Post on 09-Aug-2015
description
EKO DRAINASE DAN KAITANNYA DENGAN WADUK TUNGGU
Pengertian Drainase
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting
dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Berikut
beberapa pengertian drainase :
Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004;7) drainase mempunyai arti mengalirkan,
menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi
dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga
lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha
untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
1
Gambar 1. Genangan pada badan jalan karena kelebihan air
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada
suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut. (Suhardjono 1948:1)
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana
umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota
yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk
mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah
permkaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai
pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki
daerah becek, genangan air dan banjir.
2
Gambar 2. Contoh saluran drainase
Konsep Eko-Drainase
Dalam konsep drainase konvensional, seluruh air hujan yang jatuh ke di suatu
wilayah harus secepat-cepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke
laut. Jika hal ini dilakukan pada semua kawasan, akan memunculkan berbagai
masalah, baik di daerah hulu, tengah, maupun hilir.
Dan ternyata, bahwa konsep drainase konvensional ini di Indonesia tidak hanya
dipakai untuk men-drain areal permukiman, namun digunakan secara
menyeluruh termasuk untuk men-drain kawasan pedesaan, lahan pertanian dan
perkebunan, kawasan olahraga, wisata, dan lain sebagainya.
Drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan cara
membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai guna mengatuskan
kawasan tersebut secepatnya.
Seluruh air hujan diupayakan sesegera mungkin mengalir langsung ke sungai
terdekat. Pada areal pertanian dan perkebunan biasanya dibangun saluran
drainase air hujan menyusuri lembah memotong garis kontur dengan kemiringan
terjal. Pada saat hujan, saluran drainase ini berfungsi mengatuskan kawasan
pertanian dan perkebunan dan langsung dialirkan ke sungai.
Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase didesain
sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya ke sungai terdekat. Orang
sama sekali tidak berpikir apa yang akan terjadi di bagian hilir, jika semua air
3
hujan dialirkan secepat-cepatnya ke sungai tanpa diupayakan agar air
mempunyai waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah (lihat Gambar A,
kesalahan drainase konvensional).
Dampak dari pemakaian konsep drainase konvensional tersebut dapat kita lihat
sekarang ini, yaitu kekeringan yang terjadi di mana-mana, juga banjir, longsor,
dan pelumpuran.
Termasuk juga surutnya sungai-sungai di luar Jawa saat ini, hingga menyebabkan
transportasi sungai sangat selalu terganggu. Tentu saja ada sebab-sebab selain
drainase, misalnya, penggundulan hutan, namun kesalahan konsep drainase
yang kita pakai sekarang ini merupakan penyumbang bencana kekeringan, banjir,
dan longsor yang cukup signifikan.
Kesalahan konsep drainase konvensional yang paling pokok adalah filosofi
membuang air genangan secepat-cepatnya ke sungai. Dengan demikian, sungai-
sungai akan menerima beban yang melampaui kapasitasnya, sehingga meluap
atau terjadi banjir, contoh, banjir-banjir di Jakarta, Semarang, Bandung, Riau,
Samarinda, dan lain-lain. Demikian juga mengalirkan air secepatnya berarti
pengatusan kawasan atau menurunkan kesempatan bagi air untuk meresap ke
dalam tanah.
Dengan demikian, cadangan air tanah akan berkurang, kekeringan di musim
kemarau akan terjadi. Dalam konteks inilah pemahaman bahwa banjir dan
kekeringan merupakan dua fenomena yang saling memperparah secara susul-
menyusul dapat dengan mudah dimengerti.
4
Sangat ironis bahwa semakin baik drainase konvensional di suatu kawasan aliran
sungai, maka kejadian banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau
akan semakin intensif silih berganti.
Dampak selanjutnya adalah kerusakan ekosistem, perubahan iklim mikro dan
makro disertai tanah longsor di berbagai tempat yang disebabkan oleh fluktuasi
kandungan air tanah musim kering dan musim basah yang sangat tinggi.
Jika kesalahan konsep dan implementasi drainase yang selama ini kita lakukan ini
tidak diadakan revisi, usaha apa pun yang kita lakukan untuk menanggulangi
banjir, kekeringan lahan, dan longsor, akan sia-sia.
Dr Ing Ir Agus Maryono, pakar teknik sipil UGM menawarkan konsep Drainase
ramah lingkungan , drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya
mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam
tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui
kapasitas sungai sebelumnya. Dalam drainase ramah lingkungan, justru air
kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir
secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna
meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau.
Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim
hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.
Prinsip dasar system drainase berwawasan lingkungan adalah mengendalikan
kelebihan air permukaan sehingga dapat mengalirkan secara terkendali dan lebih
banyak mempunyai kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini
5
dimaksudkan agar konservasi air tanah masih dapat berlangsung dengan baik
dan dimensi struktur bangunan prasarana drainase dapat lebih efesien. Sistem
drainase berwawasan lingkungan ini merupakan usaha untuk mencegah
kekurangan air tanah di masa yang akan datang.
Kota-kota besar di dunia, saat ini telah menggunakan konsep ekodrainase atau
drainase ramah lingkungan, yakni dengan menyerapkan air sebanyak-banyaknya
ke tanah. Konsep membuang air ke laut sudah ditinggalkan oleh kota besar di
dunia. Krisis air bersih membuat kota tersebut membuat parkir air saat musim
hujan yang nantinya berguna saat musim panas datang.
Di musim hujan, penggunaan konsep drainase konvensional yang berusaha
membuang kelebihan air secepatnya ke badan drainase pada sisi lain justru akan
memberikan dampak negatif pada daerah di sebelah hilir kawasan tersebut.
Beban saluran drainase ke hilir pun kian besar karena kawasan tersebut
berusaha memindahkan air ke daerah hilir untuk membuat daerahnya bebas
banjir. Jika semua kawasan menggunakan konsep ini, dapat dibayangkan berapa
debit air yang harus diterima daerah hilir. Itulah sebabnya sering terjadi banjir.
Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan
dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau
mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.
Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus
dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun
6
diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah
untuk cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah
beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem
seperti di Indonesia.
Air hujan yang jatuh di suatu daerah perlu diresapkan, ditampung sementara dan
dialirkan. Caranya yaitu dengan pembuatan fasilitas resapan, tampungan dan
saluran drainase. Sistem saluran drainase di atas selanjutnya dialirkan ke sistem
yang lebih besar yaitu ke badan air penerima.
Salah satu metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia
adalah metode waduk tunggu. Metode waduk tunggu dilakukan dengan
membuat kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian, atau
perkebunan. Waduk tunggu ini dibuat untuk menampung air hujan terlebih
dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secara perlahan-lahan.
7Gambar 3. Pengaliran dari saluran ke waduk tunggu
Waduk tunggu dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah dengan
topografi rendah, daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya,
atau secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu.
Waduk tunggu juga sangat menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan
rekreasi masyarakat. Misalnya pada pembangunan real estat, pemerintah dapat
mewajibkan pengelola real estat untuk membangun waduk tunggu air hujan di
lokasi perumahan, sekaligus ditata sebagai areal rekreasi bagi masyarakat
perumahan.
Di samping itu, waduk tunggu dapat dikembangkan menjadi bak-bak permanen
air hujan, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas hujan yang rendah.
Kota-kota dan kawasan luar kota di Indonesia perlu segera membangun kolam-
waduk tunggu air hujan ini. Sangat disayangkan, bahwa perkembangan yang ada
8
Gambar 3. Contoh pemanfaatan waduk tunggu
di Indonesia sekarang ini justru masyarakat dan pemerintah berlomba
mempersempit atau bahkan menutup waduk tunggu alamiah yang ada (rawa,
situ, danau kecil, telaga, dan lain-lain). Banyak kolam-waduk tunggu alamiah
dalam sepuluh tahun terakhir ini hilang dan berubah fungsi menjadi areal
permukiman, contohnya di Jakarta, Bandung, dan lain-lain.
Waduk Tunggu Dalam Eko-Drainase
Salah satu cara penanganan air limpasan dalam konsep eko-drainase adalah cara
retensi (penampungan). Cara retensi dibagi menjadi dua macam, yaitu “off site
retention”, misalnya pembuatan kolam atau waduk dan “on site retention”,
misalnya retensi pada atap bangunan, taman, tempat parkir, lapangan terbuka,
halaman rumah. Untuk skala lebih besar, penerapan metode retensi diwujudkan
dalam bentuk waduk tunggu.
9Gambar 5. Contoh pemanfaatan waduk tunggu untuk rekreasi
Waduk tunggu atau waduk penampungan dapat memperbesar retensi aliran
permukaan. Caranya dengan memberikan waktu yang cukup untuk air agar dapat
meresap ke dalam tanah. Waduk penampungan juga berfungsi menahan aliran
air agar tidak langsung mengalir ke saluran drainase.
Besar waduk/kolam minimal sebesar debit curah hujan yang kehilangan tempat
resapannya, terutama akibat berubahnya fungsi suatu kawasan.
Jadi, bila mengubah fungsi suatu kawasan, misalnya kawasan hijau diubah
menjadi kompleks perumahan, pemerintah harus menetapkan kebijakan,
misalnya mewajibkan pengembang membuat suatu kolam tampungan/waduk.
Di sisi lain, pembuatan waduk/kolam konservasi ini sebenarnya juga akan
menguntungkan jika dikaitkan dengan kebutuhan rekreasi masyarakat. Kolam
penampungan dapat diserasikan dengan taman atau ruang terbuka hijau
sehingga bisa menjadi tempat tujuan rekreasi masyarakat sekitar
10
Waduk Tunggu ( Regulation Pond) adalah waduk yang berfungsi menyimpan air
saat banjir untuk sementara waktu dan mengalirkan lagi ke sungai setelah hujan
mulai surut. Suatu waduk penampung atau waduk konservasi dapat menahan air
kelebihan pada masa-masa aliran air tinggi untuk digunakan selama masa-masa
kekeringan. Waduk semacam ini memungkinkan pengoperasian sarana
pengolahan air atau pemompaannya dengan laju yang kira-kira seragam,
kemudian memberikan air dari waduk bila kebutuhannya malampaui laju
tersebut.
Berapapun ukuran suatu waduk atau apapun tujuan akhir dari pemanfaatan
airnya, fungsi utama sari suatu waduk adalah untuk menstabilkan aliran air, baik
dengan cara pangaturan persediaan air yang berubah-ubah pada suatu sungai
alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari
pada konsumen.
Berhubung fungsi utama dari suatu waduk adalah untuk menyediakan simpanan
(tampungan), maka ciri fisiknya yang paling penting adalah kapasitas simpanan.
Aspek yang paling penting dalam perencanaan waduk penyimpanan adalah suatu
analisis tentang hubungan antara produksi dan kapasitas. Produksi pada waduk
penampung adalah jumlah air yang dapat ditampung oleh waduk dalam suatu
interval waktu tertentu. Interval waktu tersebut dapat berbeda-beda (Linsley,
1994). Produksi aman atau produksi pasti waduk pengatur (Regulation pond)
adalah jumlah air maksimum yang dapat disimpan selama suatu periode tertentu
11
yang kritis. Dalam praktek, masa kritis tersebut sering diambil sebagai periode
aliran.
Merencanakan suatu waduk bukanlah suatu hal yang mudah karena melibatkan
berbagai macam bidang ilmu pengetahuan lain yang saling mendukung demi
kesempurnaan hasil perencanaan yang dicapai. Bidang ilmu pengetahuan itu
antara lain geologi, hidrologi, hidrolika, mekanika tanah, bahkan ilmu
pengetahuan lain diluar bidang keteknikan seperti halnya lingkungan, ekonomi,
stastistik pertanian dan lain sebagainya.
Waduk adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menampung kelebihan air
pada saat debit tinggi dan melepaskannya pada saat dibutuhkan. Faktor yang
menentukan didalam pemilihan tipe waduk adalah:
1. Keadaan klimatologi setempat
2. Keadaan hidrologi setempat
12
Gambar 7. Contoh waduk tunggu yang dimiliki unhas
3. Keadaan geologi setempat
4. Tersedianya bahan bangunan
5. Keadaan lingkungan setempat
Waduk merupakan salah satu bagian dari proyek secara keseluruhan maka
letaknya juga dipengaruhi oleh bangunan-bangunan lain seperti bangunan
pelimpah, bangunan penyadap, bangunan pengeluaran, bangunan untuk
pembelokan sungai dan lain-lain.
Untuk menentukan lokasi waduk, harus memperhatikan beberapa faktor yaitu :
1. Dekat dengan daerah layanan.
2. Dekat dengan jalan.
3. Pada sungai yang curam dan alur yang sempit.
Dasar waduk resapan harus permeable yang bisa berhubungan langsung dengan
sistem aquifer air tanah dangkal maupun dalam. Jadi dasar harus digali
sedemikian, sehingga ketemu lapisan berpasir, pasir atau berkerikil.
Permeabilitas lapisan pasir / kerikil mempunyai nilai tinggi (10 pangkat-5 sampai
10 pangkat -4 m/det), sehingga dapat mempercepat proses infiltrasi atau
perkolasi air permukaan ke dalam lapisan tanah. Permeabilitas tanah permukaan
(top soil) sebagai media infiltrasi alami umumnya setara dengan tanah lempung
yang nilai koefisien permeabilitasnya 10 pangkat-6 sampai 10 pangkat -8 m/det.
Dengan demikian, waduk resapan mempunyai kapasitas resapan 10 – 100 kali
lebih cepat dari top soil.
13
Waduk resapan dapat dibuat dengan ukuran kecil 1- 5 ha, untuk kawasan
permukiman umum dan realestate pengembang, dengan kondisi geologis
berpasir. Sumber air bisa air hujan dari sekitar waduk resapan (hinter land)
maupun dari sungai/kali dengan saluran pembawa. Waduk resapan berfungsi
ganda yaitu mengurangi banjir dan menjaga / konservasi air tanah.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://resapanairtanah.blogspot.com/2012/04/drainase.html
www.pu.go.id/satminkal/itjen/peraturan/PermenPU06-2011.pdf
repository.unhas.ac.id/.../EVALUASI%20KAPASITAS%20TAMPUNG.doc
hathimks.files.wordpress.com/2007/05/field-trip.doc
https://gagasanhukum.wordpress.com/tag/nirwono-joga/page/2/
http://www.shnews.co/detile-3930-cermati-sistem-drainase-kawasan-hunian-
baru.html
15