MAKALAH WADUK BENANGA
-
Upload
mulawarman-university -
Category
Education
-
view
3.975 -
download
9
Transcript of MAKALAH WADUK BENANGA
TUGAS UJIAN TUMBUHAN AIR
PENGARUH BLOOMING ALGA BESERTA PENGENDALIANNYA
PADA PERAIRAN WADUK BENANGA DI LEMPAKE-SAMARINDA
Oleh :
Kelompok 1
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
TUGAS UJIAN TUMBUHAN AIR
PENGARUH BLOOMING ALGA BESERTA PENGENDALIANNYA
PADA PERAIRAN WADUK BENANGA DI LEMPAKE-SAMARINDA
Oleh :
Nira Ayu Anggida : 1106035001
Randi Aditya : 1106035002
Wiyogo Agus Sunarto : 1106035003
Ichsanul Akbar : 1106035004
Fudoh Nurhidayah : 1106035005
Afnawiyah Paysal : 1106035006
Rika Rozani : 1106035007
Achmad Yani : 1106035015
Dwi Andriani Nur : 1106035009
Miftahul jannah : 1106035018
M.Irwan Arisandi : 0906035004
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ujian akhir
semester V mata kuliah tumbuhan air dengan judul “Pengaruh
Blooming Alga dan Sedimentasi pada Perairan Waduk Benanga di
Lempake-Samarinda”.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusunan
laporan maupun penulisannya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka bagi pembaca yang ingin memberi saran dan
kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki Laporan
manajemen Sumberdaya Perairan ini di masa yang akan datang.
Demikian laporan ini kami buat semoga Laporan Praktikum ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Samarinda, 01 Januari
2014
Penyusun
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………………
……………. ii
DAFTAR ISI...................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................................ v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................. 2
C. Tujuan dan Manfaat Praktikum.......................................... 2
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Waduk Benanga..................................................... 3
B. Pengelolaan Waduk Benanga............................................. 8
III. PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................
10
B. Saran..................................................................................
10
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Waduk adalah danau buatan manusia sebagai tempat
menampung dan tangkapan air yang umumnya dibentuk dari
sungai atau rawa dengan tujuan tertentu. Waduk dibangun dengan
tujuan multi fungsi yaitu sebagai pembangkit listrik tenaga air
(PLTA), sumber air minum, kegiatan pertanian, pengendali banjir,
sarana olahraga air, budidaya perikanan, dan untuk pariwisata.
Indonesia mempunyai sekitar 800 danau serta 162 waduk buatan
besar dan kecil untuk kepentingan irigasi pertanian, bahan baku air
bersih, dan PLTA. Sekitar 500 danau dan waduk di Indonesia mulai
terancam punah akibat pengelolaan yang tidak optimal, dimulai dari
hulu hingga hilir.
Waduk Benanga terletak di Kota Samarinda, selain sebagai
bendungan penampung air Kota Samarinda, waduk ini juga
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk menangkap ikan baik
memancing maupun menjala ada juga budidaya ikan melalui
karamba di sekitar waduk benanga tersebut.
Salah satu permasalahan yang dihadapi waduk di Indonesia saat
ini adalah tingginya sedimentasi yang telah menjadi faktor utama
penyebab penurunan daya dukung ekosistem waduk. Tidak
terkecuali pada Waduk Benanga Samarinda.
Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air
dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang
dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya
peningkatan produktivitas primer perairan. Nutrient yang dimaksud
adalah nitrogen dan fosfor.
Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di rawa-rawa dan
danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini.
Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat
menurun.
Seiring berjalannya waktu kondisi waduk benanga telah
mengalami pendangkalan karena terjadinya blooming tumbuhan air
yang kian pesat. Blooming tumbuhan yang kian tidak terkendali ini
dapat mengganggu ekosistem lainnya di waduk tersebut. Dengan
kondis waduk Benanga yang seperti ini perlu adanya tindakan dan
perhatia langsung baik dari pemerintah maupun penduduk
setempat. Makalah ini akan membahas bagaimana upaya
pengendalian blooming tumbuhan air di waduk benanga Samarinda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh laju pertumbuhan air diwaduk benanga.
2. Bagaiman kondisi perairan waduk benanga akibat blooming
alga dan sedimentasi.
3. Bagaimana pengelolaan waduk benanga akibat sedimentasi
dan blooming alga.
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan Manfaat dari penyusunan makalah
yang berjudul “Upaya Pengendalian Blooming Alga di
Waduk Benanga Samarinda” adalah
1) Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang dampak
dari blooming tumbuhan air yang terjadi di Waduk
Benanga.
2) Agar Mahasiswa dapat mengambil tindakan dan turut
ikut serta dalam pengendalian Blooming tumbuhan air
yang ada di Waduk Benanga Samarinda.
II. PEMBAHASAN
A. Kondisi Waduk Benanga
Waduk sering disebut danau buatan yang besar. Menurut Komisi
DAM dunia bendungan/waduk besar adalah bila tinggi bendungan
lebih dari 15 m. Sedangkan embung merupakan waduk kecil dan
tinggi bendungannya kurang dari 15 m. Sistem tata air waduk
berbeda dengan danau alami. Pada waduk komponen tata airnya
pada umumnya telah direncanakan sedemikian rupa sehingga
volume, kedalaman, luas, presepitasi, debit inflow/outflow dan
waktu tinggal air diketahui dengan pasti.
Pengelolaan sumber daya air di dalam waduk/bendungan
tertuang dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
yang terdiri dari 3 komponen yaitu konservasi, pemanfaatan dan
pengendalian daya rusak air. Selain itu masih ada peraturan lain
seperti PP No 51 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup, PP No 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
pencemaran Air, PP No 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung,
serta Keppres No 123 Tahun 2001 tentang koordinasi Pengelolaan
sumber Daya Air pada tingkat propinsi, wilayah sungai, kabupaten
dan kota. Berbagai produk hukum tersebut dapat dijadikan dasar
hukum dalam upaya konservasi air untuk kehidupan. Namun pada
kenyataannya konservasi sumberdaya air masih jauh dari harapan
malah semakin rusak baik kualitas maupun kuantitasnya.
Permasalahan yang dialami waduk benanga seperti halnya
waduk-waduk lainnya yaitu pendangkalan dan penurunan luasan
perairan akibat tingginya sedimentasi. Peningkatan beban
sedimentasi ini diduga disebabkan oleh peningkatan laju
pertumbuhan oleh tumbuhan-tumbuhan air yanga ada di wilayah
Waduk Benanga serta erosi akibat aktivitas-aktivitas di daratan.
Jumlah sedimen yang masuk ke waduk yang melebihi daya dukung
akan mengurangi kapasitas volume daya tampung air waduk, dan
merusak kualitas perairan pada akhirnya dapat memperpendek usia
fungsional waduk tersebut. Turunnya volume air waduk
menyebabkan waduk tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya,
baik untuk keperluan irigasi maupun pembangkit tenaga listrik.
Kondisi Waduk Benanga pada saat sekarang ini sangat jauh
berbeda dengan kondisi waduk sebelumnya. Banyaknya tumbuhan
air di sekitar waduk benanga maupun di kawasan waduk ini dapat
berdampak buruk apabila tidak di lakukan tindak lanjut yang cepat,
karena hal ini dapat berdampak eutrofikasi dan sedimentasi.
Suatu perairan dikatakan blooming fitoplankton jika kelimpahan
fitoplanktonnya mencapai 5 x 106 sel/l (Goldman dan Horne, 1983).
Akibatnya eutrofikasi menjadi masalah bagi perairan danau/waduk
yang dikenal dengan algal bloom. Hal ini dikenali dengan warna air
yang menjadi kehijauan, berbau tidak sedap dan kekeruhannya
menjadi semakin meningkat serta banyak enceng gondok yang
bertebaran di danau/waduk. Banyak nya eceng gondok terlihat
diwaduk benanga, bahkan bau dari waduk benanga saat ini tidak
sedap lagi, tentu hal ini menandakan menurunya kualitas air waduk
benanga.
Adanya eceng gondok yang menutupi badan perairan waduk
benanga, mengakibatkan menurunnya penetrasi cahaya untuk
fotosintesis fitoplankton, apabila hal ini terjadi maka organisme di
badan air akan kekurangan oksigen dan hal ini dapat
mengakibatkan kematian organisme. Bakteri pembusuk akan
menguraikan organisme yang mati, baik tanaman maupun hewan
yang ada di dasar perairan. Proses pembusukan ini atau
dekomposisi akan banyak menggunakan oksigen terlarut dalam air,
sehingga terjadi hypoksia atau kadar oksigen akan menurun secara
drastis dan pada akhirnya kehidupan biologis di perairan danau
juga akan sangat berkurang. Oleh karena itu peningkatan unsur
hara yang sangat tinggi yang mengakibatkan terjadinya perubahan
waduk menjadi eutrofik dan menimbulkan aroma tidak sedap yang
akan mengakibatkan dampak negatif dimana akan terjadi
perubahan keseimbangan antara kehidupan tanaman air dan
hewan air yang ada di waduk tersebut.
Kematian ikan dan sisa biomasa organisme yang mengandung
unsur hara fosfor dan nitrogen dapat merangsang pertumbuhan
fitoplankton atau alga dan meningkatkan produktivitas perairan.
Sebaliknya, dalam keadaan berlebihan akan memicu timbulnya
blooming algae yang justru merugikan kehidupan organisme yang
ada dalam badan air. Penumpukan bahan nutrien ini akan menjadi
ancaman kehidupan ikan di badan danau pada saat musim
pancaroba. Adanya peningkatan suhu udara, pemanasan sinar
matahari, dan tiupan angin kencang akan menyebabkan terjadinya
golakan air danau. Hal ini menyebabkan arus naik dari dasar danau
yang mengangkat masa air yang mengendap. Masa air yang
membawa senyawa beracun dari dasar danau hingga
mengakibatkan kandungan oksigen di badan air berkurang.
Rendahnya oksigen di air itulah yang menyebabkan kematian ikan
secara mendadak. (Anonim, 2010)
Kondisi lingkungan Bendungan Benanga terletak di pemukiman
penduduk yang cukup padat. Biasanya penduduk sekitar
memanfaatkan air bendungan untuk kebutuhan MCK seperti
kegiatan mencuci pakaian, dimana kegiatan tersebut dilakukan
dipinggiran waduk dan sisa pencucian berupa air deterjen langsung
dibuang ke badan air permukaan.
Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi
10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri
(background source), 7 % dari industri, 11 % dari detergen, 17 %
dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang terbesar,
32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas
menunjukkan bagaimana besarnya jumlah populasi dan
beragamnya aktivitas masyarakat modern menjadi penyumbang
yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air.
Akibat eutrofikasi menyebabkan tingginya kandungan nutrient
sehinga fitoplankton juga mempunyai respon yang berbeda
terhadap perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan air
(Kilham dan. Fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton
dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang
berbeda dengan badan air lainnya.
Selain merugikan dan mengancam keberlanjutan fauna akibat
dominasi fito-plankton yang tidak dapat dimakan dan beracun;
blooming yang menghasilkan biomasa (organik) tinggi juga
merugikan fauna; karena fenomena blooming selalu diikuti dengan
penurunan oksigen terlarut secara drastis akibat pe-manfaatan
oksigen yang ber lebihan untuk de-komposisi biomasa (organik)
yang mati.
Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas
nol, menyebabkan makhluk hidup air seperti ikan dan spesies
lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik sehingga akhirnya mati.
Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai ekosistem air
menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air.
Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui
mengandung toksin sehingga membawa risiko kesehatan bagi
manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai
konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga
dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk
mengatasinya (Anonim, 2009).
Kegiatan pembukaan lahan untuk permukiman merupakan
sumber sedimen dan pencemaran perairan waduk. Sedimen
merupakan tempat tinggal tumbuhan dan hewan yang ada di dasar.
Sedimen terdiri dari bahan organik yang berasal dari hewan atau
tumbuhan yang membusuk kemudian tenggelam ke dasar dan
bercampur dengan lumpur dan bahan anorganik yang umumnya
berasal dari pelapukan batuan (Sverdrup, 1966).
Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan waduk
dapat meningkatkan kekeruhan air. Hal ini menyebabkan
menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas
primer perairan menjadi turun, yang pada gilirannya menyebabkan
terganggunya keseluruhan rantai makan (Haryani, 2001).
Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan terbawa oleh
aliran dan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatannya
melambat atau terhenti. Proses ini dikenal dengan sedimentasi atau
pengendapan. Asdak (2002) menyatakan bahwa sedimen hasil erosi
terjadi sebagai akibat proses pengolahan tanah yang tidak
memenuhi kaidah-kaidah konservasi. Kandungan sedimen pada
hampir semua perairan dapat meningkat terus karena erosi dari
tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan. Hasil
sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal
dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang dapat diukur
pada periode waktu dan tempat tertentu
Adanya akar-akar dari tumbuhan air yang tumbuh di kawasan
waduk dapat sebagai perangkap sedimen atau bahan pencemar
yang selanjutnya akan jatuh ke dasar periaran. Hal inilah yang
menyebabkan sedimentasi dapat terjadi di perairan. Adapun materi
material yang terbawa akan membentuk suspensi dan ada juga
sedimen yang mengendap diwaduk, pengendapan (sedimentation)
bahan bawaan air pada suatu waduk, kolam, bendungan maupun
area lain yang mampu menahan bahan buangan sehingga
membentuk suatu lapisan lunak (rawa) pada suatu area.
Sedimen diwaduk banyak mempengaruhi keadaan waduk, yang
bisa mempengaruhi kuwalitas air, suspensi dari material-material
yang dibawa oleh runoff / akibat turunnya hujan dan sedimen yang
sudah ada mengakibatkan kekseruhan yang bisa mengakibatkan
dampak buruk bagi biota-biota yang memperlukan kecerahan
dalam menjalankan kehidupannya, dan jika sedimen terlalu
menumpuk pada waduk akan mengakibatkan kebanjiran yang
parah pada daerah yang lain, hal ini disebabkan lambatnya aliran
yang mengakibatkan waduk meluap pada daerah yang ada
disekitarnya
Gambar 1. Kondisi Waduk Benanga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara morfometrik luas
waduk mengalami perubahan secara mendasar yaitu terjadinya
penyempitan daerah genangan air (3,35 % dari luas total 387,10
ha), pendangkalan (1 – 2 m), dan meningkatnya tutupan gulma air
(96,65 % dari luas total 387,10 ha). Karakteristik fisika-kimia air
melebihi baku mutu, dimana bahan pencemar H2S, NH3-N, COD
tinggi dan DO rendah. Sedangkan karateristik biologi perairan dari
plankton dan benthos tergolong rendah. Golongan nekton
didominasi oleh ibas testunideuskan rawa jenis labirin, seperti Betok
(Anabas testunideus).
B. Pengelolaan Waduk Benanga
Dalam pengelolaan waduk agar tetap lestari sebaiknya
melibatkan multi stakeholder, yaitu:
1. pelaku usaha, baik yang bergerak di dalam kawasan maupun di
luar kawasan waduk;
2. pemerintah, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perikanan;
3. perguruan tinggi;
4. lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat umum. Faktor
lain yang sangat menentukan keberhasilan dalam pengelolaan
waduk, seperti kualitas sumberdaya manusia, organisasi,
kelembagaan, regulasi, dan infrastruktur.
Pengelolaan waduk merupakan suatu kegiatan yang penting,
kompleks dan dinamis. Penting karena waduk memiliki fungsi
ekologi, ekonomi, sosial. dan budaya, menjadi kompleks karena
melibatkan multi stakeholder dengan karakteristik yang berbeda,
dan dinamis karena tingkat pencemaran dan sedimentasi selalu
berubah seiring dengan perubahan waktu. Hal ini menunjukkan
bahwa penanganan masalah-masalah yang berkaitan dengan
pengelolaan waduk harus dilakukan secara integratif–holistik
dengan pendekatan kesisteman, bukan secara parsial–sektoral.
Pendekatan kesisteman ini didasarkan pada sybernetic, holistic,
and effectiveness (SHE) dengan melibatkan seluruh stakeholder.
Salah satu pendekatan kesisteman yang memungkinkan
teridentifikasinya seluruh variabel terkait, dan memudahkan untuk
mengetahui pola perkembangan ke depan seiring dengan
perubahan waktu adalah dengan sistem model dinamik.
Pendekatan ini akan memudahkan bagi pengambil kebijakan dalam
pengelolaan waduk untuk menyiapkan langkah–langkah strategis
dalam menghadapi setiap perubahan yang akan terjadi ke depan.
Selanjutnya pendekatan ini juga dapat mengidentifikasi faktor
pengungkit dalam pengelolaan waduk, sehingga kebijakan
strategis yang akan diambil menjadi lebih efektif. Pendekatan
sistem dinamik merupakan bagian dari pendekatan kesisteman
yang dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam
pengelolaan waduk karena pendekatan sistem dinamik ini dapat
menyederhanakan struktur sistem yang kompleks dan rumit
(Muhammadi et al. 2001).
Secara garis besar pengembangan sistem model dinamik
meliputi 3 tahap, yaitu:
(a) cognitive map,
(b) construction model,
(c) simulation and policy analysis.
Cognitif map merupakan langkah pengenalan masalah secara
mendasar, dilakukan melalui studi literatur, wawancara pakar, dan
diskusi dengan stakeholder melalui diskusi kelompok terfokus
(focus group discussion: FGD). FGD merupakan forum diskusi
stakeholder untuk mengidentifikasi seluruh variabel, masalah,
kendala, dan kebutuhannya dalam pengelolaan waduk. Hasil dari
FGD kemudian dibuat kedalam system conceptualization dalam
bentuk diagram sebab akibat (causal loop diagram) yang
menggambarkan hubungan sebab akibat dan feed back-nya satu
variabel terhadap lainnya, sehingga memudahkan pengendalian
sesuai dengan yang diinginkan.
Construction model merupakan tahap pengembangan model
yang didasarkan pada causal loop diagram. Pengembangan model
menggunakan software tool Powersim. Sebagai langkah akhir dari
pengembangan model dinamis adalah simulasi dan analisis
kebijakan. Analisis kebijakan ini dilakukan terhadap hasil simulasi
model berdasarkan skenario yang dikembangkan. Selanjutnya hasil
analisis kebijakan akan menjadi bahan rekomendasi kebijakan
dalam pengelolaan waduk secara berkelanjutan.
III. KESIMPULAN
a. Kesimpulan
Waduk adalah danau buatan manusia sebagai tempat
menampung dan tangkapan air yang umumnya dibentuk dari
sungai atau rawa dengan tujuan tertentu. Banyak nya eceng
gondok terlihat diwaduk benanga, bahkan bau dari waduk benanga
saat ini tidak sedap lagi, tentu hal ini menandakan menurunya
kualitas air waduk benanga dan berdampak negative yang
mengakibatkan perubahan keseimbangan antara kehidupan
tanaman air dan hewan air yang ada di waduk tersebut.
b. Saran
Mahasiswa diharapkan bisa memahami arti pentingnya waduk
dan berusaha ikut serta dalam menjaga kelestarian waduk setelah
membuat makalah ini.