Post on 03-Aug-2015
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn.W DENGAN MASALAH MOBILISASI
DI RS.TELOGOREJO SEMARANG
DI SUSUN OLEH :
1. ANGGA LAKSANA
2. NURINI
3. NURHIKMAH
4. NYIMAS MUNIGAR
5. SETYO WIJAYANTI
6. SUPRIH HARTINI
7. SRI MULYANI
8. YENI FILA .K
PROGRAM PROFESI NERS
1
STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2011
2
BAB I
KONSEP DASAR
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap orang butuh untuk
bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan
ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan
kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khusunya
penyakit degenerative dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Tarwoto,
W, 2003 ).
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya (Alimul Hidayat, 2006).
Mobilitas adalah kemampuan bergerak dengan bebas, mudah, berirama, dan terarah di
lingkungan (Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010).
Sedangkan imobilitas atau imobilisasi merupakan ketidakmampuan untuk bergerak
bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi secara
terapeutik (Potter dan perry, 2006 dalam Asmadi, 2009).
2. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan imobilisasi
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi antara lain
1) Gaya Hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai – nilai yang
dianut serta lingkungan tempat ia tinggal ( masyarakat ), contohnya wanita
jawa dituntut untuk berpenampilan lemah lembut dan tabu bagi mereka untuk
melakukan aktifitas yang berat.
2) Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktifitas hidup sehari – hari. Secara umum ketidakmampuan ada dua macam
yaitu ketidakmampuan primer dan sekunder.
1
Ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya
paralisis akibat gangguan atau cedera pada medulla spinalis).
Ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan
primer (misalnya kelemahan otot dan tirah baring), penyakit – penyakit
tertentu dan kondisi cidera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
3) Tingkat energi
Energi dibutuhkan dalam banyak hal salah satunya adalah mobilisasi. Dalam
hal ini cadangan energi yang dimiliki masing – masing individu bervariasi.
Disamping itu ada kecenderungan seseorang untuk menghindari stressor guna
mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis.
4) Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilitas. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas dan
mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
(Alimul Hidayat, 2006)
b. Ada beberapa alasan mengapa dilakukan imobilisasi
1) Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau therapy, misalnya
pada pasien yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada
tungkai dan lengan.
2) Keharusan yang biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer seperti
pasien paralisis
3) Pembatasan otomatis sampai dengan gaya hidup
(Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010)
3. Jenis mobilitas dan imobilitas
a. Jenis-jenis mobilitas
1) Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2
2) Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasasn jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat
mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan
kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel
pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi pada
sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang
reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensorik.
b. Jenis-jenis imobilitas
1) Imobilitas fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien
dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah
paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi
tekanan.
2) Imbilitas intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir,
seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3) Imobilitas emosional
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Contohnya, keadaan seseorang yang mengalami stress berat yang dapat
3
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami kehilangan
bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
4) Imobilitas sosial
Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
(Alimul Hidayat, 2006)
4. Tingkatan imobilitas
a. Imobilitas komplet
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat
kesadaran.
b. Imobilitas parsial
Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur
ekstremitas bawah (kaki).
c. Imobilitas karena alasan pengobatan
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan
(misal sesak nafas), atau pada penyakit jantung.
(Wahit Iqbal, 2007)
5. Patofisiologi
Imobilisasi terjadi karena pengaruh patologis yaitu :
a. Kelainan postur
Kelainan postur membuat pembatasan gerakan pada sendi sehingga pada klien
terjadi adanya imobilisasi.
b. Ganguan perkembangan otot
Distrofi muskular adalah sekumpulan ganguan yang disebabkan oleh degenarasi
serat otot skelet. Akibat distrofi otot mengakibatkan penurunan kemampuan untuk
beraktivitas dan deformitas.
c. Kerusakan sistem saraf
Kerusakan sistem saraf yang mengatur gerakan volunter mengakibatkan ganguan
kesejajaran tubuh dan mobilisasi.
d. Trauma langsung pada sistem muskuloskletal
Trauma yang menyebabkan memar, kontusio, salah urat dan fraktur
mengakibatkan ganguan pada mobiliisasi yang mana akan menyebabkan danpak
4
terjadinya atrofi, kehilangan tonus otot, dan kekakuan sendi sehingga terjadinya
imobilisasi pada klien.
(Potter & Perry. 2006)
6. Dampak fisik dan psikologis imobilitas
Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun
psikologis. Secara psikologis imobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi,
kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah dan perubahan konsep diri.
Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan ketidaksesuaian antara emosi dan situasi,
perasaan tidak berharga dan tidak berdaya serta kesepian yang diekspresikan dengan
perilaku menarik diri dan apatis.
Sedangkan masalah fisik dapat terjadi sebagai berikut :
a. Sistem Muskuloskeletal
1) Osteoporosis, tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada tulang, tulang
akan mengalami demineralisasi (osteoporosis). Proses ini akan menyebabkan
tulang kehilangan kekuatan dan kepadatannya sehingga tulang menjadi
keropos dan mudah patah.
2) Atrofi otot, Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan
sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.
3) Kontraktur, Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu memndek atau
memanjang. Lama kelamaan kondisis ini akan menyebabkan kontraktur
(pemendekan otot permanen). Proses ini sering mengenai sendi, tendon dan
ligament.
4) Kekakuan dan nyeri sendi, Pada kondisi imobilisasi jaringan kolagen pada
sendi dapat mengalami ankilosa. Selain itu tulang juga akan mengalami
demineralisasi yang akan menyebabkan akumulasi kalsium pada sendi yang
dapat mengakibatkan kekakuan dan nyeri pada sendi.
b. Eliminasi Urine
1) Stasis urine, Pada individu yang mobililisasi gravitasi memainkan peran yang
penting dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih. Sebaliknya
saat individu berada dalam posisi berbaring untuk waktu lama, gravitasi
justru akan menghambat proses tersebut, akibatnya pengosongan urine
menjadi terhambat, dan terjadilah stasis urine (terhentinya atau terhambatnya
aliran urine).
5
2) Batu ginjal, Pada kondisi imobilisasi terjadi ketidakseimbangan antara
kalsium dan asam sitrat yang menyebabkan kelebihan kalsium. Akibatnya
urine menjadi lebih basa dan garam kalsium mempresipitasi terbentuknya
batu ginjal. Pada posisi horizontal akibat imobilisasi, pelvis ginjal yang terisi
urine basa menjadi tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal.
3) Retensi Urine, Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk
melemaskan otot perineum pada saat berkemih. Selain itu penururnan tonus
otot kandung kemih juga menghambat kemampuan untuk mengosongkan
kandung kemih secara tuntas.
4) Infeksi Perkemihan, Urine yang statis merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri. Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria
juga mendukung proses tersebut. Organisme yang umumnya menyebabkan
infeksi saluran kemih adalah Escheria coli.
c. Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga system pencernaan, yaitu fungsi ingesti,
digesti, dan eliminasi. Dalam hal ini masalah yang umum ditemui salah satunya
adalah konstipasi. Konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltic dan motilitas
usus. Jika konstipasi terus berlanjut feses akan menjadi sangat keras dan
diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.
d. Respirasi
1) Penurunan gerak pernafasan, Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan
gerak, hilangnya koordinasi otot atau karena jarangnya otot – otot tersebut
digunakan, obat-obatan tertentu (misal sedative dan analgesic) dapat
menyebabkan kondisi ini.
2) Penumpukan secret, Normalnya secret pada saluran pernapasan dikeluarkan
dengan perubahan posisi atau postur tubuh, serta dengan batuk. Pada kondisi
imobilisasi secret terkumpul pada saluran pernapasan akibat gravitasi sehingga
mengganggu proses difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli. Selain itu
upaya batuk untuk mengeluarkan secret juga terhambat karena melemahnya
tonus otot – otot pernapasan.
3) Atelektasis, Pada kondisi tirah baring ( imobilisasi ), perubahan aliran darah
regional dapat menurunkan produksi surfaktan. Kondisi ini ditambah dengan
sumbatan secret pada jalan nafas, dapat menyebabkan atelektasis.
6
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipotensi Ortostatik, Hipotensi ortostatik terjadi karena system saraf otonom
tidak dapat menjaga keseimbangan suplai darah ketubuh sewaktu individu
bangun dari posisi terbaring dalam waktu yang lama. Darah berkumpul di
ekstremitas, dan tekanan darah menurun drastis akibatnya perfusi ke otak
mengalami gangguan yang bermakna, dan individu dapat mengalami pusing,
berkunang–kunang bahkan pingsan. Hipotensi ortostatik merupakan turunnya
tekanan 15 mmHg atau lebih ketika pasien bangkit dari tidur atau pada saat
duduk untuk berdiri (Asmadi, 2009).
2) Pembentukan Thrombus, Thrombus atau masa padat darah yang terbentuk di
jantung atau pembuluh darah biasanya disebabkan oleh tiga faktor, yaitu
gangguan aliran balik vena menuju jantung, hyperkoagulabilitas darah, dan
cidera pada dinding pembuluh darah. Jika thrombus lepas dari dindnig
pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi disebut sebagai embolus.
3) Edema dependen, Edema dependen biasa terjadi diarea – area yang
menggantung, seperti kaki dan tungkai bawah pada individu yang sering
duduk berjuntai di kursi. Lebih lanjut edema ini akan menghambat aliran balik
vena menuju jantung yang akan menimbulkan lebih banyak odema.
f. Metabolisme dan Nutrisi
1) Penurunan laju metabolisme, Laju metabolisme basal adalah jumlah energi
minimal yang digunakan untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada
kondisi imobilisasi laju metabolisme basal, motilitas usus, serta sekresi
kelenjar digestif menurun seiring dengan penurunan kebutuhan energi tubuh.
2) Balans nitrogen negative, Pada kondisi imobilisasi terdapat
ketidakseimbangan antara proses anabolisme dan katabolisme protein. Dalam
hal ini proses katabolisme melebihi anabolisme, akibatnya jumlah nitrogen
yang di ekskresikan meningkat (akibat proses katabolisme) dan menyebabkan
balans nitrogen negative.
3) Anoreksia, Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat
penurunan laju metabolisme dan peningkatan katabolisme yang kerap
menyertai kondisi imobilisasi. Jika asupan protein kurang, kondisi ini bisa
menyebabkan ketidakseimbangan nitrogen yang dapat berlanjut pada
malnutrisi.
7
g. Sistem Integumen
1) Turgor kulit menurun, Kulit dapat mengalami atropi akibat imobilitas yang
lama. Selain itu perpindahan cairan antar kompartemen pada area tubuh yang
menggantung dapat mengganggu keutuhan dan kesehatan dermis dan jaringan
subkutan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan elastisitas
kulit.
2) Kerusakan Kulit, Kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai nutrient
menuju area tertentu. Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan
superficial yang dapat menimbulkan ulkus dekubitus.
h. Sistem Neurosensorik
Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,
menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis dan mudah bingung.
(Potter & Perry. 2006)
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari
adanya ganguan mobilisasi yaitu :
a. Analisa gas darah
b. Nilai cairan dan elektrolit dalam tubuh
c. Status nutrisi
d. Fungsi jantung dan paru-paru
(Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010)
8. Penatalaksanaan
a. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang
benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang
perubahan posisi selama kurang lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap agar kemampuan kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat
secara berangsur-angsur.
b. Ambulasi dini merupakan saah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di
tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
8
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan
ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.
d. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih
kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan,
kemudian beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan
dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.
e. Latihan ROM, baik secara aktif maupun pasif. ROM merupakan tindakan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot.
(Alimul Hidayat, 2006)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (Alimul Hidayat, 2006)
a. Riwayat keperawatan sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadinya keluhan atau gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya
nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah
terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
b. Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis (kecelakaan
cerebrovaskuler, trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial, cedera medulla
spinalis, dan lain-lain). Riwayat penyakit sistem kardiovaskuler (infark miokard,
gagal jantung kongestif). Riwayat penyakit sistem muskuloskeletal (osteoporosis,
fraktur, artritis). Riwayat penyakit sistem pernafasan (penyakit paru obstruksi
menahun, pneumonia). Riwayat pemakaian obat (seperti sedative, hipnotik,
depresan sistem saraf pusat).
c. Kemampuan fungsi motorik
Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kaki kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spastis.
9
d. Kemampuan mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun dan berpindah tanpa
bantuan.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat aktivitas/mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,dan peralatan
Tingkat 4 Sangat bergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
e. Kemampuan rentang gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah bahu,
siku, lengan, panggul, dan kaki.
Gerak sendi Derajat rentang normal
BahuAbduksi: Gerakan lengan kelateral dari posisi samping atasKepala: Telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh
180
SikuFleksi: Angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menujubahu
150
Pergelangan tanganFleksi: Tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawahEkstensi: Luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksiHiperekstensi: Tekukjari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin.Abduksi: Tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.Adduksi: Tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking,
80-90
80-9070-90
0-20
30-50
10
telapak tangan menghadap ke atasTangan dan jariFleksi: Buat kepalan tanganEkstensi:Luruskan jariHiperekstensi: Tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkinAbduksi: Kembangkan jari tanganAdduksi: Rapatkan jari-jari tangan
909090
2020
f. Perubahan intoleransi aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada sistem
pernafasan antara lain suara nafas, analisa gas darah, gerakan dinding thorak,
adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistm kardiovaskuler seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan:
Skala PresentasiKekuatan Normal
Karakteristik
0 0 Paralisis sempurna.
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat.
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan.
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal.
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahanan penuh.
h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping dan lain-lain.
11
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Hambatan mobilisasi fisik b.d penurunan rentang gerak, tirah baring, dan penurunan
kekuatan otot.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien dapat menunjukan
peningkatan mobilitas dan kekuatan otot.
Kriteria hasil :
1) Peningkatan kekuatan otot
2) Klien mengatakan mampu melakukan mobilitas sesuai dengan kemampuannya
Intervensi
a) Pertahankan body aligment dan posisi yang nyaman
Rasional : mencegah iritrasi dan mencegah komplikasi
b) Cegah pasien jatuh dan berikan pagar pengaman pada temapt tidur
Rasional : mempertahankan keamanan pasien
c) Lakukan latihan aktif dan pasif
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan mecegah kontraktur
d) Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi
Rasional : mempertahankan tonus otot
e) Pertahankan nutrisi yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet
Rasional : nutrisi diperlukan untuk energi
f) Kolaborasi dengan fisioterapi dalam prorgam latihan
Rasional : untuk meningkatkan terapi yang optimal
g) Lakukan kerja sama dengan keluarga dalam perawatan klien
Rasional : meningkatkan pereawatn yang opitmal bagi klien
b. Ganguan integritas kulit b.d keterbatasan mobilisasi, tekanan permukaan kulit, gaya
gesek
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam tidak terjadinya luka
dekubitus
Kriteria hasil :
1) Tidak ada dekubitus
2) Kulit tetap utuh
12
Intervensi Keperawatan :
a) Lakukan alih baring pada pasien imobilisasi
Rasional : menghindari penekanan yang terlalu lama pada bagian tubuh dan
melancarkan peredaran darah
b) Lakukan perawatan luka
Rasional : menghindari luka bertambah luas dan menyerap drainase dari
permukaan luka
c) Lakukan kolaborasi untuk pemberian kasur udara
Rasional : mendistribusikan tekanan pada area yang lebih luas dan tidak tekanan
pada tulang
d) Lakukan perawatan kulit
Rasional : mencegah kulit kering yang memudahkan terjadinya luka.
(Potter & Perry. 2006)
13
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama Pasien : Tn W Tanggal pengkajian : 28 September 2011
Ruang/kamar : C2 kiri/202-2 Waktu pengkajian : Jam 21.45 WIB
Tgl masuk : 4 September 2011 Auto anamneses : -
Allo anamneses : √
A. PENGKAJIAN
1. IDENTIFIKASI
PASIEN
Nama : Tn.W
Umur : 88 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawainan : Kawin
Agama/suku : Islam/Jawa
Warga Negara : WNI
Bahasa yang digunakan : Jawa dan Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiunan BI
Alamat Rumah : Jl Abimanyu Semarang.
Diagnosa Medik : DM tipe II, Gangguan kesadaran, IHD, Febris.
PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn. S.W
Alamat : Perum Griya Lestari, Semarang
Hubungan dengan pasien : Adik Pasien
14
2. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama :
DS : tidak bisa kaji, pasien tidak kooperatif
DO : KU pasien sadar lemah, Pasien tampak mengalami kelemahan pada kedua
ektremitas bawah.
2. Riwayat Kesehatan sekarang :
Keluarga pasien mengatakan 1 minggu sebelum masuk RS, pasien terjatuh di rumah
dan kepala membentur jendela kaca. Sejak saat itu pasien tidak bisa berjalan, hanya
berbaring di tempat tidur dan walaupun keadaan pasien seperti itu pasien tetap
mengikuti puasa ramadhan selama 3 hari, dan pada hari ke 3 pasien menjadi lemas
dan kesadarannya mulai menurun sehingga oleh keluarga pasien dibawa ke RS
Telogorejo. Di UGD pasien mendapat tindakan pengukuran TTV : TD 110/70 mmHg,
suhu 37⁰C, nadi 100x/mnt, RR 26x/mnt, saturasi O2 93%, pasien menggunakan O2
MNR 8/mnt setelah diobservasi selama 2 jam pasien kemudian dipindahkan di ruang
HND, setelah 1 minggu di HND pasien mengalami perbaikan kesadaran sehingga
pasien dipindah diruang Cempaka 2 Kiri Bed 202-2.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Menurut keluarga pasien pernah dirawat karena sakit malaria pada tahun 1998, dan
pasien belum pernah sakit seperti yang diderita sekarang.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut keluarga tidak ada keluarga yang menderita sakit menurun seperti DM dan
HT.
3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda-tanda vital
- Kesadaran : Sadar lemah, GCS: M:6, V:1, E:4
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Suhu : 36 ⁰C (Axila)
- Pernafasan : 16 x/menit
- Nadi : 84 x/menit
- Saturasi O2 : 98 %
15
b. Pemeriksaan fisik Head To Toe
1) Rambut : Besih, rontok, tidak terdapat luka, tidak be bau
2) Kepala : Bentuk mesosephal, tidak ada kelainan
3) Mata : Conjungtiva tidak anemi, daerah sekitar mata cekung, kornea tampak
Keruh
4) Hidung : Terpasang O2 kanul 3 L/menit, terpasang selang NGT H+2, pada
lubang hidung sebelah kanan, tidak ada tanda infeksi sinusistis, tidak
terdapat lendir
5) Mulut : Mukosa bibir lembab, lidah bersih, tidak ada stomatitis, semua gigi
sudah tanggal, bibir tidak simetris.
6) Gigi : Semua gigi sudah tanggal
7) Telinga : Bersih, tidak terdapat nyeri tekan dibawah/dibelakang telinga,
pendengaran berkurang
8) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, trakea simetris
9) Kulit : Pitting oedema 1 pada ekstremitas bawah, kulit keriput, ada luka di
daerah pedis sinistra diameter 1,5cm, ada bekas luka di daerah sacrum
sudah kering
10) Dada
- I : Simetris, Tidak ada keloid
- P : Vokal Fremitus getarannya sama
- P : Redup
- A : Vesikuler
11) Abdomen
- I : Bentuk datar, tidak tampak pembuluh darah vena dan keloid
- A : Bising usus 19 x/menit
- P : Tidak ada nyeri tekan pada semua kuadran, tidak teraba skibala
- P : Tympani
12) Ekstremitas
- Atas kiri : Kekuatan otot 5, tidak ada kontraktur.
- Atas kanan : Terpasang infuse, kekuatan otot 5, dan tidak ada kontraktur
- Bawah kiri : Terjadi odem pada kaki (pergelangan kaki kebawah),
kekuatan otot 1 dan tidak ada kontarktur.
16
- Bawah kanan : Terjadi oedem pada kaki (pergelangan kaki kebawah),
kekuatan otot 1, dan tidak ada kontraktur.
- Kekuatan otot :
13) Genetalia : Terpasang kateter H+2, ada hemoroid kecil di rectum
4. ANTROPOMETRI
- Lingkar Lengan Atas : 25 cm
- Tinggi Badan : Tidak teridentifikasi
- I.M.T : Tidak teridentifikasi
5. PENGKAJIAN POLA GORDON
a. Pola Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Di Rumah : Keluarga mengatakan pasien pernah sakit malaria dan di rawat di RS,
bila sakit pasien periksa ke dr, pasien dan kelurga sebelum dirawat tidak
mengetahui bahwa pasien sakit DM
Di RS ; Keluarga berharap sakitnya dapat membaik, tetapi keluarga tetap pasrah
pada Tuhan.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Di Rumah : Menurut keluarga pasien makan 3x sehari tidak ada pantangan.
Di RS : Keluarga mengatakan pasien tidak bisa makan karena sakitnya
Pasien makan menggunakan NGT, diet yang diberikan sonde DM 1700
kalori, 1,5 gr/kg BB/HR, diberikan 6x150 CC.
c. Pola Eleminasi
Di Rumah : Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien tidak ada kesulitan dalam
BAB dan BAK.
Di RS : Pasien terpasang kateter H+ 2 urine keluar kuning jernih +1300 cc/24 jam,
pasien bisa BAB.
17
5 5 5 5 5 5 5 5
1 1 1 1 1 1 1 1
d. Pola aktifitas dan latihan
Di Rumah :Menurut keluarga sebelum sakit pasien dapat beraktifitas sendiri tanpa di
bantu.
Di RS : Aktifitas pasien dibantu penuh penuh oleh keluarga dan perawat, pasien
hanya dapat berbaring saja di tempat tidur, dengan kekuatan otot :
5 5 5 5 5 5 5 5
1 1 1 1 1 1 1 1
Observasi ket :
- Makan : 4 0 : mandiri
- Mandi : 4 1 : bantuan alat
- Berpakaian : 4 2 : bantuan orang
- BAK : 4 3 : bantuan orang dan alat
- BAB : 4 4 : bantuan penuh
e. Pola Isirahat dan tidur
Di Rumah : Keluarga mengatakan dirumah pasien tidak mengalami masalah dalam
isirahat dan tidur.
Di RS
DO : Pasien banyak tidur
f. Pola persepsi Kognitif
Di Rumah : Menurut keluarga pasien belum/tidak mengalami penurunan
pendengaran maupun penciuman, penglihatan pasien sudah
menggunakan kaca mata.
Di RS : Menurut keluarga saat ada yang datang pasien dapat memandang/melihat.
Pasien dapat memandang petugas/keluarga saat dipanggil.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Di rumah : Menurut keluarga sebagai kepala RT dan pensiunan tidak ada masalah
Di RS : -
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Di Rumah : Menurut keluarga pasien memiliki hubungan sosial yang baik dengan
tetangga maupun dengan saudara/family dan kelurga.
Di RS : Banyak pengunjung baik keluarga, kerabat maupun tetangga, keluarga
bergantian menjaga dan menunggu pasien.
18
i. Pola Reproduksi seksual
Di Rumah : Menurut keluarga pasien tidak memiliki anak kandung.
Di RS : -
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Di Rumah : Menurut keluarga pasien sering berdiskusi dengan keluarga.
Di Rs :-
k. Pola sistem nilai dan kepercayaan
Di Rumah : Menurut keluarga pasien rajin melaksanakan sholat.
Di RS : Pasien tidak dapat menjalankan ibadah karena kondisi/sakitnya.
6. DATA PENUNJANG
a. Tgl 4-9-2011 Hasil CT Scan : Gambaran atropi serebri (aging atrophy) demylinisasi,
tampak infark di medulla dextra.
b. Terapi per Ijeksi : 3x500 mg Neulin
1 amp sohobion/kolf.
Terapi per oral : 1x1 tb aspilet.
B. ANALISA DATA
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1 DS :-DO : Aktifitas pasien dibantu penuh penuh oleh keluarga dan perawat, pasien hanya dapat berbaring saja di tempat tidur, dengan kekuatan otot 5 5 5 5 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 1- Hasil CT Scan : Gambaran atropi
serebri (aging atrophy) demylinisasi, tampak infark di medulla dextra.
Hambatan mobilitas fisik
Kelemahan fisik
sekunder kerusakan
neuromuskuler
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler
19
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal DiagnosaKeperawatan
Tujuan Rencana Tindakan Keperawatan
TTD
28 September 2011
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuro muskuler
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien dapat menunjukan peningkatan mobilitas dan kekuatan otot, di tandai denga kriteria :Peningkatan kekuatan otot pada ektremitas bawah menjadi 2-3
1. Monitor tanda-tanda vital.2. Lakukan alih baring tiap 2 jam
sekali.3. Lakukan masage punggung4. Monitor kekuatan otot5. Lakukan latihan ROM aktif
dan pasif 6. Berikan nutrisi yang adekuat
sesuai diet .7. Berikan terapi sesuai medis8. Kolaborasi dengan fisioterapi
dalam prorgam latihan9. Lakukan kerja sama dengan
keluarga dalam perawatan klien.
Kel.5
E. TINDAKAN KEPERAWATAN
Pasien : Tn.WDiagnosa Medik : DM tipe II, Gangguan kesadaran, IHD, Febris.Ruang Rawat : Cempaka 2 Kiri
Hari/Tgl Waktu Diagnosa Keperawatan
Tindakan Respon Pasien Paraf
Rabu, 28/9/2011
21.00
21 00
21.15
22.00
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Mengontrol tanda-tanda vital
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Memberikan sonde via NGT
Memposisikan pasien miring kiri
DS:-DO:T:140/80 mmHg,N:90x/mnt,RR:20x/mnt,S:36,80C, ku sadar lemah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS :-DO : Pasien terbangun saat di
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
20
00.00
02.00
04.00
05.00
05.00
06.00
06.15
Memposisikan pasien miring telentang
Memposisikan pasien miring kanan
Memposisikan pasien miring kiri
Memposisikan pasien terlentang
Mengukur tanda-tanda vital
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Memberikan sonde via NGT
posisikan miring, pasien tidur miring.
DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman
DS : -DO: Pasien tidur miring kanan
DS : -DO: Pasien tidur miring kiri, pasien kesakitan saat dimiringkan.
DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman
DS:-DO:T:150/80mmHg, S:37,20C,RR:20x/mnt, N:90x/mnt, pasien sadar lemah, tidak sesek.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kamis29/9/2011
07.00 Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Mengkaji kekuatan otot pasien
DS:-DO: kekuatan otot5555 55551111 1111
Kel.5
21
07.30
08.00
08.30
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
13.10
Melakukan massage punggung
Memberikan sonde via NGT
Memberikan obat 1 tb aspilet
Melakukan ROM
Mengatur posisi tidur miring kekanan
Mengukur tanda-tanda vital
Mengatur posisi tidur terlentang
Memberikan sonde via NGT
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak nyaman dengan pijatan yang dilakukan.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: obat masuk via NGT . tidak muntah.
DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.
DS:-DO: Pasien tampak nyaman.
DS:-DO:T:140/80 mmHg, suhu 37 , N: 96x/mnt, RR: 18x/mnt. qKU sadar lemah
DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Injeksi masuk
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
22
13.30
14.00
16.00
16.00
17.00
17.15
18.00
19.00
Memberikan 1 tb aspilet
Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi terlentang
Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Mengatur posisi terlentang
Memberikan sonde via NGT
tidak bengkak.
DS:-DO: Obat masuk via NGT tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T:140/90mmHg, suhu:36,70C ,N:94x/mnt, RR: 20x/mnt,KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
23
20.00
21.00
22.00
00.00
02.00
04.00
05.00
05.10
Mengatur posisi kanan
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi terlentang
Mengatur posisi miring kanan
Mengatur posisi miring kiri
Mengukur tanda-tanda vital
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T:130/70 mmHg, suhu:370C ,N:88x/mnt, RR:20x/mnt, KU sadar lemah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Jum’at30/9/2011
07.00
07.30
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Mengkaji kekuatan otot pasien
Melakukan massage punggung
DS:-DO: kekuatan otot5555 55551111 1111
DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak
Kel.5
Kel.5
24
08.00
08.30
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
13.10
Memberikan sonde via NGT
Memberikan obat 1 tb aspilet
Melakukan ROM
Mengatur posisi tidur miring kekanan
Mengukur tanda-tanda vital
Mengatur posisi tidur terlentang
Memberikan sonde via NGT
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
nyaman dengan pijatan yang dilakukan.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: obat masuk via NGT . tidak muntah.
DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.
DS:-DO: Pasien tampak nyaman.
DS:-DO:T:140/80mmHg, suhu:360C, N:78x/mnt,RR:20x/mnt KU sadar lemah
DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Obat masuk via
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
25
13.30
14.00
16.00
16.00
17.00
17.15
18.00
19.00
20.00
Memberikan 1 tb aspilet
Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi terlentang
Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Mengatur posisi terlentang
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi kanan
Menyuntik 1 amp neulin
NGT tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T:140/80 mmHg, suhu:36,80C,N:86x/mntRR:20x/mnt, KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
26
21.00
22.00
00.00
02.00
04.00
05.00
05.10
500 mg
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi terlentang
Mengatur posisi miring kanan
Mengatur posisi miring kiri
Mengukur tanda-tanda vital
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T :160/90mmHg, suhu:36,20C , N:104x/mnt,RR: 20x/mnt, KU sadar lemah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
SABTU
1/10/2011
07.30
07.30
08.00
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Mengkaji kekuatan otot pasien
Melakukan massage punggung
Memberikan sonde via NGT
DS:-DO: kekuatan otot5555 55551111 1111
DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak nyaman dengan pijatan yang dilakukan.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
27
08.30
10.00
11.00
11.30
12.00
13.00
13.10
13.30
14.00
Memberikan obat 1 tb aspilet
Mengatur posisi tidur miring kekanan
Mengukur tanda-tanda vital
Melakukan ROM
Mengatur posisi tidur terlentang
Memberikan sonde via NGT
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Memberikan 1 tb aspilet
Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung
DS:-DO: obat masuk via NGT . tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak nyaman.
DS:-DO:T:150/80 mmHg, suhu:37,30C,N:108x/mnt, RR:18 x/mnt,KU sadar lemah
DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.
DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Obat masuk via NGT tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Sonde masuk
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
28
16.00
16.00
17.00
17.15
18.00
19.00
20.00
21.00
22.00
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi terlentang
Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Mengatur posisi terlentang
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi kanan
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi
150cc tidak muntah.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T:150/80 mmHg, suhu:37,30C,N:108x/mnt,RR:20 x/mnt, KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
29
00.00
02.00
04.00
05.00
05.10
terlentang
Mengatur posisi miring kanan
Mengatur posisi miring kiri
Mengukur tanda-tanda vital
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T:160/90 mmHg, suhu:37, N:92x/mnt, RR:18 x/mnt,. KU sadar lemah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
MINGGU
2/10/2011
07.00
07.30
08.00
08.30
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Mengkaji kekuatan otot pasien
Melakukan massage punggung
Memberikan sonde via NGT
Memberikan obat 1 tb aspilet
DS:-DO: Pasien masih lemah, berbaring ditempat tidur kekuatan otot:5555 55551111 1111
DS:-DO: Pasien tidak kesakitan, tampak nyaman dengan pijatan yang dilakukan.
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: obat masuk via
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
30
10.00
10.30
11.00
12.00
13.00
13.10
13.30
14.00
16.00
Mengatur posisi tidur miring kekanan
Mengukur tanda-tanda vital
Melakukan ROM
Mengatur posisi tidur terlentang
Memberikan sonde via NGT
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Memberikan 1 tb aspilet
Mengatur posisi tidur miring kananMelakukan massage punggung
Memberikan sonde via
NGT . tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak nyaman.
DS:-DO:T 150/90mmHg, suhu:36,20C, N:96x/mnt,RR:18x/mnt. KU sadar lemah
DS:-DO: Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kaki.
DS :-DO: Pasien tidur, posisi telentang dan tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO: Obat masuk via NGT tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
31
16.00
17.00
17.15
18.30
19.00
20.30
21.00
NGT
Mengatur posisi terlentang
Mengukur tanda-tanda vitalMelakukan ROM
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
Mengatur posisi terlentang
Memberikan sonde via NGT
Mengatur posisi miring kanan
Menyuntik 1 amp neulin 500 mg
DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO:T:130/80mmHg, suhu:36,50C, N:88x/mnt, RR:18x/mnt, KU sadar lemah, Pasien kesakitan saat dilakukan latihan pada daerah kakiDS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
DS:-DO:Pasien tampak nyaman
DS:-DO: Sonde masuk 150cc tidak muntah.
DS:-DO: Pasien tampak lebih nyaman.
DS:-DO: Injeksi masuk tidak bengkak.
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
Kel.5
32
F. CATATAN PERKEMBANGAN PASIENPasien : Tn.WDiagnosa Medik : DM tipe II, Gangguan kesadaran, IHD, Febris.Ruang Rawat : Cempaka 2 KiriHari/
TanggalWaktu Diagnosa Evaluasi Keperawatan Paraf
Rabu28/9/2011
Jumat30/9/2011
Sabtu1/10/2011
07.00
07.00
06.00
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder kerusakan neuromuskuler.
S: -O:T:150/80mmHg,S:37,20C,RR:20x/mnt,
N:90x/mnt, pasien sadar lemah, tidak sesek. kekuatan otot 5555 5555
11 11 1111A: Masalah hambatan mobilisasi fisik belum
teratasiP: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9
Data fokusDS:-DO: T:150/80mmHg, S:37,20C,RR:20x/mnt,
N:90x/mnt, pasien sadar lemah, kekuatan otot 5555 5555
1111 1111
S: -O: T:150/80mmHg, S:37,20C,RR:20x/mnt,
N:90x/mnt, pasien sadar lemah, kekuatan otot 5555 5555
1111 1111
A: Masalah hambatan mobilisasi fisik belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9
S: - O: T:130/70 mmHg, suhu:370C ,N:88x/mnt,
RR:20x/mnt, KU sadar lemah, aktifitas pasien masih dibantu penuh oleh perawat.
A: Masalah hambatan mobilisasi fisik belum
Kel.5
Kel.5
Kel.5
33
Minggu2/10/2011
21.00
teratasiP: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9
S: -O:T:160/90 mmHg, suhu:37, N:92x/mnt, RR:18
x/mnt,. KU sadar lemahPasien masih lemah, berbaring ditempat tidur kekuatan otot: 5555 5555
1111 1111A: Masalah hambatan mobilitas fisik belumP: Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9
Kel.5
34
BAB III
PEMBAHASAN
Tn.W 1 minggu sebelum masuk RS, pasien terjatuh di rumah dan kepala membentur jendela
kaca. Sejak saat itu pasien tidak bisa berjalan, hanya berbaring di tempat tidur dan walaupun
keadaan pasien seperti itu pasien tetap mengikuti puasa ramadhan selama 3 hari, dan pada
hari ke 3 pasien menjadi lemas dan kesadarannya mulai menurun sehingga oleh keluarga
pasien dibawa ke RS Telogorejo. Di UGD pasien mendapat tindakan pengukuran TTV : TD
110/70 mmHg, suhu 37⁰C, nadi 100x/mnt, RR 26x/mnt, saturasi O2 93%, pasien
menggunakan O2 MNR 8/mnt setelah diobservasi selama 2 jam pasien kemudian
dipindahkan di ruang HND, setelah 1 mggu di HND pasien mengalami perbaikan kesadaran
sehingga pasien dipindah diruang Cempaka 2 Kiri Bed 202-2. Selama di kaji pasien
mengalami gangguan aktivitas dan latihan, dengan didapatkan hasil pengkajian kekuatan otot
pada ektremitas atas kiri 5, kanan 3 dan bawah kiri dan kanan 5.Berdasarkan data tersebut
dapat dibuat diagnose keperawatan “Hambatan mobilisasi fisik b.d kelemahan fisik sekunder
kerusakan neuromuskuler”. Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relative, maksudnya
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya. Untuk mengatasi kondisi imobilisasi pada
Tn.W dapat dilakuakn tindakan keperawatan antara lain: Monitor tanda-tanda vital, lakukan
alih barinng tiap 2 jam sekali, lakukan latihan aktif dan pasif, pertahankan nutrisi yang
adekuat dengan kolaborasi ahli diet, kolaborasi dengan fisioterapi dalam prorgam latihan, dan
lakukan kerja sama dengan keluarga dalam perawatan klien. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 5X24 jam diharapkan klien mampu menunjukan peningkatan mobilitas dan
kekuatan otot, dengan kriteria hasil: Peningkatan kekuatan otot pada ektremitas bawah
menjadi 2-3. Dan berdasarkan evaluasi selama 5 hari dilakukan tindakan keperawatan pasien
mengalami DS :-, DO : KU sadar, Suhu 36oC, N 100, TD 160/70 mmHg, dengan masalah
yang belum teratasi sehingga harus dilanjutan tindakan keperawatan selanjutnya dan lainnya.
35
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
TN.W dengan diagnose keperawatan hambatan mobilisasi fisik b.d penurunan rentang
gerak, tirah baring, dan penurunan kekuatan otot. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 5X24 Jam kondisi pasien setelah dievaluasi didapatkan pasien mengalami
DS :- , DO : KU sadar, Suhu 36oC, N 100, TD 160/70 mmHg, dengan masalah yang
belum teratasi sehingga harus dilanjutan tindakan keperawatan lainnya.
B. SARAN
Pada pasien dengan penurunan kesadarn sebaikknya tetap sesering mungkin dilatih
mobilisasi untuk melatih rentang gerak dan kekuatan otot klien. Karena masih banyak
pasien-pasien yang mengalami kelemahan belum mendapatkan tindakan keperawatan
untuk mengatasi imobilisasi secara maksimal.
36
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat, Aziz. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia; aplikasi konsep dan
proses keperawatan. Jakarta: Salemba medika.
Asmadi, 2009. Teknik prosedural keperawatan; konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba medika.
Kozier, Barbara, Erb & dkk. 2010. Fundamental keperawatan. EGC : Jakarta
Roper, N. ( 2002 ), Prinsip – mprinsip Keperawatan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
Tarwoto, W. ( 2003 ). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
Wahit, Iqbal M. 2007. Buku ajar kebutuhan dasar manusia; teori dan aplikasi. Jakarta: EGC.
37