Post on 30-Oct-2014
BAB I
PENDAHULUAN
Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama
kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Mereka diklasifikasikan ke dalam penyakit
hipertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat,
edema, dan proteinuria yang masif. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau
kejang di samping ketiga tanda khas PEB.1
Angka kematian maternal di Indonesia adalah 4,5 permil, tertinggi di antara negara-
negara ASEAN. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia - eklampsia, yang
bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75 - 80% dari keseluruhan kematian
maternal. Berdasarkan hasil survai yang dilakukan oleh Angsar, insiden preeklampsia-eklampsia
berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil. Di UK eklampsia terjadi pada satu dari 2000
kelahiran di negara miskin dan menengah terjadi pada 1 dari 100 dan 1 dari 1700 kelahiran.
Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10% dari total kematian
maternal. Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya, diantaranya jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria
dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. 2,3,4
Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan
proteinuria sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan. Pemeriksaan antenatal yang teratur dan
secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia
berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.Oleh
1
karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta
penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.1
Salah satu terapi pada preeklampsia yaitu dengan penggunaan magnesium sulfat
(MgSO4). Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia pertama kali
dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara intrathekal. Rissmann tahun 1916
memberikan secara subkutan, Fisher tahun 1916 memberikan secara infus sebanyak 250 ml
larutan 2% dan Von Miltner (1920) memberikan secara gabungan suntikan subkutan dan
intramuskuler.5
Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai pengunaan megnesium
sulfat pada eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti tiap 6 jam dengan dosis 5 gram. Setelah
mengunakannya untuk 1200 kasus preeklampsia dan eklampsia, Eastman menyatakan bahwa
magnesium sulfat merupakan obat tunggal yang paling ampuh pada preeklampsia berat. Selain
mencegah kejang obat ini tidak menghambat persalinan.6
Sejak tahun 1951, Pritchard mempelajari penggunaan magnesium sulfat sebagai
pengobatan tunggal pada preeklampsia. Selama 3 tahun terdapat 211 penderita preeklampsia dan
eklampsia yang diobati dengan magnesium sulfat dan dilaporkan hanya 1 kamatian ibu,
sedangkan kamatian perinatal sebesar 10%.5
Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat.1,7 Di Indonesia sendiri pengunaan
magnesium sulfat pada penderita preeklampsia dan eklampsia sudah cukup lama dan pada saat
KOGI VI tahun 1985 di Ujung Pandang oleh Satgas Gestosis POGI ditetapkan magnesium sulfat
merupakan satu-satunya obat yang dipakai untuk pengobatan preeklampsia dan eklampsia.7
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Magnesium Sulfat (MgSO4 )
Magnesium memiliki banyak fungsi fisiologis dalam tubuh, dalam tubuh yang sehat
maupun sakit. Dipandang dari fungsi otot, magnesium mempengaruhi uptake oksigen, produksi
energi dan keseimbangan elektrolit. Kebutuhan akan magnesium meningkat dalam keadaan
olahraga, bekerja berat, dan pengeluaran keringat berlebih.selama aktivitas fisik, magnesium
didistribusikan kembali di dalam tubuh untuk mengakomodasi kebutuhan metabolik. Magnesium
merupakan kation kedua yang terbanyak ditemukan dalam cairan intraseluler. Magnesium
diperlukan untuk aktifitas sistem enzim tubuh dan berfungsi penting dalam transmisi
neurokimiawi dan eksitabilitas otot. Kurangnya kation ini dapat menyebabkan gangguan struktur
dan fungsi dalam tubuh. Pada pembuluh darah, magnesium dapat bekerja pada endotelium
maupun otot polos pembuluh darah. Fungsi magnesium pada endotel dan otot polos pembuluh
darah dapat dilihat pada gambar 1.8
Seorang dewasa dengan berat badan rata-rata 70 kg mengandung kira-kira 2000 meq
magnesium dalam tubuhnya. 50% ditemukan dalam tulang, 45% merupakan kation intraseluler
dan 5% didalamnya cairan ekstraseluler. Kadar dalam darah adalah 1,5 sampai 2,2 meq
magnesium/liter atau 1,8 sampai 2,4 mg/100 ml, dimana 2/3 bagian adalah kation bebas dan 1/3
bagian terikat dengan plasma protein.5,8
3
Gambar 1, pengaruh magnesium pada pembuluh darah
Seorang dewasa membutuhkan magnesium 20-40 meq/hari dimana hanya 1/3 bagian
diserap dibagian proksimal usus halus melalui suatu proses aktif yang berhubungan erat dengan
sistem transport kalsium. Bila penyerapan magnesium kurang akan menyebabkan penyerapan
kalsium meningkat dan sebaliknya.5
Garam magnesium sedikit sekali diserap oleh saluran pencernaan. Pemberian magnesium
parenteral segera didistribusikan ke cairan ekstrasel, sebagian ketulang dan sebagian lagi segera
melewati plasenta. Ekskresi magnesium terutama melalui ginjal, sedikit melalui penapasan, air
susu ibu, saliva dan diserap kembali melalui tubulus ginjal bagian proksimal. Bila kadar
magnesium dalam darah meningkat maka penyerapan ditubulus ginjal menurun, sedangkan
4
clearence ginjal meningkat dan sebaliknya. Peningkatan kadar magnesium dalam darah dapat
disebabkan karena pemberian yang berlebihan atau terlalu lama dan karena terhambatnya
ekskresi melalui ginjal akibat adanya insufisiensi atau kerusakan ginjal.4,5
Ekskresi melalui ginjal meningkat selama pemberian glukosa, amonium klorida,
furosemide, asam etakrinat dan merkuri organik. Kekurangan magnesium dapat disebabkan oleh
karena penurunan absorbsi misalnya pada sindroma malabsorbsi, by pass usus halus, malnutrisi,
alkholisme, diabetik ketoasidosis, pengobatan diuretika, diare, hiperaldosteronisme,
hiperkalsiuri, hiperparatiroidisme.5
Cruikshank et al menunjukan bahwa 50% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal
pada 4 jam pertama setelah pemberian bolus intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24
jam pemberian. Pitchard mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan diekskresikan melalui
ginjal setelah 24 jam pemberian intavena.5
Magnesium adalah kation terbesar kedua didalam sel. Jumlah seluruh magnesium dalam
tubuh adalah 24 g. magnesium intraseluler adalah bagian terpenting sebagai kofaktor pada reaksi
berbagai enzim dan masuk ke dalam sel secara difusi. Magnesium dikeluarkan dari dalam tubuh
melalui ginjal. Magnesium secara bebas difiltrasi dalam glomerulus dan sebagian direabsorbsi
dalam tubulus renalis. ekskresi dalam urin kurang lebih 3-5% dari magnesium yang difitrasi.
Pada wanita hamil kadar magnesium plasma menurun ; 1,83 mEq/1 untuk wanita tidak hamil
menjadi 1,39 mEq/1 untuk wanita yang hamil.8
5
2 Magnesium Sulfat dalam Penatalaksanaan Preeklampsia dan Eklampsia
Magnesium sulfat telah digunakan sejak abad ke-20 dalam pencegahan eklampsia.
Banyak studi empiris maupun studi klinis yang menunjukkan efektivitas dari magnesium sulfat.
Untuk profilaksis eklampsia pada wanita yang mengalami preeklampsia, magnesium sulfat lebih
baik daripada fenitoin, nomodipine, diazepam dan placebo.8
Pengunaan magnesium sulfat parenteral untuk pengobatan eklampsia pertama kali
dilakukan oleh Horn tahun 1906 dengan penyuntikan secara intrathekal. Rissmann tahun 1916
memberikan secara subkutan, Fisher tahun 1916 memberikan secara infus sebanyak 250 ml
larutan 2% dan Von Miltner (1920) memberikan secara gabungan suntikan subkutan dan
intramuskuler.5
Eastman dan Steptoe melaporkan pada tahun 1945 mengenai pengunaan megnesium
sulfat pada eklampsia dengan dosis 10 gram di ikuti tiap 6 jam dengan dosis 5 gram. Setelah
mengunakannya untuk 1200 kasus preeklampsia dan eklampsia, Eastman menyatakan bahwa
magnesium sulfat merupakan obat tunggal yang paling ampuh pada preeklampsia berat. Selain
mencegah kejang obat ini tidak menghambat persalinan.6
Pada penelitian multinasional, magnesium sulfat dapat menurunkan kejadian kejang
berulang pada wanita yang mengalami eklampsia sebanyak 52% jika dibandingkan dengan
diazepam, dan 67% jika dibandingkan dengan fenitoin.6
Sampai saat ini magnesium sulfat merupakan obat yang terpakai banyak untuk
pengobatan preeklampsia dan eklampsia di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri pengunaan
magnesium sulfat pada penderita preeklampsia dan eklampsia sudah cukup lama dan pada saat
6
KOGI VI tahun 1985 di Ujung Pandang oleh Satgas Gestosis POGI ditetapkan magnesium sulfat
merupakan satu-satunya obat yang dipakai untuk pengobatan preeklampsia dan eklampsia.7
3 Cara Kerja MgSO4
Ada beberapa cara kerja dari Magnesium Sulfat, yaitu bekerja pada:4
Sistem Enzim
Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler
Sistem neuromuskular
Sistem saraf otonom
Sistem Kardiovaskular
Sistem pernapasan
Uterus
3.1 Sistem Enzym
Magnesium merupakan ko-faktor dari semua enzym dalam rangkaian reaksi adenosin
fosfat (ATP) dan sejumlah besar enzym dalam rangkaian metabolisme fosfat. Juga berperan
penting dalam metabolisme intraseluler, misalnya proses pengikatan messanger-RNA dalam
ribosom.
3.2 Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler
Mekanisme dan aksi magnesium sulfat mesih belum diketahui dan menjadi pokok
pembahasan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa aksi magnesium sulfat di perifer pada
neuromuskular junction dengan minimal atau tidak ada sama sekali pengaruh pada sentral.
7
Magnesium menekan saraf pusat sehingga menimbulkan anestesi dan mengakibatkan
penurunan reflek fisiologis. Pengaruhnya terhadap SSP mirip dengan ion kalium.
Hipomagnesemia mengakibatkan peningkatan iritabilitas SSP, disorientasi, kebingungan,
kegelisahan, kejang dan perilaku psikotik. Suntikan magnesium sulfat secara intravena cepat dan
dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan dan hilangnya kesadaran. Hal ini
mungkin disebabkan karena adanya hambatan pada neuromuskular perifer. Penghentian dan
pencegahan kejang pada eklampsia tanpa menimbulkan depresi umum susunan syaraf pusat pada
ibu maupun janin.
3.3 Sistem neuromuskular
Magnesium mempunyai pengaruh depresi langsung terhadap otot rangka. Kelebihan
magnesium dapat menyebabkan:
Penurunan pelepasan asetilkolin pada motor end-plate oleh syaraf simpatis.
Penurunan kepekaan motor end-plate terhadap asetilkolin.
Penurunan amplitudo potensial motor end-plate
Pengaruh yang paling berbahaya adalah hambatan pelepasan asetilkolin. Akibat
kelebihan magnesium terhadap fungsi neuromuskular dapat diatasi dengan pemberian kalsium,
asetilkolin dan fisostigmin. Bila kadar magnesium dalam darah melebihi 4 meq/liter reflek
tendon dalam mulai berkurang dan mungkin menghilang dalam kadar 10 meq/liter. Oleh karena
itu selama pengobatan magnesium sulfat harus dikontrol refleks patela.
8
3.4 Sistem syaraf otonom
Magnesium menghambat aktifitas dan ganglion simpatis dan dapat digunakan untuk
mengontrol penderita tetanus yang berat dengan cara mencegah pelepasan katekolamin sehingga
dapat menurunkan kepekaan reseptor adrenergik alfa.
3.5 Sistem Kardiovaskular
Pengaruh magnesium terhahap otot jantung menyerupai ion kalium. Kadar magnesium
dalam darah yang tinggi yaitu 10-15 meq/liter menyebabkan perpanjangan waktu hantaran PR
dan QRS interval pada EKG. Menurunkan frekuensi pengiriman infuls SA node dan pada kadar
lebih dari 15 meq/liter akan menyebabkan bradikardi bahkan sampai terjadi henti jantung yaitu
pada kadar 30 meq/liter. Pengaruh ini dapat terjadi karena efek langsung terhadap otot jantung
atau terjadi hipoksemia akibat depresi pernapasan.
Kadar magnesium 2-5 meq/liter dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini terjadi karena
pengaruh vasodilatasi pembuluh darah, depresi otot jantung dan hambatan gangguan simpatis.
Magnesium sulfat dapat menurunkan tekanan darah pada wanita hamil dengan preeklampsia dan
eklampsia, wanita tidak hamil dengan tekanan darah tinggi serta pada anak-anak dengan tekanan
darah tinggi akibat penyakit glomerulonefritis akut.
3.6 Sistem pernapasan
Magnesium dapat menyebabkan depresi pernapasan bila kadarnya lebih dari 10 meq/liter
bahkan dapat menyebabkan henti napas bila kadarnya mencapai 15 meq/liter. Somjen memonitor
secara ketat dua orang penderita dengan kadar magnesium dalam darah 15 meq/liter akan
didapati kelumpuhan otot pernapasan tanpa disertai gangguan kesadaran maupun sensoris.
9
Sebagai pengobatan hipermagnesia segera setelah terjadi depresi pernapasan diberikan
kalsium glukonas dengan dosis 1 gram (10 ml dari larutan 10%) secara intravena dalam waktu 3
menit dan dilakukan pernapasan buatan sampai penderita dapat bernapas sendiri. Pemberian ini
dapat dilanjutkan 50 ml kalsium glukonas 10% yang dilarutkan dalam dektrose 10% per infus.
Bila keadaan tidak dapat diatasi dianjurkan untuk hemodialisis atau peritoneum dialisis.
3.7 Uterus
Pengaruh magnesium sulfat terhadap kontraksi uterus telah banyak dipelajari oleh para
peneliti. Hutchinson dkk meneliti 32 penderita yang diberi 4 gram MgSO4 secara intravena dan
mendapatkan adanya penurunan kontraksi uterus yang nyata pada 21 penderita , pada 7 penderita
terdapat penurunan kontraksi uterus yang sedang dan pada 4 penderita malah di dapatkan
penambahan kekuatan kontraksi uterus. Perubahan kontraksi ini hanya berlangsung selama 3-15
menit dimana kadar magnesium meningkat dari 2 meq/liter menjadi 7-8 meq/liter dan menurun
kembali 5-6 meq/liter pada akhir menit ke-15. Lama dan derajat perubahan sangat individual,
bahkan diperoleh perbaikan sifat kontraksi uterus.
Pada tahun 1959, Hall melakukan penelitian invitro efek magnesium sulfat pada
miometrium. Pada penelitian ini megnesium sulfat menyebabkan relaksasi bila konsentrasi
mencapai 8-19 mEq/1, penghambatan sempurna dicapai bila konsentrasi magnesium 14-30
mEq/1. pada penelitian invivo, digunakan magnesium sulfat dengan kadar dalam darah 5-8
mEq/1. Toksisitas tampak bila kadar dalam darah mencapai kurang lebih 10 mEq/1. Hall juga
mendemontrasikan perpanjangan proses persalinan pada penderita preeklampsia yang diberikan
pengobatan dengan magnesium sulfat. Lama proses persalinan secara berlangsung sebanding
dengan kadar magnesium sulfat dalam darah. Tahun 1966, pertama kali pemakaian magnesium
sulfat sebagai obat tokolitik dilaporkan oleh Rusu dan tahun 1975, Kiss dan Szoke melaporkan
10
pengunaan magnesium secara intravena untuk tokolitik. Pemberian magnesium sulfat oleh
beberapa ahli disebutkan dapat menurunkan angka kejadian celebral palsy. Namun grether dkk,
tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan
resiko cerebral plsy ini. Pada penelitian lainnya Grether telah membuktikan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara pemberian magnesium sulfat dengan resiko kematian neonatus.9
Magnesium sulfat tampaknya mempunyai dua aktivitas sebagai obat tokolitik yakni
dengan cara menekan transmisi syaraf ke miometrium dan secara langsung berefek pada sel-sel
miometrium. Pertama, peningkatan kadar megnesium menurun pelepasan asetikolin oleh motor
end plate pada neuromuscular junction. Sebagai tambahan Magnesium mencagah masuknya
kalsium neuron dan efektif memblokir transmisi syaraf. Kedua, magnesium berefek sebagai
antagonis terhadap kalsium pada tingkat sel dan dalam ruang ekstraseluler. Peningkatan kadar
magnesium menyebabkan hipokalsemia melalui penekanan sekresi hormon paratiroid dan
melalui peningkatan pembuangan kalsium oleh ginjal. Baik Magnesium dan kalsium
direabsorbsi pada tubulus renalis. Pada sisi yang sama Peningkatan kadar magnesium mencegah
rabsorbsi kalsium dan menyebabkan hiperkalsiuria. Disamping menyebabkan hipokalsemia,
peningkatan kadar magnesium juga berkompetisi dengan sisi ikatan kalsium yang sama yang
mengakibatkan penurunan menurunnya kadar ATP (adenosine triphosphate) sampai pada kadar
dimana sel tidak mengikat kalsium. Hal ini mencegah aktivasi dari kompleks aktin dan myosin.
Data klinik mendukung teori bahwa magnesium berefek sebagai tokolitiknya melalui antogonism
kalsium : pada keadaan hipokalsemia pada penderita yang menerima magnesium sulfat
kemudian diobati dengan pemberian kalsium, terjadi peningkatan aktivitas uterus.10
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menilai efektifitas magnesium sulfat sebagai
tokolitik. Namun, batasan saat pemberian tokolitik sulfat sangat bervariasi. Steer dan Petrie
11
mengemukan bahwa magnesium sulfat efektif sebagai tokolitik dan mampu menghambat
persalinan prematur selama 24 jam pada 96% penderita bila pembukaan serviks kurang dari 1
sentimeter. Tetapi bila pembukaan serviks 2-5 sentimeter hanya 25% yang berhasil. Para ahli
berkesimpulan bahwa makin cepat pemberian obat tokolitik merupakan kunci keberhasilan
penundaan proses persalinan prematur. Tokolitik dengan magnesium sulfat secara konvensional
dibatasi selama 72 jam.10
Kadar magnesium dalam serum untuk tokolitik dipertahankan pada kadar 4-9 mg/dl. Bila
digunakan sebagai tokolitik, toksisitas magnesium sulfat sangat jarang meskipun kecepatan
pemberiannya kurang lebih 4 g/jam atau pasien penderita penyakit ginjal. Refleks patella akan
menghilang bila kadar magnesium plasma 9-13 mg/dl, depresi pernapasan terjadi pada kadar 14
mg/dl. Sebagai antidotum untuk toksisitas magnesium adalah 1 g kalsium glukonas yang
dinerikan secara intravena. Keseimbangan cairan harus dimonitor secara ketat dan pemberian
cairan sacara intravena harus dibatasi untuk mencegah terjadinya edema paru.10
Cara kerja dari magnesium sulfat dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Cara kerja Magnesium sulfat
12
4 Efek Samping
Berbagai efek samping yang mungkin muncul dengan pemberian magnesium sulfat
adalah edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri kepala, pandangan kabur, mual,
muntah, nistagmus, letargi, hipotermi, retensi urin, dan konstipasi. Efek samping yang jarang
tetapi dampaknya serius adalah hipokalsemi. Pada kadar kalsium kurang dari 7 mg/dl dapat
menyebabkan tegang.10
Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang enak berupa rasa panas
dimuka, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini segera timbul karena kadar magnesium
segera meningkat dan akan menghilang dengan menurunnya kadar magnesium. Reaksi tidak
didapatkan pada penyuntikan secara intramuskular walaupun dengan dosis tinggi, karena
peningkatan kadar magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas dimuka dan muka merah akibat
vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian magnesium sulfat. 4
5 Bentuk Sediaan
Magnesium sulfat atau disebut juga garam Epson, banyak dipergunakan dalam bidang
kebidanan, merupakan sediaan yang dipakai untuk pengunaan parenteral. Apabila kita menyebut
magnesium sulfat maka yang dimaksud adalah senyawa MgSO4 7H2O yang merupakan kristal
berbentuk prisma dingin, pahit dan larut dalam air (kelarutan 1 : 1). Satu gram garam ini setara
dengan 4,08 milimol atau 8,12 meq magnesium. Larutan injeksi MgSO4 7H2O terdapat dalam
konsentrasi 10%, 12,5%, 20%, 40%, dan 50%.
13
6 Dosis dan Cara Pemberian
Magnesium sulfat merupakan garam yang sangat larut dalam air dan dapat diberikan
melalui berbagai cara. Peroral ternyata magnesium sulfat sangat sedikit diserap dari saluran
pencernaan dan jumlah sedikit yang diserap tersebut segera dikeluarkan melalui urin, sehingga
kadar magnesium dalam serum hampir tidak dipengaruhi. Pemberian secara parenteral barulah
dapat menaikan kadar magnesium. Dalam sejarah pengunaannya, cara pemberian parenteral
sangat bervariasi dari mulai pemberian secara intratekal, intraspinal, hipodemal, subkutan,
intramuskular dan intravena.
Kebanyakan sekarang digunakan secara pemberian intravena secara kontinu karena lebih
baik bagi pasien dari pada suntikan intramuskuler yang sangat nyeri walaupun sudah dicampur
dengan procain. Suntikan intramuskuler berulang-ulang dapat berakibat mialgia dan abses.
Namun cara pemberian intravena membutuhkan pangawasan yang ketat karena bahaya toksisitas
lebih cepat.
Eastman menganjurkan cara pemberian sabagai berikut; yaitu dosis awal 10 gram diikuti
5 gram setiap 6 jam, akan memberikan kadar serum magnesium sebesar 3 sampai 6 mg per 100
ml dan tidak ada yang melebihi 7 mg, sehingga kadar ini masih dalam batas aman. Pritchard
mengunakan dodis yang lebih tinggi dari pada Eastman yaitu pada eklampsia diberikan dosis 4
gram secara intravena dan 10 gram secara intramuskuler, selanjutnya setiap 4 jam diberikan 5
gram intramuskuler, sehingga dosis total dalam 24 jam mencapai 39 gram. Kadar magnesium
serum yang diperoleh biasanya diantara 4-7 meq/liter atau 8-8,4 mg/100 ml.
Zuspan mengunakan cara infus dengan dosis 10-20 gram magnesium sulfat dilarutkan
dalam larutan 1000 ml dekstrose 5%, diberikan pada kecepatan 1 gram/jam atau 16 tetes/menit.
Untuk kasus eklampsia ditambahkan dosis awal sebanyak 4-6 gram, diberikan secara intravena
14
perlahan-lahan selama 5-10 menit. Apabila penderita masih kejang atau 2-4 gram intravena.
Apabila penderita sudah tidak kejang lagi dan dosis pemeliharaan tetap 1 gram/jam yang
diberikan dengan pompa infus.
Satgas Gestosis POGI dalam buku Panduan Pengolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di
Indonesia menganjurkan cara pemberian dan dosis magnesium sulfat sebagai berikut:
a. Preeklampsia berat
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat, (20% dalam 20 ml) intravena sebanyal 1 g/menit, ditambah 4
gram intra muskuler di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40% dalam 10 ml)
Dosis pemeliharaan
Diberikan 4 gram intramuskuler, setelah 6 jam pemberian dosis awal, selanjutnya
diberikan 4 gram intramuskuler setiap 6 jam
b. Eklampsia
Dosis awal
4 gram magnesium sulfat 20% dalam larutan 20 ml intravena selam 4 menit,
disusul 8 gram larutan 40% dalam larutan 10 ml diberikan pada bokong kiri dan bokong
kanan masing-masing 4 gram
Dosis pemeliharaan
Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gram intramuskuler
Dosis tambahan
Bila timbul kejang lagi dapat diberikan MgSO4 2gram intravena 2 menit.
Diberikan sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir
Dosis tambahan 2 gram hanya diberikan sekali dalam 6 jam saja
15
Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan
amobarbital 3-5 mg/KgBB secara intravena perlahan-lahan.
Adapun Protap pemberian MgSO4 di RSUD Ulin pada penanganan preeklampsia
berat yaitu:11
o Dosis awal, 8 g SM (20 ml 40%) : 4 g bokong kanan & 4 g bokong kiri
o Dosis ulangan, tiap 4 jam : 4 g SM (10 cc 40%) im
o Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikus :
Tersedia kalsium glukonas 1 g – 10 ml 10% iv pelan (3 menit)
Refleks patella (+) kuat
Pernafasan > 16 x/menit, tanpa tanda-tanda distress pernafasan
Produksi urin > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5/kg bb/jam)
o Dihentikan bila :
adanya tanda-tanda intoksikasi
setelah 24 jam paska persalinan
6 jam paska persalinan normotensif
Sedangkan pemberian MgSO4 pada penatalaksanaan Eklampsia yaitu:11
Dosis awal : 4 g 20% iv pelan (3 menit atau lebih), disusul dengan 10 g 40% im
terbagi pada bokong kanan dan bokong kiri.
Dosis ulangan : tiap 4 jam diberikan 4 g 40% im diteruskan sampai 24 jam paska
persalinan atau 24 jam bebas kejang
Apabila ada kejang lagi, diberikan 2 g MgSO4 20% iv pelan. Pemberian iv
ulangan ini hanya sekali saja, apabila masih timbul kejang lagi, maka diberikan
penthotal 5 mg/kgbb/iv pelan
16
Bila ada tanda-tanda keracunan MgSO4, diberikan antidotum glukonas
kalikus10%, 10 ml iv pelan (selama 3 menit atau lebih)
Pemantauan Keracunan MgSO4:11
Hitung napas selama 1 menit/jam.
Periksa refleks patella tiap jam.
Pasang kateter menetap dan lakukan pengukuran urin setiap 4 jam.
Catat pemberian obat dan temuan dalam catatan medik untuk ibu.
7 Pengaruh MgSo4 Pada Janin Dan Bayi Baru Lahir
Magnesium dapat melewati plasenta dan segera masuk kejaringan janin. Seorang bayi
baru lahir dengan berat badan 3,5 kg mempunyai 600 meq magnesium dalam badan.
Cruickshank dkk. menyelidiki hubungan antara kadar magnesium dan kalsium dalam serum ibu
dan bayi setelah mendapatkan pengobatan magnesium sulfat. Ternyata kenaikan kadar
magnesium dalam serum ibu, juga diikuti dengan kenaikan kadar magnesium dalam darah tali
pusat janin tetapi sedikit lebih rendah.4,8
Pengaruh magnesium sulfat terhadap variabilitas frekwensi dasar denyut jantung janin
masih diperdebatkan. Beberapa peneliti mengatakan tidak ada perubahan. Tetapi penulis lain
mendapatkan peningkatan variabilitas frekuensi dasar denyut jantung janin.
Hipermagnesia pada ibu dapat menyebabkan keadaan yang kurang baik bagi janin dan
bayi yang baru lahir. Gejala hipermagnesia pada bayi adalah : mengantuk, hambatan pada
pernapasan sehingga diperlukan resusitasi atau ventilasi yang baik, tidak dapat menangis atau
lemah, tonus menurun dan refleks yang menurun.4,8
17
Pengobatan hipermagnesemia pada bayi baru lahir:
Resusitasi dan bantuan pernapasan, bila perlu dengan intubasi dan alat resusitator
Berikan kalsium glukonnas sebagai antagonis terhadap depresi susunan syaraf tepi dan
pusat dengan dosis 200-500 mg yang diencerkan dalam 10 ml NaCl dan diberikan secara
perlahan-lahan secara intravena dengan memonitor denyut jantung bayi
Dekstrose 10% dengan dosis 65 ml/kg/hari dalam 24 jam pertama kemudian dilanjutkan
dengan dosis 85 ml/kg/hari dekstrose 10 dalam NaCl 0,2%. Pengobatan ini bertujuan
untuk balans elektrolit dan memperlancar diuresis
Transfusi tukar
18
BAB III
PENUTUP
Penggunaan magnesium sulfat dalam penatalaksanaan preeklampsia maupun eklampsia
sudah ada sejak abad 20. Banyak studi empiris dan studi klinis yang menunjukkan efektivitas
dari magnesium sulfat. Beberapa studi menunjukkan magnesium sulfat lebih baik daripada
fenitoin, nomodipine, dan diazepam. Ada beberapa titik tangkap dari Magnesium sulfat, yaitu
pada Sistem Enzim, Sistem susunan syaraf dan cerebro vaskuler, Sistem neuromuskular, Sistem
saraf otonom, Sistem Kardiovaskular, Sistem pernapasan, dan Uterus. Efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh magnesium sulfat yaitu edema paru, flushing, peningkatan suhu tubuh, nyeri
kepala, pandangan kabur, mual, muntah, nistagmus, lethargy, hipotermi, retensi urin, dan
konstipasi.
19