Uji Mikrobiologi Kaleng
-
Upload
dina-crownia -
Category
Documents
-
view
1.354 -
download
8
Transcript of Uji Mikrobiologi Kaleng
Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa/27 November 2012Analisis Mutu Mikrobiologi PJ Dosen : Mrr. Lukie Trianawati, STP. MSi.Pangan Asisten : Wirayani Febi
UJI MIKROBIOLOGI KALENG
Kelompok 4
Kelas : A/P1
Nita Rofita Priyanti J3E111001
Ardantyo Gunawan J3E111002
Pratiwi Indah J3E111055
M. Sony Gaus J3E111022
Dina Crownia J3E111087
SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Untuk mengetahui dan membedakan jenis kerusakan makanan kaleng dan
untuk melakukan analisis mikrobiologi makanan kaleng (yang normal dan yang
rusak), baik untuk makanan yang berasam rendah maupun yang berasam tinggi.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pemeriksaan Luar Kaleng
a. Kaleng Sarden Dalam Saus Extra Pedas (Kelompok 1 dan 2)
Nama Produk : Sarden Dalam Saus Extra Pedas (Chip)
Merk : Cip
Isi Kaleng/Komposisi : Ikan Sarden, Air, Pasta Tomat, Cabe, Minyak Nabati, Garam, Tepung Termodifikasi, Bumbu, Msg.
Tanggal Pembuatan : L SCE 04
Tanggal Kadaluarsa : 13.03.2012
Nama PT : PT. Blambang Food Packer’s Indonesia
Alamat PT : Banyuwangi 68a72 Indonesia
Ukuran Kaleng : D=5,4 Cm Atau 302 Inchi
T=8,7 Cm Atau 307 Inchi
Ukuran 302 X 307
b. Kaleng Mackarel in Tomato Sauce (Kelompok 3 dan 4)
Nama produk : Mackarel in Tomato Sauce
Merk : Botan
Komposisi : ikan makarel, saos tomat, garam dan cornstarch
Tanggal pembuatan : -
Tanggal kadaluarsa : 17 november 2012
Nama dan alamat pabrik : Maya Food Industries pekalongan-indonesia
Untuk
PT. Indomaya Mas Jakarta-Indonesia
Lisensi dari MITSUI CO., LTD., Tokyo, Japan
Berat bersih : 155 gram
Diamater kaleng : 5,4 cm atau 302 inch
Tinggi kaleng : 8,8 cm atau 307 inch
Dimensi kaleng : 302 X 307
Kerusakan kaleng : Tidak terjadi kebocoran dan penggembungan kaleng
c. Kaleng Sarden Kelompok 6 (normal)
Nama produk : Sarden
Merk : Mison Sardines in Tomato Sauce
Komposisi : ikan sarden, air, pasta tomato, tepung maizena, gula, bawang putih, garam
Tanggal pembuatan : -
Tanggal kadaluarsa : 18-07-2015
Nama dan alamat pabrik : CV. Sumber Asia Trading Co. Muncar, Banyuwangi 68472 Indonesia
Diamater kaleng : 5,3 cm atau 2,08 inchi
Tinggi kaleng : 8,8 cm atau 3,46 inchi
d. Kaleng Kornet Kelompok 7 (normal)
Nama : kornet beef
Merk : Cin
Isi kaleng : daging cincang (kornet)
Komposisi : daging sapi, terigu, garam, gula, natrium, nitrit, dan bumbu.
Tanggal kadaluarsa : 05-2014
Nama dan alamat pabrik : PT.Surya Jaya Abadi Perkasa. Probolinggo – Indonesia
Flipper = (-)
Springer = (-)
Soft well = (-)
Hard well = (-)
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji Mikrobiologi Kaleng dengan Media NB
Ulangan Media Suhu Hasil Jumlah Koloni
1 NB
Aaerob 30oC -
Kualitatif
30oC -
55oC -
55oC -
Anaerob 30oC +
30oC +
55oC -
55oC X
2 NB
Aaerob 30oC +
30oC -
55oC -
55oC -
Anaerob 30oC -
30oC -
55oC -
55oC -
3 NB
Aaerob 30oC -
kualitatif
30oC -
55oC -
55oC -
Anaerob 30oC -
30oC -
55oC -
55oC -
4 NB
Aaerob 30oCX kualitatif
30oC
55oC
55oC
Anaerob 30oC
30oC
55oC
55oC
5 NB
Aerob 30oC -
kualitatif
30oC -
55oC -
55oC -
Anaerob 30oC X
30oC X
55oC X
55oC X
6 NB
kualitatif
Aerob 30oC -
30oC -
55oC -
Anaerob 30oC X
30oC X
55oC X
55oC X
7 NB
Aerob 30oC -
Kualitatif
30oC -55oC -
55oC -
Anaerob 30oC X
30oC X
55oC X55oC X
Keterangan :Kaleng Rusak 1 = Kelompok 1 dan 2 (+) = Terdapat Pertumbuhan
Kaleng Rusak 2 = Kelompok 3 dan 4 (-) = Tidak terdapat pertumbuhan
Kaleng Normal = Kelompok 5 (X) = Tidak terbentuk kondisi
Kaleng Normal = Kelompok 6 anaerob
Kaleng Normal = Kelompok 7
Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Mikrobiologi Kaleng dengan Media DTBPA
Ulangan Pengenceran Suhu Hasil Jumlah koloni1 10-1 30oC + 18
30oC + 810-2 30oC + 39
30oC + 48
10-1 55oC -
55oC -
10-2 55oC + spread
55oC + spread
2 10-1 30oC 29
30oC 36
10-2 30oC 9
30oC 5
10-1 55oC -
55oC -
10-2 55oC -
55oC -3
10-1 30oC 42
30oC 8
10-2 30oC 7
30oC -
10-1 55oC 28
55oC -
10-2 55oC -
55oC -
4 10-1 30oC + 14
30oC + 14
10-2 30oC + 4
30oC + 9
10-1 55oC + 3
55oC - 010-2 55oC - 0
5 10-1 30oC _
10-2 30oC -
10-1 55oC -
10-2 55oC -
6 10-1 30oC + 49
10-2 30oC + 12
10-1 55oC + 1
10-2 55oC - 0
7 10-1 30oC -
10-2 30oC -
10-1 55oC -
10-2 55oC -
Keterangan :
Kaleng Rusak 1 = Kelompok 1 dan 2 (+) = Terdapat Pertumbuhan
Kaleng Rusak 2 = Kelompok 3 dan 4 (-) = Tidak terdapat pertumbuhan
Kaleng Normal = Kelompok 5
Kaleng Normal = Kelompok 6
Kaleng Normal = Kelompok 7
2.2 Pembahasan
Produk yang dikemas dalam kaleng sudah beredar sangat luas dan cukup
diminati oleh masyarakat. Jenis makanan yang biasa dikemas dalam kaleng,
antara lain buah, daging bahkan sayur. Proses pengalengan merupakan salah satu
cara mengawetkan makanan karena di dalam kaleng diusahakan tidak terdapat
oksigen sehingga bakteri aerob tidak bisa tumbuh dan merusak makanan. Akan
tetapi, masih ada kemungkinan makanan tersebut mengandung bakteri anaerob
yang dapat tumbuh pada lingkungan tanpa oksigen seperti Clostridium botullinum
yang sering disebut bakteri makanan kaleng.
Makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan dengan pemanasan di
dalam wadah yang tertutup secara hermetis. Pengepakan secara hermetis
mencegah masuknya gas atau mikroorganisme ke dalam kaleng sehingga
mencegah kontaminasi dari luar setelah kaleng ditutup tetap hermetis atau kaleng
bocor (Fardiaz, 1992).
Pengalengan adalah proses menyimpan dalam wadah yang ditutupi rapat
sehingga udara, zat lain dan organisme perusak atau pembusuk tidak dapat masuk.
Makanan yang sudah dikalengakan lalu dipanaskan pada suhu tertentu dan pada
waktu yang bertetapan agar bakteri, jamur tidak dapat hidup. Dengan demikian
makanan yang disimpan dalam kaleng tersebut tidak mengalami proses
pembusukan (Syarif dan Hariadi, 1992).
Kebusukan makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan
bakteri. Tanda-tanda kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat
dilihat dari penampakan abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang
luntur), penampakan produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang,
produk hancur dan pucat; dan keruh atau tanda-tanda abnormal lain pada produk
cair. Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab kerusakan
yang utama. Kadaluarsa disebabkan karena bakteri yang terdapat dalam makanan
tersebut telah aktif kembali dan kaleng tempat penyimpanan produk tersebut rusak
dikarenakan benturan serta lapisan enamelnya yang sudah habis. Mikroba yang
terdapat dalam makanan kaleng tersebut adalah Clostrudium botulinum dan
Bacillus. Agar produk pangan yang dikemas steril, maka harus dilakukan
beberapa proses pemanasan seperti pasturisasi yaitu proses pemanasan.
Untuk menghindari adanya pertumbuhan bakteri tersebut maka diperlukan
proses untuk membunuh mikroba secara tepat yaitu proses sterilisasi. Proses
sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen beserta sporanya.
Akibat terdapat spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi
harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas
(autoclave) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermetis sehingga
tidak memberi kesempatan mikroba masuk kembali.
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh lingkungannya. Di antara faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah air, oksigen,
suhu dan nilai pH (keasaman). Pada makanan ada bakteri yang sangat
berbahaya beberapa diantaranya yang pertama adalah Bacillus. Bakteri jenis ini
bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif, katalase positif dan kebanyakan
bersifat gram positif. Bakteri ini sering menyebabkan kerusakan pada makanan
kaleng dengan memproduksi asam tanpa gas, sehingga kerusakannya disebut “flat
sour” (busuk asam tanpa gas).
Bakteri yang kedua adalah Clostridium, bakteri ini bersifat anaerobik
sampai mikroaerofilik dan bersifat katalase negatif. Bakteri ini sering
mnyebabkan kerusakan disertai pembentukan gas pada produk buah-buahan
dalam kaleng. Bakteri ini juga dapat mempermentasikan asam amino
menghasilkan produk-produk yang menyebabkan bau busuk, dan beberapa spesies
clostridium bersifat patogen dan dapat menyebabkan keracunan
makanan. Clostridium perfringens memproduksi enterotoksin yang dapat
menyerang saluran pencernaan dan menimbulkan gejala gastrointestinal.
Sedangkan Clostridium botulinum memproduksi neurotoksin yang menyerang
syaraf dan menyebabkan kelumpuhan.
Bakteri Clostridium botulinum umum terdapat pada makanan kaleng
dengan pH lebih dari 4,6. Kerusakan makanan kaleng dipengaruhi oleh jenis
makanan dan jenis mikroba yang terdapat didalamnya (Yetty, 2012). Bakteri
Clostridium botulinum ditemukan dimana-mana, dalam tanah, sedimen didasar
laut, usus dan kotoran binatang. Clostridium botulinum adalah bakteri anaerobik,
gram positif, membentuk spora, berbentuk batang dan relatif besar (Anonim,
2008). Untuk mengetahui adanya bakteri-bakteri tersebut maka dilakukan
pengujian pada sampel makanan kaleng dengan menggunakan metode pewarnaan
gram, metode hitungan cawan dengan media DTBPA, serta menggunakan media
NB untuk menciptakan kondisi aerob atau anaerob pada media.
2.2.1 Pemeriksaan Luar Kaleng
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan luar kaleng untuk
mengetahui apakah kaleng tersebut sudah mengalami kerusakan. Kerusakan
makanan kaleng dapat disebabkan oleh kapang, khamir dan bakteri. Tanda-tanda
kebusukan makanan kaleng oleh mikroorganisme dapat dilihat dari penampakan
abnormal dari kaleng (kembung, basah atau label yang luntur), penampakan
produk yang tidak normal serta bau yang menyimpang, produk hancur, pucat, dan
keruh serta tanda-tanda abnormal lain pada produk cair.
Dari ketiga jenis mikroba tersebut, bakteri merupakan penyebab kerusakan
yang utama. Kadaluarsa pada kaleng disebabkan aktivitas bakteri yang terdapat
dalam makanan tersebut telah aktif kembali. Selain itu kerusakan juga dipengaruhi
kaleng tempat penyimpanan produk yang rusak karena benturan serta lapisan
enamelnya yang sudah habis. Mikroba yang terdapat dalam makanan kaleng
tersebut adalah Clostrudium botulinum dan Bacillus. Agar produk pangan yang
dikemas steril maka harus dilakukan beberapa proses pemanasan seperti
pasturisasi yaitu proses pemanasan.
Pemeriksaan luar kaleng sarden dilakukan dengan memeriksa penampakan
kaleng yang ditandai oleh adanya penggembungan kaleng. Penggembungan
kaleng terjadi karena terbentuknya gas oleh mikroba, terutama CO2 dan H2.
Penampakan kaleng yang kembung dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu
Flipper dimana permukaan kaleng kelihatan datar, namun apabila salah satu ujung
kaleng ditekan, ujung lainnya akan cembung. Springer adalah penggembungan
apabila salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, sedangkan
ujung yang lain sudah cembung. Soft Swell adalah kedua ujung kaleng sudah
cembung, namun belum begitu keras sehingga masih bisa ditekan sedikit ke
dalam. Hard Swell adalah kedua ujung permukaan kaleng cembung dan begitu
keras sehingga tidak bisa ditekan ke dalam oleh ibu jari. Selain itu pemeriksaan
luar kaleng juga dilakukan dengan cara memeriksa sambungan tepi kaleng dan
kebocoran.
Berdasarkan pemeriksaan luar kaleng yang terdapat pada Tabel 1, dapat
dilihat bahwa semua pada sampel makanan kaleng yang rusak tidak mengalami
kebocoran dan penggembungan kaleng. Sedangkan sampel makanan kaleng yang
normal tidak mengalami kerusakan secara fisik dan kimia. Kerusakan fisik pada
kaleng misalnya kaleng berkarat dan penyok karena benturan keras. Kerusakan
fisik yang terjadi pada makanan tidak membahayakan konsumen, meskipun pada
akhirnya produk menjadi tidak dikonsumsi karena penampakannya yang tidak
baik. Tidak adanya kebocoran dan penggembungan pada sampel makanan kaleng
yang sudah rusak menandakan bahwa makanan kaleng tersebut hanya mengalami
kerusakan secara fisik yang hanya berpengaruh terhadap penerimaan konsumen.
Selain itu, kerusakan pada kaleng yang rusak adalah kerusakan karena penurunan
mutu. Hal ini disebabkan produk kaleng yang diujikan sudah melewati batas
kadaluarsa.
Penyebab kadaluarsa dapat disebabkan waktu pengalengan bahan
terkontaminasi dengan mikroorganisme, pengaruh suhu, kelembaban yang terlalu
lama, bocor, proses sterilisasi kurang bagus, serta tempat penyimpanan makanan
kaleng yang kurang bersih.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu
sterilisasi dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan,
semakin rendah daya simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini
disebut kadaluarsa. Apabila digunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan
sempurna dan bahan pengemas yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan
kaleng dapat mencapai tiga tahun. Makanan kaleng biasanya tidak menuntut
kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti dapat disimpan pada suhu kamar dan di
segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu rendah dan kering dapat
memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada tempat yang lembab
dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak diinginkan.
Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan.
Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan
kaleng yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah
pendinginan. Apabila dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih,
dapat dipastikan mikroba pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lubang kecil
tersebut. Selain itu apabila kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri
tersebut akan tumbuh dan berkembang biak dan kelak dapat memproduksi racun
(Sri 2011).
2.2.2 Pemeriksaan Makanan Kaleng Normal
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian mikrobiologi kaleng normal
dengan menggunakan media NB (aerob dan anaerob) dan DTBPA. Pengujian juga
dilakukan dengan metode pewarnaan gram. Sebelum dilakukan pengujian,
terlebih dahulu dilakukan persiapan uji pada sampel. Produk yang dikemas harus
dicuci dengan sabun terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar kotoran seperti tanah
dapat terlepas.
Terlepasnya kotoran tersebut disebabkan pada sabun yang digunakan
untuk mencuci mengandung natrium lauril eter sulfat yang berfungsi sebagai
pembersih didalam sabun. Selain untuk menghilangkan kotoran yang ada pada
kaleng, pembersihan ini juga bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada di
permukaan kaleng sehingga mikroba yang tumbuh hanya mikroba yang berasal
dari dalam kemasan. Setelah dicuci maka bagian kaleng tersebut dipanaskan
sambil diputar – putar diatas bunsen.
Perlakuan pemanasan ini bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada
pada permukaan kaleng sehingga yang tersisa hanyalah mikroba dari dalam
kemasan. Kemudian kaleng tersebut dibuka tutupnya dan diganti dengan cawan
petri. Hal ini bertujuan agar tidak ada kontaminasi dari luar kaleng.
2.2.1.1 Pengujian dengan media NB (Aerob)
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian makanan kaleng normal
dengan menggunakan media NB. Nutrient broth merupakan media untuk
mikroorganisme yang berbentuk cair dan memiliki fungsi yang sama dengan
Nutrient Agar. Nutrien Broth (NB) adalah medium umum untuk uji air dan
produk pangan. NB juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari
mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof
(Harry 2012). NB merupakan salah satu media yang umum digunakan pada uji
mikrobiologi untuk menguji adanya kandungan total bakteri pada sampel.
Nutrient Broth (NB) adalah medium yang berbentuk cair dengan bahan dasar
adalah ekstrak beef dan peptone.
Perbedaan antara Nutrient Agar dengan Nutrient Broth yaitu Nutrient Agar
berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk cair. Fungsi kimia dari Nutrient
Agar dan Nutrient Broth sebagai medium umum pertumbuhan mikroba. Medium
Nutrient Broth (NB) merupakan medium yang berwarna coklat yang memiliki
konsistensi yang cair dimana medium ini berasal dari sintetik dan memiliki
kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri sama seperti medium NA.
Nutrient Broth dibuat dengan cara sebagai berikut. 5 g pepton dilarutkan dalam
850 ml air distilasi atau akuades. Kemudian 3 g ekstrak daging dilarutkan dalam
larutan yang dibuat pada langkah pertama. Kemudian pH diatur sampai 7,0,
diberi air distilasi sebanyak 1.000 ml dan disterilisasi dengan autoclave (Anonim
2008).
Sampel yang digunakan pada pengujian kaleng normal adalah sampel
sarden kaleng dan kornet kaleng. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam
media NB dan diinkubasi pada suhu 300C dan 550C selama 2 hari dengan kondisi
aerobik agar ditumbuhi oleh bakteri aerob. Bakteri aerobik adalah bakteri yang
dalam hidupnya memerlukan oksigen bebas untuk memecah zat pada
mediumnya. Bakteri jenis ini sering disebut bakteri obligat aerob. Bakteri yang
bersifat aerob senang hidup pada lingkungan lembab dan cukup udara.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2 diperoleh hasil bahwa pada
sampel yang dilakukan oleh kelompok 5,6, dan 7 menunjukkan hasil negatif. Hal
ini menandakan bahwa tidak terdapat bakteri aerobik pada sampel. Makanan
kaleng normal merupakan makanan kaleng yang baik karena dikemas secara
hermetis melalui proses sterilisasi. Proses sterilisasi ini merupakan upaya
penghancuran mikroba patogen beserta sporanya. Akibat terdapat spora bakteri
tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi, sterilisasi harus dilakukan pada suhu
2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas (autoclave) selama 15 menit.
Produk selanjutnya ditutup secara hermetis sehingga tidak memberi kesempatan
mikroba masuk kembali.
2.2.1.2 Pemeriksaan Makanan Kaleng Normal (NB anaerob)
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan pada sampel makanan
kaleng yang normal dan abnormal. Makanan kaleng abnormal diamati oleh
kelompok 1-4 sedangkan makanan kaleng normal diamati oleh kelompok 5-7.
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah dengan menggunakan
media NB. Seharusnya media yang digunakan adalah media TB, namun karena
adanya keterbatasan biaya maka media TB diganti dengan media NB.
Nutrient Broth (NB) adalah medium yang berbentuk cair dengan bahan
dasar adalah ekstract beef dan peptone. Nutrien Broth (NB) adalah medium umum
untuk uji air dan produk pangan. NB juga digunakan untuk pertumbuhan
mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme
heterotrof (Harry 2012). NB merupakan salah satu media yang umum digunakan
pada uji mikrobiologi untuk menguji adanya kandungan total bakteri pada sampel.
Perbedaan konsentris antara Nutrient Agar dengan Nutrient Broth yaitu
Nutrient Agar berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk cair. Susunan kimia
sama-sama sintetik. Fungsi kimia dari Nutrient Agar dan Nutrient Broth sebagai
medium umum. Medium Nutrient Broth (NB) merupakan medium yang berwarna
coklat yang memiliki konsistensi yang cair dimana medium ini berasal dari
sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri
sama seperti medium NA (Anonim, 2008).
Berdasarkan hasil pengamatan yang terdapat pada Tabel 2, dapat diketahui
bahwa pada media NB anaerob suhu 30oC kelompok 1 menunjukan hasil (+) yang
menandakan terdapat pertumbuhan bakteri mesofilik. Sedangkan pada suhu 50oC
menunjukan hasil (-) yang menandakan bakteri termofiliknya tidak tumbuh. Pada
kelompok 2 suhu 30oC dan suhu 55oC menunjukan hasil tidak terbentuk keadaan
anaerob. Pada kelompok 3 suhu 30oC dan 55oC menunjukan hasil (-).
Pada kelompok 4 suhu 30oC maupun suhu 55oC manunjukan hasil tidak
terbentuk keadaan anaerob. Pada kelompok 5 kedua suhu, hasilnya adalah tidak
terbentuk keadaan anaerob. Pada kelompok 6 suhu 30oC maupun suhu 55oC
hasilnya tidak terbentuk kondisi anaerob pada tabung NB. Untuk kelompok 7
hasilnya menunjukan tidak terbentuk keadaan anaerob. Hasil (+) menandakan
terbentuknya kondisi anaerob pada tabung NB yang memiliki ciri agar NA tidak
tenggelam atau berada dipermukaan media NB, sehingga dapat dinyatakan bahwa
mikroba anaerob tumbuh didalamnya. Sedangkan hasil (-) artinya mikroba
anaerob tidak tumbuh.
Perlakuan hasil yang menunjukan tidak terbentuk kondisi anaerob
dipengaruhi berarti pada saat penuangan media NA pada tabung NB, NA
tercampur dengan NB sehingga dapat dikatakan hasil yang didapat negatif. Oleh
karena itu pengujian anaerobik dengan menggunakan media NB dinyatakan tidak
berhasil, karena rata-rata kelompok tidak dapat menuang agar NA di permukaan
NB sehingga data pengamatan yang diperoleh sulit untuk dilihat hasilnya. Hal ini
menunjukan belum terampilnya praktikan melakukan penuangan media NA pada
tabung NB untuk menciptakan kondisi yang anaerob.
2.2.1.3 Pemeriksaan Makanan Kaleng Normal (DTBPA)Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian sampel makanan kaleng
normal dengan media DTBPA. Dextrose Agar Trypton Bromcresol Purple Agar
biasa digunakan untuk pertumbuhan bakteri mesofilik dan termofilik pada produk
pangan. Bromcresol Purple digunakan sebagai indikator pH. Ketika bakteri
termofilik diisolasi, suhu plating yang digunakan adalah 55°C. Sedangkan untuk
bakteri mesofilik adalah 300C. Komposisi media DTBPA adalah tryptone
sebanyak 10 gr, bromcresol purple sebanyak 0,04 gr, dextrose sebanyak 5 gram
dan agar sebanyak 15 gram. Medium ini digunakan untuk mengidentifikasi
adanya bakteri penyebab busuk asam tanpa gas sehingga saat tumbuh akan
membentuk koloni yang dikelilingi oleh areal berwarna kuning karena
pembentukan asam.
Tumbuhnya koloni yang tumbuh pada media DTBPA disebabkan pada
media ini terdapat nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri pembentuk spora
penyebab kebusukan asam tanpa gas yaitu dextrose dan tryptophan. Selain itu
pada media DTBPA tersebut koloni yang tumbuh adalah koloni berwarna kuning.
Koloni tersebut disebabkan karena bakteri yang dapat menghasilkan asam
sehingga pH di dalam media menurun dan menyebabkan warna dari indikator
Bromcresol Purple berubah dari warna ungu (pada pH netral) menjadi berwarna
kuning (pada pH asam).
Pada produk sarden kaleng (kelompok 6) yang diuji pada suhu 300C
terdapat 49 dan 12 koloni yang dikelilingi oleh warna kuning, sedangkan pada
suhu 550C hanya terdapat 1 koloni. Sedangkan pada produk kari (kelompok 5) dan
kornet kaleng (kelompok 7) menunjukkan hasil negatif terdapatnya bakteri
pembentuk asam. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah,
yaitu mempunyai kisaran pH 5.6-6.5. Adanya medium pengalengan dapat
meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH) sehingga produk dalam kaleng
menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (di bawab pH 4.6), Clostridium
botulinum tidak dapat tumbuh sehingga tidak terdapat bakteri penyebab busuk
asam tanpa gas.
Pada makanan ada bakteri yang sangat berbahaya beberapa diantaranya
yang pertama adalah Bacillus. Bakteri jenis ini bersifat aerobik sampai anaerobik
fakultatif, katalase positif dan kebanyakan bersifat gram positif. Bakteri ini sering
menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng dengan memproduksi asam tanpa
gas, sehingga kerusaknnya disebut “flat sour” (busuk asam tanpa gas). Sedangkan
bakteri yang kedua adalah Clostridium, bakteri ini bersifat anaerobik sampai
mikroaerofilik dan bersifat katalase negatif.
Pada uji mikrobiologi produk kari (kelompok 5) tidak ditemukan adanya
bakteri yang tumbuh pada kedua cawan yang diinkubasi pada suhu 30oC dan suhu
30oC. Hal ini disebabkan kari dimasak dengan menggunakanrempah-rempah
dimana rempah-rempah merupakan zat antimikroba yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
Menurut Haris (2012), senyawa-senyawa antimikroba dapat bersifat sidal
(mematikan) maupun statik (menghambat) dengan cara merusak sel, dan
menganggu proses metabolisme seluler. Salah satu cara untuk menghindari hal
tersebut adalah dengan menambahkan bahan aditif berupa zat antimikroba dalam
bentuk rempah-rempah. Zat antimikroba itu sendiri terdiri dari zat
antimikroba alami yang biasanya berupa rempah-rempah dan zat antimikroba
buatan (sintetik).
Berdasarkan data tersebut, kedua produk yang diuji kemungkinan
mengandung Bacillus namun tidak mengandung Clostridium. Hal ini disebabkan
produk yang diamati berasal dari produk yang dikemas dalam kaleng yang baik
sehingga didapatkan kesimpulan bahwa mikroba yang tumbuh pada makanan
kaleng tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pada uji mikrobiologi makanan kaleng
produk beef cornet tidak terdapat pertumbuhan mikroba karena daging sapi
tersebut masih bagus. Jika pada daging sapi yang terdapat pada makanan kaleng
sudah rusak seharusnya terdapat pertumbuhan bakteri Clostridium perfringens.
Pada makanan kaleng, terdapat bakteri yang sangat berbahaya beberapa
diantaranya yang pertama adalah Bacillus. Bakteri jenis ini bersifat aerobik
sampai anaerobik fakultatif, katalase positif dan kebanyakan bersifat gram positif.
Bakteri ini sering menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng dengan
memproduksi asam tanpa gas, sehingga kerusakannya disebut “flat sour”
(busuk asam tanpa gas). Bakteri yang kedua adalah Clostridium, bakteri ini
bersifat anaerobik sampai mikroaerofilik dan bersifat katalase negatif. Bakteri ini
sering menyebabkan kerusakan disertai pembentukan gas pada produk dalam
kaleng.
2.2.3 Pemeriksaan Makanan Kaleng Rusak
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian mikrobiologi kaleng rusak
dengan menggunakan media NB (aerob dan anaerob) dan DTBPA. Pengujian juga
dilakukan dengan metode pewarnaan gram. Sebelum dilakukan pengujian,
terlebih dahulu dilakukan persiapan uji pada sampel. Pada praktikum kali ini akan
diamati terhadap makanan kaleng. Sebelum dilakukan pengujian, produk yang
dikemas harus dicuci dengan sabun terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar kotoran
seperti tanah dapat terlepas.
Terlepasnya kotoran tersebut disebabkan pada sabun yang digunakan
untuk mencuci mengandung natrium lauril eter sulfat yang berfungsi sebagai
pembersih didalam sabun. Selain untuk menghilangkan kotoran yang adapada
kaleng, pembersihan ini juga bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada di
permukaan kaleng sehingga mikroba yang tumbuh hanya mikroba yang berasal
dari dalam kemasan. Setelah dicuci maka bagian kaleng tersebut dipanaskan
sambil diputar–putar diatas bunsen.
Perlakuan pemanasan ini bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada
pada permukaan kaleng sehingga yang tersisa hanyalah mikroba dari dalam
kemasan. Kemudian kaleng tersebut dibuka tutupnya dan tutupnya tersebut
diganti dengan cawan petri. Hal ini bertujuan agar tidak ada kontaminasi dari luar
kaleng.
2.2.3.1 Pengujian dengan media NB (Aerob)
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian makanan kaleng normal
dengan menggunakan media NB. Nutrient broth merupakan media untuk
mikroorganisme yang berbentuk cair dan memiliki fungsi yang sama dengan
Nutrient Agar. Nutrien Broth (NB) adalah medium umum untuk uji air dan
produk pangan. NB juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari
mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof
(Harry 2012). NB merupakan salah satu media yang umum digunakan pada uji
mikrobiologi untuk menguji adanya kandungan total bakteri pada sampel.
Nutrient Broth (NB) adalah medium yang berbentuk cair dengan bahan dasar
adalah ekstrak beef dan peptone.
Perbedaan antara Nutrient Agar dengan Nutrient Broth yaitu Nutrient Agar
berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk cair. Fungsi kimia dari Nutrient
Agar dan Nutrient Broth sebagai medium umum pertumbuhan mikroba. Medium
Nutrient Broth (NB) merupakan medium yang berwarna coklat yang memiliki
konsistensi yang cair dimana medium ini berasal dari sintetik dan memiliki
kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri sama seperti medium NA.
Nutrient Broth dibuat dengan cara sebagai berikut. 5 g pepton dilarutkan dalam
850 ml air distilasi atau akuades. Kemudian 3 g ekstrak daging dilarutkan dalam
larutan yang dibuat pada langkah pertama. Kemudian pH diatur sampai 7,0,
diberi air distilasi sebanyak 1.000 ml dan disterilisasi dengan autoclave (Anonim
2008).
Sampel yang digunakan pada pengujian kaleng normal adalah sampel
sarden kaleng dan kornet kaleng. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam
media NB dan diinkubasi pada suhu 300C dan 550C selama 2 hari dengan kondisi
aerobik agar ditumbuhi oleh bakteri aerob. Bakteri aerobik adalah bakteri yang
dalam hidupnya memerlukan oksigen bebas untuk memecah zat pada
mediumnya. Bakteri jenis ini sering disebut bakteri obligat aerob. Bakteri yang
bersifat aerob senang hidup pada lingkungan lembab dan cukup udara.
Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2 diperoleh hasil bahwa pada
sampel yang dilakukan oleh kelompok 1 dan 2 menunjukkan hasil negatif. Sampel
yang dilakukan oleh kelompok 3 dan 4 juga menunjukkan hasil negatif. Hal ini
menandakan bahwa tidak terdapat bakteri aerobik pada sampel.
Hasil positif hanya ditunjukkan pada kelompok 2 pada ulangan 1 dengan
suhu 300 C. Seharusnya semua sampel makanan kaleng tidak menunjukkan
adanya bakteri aerob, karena makanan kaleng dikemas secara hermetis sehingga
bakteri aerob tidak dapat tumbuh. Kemasan hermetis adalah kemasan atau wadah
yang secara sempurna tidak dapat dilalui oleh gas, misalnya kaleng dan botol
gelas (Dwijoseputro, 1988). Hasil positif ini dapat disebabkan sampel makanan
kaleng yang digunakan oleh kelompok 2 merupakan sampel kelompok yang
rusak, sehingga kemungkinan terdapat oksigen yang masuk ke dalam sampel dan
memungkinkan bakteri aerob untuk tumbuh.
2.2.3.2 Pengujian dengan Media NB (anaerob)
Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu sampel sebanyak 10 gram
dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 90 ml pengenceran 10 -1), lalu
dari larutan tersebut ambil 1 ml masuk kedalam 9 ml larfis dan dilakukan plating
dari pengenceran 10-1 dilakukan secara duplo. Dari hasil pengenceran tersebut,
dimasukkan sebanyak 1 ml kedalam tabung berisi NB dan dilakukan secara duplo.
Kemudian NB tersebut dimasukkan kedalam es batu. Hal ini berfungsi untuk
membuat NB menjadi dingin sehingga ketika NA dimasukkan kedalam tabung
maka NA tersebut akan langsung membeku. Setelah itu kedalam NB tersebut
dimasukkan NA. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kondisi anaerobik sehingga
pada medium tersebut dapat tumbuh bakteri anaerobik. Kemudian media tersebut
diinkubasi selama 2 hari dengan suhu 330C dan 550C untuk menumbuhkan bakteri
mesofilik dan bakteri termofilik.
Nutrient Broth (NB) adalah medium yang berbentuk cair dengan bahan
dasar adalah ekstract beef dan peptone. Nutrien Broth (NB) adalah medium umum
untuk uji air dan produk pangan. NB juga digunakan untuk pertumbuhan
mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme
heterotrof (Harry 2012). NB merupakan salah satu media yang umum digunakan
pada uji mikrobiologi untuk menguji adanya kandungan total bakteri pada sampel.
Perbedaan konsentris antara Nutrient Agar dengan Nutrient Broth yaitu
Nutrient Agar berbentuk padat dan Nutrient Broth berbentuk cair. Susunan kimia
sama-sama sintetik. Fungsi kimia dari Nutrient Agar dan Nutrient Broth sebagai
medium umum. Medium Nutrient Broth (NB) merupakan medium yang berwarna
coklat yang memiliki konsistensi yang cair dimana medium ini berasal dari
sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri
sama seperti medium NA (Anonim, 2008).
Pada sampel makanan kaleng rusak kelompok 1 dengan sampel Sarden
dalam Saus Extra Pedas menunjukan hasil positif yaitu terdapat kekeruhan. Pada
tabung yang diinkubasi dengan pada suhu 330C semua tabung menunjukan hasil
positif. Sedangkan pada tabung yang diinkubasi pada suhu 550C terdapat 1 tabung
yang menunjukan hasil negatif, namun pada tabung yang lain tidak terdapat
pertumbuhan bakteri anaerobik. Hal ini disebabkan NA tidak membeku diatas NB
sehingga tidak menimbulkan kondisi anaerobik. Sedangkan pada kelompok 2
dengan sampel yang sama hanya terdapat hasil positif pada tabung NB yang
diplating pada tingkat pengenceran 10-1 dengan inkubasi 330C.
Pada kelompok 3 dengan sampel Mackarel in Tomato Sauce tidak
menunjukan hasil negatif atau tidak terdapat kekeruhan baik pada tabung yang
diinkubasi pada suhu 330C dan 550C. Sedangkan pada kelompok 4 pada media NB
ini tidak terbentuk kondisi anaerob baik pada tabung yang diinkubasi pada suhu
330C dan pada tabung yang diinkubasi pada suhu 550C.
Dari penjabaran tersebut terlihat bahwa terdapat sampel yang menunjukan
hasil positif yaitu sampel kelompok 1 pada tabung yang diinkubasi pada suhu
330C. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya kekeruhan. Kekeruhan ini timbul
karena pada media NB terdapat ekstrak daging, pepton dan glukosa. adanya
kekeruhan pada NB ini dikarenakan adanya pemecahan dari komponen yang ada
pada NB. Bakteri anaerobik ini dapat tumbuh pada media NB ini karena diatas
NB tersebut terdapat NA dimana NA ini akan menutupi oksigen sehingga
menciptakan kondisi anaerobik karena NA tidak dapat masuk ke dalam media
NB. Bakteri anaerobik sendiri merupakan bakteri yang mampu tumbuh pada
kondisi dengan sedikit oksigen bahkan tanpa oksigen sehingga kondisi ini cocok
untuk pertumbuhan bakteri tersebut.
Selain itu adanya bakteri anaerob pada kaleng disebabkan ketika proses
penggalengan udara yang ada di dalam kaleng dikeluarkan ketika proses
exhausting. Proses exhausting ini merupakan proses untuk membuang udara yang
terdapat pada head space (ruang antara tutup botol dengan permukaan isi),
sehingga dapat mencegah terjadinya perubahan warna maupun kontaminasi
mikroba aerob.
Exhausting juga bertujuan untuk memperkecil terjadinya korosi pada
kaleng dan menghilangkan kontaminasi. Proses exhausting yaitu memanaskan
botol beserta isinya dalam air mendidih, sehingga mencapi cold point, yaitu titik
terlambat menerima panas mencapai 70ºC. Setelah itu, botol langsung ditutup
rapat. Penutupan kaleng dilakukan secara hermetis dimana udara dari luar tidak
dapat masuk kedalam kemasan kaleng sehingga terbentuk keadaan yang semakin
nyaman untuk pertumbuhan bakteri anaerob tersebut.
Pada beberapa tabung menunjukkan hasil negatif dimana tidak adanya
kekeruhan pada tabung NA. Hal ini disebabkan ketika pembuatan kondisi anaerob
dimana NA yang dituangkan kedalam NB disimpan di es batu, sehingga ketika
dimasukkan kedalam NB yang dingin, NA cair tersebut akan langsung membeku
diatas NB. Kegagalan pembentukan kondisi anaerob ini disebabkan ketika NA
dituang kedalam NB, media NA tidak langsung membeku melainkan langsung
turun kebagian bawah tabung.
Turunnya NA kedasar tabung ini disebabkan suhu NA yang dimasukkan
diatas NB lebih tinggi dibandingkan suhu NB, sehingga ketika dimasukkan NA
tersebut tidak dapat langsung membeku yang menyebabkan NA langsung turun
kepermukaan. Seharusnya suhu NA yang ditambahkan tersebut tidak terlalu panas
sehingga NA yang panas tersebut akan membuat suhu NB yang tadinya dingin
menjadi panas. Selain itu agar suhu NB tersebut tidak berubah karena suhu NA
yang lebih panas, maka ketika penambahan NA tabung NB diletakkan di batu es.
dan posisi tabung NB harus agak miring sehingga ketika NA dimasukkan maka
NA tersebut akan langsung menutupi permukaan NB.
2.2.3.3 Pemeriksaan Makanan Kaleng Rusak dengan Media DTBPA
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian sampel makanan kaleng
normal dengan media DTBPA. Dextrose Agar Trypton Bromcresol Purple Agar
biasa digunakan untuk pertumbuhan bakteri mesofilik dan termofilik pada produk
pangan. Bromcresol Purple digunakan sebagai indikator pH. Ketika bakteri
termofilik diisolasi, suhu plating yang digunakan adalah 55°C. Komposisi media
DTBPA adalah tryptone sebanyak 10 gr, bromcresol purple sebanyak 0,04 gr,
dextrose sebanyak 5 gram dan agar sebanyak 15 gram. Medium ini digunakan
untuk mengidentifikasi adanya bakteri penyebab busuk asam tanpa gas sehingga
saat tumbuh akan membentuk koloni yang dikelilingi oleh areal berwarna kuning
karena pembentukan asam.
Tumbuhnya koloni yang tumbuh pada media DTBPA disebabkan pada
media ini terdapat nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri pembentuk spora
penyebab kebusukan asam tanpa gas yaitu dextrose dan tryptophan. Selain itu
pada media DTBPA tersebut koloni yang tumbuh adalah koloni berwarna kuning.
Koloni tersebut disebabkan karena bakteri yang dapat menghasilkan asam
sehingga pH di dalam media menurun dan menyebabkan warna dari indikator
Bromcresol Purple berubah dari warna ungu (pada pH netral) menjadi berwarna
kuning (pada pH asam).
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum kali ini hasilnya
menunjukkan bahwa pada makanan kaleng yang rusak untuk kelompok satu dan
dua dengan sampel Sarden dalam Saus Extra Pedas didapatkan bahwa pada
kelompok satu untuk media DTBPA pada suhu inkubasi 300C dengan tingkat
pengenceran 10-1 jumlah koloni yang tumbuh pada cawan 1 sejumlah 18 koloni
sedangkan pada cawan yang kedua jumlah koloni yang tumbuh sebanyak 8
koloni.
Pada tingkat pengenceran 10-2 jumlah mikroba yang tumbuh pada cawan 1
sebanyak 39 koloni sedangkan pada cawan ke dua sebanyak 48 koloni. Untuk
suhu inkubasi 550c untuk tingkat pengenceran 10-1 pada cawan 1 maupun cawan
dua negative. Hal ini menandakan tidak adanya zona kuning yang terbentuk.
Sedangkan pada tingkat pengenceran 10-2 pada cawan 1 dan 2 positif mengandung
mikroba pembentuk asam tanpa gas namun pertumbuhannya tidak menyebar atau
spread.
Sampel yang sama dengan kelompok 1 juga dilakukan oleh kelompok 2.
Hasil yang diperoleh adalah pada suhu inkubasi 300C dengan tingkat pengenceran
10-1 pada cawan pertama sebanyak 29 koloni sedangkan pada cawan ke dua
jumlah mikroba yang tumbuh sebanyak 36 koloni sedangkan pada tingkat
pengenceran 10-2 jumlah mikroba yang tumbuh pada cawan pertama sebanyak 9
koloni sedangkan pada cawan yang ke dua sebanyak 5 kolon
Untuk sampel yang di uji oleh kelompok 3 dan 4 adalah makanan kaleng
berupa sarden dengan nama Mackarel in Tomato Sauce (kaleng rusak). Hasil yang
diperoleh melalui pengujian yang dilakukan oleh kelompok tiga jumlah mikroba
pembentuk asam yang tumbuh pada suhu inkubasi 300C dengan tingkat
pengenceran 10-1 pada cawan pertama jumlah mikroba yang tumbuh sebanyak 42
koloni sedangkan pada cawan yang kedua sebanyak 8 koloni. Pada tingkat
pengenceran 10-2 jumlah mikroba yang tumbuh pada cawan pertama sebanyak 7
koloni sedangkan pada cawan ke dua tidak ada pertumbuhan mikroba. Pada suhu
inkubasi 550c dengan tingkat pengenceran 10-1 sebanyak 28 koloni sedangkan
pada cawan kedua tidak ada pertumbuhan mikroba. Pada tingkat pengenceran 10 -2
pada kedua cawan tidak ada pertumbuhan mikroba.
Pada pengujian yang dilakukan kelompok 4 dengan sampel sama dengan
kelompok 3 jumlah mikroba pembentuk asam yang tumbuh pada media DTBPA
dengan suhu inkubasi 300c dengan tingkat pengenceran 10-1 pada cawan pertama
dan kedua memiliki jumlah mikroba yang sama yaitu sebanyak 14 koloni
sedangkan pada tingkat pengenceran 10-2 jumlah mikroba pada cawan pertama
sebanyak 4 koloni sedangkan pada cawan ke dua sebanyak 9 koloni. Papa suhu
inkubasi 550C dengan tingkat pengenceran 10-1 pada cawan pertama jumlah
mikroba yang tumbuh sebanyak 3 koloni sedangkan pada cawan ke dua tidak ada
pertumbuhan mikroba. Pada tingkat pengenceran 10-2 tidak satupun cawan yang
ditumbuhi mikroba baik pada cawan pertama maupun cawan ke dua.
Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bahwa pertumbuhan mikroba
lebih dominan pada suhu inkubasi 300c dibandingkan dengan suhu inkubasi 550C.
Hal ini berarti bakteri pembentuk asam tanpa gas tumbuh baik dalam keadaan
mesofilik. Pertumbuhan mikroba pada tingkat pengenceran yang lebih kecil
cenderung lebih tinggi dari pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan pada tingkat pengenceran yang rendah mikroba atau bakteri masih
terlalu banyak karena pengencerannya belum optimal.
Ikan merupakan salah satu hasil perairan yang banyak dimanfaatkan oleh
manusia karena beberapa kelebihannya, antara lain merupakan sumber protein
hewani yang sangat potensial karena pada daging ikan dapat dijumpai senyawa
yang sangat penting bagi manusia yaitu karbohidrat, lemak, protein, garam-garam
mineral dan vitamin (Anonim 2008).
Oleh karena itu yang tumbuh adalah bakteri penyebabkan busuk tanpa gas
diantaranya adalah Bacillus, jenis ini bersifat aerobik sampai anaerobik fakultatif,
katalase positif dan kebanyakan bersifat gram positif. Bakteri ini sering
menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng dengan memproduksi asam tanpa
gas. Spora bakteri penyebab busuk asam (flat sour) yang mudah tumbuh pada
makanan berasam rendah dengan pH 4-4,5 adalah Bacillus stearothermophillus.
Spora bakteri busuk asam yang sering tumbuh pada makanan asam dengan pH < 4
adalah Bacillus coagulans (Bacillus thermoacudurans). Bakteri yang kedua
adalah Clostridium, bakteri ini bersifat anaerobik sampai mikroaerofilik dan
bersifat katalase negatif. Bakteri ini sering mnyebabkan kerusakan disertai
pembentukan gas pada produk buah-buahan dalam kaleng (Sri 2011).
2.2.4 Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram yang dilakukan pada pengujian ini dilakukan pada
masing-masing sampel makanan kaleng. Pertama–tama gelas objek di bersihkan
menggunakan alkohol. Hal ini bertujuan agar gelas objek yang digunakan steril.
Setelah itu ose dimasukkan kedalam sampel yang sudah dilakukan pra-perlakuan,
diambil 1-2 ose koloni, kemudian dilakukan fiksasi. Fiksasi ini dilakukan dengan
cara melalukan gelas objek yang mengandung kultur tersebut diatas api. Hal ini
bertujuan untuk membunuh bakteri, membuat sel bakteri tersebut melekat pada
gelas objek dan untuk membuka pori–pori dari sel sehingga ketika diberi pewarna,
pewarna tersebut akan masuk kedalam pori–pori sel tersebut.
Setelah itu gelas objek ditetesi dengan kristal violet dan ditunggu selama 1
menit. Hal ini bertujuan agar warna dari kristal violet dapat meresap kedalam
dinding sel. Kemudian gelas objek dibilas dengan air. Hal ini bertujuan agar pori–
pori yang terbuka tadi kembali menutup sekaligus untuk menghilangkan sisa dari
pewarna. Setelah itu ditambahkan dengan iodin yang berfungsi untuk memperkuat
ikatan pewarna pada dinding sel dan dicuci dengan alkohol untuk menghilangkan
lemak. Lemak ini mudah diluruhkan saat penyucian dengan alkohol 96% sehingga
kristal violet luntur dan bakteri dapat diwarnai oleh safranin. Kemudian
ditambahkan dengan safranin dan ditunggu sampai beberapa saat agar warna
dapat meresap. Setelah itu dibilas dengan air dan diamati pada perbesaran 40x,
400x dan 1000x.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pada sampel sarden
kelompok 1 dan 2 menunjukkan adanya bakteri gram negatif. Pada sampel sarden
kelompok 3 dan 4 menunjukkan adanya bakteri gram positif dan negatif.
Sedangkan pada kelompok 6 menunjukkan adanya bakteri gram positif dan
negatif.
.Timbulnya warna merah ketika pewarnaan gram ini disebabkan
pnambahan kristal violet pada bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif.
Kristal violet akan masuk kedalam pori–pori dan masuk kedalam peptidoglikan
setelah peptidoglikan tersebut akan mengecil atau tertutup. Namun pada bakteri
gram negatif, pori–pori pada peptidoglikan tersebut masih cukup besar sehingga
ketika dibilas dengan air pewarna kristal violet tersebut akan larut oleh air.
Ketika ditambahkan iodin, warna kristal violet ini akan semakin mengikat
pada peptidoglikan pada bakteri gram positif. Hal ini disebabkan iodin merupakan
zat mordant yaitu zat yang dapat meningkatkan afinitas atau pengikatan antara sel
dengan sel warna. Sedangkan pada gram negatif iodin tidak dapat mengikat
pewarna pada sel karena pewarna yaitu kristal violet telah larut oleh air ketika
dibilas. Pada bakteri gram positif, saat dicuci dengan alkohol masih terlihat ungu.
Hal ini disebabkan peptidoglikan pada gram positif lebih tebal dibandingkan
dengan peptidoglikan gram negatif dan kandungan lipida pada gram positif lebih
banyak dibandingkan dengan gram negatif sehingga ketika dicuci dengan alkohol,
alkohol akan lebih lambat masuk kedalam peptidoglikan yang tebal (gram positif)
dan lipida yang ada didalamnya akan lebih sedikit larut. Bakteri gram positif yang
biasa terdapat pada makanan kaleng adalah Clostridium botulinum, Bacillus
stearothermophillus, Bacillus coagulans, dan Clostridium perfringens. (Anonim
2006). Sedangkan bakteri gram negatif yang mungkin tumbuh pada makanan
kaleng adalah bakteri koliform seperti Escherichia colii dan Enterobacter
aerogenes.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa ada
pemeriksaan kaleng, dapat dilihat bahwa semua pada sampel makanan kaleng
yang rusak tidak mengalami kebocoran dan penggembungan kaleng. Sedangkan
sampel makanan kaleng yang normal tidak mengalami kerusakan secara fisik dan
kimia. Apabila dibandingkan antara perlakuan kaleng normal dan kaleng rusak
maka bakteri yang tumbuh lebih banyak pada sampel makanan kaleng yang sudah
rusak. Namun pada sampel makanan kaleng normal juga tidak luput ditumbuhi
mikroba. Hal ini dibuktikan dengan perlakuan pewarnaan gram dimana semua
sampel mengandung bakteri gram positif atau bakteri gram negatif pada sampel.
3.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang dilakukan disarankan agar kebutuhan
peralatan praktikum lebih dilengkapi. Selain itu disarankan untuk meminimalisir
kesalahan-kesalahan yang dilakukan praktikan untuk menghindari ketidaktepatan
data yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Mekanisme Botulinum Toksin. http://pkukmweb.ukm [2
Desember 2012]
Anonim. 2008. Media Pertumbuhan Mikroorganisme. http://dunia-
mikro.blogspot.com [3 Desember 2012]
Dwidjoseputro. 1998. Dasar - Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Haris. 2012. Uji Antimikroba Rempah. harisdianto.files.wordpress.com (11
November 2012)
Harry. 2012. Komposisi NA. http://asalkamutahuaja.blogspot.com [22 November
2012]
Sri. 2011. Mikrobiologi Pangan http://srimutiar89.blogspot.com/ [4 Desember
2012]
Syarif dan Hariadi1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.
Yetty. 2012. Menanggapi Keracunan pada Makanan Kaleng.
http://yettyseptianimustar.blogspot.com [4 Desember 2012]
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Pengamatan Pengujian Makanan Kaleng
Gambar 1. Media NB aerobik Gambar 2. Media NB aerobik
Gambar 3. DTBPA 300C 10-1 Gambar 4. DTBPA 300C 10-1
Gambar 5. DTBPA 300C 10-2 Gambar 6. DTBPA 300C 10-2
Gambar 7. DTBPA 500C 10-1 Gambar 8. DTBPA 500C 10-1
Gambar 9. DTBPA 500C 10-2 Gambar 10. DTBPA 500C 10-2
Gambar 11. Pewarnaan gram sampel kaleng rusak (kelompok 4)
Lampiran 2. SNI Kornet dalam Kaleng (SNI 01-3775-1995)
Lampiran 3. SNI Ikan Tuna (Sarden) dalam Kaleng (SNI No 01-2712-2006)