuran” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Dan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Artinya : Janganlah kalian sepeninggalku kembali
lagi menjadi orang-orang kafir, sebagian kalian memenggel leher sebagian yang lain” [Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim]
Termasuk juga bersumpah dengan nama selain Allah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau
syirik” [At-Tirmidzi dan dihasankannya, serta dishahihkan oleh Al-Hakim]
Yang demikian itu karena Allah tetap menjadikan para pelaku dosa sebagai orang-orang mukmin.
Allah berfirman. “Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenan
dengan orang-orang yang dibunuh” [Al-Baqarah : 178] Allah tidak mengeluarkan orang yang
membunuh dari golongan orang-orang beriman, bahkan menjadikannya sebagai saudara bagi wali
yang (berhak melakukan) qishash[1].
Allah berfirman “Artinya : Maka barangsiapa mendapat suatu pemaafan dari saudarnya, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar
(diat) kepada yangmemberi maaf dengan cara yang baik (pula)” Al-Baqarah : 178]
Yang dimaksud dengan saudara dalam ayat di atas –tanpa diargukan lagi- adalah saudara seagama,
berdasarkan firman Allah. “Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin
berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga
golongan itu kembali, kepada perintah Allah, jika golongan itu telah kembali (kepada perintah
Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat
rahmat” [Al-Hujurat : 9-10] [2]
Kesimpulan Perbedaan Antara Kufur Besar Dan Kufur Kecil
[1]. Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menghapuskan (pahala)
amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, juga tidak
menghapuskan (pahala)nya sesuai dengan kadar kekufurannya, dan pelakunya tetap dihadapkan
dengan ancaman.
[2]. Kufur besar menjadikan pelakunya kekal dalam neraka, sedangkan kufur kecil, jika
pelakunya masuk neraka maka ia tidak kekal di dalamnya, dan bisa saja Allah memberikan
ampunan kepada pelakunya, sehingga ia tiada masuk neraka sama sekali.
[3]. Kufur besar menjadikan halal darah dan harta pelakunya, sedangkan kufur kecil tidak
demikian.
[4]. Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya
dengan orang-orang mukmin. Orang-orang mukmin tidak boleh mencintai dan setia kepadanya,
betapun ia adalah keluarga terdekat. Adapun kufur kecil, maka ia tidak melarang secara mutlak
adanya kesetiaan, tetapi pelakunya dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimananny,
dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kemaksiatannya. Hal yang sama juga dikatakan dalam
perbedaan antara pelaku syirik besar dan syirik kecil.
___________________________________________________________
[1]. Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishash itu tidak dilakukan bila yang
membunuh mendapat pemaafan dari ahlis waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti
rugi) yang wajar. Pembayaran diat diminta dengan baik, umpanya dengan tidak mendesak yang
membunuh, dan yang membunuh hendaknya membayar dengan baik, umpanya dengan tidak
menangguh-nagguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Allah menjelaskan hukum-hukum ini
membunuh yang bukan si pembunuh atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat maka
terhadapnya di dunia di ambil qishah dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.
b. SYIRIK
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah pada perkara yang merupakan hak istimewa-
Nya. Hak istimewa Allah seperti: Ibadah, mencipta, mengatur, memberi manfaat dan mudharat,
membuat hukum dan syariat dan lain-lainnya.
1) JENIS-JENIS SYIRIK
1. Syirik Akbar
Syirik ini menjadi penyebab keluarnya seseorang dari agama Islam, dan orang yang
bersangkutan jika meninggal dalam keadaan demikian, akan kekal di dalam neraka. Hakikat syirik
akbar adalah memalingkan salah satu jenis ibadah kepada selain Allah! Seperti memohon dan taat
kepada selain Allah, bernadzar untuk selain Allah, takut kepada mayat, kuburan, jin, setan disertai
keyakinan bahwa hal-hal tersebut dapat memberi bahaya dan mudharat kepadanya, memohon
perlindungan kepada selain Allah, seperti meminta perlindungan kepada jin dan orang yang sudah
mati, mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diwujudkan kecuali oleh Allah, seperti meminta hujan
kepada pawang, meminta penyembuhan kepada dukun dengan keyakinan bahwa dukun itulah yang
menyembuhkannya, mengaku mengetahui perkara ghaib, menyembelih hewan kurban yang
ditujukan untuk selain Allah.
Thariq bin Syihab menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda (yang
terjemahannya): Ada seseorang masuk surga karena seekor lalat, dan ada seseorang masuk neraka
karena seekor lalat pula. Para shahabat bertanya: Bagaimana hal itu, ya Rasulul-lah? Beliau
menjawab: Ada dua orang berjalan melewati suatu kaum yang mempunyai berhala, yang mana tidak
seorang pun melewati berhala itu sebelum mempersembahkan kepadanya suatu kurban.
Ketika itu, berkatalah mereka kepada salah seorang dari kedua orang tersebut:
Persembahkanlah kurban kepadanya! Dia menjawab: Aku tidak mempunyai sesuatu yang dapat
kupersem-bahkan kepadanya. Mereka pun berkata kepadanya lagi: Persembahkan sekalipun seekor
lalat. Lalu orang itu mempersembahkan seekor lalat, mereka pun memperkenankan dia untuk
meneruskan perjalanan.
Maka dia masuk neraka karenanya. Kemudian berkatalah mereka kepada seorang yang lain:
Persembahkanlah kurban kepadanya. Dia menjawab: Aku tidak patut mempersembahkan sesuatu
kurban kepada selain Allah 'Azza wa Jalla. Kemudian mereka memenggal lehernya, karenanya orang
ini masuk surga. (HR. Imam Ahmad).
Dan termasuk penyembelihan jahiliyah yang terkenal di zaman kita sekarang ini- adalah
menyembelih untuk jin. Yaitu manakala mereka membeli rumah atau membangunnya, atau ketika
menggali sumur mereka menyembelih di tempat tersebut atau di depan pintu gerbangnya sebagai
sembelihan (sesajen) karena takut dari gangguan jin. (Lihat Taisirul Azizil Hamid, hal. 158).
MACAM-MACAM SYIRIK BESAR
a. Syirik dalam berdoa
Yaitu meminta kepada selain Allah, disamping meminta kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman dalam kitab-Nya (yang terjemahannya):
"Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tiada mempunyai apa-apa meskipun setipis kulit
ari. Jika kamu meminta kepada mereka, mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalau mereka
mendengar mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. (QS. Faathir: 13-14)
b. Syirik dalam sifat Allah
Seperti keyakinan bahwa para nabi dan wali mengetahui perkara-perkara ghaib. Allah Ta'ala
telah membantah keyakinan seperti itu dengan firman-Nya (yang terjemahannya):
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali
dia sendiri." (QS. Al-An'am : 59). Lihat QS. Al-Jin: 26-27.
Pengetahuan tentang hal yang ghaib merupakan salah satu hak istimewa Allah, menisbatkan hal
tersebut kepada selain-Nya adalah syirik akbar.
c. Syirik dalam Mahabbah (kecintaan)
Mencintai seseorang, baik wali atau lainnya layaknya mencintai Allah, atau menyetarakan cinta-
nya kepada makhluk dengan cintanya kepada Allah Ta'ala. Mengenai hal ini Allah Ta'ala berfirman
(yang terjemahannya):
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah,
mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman
sangat cinta kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 165).
Mahabbah dalam ayat ini adalah mahabbatul ubu-diyah (cinta yang mengandung unsur-unsur
ibadah), yaitu cinta yang dibarengi dengan ketundukan dan kepatuhan mutlak serta mengutamakan
yang dicintai daripada yang lainnya. Mahabbah seperti ini adalah hak istimewa Allah, hanya Allah
yang berhak dicintai seperti itu, tidak boleh diperlakukan dan disetarakan dengan-Nya sesuatu
apapun.
d. Syirik dalam ketaatan
Yaitu ketaatan kepada makhluk, baik wali ataupun ulama dan lain-lainnya, dalam mendurhakai
Allah Ta'ala. Seperti mentaati mereka dalam menghalal-kan apa yang diharamkan Allah Ta'ala, atau
mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.
Mengenai hal ini Allah Subhanahu wa Ta ala berfirman (yang terjemahannya) : Mereka
menjadikan orang-orang alim, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah. (QS. At-Taubah:
31).
Taat kepada ulama dalam hal kemaksiatan inilah yang dimaksud dengan menyembah berhala
mereka! Berkaitan dengan ayat tersebut di atas, Rasulullah SAW menegaskan (yang terjemahannya):
Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada al-Khaliq (Allah). (Hadits Shahih,
diriwayatkan oleh Ahmad).
e. Syirik khauf (takut)
Jenis-jenis takut :
1. Khauf Sirri; yaitu takut kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, berupa berhala, thaghut,
mayat, makhluk gahib seperti jin, dan orang-orang yang sudah mati, dengan keyakinan bahwa
mereka dapat menimpakan mudharat kepada makhluk. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang
terjemahannya): Janganlah kamu takut kepada mereka, takutlah kamu kepada-Ku jika kamu benar-
benar orang beriman.(QS. Ali Imran: 175).
2. Takut yang menyebabkan seseorang meninggalkan kewajibannya, seperti: Takut kepada
seseorang sehingga menyebabkan kewajiban ditinggalkan. Takut seperti in hukumnya haram,
bahkan termasuk syirik ashghar (syirik kecil). Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW
bersabda (yang terjemahannya):
"Janganlah seseorang dari kamu menghinakan dirinya!" Shahabat bertanya: Bagaimana
mungkin seseorang menghinakan dirinya sendiri? Rasulullah bersabda: "Yaitu ia melihat hak Allah
yang harus ditunaikan, namun tidak ditunaikannya! Maka Allah akan berkata kepadanya di hari
kiamat: Apa yang mencegahmu untuk mengucapkan begini dan begini?".
Ia menjawab: "Karena takut kepada manusia!". Allah berkata: "Seharusnya hanya kepadaKu saja
engkau takut". (HR. Ibnu Majah dari Abu Said al Khudry, Shahih).
3. Takut secara tabiat, takut yang timbul karena fitrah manusia seperti takut kepada binatang
buas, atau kepada orang jahat dan lain-lainnya. Tidak termasuk syirik, hanya saja seseorang
janganlah terlalu didominasi rasa takutnya sehingga dapat dimanfaatkan setan untuk
menyesatkannya.
f. Syirik hulul
Percaya bahwa Allah menitis kepada makhluk-Nya. Ini adalah aqidah Ibnu Arabi (bukan Ibnul
Arabi, beliau adalah ulama Ahlus Sunnah) dan keyakinan sebagian kaum Sufi yang ekstrem.
g. Syirik Tasharruf
Keyakinan bahwa sebagian para wali memiliki kuasa untuk bertindak dalam mengatur urusan
makhluk. Keyakinan seperti ini jelas lebih sesat daripada keyakinan musyrikin Arab yang masih
meyakini Allah sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta.
h. Syirik Hakimiyah
Termasuk syirik hakimiyah adalah membuat undang-undang yang betentangan dengan syariat
Islam, serta membolehkan diberlakukannya undang undang tersebut atau beranggapan bahwa
hukum Islam tidak sesuai lagi dengan zaman. Yang tergolong musyrik dalam hal ini adalah para
hakim yang membuat dan memberlakukan undang-undang, serta orang-orang yang mematuhinya,
jika meyakini kebenaran UU tersebut dan rela dengannya.
i. Syirik tawakkal
Tawakkal ada tiga jenis:
a. Tawakkal dalam perkara yang hanya mampu dilaksanakan oleh Allah saja. Tawakkal jenis ini
harus diserahkan kepada Allah semata, jika seseorang menyerahkan atau memasrahkannya kepada
selain Allah, maka ia termasuk Musyrik.
b. Tawakkal dalam perkara yang mampu dilaksanakan para makhluk. Tawakkal jenis ini
seharusnya juga diserahkan kepada Allah, sebab menyerahkannya kepada makhluk termasuk syrik
ashghar.
c. Tawakkal dalam arti kata mewakilkan urusan kepada orang lain dalam perkara yang mampu
dilaksanakannya. Seperti dalam urusan jual beli dan lainnya. Tawakkal jenis ini diperbolehkan, hanya
saja hendaklah seseorang tetap bersandar kepada Allah Subhanahu wa Taala, meskipun urusan itu
diwakilkan kepada makhluk.
j. Syirik niat dan maksud
Yaitu beribadah dengan maksud mencari pamrih manusia semata, mengenai hal ini Allah
Subhanahu wa Taala berfirman (yang terjemahannya):
"Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepadanya balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak akan memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah
di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka
kerjakan". (QS. Hud: 15-16).
Syirik jenis ini banyak menimpa kaum munafiqin yang telah biasa beramal karena riya.
k. Syirik dalam Hal Percaya Adanya Pengaruh Bintang dan Planet terhadap Berbagai
Kejadian dan Kehidupan Manusia.
Dari Zaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya):
Allah berfirman: "Pagi ini di antara hambaku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir.
Adapun orang yang berkata, kami diberi hujan dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, maka dia
beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata: Hujan itu turun karena
bintang ini dan bintang itu maka dia telah kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang". (HR,
Bukhari).
Termasuk dalam hal ini adalah mempercayai astrologi (ramalan bintang) seperti yang banyak
kita temui di koran dan majalah. Jika ia mempercayai adanya pengaruh bintang dan planet-planet
terse-but maka dia telah musyrik. Jika ia membacanya sekedar untuk hiburan maka ia telah
melakukan perbuatan maksiat dan dosa. Sebab tidak dibolehkan mencari hiburan dengan membaca
hal-hal syirik. Disamping setan terkadang berhasil menggoda jiwa manusia sehingga ia percaya
kepada hal-hal syirik tersebut. Maka, membacanya termasuk sarana dan jalan menuju kemusyrikan.
2. Syirik Ashghar
Yaitu setiap ucapan atau perbuatan yang dinyatakan syirik oleh syara tetapi tidak
mengeluarkan dari agama. Ia merupakan dosa besar yang dapat mengantarkan kepada syirik akbar.
Macam-macam syirik asghar:
a. Zhahir (nyata)
Berupa ucapan: Rasulullah SAW bersabda (yang terjemahannya): "Barangsiapa yang
bersumpah dengan selain nama Allah, maka ia telah berbuat syirik". (HR. Ahmad, Shahih).
Dan sabda Nabi SAW yang lain (yang terjemahannya): "Janganlah kamu berkata: Atas kehendak
Allah dan kehendak Fulan. Tapi katakanlah: Atas kehendak Allah , kemudian kehendak Fulan". (HR.
Ahmad, Shahih).
Berupa amalan, seperti: Memakai gelang, benang, dan sejenisnya sebagai pengusir atau
penangkal mara bahaya, jika ia meyakini bahwa benda-benda tersebut hanya sebagai sarana tertolak
atau tertangkalnya bala. Namun bila dia meyakini bahwa benda-benda itulah yang menolak dan
menangkal bala, hal itu termasuk syirik akbar. Imran bin Hushain radiallahu anhu menuturkan,
bahwa Nabi SAW melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan, maka beliau
bertanya (yang terjemahannya): "Apakah ini?".
Orang itu menjawab: Penangkal sakit. Nabi pun bersabda: "Lepaskan itu karena dia hanya akan
menambah kelemahan pada dirimu; sebab jika kamu mati sedang gelang itu masih ada pada
tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya". (HR. Imam Ahmad dengan sanad yang bisa
diterima).
Dan riwayat Imam Ahmad pula dari Uqbah bin Amir dalam hadits marfu (yang terjemahannya):
Barang siapa menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabul-kan keinginannya; dan
barang siapa menggantungkan wadaah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.
Disebutkan dalam riwayat lain: Barang siapa menggantungkan tamimah, maka dia telah berbuat
syirik.(Tamimah adalah sesuatu yang dikalungan di leher anak-anak sebagai penangkal atau pengusir
penyakit, pengaruh jahat yang disebabkan rasa dengki seseorang dan lain sebagainya. Wadaah
adalah sejenis jimat).
b. Khafi (tersembunyi); syirik yang bersumber dari amalan hati, berupa riya, sumiah dan lain-
lainnya.
2) BAHAYA SYIRIK
1. Syirik Ashghar (tidak mengeluarkan dari agama).
a. Merusak amal yang tercampur dengan syirik ashghar.
Dari Abu Hurairah radiallahu anhu marfu (yang terjemahannya): Allah berfirman: "Aku tidak
butuh sekutu-sekutu dari kalian, barang siapa yang melakukan suatu amalan yang dia
menyekutukan-Ku padanya selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan persekutuannya". (Riwayat
Muslim, kitab az-Zuhud 2985, 46).
b. Terkena ancaman dari dalil-dalil tentang syirik, karena salaf menggunakan setiap dalil yang
berkenaan dengan syirik akbar untuk syirik ashghar. (Lihat al-Madkhal, hal 124).
c. Termasuk dosa besar yang terbesar.
2. Syirik Akbar
a. Kezhaliman terbesar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar".
(QS. Luqman: 13).
b. Menghancurkan seluruh amal.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya jika engkau berbuat syirik, niscaya
hapuslah amalmu, dan benar-benar engkau termasuk orang yang rugi". (QS. Az-Zumar: 65).
c. Jika meninggal dalam keadaan syirik, maka tidak akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya):Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni jika
disekutukan, dan Dia akan mengampuni selain itu (syirik) bagi siapa yang (Dia) kehendaki. (QS. An-
Nisa: 48, 116).
d. Pelakunya diharamkan masuk surga.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya barang siapa menyekutukan Allah,
maka pasti Allah mengharamkan jannah baginya dan tempatnya adalah neraka, dan tidak ada bagi
orang-orang zhalim itu seorang penolong pun". (QS. Al-Maidah: 72).
e. Kekal di dalam neraka.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya orang kafir, yakni ahli kitab dan
orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka itu
adalah seburuk-buruk makhluk". (QS. Al-Bayyinah: 6).
f. Syirik adalah dosa paling besar.
Firman Allah Ta'ala (yang terjemahannya): "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu. Bagi
siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-
jauhnya". (QS. An-Nisa: 116).
g. Perkara pertama yang diharamkan oleh Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Katakanlah: Rabbku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun ter-sembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah tidak menu-runkan hujjah untuk itu dan (meng-haram-kan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-Araaf: 33).
h. Dosa pertama yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lihat Quran surah Al-
Anaam: 151.
i. Pelakunya adalah orang-orang najis (kotor) akidahnya.
Allah Ta'ala berfirman (yang terjemahannya): "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
orang-orang musyrik itu najis". (QS. At-Taubah: 28).
c. NIFAQ
Nifaq ialah sifat yang berbeda antara lahir dan batin atau tidak sesuai antara ucapan dengan
perbuatan. Lain di hati lain di mulut, lain di mulut lain di perbuatan, tidak sesuai antara kata dengan
perbuatan. Orang yang mepunyai sifat nifaq disebut munafiq.
1. Sifat dan perbuatan orang munafiq
Orang munafiq itu pebuatannya selalu berpura-pura, apa yang diucapkannya berbeda dengan
perbuatannya. Misalnya dia menyatakan iman kepada Allah Subahanahu Wa ta’ala dan rasul-Nya,
tetapi dalam hatinya dia tidak beriman, ia mengingkari apa yang telah di ucapkannya. Bila dia
berkumpul dengan orang beriman, dia mengatakan berimana akan tetapi bila ia berkumpul dengan
orang kafir, diapun menyatakan kekafirannya pula. Dia bermuka dua dan selalu berpura-pura.
Wa idzaa laqulladziina a’manuu qaaluww aamannaa wa idzaa kholau ilaa syayaathii nihim
qaaluu innaa ma’akum innamaa nahnu mustagzi’uun.
Yang terjemahnya : Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan :
“Kami telah beriman “. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan :
“Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok” (Al baqarah : 14)
Diantara sifat munafiq ialah pendusta, pembohong, dan kihanat. Apabila dia berbicara dia berbohong,
apabila dia berjanji dengan orang lain dia tidak menepati dengan sengaja. Begitu pula apabila dia
mendapat kepercayaan dari orang lain untuk memegang dan melaksanakan pekerjaan dia tidak
melaksanakannya dengan baik, dia khianat. Firman Allah Subhanahu Wa ta’ala dalam Al Quran surat Al
Munafiqun ayat 1 dan 2.
Idzaa jaa ‘akal munaafiquuna qaalu nasyhadu innaka larasuulullahi wallahu yu’alamu innaka
larasuuluhuu wallahu yasyhadu innalmunaafiqiina lakadzibuun (1) Ittakhodzuu aimaanahum
junnatan fashodduu ‘an sabiilillahi innahum saa a’ maakaanuu yagmaluun. (2)
Yang terjemahnya : (1) Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata “Kami
mengakui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa
sesungguhnya kamu benar-benar orang pendusta. (2) Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai
perisai, lalu mereka menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa yang
telah mereka kerjakan. (Al Munafiqun:1-2)
Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
Aayatulmunaafiqi tsalatsun : indza haddatsa kadzaba wa idzaa wa ‘ada akh lafa wa idzaa’
tuminakhoona.
“Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga : Apabila berkata ia bohong, apabila berjanji ia melanggar dan
apabila dipercaya ia berkhianat.
Juga dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Semoga Allah Meridhoi dan memuliakan
beliau, yang terjemahnya :
“Empat macam (sifat) siapa terdapat padanya empat sifat itu, adalah ia munafiq tulen. Barang siapa
terdapat padanya suatu dari sifat yang empat itu, terdapatlah padanya suatu bahagian nifaq. Sampai
meniggalkannya. Sifat yang empat itu ialah : Apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berbicara ia dusta,
apabila berjanji ia menyalahi, tidak ditepati dan apabila berdebat dengan seseorang, ia berlaku curang.
(Hadist Riwayat Bukhari)
2. Bahaya nifaq
Orang munafiq yang perbuatannya berpura-pura, dusta, bohong dan khianat, hatinya akan selalu ragu,
was-was dan tidak tenteram. Terhadap perbuatannya yang tidak benar itu, ia takut akan ketahuhan
orang lain dan sifat dusta dan khianatnya akan menghantui perasaannya, sehingga terjadi konflik
batin, menimbulkan ketidak tenangan pada kehidupannya. Ia juga akan selalu menghadapi kesulitan,
karena harus membuat kebohongan baru untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Dia menjadi sakit
batin, sehingga pada akhirnya juga akan berpengaruh pada kondisi fisiknya. Akibat sifat nifaq orang
tersebut akan mendapat kesengsaraan dan kehinaan di dunia dan di akhirat.
Firman Allah Subhanahu Wa ta’ala :
Fii quluu bihim maradzun fazaa dallahu maradhon wa lahum ‘adzaabun ‘aliimun bimaa kaanuq
yadzi bun.
Yang terjemahnya : Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya, dan bagi mereka
siksa pedih, di sebabkan mereka berdusta (Al Baqarah : 10)
Allah berfirman :
Wa ‘adallahul munaafiqiina walmunaafiqaati wal kuffaara naara jahannama kholidiina fiihaa,
hiya hasbuhum, wa la’alahumillahu wa lahum ‘adzabunmmuqiim.
Yang terjemahnya : Allah mengancam orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan dan orang-orang
kafir dengan neraka Jahanam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka dan Allah
melaknati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (At taubah : 68)
Firman Allah Subhanahuu Wa Ta’ala
Basysyiril munaafiqiina bianna lahum ‘adzaa ban aliimaa
Yang terjemahnya : Kabarkanlah kepada orang-orang muinafiq bahwa mereka akan mendapat siksaan
yang pedih. (An Nisa : 138)
Allah berfirman :
Innalmunaafiqiina fiiddarkil asfali minannaari wa laan tajidalahuum nashiira.
Yang terjemahnya : Sesungguhnya orang-orang munafiq itu(ditempatkan) pada tingkatan yang paling
bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seseorang penolongpun bagi mereka. (An
nisa 145)
Orang munafiq ketika berhubungan dengan orang lain, biasanya mulutnya manis, sikapnya ramah dan
menarik, tetapi di balik itu hatinya selalu berniat buruk dan fikirannya seslalu berangan-angan
mencari kesempatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya untuk dirinya tanpa memperhatikan
norma kebenaran yang berlaku. Orang lain ditipu, dibohongi dan dilaknati, sehingga betapa banyak
kerugian orang lain akibat perbuatannya, baik kerugian moril maupun materiil. Bujuk rayu orang
munafiq itu seringkali enak dan meyakinkan, kata-katanya sangat menarik dan memikat hati, padahal
sebenarnya dia hanya melakukan tipu daya.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
Wa minannasi man yyugjibuka qauluhu fiil hayaatiddunyaa wayusyhidullaha ‘alaa maa fii
qabihii wa huwa aladdul khishaam.
Yang terjemahnya : Dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang
yang paling keras. (Al Baqarah : 204)
Yukhadi’uunallaha wa lladziina amaanuw wa maa yakh da ‘uuna illa anfusahuum wa maa
yasy’uruun.
Yang terjemahnya : Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman padahal mereka hanya
menipu dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. (Al Baqarah : 9)
d. RIDDAH, MACAM-MACAM dan HUKUMNYA
Secara bahasa: Arraddatu (riddah) artinya Ar-ruju’u (kembali) Menurut istilah: kufur setelah
Islam (QS Al-Baqarah (2): 217) Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan
Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi dari jalan Allah,
kafir kepada Allah, Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar di sisi Allah.
Dan berbuat fitnah lebih besar daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu
sampai mereka mengembalikan kamu dari agamamu , seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang
murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
Riddah ada 4 macam:
1. Riddah dengan ucapan
Seperti mencaci Allah atau rasulNya shallallahu ‘alaihi wassallam, atau malaikat-malaikatNya
atau salah seorang dari rasulNya
Mengaku mengetahui ilmu ghaib atau mengaku nabi atau membenarkan orang yang mengaku
sebagai nabi
Berdo’a kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepadaNya
2. Riddah dengan perbuatan
Seperti sujud kepada patung, pohon, batu, kuburan dan memberikan sembelihan untuknya
Membuang mushaf Al-Qur’an ditempat-tempat yang kotor
Melakukan sihir, mempelajari dan mengajarkannya
Memutuskan hukum dengan selain apa yang diturunkan Allah dan meyakini kebolehannya
3. Riddah dengan I’tiqad (kepercayaan)
Seperti kepercayaan adanya sekutu bagi Allah atau kepercayaan bahwa zina, khamr dan riba adalah
halal atau hal semisalnya yang telah disepakati kehalalan, keharaman atau wajibnya secara ijma’
(konsensus) yang pasti, yang tidak seorangpun tidak mengetahuinya.
4. Riddah dengan keraguan Tentang sesuatu sebagaimana yang disebutkan diatas
Konsekuensi Hukum setelah terjadinya Riddah
1. Yang bersangkutan diminta untuk bertaubat.
2. Jika ia bertaubat dan kembali kepada Islam dalam masa tiga hari, maka taubatnya diterima
kemudian ia dibiarkan (tidak dibunuh).
3. Jika ia tidak mau bertaubat maka ia wajib dibunuh, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alahi
wassallam, “Barangsiapa mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah dia” (HR Al-Bukhari dan
Abu Daud).
4. Dilarang membelanjakan hartanya saat ia dalam masa diminta untuk bertaubat, jika ia masuk
Islam kembali maka harta itu miliknya. Jika tidak maka harta itu menjadi fa’i (rampasan) Baitul Mal
sejak ia dibunuh atau mati karena riddah. Pendapat lain mengatakan, begitu ia jelas-jelas murtad
maka hartanya dibelanjakan untuk kemaslahatan umat Islam.
5. Terputusnya hak waris mewarisi antara dirinya dengan keluarga dekatnya, ia tidak mewarisi
antara dirinya dengan keluarga dekatnya, ia tidak mewarisi harta mereka dan mereka tidak
mewarisi hartanya.
6. Jika ia mati atau dibunuh dalam keadaan riddah, maka ia tidak dimandikan, tidak dishalatkan,
dan tidak dikubur dikuburan umat Islam.
e. BID’AH
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh.
Sebelumnya Allah berfirman.
Badiiu’ as-samaawaati wal ardli “Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah. Qul maa kuntu bid’an min ar-rusuli “Artinya : Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yang
pertama di antara rasul-rasul”. [Al-Ahqaf : 9].
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah ini dari Allah Ta’ala
kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah”, maksudnya : memulai satu cara yang belum ada
sebelumnya.
Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :
[1] Perbuatan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuan-penemuan baru
dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai
macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat
(kebiasaan) adalah mubah.
[2] Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam dien itu
adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya :
Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang
bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain
disebutkan : “Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami,
maka perbuatannya di tolak”.
MACAM-MACAM BID’AH
Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
[1] Bid’ah qauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti ucapan-ucapan
orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat
sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
[2] Bid’ah fil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa yang tidak
disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
[a]. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu ibadah yang
tidak ada dasarnya dalam syari’at Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan,
shiyam yang tidak disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti
pesta ulang tahun, kelahiran dan lain sebagainya.
[b]. Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan, seperti
menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.
[c]. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah yang sifatnya
tidak disyari’atkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan
suara yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar
dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
[d]. Bid’ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disari’atkan, tapi tidak dikhususkan
oleh syari’at yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu Sya’ban (tanggal 15 bulan
Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di
syari’atkan, akan tetapi pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.
HUKUM BID’AH DALAM AD-DIEN
Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW.
“Artinya : Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya
mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. [Hadits Riwayat Abdu Daud,
dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih].
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka perbuatannya tertolak”.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :
“Artinya : Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya
tertolak”.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien (Islam) adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan tertolak.
Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
f. SIHIR
Sihir adalah kekuatan ghaib yang diciptakan ALLAH untuk makhluk-Nya, dimana kekuatan
ghaibnya berupa kekuatan pengaruh ruh-ruh jahat (jin atau syetan), dan dapat berpengaruh pada
unsur alam. Seperti diceritakan dalam Asbabun Nuzul surat Al Falaq dan An Nas iaitu ketika Nabi SAW
sakit seolah mendatangi istri-istrinya ternyata tidak, dan ternyata setelah diberitahu oleh Malaikat,
sihirnya ada pada sebuah sumur dan berupa tali yang disimpul-simpulkan. 'Aisyah ra. berkata,
"Rasulullah SAW pernah disihir sehingga beliau sungguh berkhayal bahawa dirinya mendatangi isteri-
isterinya padahal beliau tidak mendatangi isteri-isteri beliau." (HR. Bukhori dan Muslim, Abu Daud dan
Ahmad). Lihat kitab Ath Thibbun Nabawi Halaman 100)
CONTOH SIHIR
Sihir boleh diperoleh oleh siapa saja yang bekerja sama dengan jin atau setan. Banyak macamnya sihir
tersebut antara lain :
Dengan Mantera, yaitu dengan bacaan-bacaan tertentu yang mengandung arti meminta pertolongan
kepada jin atau setan untuk melakukan sesuatu hal yang dikehendaki. Atau dengan bacaan-bacaan
yang tidak dimengerti tapi sangat diyakini oleh yang membacanya apalagi di dalamnya ternyata
mengandung kesyirikan dan kekufuran. Ini termasuk manjur kerana setan dan bala tenteranya sangat
menyukai sihir seperti ini yang menyesatkan iman pelakunya
Dengan Benda, iaitu menggunakan benda-benda tertentu untuk niat tertentu, seperti hadis Nabi di
atas atau misalnya menggunakan pasir yang dilempar ke rumah orang tertentu agar rumah tersebut
seperti dilempari batu terus menerus. Atau menggunakan tanah kuburan yang ditanam di suatu
tempat agar tempat tersebut terasa gersang, panas dan menakutkan. Atau dengan boneka yang
ditusuk-tusuk agar orang yang dituju merasa seperti ditusuk-tusuk. Dan banyak macam lainnya
Dengan Istikhdam, iaitu meminta bantuan langsung kepada jin atau setan untuk melakukan sesuatu
pekerjaan jahat
Dengan Perbuatan Haram, misalnya dengan menduduki Al Qur'an di dalam WC (bilik mandi)
Sihir adalah salah satu dosa besar dan boleh menyebabkan pelakunya mati dalam suu-ul
khotimah (jelek matinya), Na'u-dzu billaah min dzaalik
g. RIYA’
Riya artinya memperlihatkan (menampakan) diri kepada orang lain, supaya diketahuui
kehebatan perbuatannya, baik melalui pembicaraan, tulisan ataupun sikap dan perbuatan
dengan tujuan mendapat perhatian, penghargaan dan pujian manusia, bukan ikhlas karena Allah.
Riya itu dapat terjadi di dalam niat, yaitu ketika akan melakukan pekerjaan dan bisa juga terjadi
setelah melakukan pekerjaan.
1. Riya dalam niat
Riya dalam niat yaitu ketika mengawali pekerjaan, dia mempunyai keinginam dari orang lain, bukan
karena Allah. Padahal niat itu sangat menentukan nilai suatu pekerjaan. Jika pekerjaan yang baik
dilakukan deengan niat karena Allah, maka perbuatan itu mempunyai nilai di sisi Allah, dan jika
perbuatan itu dilakukan karena ingin mendapat sanjungan, penghargaan dari orang lain, maka
perbuatan itu tidak memperoleh pahala dari Allah. Hanya sanjungan itulah yang akan ia peroleh.
Amirul Mukminin Abi Hafash Umar bin Khatab Radhiyallahu Anhu, aku mendengar Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :
Innamal ‘amaalu biinniyyaati wa innamaa likullimriyin manawa fa man kaanat hijratuhu
ilallahi wa rasuulihi fahijratuhu ilallahi wa rasuulihi wa mankaanat hijratuhu lidunyaa
yushiibuhaa awimra atin yankihuhaa fahijratuhu ilaa maa haajara ilaihi
Yang terjemahnya: “Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat
balasan amal sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang berhijrah hanya karena Allah dan Rasul-Nya
maka hijrahnya itu menuju Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya karena dunia yang ia
harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia inginkan.”
2. Riya dalam perbuatan
Riya dalam perbuatan ini misalnya saat mengerjakan shalat dan bersedekah. Orang riya dalam
mengerjakan shalat biasanya dia memperlihatkan kesungguhan, kerajinan , dan kekhusyu’annya
jika dia berada di tengah-tengah orang atau jamaah sehingga orang lain melihat dia berdiri , ruku’
dan sebagainya. Dia shalat dengan tekun itu mengharapkan perhatian sanjungan dan pujian dari
orang lain agar dia dianggap sebagai orang yang taat dan tekun beribadah. Orang yang riya dalam
shalatnya ini dia akan celaka di akhirat nanti, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, surat Al
Maun ayat 4 sampai dengan 7 dan An Nisa 142.
Fawailun llil mushalliin(4) Alladziina hum ‘an shalaatihim saahuun(5) Alladziina hum yuraaa
uuna(7) Wa yamna’unal maa’uun(8)
Yang terjemahnya : “(4) Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. (5) (Yaitu) orang-orang yang
berbuat riya. (7) Dan engan (menolong dengan) barang berguna.” (Al Ma’un : 4-7)
Innal manaafiqiina yakhdi ;uunallaha wa huwa khaadi’uhum , wa idzaa qaa mauuu ilal
shshalaati qaamuu kasaalaa, yaraaa uunanna sawalaa yadz kuruunallaha illaa qaliilaa.
Yang terjemahnya: “Sesunguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalas
tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah
kecuali sedikit sekali. (An Nisa : 142).
Riya dalam bersedekah seperti memberikan sesuatu kepada orang lain dengan harapan mendapat
pujian dan sanjungan dari orang yang telah diberinya atau orang lainnya, agar dia dianggap sebagai
orang yang dermawan, pemurah dan sebagainya. Dia akan mengungkapkan pemberiannya jika
orang yang telah di bantu itu tidak menyanjung atau memujinya.
Bahaya Riya
Riya berbahaya terhadap diri sendiri dan orang lain. Terhadap diri sendiri bahaya riya itu akan
dirasakan oleh dirinya berupa ketidakpuasan, rasa hampa, sakit hati dan penyesalan ketika orang lain
tidak menghargainya, menyanjungnya, dan tidak berterimakasih kepadanya, padahal ia telah
menolong orang lain, bersedekah, dan sebagainya. Akhirnya jiwanya akan sakit dan keluh kesah, yang
tiada hentinya. Bahaya riya terhadap orang lain akan terlihat ketika orang yang pernah dibantunya
diumpat, diolok-olok dan dicaci oleh orang yang telah membantu atau memberinya dengan riya itu.
Dia mengumpat dan mencaci itu karena keinginannya untuk disanjung dan dipuji tidak terpenuhi
sesuai dengan kehendaknya. Orang yang telah diumpat dan dicaci itu pasti akan tersinggung dan
akhirnya terjadilah perselisihan antara keduanya.
Perbuatan riya itu sangat merugikan, karena Allah tidak akan menerima dan memberi pahala atas
perbuatannya, hal ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang
artinya sebagai berikut :
“Dari Abi Hurairah Semoga Allah meridhoinya, ia berkata saya mendengar Rasulullah bersabda :
Sesungguhnya manusia yang pertama kali diadili di hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid
kemudian dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya dan dan iapun
mengakuinya lantas ditanya : dipergunakan untuk apa nikmat itu? Ia menjawab “aku berperang karena-
Mu (ya Allah) sehingga aku mati syahid. Allah menjawab : Dusta engkau sesungguhnya kamu berbuat
(yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai pahlawan; kemudia malaikat diperintahkan untuk
meyeret orang itu dan melemparkannya ke dalam neraka. Kedua, seorang yang yang dilapangkan
rizkiya dan dikaruniai berbagai macam kekayaan, kemudian ia dihadapkan dan diperlihatkan kepada
nikmat yang telah diterimanya itu, dan iapun mengakuinya, lantas ditanya : Dipergunakan untuk apa
nikmat itu? Ia menjawab : Aku tidak pernah meninggalkan infak pada jalan yang engkau ridhoi (ya
Allah), melainkan aku berinfak (hanya) kepada-Mu. Lalu Allah menjawab : Dusta engkau, sesungguhnya
kamu berbuat (yang demikian itu) supaya kamu dikatakan sebagai orang yang dermawan; kemudian
(malaikat) diperintahkan untuk menyeret orang itu dan melemparkannya ke dalam neraka. Ketiga
seorang yang belajar dan mengajar dan suka membaca Al Qur’an, maka dia dihadapkan dan
diperlihatkan nikmat yang telah diterimanya itu dan iapun mengakuinya, antas ditanya : dipergunakan
untuk apa nikmat itu? Ia menjawab : Aku menunntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al
Qur’an (hanya) untuk-Mu (ya Allah). Kemudian Allah menjawab : Dusta engkau, sesungguhnya engkau
menuntut ilmu itu supaya dikatakan sebagai orang pandai dan engkau membaca Al Qur’an itu supaya
dikatakan sebagai qari; lalu (malaikat) diperintahkan untuk menyeret orang itu dan melemparkannya
ke dalam neraka.” (Haidst Riwayat Muslim).
Begitulah bahayanya riya. Bahkan riya itu juga dikatakan sebagai syirik khafi, artinya syirik kecil atau
syirik ringan, karena mengaitkan niat melakukan suatu perbuatan kepada sesuatu selain Allah.
KELOMPOK 8 – MANFAAT DAN HIKMAH IMAN BAGI KEHIDUPAN
• Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama seseorang dalam memeluk sesuatu agama karena
dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan apa yang diperintahkan dan apa yang
dilarang oleh keyakinannya tersebut atau dengan kata lain iman dapat membentuk orang jadi
bertaqwa
• Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan
• berartikepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau pokok –
pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
• Pada setiap agama, keimanan merupakan unsure pokok yang harus dimiliki oleh setiap
penganutnya. Jika kita ibaratkan dengan sebuah bangunan, keimanan adalah pondasi yang
menopang segala sesuatu yang berada diatasnya, yang kokoh tidaknya bangunan itu sangat
tergantung pada kuat tidaknya pondasi tersebut.. Meskipun demikian, keimanan saja tidak cukup. Ia
harus diwujudkan dengan amal perbuatan yang baik, yang sesuai dengan ajaran agama yang kita
anut. Keimanan sempurna, jika diyakini oleh hati, diikrarkan oleh lisan, dan dibuktikan dalam segala
perilaku kehidupan sehari – hari.
Melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda
- Allah adalah Rabb kita, Dialah yang mencipta dan memberi rezeki, yang menghidupkan dan
mematikan, memuliakan dan menghinakan, yang mengangkat dan merendahkan kita semua,
manusia dan hanya kepadaNYalah kita meminta dan percaya
Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
• Bahwa dengan iman yang sempurna, dan mati dijalan Allah adalah hal yang diinginkan para
muslimin sejati.
Iman menanamkan sikap self help
• Pengertian sikap self-help", yang didefinisikan sebagai berusaha mengenali diri sendiri dengan
perspektif yang lebih baik, lebih jujur, dan lebih tepat; berusaha mengembangkan sifat mandiri dan
rasa percaya diri berdasarkan iman yang kita memiliki iman.
Iman memberikan ketentraman jiwa
Sebagian dari dampak keimanan pada seorang adalah timbulnya ketenangan dan ketentraman jiwa
baik lahir ataupun bathin. Dengan keterangan itu manusia mu’min akan merasakan kebahaagiaan dan
kenikmatan dalam berbagai kegiatan yang dilakukannya. “Dialah yang telah menurunkan ketenangan
kedalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan yang
telah ada….” (Q.S. al-Fath:4).
Iman mewujudkan kehidupan yang baik
• Tak diragukan lagi, bahwa siapapun ingin hidup bahagia. Masing-masing dalam hidup ini
mendambakan ketenangan, kedamaian, kerukunan, dan kesejahteraan. Namun, di manakah
sebenarnya dapat kita peroleh hal itu semua?
• Sesungguhnya, menurut ajaran Islam, hanya iman yang disertai dengan amal shaleh yang dapat
menghantarkan kita, baik sebagai individu maupun masyarakat, ke arah itu.
• "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki-laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang
telah mereka kerjakan." (An-Nahl : 97).
Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Segala pengakuan ada konsekwensinya dan mempunyai ciri-ciri yang
menunjukkan kebenarannya. Demikian pula iman. Adapun konsekwensi dan
ciri-cirinya, antara lain:
• Mempercayai segala yang datang dari Allah SWT, dengan yakin, tanpa ragu-ragu. (Al-Hujurat: 15).
• Mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya melebihi dari yang lain. (Al-Baqarah : 165, At-Taubah : 24).
• Patuh dan tunduk kepada Allah SWT dan Rasul. (An-Nisa' : 69, 90, An-Nur : 51 - 52, Al-Ahzab : 36).
• Senantiasa berhukum kepada syariat-Nya. (An-Nisa' : 65).
• Amar Ma'ruf - Nahi Munkar. (At-Taubah : 71, Al-Ashr).
• Berda'wah dan Jihad di jalan Allah SWT. (Fushshilat : 33, Yusuf : 108, Ash-Shaf : 10 - 13).
• Walaa' kepada kaum Mu'minin dan Baraa' terhadap orang-orang kafir. (Al-Maidah : 55, At-Taubah :
71, Al-Mumtahanah : 4).
• Ridha kepada segala takdir-Nya. (Al-Baqarah : 155 - 157).
Iman memberikan keberutungan
Hal ini tergambar pada :
• “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman mereka dengan kezaliman, mereka
itulah orang-orang yang mendapat keberuntungan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk. (QS. 6: 82)”
• “orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri
mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan.(QS. AT TAUBAH : 20)
• “Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran." (QS Al Ashr 103: 1-3).
• “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahalah iman
mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang
mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka.
Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa
derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rejeki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfal (8):
2-4)
KELOMPOK 9 – AKHLAK DALAM ISLAM
Akhlak dalam Islam
1. Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari kata “akhlaq” yang merupakan jama’ dari “khulqu” dari bahasa Arab yang
artinya perangai, budi, tabiat dan adab. Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak
yang Terpuji (Al-Akhlakul Mahmudah) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela (Al-Ahklakul
Mazmumah).
Akhlak yang mulia, menurut Imam Ghazali ada 4 perkara; yaitu bijaksana, memelihara diri
dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan kekuatan hawa nafsu) dan bersifat
adil. Jelasnya, ia merangkumi sifat-sifat seperti berbakti pada keluarga dan negara, hidup
bermasyarakat dan bersilaturahim, berani mempertahankan agama, senantiasa bersyukur dan
berterima kasih, sabar dan rida dengan kesengsaraan, berbicara benar dan sebagainya. Masyarakat
dan bangsa yang memiliki akhlak mulia adalah penggerak ke arah pembinaan tamadun dan kejayaan
yang diridai oleh Allah Subhanahu Wataala. Seperti kata pepatah seorang penyair Mesir, Syauqi Bei:
"Hanya saja bangsa itu kekal selama berakhlak. Bila akhlaknya telah lenyap, maka lenyap pulalah
bangsa itu".
Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridai oleh Allah SWT, akhlak yang baik itu dapat
diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya
dan meninggalkan semua larangannya, mengikuti ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah, mencegah diri
kita untuk mendekati yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, seperti firman Allah dalam surat Al-
Imran 110 yang artinya “Kamu adalah umat yang terbaik untuk manusia, menuju kepada yang makruf
dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah”
Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, dengki, sombong,
nifaq (munafik), hasud, suudzaan (berprasangka buruk), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya,
akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang
lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya sebagai contohnya yakni kegagalan
dalam membentuk masyarakat yang berakhlak mulia samalah seperti mengakibatkan kehancuran
pada bumi ini, sebagai mana firman Allah Subhanahu Wataala dalam Surat Ar-Ruum ayat 41 yang
berarti: "Telah timbul pelbagai kerusakan dan bencana alam di darat dan di laut dengan sebab apa yang
telah dilakukan oleb tangan manusia. (Timbulnya yang demikian) karena Allah hendak merusakan
mereka sebagai dari balasan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan, supaya mereka kembali
(insaf dan bertaubat)".
2. Perbedaan Akhlak dengan Moral dan Etika
etika, moral, susila dan akhlak sama, yaitu menentukan hokum atau nilai dari suatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk ditentukan baik-buruknya. Kesemua istilah tersebut sama-sama
menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik, teratur, aman, damai, dan tentram sehingga
sejahtera batiniah dan lahiriyah.
Perbedaaan antara etika, moral, dan susila dengan akhlak adalah terletak pada sumber yang
dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk
berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku
umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk itu
adalah al-qur'an dan al-hadist.
Namun demikian etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian
tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk rasio
dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi
kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang
berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila berasal dari
manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.
3. Sumber-Sumber Akhlak dalam Islam
Kitab suci Al-Qur’an
Hadis-hadis Rassulullah
Akal fikiran ulama
4. Kedudukan Akhlak dalam Islam
Kedudukan akhlak dalam islam sangat penting karena Akhlak ialah salah satu faktor yang
menentukan derajat keislaman dan keimanan seseorang. Akhlak yang baik adalah cerminan
baiknya aqidah dan syariah yang diyakini seseorang. Buruknya akhlak merupakan indikasi buruknya
pemahaman seseorang terhadap aqidah dan syariah. “Paling sempurna orang mukmin imannya adalah
yang paling luhur aqidahnya.”(HR.Tirmidi). “Sesungguhnya kekejian dan perbuatan keji itu sedikitpun
bukan dari Islam dan sesungguhnya sebaik-baik manusia keislamannya adalah yang paling baik
akhlaknya.”(HR.Thabrani, Ahmad dan Abu Ya’la). Akhlak adalah buah ibadah. “Sesungguhnya shalat itu
mencegah orang melakukan perbuatan keji dan munkar” (QS. 29:45). Keluhuran akhlak merupakan
amal terberat hamba di akhirat. “Tidak ada yang lebih berat timbangan seorang hamba pada hari
kiamat melebihi keluhuran akhlaknya” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi). Akhlak merupakan lambang
kualitas seorang manusia, masyarakat, umat karena itulah akhlak pulalah yang menentukan eksistensi
seorang muslim sebagai makhluk Allah SWT. “Sesungguhnya termasuk insan pilihan di antara kalian
adalah yang terbaik akhlaknya”(Muttafaq ‘alaih).
5. Hubungan Akhlak dengan Iman dan Ikhsan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt.
Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang
hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk
menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan
hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang
sempurna dan akhlak yang mulia.
Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang
utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari
keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan,
seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini
menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril —yang menyamar sebagai
seorang manusia— mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw. bersabda
kepada para sahabatnya, “Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian.”
Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt. memerintahkan untuk
berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.
“Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Baqarah: 195)
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….” (QS. An-Nahl: 90)
KELOMPOK 10 – AKHLAK TERHADAP ALLAH SWT
Cinta untuk ALLAH SWT
- “Barangsiapa yang tiada mengasihi manusia maka Allah-pun tiada mengasihinya!”
- Di Dalam ajaran Islam, Mengasihi Sesama Manusia adalah bagian terpenting dari ajaran Nabi
Muhammad saw. Mencintai umat manusia adalah realisasi dari ajaran al-Qur’an, yang mana
pengutusan Nabi Muhammad Saw merupakan rahmat dan wujud kasih sayang Allah SwT atas Alam
Semesta ,“Tiadalah Kami mengutusmu (Wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat (Ku) atas
Alam Semesta” (QS Al-Anbiya’ [21] ayat 107)
- “Katakanlah, ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian
dan mengampuni dosa-dosa kalian’.” (Aali ‘Imraan:31)
- Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa kalau kita mengaku cinta kepada Allah, maka kita harus
mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu mengikuti sunnah-sunnah beliau.
- Kesempurnaan manusia itu terletak dalam Cinta kepada Allah
Sebab-sebab yang menyemarakkan cinta.
1. seseorang itu cinta kepada dirinya sendiri dan menyempurnakan keadaannya sendiri.
2. manusia itu cinta kepada orang yang menolong dan memberi kurniaan kepada dirinya
3. manusia itu cinta kepada orang yang menolong dan memberi kurniaan kepada dirinya
Ikhlas
Berasal dari kata khalasha yang berarti bersih/murni. menginginkan keridhaan Allah dengan
melakukan amal dan membersihkan amal dari berbagai debu duniawi.
Ikhlas dengan pengertian seperti itu merupakan salah satu buah dari kesempurnaan tauhid, yaitu
mengesakan Allah dalam beribadah. Oleh karena itu, riya' yang merupakan lawan dari ikhlas dianggap
sebagai kesyirikan.
Pentingnya Ikhlassunniyah
1. Merupakan ruhnya amal karena seperti badan yang tidak ada ruhnya, maka tanpa ikhlas amal;
sebagus apapun tidak ada artinya.
2. Salah satu syarat diterimanya amal.”Allah azza wajalla tidak menerima amal kecuali apabila
dilaksanakan dengan ikhlas dalam mencari keridhoannya semata”(HR.Abu Daud dan Nasai)
3. Syarat diterimanya amal atau perbuatan:
a. ¨Bersungguh-sungguh dalam melaksanakannya
b. ¨Ikhlas dalam berniat
c. ¨Sesuai dengan syariat Islam(al-Qur’an dan Sunnah)
4. Penentu nilai/kualitas suatu amal (QS.4:125),”Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung
pada niat, dan bahwasanya bagi tiap-tiap orang apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrah menuju
ridho Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa berhijrah
kepada dunia (harta atau kemegahan dunia) atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka
hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.”(HR.Bukhari- Muslim)
5. Mendatangkan berkah dan pahala dari Allah
Cara-cara untuk menumbuhkan niat yang ikhlas
1. Mengetahui arti keikhlasan dan urgensinya dalam beramal
2. Menambah pengetahuan tentang Allah swt dan hari kiamat.
3. Memperbanyak membaca/berinteraksi dengan al-Qur’an,
4. Memperbanyak amal-amal rahasia,
5. Menghindari / mengurangi saling memuji,
6. Berdoa,
Taubat
Jalan untuk membersihkan segala dosa. Setelah manusia dilumuri berbagai dosa. Tanpa adanya taubat
seorang salik tidak akan dapat menempuh jalan menuju Allah s.w.t.
Tiga hal yang termasuk dalam taubat
1. taubat karena ketidaktaatannya,
2. memutuskan untuk tidak melakukan dosa lagi,
3. segera meninggalkan perbuatan dosa itu.
Jalan Menuju Taubat
1. Mengetahui hakikat taubat
2. Merasakan akibat dosa yang dilakukan
3. Menghindar dari lingkungan yang jelek
4. Membaca Al-Qur’an
5. Berdo’a
6. Mengetahui keagungan Allah yang Maha Pencipta
7. Mengingat mati dan kejadiannya yang tiba-tiba.
8. Mempelajari ayat-ayat dan hadis-hadis yang menakuti orang-orang yang berdosa.
9. Membaca sejarah orang-orang yang bertaubat.
Khauf
rasa takut dan bergetarnya hati karena ada sesuatu yang ditakuti dihadapannya. Khauf disebabkan
oleh karena takut akan kebesaran dan keagungan sesuatu.
“Sesungguhnya hanyalah yang paling takut pada ALLAH diantara hambanya adalah para ‘ulama’.”
(QS. Faathir: 28)
Syukur
Secara bahasa, syukur mengandung arti “sesuatu yang menunjukan kebaikan dan penyebarannya”.
Sedangkan secara syar’i, pengertian syukur adalah “memberikan pujian kepada yang memberikan
segala bentuk kenikmatan (Allah swt) dengan cara melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, dalam
pengertian tunduk dan berserah diri hanya kepada-Nya”.
Fungsi
Akan Selalu Diingat oleh Allah,
Agar Terhindar dari Siksa Allah,.
Akan Menambah rizki dan Barokah
Tawakal
kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta
mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat.
”Dan barangsiapa bertaqwa kepada Alloh, niscaya Dia akan jadikan baginya jalan keluar dan
memberi rizqi dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakal kepada Alloh,
maka Dia itu cukup baginya.” (Ath Tholaq: 2-3)
Bertawakal Kepada Alloh Adalah Kunci Rizki
“Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Alloh dengan sebenar-benarnya, niscaya kalian akan
diberi rizki sebagaimana burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan
pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim)
Taqwa
"Dakwah kepada Allah menjadi sentral seluruh kebahagiaan. Memperturutkan hawa nafsu menjadi
pangkal semua kejahatan."
Tanda-tanda orang yang bertakwa itu antara lain :
Beriman kepada yang gaib, yang tak terindera seperti iman terhadap adanya Allah, para
malaikat, hari kebangkitan, sorga, neraka, dan sebagainya. (Dan ini tampak dari sikap perbuatan
yang sesuai dengan tuntutan iman tersebut);
ajeg (rutin) melaksanakan kewajiban salat;
mau menafkahkan sebagian hartanya (berzakat), bersedekah, dan sebagainya);
beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan kitab-kitab Allah
lainnya yang diturunkan kepada para utusan sebelum Nabi Muhammad Saw;
yakin terhadap Hari Kemudian;
menyantuni anak yatim dan kaum lemah;
bila berjanji selalu menepati;
bersyukur bila mendapat kenikmatan dan bersabar bila mendapat cobaan. Seperti dalam Al-
Quran surah 2. Al-Baqarah: 1-4:
Ridho Allah
Ridho Allah adalah dambaan setiap muslim yang menyadari bahwa itulah harta termahal yang
pantas diperebutkan oleh manusia.Tanpa ridho Allah,hidup kita akan hampa,kering,tidak dapat
merasakan nikmat atas segala apa yang telah ada di genggaman kita,bermacam masalah silih
berganti menyertai hidup kita
“Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat,juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalananan.Itulah yang lebih baik bagi orang yang mencari keridhaan Allah. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” [Ar-Rum : 38]