keracunan diazinon

48
INTOKSIKASI DIAZINON DISUSUN OLEH : KELOMPOK FK UWKS BANGKALAN D DOKTER MUDA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL (Periode 24 Desember 2012 - 3 Januari 2013) Pembimbing Drs. Putu Sudjana, apt, SH Penyusun : 1. FAESAL A. SUMANSYAH (06700256) 2.WELLY HUSAIN S. (07700162) 3.WAHYU DHANA P (07700303) 4.INDRIA YEKTI W (07700230) 5.I WAYAN EKA S (07700277) 1

description

uye

Transcript of keracunan diazinon

Page 1: keracunan diazinon

INTOKSIKASI DIAZINON

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK FK UWKS BANGKALAN D

DOKTER MUDA ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

(Periode 24 Desember 2012 - 3 Januari 2013)

Pembimbing

Drs. Putu Sudjana, apt, SH

Penyusun :

1. FAESAL A. SUMANSYAH (06700256)

2.WELLY HUSAIN S. (07700162)

3.WAHYU DHANA P (07700303)

4.INDRIA YEKTI W (07700230)

5.I WAYAN EKA S (07700277)

DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

1

Page 2: keracunan diazinon

2

Page 3: keracunan diazinon

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : INTOKSIKASI DIAZINON

Nama : Kegiatan Tugas Kepaniteraan Klinik Lab.IKK FK UWKS

Penulis : 1. FAESAL A. SUMANSYAH (06700256)

2. WELLY HUSAIN S. (07700162)

3. WAHYU DHANA P (07700303)

4. INDRIA YEKTI W (07700230)

5. I WAYAN EKA S (07700277)

Pembimbing: Drs. Putu Sudjana, Apt, SH

DEPARTEMAN / INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN

MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

Surabaya, Januari 2013Dosen Pembimbing

Drs. Putu Sudjana, Apt, SH

3

Page 4: keracunan diazinon

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

rahmatnya sehingga tugas baca yang berjudul INTOKSIKASI DIAZINON ini dapat selesai

dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk menyelesaikan

kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Forensik di RSUD Dr.Soetomo Surabaya,

dengan harapan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu yang bermafaat bagi pengetahuan

kita.

Dalam penulisan referat ini, tidaklah lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu

kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. H. Agus M. Alghozi, dr., SpF (K), DFM, SH sebagai Kepala Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga Surabaya

2. Prof. DR. Med. H. M. Soekry Erfan Kusuma, dr., SpF (K), DFM sebagai Kepala

Instansi Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

3. Dr. H.Hoediyanto Sp.F(K) selaku Ketua Departemen Kedokteran Forensik dan

Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Surabaya

4. Drs. Putu Sudjana, Apt, SH selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini.

5. Segenap Staf Pengajar serta Karyawan Instalasi Kedokteran RSUD. Dr. Soetomo

Surabaya.

6. Seluruh dokter PPDS Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

RSUD dr. Soetomo / Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

7. Rekan-rekan Dokter Muda yang menjalani kepaniteraan klinik di Laboratorium

Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal RSUD dr. Soetomo / Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

8. Almamater kami Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

4

Page 5: keracunan diazinon

Semoga makalah ini bisa berguna bagi para pembaca sekalian. Kami menyadari

tugas baca ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik maupun saran yang

membangun selalu diharapkan .

Surabaya, Januari 2013

Penyusun

5

Page 6: keracunan diazinon

DAFTAR ISI

Halaman judul i

Lembar Pengesahan ii

Kata Pengantar

iii

Daftar Isi v

Daftar Tabel vi

Daftar Gambar

vii

Bab I Pendahuluan 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan 3

C. Manfaat 3

D. Sasaran Penulisan 3

Bab II Tinjauan Pustaka 4

A. Definisi dan Sifat Kimia Diazinon 4

B. Patofisiologi 8

C. Cara Terjadinya Keracunan

10

D. Tanda dan Gejala Klinik

11

E. Sebab Kematian

12

F. Pemeriksaan Jenazah

12

F.1. Pemeriksaan Luar

12

F.2. Pemeriksaan Dalam

12

6

Page 7: keracunan diazinon

F.3. Pemeriksaan Toksikologi

13

G. Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal

17

Bab III Kesimpulan

21

Daftar Pustaka

22

Lampiran

25

7

Page 8: keracunan diazinon

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kadar AChE dalam Darah 14

8

Page 9: keracunan diazinon

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Kimia Diazinon 4

Gambar 2 Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik 8

9

Page 10: keracunan diazinon

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini penggunaan racun serangga (pestisida) dalam kehidupan sehari-hari

sudah menjadi hal lumrah, baik dibidang pertanian maupun dalam kebutuhan rumah

tangga. Disamping dampak positif yang dihasilkan, penggunaan racun serangga juga dapat

memberikan dampak negatif, mengingat zat yang dikandung merupakan zat yang bersifat

toksik pada tubuh manusia. Dalam kadar tertentu pestisida hanya berdampak untuk

membunuh serangga, namun karena faktor lain, baik di sengaja atau tidak mudahnya

mendapatkan pestisida menyebabkan tingginya tingkat penyalahgunaan pestisida tersebut.

Salah satu kasus yang sering terjadi adalah percobaan bunuh diri dengan meminum racun

serangga. Selain itu juga dapat terjadi karena kecelakaan salah guna dan tindak kriminal

yang dengan sengaja menggunakan racun serangga untuk mencelakai seseorang. Perkiraan

terbaru oleh kelompok tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus

keracunan yang tidak disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit

akibat usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian kecil

dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri keracunan ringan

dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada sebanyak 25 juta pekerja

pertanian di negara berkembang menderita sebuah episode dari keracunan setiap tahun

(Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000 kasus keracunan

pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk memperkirakan jumlah keracunan

pestisida kronis di seluruh dunia sangat sulit.

Insektisida terbagi atas beberapa golongan, namun yang sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari dapat di golongkan atas 3 golongan, yaitu organofosfat, carbamat dan

organoklorin. Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida

lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah

sedikit saja dapat menyebabkan kematian. Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat).

Pestisida golongan organofosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar,

menggantikan kelompok chlorinated hydrocarbon yang mempunyai sifat:

10

Page 11: keracunan diazinon

a. Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon.

b. Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu

yang lama

c. Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme

d. Lebih toksik terhadap hewan-hewan bertulang belakang, jika dibandingkan

dengan organoklorine.

e. Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzym cholinesterase.

Golongan organofosfat sendiri ada beberapa macam, yang banyak ditemukan

diindonesia yaitu tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion, malation dan diazinon.

Sedangkan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan adalah diazinon dan

malathion Insektisida ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan

saluran pernafasan, akan mengikat enzim kholinesterase. Fungsi dari enzim kholinesterase

ini adalah mengatur bekerjanya saraf. Bila enzim yang berada dalam darah tersebut diikat,

akan menimbulkan gejala-gejala yang secara nyata tampak pada sistem biologis yang dapat

menyebabkan kesakitan (salah satunya kegagalan pernafasan akut) sampai kematian.2

Dalam suatu studi kasus yang diadakan di Sumatra pada tahun 1993 terhadap petani

wanita, menemukan 87% menyemprotkan insektisida di rumahnya sebanyak dua kali

sehari. Lebih dari 75% menggunakan insektisida jenis organofosfat atau carbamate, dan

tercatat 21% yang menyemprotkan insektisida pada kebunnya mengalami tiga atau lebih

gejala keracunan. Tercatat kasus-kasus keracunan akibat insektisida sejumlah 500.000an

pada tahun 1972, dan diperkirakan meningkat menjadi 25.000.000an pada awal 1990.4 Dan

setiap tahunnya sekitar tiga ribu kasus yang merupakan kasus berat. Kejadian keracunan

karena insektisida yang berakibat kematian lebih tinggi daripada kematian akibat penyakit

infeksi pada negara-negara berkembang. Dalam hal ini mortalitas akibat keracunan

insektisida diakibatkan karena tertelannya zat tersebut dalam kasus bunuh diri.2

Mengingat luasnya penggunaan organofosfat golongan diazinon di masyarakat dan

cukup banyaknya kejadian keracunan baik karena penggunaannya dibidang pertanian

maupun akibat penyalahgunaan (bunuh diri ataupun pembunuhan), maka perlu untuk

menjabarkan secara lebih spesifik mengenai diazinon itu sendiri.

11

Page 12: keracunan diazinon

B. Tujuan

1. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Definisi dan Sifat Kimia Diazinon

2. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Patofisiologi Intoksikasi Diazinon

3. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Cara Intoksikasi Diazinon

4. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Tanda dan Gejala Intoksikasi

Diazinon.

5. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Sebab kematian pada Intoksikasi

Diazinon.

6. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Luar yang didapatkan

pada Intoksikasi Diazinon.

7. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Dalam yang didapatkan

pada Intoksikasi Diazinon.

8. Untuk Mengetahui dan Dapat Menjelaskan Pemeriksaan Toksikologi Pada

Keracunan Diazinon.

9. Sebagai bagian dari salah satu tugas penulis selama menjalani masa

kepaniteraan klinik di bagian / SMF Ilmu kedokteran Forensik dan Medikolegal

RSU Dr. Soetomo Surabaya.

C. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan referat ini adalah :

1. Menambah pengetahuan tentang insektisida golongan organofosfat jenis

Diazinon secara umum.

2. Menambah pengetahuan tentang toksikologi Intoksikasi Diazinon dalam

kaitannya dengan kasus-kasus dibidang forensik.

3. Menambah pengetahuan tentang aspek medikolegal Intoksikasi Diazinon.

D. Sasaran Penulisan

Sasaran penulisan referat ini adalah mahasiswa kedokteran, dokter dan institusi

kedokteran.

12

Page 13: keracunan diazinon

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Sifat Kimia Diazinon

Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan suatu bahan

kimia yang efektif digunakan untuk membasmi serangga, yang bekerja dengan cara

menghambat enzim kolinesterase secara irreversibel, dimana enzim ini berfungsi dalam

pemecahan asetilkolin yang bersifat merangsang saraf otot.7

Diazinon digunakan secara luas untuk membasmi serangga dalam industri pertanian.

Zat ini juga efektif dalam membasmi serangga di dalam tanah dan ectoparasit seperti kutu

pada domba. Untuk penggunaan rumah tangga, diazinon juga efektif untuk membasmi

kecoa, semut, kutu karpet, dan serangga pada hewan piaraan. Nama dagang untuk diazinon

adalah Knox-Out, Dianon, atau Basudin.8

1. Struktur Komponen9

Senyawa diazinon merupakan thiophosphoric acid ester, yang diperkenalkan oleh

Ciba-Geigy pada tahun 1952 (sekarang dikenal dengan nama Novartis), yang merupakan

sebuah perusahaan kimia di Swiss. Diazinon memiliki rumus bangunan molekuler sebagai

berikut.

Gambar Struktur Kimia Diazinon

13

Page 14: keracunan diazinon

Nama IUPAC Diethoxy-[(2-isopropyl-6-methyl-4-pyrimidinyl)oxy]-

thioxophosphorane

Nama lain O,O-Diethyl-O-(2-isopropyl-6-methyl-pyrimidine-4-

yl)phosphorothioate

Molecular formula C12H21N2O3PS

Molar mass 304.35 g/mol

Appearance Colorless to dark brown liquid

Data ini didapatkan pada kondisi standar (suhu 25 °C, dengan 100 kPa)

2. Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Diazinon

Sifat fisik diazinon yang berkaitan dengan lingkungan adalah mempunyai titik didih

83-84oC, tekanan uap 1.4 10-4 mmHg pada 20oC, koefisien partisi oktanolair adalah 4,

kelarutan dalam air 40 μg ml-1 pada 25oC, sedikit larut dalam air (kirakira 0.04%) dan dapat

dicampur dengan pelarut organik (Merck Index 1998). Stabil dalam lingkungan alkali

lemah tetapi sedikit terhidrolisis dalam air dan asam encer. Diazinon sangat sensitif

terhadap oksidasi dan suhu tinggi, serta cepat terurai pada suhu di atas 100oC (Hayes &

Laws 1991).

Matsumura (1976) menyatakan bahwa sebagian besar diazinon mengalami

degradasi membentuk asam dietiltiofosfonat. Persisten diazinon dalam air tawar dan air laut

masing-masing adalah 11% dan 30% setelah aplikasi 17 hari, sedangkan residu dalam

lumpur permukaan (2 mm) masih terdapat 0.05-2% setelah 21 hari aplikasi.

Diazinon sangat mobil pada tanah dengan kandungan bahan organik rendah sampai

sedang, dan immobil pada kandungan bahan organik tinggi (Arienzo et al. 1994). Koefisien

partisi oktanol-air mengindikasikan diazinon bisa diakumulasi secara biologis dalam

organisme, dan ini telah dijumpai pada ikan pada konsentrasi maksimum 300-360 kali

konsentrasi di air. Volatilitas diazinon adalah 2.4 mg m-3 pada 20oC dan 18.6 mg m-3 pada

40oC. Diazinon mempunyai waktu paruh (half-life) 30 hari dan koefisien serap oleh tanah

14

Page 15: keracunan diazinon

Koc=1.000 E (Wauchope et al. 1992), sedangkan konsentrasi diazinon sebesar 0.2-5.2 mg l-

1 dapat membunuh ikan (Smith et al. 2007)

Diazinon mempunyai spektrum daya bunuh yang luas terhadap serangga dan

berbagai cacing tanah. Toksisitas diazinon terhadap mamalia adalah sedang (II), dengan

lethal doses (LD50) oral akut masing-masing 96-967 mg kg-1 pada tikus jantan dan 66-635

mg kg-1 pada tikus betina dan LD50 dermal akut masing-masing tikus adalah >2000 mg kg-1

(katagori III), LD50 inhalasi akut pada tikus 3.5 mg l-1 termasuk kategori III (Pesticide Fact

Handbook 1986). LD50 untuk beberapa spesies burung 3-40 mg kg-1 dan spesies ikan 0.4-8

μg ml-1 (Sumner et al. 1985 laporan CIBA-GEIGY tidak dipublikasi).

3. Alur Biokimia pada Reduksi Diazinon di Alam

Residu pestisida secara alamiah dapat hilang atau terurai dengan baik dalam

lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam

penguraian pestisida adalah penguapan, pencucian, pelapukan dan dengan degradasi baik

secara kimia, biologi maupun fotokimia. Hidrolisis diazinon menjadi IMPH (2-isopropyl-4-

methyl-6-hydroxy pyrimidine) terutama diatur oleh proses abiotik, degradasi dari diazinon

meningkat oleh mikroorganisme tanah, sehingga mikroorganisme menjadi faktor yang lebih

dominan dari faktor abiotik (Leland 1998).

Formulasi diazinon terdegradasi menjadi sejumlah tetraetilpirofosfat, menghasilkan

sulfotepp (S,S-TEPP) dan monothiotepp (O,S-TEPP), kedua senyawa tersebut mempunyai

sifat toksik yang lebih tinggi dibandingkan diazinon dan merupakan inhibitor enzim

kolinesterase terutama O,S-TEPP yaitu 14000 kali lebih toksik dari diazinon (Allender &

Britt 1994). Oksidasi diazinon menjadi bentuk diazoxon yang lebih toksik, terjadi pada

jaringan hewan dan tumbuhan (Mc Ewen & Stevenson 1989). Pada vertebrata, oksidasi

terjadi di mikrosom hati, dalam kondisi ada oksigen dan NADPH2. Pada insekta, oksidasi

terjadi dalam lemak tubuh dan metabolitnya dikeluarkan. Kecepatan oksidasi diazinon

menjadi diazoxon, dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10oC dari 10o–60oC, diazoxon

tidak bisa diisolasi dari tanah (Leland 1998). Selanjutnya dikatakan bahwa degradasi

diazinon lebih cepat pada air dengan suhu lebih hangat, maka degradasi menjadi 2-4 kali

15

Page 16: keracunan diazinon

lebih cepat pada air dengan suhu 21oC dibandingkan pada air dengan suhu (Moore et al.

2007).

Proses pembentukan metabolit diazinon (reaksi transformasi enzimatik) terjadi

melalui reaksi primer yaitu hidrolisis yang diikuti oleh reaksi pemecahan rantai cincin

diazinon, sehingga diazinon terdegradasi pada reaksi primer menjadi 2-isopropyl-4-methyl-

6-pyrimidinol (IMP) dan tiofosfonat. Menurut Ku et al. (1997) bahwa diazinon mengalami

dekomposisi secara fotolisis pada pH 3 menghasilkan bentuk organik antara yang bisa

diekspresikan sebagai jumlah dari 2-isopropyl-4-methyl-6-pyrimidinol (IMP) dan

tiofosfonat sebagai C diikuti dengan pembentukan ion SO4-2.Produk hidrolisis dan fotolisis

tersebut diidentifikasi sebagai senyawa yang sifat toksiknya lebih rendah dibandingkan

senyawa diazinon (Bollag 1974).

Degradasi diazinon di air disebabkan oleh hydrolisis, terutama pada kondisi asam.

Pada kondisi air streril half life diazinon selama 12 hari pada pH 5 dan pada air netral half

life selama 138 hari pada pH 7 (US-EPA 2006). Diazinon mengalami degradasi dengan

cahaya membutuhkan waktu 17.3-37.4 jam (Howard 1991) dan di tanah akan terurai

menghasilkan CO2 (Roberts & Hutson 1999). Degradasi diazoxon yang diaplikasi pada

tanah silt loam pada pH 8.1 dan suhu 25oC ditemukan mengikuti kurva linier dan half-life

dalam tanah ditemukan 18 jam (Getzin 1968). Half-life diazinon studi laboratorium di tanah

dengan pH 7.8 selama 39 hari (US-EPA 2007).

Diazinon dan diazoxon dihidrolisis menjadi 2-isopropyl-4-metil-6-

hydroxypyrimidine (IMHP) yang memiliki toksisitas sangat rendah dan ada dalam dua

bentuk isomer yaitu keton dan enol. Pada pH 8.4 kecepatan hidrolisis diazoxon, adalah 10

kali diazinon. Diazinon dan diazoxon masing-masing dikatalis dalam kondisi asam dan

basa. Pada kondisi pH air alami 5.5-8.5 dan suhu kurang dari 25oC, residu diazinon akan

bertahan lama Gomma et al. (1969). Hidrolisis di dalam tanah, nampaknya diadsorpsi dari

pada dikatalisis asam (Konrad et al. 1967). Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses

biotik dan abiotik ditunjukan pada Gambar di bawah ini.

16

Page 17: keracunan diazinon

Gambar. Degradasi diazinon yang terjadi melalui proses biotik dan abiotik (Leland 1998)

B. Patofisiologi

Secara umum, organofosfat merupakan insektisida yang paling toksik diantara

pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia, dengan diazinon dan

malathion merupakan komponen organophosphat yang paling banyak digunakan. Efek

sistemik yang timbul pada manusia ataupun pada binatang percobaan yang terpapar, baik

secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit, terutama disebabkan oleh penghambatan enzim

asetilkolinesterase (AChE) oleh Diazoxon, senyawa metabolit aktif dari diazinon.11

Penghambatan enzim asetilkolinesterase (AChE) terjadi pada hubungan antara saraf

dan otot, serta pada ganglion sinap. Asetilkolin merupakan suatu neurotransmiter dari

impuls saraf pada post-ganglionik, serabut saraf parasimpatik, saraf somatomotorik pada

otot bergaris, serat saraf pre-ganglionik baik parasimpatis dan simpatis serta sinap-sinap

tertentu pada susunan saraf. Secara normal, asetilkolin dilepaskan melalui perangsangan

pada saraf, yang kemudian akan diteruskan dari motor neuron ke otot volunter, misalkan

pada bronkus atau jantung. Asetilkolin yang dilepaskan tersebut kemudian akan dihidrolisa

menjadi kolin dan asam asetat oleh enzim asetilkolinesterase.11

Sebagai antikolinesterase organofosfat, diazinon menghambat AChE dengan

membentuk kompleks fosforilasi yang stabil, sehingga tidak mampu memecah asetilkoline

17

Page 18: keracunan diazinon

pada hubungan antara saraf dan otot, serta pada ganglion sinap, sehingga terjadi

penumpukan asetilkoline pada reseptorm asetilkolin, yang menyebabkan terjadinya

stimulasi yang berlebihan dan berkelanjutan pada serat-serta kolinergic pada parasimpatis

postganglionik, hubungan neuromuskular pada otot skeletal, dan hiperpolarisasi dan

desentisasi sel-sel pada sistem saraf pusat.11

Reaksi-reaksi yang terjadi dapat digolongkan menjadi :

1. Perangsangan terhadap parasimpatik postganglionik, yang berefek pada beberapa organ,

antara lain kontriksi pada pupil (miosis), perangsangan terhadap kelenjar (salivasi,

lakrimasi, dan rhinitis), nausea, inkontinensia urin, muntah, nyeri perut, diare,

bronkokontriksi, bronkospasme, peningkatan sekresi bronkus, vasodilatasi, bradikardia,

dan hipotensi.

2. Efek nicotinik, terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada hubungan otot skeletal dan

simpatism preganglionik. Gejal-gejala yang muncul seperti muscular fasciculations,

kelemahan, midriasis, takikardia, dan hipertensi.

3. Efek pada sistem saraf pusat terjadi akibat penimbunan asetilkolin pada tingkat

cortical, subcortical, dan spinal, terutama pada korteks serebral, hipocampus, dan sistem

motorik ekstrapiramidal. Gejala-gejalanya seperti depresi pernafasan, cemas, insomnia,

nyeri kepala, lemas, gangguan mental, gangguan konsentrasi, apatis, mengantuk,

ataksia, tremor, konvulsi, dan koma.10,11

4. Hambatan aktivitas AChE berhubungan dengan stres oksidatif pada sel darah. Jika

antioksidan dalam tubuh tidak mampu menangani radikal bebas yang terbentuk akibat

terhambatnya AChE, radikal bebas ini akan merusak sel-sel, dan menyebabkan

terjadinya stres oksidatif.12

5. Efek toxic Diazinon juga terjadi pada sel hati, dimana Diazinon juga meningkatkan

pelepasan glukosa ke darah dengan jalan mengaktifkan glikogenolisis dan

glukoneogenesis, sehingga menjadi predisposisi terjadinya Diabetes Mellitus.12

18

Page 19: keracunan diazinon

C. Cara terjadinya keracunan

a. Self poisoning

Pada keadaan ini petani menggunakan pestisida dengan dosis yang

berlebihan tanpa memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya yang dapat

ditimbulkan dari pestisida tersebut. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang

hati-hatian dalam penggunaan, sehingga tanpa disadari bahwa tindakannya dapat

membahayakan dirinya.

b. Attempted poisoning

Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri dengan dengan pestisida,

tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali karena salah tafsir

dalam penggunaan dosis.

c. Accidental poisoning

Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan

sama sekali. Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya

memasukkan segala benda ke dalam mulut dan kebetutan benda tersebut sudah tercemar

pestisida.

d. Homicidal piosoning

Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja

meracuni seseorang. Masuknya pestisida dalam tubuh akan mengakibatkan aksi antara

molekul dalam pestisida molekul dari sel yang bereaksi secara spesifik dan non spesifik.

Formulasi dalam penyemprotan pestisida dapat mengakibatkan efek bagi penggunanya

yaitu efek sistemik dan efek lokal. Efek Sistemik, terjadi apabila pestisida tersebut masuk

keseluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan efek lokal terjadi terjadi dimana

senyawa pestisida terkena dibagian tubuh.

Sedangkan untuk jalan masuknya sendiri dapat dibagi atas :

1. Dermal, absorpsi melalui kulit atau mata. Absorpsi akan berlangsung terus, selama

pestisida masih ada di kulit.

2. Oral, absorpsi melalui mulut (tertelan) karena kecelakaan, kecerobohan atau sengaja

(bunuh diri), akan mengakibatkan keracunan berat hingga kematian. Di USA yg

paling sering terjadi karena pestisida dipindahkan ke wadah lain tanpa label.

19

Page 20: keracunan diazinon

3. Inhalasi, melalui pernafasan, dapat menyebabkan kerusakan serius pada hidung,

tenggorokan jika terhisap cukup banyak. Pestisida yg masuk secara inhalasi dapat

berupa bubuk, droplet atau uap.

D. Tanda dan Gejala Klinik

Diazinon diabsorbsi melalui cara yang bervariasi, baik melalui kulit yang terluka,

mulut, dan saluran pencernaan serta saluran pernafasan. Melalui saluran pernafasan gejala

timbul dalam beberapa menit. Bila terhirup dalam konsentrasi kecil dapat hanya

menimbulkan sesak nafas dan batuk. Melalui mulut atau kulit umumnya membutuhkan

waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat

menyebabkan akibat terlokalisir. Penyerapan melalui kulit yang terluka dapat menimbulkan

keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja.

Pajanan pada mata dapat menimbulkan gajala berupa miosis atau pandangan kabur saja. 1,4,11

Keracunan diazinon dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan gejala

dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten atau depresi yang diikuti oleh

stimulasi saraf pusat maupun perifer. Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi

berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi

miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi. Efek yang terutama

pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi

bronkus. Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada

efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis,

pernafasan Cheyne Stokes dan coma). Penumpukan asetilkolin pada susunan saraf pusat

menyebabkan tegang, ansietas, insomnia, gelisah, sakit kepala, emosi tidak stabil, neurosis,

mimpi buruk, apatis, bingung, tremor, kelemahan umum, ataxia, konvulsi, depresi

pernafasan dan koma. Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam,

tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila

gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal

tersebut jarang terjadi.4,11

20

Page 21: keracunan diazinon

E. Sebab Kematian

Kematian akibat keracunan diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan. Hal

ini disebabkan karena adanya oedem paru, bronkokonstriksi, kelumpuhan otot-otot

pernafasan, kelumpuhan pusat pernafasan, peningkatan sekresi bronkus, dan depresi saraf

pusat yang kesemuanya itu akan meningkatkan kegagalan pernafasan. Aritmia jantung

seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit ditemukan sebagai penyebab

kematian.11

Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan

organophosphorus-induced delayed neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam

8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Gejala yang timbul berupa kelemahan

progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada

jari dan kaki berupa foot drop.4,11

F. Pemeriksaan Pada Jenazah

Pada korban yang meninggal akibat keracunan diazinon atau senyawa organofosfat

lainnya, pada otopsi akan dijumpai tanda-tanda sebagai berikut:

F.1. Pemeriksaan Luar

1. Busa atau buih putih kemerahan dari hidung atau mulut, yang kadang tercium bau

pelarut insektisida tersebut, yaitu minyak tanah.

2. Kuku dan jari tampak sianosis

3. Pakaian terkadang berbau minyak tanah, jika sebelumnya korban muntah.

F.2. Pemeriksaan Dalam

1. Pada permukaan rongga torak dan abdomen biasanya tercium bau minyak tanah,

terutama waktu membuka lambung, usus, bronkus dan paru

2. Pada beberapa kasus, paru-paru akan tampak mengalami odem, dan berbuih yang

dapat dilihat dengan memasukkan ke dalam air. Bintik-bintik perdarahan pada pleura

tampak konstan, terutama pada daerah hipostatik, yang mana akan menampakkan

gambaran kolap pada pleura.

21

Page 22: keracunan diazinon

3. Penelitian Limaye tahun 1966, menyebutkan tanda-tanda yang tampak pada sistem

gastrointestinal antara lain tampak warna kehitaman pada usus, adanya darah dalam

usus, kongesti pada mukosa usus dengan bintik-bintik perdarahan pada lapisan

submukosa usus, dan bisa juga terjadi erosi dan perlukaan pada usus.

4. Adanya cairan yang berminyak dalam lambung atau usus

5. Tidak ditemukan kelainan organ yang spesifik, tetapi terkadang terdapat edema paru,

dilatasi kapiler dan kongesti organ-organ visera.11

F.3. Pemeriksaan toksikologi

Prinsip pengambilan sampel pada keracunan adalah diambil sebanyak-banyaknya

setelah disishkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan histopatologis.

1. Spesimen untuk pemeriksaan toksikologi

Secara umum sampel yang harus diambil adalah :

a. Stasiun I

Lambung dengan isinya : ± 250 gram

Usus halus dengan isinya : ± 250 gram

b. Stasiun II

Hati : ± 250 gram

Ginjal : ½ kanan dan ½ kiri

Otak : ± 250 gram

Hanya pada racun yang ekskresinya melalui paru-paru : ± 250 gram

c. Stasiun III

Pada keracunan kronis :

Rambut

Lemak

Tulang

Kuku

Bahan lain :

Darah dari vena femoralis

Urin

22

Page 23: keracunan diazinon

2. Tempat

Tempat yang dipakai untuk diisi jaringan harus :

Bersih

Sedapat-dapatnya baru

Bermulut lebar

Dapat diberi tutup rapat, kemudian dilapisi parafin

Diberi label dan segel, sehingga tidak mungkin membukanya tanpa merusak

segel

Disimpan dalam lemari yang terkunci

3. Sebagai bahan pengawet dipakai :

Dry ice

Es batu

Ethyl alkohol 95%

Dalam hal terpaksa dapat digunakan minuman keras sebagai pengawet dengan

kadar alkohol minimum ≥ 40%

4. Yang perlu diikut sertakan dalam pengiriman bahan pemeriksaan toksikologi :

Contoh pengawet yang dipakai, juga diberi label dan segel

Surat permohonan pemeriksaan toksikologi dan laporan bahan yang dikirim

dan contoh materai

Berita acara mengenai peristiwa keracunan

Laporan otopsi

Berita acara tentang cara membungkus dan memateraikan bahan

Untuk penentuan kadar AChE dalam darah dan plasma dapat dilakukan dengan cara

tintometer (Edson) dan paper-strip (Acholest)

Cara Edson

berdasarkan perubahan pH darah

23

Page 24: keracunan diazinon

Caranya adalah dengan mengambil darah korban, dan menambahkan indikaor

brom-timol-biru, didiamkan, dan setelah beberapa saat akan terjadi perubahan warna.

Warna tersebut dibandingkan dengan warna standar pada comparator disc, maka dapat

ditentukan kadar AChE dalam darah.

Tabel Kadar AChE dalam Darah

% Aktifitas AChE Darah Interpretasi

75%-100% dari normal Tidak ada keracunan

50%-75% dari normal Keracunan ringan

25%-50% dari normal Keracunan

0%-25% dari normal Keracunan berat

Cara Acholast

Caranya dengan mengambil darah korban, dan meneteskan pada kertas Acholast

bersamaan dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholast sudah terdapat ACh

dan indikator. Kemudian dicatat waktu perubahan warna pada kertas tersebut. Perubahan

warna harus sebanding dengan perubahan warna pembanding (serum normal), yaitu warna

kuning telur.

Jika waktu yang dikeluarkan kurang dari 18 menit, tidak ada keracunan. Jika 20-35

menit, termasuk dalam keracunan ringan. Jika 35-150 menit, termasuk keracunan berat.

Untuk pemeriksaan toksikologi lainnya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Kristalografi

24

Page 25: keracunan diazinon

Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan atau minuman, muntahan, dan isi

lambung dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian dipanaskan dalam pemanas air

sampai kering, kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat

yang didapat diteteskan ke dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian

dilihat di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, berarti termasuk ke

dalam golongan hidrokarbon terklorinasi.

Kromatografi Lapisan Tipis (TLC)

Kaca berukuran 20 cm x 20 cm dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan

aluminium oksida, lalu dipanaskan ke dalam oven dengan suhu 110oC selama 1 jam. Filtrat

yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan korban, disertai dengan tetesan

lain yang telah diketahui golongan, jenis, dan konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung

kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut (biasanya dengan Hexan), namun celupan tidak

boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya kapilaritas, maka pelarut akan ditarik

ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan, lalu

disemprot dengan reagen Faladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan

Difenilamin 0,5% dalam alkohol. Jika ditemukan warna hitam (gelap) berarti golongan

hidrokarbon terklorinasi. Jika ditemukan warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan

organofosfat.

Untuk menentukan jenis dalam golongannya, dapat dilakukan dengan menentukan

R.f. masing-masing bercak, dengan rumus sebagai berikut.

bn

Angka yang didapatkan, dicocokkan dengan standar, sehingga jenisnya dapat ditentukan.

Selain pemeriksaan di atas, dapat pula dilakukan pemeriksaan dengan cara

Spektrofotometri dan Kromatografi gas

G. Aspek Kedokteran Forensik dan Medikolegal

25

Page 26: keracunan diazinon

Toksikologi Forensik adalah ilmu yang mempelajari tentang racun dan

pengidentifikasian bahan racun yang diduga ada dalam organ atau jaringan tubuh dan

cairan korban. Toksikologi Forensik sangat penting diberikan kepada penyidik dalam

rangka membantu penyidik polisi dalam pengusutan perkara yaitu : mencari, menghimpun,

menyusun dan menilai barang bukti di Tempat Kejadian Perkara (TKP) dengan tujuan agar

dapat membuat terang suatu kasus yang ada indikasi korbannya meninggal akibat racun.

Dokter pemeriksa pada kewenangannya tidak akan menyebutkan korban mati akibat bunuh

diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan, tapi jelas menyebutkan penyebab kematiannya

akibat keracunan zat-zat, obat-obatan, dan racun tertentu atau dengan kata lain

ditemukannya gangguan pada organ-organ tubuhnya akibat sesuatu zat-zat, obat-obatan,dan

racun tertentu tersebut.

1. Aspek hukum

Sebagaimana diatur dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang menegaskan “dalam

hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan

ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang

mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter

dan atau ahli lainnya.”

Dari pasal diatas dapat disimpulkan bahwa apabila ada kasus mati karena keracunan

yang diduga tindak pidana, penyidik berwenang mendatangkan dan meminta keterangan

seorang ahli.

Sedangkan "Keterangan ahli" menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP adalah "keterangan

yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan

untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan".

Dengan adanya definisi diatas maka yang dimaksud dengan seorang yang memiliki

keahlian khusus dalam keracunan adalah seorang toksikologi.

Sebab kematian seorang korban yang mati karena racun dan diduga karena suatu

tindak pidana, perlu diketahui oleh pihak pengadilan, karena menentukan kesalahan yang

telah dilakukan terdakwa, sehingga hakim dapat menjatuhkan pidana seadil mungkin.

Apabila kesalahan itu dilakukan tanpa kesengajaan (karena kealpaannya) maka terdakwa

dapat dijatuhi pidana berdasarkan : pasal 203, 205, dan 359 KUHP.

26

Page 27: keracunan diazinon

Pasal 203

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang

sesuatu dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air

minum untuk umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain,

sehingga karena perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang,

diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan

paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama

satu tahun.

Pasal 205

(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang

yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-

bagikan tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang

memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana

kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima

ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama

satu tahun.

(3) Barang-barang itu dapat disita.

Pasal 359

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling

lama satu tahun.

Pasal 202

27

Page 28: keracunan diazinon

(1) Barang siapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau

ke dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-

sama dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu

berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling

lama lima belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama

dua puluh tahun.

Pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Apabila terdakwa mengetahui bahwa barang tersebut berbahaya bagi jiwa atau

kesehatan, tetapi ia tidak mengatakan dengan berterus terang sifat bahaya dari pada barang

tersebut kepada orang yang berkepentingan, maka ia dapat dipidana berdasarkan pasal 204

KUHP.

Pasal 204

(1) Barang siapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang

yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat;

berhahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama

dua puluh tahun.

28

Page 29: keracunan diazinon

Apabila tindakan pembunuhan dengan racun itu dilakukan dengan direncanakan

terlebih dahulu, maka terdakwa dapat dijatuhi pidana berdasarkan pasal 304 KUHP.

Pasal 304

“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam

keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada

orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Apabila tidakan itu dilakukan atas permintaan korban, tedakwa dapat dipidana

berdasarkan pasal 344 KUHP.

Pasal 344

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang

jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling

lama dua belas tahun.”

Seseorang yang sengaja menghasut, membantu atau memberi sarana untuk

membunuh diri dengan racun, sehingga korban meninggal dunia maka terdakwa dapat

dijatuhi pidana berdasarkan pasal 345 KUHP

Pasal 345

“Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam

perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

29

Page 30: keracunan diazinon

BAB III

KESIMPULAN

1. Racun merupakan zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik, yang

dalam dosis toksik menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian.

Berat ringannya keracunan dipengaruhi oleh cara masuk, umur, kondisi tubuh,

kebiasaan, idiosinkrasi, alergi, dan waktu pemberian.

2. Keracunan dapat terjadi akibat usaha bunuh diri, pembunuhan, ataupun kecelakaan

Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah menemukan racun atau

sisa racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban, dan adanya kontak dengan racun.

3. Keracunan insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri,

dan digolongkan menjadi Hidrokarbon Terklorinasi dan Inhibitor Kolinesterase, yang

Organofosfat dan Karbamat.

4. Diazinon termasuk ke dalam golongan organophosphat, yang merupakan bahan kimia

yang efektif digunakan untuk membasmi serangga. Efek yang timbul pada manusia

akibat terpapar pada senyawa ini, baik secara inhalasi, oral, ataupun melalui kulit.

Diazinon bekerja sebagai antikolinesterase organofosfat yaitu dengan menghambat

AchE. Kematian keracunan Diazinon umumnya berupa kegagalan pernafasan dan

aritmia jantung.

5. Pengobatan untuk keracunan akut, diberikan sulfas atropin dan dilanjutkan dengan

pemberian kolinesterase reaktivator. pemberian harus diberikan dengan cepat

mengingat masa kritis dalam 4-6 jam pertama. Untuk keracunan kronis dapat diketahui

dengan penentuan kadar AChE dalam darah.

6. Pemeriksaan pada jenasah, meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan

pemeriksaan tambahan. Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan buih putih kemerahan

dari hidung atau mulut dengan bau pelarut insektisida tersebut (minyak tanah), kuku

dan jari tampak sianosis. Pada pemeriksaan dalam, secara umum tidak ditemui kelainan,

tetapi dapat ditemukan bau minyak tanah pada rongga torak dan abdomen, dan edema

organ-organ dalam. Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan toksikologi

dan penentuan kadar AChE dalam darah atau plasma.pemeriksaan toksikologi

30

Page 31: keracunan diazinon

menggunakan jaringan hati, limpa, paru-paru, lemak badan, isi muntahan atau sisa

makanan yang dicerna, dan darah, yang umumnya menggunakan cara kristalografi dan

kromatografi lapisan tipis. Sedangkan untuk menentukan kadar AChE dalam darah dan

plasma, dapat menggunakan cara tintometer (Edson) dan paper strip (Acholest).

31

Page 32: keracunan diazinon

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto, Arif, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta; Bagian Kedokteran

Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.

2. Benbrook, C.M.. How Do We Live with the Use of Chemicals to Feed the World.

In: Symposium Annual Meeting of the AAAS, Can We Feed The World Without

Poisoning the Earth. Washington DC; February 19, 2005. Available from:

http://www.biotech-info.net. AAAS_2005.htm. Acessed: May 21th, 2008

3. Sampurna, Budi & Samsu, Zulhasmar. Peranan Ilmu Forensik dalam Penegakan

Hukum. Jakarta; 2003.

4. Gagnon, M. Diazinon. George Washington University School of Public Health;

PubH 243. 2001

5. Katzung, B.G & Trevor, A.J. Introduction to Toxicology in: Pharmacology,

Examination and Board Review. 6th ed. United States of America; Lange Medical

Book/McGraw Hill. 2002.

6. Jaga, Kushik & Dharmani, Chandrabhan. Sources of Exposure to and Public Health

Implications of Organophosphate Pesticides in: Rev Panam Salud Publica/Pan AmJ

Public Health. Vol 14(3). 2003.

7. Busby, A. et al. The In Vivo Quantitation of Diazinon, Chlorpyrifos, and Their

Major Metabolites in Rat Blood for the Refinement of a Physiologically-Based

Pharmacokinetics/Pharmacodynamic Models. In: U.S. Department of Energy

Journal of Undergraduated Research. Vol. 10. 2004 .Available from:

http://www.scied.science.doe.gov. Acessed: May 21th, 2008

32

Page 33: keracunan diazinon

8. Buffin, D.. Diazinon. in: Pesticides News. No. 49. September 2000. p.20. Available

at: http://www.pan-uk.org/search/index.html. Acessed: May 21th,2008

9. Wikipedia.. Diazinon. in: Wikipedia, the Free Encyclopedia. U.S.; Wikimedia

Foundation, Inc. 2008. Available at: http://en.wikipedia .org/wiki/ Diazinon.

Acessed: May 21th, 2008

10. Kamanyire, R. & Karalliedde, L. In-Depth Interview, Organophosphate Toxicity

and Occupational Exposure. in: Occupational Medicine. Vol.54. p. 69-75. 2004.

11. CDC. Diazinon. 2004.. Available from: http://www.atsdr.cdc.gov/ toxprofiles/tp86-

c3.pdf Accessed : May 23th, 2008

12. Teimori, F, et al. Alteration of Hepatic Cells Glucose Metabolism as a Non-

cholinergic Detoxication Mechanism in Counteracting Induced Oxidative Stress. In:

Human & Experimental Toxicology. Vol.25. p.697-703. 2006. Available at:

www.sagepublications.com. Acessed : May 21th, 2008

13. Sudjana Putu. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal: Toksikologi,hal(127-

177). Surabaya; 2010.

33

Page 34: keracunan diazinon

Lampiran I

Kasus 1 : Seorang laki-laki berusia 70 tahun ditemuka sudah tidak bernyawa lagi

didapurnya, disisinya terdapat botol kosong berlebel Alaxon®, sebelumnya pasien tampal

depresi, pernah beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri. Pada otopsi menemukan

kongesti alat dalam yang non spesifik dan difus dan tampak bintik-bintik perdarahan di

sepanjang saluran pernapasan. Tampak sirosis mikronodular, dan disangka sebagai

keracunan alcohol. Tidak ada tanda-tanda kekerasan.darah femoral, urin dan cairan

lambung diambil jaringannya sebagai sampel untuk analisis toksikologi.

Kasus 2 : Seorang tukang kebun berusia 63 tahun ditemaka tergeletak tidak

sadarkan diri di atas tempat tidurnya. Didekatnya ada botol Perfekthion®. Saat di dalam

ambulance terjadi cardiac arrest. Walaupun telah dilakukan perawatan secara intensif,

laki-laki itu meninggal setelah 3 hari berada di rumah sakit. Pada pemeriksaan post mortem

ditemukan anoksia ensefalopati yang difus dan infark serebral akut. Tidak ditemukan tanda

kekerasan. Cairan plasma dikumpulkan ke rumah sakit antara lain darah femoral, isi

lambung, hati dan kandung empedu untuk dilakukan analisis toksikologi. Dalam kandung

kemih tidak ada urin.

  

34