Post on 15-Apr-2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit pencernaan adalah semua penyakit yang terjadi pada saluran
pencernaan. Penyakit ini merupakan golongan besar dari penyakit pada organ
esofagus, lambung, duodenum bagian pertama, kedua dan ketiga, jejunum,
ileum, kolon, kolon sigmoid, dan rektum. Obstruksi usus Besar atau intestinal
mayor merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akut. Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 %
Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan
pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 % Angka mortalitas untuk
obstruksi kolon kira-kira 20 % .
Penyebab yang paling sering dari obstruksi usus besar adalah
adhesi/streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi
obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh
kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Gawat perut dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan
penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan.
Sebagai tenaga medis diharapkan bisa menginformasikan kepada
mayarakat tentang pencegahan dan cara hidup sehat sebagai upaya pencegahan
gangguan pencernaan khususnya obstruksi usus besar.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi usus besar?
2. Apakah definisi dari obstruksi usus besar?
3. Apa saja etiologi/faktor pencetus obstruksi usus besar?
4. Bagaimana patofisiologi obstruksi usus besar?
5. Apa saja manifestasi klinis obstruksi usus besar?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
obstruksi usus besar?
7. Bagaimana penatalaksanaan obstruksi usus besar?
8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan obstruksi usus besar?
9. Bagaimana prognosis klien yang menderita obstruksi usus besar?
10. Bagaimana Web of caution obstruksi usus besar?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan obstruksi usus besar?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum:
Mengetahui konsep dan asuhan kepeerawatan pada obstruksi usus besar.
Tujuan Khusus Mengetahui definisi obstruksi usus besar
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi usus besar
2. Mengetahui etiologi obstruksi usus besar.
3. Menjelaskan patofisiologi obstruksi usus besar
4. Menjelaskan Web of Caution obstruksi usus besar
5. Mengidentifikasi manifestasi klinis klien dengan obstruksi usus besar.
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik klien dengan obstruksi usus besar.
7. Menjelaskan penatalaksaan pada klien dengan obstruksi usus besar.
8. Mengetahui komplikasi pada obstruksi usus besar.
9. Mengetahui prognosis pada obstruksi usus besar.
10. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan obstruksi usus besar.
1.4 Manfaat
a. Dapat digunakan sebagai acuan bagi penulis serta rekan perawat yang
lain dalam praktik memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
obstruksi usus besar di klinik.
b. Dapat digunakan sebagai pedoman untuk memberikan penyuluhan pada
masyarakat dengan tujuan menekan peningkatan jumlah pasien dengan
penyakit obstruksi usus besar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.1.1 Definisi Usus Besar
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Pada mamalia, kolon terdiri dari kolon menanjak (ascending), kolon melintang
(transverse), kolon menurun (descending), kolon sigmoid, dan rektum. Bagian
kolon dari usus buntu hingga pertengahan kolon melintang sering disebut
dengan "kolon kanan", sedangkan bagian sisanya sering disebut dengan "kolon
kiri". Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar, sebagian
besar nutrien telah dicerna dan di absorbsi dan hanya menyisakan zat-zat yang
tidak tercerna. Makanan biasa memerlukan waktu 2 sampai 5 hari untuk
menempuh ujung saluran pencernaan yang satu ke ujung lainnya; 2 sampai 6
jam di lambung, 6 sampai 8 jam di usus halus, dan sisa waktunya berada di
usus besar.
Usus besar tidak memiliki vili, tidak memeiliki plicae circulares (lipatan-
lipatan sirkular), dan diameternya lebih lebar, panjangnya lebih pendek, dan
daya regangnya lebih besar dibandingkan usus halus. Serabut otot longitudinal
dalam muskularis eksterna membentuk tiga pita, taenia coli, yang menarik
kolon menjadi kantong-kantong besar yang disebut haustra. Katup ileosekal
adalah mulut sfingter antara usus halus dan usus besar. Normalnya, katup ini
tertutup, dan akan terbuka untuk merespons gelombang peristaltik sehingga
memungkinkan kimus mengalir 15 ml sekali masuk, untuk total aliran
sebanyak 500 ml sehari. Bagian-bagian usus besar :
1. Sekum: kantong tertutup yang menggantung di bawah area katup
ileosekal. Apendiks vermiform, suatu tabung buntu yang sempit berisi
jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
2. Kolon: bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga
divisi.
a. Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di
sebelah kanan dan membalik secara horisontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversa merentang menyilang abdomen di bawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke
bawah pada fleksura splenik.
c. Kolon desenden merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan
menjadi kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum: bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan panjang 12
sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan membuka ke
eksterior di anus.
a. Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipaatn-
lipatan vertikal yang masing-masing berisi arteri dan vena.
b. Sfingter anal internal otot polos (involunter) dan sfingter anal
eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus.
Fungsi Usus Besar:
1. Usus besar mengabsorbsi 80 % sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus
yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.
2. Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung
enzim atau hormon pencernaan.
3. Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa
dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari.
Bakteri juga memproduksi vitamin (K, riboflavion, dan tiamin) dan
berbagai gas.
4. Usus besar mengekskresikan zat sisa dalam bentuk feses.
a. Air mencapai 75% sampai 80% feses. Sepertiga materi padatnya
adalah bakteri dan sisanya yang 2% sampai 3% adalah itrogen, zat
sisa organik dan anorganik dari sekresi pencernaan, serta mukus dan
lemak.
b. Feses juga mengandung sejumlah materi kasar, atau serat dan selulosa
yang tidak tercerna. Warna coklat berasal dari pigmen empedu, bau
berasal dari kerja bakteri.
2.1.2 Definisi Obstruksi Usus Besar
Obstruksi usus besar adalah gangguan pada aliran normal isi usus
sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Dan Obstruksi terjadi ketika ada
gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi
peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Obstruksi merupakan suatu blok
saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat
secara mekanis atau fungsional (Tucker, 1998). Obstrusi usus besar juga
terjadi bila sumbatan mencegah aliran normal dari isi usus melaui saluran
usus.
Obstruksi ini dapat bersifat parsial atau komplet. Keparahannya
tergantung pada daerah usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat
dan khususnya derajat dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu.
2.2 Etiologi
Pelbagai penyebab obstruksi pada usus besar termasuk antara lain :
Penyakit radang usus tumor jinak
Penyempitan akibat iskemia dan
Pengerasan feses.
Tabel 1. Penyebab hambatan mekanis pada usus seorang dewasa
Letak hambatan
(sumbatan)
Penyebab Prosentase relatif kasus
Usus besar
Karsinoma kolon
Divertikulitis
Volvulus
Yang lain-lain
65%
20%
5%
10%
Tabel 2. Penyebab hambatan mekanis pada usus anak-anak dan neonatus
Letak hambatan
(sumbatan)
Penyebab Prosentase relatif kasus
Usus besar
Adhesi
Volvulus
Lain-lain
70 %
10 %
20%
Andari (1994) berpendapat bahwa etiologi obstruksi usus ada 2 macam,
yaitu :
a. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik.Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau
kronis akibat karsinoma yang melingkari.Misalnya intusepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses.Obstruksi mekanik dgolongkan sebagai
obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi
lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi).Karena lengkung tertutup
tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat,
mengakibatkan penekanan pembuluh darah, iskemia dan infark
(strangulasi). Sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang
disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah,menyebabkan gangrene dinding usus.
Obstruksi mekanik juga dibagi 2 tingkatan, yaitu :
1. Obstruksi biasa (simple obstruction) adalah penyumbatan mekanis di
dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
atresia usus, neoplasma dan penyakit Crohn.
2. Obstruksi strangulasi adalah penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi,
perlengketan dinding usus dan volvulus. (Gani 1994)
b. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis
dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus.Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson.Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau
trauma yang mempengaruhi control otonom pergerakan usus. Peristaltic
tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang
secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
2.3 Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional.
Jika obstruksi terjadi di dekat ujung distal usus besar itu dapat
menyebabkan penumpukan fases dalam kolon untuk beberapa hari bahkan
beberapa minggu. Sehingga menyebabkan konstipasi yang hebat dimana
konstipasi adalah pelannya gerakan tinja melalui usus besar karena penyerapan
cairan berlangsung lama. Penyebab konstipasi dikarenakan kebiasaan buang air
besar yang tidak teratur. Setelah usus besar terisi penuh dan akhirnya kimus
tambahan tidak mungkin bergerak dari usus halus ke dalam usus besar dan
mengakibatkan muntah yang sangat hebat. Obstruksi yang berkepanjangan
menyebabkan dehidrasi dan syok hipovolemik akibat muntah hebat.
Pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan
ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia,
insufisiensi ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan
penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek
lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam
rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang
mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan
berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga
dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang
nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam
lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila
segmen usus yang terlibat cukup panjang.
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis pada obstruksi usus besar
Gejala :
a) Rasa sakit kram (kejang) dapat timbul di daerah hipogastrium, kuadran
kiri bawah atau difus di abdomen. Dapat juga merupakan rasa sakit yang
terus-menerus dan hebat. Rasa sakit seperti ini merupakan pertanda
strangulasi. Sering terdengar borborygmi yang keras.
b) Obstipasi merupakan gambaran universal, pertanda suatu obstruksi total
c) Muntah mungkin timbul pada keadaan lanjut atau tidak sama sekali
d) Dehidrasi. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan
cairan dan elektrolit maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis
takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi
kadang-kadang dapat meningkat.
Tanda-tanda:
a) Abdomen tampak meregang sekali dan tympanitic diatas bagian kolon
yang meregang mungkin terasa sakit. Rasa sakit difus dan kaku
merupakan pertanda adanya perforasi. Feses mungkin mengandung darah,
baik yang tampak nyata maupun yang tak terlihat. Dapat dilaksanakan
sigmoidocopy sesuai dengan kebutuhan. Tempat yang mengalami
obstruksi mungkin dapat terlihat.
b) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul
terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan
obstruksi disigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu-
satunya selama beberapa hari. Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi,
loop dari usus besar menjadi dapat dilihat dari luar melalui dinding
abdomen, dan pasien menderita kram akibat nyeri abdomen bawah.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
2.5.1 Pemeriksaan radiologi
a. CT–Scan. Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos
abdomen dicurigai adanya starngulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan
secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus,
dan peritoneum.
b. USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab
dari obstruksi.
c. MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan
kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini
digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
d. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus,
malrotation, dan adhesi.
2.5.2 Pemeriksaan laboratorium
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium
yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis
dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan.Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi
hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44%
pada obstruksi non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul
pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit.
Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolik bila
muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda - tanda shock, dehidrasi
dan ketosis.
2.6 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan
dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan
kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
Apabila obstruksi relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan
secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan pada pasien yang
berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan
obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah utntuk
mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen
mungkin diperlukan.
2.7 Komplikasi
a. Peritonitis septicemia
Inflamasi rongga peritoneal dapat berupa primer atau sekunder, akut
atau kronis dan diakibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal oleg bakteri
atau kimia. Peritonitis primer tidak berhubungan dengan gangguan usus dasar
(contoh sirosis dengan asites, sistem urinarius). Sumber inflamasi dari
gangguan GI, ovarium/uterus. Cesera traumatik atau kontaminasi bedah.
Interfensi bedah kuratif pada lokasi peritonotis contoh apendicitis, plikasi
ulkus, dan reseksi usus. Bila peritonitis menyebar, perlu penatalaksanaan
medik sebelum atau pada tindakan bedah.
b. Syok hipofolemia
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa
organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat
pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan
akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan perdarahan
gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling sering pada
syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari
kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga
abdomen
c. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
d. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
e. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,
serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah
2.8 Prognosis
Saat operasi, prognosis tergantung kondisi klinik pasien sebelumnya.
Setelah pembedahan dekompresi, prognosisnya tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8%
asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.
Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat. ada
obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan.
2.1 2.9 WOC (Web of Caution)
Obstruksi mekanik
Penurunan peristaltik usus
Kehilangan cairan dan
elektrolit
Kematian
Absorpsi toxic
Cairan asam lambung terkumpul di usus
Gangguan perfusi jaringan
Penurunan kontraktilitas
bowel
Penumpukan feses di kolon
Restrograde
peristaltik
Vomiting
Kehilangan cairan
Kehilangan elektrolit&
juga lewat keringat
MK: Intake
cairan
kurang dari
kebutuhan
MK : Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit Akumulasi
gasintra abdomen
MK:Gangguan
pemenuhan nutrisi dari
kebutuhan
Syok hipovolemik
Dehidrasi
Nyeri
Intubasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Status :
e. Pekerjaan :
f. Alamat :
g. Suku :
2. Keluhan Utama
Pada umumnya klien merasakan nyeri pada abdomennya. Biasanya rasa
nyeri terasa terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan
kaku.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat riwayat pembedahan abdominal dikarenakan apendicitis.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah, diare
dan konstipasi desertai keluhan tidak bisa flatus.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terdapat riwayat penyakit herediter yang bisa meyebabkan obstruksi
usus besar.
6. Pemeriksan fisik
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
b. Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
c. Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
d. Makanan/cairan
Gejala :anoreksia,mual/muntah dan hausterusmenerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa
pecah-pecah,kulit buruk.
e. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifakolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f. Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda : Napas pendek dan dangkal
g. Keadaan umum pasien tampak lemas dan wajahnya pucat.
TD : 130/80 mmHg,
Suhu : 38,8oC,
RR : 30x/menit,
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan cairan dalam usus.
b. Pemeriksaan simtologi
c. Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
d. Leukosit: normal atau sedikit meningkat
e. Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
f. Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
g. Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia)
h. Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn
E, 2000)
3.2 Analisa Data
DS : Klien mengeluh
nyeri
DO : Gelisah, pucat, RR
30/menit, Tekanan darah
130/80, klien terlihat
memegangi bagian
abdomen
Obstruksi usus besar
Distensi abdomen
sekunder
Nyeri
Nyeri
DS : Pasien mengalami
mual, muntah, lemas
DO:
Suhu : 38,8 C, turgor
kulit pasien menurun,
penurunan frekuensi
berkemih
Muntah
Kehilangan cairan
Kekurangan volume
cairan
Kekurangan volume
cairan
DS : muntah
DO: Kepppoo bgt sich
Pemenuhan feses di
kolon
Akumulasi gas intra
abdomen
Gangguan absorbsi
Perubahan nutrisi
Perubahan nutrisi
3.3 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen sekunder terhadap obstruksi
usus
b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi nutrisi
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3.4 Intervensi dan Rasional
1. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen sekunder terhadap
obstruksi usus
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanannya
sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat
dan mengevaluasi keefektifan analgesia
Intervensi Rasional
Kaji tingkat nyeri dengan skala 0-10. Memudahkan perawat dalam
menentukan tingkat nyeri dan alat
untuk evaluasi keefektifan
analgesik, meningkatkan kontrol
nyeri.
Pertahankan tirah baring sesuai
program.
Tirah baring mengurangi
penggunaan energi dan membantu
mengontrol nyeri dan mengurangi
kontraksi otot.
Pasang selang gastrointestinal yang
disambungkan pada penghisap
intermitten.
Penghisapan membantu dalam
dekompensasi saluran
gastrointestinal, irigasi saluran
gastrointestinal membantu
mempertahankan ketepatan.
Pertahankan posisi semi fowler. Membantu gerakan gralisasi
terhadap selang gastrointestinal
dan meningkatkan ekspansi paru.
Pertahankan puasa sampai bising usus
kembali, distensi abdomen berkurang
dan flatus keluar.
Memungkinkan makanan peroral
dengan tidak ada bising usus akan
meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan..
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai
indikasi.
Menghilangkan nyeri,
meningkatkan
kenyamanan/istirahat umum.
2. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
mual/muntah
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter
individual yang tepat.
Kriteria hasil :
a. Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang
hilang.
b. Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan tanda vital, contoh:
peningkatan suhu/demam memanjang,
takikardia, hipotensi ortostatik
Peningkatan suhu/memanjangnya
demam meningkatkan laju
metabolik, TD ortostatik berubah
dan peningkatan takikardia
menunjukkan kekurangan cairan
sistemik
Kaji turgor kulit, kelembaban
membran mukosa (bibir, lidah).
Indikator langsung keadekuatan
volume cairan
Pantau masukan dan haluaran. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai
Memberikan informasi tentang
keadekuatan volume cairan dan
kehilangan yang tak tampak. kebutuhan penggantian.
Observasi perdarahan dan tes feses
tiap hari untuk adakan darah samar.
Diet tidak adekuat dan penurunan
absorpsi dapat menimbulkan
defisiensi vitamin K dan merusak
koagulasi potensial risiko
perdarahan.
Kolaborasi pemberian cairan
parenteral, transfusi sesuai indikasi.
Pemenuhan kebutuhan dasar
cairan, menurunkan risiko
dehidrasi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan absorbsi nutrisi
Tujuan : Menunjukkan peningkatan masukan makanan,
mempertahankan/meningkatkan berat badan.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
b. Berat badan stabil
Intervensi Rasional
Anjurkan pembatasan aktivitas selama
fase akut.
Menurunkan kebutuhan metabolik
untuk mencegah penurunan kalori
dan simpanan energi
Anjurkan istirahat sebelum makan / Menenangkan peristaltik dan
meningkatkan energi untuk
makan.
Berikan perawatan oral Rasa tak enak, bau dan
penampilan dapat menurunkan
nafsu makan dan merangsang
mual dan muntah
Batasi makanan yang dapat
menyebabkan kram abdomen.
Mencegah serangan akut.
Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi, mis: antikolinergik 15-30
menit sebelum makan.
Menghilangkan kram dan diare,
menurunkan motilitas gaster dan
meningkatkan waktu untuk
absorpsi nutrisi.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat
ditangani.
Kriteria hasil :
a. Informasi klien terpenuhi
b. Klien dapat mengatasi stress yang dialami
Intervensi Rasional
Motivasi klien menyatakan
perasaannya.
Membantu pasien/orang terdekat
dalam mengidentifikasi masalah
yang menyebabkan stress.
Berikan informasi yang akurat dan
nyata tentang tindakan yang akan
dilakukan
Keterlibatan pasien dalam
perencanaan perawatan dapat
memberikan rasa kontrol dan
membantu menurunkan ansietas.
Berikan lingkungan yang tenang untuk
istirahat, ajarkan teknik relaksasi.
Relaksasi mengurangi stress dan
ansietas serta membantu klien
untuk mengatasi
ketidakmampuannya.
Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perilaku koping yang digunakan pada
masa lalu
Perilaku yang berhasil dapat
dikuatkan pada penerimaan
masalah/ stress saat ini,
meningkatkan rasa kontrol dari
pasien.
3.5 Evaluasi
1. Nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukkan keseimbangan cairan dengan parameter individual yang tepat.
3. Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/meningkatkan
berat badan
4. Melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat yang dapat ditangani.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obstruksi usus besar adalah gangguan pada aliran normal isi usus
sepanjang traktus intestinal. Obstrusi usus besar juga terjadi bila sumbatan
mencegah aliran normal dari isi usus melaui saluran usus. Aliran ini dapat
terjadi karena dua tipe proses :
1. Mekanis
Terjadi obstruksi intramural atau obstruksi mural dari tekanan dinding
usus. Contoh kondisi ini dapat menyebabkan obstruksi mekanis adalah
intususpensi, tumor poliploid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlengketan
hernia dan abses.
2. Fungsional
Muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
adalah amiloidoisis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes militus,
atau penyakit gangguan neurologis seperti parkinson. Ini dapat juga bersifat
sementara sebagai akibat dari penanganan usus selama pembedahan.
4.2 Saran
Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya serta buku ini dapat menjadi referensi untuk pembuatan makalah
selanjutnya.
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi VIII,
volume II. Jakarta: EGC
Robbins & Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II edisi 4. Jakarta: EGC.
Tambunan, Gani W. 1994. Patologi Gastroenterologi. Jakarta: EGC.
Sabara, Edi. 2007. Ileus Obstruktif. Diakses dari:
http://freemedical.blogspot.com/2007/09/ileus-obstruktif.html pada tanggal 18
Oktober 2012 pukul 18.30 WIB
Guyton and Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed 9.Jakarta: EGC.
geissler, Alice C. 2005, cetakan 5.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Pearce, Evelyn C. Anatomi dan fisiologi Untuk Para Medis, PT Gramedia:
Jakarta.
http://makalahkepperawatanrizfalda.blogspot.com/2011/10/askep-klien-dengan-
obstruksi-usus-besar.htmldiakses hari Kamis 11-10-2012 pukul 09:10 WIB
http://makalahkepperawatanrizfalda.blogspot.com/2011/10/askep-klien-dengan-
obstruksi-usus-besar.html,Diakses tanggal 18 Oktober 2012 ,pada pukul 21.15
WIB http://ramzashiddiq.blogspot.com/2011/03/tutorial-5-blok-keluhan-digestif-
tidak.html,Diakses tanggal 18 Oktober 2012 pada pukul 21.30WIB
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta.
Sumber : http://duniailmukeperawatan.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-
obstruksi-usus.html diakses pada : kamis, 18-10-2012 pukul 21.00