Post on 31-Dec-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisis kebijakan mencakup lima prosedur yaitu perumusan masalah,
peramalan, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi kebijakan. Pemantauan
berbeda dengan evaluasi. Pemantauan lebih mengarah pada informasi mengenai
pada apa , bagaimana dan mengapa kebijakan itu ada sedangkan evaluasi
biasanya mengarah pada informasi dampak atau pengaruh adanya kebijakan
tersebut serta perbedaan apa yang timbul setelah ada kebijakan.
Sebuah rumusan kebijakan harus bersifat praktis artinya bisa
diimplementasikan. Agar nantinya rumusan kebijakan tersebut dapat diukur
tingkat keberhasilan pelaksanaannya. Sebuah kebijakan diharapkan dapat
menyelesaikan permasalahan dan dapat menghasilkan dampak yang diinginkan,
namun pembuat kebijakan adalah manusia yang tidak lepas dari kesalahan,
sehingga kebijakan yang diformulasikan belum tentu sesuai dengan apa yang
diharapkan. Evaluasi kebijakan menjadi sebuah alat untuk meminimalisir
kejadian tersebut agar kebijakan dapat direvisi dan diimplementasikan kembali
sehingga fungsi kebijakan dapat berjalan sesuai tujuannya.
Evaluasi kebijakan merupakan suatu proses penilaian terhadap suatu
kebijakan yang telah diimplementasikan dengan mengacu pada beberapa
indikator tertentu. Setelah adanya evaluasi, jika ada ketidaksesuaian maka
revisi dilakukan untuk menuju kesempurnaan pencapaian terhadap suatu
kebijakan tersebut. Penilaian dapat berupa skala nilai yang diperoleh melalui
pengumpulan data, fakta, dan didukung dengan bukti.
Oleh karena itu penyusun merasa tertarik untuk mengambil judul
”Evaluasi Kebijakan” dalam makalah ini, yang akan menggambarkan tentang
definisi, tujuan, sifat, karakteristik, fungsi, pendekatan, pengaruh,
1
permasalahan, masukan bagi prosesnnya serta pemanfaatan dari hasil evaluasi
kebijakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari evaluasi?
2. Apakah tujuan evaluasi?
3. Bagaimana sifat evaluasi?
4. Bagaimana kriteria evaluasi?
5. Apakah fungsi evaluasi?
6. Apa saja pendekatan dalam evaluasi?
7. Apakah pengaruh kebijakan itu?
8. Apakah permasalahan dalam evaluasi kebijakan?
9. Bagaimanakah masukan bagi proses evaluasi kebijakan?
10. Bagaimana pemanfaatan hasil evaluasi kebijakan?
11. Bagaimana respon pada evaluasi kebijakan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Definisi Evaluasi
Evaluasi merupakan sebuah usaha untuk melaksanakan dan/atau
memperbaharui kebijakan melalui pembuatan informasi mengenai seberapa
jauh suatu hasil kebijakan dapat memberi kontribusi terhadap pencapaian
tujuan-tujuan dan sasaran.
2.2Tujuan Evaluasi
Evaluasi bertujuan untuk melihat sebagian kegagalan suatu kebijakan dan
untuk mengetahui apakah kebijakan yang telah dirumuskan dan dilaksanakan
dapat menghasilkan dampak yang diinginkan.
2.3Sifat Evaluasi
a. Fokus Nilai.
Merupakan usaha penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu
kebijakan dan program.
Contoh : Menilai bahwa adanya kebijakan pendidikan tentang kewajiban
penulisan Jurnal Ilmiah sebagai persyaratan kelulusan bagi mahasiswa
untuk meningkatkan kretafifitas dan produktifitas mahasiswa serta
mengurangi plagiat.
b. Interdependensi Fakta Nilai
Memberikan nilai dengan didukung oleh bukti tentang hasil-hasil kebijakan
secara actual.
Contoh : Berdasarkan kajian Menteri Pendidikan menyatakan bahwa di
Indonesia banyak terjadi plagiat dan minimnya produktivitas mahasiswa.
Sehingga kebijakan ini dinilai sangat penting untuk diterapkan.
c. Orientasi Masa Kini Dan Masa Lampau
3
Menilai keadaan masa lalu dengan diarahkan pada hasil sekarang.
Cotoh : Tidak adanya kebijakan pendidikan mengenai kewajiban penulisan
Jurnal Ilmiah sebagai persyaratan kelulusan bagi mahasiswa menyebabkan
banyak terjadi plagiat dan minimnya produktivitas mahasiswa.
d. Dualitas Nilai
Nilai-nilai yang mendasari tututan evaluasi mempunyai kualitas ganda
yaitu dapat merefleksikan kepentingan relative dan kajian terhadap
ketergantungan antar tujuan dan sasaran.
Contoh : Nilai pada evaluasi cenderung terpengaruh penilaian subyektif.
Seperti adanya kebijakan pendidikan mengenai kewajiban penulisan Jurnal
Ilmiah sebagai persyaratan kelulusan bagi mahasiswa seharusnya memiliki
tujuan dan sasaran yang baik, akan tetapi menurut para dosen dan
mahasiswa menyatakan bahwa kebijakan tersebut dinilai memberatkan
karena minimnya fasilitas dan layanan pembimbingan dalam pembuatan
jurnal ilmiah.
2.4Kriteria Evaluasi
Dalam menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan, analisis
menggunakan tipe kriteria yang berbeda untuk mengevaluasi hasil kebijakan.
Perbedaan utama antara kriteria untuk evaluasi dan Kriteria untuk rekomendasi
adalah pada waktu ketika Kriteria diterapkan atau diaplikasikan. Kriteria untuk
untuk evaluasi diterapkan secara restropektif (ex post), sedangkan kriteria untuk
rekomendasi diterapkan secara prospektif (ex ante). Kriteria ini telah dijelaskan
dalam table 9-1.
2.5Fungsi Evaluasi
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan.
Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid dan
dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu, seberapa jauh kebutuhan,
4
nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan public. Dalam hal ini,
evaluasi mengungkapkan seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu (misalnya,
perbaikan kesehatan) dan target tertentu (sebagai contoh, 20 persen
pengurangan penyakit kronis pada tahun 1990) telah dicapai.
Kedua, evaluasi member sumbangan terhadap klarifikasi dan kritik
terhadap nilai-nilai yang mendasari pilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas
dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target. nilai juga
dikritik dengan menanyakan secara sistematis kepantasan tujuan dan target
dalam hubungan dengan masalah yang dituju. Dalam menanyakan kepantasan
tujuan dan dan sasaran, analisis dapat menguji alternatif sumber nilai (misalnya,
kelompok kepentingan dan pegawai negeri, kelompok-kelompok klien) maupun
landasan mereka dalam berbagai bentuk rasionalitas (teknis, ekonomis, legal,
sosial, substantif).
Table 9-1 Kriteria Evaluasi
TIPE
KRITERIA
PERTANYAAN ILUSTRASI
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Unit pelayanan
Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Unit biayaManfaat bersihRasio biaya-manfaat
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?
Biaya tetapi (masalah tipe I)Efektivitas tetap (masalah tipe II)
Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok yang berbeda?
Kriteria ParetoKriteria kaldor-HicksKriteria Rawls
Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi dengan survai warga Negara
5
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang di inginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Program publik harus merata dan efisien.
Ketiga, evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode
analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi
sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan, sebagai contoh, dengan
menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisikan ulang. Evaluasi dapat
pula menyumbang pada definisi alternatif kebijakan yang baru atau revisi
kebijakan dengan menunjukkan bahwa alternatif kebijakan yang diunggulkan
sebelumnya perlu dihapus dan diganti dengan yang lain.
2.6Pendekatan Dalam Evaluasi
Evaluasi mempunyai dua aspek yang saling berhubungan; penggunaan
berbagai macam metode untuk memantau hasil kebijakan publik, program, dan
aplikasi seangkaian nilai untuk menentukan kegunaan hasil ini terhadap beberapa
orang, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Aspek yang saling
berhubungan menunjukkan kehadiran fakta dan premis-premis nilai di dalam
setiap tuntutan evaluatif. Namun banyak aktivitas yang diterangkan sebagai
“evaluasi” dalam analisis kebijakan pada dasarnya bersifat non-evaluatif yaitu
aktivitas-aktivitas tersebut terutama ditekankan pada produksi tuntutan
designative (faktual) ketimbang tuntutan evaluatif. Sehingga dibutuhkan suatu
pendekatan untuk “penelitian evaluasi” atau “evaluasi kebijakan”.
Pendekatan dalam evaluasi kebijakan menurut Dunn (2000:612) adalah
No. Pendekatan Tujuan Asumsi Bentuk-bentuk Utama
1. Evaluasi
Semu
Menggunakan
metode
deskriptif
untuk
Ukuran
manfaat atau
nilai terbukti
dengan
Eksperimentasi
sosial
Akuntansi sistem
6
menghasilkan
informasi yang
valid tentang
hasil
kebijakan.
sendirinya
atau tidak
kontrofesial
sosial
Pemeriksaan
sosial
Sintesis riset dan
praktik
2. Evaluasi
formal
Menggunakan
metode
deskriptif
untuk
menghasilkan
informasi yang
valid tentang
hasil kebijakan
secara formal
diumumkan
sebagai tujuan
program
kebijakan.
Tujuan dan
sasaran dari
pengambil
kebijakan
dan
administrator
yang secara
resmi
diumumkan
merupakan
ukuran yang
tepat dari
manfaat atau
nilai
Evaluasi
perkembangan
Evaluasi
eksperimental
Evaluasi proses
retrospektif
Evaluasi hasil
retrospektif
3. Evaluasi
keputusan
teoritis
Menggunakan
metode
deskriptif
untuk
menghasilkan
informasi yang
valid tentang
hasil kebijakan
yang secara
Tujuan dan
sasaran dari
berbagai
pelaku yang
diumumkan
secara
formal
ataupun
diam-diam
Penilaian tentang
dapat tidaknya
dievaluasi
Analisis utilitas
multi atribut
7
eksplisit
diinginkan
oleh berbagai
pelaku
kebijakan
merupakan
ukuran yang
tepat dari
manfaat atau
nilai.
Mengingat kurang jelasnya arti evaluasi, didalam analisis kebijakan,
menjadi sangat penting untuk membedakan beberapa pendekatan dalam evaluasi
kebijakan. Pembahasan 3 pendekatan di atas adalah
a. Evaluasi Semu
Evaluasi Semu (Pseudo Evaluation) adalah pendekatan yang
menggunakan metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang
valid dan dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap
individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi utama dari
evaluasi semu adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan
sesuatu yang dapat terbukti sendiri (self evident) atau tidak controversial.
Dalam evaluasi semu analis secara khusus menerapkan bermacam-
macam metode (rancangan ekspeimental-semu, kuseioner, random
sampling, teknik statistik) untuk menjelaskan variasi hasil kebijakan sebagai
produk dari variable masukan dan proses. Namun setiap hasil kebijakan yang
ada (misalnya, jumlah lulusan pelatihan yang dipekerjakan, unit-unit
pelayanan medis yang diberikan, keuntungan pendapatan bersih yang
dihasilkan) diterima begitu saja sebagai tujuan yang tepat.
b. Evaluasi Formal
Evaluasi Formal (Formal Evaluation) merupakan pendekatan yang
menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid
dan dapat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi hasil
8
tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan secara
formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi utama
dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target diumumkan secara
formal adalah merupakan ukuran untuk manfaat atau nilai kebijakan
program.
Dalam evaluasi formal analis menggunakan berbagai macam metode
yang sama seperti yang dipakai dalam evaluasi semu dan tujuannya adalah
identik untuk menghasilkan informasi yang valid dan data dipercaya
mengenai variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak dai
masukan dan proses kebijakan. Meskipun demikian perbedaannya adalah
bahwa evaluasi formal menggunakan undang-undang, dokumen-dokumen
program, dan wawancara dengan pembuat kebijakan dan administrator untuk
mengidentifikasikan, mendefinisikan dan menspesifikkan tujuan dan target
kebijakan. Kelayakan dari tujuan dan target yang diumumkan secara formal
tersebut tidak ditanyakan. Dalam evaluasi formal tipe-tipe criteria evaluative
yang paling sering digunakan adalah efektivitas dan efisiensi.
Dalam model ini terdapat tipe-tipe untuk memahami evaluasi
kebijakan lebih lanjut, yakni: evaluasi sumatif, yang berusaha untuk
memantau pencapaian tujuan dan target formal setelah suatu kebijakan atau
program diterapkan untuk jangka waktu tertentu; dan kedua, evaluasi
formatif, suatu tipe evaluasi kebijakan yang berusaha untuk meliputi usaha-
usaha secara terus menerus dalam rangka memantau pencapaian tujuan-
tujuan dan target-target formal.
Selain evaluasi sumatif dan formatif, evaluasi formal dapat juga
meliputi kontrol langsung atau tidak langsung terhadap masukan kebijakan
dan proses-proses.
Kontrol terhadapAksi kebijakan
Orientasi terhadap proses kebijakanformatif Sumatif
Langsung Evaluasi perkembangan Evaluasi eksperimental
9
Tidak langsung Evaluasi proses retrospektif
Evaluasi hasil retrospektif
Sumber: Dunn(2000:615)
Dari tabel mengenai variasi evaluasi formal di atas, secara lebih
spesifik, tiap jenis variasi evaluasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Evaluasi Perkembangan
Dalam varian ini evaluasi formal berupaya untuk menunjuukan
kegiatan/aktivitas evaluasi kebijakan secara eksplisit yang diciptakan
untuk melayani kebutuhan sehari-hari staf program. Evaluasi
perkembangan yang meliputi beberapaukuran pengontrolan langsung
terhadap aksi-aksi kebijakan, telah digunakan secara luasuntuk berbagai
situasi di sektor-sektor publik dan swasta. Evaluasi perkembangan karena
bersifat formatif dan meliputi kontrol secara langsung, dapat digunakan
untuk mengadaptasi secara langsung pengalaman baru yang diperoleh
melalui manipulasi secara sistematis terhadap variabel masukan dan
proses.
2. Evaluasi eksperimental
Variasi evaluasi eksperimental adalah evaluasi kebijakan yang lahir
dari hasil kondisi kontrol langsung terhadap masukan dan proses
kebijakan. Evaluasi eksperimental yang ideal secaara umum merupakan
faktor “eksperimental ilmiah yang terkontrol”, dimana semua faktor yang
dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dikontrol, dipertahankan konstan,
atau diperlakukan sebagai hipotesis tandingan yang masuk akal.
3. Evaluasi proses retrospektif
Evaluasi proses retrospektif meliputi pemantauan/evaluasi program
setelah program tersebut diterapkan untuk hangka waktu tertentu. Varian
ini cenderung dipusatkan pada masalah-masalah dan kendala-kendala
yang terjadi selama implementasi berlangsung, yang berhubungan dengan
10
keluaran dan dampak yang diperoleh. Evaluasi ini tidak memperkenankan
dilakukannya manipulasi langsung terhadap masukan atau proses.
4. Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi hasil retrospektif, meliputi pemantauan dan evaluasi hasil
tetapi tidak disertai dengan kontrol langsung terhadap masukan-masukan
dan prose kebijakan yang dapat dimanipulasi.
c. Evaluasi Keputusan Teoritis (Decision-Theoretic Evaluation)
Menurut Dunn (2000:619), Evaluasi keputusan teoritis merupakan
pendekatan yang menggunakan metode-metode deskriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid
menangani hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai
macam pelaku kebijakan.
Evaluasi keputusan teoritis memunculkan dan membuat eksplisit
tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang tersembunyi maupun
dinyatakan. Tujuan dan target dari pembuat kebijakan ini adalah salah satu
sumber nilai. Karena semua pihak yang mempunyai andil dalam
memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan dilibatkan dalam
merumuskan tujuan dan target yang kinerja nantinya akan diukur.
Dunn(2000:619) menyatakan evaluasi keputusan teoritis dapat
mengatasi kekurangan dari evaluasi semu dan evaluasi formal.
Kekurangan Evaluasi Semu
dan Formal
Evaluasi Keputusan Teoritis
1. Kurang dan tidak
dimanfaatkannya
informasi kinerja
informasi hasil evaluasi
responsif dengan tujuan dan
target pihak yang merumuskan
dan mengimplementasikan
kebijakan dan informasi ini
digunakan memperbaiki
11
pembuatan kebijakan.
2. Ambiguitas kinerja
tujuan
Mengurangi kekaburan tujuan
3. Tujuan-tujuan yang
saling bertentangan
Mengidentifikasi berbagai
pelaku kebijakan dan
menampakkan tujuan-tujuan
mereka
Tujuan utama evaluasi teoritis keputusan adalah menghubungkan
informasi hasil kebijakan dengan nilai dari berbagai pelaku kebijakan.
Asumsinya adalah tujuan dan sasaran dari pelaku kebijakan merupakan
ukuran yang layak terhadap manfaat atau nilai kebijakan dan program.
Dua bentuk utama evaluasi teoritis menurut Dunn (2000:620) yaitu
1. Penaksiran evaluabilitas (evaluability assessment)
Penaksiran evaluabilitas adalah serangkaian prosedur yang
dibuat untuk menganalisis sistem pembuatan keputusan yang diperoleh
dari informasi kinerja dan dapat memperluas tujuan, sasaran dan
asumsi kinerja akan diukur. Suatu kebijakan dapat dievaluasi dengan
tiga kondisi yang harus ada yaitu kebijakan yang diartikulasikan jelas,
tujuan yang dirumuskan jelas dan asumsi yang eksplisit yang
menghubungkan konsekuensi. Langkah-langkah yang dapat ditempuh
dalam penaksiran evaluabilitas adalah
a. Spesifikasi program kebijakan
b. Koleksi informasi program kebijakan
c. Modeling program kebijakan
d. Penaksiran evaluabilitas program kebijakan
e. Umpan balik penaksiran evaluabilitas untuk pemakai.
2. Analisis utilitas multiatribut
12
Analisis utilitas multiatribut adalah serangkaian prosedur yang
dibuat untuk memperoleh penilaian subyektif dari berbagai pelaku
kebijakan mengenai probabilitas kemunculan dan nilai dari hasil
kebijakan. Kelebihannya adalah secara eksplisit menampakkan
penentuan nilai dari berbagai perilaku kebijakan, mengakui beragam
tujuan yang saling berlawanan dalam evaluasi program kebijakan dan
informasi kinerja yang lebih berguna. Langkah-langkah pelaksanaan
analisis utilitas multiatribut adalah
a. Identifikasi pelaku
Mengidentifikasi pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi
kebijakan atau program.
b. Spesifikasi isu keputusan yang relevan
Menentukan secara operasional kecenderungan yang tidak
disepakati oleh para pelaku kebijakan.
c. Spesifikasi hasil kebijakan
Menentukan cakupan konsekuensi yang dapat timbul akibat aksi.
d. Identifikasi atribut hasil
Mengidentifikasi semua atribut yang relevan yang membuat hasil
berharga tau bernilai.
e. Penyusunan jenjang nilai atribut
Menyusun nilai atribut sesuai dengan kepentingannya.
f. Penyusunan skala atribut
Menyusun skala atribut yang telah diurutkan menurut
kepentingannya.
g. Standarisasi skala
Menjumlahkan semua nilai asli untuk setiap skala, bagikan
masing-masing nilai asli dengan jumlahnya dan dikalikan 100.
Sehingga nilai komponennya berjumlah 100.
h. Pengukuran hasil
13
i. Kalkulasi nilai
j. Evaluasi presentasi
Menentukan hasil kebijakan dengan total kinerja terbesar dan
menyajikannya pada pembuat keputusan yang relevan.
2.7Pengaruh Kebijakan
Dalam mengukur keberhasilan kebijakan juga perlu mengetahui
perubahan-perubahan yang terjadi dan dampak dari kebijakan yang telah
dimplementasikan tersebut. Menurut Agustino (2008:191) dampak dari
kebijakan mempunyai beberapa dimensi yaitu:
1. Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan
masyarakat
2. Pengaruhnya pada situasi dan kelompok lain
3. Mempunyai pengaruh di masa mendatang seperti pengaruhnya pada
kondisi saat ini
4. Pengaruh yang tidak langsung yang merupakan pengalaman dari suatu
komunitas atau beberapa anggota diantaranya.
Evaluasi kebijakan menemui kesulitan dalam beberapa hal antara lain:
1. Mengukur keuntungan yang tidak langsung dari kebijakan publik untuk
masyarakat tertentu,
2. Memberikan pertimbangan secara eksplisit pada fakta di mana efek
kebijakan berbentuk simbolik dan material. Hasil kebijakan berbentuk
simbolik memberikan perubahan yang tidak nyata pada kondisi sosialnya.
2.8Permasalahan Dalam Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat digunakan untuk memperoleh fakta
sesungguhnya yang berkaitan dengan sebuah kebijakan,dapat pula digunakan
untuk mengukur sebab akibat serta pengaruh dari sebuah kebijakan.
14
Inti pokok dari subbagian mengenai permasalahan dalam evaluasi
kebijakan ini adalah untuk mengukur sejumlah halangan atau rintangan yang
mungkin menjadi persoalan dalam mengevaluasi kebijakan.
Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
Evaluasi Kebijakan Publik (EKP) :
1. Ketidakpastian arah/tujuan kebijakan
Apabila arah dari suatu kebijakan tidak jelas, membingungkan, atau
menyimpang, seperti yang sering muncul, maka dalam menentukan
kelanjutan yang akan dicapai menjadi suatu tugas yang sulit dan sering
mebuat frustasi.
Misalnya dalam Model perkotaan. Tujuannya adalah kehidupan
dalam masyarakat, pembangunan kembali daerah kumuh dan yang telah
binasa, perbaikan rumah, kesempatan memperoleh pendapatan dan
kebudayaan, pengurangan tindak kriminal dan kejahatan, mengurangi
ketergantungan pada kesejahteraan, dan perawatan gedung bersejarah.
Tidak ada prioritas yang ditunjukkan pada macam-macam tujuan ini. Hal
ini semakin diperparah dengan preferensi dan persepsi yang berbeda-
beda. Pejabat yang mempunyai posisi yang berbeda dalam sistem
kebijakan,seperti membuat undang-undang dan administrator, atau
pejabat nasional dan daerah, mungkin mendefinisikannya secara berbeda,
sesuai dengan undang-undangnya, dan mempunyai kesimpulan yang
berbeda pula mengenai pelaksanaan program, sehingga memperumit
penentuan tujuan kebijakan.
2. Hubungan sebab akibat (Causality)
Evaluasi yang sistematik harus dapat menunjukkan perubahan
dalam kondisi kehidupan nyata sebagai akibat dari kegiatan kebijakan.
Tetapi dengan adanya kenyataan bahwa kegiatan A dilaksanakan dan
15
kondisi B dikembangkan tidak berarti bahwa ada hubungan sebagian
akibatnya. Sesuatu dapat terjadi dengan atau tanpa kebijakan.
Untuk menggambarkan lebih jauh mengenai persoalan menentukan
sebagian akibat akan diambil kasus kebijakan pengendalian kriminal.
Salah satu tujuan dari kebijakan ini adalah penanggulangan tindak
kriminal.
Pertanyaanya : apakah orang yang tidak melakukan pencurian
berarti bahwa secara efektif dia telah dicegah oleh kebijakan mengenai
aksi tersebut?
Tentu jawabannya bermacam-macam seperti : tergantungan dari
apakah dia cenderung untuk melakukan pencusrian. Jika ternyata sangat
cenderung, maka apakah kemungkinan itu dapat dicegah dengan
pemeriksaan dan hukuman, atau mungkin karena adanya faktor lain
seperti pengaruh keluarga, atau kurangnya kesempatan.
Oleh karena itu dapat kita ketahui bahwa penentuan sebagian akibat
dari suatu tindakan, khususnya dari masalah soosial dan ekonomi yang
rumit merupakan tugas yang sulit dilakukan.
3. Pengaruh kebijakan yang menyebar
Implemenatasi kebijakan dapat mepunyai dampak pada suatu
kelompok diluar kelompok target kebijakan.
Contohnya suatu program kesejahteraan dapat mempunyai dampak
tidak hanya pada kaum miskin tetapi juga yang lainnya seperti pembayar
pajak, pejabat masyarakat, dan mungkin orang yang berpenghasilan
rendahyang tidak dapat menikmati hasil dari program kesejahteraan.
Dampaknya pada kelompok ini dapat berupa simbolik atau material.
Para pembayar pajak dapat mengeluh bahwa”sejumlah uang yang
diperolehnya dengan susah payah akan dipakai untuk membantu orang-
orang yang malas bekerja. Beberapa pekerja dengan pendapatan rendah
16
dapat merencanakan untuk memakai “tunjangan kesejahteraan” daripada
melanjutkan bekerja ditempat yang tidak menyenangkan dengan upah
yang rendah.
Dampak dari beberapa program mungkin sangat menyebar.
Program Antimonopoli merupakan salah satu contohnya. Antimonopoli
sesungguhnya dimaksudkan untuk membantu memelihara kompetisi dan
mencegah monopoli pada kegiatan ekonomi, bagaimana seseorang akan
mengukur efektifitasnya? Kita dapat melihatnya pada aktifitas
pelaksanaan yang sedang berlangsung dan menemukan bahwa
penggabungan tertentu dan persekongkolan penetapan harga dapat
dipecahkan, tetapi hal ini tidak akan banyak memberi tahu kita pada
kompetisi dan monopoli pada umumnya. Akan lebih baik bila kita dapat
menyimpulkan bahwa ekonomi lebih kompetitif dari pada bila tidak ada
peraturan monopoli tersebut.
4. Kesulitan dalam memperoleh data
Kekurangan data yang relevan dan akurat secara statistik serta
informasi lainnya merupakan ketidaksempurnaan bagi evaluator
kebijakan.
Misalnya setelah dilakukan proses belajar mengajar, seorang guru
memberikan tugas kepada siswa-siswanya, nilai hasil UTS tersebut rata-
rata siswa memiliki nilai yang baik dan memuaskan, akan tetapi terdapat
kemungkinan mereka mendapatkan nilai baik bukan karena mampu
menguasai dengan benar akan tetapi karena membawa catatan/mencontek
ketikan ujian.
5. Penolakan pejabat kantor
Dalam melakukan evaluais kebijakan tetntu dapat ditemukan
manfaat yang ada didalamya dari sebuah kebijakan. Permasalahan
17
akanmuncul apabila pejabat instansi tidak memperhatikan konsekuensi
politik yang terjadi dalam evaluasi. Hal ini dapat terjadi jika hasilnya
tidak menyenangkan berdasarkan pandangan mereka. Akibatnya pejabat
dapat menganggap kecil atau meremehkan studi evaluasi, menolak akses
data atau tidak mengeluarkan kebijakan baru guna perbaikan.
Evaluasi akan lebih baik jika dikontrol oleh pejabat yang lebih
tinggi, yang membuat keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya
diantara program-program dan kelanjutan dari program yang telah
diberikan.
Antisipasi ini sangat penting karena kita harus mengingat bahwa
organisasai cenderung untuk menolak perubahan, sementara evaluasi
justru memberikan perubahan.
2.9Masukan Bagi Proses Evaluasi Kebijakan
Dalam beberapa kasus evaluasi kebijakan dapat dijadikan peraturan
perundang-undangan baru setelah reformulasi kebijakan publik. Beberapa
bentuk evaluasi kebijakan, seringkali memasukkan pandangan parlemen, kantor
akuntan publik, komisi kepresidenan dan instansi lainnya.
Berikut adalah beberapa aktor yang turut memberikan masukan pada
evaluasi kebijakan publik.
1. Parlemen
Salah satutugasparlemenadalahmelakukan control sekaligus
evaluasi dan penerapan, administrasi, dan pelaksanaan hukum atau
kebijakan. Kontrol/Pemeriksaan/monitoring bukan merupakan aktifitas
yang dapat dipisahkan dalam tubuh parlemen karena ia juga harus
mengumpulkan informasi, memformulasikan undang-undang, aloka
sidana, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan juga untuk mengontrol
18
kegiatan instansi, yang mana memang diperlukan untuk kegiatan
selanjutnya.
2. General Accounting Office
General Accounting Office (GIO) merupakan “kepanjangan tangan
parlemen” yang mempunyai wewenang untuk memeriksa kegiatan
pelaksanaan dan keuangan dari instansi Negara ,mengevaluasi program
dan melaporkan penemuannya kepada parlemen. Selain itu GIO juga
memperhatikan evaluasi program seperti memeriksa pelaksanaan
program.
3. Komisi kepresidenan
Komisi kepresidenan (Presidential Comission) mempunyai peran
dalam memberikan masukan bagi Rancangan Undang-Undang,
pembentukan kebijakan, Serta mengevaluasi kebijakan dalam beberapa
bidang atau untuk keperluan lainnya.
Seperti penemuan fakta, membuat rekomendasi kebijakan. Sebagian
besar anggota komisi melibatkan dirinya dalam evaluasi kebijakan.
Sebagai contoh kasus Komisi kepresidenan dalam program
pemeliharaan pendapatan ditetapkan oleh presiden Johnson dengan
mandate untuk mengevaluasi program pemeliharaan pendapatan yang
sudah ada serta memberikan rekomendasi program pemeliharaan
pendapatan baru yang akan melayani kepentingan nasional secara lebih
baik. Komisi ini bekerja 22 bulan (Anderson, 1984:163).
Berdasarkan dan pembentukan presidential Commission tersebut
apakah program yang telah ada mempunyai perbandingan biaya dan
keuntungan yang diinginkan, didefinisikan secara jelas hak dan
kewajiban peserta yang potensial, menyediakan sarana pendukung yang
memadai, mempunyai efek pendorong yang berlawanan, dan
meminimalkan biaya administrasi, maka komisi menyimpulkan bahwa
19
program pemeliharaan pendapatan yang ada ternyata tidak cocok untuk
mengurangi kemiskinan dan melindungi kaum non-miskin mengahadapi
resiko yang tidakdapat mereka atasi sendiri.
Rekomendasiutamadari Presidential Commission adalah untuk
pembuatan program pendudkung pendapatan Negara Federal yang
menyeluruh dalam hal pembayaran tunai untuk semua orang yang
membutuhkan dalam rangka menyediakan pendapatan dasar bagi
keluarga dengan jumlah empat orang.
4. Kantor Administrasi
Banyak program dan evaluasi kebijakan dikeluarkan oleh kantor
administrasi, juga atas usul mereka sendiri tau yang berhubungan dengan
factor lainnya,
Beberapa perkembangan dan contoh akan dibahas mengenai
perankantoraan administrasi dalam melakukan kebijakan evaluasi public.
Kasus-kasus ini mengambil studi kasus dari Amerika serikat. Misalnya
pada tahun 1966 perhatian banyak ditujukan pada Planning-
programming-Budgeting system (PPBS) yang diperkenalkan
pertamakalinya oleh sekertaris Departemen pertahanan, Robert
McNamara (Anderson, 1984:164). Program ini dimaksudkan untuk
memberikan fasilistas pada pilihan rasional diantara kebijakan dan
program alternative berdasar criteria biaya dan manfaat yang eksplisit
serta tampilan data. Program ini awalnya ketika pada tahun 1965 presiden
Johnson memberikan perintah eksekutif mengenai tugas PPBS pada
pemerintah federal. Menurut pandangannya, pembuat keputusan dapat:
1. Mengidentifikasikan tujuan nasional secara teliti dan terus-menerus
2. Memilih salah satu tujuan yang pentingdiantaranya
3. Mencaricara alternative yang lebih efektif dan hemat biaya dalam
mencapai tujuan
20
4. Memberikan informasi pada kita sendiri tidak hanya biaya program
untuk tahun depan, tetapi juga tahun-tahun berikutnya.
5. Mengukur penampilan program untuk mengasuransikan pelayanan
seharga satu dolar untuk setiap dolar yang dibayarkan.
Tetapi sesuatu tersebut tidak berjalan dengan baik sesuai dengan
birokrasi. Sehinnga yang terjadi adalah:
Berikut adalah persamaan dan perbedaan antara PPBS dengan
Manajemen By Objectives.
PPBS MBO
Cakupannya lebih
banyak dari pada
MBO
Memiliki cakupan yang lebih sederhana dari
PPBS
- Memerlukan instansi untuk menentukan subjek
pada kantor Manajemen dan anggaran serta
persetujuan dari presiden
21
Barusaha menentukan
apakah instansi dapat
mencapai tujuannya
Barusaha menentukan apakah instansi dapat
mencapai tujuannya
Mengevaluasi
program alternative
dalam mencapai
tujuan instansi
Tidak mengevaluasi program alternative dalam
mencapai tujuan instansi
- Memusatkan kekuasaan pada tingkatan
administrasi yang lebih tinggi
Dalam zero-base budgeting maka yang terjadi adalah sebagai
berikut:
1. Instansi menetapkan tujuan masing-masing program
2. Menentukan apakah dengan program tersebut tujuan instansi dapat
tercapai atau tidak
3. Instansi menetapkan tingkatan anggaran minimum untuk program
tersebut
4. Mengembangkan add-ons yang akan meningkatkan penampilan dan
efektifitas program
Menurut pegawai Manajemen By Objectives mengatakan bahwa
zero-base budgeting membuat instansi dapat menentukan apa yang akan
diselesaikan, menyediakan alat untuk menilai biaya program, dan
menunjukkan pada pemerintah dimana program yang memerlukan biaya
dapat mengerjakan hal yang terbaik.
2.10Pemanfaatan Hasil Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan berfungsi untuk member sumbangan pada perluasan
metodologi kebijakan publik, khususnya kebijakan publik. Evaluasi kebijakan
22
tidak saja diarahkan untuk menghasilkan rekomendasi dari penilaian yang
dilakukan atas kibajakan yang dievaluasi tetapi lebih menjurus pada perumusan
metodologi pembelajaran agar kekurangan/kelemahan metologi yang digunakan
tidak terulang pada waktu dan tempat yang akan datang.
Ada beberapa alasan mengapa para evaluasi kebijakan tidak
memanfaatkan hasilnya oleh evaluator lain atau actor-aktor kebijakan publik
lain :
1. Struktur masalah. Perumusan dari seluruh evaluasi kebijakan biasanya
diletakkan pada struktur masalah yang jelas. Apabila evaluasi kebijakan
terlalu rumit untuk menunjukkan letak permasalahan yang dievaluasi/terlalu
mengurai banyak hal sehingga menyebabkan kebingungan pada pelaku
kebijakan, maka pelaku kebijakan akan enggan untuk memanfaatkan hasil-
hasil evaluasi kebijakan. Ketika para evaluator kebijakan tidak mampu
mengidentifikasi dengan tepat yang terjadi adalah penyelesaian atau
penguraian masalah yang salah.
2. Karakteristik informasi. Agar evaluasi kebiajakn dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat luas, termasuk actor lainnya maka informasi yang dihasilkan
oleh evaluator kebijakan hendaknya bersifat : 1. Mudah dipahami oleh
pelaku kebijakan 2. Lengkap dan tidak menimbulkan pertanyaan baru 3.
Konkrit, tidak terbelit-belit dan langsung mengarah pada pokok
permasalahan yang sedang dihadapi dan sedang dibutuhkan solusi oleh
masyarakat dan pelaku kebijakan 4. Praktis serta memberikan solusi. Ketika
hal-hal tersebut terpenuhi, maka kemungkinan pemanfaatan hasil evaluasi
sangat besar.
3. Cara pengkajian. Cara pengajian dan/atau cara pemrosesan informasi dalam
menemukan solusi masalah sangat berguna bagi kelangsungan pemanfaatan
evaluasi kebijakan.. Dua hal yang perlukan diperhatikan oleh aktor evaluasi
kebijakan manakala berusaha untuk menemukan hasil-hasil evaluasi
23
kebijakan yang baik : 1. Evaluatornya, maksudnya bagaimana tingkat
kompetensi yang dimiliki oleh evaluator dan 2. Metode yang digunakan
apakah evaluasi atas kebijakan yang dijalankan sudah di hasilkan dari
metode analisis yang tepat.
4. Interaksi antarpelaku kebijakan. Kondisi interaksi antara aktor pelaku
kebijakan akan sangat mempengaruhi pemanfaatan hasil evaluasi kebijakan.
Bila hubungan antara pelaku kebijakan tidak baik, ditambah lagi dengan
situasi saling menjatuhkan, maka seringkali evaluasi kebijakan dianggap
digerakkan oleh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Dimana hal ini
akan berujung pada pemanfaatan hasil-hasil evaluasi kebijakan yang tidak
berjalan
5. Struktur politik dan beriokrasi. Dalam struktur politik dan birokrasi yang
menjadi sumber masalah adalah pengguna atau pelaku kebijakan itu sendiri.
dalam suatu struktur politik dan beriokrasi yang otoriter. Misalnya pelaku
kebijakan akan cenderung enggan menerima segala kritik ataupun masukan
yang sebenarnya bermanfaat bagi kelanjutan kebijakan.
2.11Respon Pada Evaluasi Kebijakan
Evaluasi sistematik merupakan kegiatan yang relatif baru dan ia
berkembang dengan pesat pada era tahun 1980an. Seiring dengan berjalannya
waktu, teknik dan bentuk evaluasi menjadi lebih efektif, dampaknya niscaya
akan bertambah. Orang perorang dan kelompok, warga Negara dan pejabat
sama-sama berpendapat mengenai dampak serta keinginan mereka pada
kebijakan yang ada.
Terdapat banyak varian dalam model kegiatan pengevaluasian, misalnya
dalam konsep feed back. Konsep ini secara singkat memberitahukan kita
bahwa keputusan kebijakan dan dampak yang lalu dapat menimbulkan
keinginan untuk merubah atau mendukungnya. Pembuatan dan administrasi
undang-undang kebijakan lingkungan hidup nasional. Konsekuensi feedback
24
bagi para pembuat keputusan bermacam-macam, mulai dari : melanjutkan
kebijakan tersebut; perubahan untuk memperkuat atau memperlemah
kebijakan; penyesuaian dalam administrasinya; penambahan, pengurangan
atau pemotongan dana untuk mendukung pelaksanaannya; hingga pencabutan
undang-undang.
Terdapat tiga kategori yang digunakan oleh para evaluator dalam
memanfaatkan feedback. Pertama, biaya dan manfaat bagi banyak orang.
Kebijakan yang termasuk dalam restribusi biaya dan manfaat bagi banyak
orang seperti : pendidikan masyarakat, pertahanan sosial, layanan kesahatan
dsb. Walau banyak penerimaan positif atas feedback pada kategori pertama,
namun tidak sedikit dari beberapa kebijakan yang termasuk dalam kategori ini
tidak pernah bersungguh-sungguh memberikan keuntungan yang banyak pada
masyarakat luas. Misalnya program pemberantasan kemiskinan pada dasarnya
memberikan banyak keuntungan pada masyarakat miskin, baik perkotaan
maupun pedesaan tetapi problemnya ketika program pemberantasan
kemiskinan itu mau di pertahankan, hampir semua orang miskin dalam
masyarakat kita kurang mempunyai kekuatan politik dan akibatnya
kemampuan efektif untuk menyelamatkan dan mendukung program yang pro
terhadap masyarakat miskin sulit untuk dipertahankan. Karena itu akan
banyak perubahan pada program pemberantasan kemiskinan meskipun bagian
besar program pemberantasan kemiskinan masih tetap berjalan namun
sifatnya hanya simbolik saja.
Kategori kedua, manfaat bagi sebagian kecil dan biaya dari banyak orang.
Beberapa kebijakan dan program menguntungkan bagi kelompok tertentu,
sementara biayanya tidak diambil dari kelompok-kelompok khusus.
Pemerolehan biaya untuk program serta kebijakan-kebijakan tersebut di atas
biasanya diperoleh dalam bentuk pajak yang dibebankan pada masyarakat
umum. Yang terlihat dalam kategori kedua adalah bahwa kelompok yang
diuntungkan dari kebijakan ini jelas mempunyai dorongan untuk
25
mempertahankan program serta kebijakan tersebut. Karena loginya dari siapa
lagi mereka mendapatkan bantuan kalau bukan dari pemerintah.
Dan kategori ketiga ialah keuntungan dan biaya bagi bagi sedikit orang.
Kebijakan yang memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu dengan
pembiayaan berasal dari kelompok berbeda cenderung melahirkan konflik
yang berkelanjutan diantara kelompok dan pesertanya. Karena itu feedback
dari para evaluator sangat diperlukan guna memperbaiki mekanisme
pengalokasian keuntungan hingga tidak tercipta konflik yang berkelanjutan.
Ketiga kategori feedback kebijakan tersebut diatas yang berdasarkan pada
alokasi biaya dan manfaatnya hanyalah pendekatan yang umum. Semua
kebijakan tidak akan tepat sekali atau termasuk dalam salah satu di antaranya.
2.12
26
BAB III
PENYIMPULAN
3.1 Simpulan
1. Evaluasi dalam arti yang lebih spesifik yaitu pembuatan informasi
mengenai seberapa jauh hasil suatu kebijakan memberi kontribusi
terhadap pencapaian tujuan-tujuan dan sarana.
2. Tujuan evaluasi adalah menilai suatu kebijakan sehingga dapat dilakukan
revisi terhadap faktor yang menyebabkan gagalnya implementasi
kebijakan tersebut.
3. Sifat evaluasi ada empat yaitu (1) fokus pada nilai, (2) interdependensi
fakta nilai, (3) orientasi masa kini dan masa lampau, (4) dualitas nilai.
4. Kriteria untuk untuk evaluasi diterapkan secara restropektif (ex post.
5. Fungsi evaluasi memiliki 3 evaluasi yaitu (1) memberi informasi yang
valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, (2) memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
pemilihan tujuan dan target, dan (3) memberi sumbangan pada aplikasi
metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah
dan rekomendasi.
6. Pendekatan evaluasi menurut Dunn terdiri evaluasi semu, formal dan
keputusan teoritis. Evaluasi keputusan teoritis merupkan pendekatan yang
dapat dikatakan lebih baik daripada 2 pendekatan lainnya. Karena
evaluasi keputusan teoritis dapat menutupi kekurangan yang ada pada 2
pendekatan tersebut.
7. Pengaruh kebijakan memiliki 4 dimensi yaitu pengaruh pada persoalan
masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat, situasi dan
kelompok lain, pengaruh di masa mendatang, dan pengaruh tidak
langsung.
8. Berikut ini adalah beberapa permasalahan yang berkaitan dengan
Evaluasi Kebijakan Publik (EKP) :
27
(1) Ketidakpastian arah/tujuan
(2) Hubungan sebagian akibat
(3) Pengaruh kebijakan yang menyebar
(4) Kesulitan dalam memperoleh data
(5) Penolakan pejabat kantor (Official Resistance)
9. Berikut ini adalah beberapa aktor yang turut memberikan masukan pada
evaluasi kebijakan public:
(1) Parlemen
(2) General Accounting Office (GIO)
(3) Komisi kepresidenan
(4) Kantor Administrasi
10. Ada beberapa alasan mengapa para evaluasi kebijakan tidak
memanfaatkan hasilnya oleh evaluator lain atau actor-aktor kebijakan
public lain:
(1) Struktur masalah
(2) Karakteristik informasi
(3) Cara pengkajian
(4) Interaksi antar pelaku kebijakan
(5) Struktur politik dan birokrasi
11. Pembuatan dan administrasi undang-undang kebijakan lingkungan hidup
nasional. Konsekuensi feedback bagi para pembuat keputusan bermacam-
macam, mulai dari : melanjutkan kebijakan tersebut; perubahan untuk
memperkuat atau memperlemah kebijakan; penyesuaian dalam
administrasinya; penambahan, pengurangan atau pemotongan dana untuk
mendukung pelaksanaannya; hingga pencabutan undang-undang.
28
3.2 Saran
1. Bagi para pembuat kebijakan seharusnya dapat mengevaluasi kebijakan
dengan berdasarkan data yang akurat, fakta, dan bukti agar kegagalan
kebijakan yang telah diimplementasikan dapat direvisi sehingga mencapai
tujuan yang diinginkan dari kebijakan tersebut
2. Pembuat kebijakan sebaiknya menggunakan pendekatan evaluasi keputusan
teoritis karena informasi yang diperoleh lebih komprehensif dan valid dari
pendekatan yang lainnya..
29
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2008. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Dun, William N. 2000. Pengantar Analis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
30