Post on 03-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makanan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial
dalam kehidupan manusia. Salah satu ciri makanan yang baik adalah aman
untuk dikonsumsi. Makanan yang menarik, nikmat, dan tinggi gizinya, akan
menjadi tidak berarti sama sekali jika tak aman untuk dikonsumsi. Menurut
Undang-Undang No.7 tahun 1996, keamanan pangan didefinisikan sebagai
suatu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Di dalam bahan pangan, kontaminasi senyawa beracun baik senyawa
beracun alami maupun senyawa beracun mikroba bisa saja terjadi karena
bahan pangan merupakan salah satu tempat yang paling memungkinkan bagi
pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan seperti
perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya.
Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat
mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga
bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi.
Sekarang ini seiring dengan meningkatnya tingkat kesibukan ,
masyarakat kini cenderung kurang memperhatikan makanan yang mereka
makan. Baik itu dari segi kebersihan, kesehatan, atau kandungan gizi yang
terkandung dalam makanan, kecenderungan orang hanya memikirkan dari
segi ekonomis dan kepraktisannya saja. Salah satu contohnya adalah
makanan kaleng .Makanan kaleng adalah sumber utama senyawa beracun
dari mikroba bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan
keracunan botulinin. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng
yang tidak sempurna atau adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan
1
hidup setelah proses pemanasan pengolahannya atau pada kaleng yang
bocor, sehingga makanan di dalamnya terkontaminasi udara dari luar.
Berdasarkan uraian di atas tersirat bahwa senyawa beracun dari
mikroba bakteri Clostridium botulinum ini sangat membahayakan bagi
kehidupan manusia sekarang ini yang menuntut kepraktisan dalam
mengonsumsi makanan.Oleh karena itu penyusun tertarik untuk menyikapi
permasalahan tersebut dikaji lebih lanjut dalam bentuk karya tulis yang
berjudul ”Keracunan Pangan Akibat Oleh Toksin Botulinin”.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain :
1. Bagaimana kriteria makanan yang aman untuk dikonsumsi ?
2. Apa saja contoh senyawa beracun yang tergolong alamiah, sintesis,
dari mikroba, serta residu pencemaran ?
3. Bagaimana cara menanggulangi bahaya toksin botulinin yang terdapat
dalam makanan?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik senyawa beracun dalam makanan kaleng
yaitu mikroba bakteri Clostridium botulinum.
2. Mengetahui dampak kesehatan dari pencemaran senyawa beracun
dalam makanan khususnya dari mikroba bakteri Clostridium botulinum
3. Mengetahui cara menanggulangi bahaya dari toksin botulinin dalam
makanan.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah memberikan informasi
mengenai senyawa beracun dalam makanan kaleng khususnya dari mikroba
bakteri Clostridium botulinum, dampaknya bagi kesehatan, serta cara
menanggulangi bahaya dari senyawa-senyawa beracun tersebut dalam
makanan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Senyawa Kimia Beracun
Pengertian bahan kimia beracun dapat didefinisikan sebagai bahan kimia
yang dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk
hidup lainnya. Keracunan diakibat dari aktivitas mikroorganisme dibedakan
menjadi food intoxication dan food infection. Food intoxication terjadi karena
makanan tercemar oleh toksin, sedangkan food infection terjadi karena makanan
terkontaminasi oleh parasit, protozoa atau bakteri patogen.
Keracunan makanan yang sering terjadi umumnya disebabkan karena
makanan mengandung eksotoksin, yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum
atau enterotoksin yang dihasilkan oleh Staphyilococci.Hal itu menyebabkan
terjadinya intoksikasipada manusia atau mahluk hidup lainnya, intoksikasiyaitu
keracunan yang disebabkan oleh bahan pangan yang mengandung senyawa
beracun.
Sedangkan kriteria suatumakanan yang aman adalah yang tidak tercemar,
tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya,
telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak
rusak, serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia. Karena itu, kualitas
makanan, baik secara bakteniologi, kimia, dan fisik, harus selalu diperhatikan.
Kualitas dari produk pangan untuk konsumsi manusia pada dasarnya
dipengaruhi oleh mikroorganisme.
2.2Clostridium botulinum
Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat
anerob yang berarti organisme-organisme ini tumbuh paling baik pada tingkat-
tingkat oksigen yang rendah atau ketidakhadiran oksigen, Gram-positif, dapat
membentuk spora, dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya
tahan panas dan dapat bertahan hidup dalam makanan dengan pemrosesan yang
kurang sesuai atau tidak benar.
3
Bakteri clostridium botulinum membentuk sel reproduksi yang disebut
spora. Seperti biji, spora bisa hidup di bagian yang tidak aktif untuk beberapa
tahun, dan mereka sangat bersifat melawan terhadap kerusakan. Ketika
kelembaban dan bahan bergizi ada dan oksigen tidak ada (seperti pada usus
atau botol atau kaleng bersegel), spora tersebut mulai bertumbuh dan
menghasilkan racun. Beberapa racun dihasilkan oleh Clostridium botulinum
tidak dihancurkan oleh enzim pelindung usus.
KLASIFIKASI
Kingdom : Bacteria
Divisi : Firmicutes
Kelas : Clostridia
Ordo : Clostridiales
Famili : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium botulinum
Gambar 1.Clostridium botulinum
2.2.1 Ekologi Clostridium Botulinum
Penyebaran bakteri Clostridium botulinummelalui spora yang
dihasilkan oleh bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinumdapat
ditemukan di saluran pencernaan manusia, ikan, burung, dan hewan
ternak. Selain itu, spora Clostridium botulinumjuga dapat ditemukan di
tanah, pupuk organik, limbah, dan hasil panen. Spora tersebut dapat
4
berakhir di usus hewan yang memakan hewan atau tumbuhan yang
terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki rantai makanan
manusia.
Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng
makanan, spora – spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat
menghasilkan neurotoksin. Pada makanan yang tertutup dan pH nya
rendah (lebih dari 4,6) merupakan tempat pertumbuhan bakteri C.
botulinum yang kemudian dapat memproduksi racun. Faktor lain yang
mendukung tumbuhnya spora menjadi sel vegetatif adalah kadar garam
yang di bawah 7%, kandungan gula di bawah 50%, temperatur 4oC –
49oC (suhu kamar), kadar kelembapan tinggi, serta sedikitnya kompetensi
dengan bakteri flora.
2.2.2 Fisiologi Clostridium Botulinum
Clostridium Botulinumtermasuk bakteri yang bersifat mesophilic
dengan suhu optimum untuk tumbuh yaitu 370oC untuk strain jenis A dan
B serta 300 oC untuk strain jenis E. Suhu terendah dari strain jenis A dan
B adalah 12,50 oC. Disisi lain spora jenis E mampu tumbuh dan
menghasilkan toksin pada suhu 3,30oC, sementara jenis F tumbuh dan
menghasilkan toksin pada suhu 40 oC. Secara umum strain jenis E dan B
bersifat non-proteolitik serta strain F suhu minimum untuk tumbuhnya
lebih kurang 100 oC lebih rendah daripada strain A dan B. Sedangkan
suhu maksimum untuk tumbuhnya yaitu : jenis A dan B pada suhu 500 oC. Strain jenis E memiliki suhu maksimum 5 derajat lebih rendah dari
strain A dan B dengan suhu optimumnya yaitu 300 oC.
Produksi toksin Clostridium botulinumtergantung dari kemampuan sel
untuk tumbuh di dalam makanan dan menjadi autolisis disana. Lebih
lanjut produksi toksin dipengaruhi oleh komposisi dari makanan atau
medium terutama glukosa atau maltosa yang diketahui sangat potensial
terhadap produksi toksin, kelembaban, pH, potensial redok, kadar garam,
temperatur dan waktu penyimpanan.
5
Berdasarkan atas pH, diketahui bahwa Clostridium Botulinumtidak
mampu tumbuh pada pH di bawah 4,5. Dan diketahui juga bahwa
organisme akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan toksin pada pH
5,5-8,0.
Nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan bersifat komplek,
diperlukan asam amino, vitamin B dan mineral. Clostridium
Botulinumjenis A dan B memerlukan kadar air 0,94 dan jenis E pada 0,97
dengan kadar garam 10% atau 50% sukrosa akan menghambat
pertumbuhan jenis A dan B. Pada konsentrasi 25-500 ppm dapat
menghambat jenis A lebih dari sebulan pada suhu optimum dengan pH
5,9-7,6.
2.3 Toksin Clostridium botulinum
Clostridium botulinum menghasilkan toksin yang disebut neurotoksin
atau BoNT (botulinum neurotoxin). Neurotoksin ini merupakan eksotoksin
karena toksin dikeluarkan oleh bakteri ke lingkunganserta neurotoxinpaling
kuat yang pernah ditemukan. Toksin botulinum ini memiliki struktur dan
fungsi yang sama dengan toksin tetanus. Namun, toksin botulinum
mempengaruhi syaraf periferi karena memiliki afinitas untuk neuron pada
persimpangan otot syaraf.
Terdapat tujuh macam toksin yang berbeda – beda yang dihasilkan oleh
C. botulinum, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Tipe A, B, E, dan F dapat
menyebabkan botulisme pada manusia. Tipe C dan D menyebabkan sebagian
besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering terinfeksi adalah
unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun
tipe G telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui
disebabkan oleh strain ini.
2.4 Neurotoksin
Neurotoksin merupakan jenis racun yang menyerang system saraf.
Aktivitas neurotosin dapat dicirikan oleh kemampuan untuk menghambat
neuron kontrol atas ion konsentrasi di seluruh sel membran, atau komunikasi
6
antara neuron di seluruh sinaps. Dengan menghambat kemampuan untuk
neuron untuk menjalankan fungsi yang diharapkan mereka intraseluler, atau
lulus sinyal ke sel tetangga, neurotoksin dapat menyebabkan penangkapan
sistem saraf sistemik seperti dalam kasus dari toksin botulinum, atau bahkan
kematian jaringan saraf. Para waktu yang dibutuhkan untuk timbulnya gejala
setelah terpapar racun saraf dapat bervariasi antara racun yang berbeda, berada
di urutan jam untuk toksin botulinum.
7
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Keracunan Makanan oleh Clostridium botulinum
Keracunan oleh mikroba adalah jenis keracunan yang paling banyak dan
sering ditemui di masyarakat. Makanan menjadi beracun karena telah
terkontaminasi dengan jenis bakteri tertentu, yang karena dibiarkan tumbuh
dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga dapat membahayakan
konsumen. Keracunan akibat tercemar oleh bakteri Clostridium botulinum
sering terjadi dalam kehiduan sehari-hari. Racun yang dihasilkan oleh
Clostridium botulinum akan diserap di dalam lambung, duodenum dan bagian
pertama jejunum. Kemudian akan diedarkan oleh darah dan menyerang saraf.
Gejala akibat keracunan dimulai 18 – 24 jam setelah makan makanan yang
terkontaminasi Clostridium botulinum. Gejala – gejalanya yaitu : bibir kering,
gangguan penglihatan (inkoordinasi otot – otot mata, penglihatan ganda),
ketidakmampuan menelan, sulit berbicara; tanda – tanda paralisis bulbar
berlangsung secara progresif, dan kematian terjadi karena paralisis pernapasan
atau jantung berhenti. Gejala – gejala gastrointestinal biasanya tidak menonjol.
Tidak ada demam. Penderita tetap sadar segera sebelum mati.
3.2. Mekanisme racun Botulinin
Pada siklus yang normal, asetilkolin neurotransmitter akan dilepaskan
oleh vesikel di junction pada ujung serabut saraf. Asetilkolin akan memasuki
sinapsis dan memfasilitasi transfer impuls saraf dengan membuat jembatan
pada gap antara ujung serabut saraf dengan sel reseptor otot sehingga
komunikasi sel dapat berlangsung.
8
Gambar 2. Trasmisi Saraf Normal
Pada orang yang mengalami keracunan akibat toksin botulinin, racun
akan memasuki deaerah membran sel ujung serabut saraf. Molekul – molekul
toksin tersebut akan menutupi permukaan bagian dalam dari membran sel
tersebut sehingga menghalangi vesikel yang akan melepaskan asetilkolin.
Terjadi paralisis.
Gambar 3. Racun Botulinin Menghambat Transmisi Saraf
9
3.3. Bahan Makanan Yang Tercemar Oleh Bakteri C. botulinum
Bakteri Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah,
sedimen didasar laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum
adalah bakteri anaerobik, gram positif, membentuk spora, berbentuk batang
dan relatif besar. Spora bakteri dapat terhirup atau termakan, atau dapat
menginfeksi luka terbuka. Walaupun demikian bakteri dan sporanya tidak
berbahaya. Gejala botulism disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh
bakteri tersebut. Toksin botulism merupakan toksin yang berbahaya, dengan
dosis mematikan 200-300 pg/kg, yang berarti bila melebihi 100 gram dapat
membunuh setiap manusia didunia.
Penyebaran bakteri Clostridium botulinum melalui spora yang dihasilkan
oleh bakteri tersebut. Spora Clostridium botulinum dapat ditemukan di saluran
pencernaan manusia, ikan, burung, dan hewan ternak. Selain itu, spora
Clostridium botulinum juga dapat ditemukan di tanah, pupuk organik, limbah,
dan hasil panen. Spora tersebut dapat berakhir di usus hewan yang memakan
hewan atau tumbuhan yang terkontaminasi spora tersebut kemudian memasuki
rantai makanan manusia.
Jika spora memasuki lingkungan yang anaerob, misalnya pada kaleng
makanan, spora – spora tersebut akan tumbuh menjadi bakteri yang dapat
menghasilkan neurotoksin.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng
dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis
makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya. Pada dasarnya
makanan kaleng dibedakan atas tiga kelompok berdasarkan keasaman, yaitu:
1. Makanan kaleng berasam rendah (pH>4,6), misalnya produk-produk
daging dan ikan, beberapa sayuran (jagung, buncis), dan masakan yang
terdiri dari campuran daging dan sayuran (lodeh, gudeg, opor, dan lain-
lain).
2. Makanan kaleng asam (pH 3,7-4,6), misalnya produk-produk tomat, pear,
dan produk-produk lain.
10
3. Makanan kaleng berasam tinggi (pH<3,7), misalnya buah-buahan dan
sayuran kaleng seperti jeruk, pikel, sauerkraut, dan lain-lain (Siagian
2002)
Kerusakan bahan pangan termasuk makanan dalam kaleng dapat dideteksi
dengan beberapa cara, yaitu:
1. Uji organoleptik dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan
tekstur atau kekenyalan, kekentalan, warna bau, pembentukkan lendir, dan
lain-lain.
2. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan fisik yang terjadi karena
kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia, misalnya perubahan
pH, kekentalan, tekstur, indeks refraktif, dan lain-lain.
3. Uji kimia untuk menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil
pemecahan komponen pangan oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia.
4. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan,
MPN, dan mikroskopis.
Tanda-tanda kerusakan pada makanan kaleng yang disebabkan oleh
Clostridium botulinum diantaranya adalah produk mengalami fermentasi, bau
asam, bau keju atau bau butirat, pH sedikit di atas normal dengan tekstur
rusak. Penampakan pada keleng memperlihatkan bahwa kaleng
menggembung. Jika dibiarkan terus menerus mungkin bisa meledak.
3.4. Pengobatan Akibat Keracunan Makanan oleh Clostridium botulinum
Penderita botulisme (keracunan akibat toksin botulinin) harus segera
dibaw ke rumah sakit. Pengobatannya harus segera dilakukan meskipun belum
diperoleh hasil laboratorium untuk memperkuat diagnosis.
Langkah-langkah untuk mengeluarkan toksin agar tidak diserap ialah:
- Perangsangan muntah.
- Pengosongan lambung melalui lavase lambung.
- Pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.
Bahaya terbesar akibat keracunan ini ialah masalah pernafasan. Tanda-
tanda vital seperti tekanan darah denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu harus
diukur secara cara rutin. Jika gangguan pernafasan muali terjadi, penderita
11
harus dibawa ke ruang intesif dan mendapatkan alat bantu pernafasan.
Perawatan intensif telah mengurangi angka kematian akibat keracunan toksin
botulinin, dari 90% pada awal tahun 1900 sekarang menjadi 10%. Mungkin
pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.
Pemberian Antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan secara
langsung, tetapi dapat memperlambat atau menghentikan fisik dan mental
yang lebih lanjut, sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama
beberapa bulan. Anti toksin diberikan sesegera mungkin setelah didiagnosis,
pemberian ini umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah
terjadinya gejala. Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan kepada bayi,
karena efektivitasnya pada infant botulism masih belum terbukti.
3.5. Tindakan Pencegahan Terhadap Racun Botulinin
Dalam dunia industri dilakukan strategi penghambat pada bakteri yang
bersifat merugikan (patogen) salah satunya adalah Clostridium botulinum,
dengan melakukan pengemasan (packaging). Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam pengemasan tersebut harus memiliki sifat-sifat meliputi permeabel
terhadap udara (oksigen dan gas lainnya), bersifat non-toksik dan inert (tidak
bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia) sehingga dapat mempertahankan
warna, aroma, dan cita rasa produk yang dikemas, kedap air (mampu menahan
air atau kelembaban udara sekitarnya), kuat dan tidak mudah bocor,
relatif tahan terhadap panas dan mudah dikerjakan secara massal dan harganya
relatif murah. Makanan adalah produk yang membutuhkan perawatan dan
pengemasan khusus. Dalam mengemas makanan, kita tak boleh salah pilih,
karena jika makanan dikemas dengan asal-asalan, hasilnya akan berantakan.
Makanan jadi cepat membusuk dan masa simpannya lebih pendek. Untuk
mengemas makanan, anda memerlukan mesin pengemas kedap udara. Dengan
pengemas kedap udara (vacuum), bakteri-bakteri yang menyukai tempat
seperti makanan akan dapat dihindari.
Beberapa pencegahan yang bisa dilakukan oleh konsumen diantaranya
adalah selalu memperhatikan batas kadaluarsa makanan kaleng serta memasak
pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan
12
pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa
udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan
kaleng yang kemasannya telah menggembung. Uji bau dapat dilakukan
dengan cara mencium bau makanan tersebut, jika baunya sudah menglami
perubahan lebih baik tidak mengkonsumsi makanan kaleng tersebut.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Racun botulinin merupakan racun yang dihasilkan oleh bakteri
Clostridium Botulinum.Bakteri ini terdapat secara luas di alam,kadang ada di
dalam feses binatang.Terdapat enam tipe berdasarkan toksin,yaitu A,B,C,D,E,F.
Pada manusia terdapat tipe A,B,dan E. Kerja toksin ini adalah memblokir
pembentukan atau pelepasan asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi
kelumpuhan otot.
Tanda-tanda keracunan botulinin antara lain tenggorokan kaku, mata
berkunang-kunang, dan kejang-kejang yang menyebabkan kematian karena sukar
bernapas. Biasanya bakteri ini tumbuh pada makanan kaleng yang tidak sempurna
pengolahannya atau pada kaleng yang bocor, sehingga makanan di dalamnya
terkontaminasi udara dari luar. Botulinin merupakan sebuah molekul protein
dengan daya keracunan yang sangat kuat. Satu mikrogram botulinin sudah cukup
mematikan manusia. Untungnya karena merupakan protein, botulinin bersifat
termolabil dan dapat diinaktifkan dengan pemanasan pada suhu 80 derajat Celsius
selama 30 menit. Garam dengan konsentrasi 8 persen atau lebih serta pH 4,5 atau
kurang dapat menghambat pertumbuhan Clostridium botulinum, sehingga
produksi botulinin dapat dicegah.
4.2. Saran
Untuk dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum dan
menghindari risiko keracunan racun botulinin. Makanan yang diawetkan di rumah
harus dimasak secara baik sehingga dapat membunuh spora dan makanan harus
dimasak sebelum dimakan.Makanan rumah yang harus diperhatikan adalah:
kacang-kacangan, jagung, ikan asap atau ikan segar dalam plastic. Makanan yang
mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan bau yang berbeda
dari makan yang tidak tercemar
14
DAFTAR PUSTAKA
duniaveteriner. (2010, Maret 18). Disadur Maret 03, 2012, Dari Clostridium Botulinum
Sebagai Penyebab Keracunan Pada makanan:
http://duniaveteriner.com/2010/03/clostridium-botulinum-sebagai-penyebab-
keracunan-pada-makanan/print
aguskrisno in KAJIAN MIKROBIOLOGI INDUSTRI. (2011, Januari 11). Disadur Maret
31, 2012, Dari STRATEGI INHIBITOR PERTUMBUHAN Clostridium
botulinum PADA PRODUK BAHAN PANGAN DALAM INDUSTRI
KALENGAN SERTA PENANGANAN MEDIS PADA BOTULISME:
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/strategi-inhibitor-pertumbuhan-
clostridium-botulinum-pada-produk-bahan-pangan-dalam-industri-kalengan-serta-
penanganan-medis-pada-botulisme/
BoNa LIN_TONG-RAMpah. (2011, Juni 06). Disadur Maret 31, 2012, Dari BAKTERI
PATOGEN PADA MAKANAN:
http://bonfreehsbmine.blogspot.com/2011/06/bakteri-patogen-pada-makanan.html
Fairus Ratna Amalia . (2011, Januari 04). Disadur Maret 03, 2012, Dari Kuman-kuman
Anaerob pada makanan kaleng: http://iyuztyasient.blogspot.com/2011/01/jumat-
13-maret-2009-clostridium.html
HASTOMO.SST . (2011, April 11). Disadur Maret 31, 2011, Dari BOTULISME,
INTESTINAL BOTULISM,sebelumnya dikenal sebagai Botulisme anak.:
http://hastomodjogja.blogspot.com/2011/04/botulisme-intestinal-
botulismsebelumnya.html
Joglosemar. (2010, Juni 16). Disadur Maret 03, 2012, Dari Keracunan Makanan karena
Bakteri Botulinum: http://harianjoglosemar.com/berita/keracunan-massal-karena-
bakteri-botulinum-17856.html
Mediscastore. (n.d.). Disadur Maret 03, 2012, Dari Botulisme:
http://medicastore.com/penyakit/456/Botulisme.html
Sandi's Blog. (2009, 09 04). Disadur 03 31, 2012, Dari Bakteri Dalam Makanan Kaleng:
http://koesandi.wordpress.com/tag/bakteri-clostridium-botulinum/
15
sunshine46 . (2012, Februari 02). Disadur 03 31, 2012, Dari Bahaya Dibalik Makanan
(bagian 2): http://id.shvoong.com/lifestyle/food-and-drink/2257518-bahaya-
dibalik-makanan-bagian/
16