Post on 09-Aug-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangbiakan ikan merupakan salah satu kegiatan dari proses budidaya ikan.
Ikan yang akan dibudidayakan harus dapat tumbuh dan berkembang biak agar kontinuitas
produksi budidaya dapat berkelanjutan. Untuk mendapatkan ikan yang berkualitas banyak
langkah yang telah dilakukan para pembudidaya. Dimulai dari metode hibridisasi, sex reversal,
poliploidisasi hingga selektif breeding. Poliploidisasi merupakan salah satu metode manipulasi
kromososm untuk perbaikan dan peningkatan kualitas genetik ikan guna menghasilkan benih
ikan dengan keunggulan pertumbuhan cepat, toleransi terhadap lingkungan, resisten terhadap
penyakit, dan persentase daging tinggi.
Manipulasi kromosom mungkin dilakukan selama siklus nukleus dalam pembelahan
sel, dasarnya adalah penambahan atau pengurangan sel haploid atau diploid. Pada ikan dan
hewan lainnya dengan fertilisasi eksternal proses dapat dilakukan untuk salah satu gamet
sebelum fertilisasi atau telur terfertilisasi pada beberapa periode selama formasi pada zigot
(Purdom, 1993). Salah satu metode manipulasi kromosom adalah ginogenesis.
Salah satu tujuan poliploidi adalah menghasilkan individu triploid yang diduga steril
karena jumlah set kromosom yang ganjil akan menghambat pembelahan meiosis sehingga
perkembangan gonad akan terhambat pula. Dengan demikian masalah overpopulasi dapat
dihindari dan individu ini berpeluang untuk tumbuh dan behtehan hidup dibandingkan dengan
ikan normal. Keberhasilan pembentukan individu triploid ditentukan oleh tiga hal pokok, yaitu
waktu kejutan dimulai, suhu kejutan, dan lam pelaksanaan kejutan. Pemilihan waktu awal,
lama waktu dan suhu kejutan yang tepat adalah spesifik atau khas pada masing-masing
spesies.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu
o Melakukan teknik ginogenesis untuk memproduksi populasi ikan betina
o Melakukan teknik manipulasi jumlah kromosom untuk memproduksi ikan yang
memiliki kromosom sebanyak 3 set (tiploid).
BAB II
METODOLOGI
A. Waktu Dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelasanaan praktikum ini yaitu pada hari jumat tanggal 06
januari 2012 sampai hari jumat tanggal 04 januri 2013 di laboratorium reproduksi dan genetika
politeknik pertanian negeri pangkep.
B. Alat Dan Bahan
Adapun alatdan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut;
Table 1. alat yang digunakan didalam prktikum
Nama alat Spesifikasi jumlah Kegunaan
Bak pemijahan Ukuran standar 1 buah Tempat pemijahan
Hapa 1 x 2 m2 1 buah Tempat pemijahan
Kakaban 40 x 60 cm2 2 buah Tempat pelekatan
telur
Pompa celup 2 buah Sirkulasi air dan hujan
buatan
Selang 3 meter Sirkulasi air dan hujan
buatan
Seser halus 1 buah Menangkap induk
Lap halus 2 lembar Membungkus induk
saat distripping
Kotak radiasi (UV
BOX)
Kotak kayu dilapisi
plastic hitam
1 unit Perangkap radiasi
Lampu TL
Ultraviolet
15 watt 2 buah Perangkat radiasi
sperma
Shaker Untuk mengaduk
cairan dalam petridisk
1 buah Homogenesis sperma
pada saat radiasi
Petridisk Diameter 5 cm 6 buah Menampung sperma
saat proses radiasi dan
perlekatan telur untuk
pengamatan dengan
mikroskop
Gelas objek 10 buah Pengamatan telur
dengan mikroskop
Water bath 60 x 40 x 40 cm2 suhu
max. 40oc
1 unit Perangkat perlaukuan
kejutan
Akuarium 50 x 30 x 30 cm3 1 buah Wadah untuk triploid
Perangkat aerasi 6 set Aeasi telur
Lempengan kaca 15 x 10 x 0,4 cm3 15 lembar Pelekatan telur 5-10
buah untuk setiap
aquarium
Rak lempengan kaca 15 x 10 x 10 cm3 5 buah Menempatkan
lempengan kaca berisi
telur yang akan
dikejut
Cawan plastik Diameter 5 cm 1 buah Menampung telur
Spoit tanpa jarum 10 ml 3 buah Menyedot sperma
Spoit dengan jarum 5 ml 3 buah Penyuntikan dengan
ovaprim
Bulu ayam 1 buah Pencampur telur dan
sperma
Baskom plastic segi
empat
30 x 25 x 5 cm3 3 buah Menempatkan
lempengan kaca untuk
perlektan telur
Baskom bulat Volume 20 liter 2 buah
Mikroskop Pembesaran 400x 1 unit
Pipet Volume 10 ml 2 buah
Tissue gulung 1 buah
Table 2. bahan yang digunakan dalam praktikum:
Nama bahan Spesifikasi Jumlah Kegunaan
Induk ikan mas jantan 200-300 g matang
gonad
6 ekor Penyedia sperma
Induk ikan mas betina 300-400 g matang
gonad
3 ekor Penyedia telur
Telur ayam ras Sudah direbus 3 butir Pakan awal larva
Cacing tibifex Beku 1 kg Pakan benih
Artemia salina 1 kaleng Pakan larva
Aquades 5 liter Pembuatan larutan
Alcohol 75 % 5 liter Sterilisasi peralatan
Hormone ovaprim 10 ml Merangsang
kematangan gonad
Larutan fisiologis
(7,98 g NaCl + 0,02 g
NaHCO3 dalam 1 L
aquades)
Fresh 500 ml Pengenceran sperma
Larutan pembuahan (3
g urea (CO(NH2)2) +
4 g NaCl dalam 1 L
aquades
Fresh 500 ml Proses pembuahan
Methyline blue 10 gram Mencegah
pertumbuhan jamur
pada telur
C. Prosedur Kerja
1. Pemijahan
Siapkan bak pemijahan
Atur agar tejadi gerakan air (sirkulasi) di dalam bak pemijahan dan buat hujan buatan
(air jatuh) dengan menggunakan selang dan pompa celup
Atur kakaban menutupi bak pemijahan
Masukkan induk jantan dan betina dengan perbandingan bobot 1 : 1
Ciptakan suasana tenang dan gelap disekitar bak pemijahan
Tunggu dan amati tingkah laku pemijahan, air kelihatan berbusa, induk betina
melepaskan telur di atas kakaban. Segera tangkap kedua induk sebelum telur dan
sperma habis. Tamping induk didalam baskom yang telah disiapkan sebelumnya.
2. Teknik poliploidisasi
a. Teknik triploidisasi
Siapkan peralatan yang diperlukan untuk proses fertilisasi buatan
Isi aquarium dengan air sebanyak ¾ volume dan aerasi
Letakkan 5 buah glass plate ke dalam 1 baskom segiempat berisi air dan aerasi
Ambil induk jantan dan betina dari bak pemijahan dengan seser dan masukkan
kedalam baskom yang telah berisi air dan aerasi. Aerasi tetap dilakukan selama
induk berada di dalam baskom.
Stripping induk jantan dengan menggunakan spoit, sedot spermanya sebanyak 5
ml, lalu encerkan dengan 45 ml larutan fisiologis dan campur merata, tamping
didalam petridisk
Stripping induk betina dan tempung telurnya ( kira-kira sebanyak 3 ml) didalam
cawan plastic
Campur telur dan sperma dengan mengaduk perlahan menggunakan bulu ayam.
Sebarkan telur tadi ke atas lempengan kaca di dalam baskom berisi air ( suhu air
25oC ). Sebarkan merata dan usahakan tidak ada telur yang saling berlekatan/
dempet. Atur lempengan kaca di dalam raknya.
Tiga menit setelah fertilisasi, lakukan proses kejutan dengan memasukkan rak
berisi lempengan kaca yang mengandung telur ke dalam water bath, lalu tempatkan
di dalam aquarium dengan posisi tegak dan cukup mendapat aerasi.
Beri methyline blue 2-3 ppm ke dalam setiap aquarium.
3. Parameter yang diamati
a. Hitung FR setelah 12 jam dari proses fertilsasi buatan
FR = Jumlah telur yang terbuahi x 100 %
Jumlah total telur
b. Hitung SR embrio setelah 32 jam dari proses fertlisasi buatan
SRe = Jumlah embrio yang hidup x 100 %
Jumlah telur yang terbuahi
c. Hitung HR setelah telur menetas
HR = Jumlah telur yang menetas x 100 %
Jumlah telur yang terbuahi
d. Hitung SR larva 7 hari
SR0-7 = Jumlah larva umur 7 hari x 100 %
Jumlah teluryang menetas
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Table 1. hasil pengamatan triploidisasi
Paramaeter Triploid Control
Jumlah telur 3332 2898
Jumlah telur terbuahi 2944 2487
Fertilisasi (%) 88,3 83
Jumlah embrio yang hidup 2467 2157
SR embrio (%) 84 87
Jumlah yang menetas 2254 2007
HR (%) 76 80
SR (%) 73 67
B. Pembahasan
Umumnya persentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50–80 % (Richter dan
Rustidja, 1985). Rendahnya derajat penetasan telur ikan mas dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: kualitas telur, kualitas air media inkubasi (penetasan) dan
perlakuan kejutan panas. Kualitas telur dan kualitas air media inkubasi sangat menentukan
keberhasilan proses penetasan telur. Kualitas telur yang baik dan didukung oleh kualitas air
media yan g memadai dapat membantu kelancaran pembelahan sel dan perkembangan
telur untuk mencapai tahap akhir terbentuknya embrio ikan. Yatim (1990) dan Effendie (1997)
menyatakan, salah satu faktor kualitas air yan g penting dalam memen gar uh i pembelah an
sel (penetasan telur) adalah suhu air medium.
Tipe telur ikan mas yang bersifat melekat (adhesif) kemungkinan besar sebagai satu
faktor kualitas telur yang menyebabkan rendahnya derajad penetasan pada telur ikan mas. Sifat
telur ikan mas yang melekat, membutuhkan tempat pelekatan atau substrat yang baik. Telur
ikan mas yang bersifat adhesive yaitu melekat pada substrat atau antara telur yang satu dengan telur
yang lain, sering mengakibatkan telur-telur tersebut tidak dapat menetas karena difusi oksigen
menjadi ber kur an g (Suman tadinata, 1991). Kekurangan oksigen merupakan salah satu
penyebab adanya kematian pada telur atau embrio yang sedang berkembang (Woynarovich
dan Horvath, 1980). Sifat adhesif telur ikan mas disebabkan oleh adanya lapisan gluco-
protein (Woynarovich dan Horvath, 1980) atau globuline (Hardjamulia, 1979) pada
permukaan telur. Blaxter (1969) menyatakan, perbedaan substrat sebagai in kubasi dapat
berpengaruh terhadap perkembangan pertama dan fisiologis keturunan.
Rendahnya derajat penetasan ikan mas poliploid juga diakibatkan oleh pengaruh perlakuan
kejutan suhu panas yang diberikan pada telur dalam proses poliploidisasi. Tave (1993)
mengemukakan, mortalitas yang terjadi kemun gkin an disebabkan oleh beberapa macam
efek merugikan dari perlakuan kejutan pada sitoplasma telur. Perlakuan kejutan suhu dapat
mengakibatkan kerusakan pada benang-benang spindel yang terbentuk saat proses pembelahan
sel dalam telur. Kejutan suhu dan tekanan mengakibatkan rusaknya mikrotubulus yang
membentuk spindel selama pembelahan (Dustin, 1977 dalamGervai et al., 1980).
Suhu media inkubasi yan g terlalu tinggi dapat mengganggu aktivitas enzim penetasan
pada telur dan men gakibatkan pengerasan pada chorion, seh ingga mengha mbat pr oses
penetasan pada telur dan dapat mengakibatkan terjadinya keabnormalitasan (cacat) pada larva
ikan yang dihasilkan. Rieder dan Bajer (1978) dalam Bidwell et al. (1985) mengemukakan, larva
cacat dapat disebabkan oleh lapisan terluar dari telur (chorion) yang mengalami pengerasan,
sehingga embrio akan sulit untuk keluar. Setelah chorion dapat dipecahkan, maka embrio akan
lahir dengan keadaan tubuh yang cacat.
Derajat kelangsungan hidup ikan mas hasil poliploidisasi yang relatif rendah bila
dibandingkan dengan ikan mas kontrol kemungkinan besar akibat rendahnya kemampuan ikan-
ikan poliploid dalam menangkap oksigen terlarut dalam air. Kemampuan pengikatan oksigen
terlarut ikan-ikan poliploid sangat rendah bila dibandingkan dengan ikan normal. Kelangsungan
hidup ikan poliploid pada fase larva pertama kali makan umumnya berbeda dengan diploid,
yaitu lebih rendah bila dibandingkan dengan diploid (Thorgaard, 1992; Mair, 1993; Purdom,
1993; Santiago et al., 1993).
Keberhasilan poliploidisasi melalui perlakuan kejutan suhu sangat dipengaruhi oleh suhu
kejutan, waktu kejutan dan lama kejutan, seperti disampaikan oleh Don dan Avtalion (1986)
dan tergantung juga pada umur dan kualitas (kematangan ) telur (Pan dian dan Var ada raj,
1990). Triploidisasi pada ikan relative lebih mudah untuk diproduksi menggunakan perlakuan
fisik atau kimia sesaat setelah fertilisasi dengan menghambat pembelahan meiosis atau
peloncatan polar body II (Carman et al., 1991). Shepperd dan Bromage (1996) mengatakan,
induksi triploidi dapat dilakukan menggunakan kejutan lingkungan seperti panas, dingin, tekanan
dan kimiawi selama periode kritis sesaat setelah fertilisasi dan peloncatan polar body II terjadi
antara 3–7 menit setelah fertilisasi pada beberapa spesies (Carman et al., 1991). Arai dan Wilkins
(1987) melaporkan bahwa perlakuan kejutan suhu panas dalam waktu singkat efektif untuk
induksi triploidi, tetapi merugikan secara signifikan pada kelangsungan hidupnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kejutan suhu panas 38,9° C selama
1,5 menit memengaruhi tingkat poliploidisasi ikan mas. Ikan mas hasil triploidisasi memiliki
derajat penetasan lebih tinggi, abnormalitas lebih rendah, derajat kelangsungan hidup lebih
rendah dan keberhasilan induksi poliploidi lebih tinggi daripada ikan mas hasil tetraploidisasi.
Perlakuan kejutan suhu panas ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas untuk proses
poliploidisasi pada ikan mas (Cyprinus carpioLinn.) maupun spesies ikan lain.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa teknik triploidisasi yang dilakukan
berhasil dan menghasilkan laju pertumbuhan larva yang lebih cepat dibandingkan dengan
laju pertumbuhan larva yang tidak diberi perlakuan apapun. Serta tingkat kelangsungan hidup
larva hasil triploidisasi lebih tinggi dibandingkan tingkat kelangsungan hidup larva control.
LAPORAN PRAKTIKUM
“PEMULIAAN DAN BIOTEKNOLOGI IKAN”
MODUL : Teknologi Poliploidisasi Dan Monoseks
DOSEN : Dr. Nur Rahmawati Arma, S.Pi.,M.Sc.,Ph.D
TEKNISI : Satriani, S.Pi
Suriadi, S.Pi
OLEH
KELOMPOK 2
( TEKNIK TRIPLOIDISASI )
NURFITRI RAHIM IKHSAN ALPAR SURYANSAH SYARIF ALKADRI SULEMAN HAMZA NURLIAH SYAINUDDIN SAHRUL
BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2013
LAPORAN PRAKTIKUM
“PEMULIAAN DAN BIOTEKNOLOGI IKAN”
MODUL : Teknologi Poliploidisasi Dan Monoseks
DOSEN : Dr. Nur Rahmawati Arma, S.Pi.,M.Sc.,Ph.D
TEKNISI : Satriani, S.Pi
Suriadi, S.Pi
OLEH
KELOMPOK 2
( TEKNIK TRIPLOIDISASI )
NURFITRI RAHIM IKHSAN ALPAR SURYANSAH SYARIF ALKADRI SULEMAN HAMZA NURLIAH SYAINUDDIN SAHRUL
BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2013
LAPORAN PRAKTIKUM
“PEMULIAAN DAN BIOTEKNOLOGI IKAN”
MODUL : Teknologi Poliploidisasi Dan Monoseks
DOSEN : Dr. Nur Rahmawati Arma, S.Pi.,M.Sc.,Ph.D
TEKNISI : Satriani, S.Pi
Suriadi, S.Pi
OLEH
KELOMPOK 2
( TEKNIK TRIPLOIDISASI )
NURFITRI RAHIM IKHSAN ALPAR SURYANSAH SYARIF ALKADRI SULEMAN HAMZA NURLIAH SYAINUDDIN SAHRUL
BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2013