Post on 27-Oct-2015
AKUNTANSI FORENSIK DAN FRAUD EXAMINATION,
APA DAN BAGAIMANA?
Oleh:Moh. Faisol, Ach. Renandi Ghazali, Putri Ayuningtyas, Lia
Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAk) Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
PENDAHULUAN
Munculnya istilah Forensik dalam dunia akuntansi menakjubkan banyak pihak, karena
memang keahlian ini sebelumnya banyak ditemukan pada dunia medis dan kedokteran yang
dijakan sebagai bahan (bukti) kesaksian saat terjadi sengketa di pengadilan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang diterbitkan Pusat Bahasa mendefinisikan forensik secara terbatas
yaitu 1) forensik merupakan cabang ilmu kedokteran yang berhubungan pemaparan fakta
medis pada masaalah hukum, 2) ilmu bedah yang bekaitan dengan penentuan identitas mayat
seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan peradilan1. Namun Merriam Webster’s
Collegiate Dictionary forensik dalam bidang akuntansi diartikan sebagai penerapan disiplin
akuntansi pada masalah hukum2.
Maka dengan definisi forensik sebagai penerapan akuntansi pada masalah hukum, hal
ini yang merupakan akibat dari perkembangan pesat dalam dunia ekonomi dan bisnis, ruang
lingkup perusahaan yang semakin tidak terbatas dan tidak terkendali yang diikuti tidak
tindakan-tindakan yang perugikan perusahaan yang sampai kasusnya dibawa dalam rana
hukum. Sehubungan dengan masalah tersebut, karna bukti yang dibawa ke pengadilan juga
bersifat keuangan yang merupakan product dari akuntan maka muncullah istilah akuntansi
forensik sebagai kesaksian ahli dibidang akuntansi.
AKUNTANSI FORENSIK?
Tuanakotta (2010)3 mendefinisikan akuntansi forensik dengan penerapan disiplin
akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian
hukum di dalam atau di luar pengadilan. Sedangkan menurut D. Larry Crumbey dalam
Tuanakotta (2010) mengemukakan bahwa secara sederhana akuntansi forensik dapat
1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.2 Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba 43 Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba 4
1
dikatakan sebagai akuntansi yang akurat untuk tujuan hukum, atau akuntansi yang tahan uji
dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau dalam proses peninjauan yudisial,
atau tinjauan administratif4. Definisi dari Crumbey menekankan bahwa ukuran dari akuntansi
forensik adalah ketentuan hukum dan perundang-undangan, berbeda dari akuntansi yang
sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting Principles). Akuntansi forensik
didefinisikan sebagai analisis akuntansi yang dapat mengungkap penipuan, yang mungkin
sangat cocok untuk presentasi di pengadilan. Analisis semacam itu akan menjadi dasar untuk
resolusi diskusi, perdebatan, dan perselisihan. Seorang akuntan forensik menggunakan
pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi dan kriminologi untuk
mengungkap fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut akan dibawa ke
pengadilan jika dibutuhkan.
Sehingga akuntansi forensik dapat diartikan sebagai penerapan disiplin ilmu
akuntansi dalam penyelesaian masalah hukum baik di dalam dan di luar pengadilan. Istilah
akuntansi forensik dalam definisi tersebut dapat digunakan dalam pengertian yang luas,
termasuk audit. Hal yang membedakan akuntansi dan audit adalah akuntansi berkaitan
dengan perhitungan sedangkan audit berkaitan dengan adanya penelusuran untuk
memastikan kepastian atau kewajaran dari apa yang dilaporkan. Jadi, akuntansi forensik
memayungi segala macam kegiatan akuntansi untuk kepentingan hukum.
Akuntansi forensik pada awalnya adalah perpaduan paling sederhana antara
akuntansi dan hukum (misalnya dalam pembagian harta gono-gini). Dalam kasus yang lebih
pelik, ada satu bidang tambahan yaitu audit sehingga model akuntansi forensiknya
direpresentasikan dalam tiga bidang. (Tuanakotta, 2010)
Diagram Akuntansi Forensik
Selain itu ada cara lain dalam melihat akuntansi forensik menurut Tuanakotta
(2010) yaitu dengan menggunakan Segitiga Akuntansi Forensik.
4 Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba 4
2
AKUNTANSI
HUKUMAUDITING
SEGITIGA AKUNTANSI FORENSIK5
Pada sektor publik maupun swasta akuntansi forensik berurusan dengan kerugian.
Pada sektor publik negara mengalami kerugian negara dan kerugian keuangan negara.
Sementara itu pada sektor swasta kerugian juga terjadi akibat adanya ingkar janji dalam
suatu perikatan. Titik pertama dalam segitiga adalah kerugian. Adapun perbuatan melawan
hukum menjadi titik kedua. Tanpa adanya perbuatan melawan hukum, tidak ada yang dapat
dituntut untuk mengganti kerugian. Titik ketiganya adalah hubungan kausalitas antara
kerugian dan perbuatan melawan hukum. Hubungan kausalitas antara kerugian dan
perbuatan melawan hukum merupakan ranahnya para ahli dan praktisi hukum dalam
menghitung besarnya kerugian dan mengumpulkan barang bukti. Jadi, Segitiga Akuntansi
Forensik juga merupakan model yang mengaitkan disiplin hukum, akuntansi dan auditing.
RUANG LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK
Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan
bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.
1. Praktik di Sektor Swasta
Bologna dan Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik dalam Tuanakotta
(2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud
auditing, forensik accounting investigative support, dan valuation analysis. Litigation
support merupakan istilah dalam akuntansi forensik bersifat dukungan untuk kegiatan
ligitasi. Akuntansi forensik dimulai sesudah ditemukan indikasi awal adanya fraud. Audit
investigasi merupakan bagian awal dari akuntasi forensik. Adapun valuation analysis
5 Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba 4
3
Perbuatan Melawan Hukum
Hubungan KausalitasKerugian
berhubungan dengan akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung
kerugian negara karena tindakan korupsi.
2. Praktik di Sektor Pemerintahan
Akuntansi forensik pada sektor publik di Indonesia lebih menonjol daripada
akuntansi forensik pada sektor swasta. Secara umum akuntansi forensik pada kedua
sektor tidak berbeda, hanya terdapat perbedaan pada tahap-tahap dari seluruh rangkaian
akuntansi forensik terbagi-bagi pada berbagai lembaga seperti lembaga pemeriksaan
keuangan negara, lembaga pengawasan internal pemerintahan, lembaga pengadilan, dan
berbagai lembaga LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berfungsi sebagai pressure
group.
Perbandingan akuntansi Forensik di Sektor Publik dan Swasta6
Dimensi Sektor publik Sektor SwastaLandasan Penugasan
Amanat Undang-Undang Penugasan Tertulis Secara Spesifik
Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan BiayaHukum Pidana Umum dan khusus,
hukum administrasi NegaraPerdata, Arbitrase, administratif aturan intern perusahaan
Ukuran Keberhasilan
Memnangkan perkara pidana dan memulihkan kerugian
Memulihkan kerugian
Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di luar lembaga yg bersangkutan
Bukti intern, dengan hasil bukti ekstern yang terbatas
Teknik Audit Investigatif
Sangat bervariasi karena kewenangan yang relatif besar
Relatif lebih sedikit dibandingkan di sektor publik. Kreativitas dalam pendekatan
Akuntansi Tekanan pada kerugian negara dan kerugian keungan negara
Penilaian Bisnis
PENGERTIAN FRAUD
Fraud atau yang sering dikenal dengan istilah kecurangan merupakan hal yang
sekarang banyak dibicarakan di Indonesia. Pengertian fraud itu sendiri merupakan penipuan
yang sengaja dilakukan, yang menimbulkan kerugian pihak lain dan memberikan keuntungan
6 Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba 4
4
bagi pelaku kecurangan dan atau kelompoknya (Sukanto, 2009)7. Sementara Albrecht (2003)
mendefinisikan fraud sebagai representasi tentang fakta material yang palsu dan sengaja atau
ceroboh sehingga diyakini dan ditindaklanjuti oleh korban dan kerusakan korban. Dalam
bahasa aslinya fraud meliputi berbagai tindakan melawan hukum.
Bologna (1993) dalam Amrizal (2004)8 mendefinisikan kecurangan “Fraud is criminal
deception intended to financially benefit the deceiver” yaitu kecurangan adalah penipuan
kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal
disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Ia
memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial dari tindakannya tersebut.
Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2)
penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion.
Adapun menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah:
Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-
orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pibadi ataupun
kelompok secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud
adalah mencangkup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang salah atau
pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat atau
tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu atau
menderita kerugian.
KLARIFIKASI FRAUD (FRAUD TREE)
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa
Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang
pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai
tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam
beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi
Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud
Classification System.
7 Sukanto, Eman. 2009. Perbandingan persepsi auditor internal, akuntan publik, dan auditor pemerintah terhadap penugasan fraud audit dan profil fraud auditor. Fokus Ekonomi: Vol. 4 No. 1 Juni 20098 Amrizal, CFE, 2004, Pencegahan dan Pendeteksian Kecurangan oleh Internal Auditor, Jakarta.
5
ACFE dalam Tuanakotta (2010)9 membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga)
jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu:
1) Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement)
Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang
merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau
kecurangan non finansial.
2) Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation)
Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta
perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
3) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah
dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya
masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para
pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk
didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of
interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities)
dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).
PENYEBAB TERJADINYA FRAUD
Pemicu perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan
kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan
ekonomi seseorang yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah,
maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong
seseorang untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu
sebagai berikut:
1) Greed (keserakahan)
2) Opportunity (kesempatan)
3) Need (kebutuhan)
9 Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif, Edisi 2. Jakarta: Salemba 4
6
4) Expossure (pengungkapan)
Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud
atau disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor
yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban.
a. Faktor Generic
Faktor generik yang meliputi opportunity (kesempatan) dan exposure
(pengungkapan) merupakan faktor yang berada pada pengendalian organisasi. Pada
umumnya kesempatan melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan, hanya saja
adanya kesempatan besar maupun kecil tergantung kedudukan pelaku menempati
kedudukan pada manajemen atau pegawai biasa.
b. Faktor Individu
Faktor individu yang meliputi greed (keserakahan) dan need (kebutuhan)
merupakan faktor yang ada pada diri masing-masing individu, dengan arti berada
diluar pengendalian organisasi. Faktor ini terdiri atas dua unsur yaitu:
(1) Greed factor, yaitu moral yang meliputi karakter, kejujuran dan integritas yang
berhubungan dengan keserakahan.
(2) Need factor, yaitu motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan seperti terlilit
hutang atau bergaya hidup mewah.
FRAUD EXAMINITION
Cara pencegahan fraud dapat dilakukan dengan cara (Amrizal, 2004) yaitu sebagai
berikut:
a. Membangun struktur pengendalian yang baik
Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of
Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992
memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model
pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup manajemen risiko, yaitu
pengendalian intern terdiri atas 5 (lima) komponen yang saling terkait yaitu:
1) Lingkungan pengendalian (control environment)
2) Penaksiran risiko (risk assessment) Standar Pengendalian (control activities)
3) Informasi dan komunikasi (information and communication)
4) Pemantauan (monitoring)
b. Mengefektifkan aktivitas pengendalian 7
(a) Review kinerja
(b) Pengolahan informasi
(c) Pengendalian fisik
(d) Pemisahan tugas
3) Meningkatkan kultur organisasi
Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan
prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Saifuddien Hasan (2000) dalam
Amrizal (2004) mengemukakan GCG meliputi:
(a) Keadilan (Fairness)
(b) Transparansi
(c) Akuntabilitas (Accountability)
(d) Tanggung jawab (Responsibility)
(e) Moralitas
(f) Kehandalan (Reliability)
(g) Komitmen
4) Mengefektifkan fungsi internal audit
SKANDAL KORPORASI DAN AKUNTAN
Skandal akuntansi (accounting scandals) atau skandal akuntansi perusahaan (corporate
accounting scandals) adalah skandal politik dan bisnis yang muncul dengan pengungkapan
kelakuan buruk para eksekutif perusahaan publik. Kejahatan tersebut biasanya melibatkan
metode yang kompleks untuk menyalahgunakan dana atau menyesatkan, melebih-lebihkan
pendapatan, mengecilkan biaya, melebih-lebihkan nilai aset perusahaan atau mengurangi
pelaporan terhadap besarnya kewajiban, terkadang mereka juga melakukan kerjasama
dengan pejabat di perusahaan lain atau afiliasinya. Jika mengacu pada pengertian skandal
akuntansi tersebut di atas maka kejahatan akuntansi cenderung lebih dekat dengan istilah
fraudulent statement (fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan).
Fraudulent statement atau financial statement fraud itu sendiri didefinisikan berbeda-
beda. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan financial statement
fraud sebagai “Salah saji atau pengabaian atas fakta-fakta yang material yang disengaja, atau
data akuntansi yang menyesatkan, dan ketika mempertimbangkan dengan semua informasi
yang tersedia, akan menyebabkan pembaca laporan mengganti atau mengubah penilaian atau
keputusannya.” Sedangkan The Treadway Commission mendefiniskan sebagai “melakukan 8
tindakan secara sengaja atau ceroboh, apakah (oleh) perbuatan atau kelalaian, yang
menghasilkan materi laporan keuangan yang menyesatkan”.
BENTUK KEJAHATAN AKUNTANSI
Hakekatnya kejahatan akuntansi bermuara pada pelaporan keuangan yang
menyesatkan bagi penggunanya, termasuk aktivitas yang tidak benar atau ilegal pada proses
pengidentifikasian dan pengukuran transaksi-transaksi keuangan. Adapun beberapa bentuk
kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
1. Manajemen Laba yang Tidak Sah (illegal earnings management)
Manajemen Laba adalah suatu intervensi atas tujuan dalam proses
pelaporan keuangan eksternal yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi
(Schipper, 1989). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan penilaian dalam
pelaporan keuangan dan dalam penataan transaksi untuk mengubah laporan keuangan
untuk menyesatkan stakeholder tentang kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk
mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan
(Healy dan Wahlen, 1999). Manajemen laba dapat dikategorikan sebagai kejahatan
akuntansi jika laporan keuangan yang disajikan ditujukan untuk menyesatkan pengguna
laporan keuangan dan mengabaikan atau melanggar PABU (Prinsip-prinsip Akuntansi
yang Berlaku Umum).
2. Pendapat (opini) Auditor Eksternal yang Tidak Benar
Auditor eksternal diberi wewenang untuk melakukan audit keuangan pada
perusahaan publik. Auditor dianggap melakukan kejahatan jika dalam menjalankan
profesinya mengabaikan atau melanggar Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP).
Salah satu contohnya adalah memberikan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
atas laporan keuangan suatu perusahaan padahal auditor tersebut mengetahui dan
menemukan adanya pelanggaran dan kesalahan yang material pada laporan keuangan
yang diaudit tersebut. Hal ini terjadi jika terdapat persekongkolan jahat atau kolusi antara
auditor dengan manajemen perusahaan.
3. Kejahatan Perbankan
Kejahatan akuntansi di perbankan diantaranya dilakukan dengan mengambil dana
nasabah tanpa sepengetahuan nasabah, memanipulasi data nasabah, memalsukan
9
rekening nasabah dan pemalsuan tanda-tangan nasabah yang dilakukan oleh pelaku
kejahatan. Kejahatan ini termasuk dalam kategori penggelapan.
4. Kejahatan Akuntansi di Pasar Modal
Kejahatan akuntansi di pasar modal mencakup pelanggaran penyajian informasi
yang tidak benar atau menyesatkan (missleading information). Hal ini terjadi jika emiten
tidak menjalankan kewajiban pelaporan dan keterbukaan informasi dan isi laporan
tersebut mengandung informasi yang tidak benar atau dapat menyesatkan bagi investor
dalam mengambil keputusan ketika hendak menjual atau membeli saham emiten tersebut.
Kejahatan akuntansi di pasar modal lainnya adalah manipulasi pasar. Manipulasi pasar ini
merupakan modus kejahatan yang menggunakan teknik dan mekanisme pasar sebagai
alat untuk menciptakan pembentukan harga.
5. Transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa (Related-Party
Transactions).
Bentuk pelanggaran ini mencakup transaksi yang material atau dalam jumlah yang
tidak biasa dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, yang meliputi (1) penjualan
fiktif pada pihak yang memiliki hubungan istimewa (2) pinjaman kepada atau dari pihak
yang memiliki hubungan istimewa dimana tingkat bunganya lebih rendah dibandingkan
pasar (3) transaksi lainnya dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan harga
yang lebih rendah dibandingkan dengan transaksi normal, dan (4) pengungkapan yang
tidak memadai atas transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa.
PENGGOLONGAN KEJAHATAN AKUNTANSI DALAM KRIMINOLOGI
Kejahatan akuntansi atau skandal akuntansi melibatkan kaum elit bisnis dan kaum
profesional. Contoh kasus yang populer adalah kasus Enron dimana harga saham perusahaan
tersebut anjlok karena ulah pendiri Enron, mantan CEO, eksekutif Enron lainnya serta Kantor
Akuntan Publik Arthur Anderson yang bersekongkol memanipulasi laporan keuangan Enron.
Kejahatan akuntansi di perbankan dan di pasar modal juga melibatkan kaum profesional.
Dengan melihat pelakunya maka disimpulkan bahwa kejahatan akuntansi ini masuk
dalam kategori kejahatan kerah putih. Hal ini sejalan dengan pendapat Edwin H. Sutherland
yang menyatakan bahwa white collar crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-
orang terhormat dan status sosial tinggi dalam kaitannya dengan okupasinya. Menurut
Muladi, kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang terhormat ini biasanya dilakukan tanpa
10
kekerasan tetapi selalu disertai dengan kecurangan, penyesatan, penyembunyian dari
kenyataan, akal-akalan, manipulasi, atau pengelakan terhadap peraturan.
Dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia, Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang yang terkait menyebutkan beberapa
pasal yang terkait dengan kejahatan akuntansi, diantaranya adalah:
Berkaitan dengan manajemen laba ilegal, dapat dikenakan pasal 390 KUHP yaitu
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-
barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
Berkaitan dengan pemberian opini auditor yang menyesatkan, dapat dikenakan pasal
416 KUHP yaitu “Seorang pejabat atau orang lain yang diheri tugas menjalankan suatu
jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara
palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Berkaitan dengan kejahatan perbankan yang merupakan kategori penggelapan, dapat
dikenakan pasal 372 KUHP yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada
dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.
Berkaitan dengan kejahatan perbankan sehubungan pemalsuan rekening nasabah,
dapat dikenakan pasal 49 ayat (1) huruf c UU Perbankan No 10 Tahun 1998 yaitu:
“mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan
kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)
dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah)”.
Berkaitan dengan kejahatan akuntansi di pasar modal yang berupa manipulasi pasar,
dapat dikenakan pasal 91 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu:
”Setiap pihak dilarang melakukan tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan
11
tujuan untuk menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan
perdagangan, keadaan pasar atau harga efek di Bursa Efek.
KESIMPULAN
Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi
preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit
investigatif yang bersifat litigation suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat
membantu proses pengambilan putusan di pengadilan. Disamping itu dengan fraud
examinition yang tidak terlepas dari akuntansi forensik akan menjadi bahan untuk profesi
akuntansi khususnya untuk menelusuri adanya kemungkinan-kemungkinan kecurangan yang
dilakukan.
12