Post on 26-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Indonesia merupakan daerah tropis yang sesuai untuk perkembangan
berbagaimacam jenis parasite misalnya cacing. Hingga saat ini kasus kecacingan pada
manusia di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu kelompok cacing usus yang
prevalensinya masih cukup tinggi adalah Soil Transmitted Helminth. Termasuk dalam
kelompok ini adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongy loidesstercoralis,
Ancylostoma duodenaledan Necatoramericanus.
Soil Transmitted Helmith pada hewan yang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia adalah Ancylostomabraziliensis, Ancylostomacaninum yang dapat menyebabkan
cutaneus larva migrans.
Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah
dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah – daerah tropical dan
subtropical beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian
dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan pada daerah – daerah tersebut. Creeping itch
atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari Cutaneus Larva
Migrans.
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau
berpasir, yang telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit ini lebih
sering dijumpai pada anak – anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa,
factor resikonyaadalahpadatukangkebun, petani, dan orang – orang
denganhobiatauaktivitas yang berhubungandengantanahlembabdanberpasir.
Cutaneus Larva Migrans dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu:
terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi
sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik dari
pada terapi topical.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui secara umum mengenaidefinisi, etiologi dan fisiologi anatomi,
patofisiologi dan patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, penatalaksanaan
serta prognosis dari Cutaneus Larva Migrans.
1.3 Manfaat
Bagi mahasiswa kedokteran nantinya bias mengaplikasikan ilmu tersebut atau
penerapannya dalam tindakan medis pada pasien yang mengalami Cutaneus Larva
Migrans dengan baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok – kelok,
menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang berasal dari
anjing dan kucing.
Sinonim :
Cutaneous larva migrans, creeping eruption, dermatosis linearis migrans,
sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di
pantai), strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).
2.2 Etiologi
Etiologi umum dan di mana parasite dari kulit larva migrans (CLM) yang paling sering
ditemukan adalah sebagaiberikut:
1. Braziliense Ancylostoma (cacing tambang dan domestic anjing liar dan
kucing) adalah penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di
Amerika Serikat tengah dan selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan,
danKaribia.
2. Ancylostomacaninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia.
3. Uncinariastenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa.
4. Bunostomumphlebotomum (ternak cacing tambang)
Etiologi langka meliputi:
1. Ancylostomaceylonicum
2. Ancylostomatubaeforme (cacing tambang kucing)
3. Necatoramericanus (cacing tambang manusia)
4. Strongyloidespapillosus (parasitdomba, kambing, dansapi)
5. Strongyloideswesteri (parasite kuda)
6. Ancylostomaduodenale
7. Pelodera (Rhabditis) strongyloides
2.3 Epidemologi
Creeping eruption ditemukan di seluruh dunia tapi paling sering terjadi di daerah dengan
iklim tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan
dan Barat, terutama Amerika Serikat bagian tenggara, Karibia, Afrika, Amerika Selatan,
Amerika Pusat, India, dan Asia Tenggara, di Indonesia pun banyak dijumpai. Infestasi lebih sering
ditemukan saat ini karena tingginya mobilitas dan tamasya.
Dilaporkan adanya outbreak insiden CLM di perkemahan anak-anak di Miami,
Florida pada tahun 2006. Dilaporkan 22 orang (33,7%) terdiri dari anak-anak dan
dewasa, menderita CLM setelah 2,5 minggu berada di perkemahan. Dari analisa
didapatkan 22 orang tersebut berain dikotak pasir selama minimal 1 jam per hari,
berjemur matahari 1 jam per hari, 17 dari 22 orang yang terkena ternyata tidak
mengenakan sandal pada saat bermain pasir. Banyak yang mengakui adanya kucing yang
bekeliaran dalam jumlah cukup banyak di sekitar perkemahan. Cara infeksi melalui
kontak kulit dengan larva infektif pada tanah. Orang dari berbagai jenis umur, seksa dan
ras bias terinfeksi jika terpajan larva. Grup yang beresiko adalah mereka yang pekerjaan
atau hobinya berkontak dengan tanah berpasir yang lembab dan hangat antara lain
sebagai berikut:
1. Orang yang tidak memakai alas kaki di pantai
2. Anak-anak yang bermainpasir
3. Petani
4. Tukang kebun
5. Pembersih septic tank
6. Pemburu
7. Tukang kayu
8. Penyemprot serangga
2.4 Patogenesis
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan
kucing, yaituAncylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly)
dan cattle fly. Biasanya larva ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup
pada hospes (anjing, kucing atau babi), ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena
kelembapan berubah menjadi larva yang mempu mengadakan penetrasi kekulit. Larva ini
tinggal di kulit berjalan – jalan tanpa tujuan sepanjang dermo – epidermal, setelah
beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di kulit.
Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan
oleh reaksi inflammasi dan alergi oleh sistem immun terhadap larva dan produknya. Pada
hewan, Larva ini mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan
berkembang biak di organ dalam. Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui
folikel, fissura atau menembus kulit utuh menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya
hanya terbatas pada epidermis karena tidak memiliki enzym collagenase yang dibutuhkan
untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam.
2.5 Gejala Klinis
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas4. Mula –mula, pada point
of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk
linear atau berkelok – kelok (snakelike appearance – bentuk seperti ular) yang terasa
sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm dari point of entry, dan
berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut
telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat
30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM.
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-
kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai
panjang beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa
sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan
dengan panjang 2 – 5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga
pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati.
Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila
pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi
sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum
korneum atau dermis.Tempat predileksi adalah di tempat – tempat yang kontak langsung
dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar,
tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak
dengan tempat larva berada.
Gambar 1. Pasien yang berjemur telanjang di sebuah pantai di Martinique disajikan dengan
klasik, erythematous, saluran serpiginosa di tumit kiri.
Gambar 2. Larva migrans kulit di jempol kanan.
Gambar 3. Larva migrans kulit di paha kiri.
2.6 Diagnosis
Anamnesis
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai dengan rasa gatal dan panas pada kulit
yang terkena. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari. Predileksi tersering
berada di daerah siku,tangan, bokong dan kaki, lokasi tubuh yang paling sering kontak
dengan tanah. Jarang ditemukan pada wajah. Biasanya ada riwayat kontak dengan tanah
secara langsung.
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan kulit berupa papul pada awalnya,
kemudian di ikuti bentuk yang khas yaitu berbentuk linier atau berkelok-kelok, menimbul
degan diameter 2-3 mm, dan berwarnakemerahan, selanjunya membentuk terowongan
(burrow) mencapai panjang beberapa cm. Tempat predileksi di tungkai, telapak kaki,
tangan anus, bokong dan paha atau bagian tubuh yang kontak dengan tempat larva
berada.
2.7 Diagnosis Banding
Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi
terhadap sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Cara penularan bisa melalui
kontak langsung (kontak dengan kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan
hubungan seksual. Dan melalui kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian,
handuk, sprei, bantal dan lain-lain.
Scabies memiliki gejala klinis seperti pruritus nocturnal, adanya terowongan
(kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan,
berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan
ditemukan papul atau vesikel. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling
diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Penyakit ini
menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam sebuah keluarga biasanya
seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Dengan melihat adanya terowongan harus
dibedakan dengan scabies. Pada scabies terowongan yang terbentuk tidak akan sepanjang
seperti pada creeping eruption.
Herpes Zoster
Bila invasi larva yang multiple timbul serentak papul-papul lesi dini sering
menyerupai herpes zoster stadium permulaan. Herpes zoster adalah penyakit yang yang
disebabkan infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah reaksi primer. Kadang-kadang infeksi
primer berlangsung subklinis. Frekuensi pada pria dan wanita sama, lebih sering
mengenai usia dewasa.
Daerah yang sering terkena adalah daerah torakal. Terdapat gejala prodromal
sistemik seperti demam, pusing, malaise. Sedangkan gejala lokal nyeri otot-tulang, gatal,
pegal dan sebagainya. Disamping gejala kulit berupa papul yang timbul serentak
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi unilateral dan bersifat
dermatomal sesuai tempat persarafan.
Insect bite
Insect bite merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh gigitan dari hewan.
Kelainan kulit disebabkan oleh masuknya zat farmakologis aktif dan sensitasi antigen
dari hewan tersebut. Dalam beberapa benit akan muncul papul persisten yang seringkali
disertai central hemmoragic punctum. Reaksi bullosa sering terjadi pada kaki anak-anak.
Pada permulaan timbulnya creeping eruption akan ditemukan papul yang menyerupai
insect bite.
Tinea Corporis
Tinea corporis merupakan infeksi jamur golongan dermatofita (berbagai spesies
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton) pada badan, tungkai dan lengan dan
mempunyai gambaran morfologi yang khas. Pasien merasa gatal dan kelainan umumnya
berbentuk bulat, berbatas tegas, terdiri atas macam-macam effloresensi kulit (polimorf)
dengan bagian tepi lesi lebih jelas tanda peradangannya dari pada bagian tengah.
Beberapa lesi dapat bergabung dan membentuk gambaran polisiklik. Lesi dapat meluas
dan member gambaran yang tidak khas terutama pada pasien imunodefisiensi.
2.8 Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa
ketidaknyamanan pasien. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik.
2.9 Mortalitas
Mortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva migran
sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka
panjang apapun.
2.10 Morbiditas
Morbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi bakterial sekunder.
Sangat jarang sekali, dapat terjadi migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus,
yang dapat menyebabkan pneumonitis (Loeffler’s Syndrome), enteritis, myositis (nyeri
otot).
Di Amerika serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing
pada anjing dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini5.
Larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi,
karena itu penting sekali memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian
tubuh manapun dengan tanah.
2.11 Penatalaksanaan
Modalitas topikal seperti spray etilklorida, nitrogen cair, fenol, CO2 snow, piperazine
citrate, dan elektrokauter umumnya tidak berhasil sempurna, karena larva sering tidak
lolos atau tidak mati. Demikian pula kemoterapi dengan klorokuin, dietiklcarbamazine
dan antimony jugatidak berhasil. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat
antihelmintes baik topikal maupun sistemik.
SISTEMIK (ORAL)
1. Tiabendazol (Mintezol), antihelmintes spektrum luas. Dosis 50 mg/kgBB/hari,
sehari 2 kali, diberikan berturut – turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram
sehari, jika belum sembuh dapat diulangi setelah beberapa hari. Sulit didapat. Efek
sampingnya mual, pusing, dan muntah.
2. Solusio topikal tiabendazol dalam DMSO, atau suspensi tiabendazol secara oklusi
selama 24 – 48 jam. Dapat juga disiapkan pil tiabendazol yang dihancurkan dan
dicampur dengan vaseline, di oleskan tipis pada lesi, lalu ditutup dengan
band-aid/kasa. Campuran ini memberikan jaringan kadar antihelmints yang cukup
untuk membunuh parasit, tanpa disertai efek samping sistemik.
3. Albendazol (Albenza), dosis 400mg dosis tunggal, diberikan tiga hari berturut –
turut.
4. Ivermectin (Stromectol)
AGEN PEMBEKU TOPIKAL
1. Cryotherapy dengan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai
1 menit, selama 2 hari berturut – turut.
2. Nitrogen liquid
3. Kloretil spray, yang disemprotkan sepanjang lesi. Agak sulit karena tidak diketahui
secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan
disekitarnya.
4. Direkomendasikan pula penggunaan Benadryl atau krim anti gatal (Calamine lotion
atau Cortisone) untuk mengurangi gatal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Cutaneous larva migrans (CLM) adalah penyakit kulit pada manusia disebabkan
oleh berbagai larva nematoda parasit, yang paling umum adalah Ancylostoma braziliense
dan Ancylostoma caninum. CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda,
yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada
terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik
daripada terapi topical.
DAFTAR PUSTAKA
Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 5. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Hal 125–126
Anonymous. Cutaneous Larva Migrans: The Creeping Eruption. Diunduh dari
www.emedicine.com, November 2009.
Anonymous. Clinical Presentation in Humans. Diunduh dari
www.stanford.edu/group/parasites/parasites2002/cutaneous_larva_migrans/clinical
%20presentation.html, 29 Desember 2009.
Dugdale, DC. Creeping Eruption. Diunduh dari
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.htm . Update terakhir 12 Maret
2008
Emmy dkk. 2005. Creeping Eruption, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia, Sebuah
Panduan Bergambar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : PT
Medical Multimedia Indonesia. Hal 71
Jusych, LA. Douglas MC.Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment and Medication.
Diunduh dariwww.emedicine.com. Maret 2011. Update terakhir 20 November
2009.
Siregar, R.S. 2004. Creeping Eruption, Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Hal 172.