Post on 11-Jul-2016
BAB IPENDAHULUAN
1
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Definisi Rekam MedisMenurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 yang dimaksud rekam medis
adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi
mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka palayanan
kesehatan. Bentuk Rekam Medis dalam berupa manual yaitu tertulis lengkap dan jelas dan
dalam bentuk elektronik sesuai ketentuan.
Rekam medis terdiri dari catatan-catatan data pasien yang dilakukan dalam
pelayanan kesehatan. Catatan-catatan tersebut sangat penting untuk pelayanan bagi
pasien karena dengan data yang lengkap dapat memberikan informasi dalam
menentukan keputusan baik pengobatan, penanganan, tindakan medis dan lainnya.
Dokter atau dokter gigi diwajibkan membuat rekam medis sesuai aturan yang berlaku.
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008 data-data yang harus
dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit rawat
jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap pelayanan baik di rawat jalan, rawat
inap dan gawat darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut:
1. Pasien Rawat JalanData pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya
antara lain:
a. Identitas pasien
b.Tanggal dan waktu.
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
d. Hasil Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
2
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
i. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik dan
j. Persetujuan tindakan bila perlu.
2. Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya
antara lain:
a.Identitas Pasien
b.Tanggal dan waktu.
c. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
d. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila perlu
i. Catatan obsservasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang (discharge summary)
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan ksehatan.
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
m. Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik
3. Ruang Gawat DaruratData pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-
kurangnya antara lain:
a. Identitas Pasien
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
3
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu.
e. Hasil Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
f. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan/atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut.
j. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan.
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
pelayanan kesehatan lain dan
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu.
Contoh Data-data Identitas Pasien antara lain:
– Nama :
– Jenis Kelamin :
– Tempat Tanggal lahir :
– Umur :
– Alamat :
– Pekerjaan :
– Pendidikan :
– Golongan Darah :
– Status pernikahan :
– Nama orang tua :
– Pekerjaan Orang tua :
– Nama suami/istri :
2.2 Tujuan dan Kegunaan Rekam MedisDi dalam uraian ini terdapat dua pengertian yang sangat erat kaitannya yaitu :
a. Tujuan Rekam Medis
4
Tujuan rekam medik adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu
sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, tidak mungkin tertib
administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan
tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
b. Kegunaan Rekam Medis
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain:
1. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena Isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga
medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut
masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha
untuk menegakkan hukum serta penyediaan bahan bukti untuk menegakkan keadilan.
4. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data /
informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.
5. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut
data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut
data / informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang
diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan atau
referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai.
5
7. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya
menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan
pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Dengan melihat beberapa aspek tersebut diatas, rekam medis mempunyai
kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara pasien dengan
Dokter saja, tapi terdapat beberapa manfaat yaitu:
Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut
ambil bagian didalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada
pasien.
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan / perawatan yang harus
diberikan kepada seorang pasien.
Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit
dan pengobatan selama pasien berkunjung / dirawat di rumah sakit.
Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun Dokter dan
tenaga kesehatan dan lainnya.
Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
dan pendidikan.
Sebagai dasar ingatan penghitungan biaya pembayaran pelayanan medik
pasien.
Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan
2.3 Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medisa. Tata Cara Penyelenggaraan Rekam Medis
Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan bahwa dokter dan dokter
gigi wajib membuat rekam medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah
memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien, dokter dan dokter gigi
segera melengkapi rekam medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan
praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
6
Setiap catatan dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan. Apabila dalam pencatatan
rekam medis menggunakan teknlogi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda
tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas pribadi/personal
identification number (PIN).
Dalam hal terjadi kesalahan saat melakukan pencatatan pada rekam medis,
catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.
Perubahan catatan atas kesalahan dalam rekam medis hanya dapat dilakukan dengan
pencoretan dan kemudian dibubuhi parafpetugas yang bersangkutan. Lebih lanjut
penjelasan tentang tata cara ini dapat dibaca pada Peraturan Menteri Kesehatan
tentang Rekam Medis dan pedoman pelaksanaannya.
b. Kepemilikan Rekam Medis
Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas rekam medis menjadi milik dokter, dokter
gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis dan lampiran
dokumen menjadi milik pasien.
c. Penyimpanan Rekam Medis
Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter gigi dan
pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut Peraturan
Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling sedikit 25
tahun.
Prosedur penyimpanan rekam medis adalah salah satu bagian pekerjaan yang
dilakukan sehubungan dengan akan disimpan suatu warkat. Ada dua macam
penyimpanan yaitu penyimpanan warkat yang belum selesai atau masih proses (File
Pending) dan penyimpanan warkat yang sudah dip roses (File Tetap).
1. Penyimpanan Sementara
File pending adalah file yang digunakan untuk penyimpanan sementara sebelum suatu
warkat selesai diproses. Sesudah selesai diproses berubah warkat yang dipending itu
7
disimpan pada file penyimpanan, file pending biasanya ditempatkan pada salah satu
laci dari almari arsip yang dipergunakan.
2. Penyimpanan Tetap
File tetap adalah file yang digunakan untuk memperhatikan prosedur atau langkah-
langkah penyimpanan warkat, untuk pekerjaan filling yang dilakukan oleh satu orang
seperti misalnya pada pekerjaan sekertaris, prosedur penyimpanan tidaklah begitu
penting kelihatannya.
Kalau dirinci secara seksama, maka langkah-langkah atau prosedur penyimpanan
adalah sebagaimana disajikan berikut in:
1. Pemeriksaan
2. Mengindeks
3. Memberi tanda
4. Menyortir dahulu
5. Menyimpan
e. Pembinaan, Pengendalian, dan Pengawasan
Untuk Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan tahap Rekam Medis dilakukan
oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintah daerah, organisasi
profesi.
2.4 Alur Rekam Medis Alur rekam medis pasien rawat jalan dari mulai pendaftaran hingga
penyimpanan rekam medis secara garis besar (Menurut Depkes) adalah sebagai
berikut:
8
1. Pasien membeli karcis di loket pendaftaran.
2. Pasien dengan membawa karcis mendaftar ke tempat penerimaan pasien Rawat
Jalan.
3. Petugas tempat penerimaan, pasien Rawat Jalan mencatat pada buku register
nama pasien, nomor Rekam Medis, identitas, dan data sosial pasien dan
mencatat keluhan pada kartu poliklinik.
4. Petugas tempat penerimaan pasien membuat kartu berobat untuk diberikan
kepada pasien, yang harus dibawa apa pasien berobat ulang.
5. Pasien ulangan yang sudah memiliki kartu berobat disamping harus
memperlihatkan karcis juga harus menunjukan kartu berobat kepada petugas
akan mengambil berkas Rekam Medis pasien ulangan tersebut.
6. Kartu poliklinik dikirim ke poliklinik yang dituju sesuai dengan keluhan pasien,
sedangkan pasien datang sendiri ke poliklinik.
7. Petugas poliklinik mencatat pada buku Register Pasien Rawat Jalan nama,
nomor rekam medis, jenis kunjungan, tinakan atau pelayanan yang diberikan dan
sebagainya.
8. Petugas di Poliklinik (perawat) membuat laporan atau rekapitulasi harian pasien
Rawat jalan.
9. Petugas rekam medis memeriksa kelengkapan pengisian Rekam Medis dan
untuk yang belum lengkap segera diupayakan kelengkapannya.
10.Petugas rekam medis membuat rekapitulasi setiap akhir bulan, untuk membuat
laporan dan statistik rumah sakit.
11. Berkas Rekam Medis pasien disimpan menurut nomor Rekam Medisnya.
2.5 Aspek Hukum, Disiplin, Etik dan Kerahasiaan Rekam Medis a. Uu Ri No 29 Th 2004 Tentang Praktek Kedokteran
Pasal 46 “Dokter Wajib Membuat Rm Yang Harus Dibubuhi Nama, Waktu &
Tanda Tangan”
Pasal 47 (1) “ Rm Milik Dokter Atau Sarana Pelayanan Kesehatan, Isi Milik
Pasien”(2) “ Rm Harus Dijaga Kerahasiaannya”
9
Pasal 48 (2) “ Rahasia Kedokteran Dapat Dibuka Untuk Kepentingan Kesehatan
Pasien, Perundang-Undangan, Kepentingan Pasien Sendiri
2. Uu Ri No 36 Th 2009 Tentang Kesehatan Pasal 57 (1) “ Setiap Orang Berhak Atas Rahasia Kondisi Pribadinya Yang Telah
Dikemukakan Kepada Penyelenggara Pelkes “(2) “ Ketentuan Mengenai Hak
Atas Kondisi Rahasia Pribadi Tdk Berlaku Dlm Hal Perintah Uu, Perintah
Peradilan, Izin Yg Bersangkutan, Kepentingan Masyarakat, Kepentingan Orang
Tsb.
3. Uu Ri No 44 Th 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 32 (1, Butir I)“ Memperoleh Informasi Ttg Hak & Kewajiban Pasien”
Pasal 38 (1)“ Setiap Rumah Sakit Harus Menyimpan Rahasia Kedokteran”, (2) “
Rahasia Kedokteran Tsb Hanya Dapat Dibuka Kepentingan Pasien, Permintaan
Aparat Penegak Hukum “
Pasal 44 (1)“ Rumah Sakit Dpt Menolak Mengungkapkan Segala Informasi
Kepada Publik (2) “Pasien/Keluarga Yg Menuntut Rs & Menginformasikan Kpd
Media Masa Dianggap Telah Melepaskan Rahasiannya Kpd Umum
“(3)“Penginformasian Kpd Media Masa Tersebut Memberikan Kewenangan
Terhadap Rs Untuk Mengungkapkan Rahasia Kedokteran Sebagaimana Hak
Jawab Rs
4. Kuh Pidana Pasal 48, Pasal 50, Pasal 515. Permenkes 269/Menkes/Per/Iii/2008
Pasal 10 Ayat 1” Informasi Tentang Identitas Diagnosis, Riwayat Penyakit,
Pemeriksaan, Pengobatan Pasien Harus Dijaga Kerahasiaanya Oleh Dr/Drg &
Tenaga Kesehatan Ttt, Petugas Pengelola & Pimpinan Saranapelayanan
Kesehatan.
Ayat (2) “ Informasi Tsb Dapat Dibuka Dalam Hal : a. Kepentingan Kesehatan Pasien
b. Mengetahui Permintaan Aparat Penegak Hukum Atas Perintah Pengadilan
c. Permintaan & Persetujuan Pasien Sendiri.
d. Permintaan Institusi/Lembaga Berdasarkan Ketentuan Perundang-Undangan
10
e. Untuk Kepentingan Penelitian, Pendidikan & Audit Medis Sepanjang Tidak
Menyebutkan Identitas Pasien
Ayat (3) “Permintaan Tsb Harus Dilakukan Secara Tertulis Kpd Pimpinan Sarana
Pelayanan Kesehatan “
Pasal 12 Ayat (1) “Berkas Rekam Medis Milik Sarana Pelayanan Kesehatan
”Ayat (2) “ Isi Rekam Medis Merupakan Milik Pasien
“Ayat (3) “ Isi Rekam Medis Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat 2 Dlm Bentuk
Ringkasan Rekam Medis
”Ayat (4) “ Ringkasan Medis Tersebut Dpt Diberikan, Dicatat/Dikopi Oleh
Pasien/Orang Yg Diberi Kuasa “
2.6 Sanksi Hukum :1. Sanksi Pidana
Uu Ri No 29 Th 2004 Tentang Praktek Kedokteran,
Pasal 79 Butir (B)
“Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi
yang dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud
pada Pasal 41 ayat (1);
Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagai mana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1); atau
Pasal 46 ayat (1) “Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran wajib membuat rekam medis.Rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien selesai meneriman
pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai mana dimaksud dalam
Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.
Pasal 51 “Dokter atau dookter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai kewajiban:
11
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
b. Merujuk pasien kedokter atau kedokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kamampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
d. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
Pasal 112 Kuh Pidana
“Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk
kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau
memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun”
Pasal 322 Kuh Pidana
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya
karena jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 216 (1)
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi
12
kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang
siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah
seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
bulan dua minggu atau pidana denda puling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejahat tersebut di atas, setiap orang yang menurut
ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi
tugas menjalankan jabatan umum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka
pidananya dapat ditambah sepertiga.
2. Sanksi Perdata
Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”
Sedangkan ketentuan pasal 1366 KUH Perdata menyatakan:
“setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau
kurang hati-hatinya”.
Ketentuan pasal 1365 tersebut di atas mengatur pertanggung-jawaban yang
diakibatkan oleh adanya perbuatan melawan hukum baik karena berbuat (positip=culpa
in commitendo) atau karena tidak berbuat (pasif=culpa in ommitendo). Sedangkan
pasal 1366 KUH Perdata lebih mengarah pada tuntutan pertanggung-jawaban yang
diakibatkan oleh kesalahan karena kelalaian (onrechtmatigenalaten).
13
Lebih lanjut, Pasal 1367 KUH Perdata, menyebutkan:
“ Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang
berada di bawah pengawasannya … dst”.
Berdasarkan kutipan pasal tersebut di atas, secara umum memberikan
gambaran mengenai batasan ruang lingkup akibat dari suatu perbuatan melawan
hukum. Akibat perbuatan melawan hukum secara yuridis mempunyai konsekwensi
terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai hubungan hukum dalam bentuk
pekerjaan yang menyebabkan timbulnya perbuatan melawan hukum. Jadi, akibat yang
timbul dari suatu perbuatan melawan hukum akan diwujudkan dalam bentuk ganti
kerugian terehadap korban yang mengalami.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum,
sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan
immateriil. Lajimnya, dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang , atau
disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-
barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai akibat adanya
perbuatan melawan hukum pelaku.
Jika mencermati perumusan ketentuan pasla 1365 KUHPerdata, secara limitatif
menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu
perbuatan melawan hukum bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagai kasus yang
mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara ex-officio menetapkan penggantian
kerugian meskipun pihak korban tidak menuntut kerugian yang dimaksudkan.
Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu perbuatan melawan
hukum diklasifikasikan ke dalam dua bagian, yaitu : kerugian yang bersifat actual
(actual loss) dan kerugian yang akan datang. Dikatakan kerugian yang bersifat actual
adalah kerugian yang mudah dilihat secara nyata atau fisik, baik yang bersifat materiil
dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada hal-hal kongkrit yang timbul sebagai akibat
14
adanya perbuatan melawan hukum dari pelaku. Sedangkan kerugian yang bersifat
dimasa mendatang adalah kerugian-kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul
dimasa mendatang akibat adanya perbuatan melawan hukum dari pihak pelaku.
Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melalui pengumuman di
media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian dimasa mendatang ini
haruslah didasarkan pula pada kerugian yang sejatinya dapat dibayangkan dimasa
mendatang dan akan terjadi secara nyata.
3. Sanksi Administratif Uu Ri No 44 Th 2009 Tentang Rumah Sakit Pasal 29 (1) Butir (A), (K), (L), Pasal
29 (2)Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat;b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif denganmengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit;c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya;d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuanpelayanannya;e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidakmampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korbanbencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakitsebagai acuan dalam melayani pasien;h. menyelenggarakan rekam medis;i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruangtunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia;j. melaksanakan sistem rujukan;k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturanperundang-undangan;l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien;m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;n. melaksanakan etika Rumah Sakit;o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional;q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedokteran gigi dan tenagakesehatan lainnya;r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by laws);s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalammelaksanakan tugas; dant. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa rokok.
(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi admisnistratifberupa:a. teguran;b. teguran tertulis; atauc. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
15
Permenkes 269 Th 2008 Tentang Rekam Medis Pasal 17 (1) (2)
Pasal 17(1)Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan administratif sesuai dengan kewenangannya masing-masing.(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
Rekam medis dapat melindungi minat hukum (legal interest) pasien, rumah sakit,
dan dokter serta staff rumah sakit bila ketiga belah pihak melengkapi kewajibannya
masing-masing terhadap berkas rekam medis.
Dasar hukum rekam medis di Indonesia :
1. Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
2. Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
3. Keputusan Menteri Kesehatan No.034/Birhub/1972 tentang Perencanaan dan
Pemeliharaan Rumkit dimana rumah sakit di wajibkan:
Mempunyai dan merawat statistic yang up to date
Membina rekam medis berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan
4. Peraturan Menteri Kesehatan No.749a/Menkes/Per/xii/89 tentang rekam medis
a. Rekam Medis Sebagai Alat Bukti
Rekam medis dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti tertulis di
pengadilan.
b. Kerahasiaan Rekam Medis
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan kerahasiaan yang menyangkut riwayat penyakit pasien yang tertuang
dalam rekam medis. Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk
kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak hukum (hakim
16
majelis), permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia kedokteran
(isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh hakim majelis di hadapan
sidang majelis. Dokter dan dokter gigi bertanggung jawab atas kerahasiaan rekam
medis sedangkan kepala sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab
menyimpan rekam medis.
c. Sanksi Hukum
Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa setiap
dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dapat
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Selain tanggung jawab pidana, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat
rekam medis juga dapat dikenakan sanksi secara perdata, karena dokter dan
dokter gigi tidak melakukan yang seharusnya dilakukan (ingkar janji/wanprestasi)
dalam hubungan dokter dengan pasien.
d. Sanksi Disiplin dan Etik
Dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis selain mendapat
sanksi hukum juga dapat dikenakan sanksi disiplin dan etik sesuai dengan UU
Praktik Kedokteran, Peraturan KKI, Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan
Kode Etik Kedokteran Gigi Indonesia (KODEKGI).
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin MKDKI dan
MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :
Pemberian peringatan tertulis.
Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
17
Selain sanksi disiplin, dokter dan dokter gigi yang tidak membuat rekam medis
dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG).
5. Kaitan Rekam Medis dengan Manajemen Informasi KesehatanRekam medis sangat terkait dengan manajemen informasi kesehatan karena data-data
di rekam medis dapat dipergunakan sebagai :
Alat komunikasi (informasi) dan dasar pengobatan bagi dokter, dokter gigi dalam
memberikan pelayanan medis.
Masukan untuk menyusun laporan epidemiologi penyakit dan demografi (data
sosial pasien) serta sistem informasi manajemen rumah sakit
Masukan untuk menghitung biaya pelayanan
Bahan untuk statistik kesehatan
Sebagai bahan/pendidikan dan penelitian data
2.7 Contoh Kasus Hukum Rekam Medisa. Kasus Prita VS RS OMNI International
Jakarta – Jangan sampai kejadian saya ini akan menimpa ke nyawa manusia
lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila anda berobat berhati-hatilah
dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title international karena semakin mewah RS
dan semakin pintar dokter maka semakin sering uji coba pasien, penjualan obat, dan
suntikan.
Saya tidak mengatakan semua RS international seperti ini tapi saya mengalami
kejadian ini di RS Omni International. Tepatnya tanggal 7 Agustus 2008 jam 20.30 WIB.
Saya dengan kondisi panas tinggi dan pusing kepala datang ke RS OMNI Internasional
dengan percaya bahwa RS tersebut berstandard International, yang tentunya pasti
mempunyai ahli kedokteran dan manajemen yang bagus.
Saya diminta ke UGD dan mulai diperiksa suhu badan saya dan hasilnya 39
derajat. Setelah itu dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya adalah thrombosit saya
18
27.000 dengan kondisi normalnya adalah 200.000. Saya diinformasikan dan ditangani
oleh dr Indah (umum) dan dinyatakan saya wajib rawat inap. dr I melakukan
pemeriksaan lab ulang dengan sample darah saya yang sama dan hasilnya dinyatakan
masih sama yaitu thrombosit 27.000.
dr I menanyakan dokter specialist mana yang akan saya gunakan. Tapi, saya
meminta referensi darinya karena saya sama sekali buta dengan RS ini. Lalu referensi
dr I adalah dr H. dr H memeriksa kondisi saya dan saya menanyakan saya sakit apa
dan dijelaskan bahwa ini sudah positif demam berdarah.
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin
pasien atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit
saya dan menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi
181.000 (hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan
instruksi ke suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak
tahu dan tanpa izin pasien atau keluarga pasien.
Saya tanya kembali jadi saya sakit apa sebenarnya dan tetap masih sama
dengan jawaban semalam bahwa saya kena demam berdarah. Saya sangat khawatir
karena di rumah saya memiliki 2 anak yang masih batita. Jadi saya lebih memilih
berpikir positif tentang RS dan dokter ini supaya saya cepat sembuh dan saya percaya
saya ditangani oleh dokter profesional standard Internatonal.
Mulai Jumat terebut saya diberikan berbagai macam suntikan yang setiap suntik
tidak ada keterangan apa pun dari suster perawat, dan setiap saya meminta keterangan
tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Lebih terkesan suster hanya
menjalankan perintah dokter dan pasien harus menerimanya. Satu boks lemari pasien
penuh dengan infus dan suntikan disertai banyak ampul.
Tangan kiri saya mulai membengkak. Saya minta dihentikan infus dan suntikan
dan minta ketemu dengan dr H. Namun, dokter tidak datang sampai saya dipindahkan
ke ruangan. Lama kelamaan suhu badan saya makin naik kembali ke 39 derajat dan
datang dokter pengganti yang saya juga tidak tahu dokter apa. Setelah dicek dokter
tersebut hanya mengatakan akan menunggu dr H saja.
19
Esoknya dr H datang sore hari dengan hanya menjelaskan ke suster untuk
memberikan obat berupa suntikan lagi. Saya tanyakan ke dokter tersebut saya sakit
apa sebenarnya dan dijelaskan saya kena virus udara. Saya tanyakan berarti bukan
kena demam berdarah. Tapi, dr H tetap menjelaskan bahwa demam berdarah tetap
virus udara. Saya dipasangkan kembali infus sebelah kanan dan kembali diberikan
suntikan yang sakit sekali.
Malamnya saya diberikan suntikan 2 ampul sekaligus dan saya terserang sesak
napas selama 15 menit dan diberikan oxygen. Dokter jaga datang namun hanya
berkata menunggu dr H saja.
Jadi malam itu saya masih dalam kondisi infus. Padahal tangan kanan saya pun
mengalami pembengkakan seperti tangan kiri saya. Saya minta dengan paksa untuk
diberhentikan infusnya dan menolak dilakukan suntikan dan obat-obatan.
Esoknya saya dan keluarga menuntut dr H untuk ketemu dengan kami. Namun,
janji selalu diulur-ulur dan baru datang malam hari. Suami dan kakak-kakak saya
menuntut penjelasan dr H mengenai sakit saya, suntikan, hasil lab awal yang 27.000
menjadi revisi 181.000 dan serangan sesak napas yang dalam riwayat hidup saya
belum pernah terjadi. Kondisi saya makin parah dengan membengkaknya leher kiri dan
mata kiri.
dr H tidak memberikan penjelasan dengan memuaskan. Dokter tersebut malah
mulai memberikan instruksi ke suster untuk diberikan obat-obatan kembali dan
menyuruh tidak digunakan infus kembali. Kami berdebat mengenai kondisi saya dan
meminta dr H bertanggung jawab mengenai ini dari hasil lab yang pertama yang
seharusnya saya bisa rawat jalan saja. dr H menyalahkan bagian lab dan tidak bisa
memberikan keterangan yang memuaskan.
Keesokannya kondisi saya makin parah dengan leher kanan saya juga mulai
membengkak dan panas kembali menjadi 39 derajat. Namun, saya tetap tidak mau
dirawat di RS ini lagi dan mau pindah ke RS lain. Tapi, saya membutuhkan data medis
yang lengkap dan lagi-lagi saya dipermainkan dengan diberikan data medis yang fiktif.
20
Dalam catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya
lancar padahal itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya
sama sekali. Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000
bukan 27.000.
Saya ngotot untuk diberikan data medis hasil lab 27.000 namun sangat
dikagetkan bahwa hasil lab 27.000 tersebut tidak dicetak dan yang tercetak adalah
181.000. Kepala lab saat itu adalah dr M dan setelah saya komplain dan marah-marah
dokter tersebut mengatakan bahwa catatan hasil lab 27.000 tersebut ada di Manajemen
Omni. Maka saya desak untuk bertemu langsung dengan Manajemen yang memegang
hasil lab tersebut.
Saya mengajukan komplain tertulis ke Manajemen Omni dan diterima oleh
Og(Customer Service Coordinator) dan saya minta tanda terima. Dalam tanda terima
tersebut hanya ditulis saran bukan komplain. Saya benar-benar dipermainkan oleh
Manajemen Omni dengan staff Og yang tidak ada service-nya sama sekali ke customer
melainkan seperti mencemooh tindakan saya meminta tanda terima pengajuan
komplain tertulis.
Dalam kondisi sakit saya dan suami saya ketemu dengan Manajemen. Atas
nama Og (Customer Service Coordinator) dan dr G (Customer Service Manager) dan
diminta memberikan keterangan kembali mengenai kejadian yang terjadi dengan saya.
Saya benar-benar habis kesabaran dan saya hanya meminta surat pernyataan
dari lab RS ini mengenai hasil lab awal saya adalah 27.000 bukan 181.000. Makanya
saya diwajibkan masuk ke RS ini padahal dengan kondisi thrombosit 181.000 saya
masih bisa rawat jalan.
Tanggapan dr G yang katanya adalah penanggung jawab masalah komplain
saya ini tidak profesional sama sekali. Tidak menanggapi komplain dengan baik. Dia
mengelak bahwa lab telah memberikan hasil lab 27.000 sesuai dr M informasikan ke
saya. Saya minta duduk bareng antara lab, Manajemen, dan dr H. Namun, tidak bisa
dilakukan dengan alasan akan dirundingkan ke atas (Manajemen) dan berjanji akan
memberikan surat tersebut jam 4 sore.
21
Setelah itu saya ke RS lain dan masuk ke perawatan dalam kondisi saya
dimasukkan dalam ruangan isolasi karena virus saya ini menular. Menurut analisa ini
adalah sakitnya anak-anak yaitu sakit gondongan namun sudah parah karena sudah
membengkak. Kalau kena orang dewasa laki-laki bisa terjadi impoten dan perempuan
ke pankreas dan kista.
Saya lemas mendengarnya dan benar-benar marah dengan RS Omni yang telah
membohongi saya dengan analisa sakit demam berdarah dan sudah diberikan suntikan
macam-macam dengan dosis tinggi sehingga mengalami sesak napas. Saya tanyakan
mengenai suntikan tersebut ke RS yang baru ini dan memang saya tidak kuat dengan
suntikan dosis tinggi sehingga terjadi sesak napas.
Suami saya datang kembali ke RS Omni menagih surat hasil lab 27.000 tersebut
namun malah dihadapkan ke perundingan yang tidak jelas dan meminta diberikan
waktu besok pagi datang langsung ke rumah saya. Keesokan paginya saya tunggu
kabar orang rumah sampai jam 12 siang belum ada orang yang datang dari Omni
memberikan surat tersebut.
Saya telepon dr G sebagai penanggung jawab kompain dan diberikan
keterangan bahwa kurirnya baru mau jalan ke rumah saya. Namun, sampai jam 4 sore
saya tunggu dan ternyata belum ada juga yang datang ke rumah saya. Kembali saya
telepon dr G dan dia mengatakan bahwa sudah dikirim dan ada tanda terima atas nama
Rukiah.
Ini benar-benar kebohongan RS yang keterlaluan sekali. Di rumah saya tidak
ada nama Rukiah. Saya minta disebutkan alamat jelas saya dan mencari datanya sulit
sekali dan membutuhkan waktu yang lama. LOgkanya dalam tanda terima tentunya ada
alamat jelas surat tertujunya ke mana kan? Makanya saya sebut Manajemen Omni
pembohon besar semua. Hati-hati dengan permainan mereka yang mempermainkan
nyawa orang.
Terutama dr G dan Og, tidak ada sopan santun dan etika mengenai pelayanan
customer, tidak sesuai dengan standard international yang RS ini cantum.
22
Saya bilang ke dr G, akan datang ke Omni untuk mengambil surat tersebut dan
ketika suami saya datang ke Omni hanya dititipkan ke resepsionis saja dan pas dibaca
isi suratnya sungguh membuat sakit hati kami.
Pihak manajemen hanya menyebutkan mohon maaf atas ketidaknyamanan kami
dan tidak disebutkan mengenai kesalahan lab awal yang menyebutkan 27.000 dan
dilakukan revisi 181.000 dan diberikan suntikan yang mengakibatkan kondisi kesehatan
makin memburuk dari sebelum masuk ke RS Omni.
Kenapa saya dan suami saya ngotot dengan surat tersebut? Karena saya ingin
tahu bahwa sebenarnya hasil lab 27.000 itu benar ada atau fiktif saja supaya RS Omni
mendapatkan pasien rawat inap.
Dan setelah beberapa kali kami ditipu dengan janji maka sebenarnya adalah
hasil lab saya 27.000 adalah fiktif dan yang sebenarnya saya tidak perlu rawat inap dan
tidak perlu ada suntikan dan sesak napas dan kesehatan saya tidak makin parah
karena bisa langsung tertangani dengan baik.
Saya dirugikan secara kesehatan. Mungkin dikarenakan biaya RS ini dengan
asuransi makanya RS ini seenaknya mengambil limit asuransi saya semaksimal
mungkin. Tapi, RS ini tidak memperdulikan efek dari keserakahan ini.
Sdr Og menyarankan saya bertemu dengan direktur operasional RS Omni (dr B).
Namun, saya dan suami saya sudah terlalu lelah mengikuti permainan kebohongan
mereka dengan kondisi saya masih sakit dan dirawat di RS lain.
Syukur Alhamdulilah saya mulai membaik namun ada kondisi mata saya yang
selaput atasnya robek dan terkena virus sehingga penglihatan saya tidak jelas dan
apabila terkena sinar saya tidak tahan dan ini membutuhkan waktu yang cukup untuk
menyembuhkan.
Setiap kehidupan manusia pasti ada jalan hidup dan nasibnya masing-masing.
Benar. Tapi, apabila nyawa manusia dipermainkan oleh sebuah RS yang dipercaya
untuk menyembuhkan malah mempermainkan sungguh mengecewakan.
23
Semoga Allah memberikan hati nurani ke Manajemen dan dokter RS Omni
supaya diingatkan kembali bahwa mereka juga punya keluarga, anak, orang tua yang
tentunya suatu saat juga sakit dan membutuhkan medis. Mudah-mudahan tidak terjadi
seperti yang saya alami di RS Omni ini.
Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembaca adalah
karyawan atau dokter atau Manajemen RS Omni. Tolong sampaikan ke dr G, dr H, dr
M, dan Og bahwa jangan sampai pekerjaan mulia kalian sia-sia hanya demi
perusahaan Anda. Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak
mengatakan RSCM buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini.
b. Analisa Kasus Prita VS RS OMNI
Melihat kasus tersebut, dapat ditemukan sebuah contoh malpraktik administrasi
berupa pelanggaran dalam rekam medis. Dalam PERMENKES No. 269 Tahun 2008
tentang Rekam Medis disebutkan pengertian Rekam medis adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.dan pada pasal 2
dinyatakan bahwa Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau
secara elektronik.
Pasal 14 Permenkes No 269 Tahun 2008 dinyatakan bahwa Pimpinan sarana
pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak, pemalsuan, dan/atau
penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap rekam medis.
Dalam kasus di atas telah terjadi pemalsuan data tentang kondisi pasien sesuai
dengan pengakuan dari pasien atau si penderita yang menyebutkan bahwa “Dalam
catatan medis diberikan keterangan bahwa bab (buang air besar) saya lancar padahal
itu kesulitan saya semenjak dirawat di RS ini tapi tidak ada follow up-nya sama sekali.
Lalu hasil lab yang diberikan adalah hasil thrombosit saya yang 181.000 bukan 27.000.”
hal ini dinilai telah melanggar hukum adminitrasi, karena data yang dilaporkan dalam
rekam medis pasien adalah fiktif dan tidak sesuai dengan kenyataannya, bersamaan
24
dengan itu juga tenaga kesehata dinilai telah lalai dari kewajibannya dalam
menyediakan rekam medis pasien.
Sebagai tindak lanjut dari kasus ini adalah dapat dilakukan sanksi administratif
berdasarkan Permenkes No 2569 Tahun 2008 tentang Rekam Medis Pasal 17
(1)Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mengambil tindakan
administratif sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(2)Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran
lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
Sanksi Administratif ini diberikan kepada tenaga kesehatan yang terlibat
menangani pasien tersebut.
Disamping itu menurut analisa kelompok bahwa atas kasus Prita tersebut dapat dioroses dengan sanksi hukum perdata berdasarkan pasal 1365, 1366, 1367 yang berisi:
Pasal 1365 KUH Perdata menyatakan :
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”
Sedangkan ketentuan pasal 1366 KUH Perdata menyatakan:
“setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau
kurang hati-hatinya”.
Pasal 1367 KUH Perdata, menyebutkan:
“ Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan
orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang
berada di bawah pengawasannya … dst”.
25
.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum,
sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan
immateriil. Lajimnya, dalam praktek penggantian kerugian dihitung dengan uang , atau
disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-
barang yang dianggap telah mengalami kerusakan/perampasan sebagai akibat adanya
perbuatan melawan hukum pelaku.
26
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulana. Peraturan yang mengatur Rekam Medis diatur dalam Peremenkes nomr 269
tahun 2008 tetang rekam medis dinyatan bahwa Rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak,
pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak
terhadap rekam medis.
b. Sanksi hukum yang berhubungan dengan Rekam Medis berupa sanksi hukum
pidana, perdata dan sanksi administrative.
3.2 Sarana. Diharapkan kepada dokter /dokter gigi selalu membuat rekam medis pasien
secara lengkap.
b. Diharapkan kepada dokter/ dokter gigi untuk selalu membuat rekam medis
dengan lengkap, jelas, dan tidak adanya pemalsuan data rekam medis.
27