Post on 03-Aug-2015
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH PADATANALISIS TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH PASAR INDUK
OSOWILANGUN (PIOS) SURABAYA
KELOMPOK 1PANDU ADITYA (080911002)FEBRI EKO W. (080911910)RAMZUL MUTHAHARI A. (080911018)HANDITO PURWO AJI (080911022)ERY BAGUS KUSUMA (080911036)ASDI FITRI MUSLIM (080911043)NIZAM ALIF R. (080911047)
PROGRAM STUDI S1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGANDEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGIUNIVERSITAS AIRLANGGA
MEI 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sampah merupakan salah satu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan manusia,
dan saat ini tingginya aktivitas manusia merupakan salah satu faktor utama dari semakin
bertambahnya jumlah sampah yang ada. Dan Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang
tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari
kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007 dalam anonim, -). Dari
definisi tersebut mencerminkan bahwa sampah harus ditangani secara prosedural dan sesuai
dengan standart – standart penanganan sampah.
Menurut Alfathoni, (2006) saat ini penanganan sampah masih sebatas pada penanganan
yang konvensional yaitu sampah ditaruh ditempat terbuka untuk dibiarkan membusuk dengan
sendirinya. Walaupun sudah diusahakan bahwa tempat pembuangan ini disentralisasi disatu
kawasan tertentu dengan metode sanitary landfill. Namun kenyataannya permasalahan
sampah masih tidak kunjung selesai, artinya bahwa sampah yang masih terkondisi seperti di
atas, masih menjadikan sumber polusi udara karena baunya, dan polusi air yang dikarenakan
penanganan air lindinya (leacheate) kurang bagus sehingga meresap kemana - mana, serta
menjadi penyebab terjadinya wabah penyakit dan juga sebagai salah satu penyebab terjadinya
banjir. Inilah salah satu bentuk masalah yang ditimbulkan apabila penanganannya tarlambat
dan tidak sistematis.
Surabaya merupakan kota terbesar ke-dua di Indonesia dan untuk masalah
penanganan sampah, Surabaya memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Benowo.
Menurut Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Surabaya, pada akhir tahun 2005 lahan
TPA Benowo sudah terisi 70% dari total 26 Ha lahan yang tersedia, sehingga untuk
mengatasi kekurangan lahan, TPA Benowo diperluas 7,3 Ha ke arah selatan. Salah satu
penyebab terjadi percepatan perluasan lahan TPA adalah sampah yang masuk volumenya
cukup besar. Data DKP Surabaya, sampah yang masuk TPA Benowo pada tahun 2010 rata-
rata sebesar 1.200 ton/hari sehingga untuk mengurangi jumlah volume yang masuk,
pemerintah kota Surabaya mengupayakan kegiatan pereduksian sampah dari sumber agar
nantinya sampah yang masuk TPA volumenya relatif kecil dan berdampak pada umur TPA
yang lebih panjang (Anonim, 2011 dalam Arif, 20121).
Umumnya sampah kota di Indonesia terdiri dari 60 % sampah organik dan 40 %
sampah anorganik. Dan rata-rata sampah pada setiap pasar sebesar 64 m3/hari. Komposisi
sampah pasar rata-rata 92% bahan organik dan 8% anorganik (Saputra, 2006 dalam Arif,
20122) Sampai saat ini Indonesia belum memiliki sistem pengolahan sampah terpadu. Sistem
pengolahan sampah hanya mengolah sampah menjadi pupuk kompos padat dan sanitary
landfill di suatu TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah. Sistem sanitary landfill
berbahaya, karena selain menyebabkan polusi juga dapat menimbulkan ledakan lokal
(Agustin, 2008). Sehingga perlu adanya penanganan sampah pada sumber (on-site) agar
mengurangi jumlah sampah yang masuk ke dalam TPA Benowo.
Dari data DKP tersebut menunjukkan bahwa sampah pasar merupakan penyumbang
terbesar kedua timbulan sampah organik, dan pengelolahannya belum secara baik dan terpadu
sehingga timbulan sampah yang dihasilkan dari pasar nantinya akan dibuang menuju TPA.
Salah satu solusi terhadap permasalahan sampah yang ada di Pasar yaitu dengan
menggunakan sistem Material Recovery Facilities (MRFs). MRFs merupakan fasilitas
pereduksian timbulan sampah yang dilengkapi dengan fasilitas komposting dan gudang
penyimpanan sampah bernilai ekonomi. Dengan dibangunnya MRFs di pasar, diharapkan
dapat memanfaatkan kembali sampah yang bernilai ekonomis dan mengurangi timbulan.
Perencanaan MRFs ini dilakukan di Pasar Induk Osowilangun (PIOS) karena Pasar
Induk Osowilangun Surabaya (PIOS) merupakan pusat grosir sayur dan buah terbesar di
Surabaya. Pasar ini berlokasi hanya 300 meter dari rencana pembangunan pelabuhan Teluk
Lamong. Kedekatan dengan pelabuhan akan sangat efisien untuk memfasilitasi perdagangan
antar pulau sehingga pasar induk ini akan melayani kebutuhan komoditi pertanian di
Surabaya dan sekitarnya dan juga wilayah Indonesia Timur. Pasar induk ini dibangun
bertujuan untuk menertibkan pembangunan di Surabaya yang tidak sesuai RTRW kota
Surabaya. Sesuai dengan perencanaan perusahaan Pasar Komoditi Nasional (PASKOMNAS),
selaku pengelola pasar induk nasional, PIOS direncanakan dapat menyediakan 822 lapak
untuk pedagang dan mampu menampung kapasitas perdagangan sebesar 3.000 ton/hari
(Anonim, 2010 dalam Arif, 20123) sehingga jika PIOS telah beroperasi secara maksimal
maka akan diperkirakan PIOS menghasilkan sampah pasar dalam jumlah yang besar.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi pengelolaan sampah PIOS ?
2. Bagaimana laju timbulan, komposisi, dan densitas sampah PIOS ?
1.3 Tujuan Perencanaan
Tujuan yang hendak dicapai pada proposal skripsi ini adalah:
1. Mengetahui kondisi pengelolaan sampah PIOS.
2. Mengetahui laju timbulan, komposisi, dan densitas sampah PIOS.
1.4 Manfaat Perencanaan
Manfaat yang diharapkan pada proposal skripsi perencanaan MRFs ini adalah
membantu pemerintah kota dalam menyelesaikan permasalahan pengolahan sampah pasar,
memberikan gambaran manfaat dari penerapan MRFs dari segi sosial dan ekonomi, serta
mengurangi volume sampah pasar yang masuk ke TPA Benowo.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah
Sampah adalah bahan buangan dalam bentuk padat atau semi padat yang dihasilkan
dari aktivitas manusia atau hewan yang dibuang karena tidak diinginkan atau digunakan lagi
(Tchobanoglous dkk., 1993). Menurut Undang-Undang RI No. 18 tahun 2008 tentang
pengolahan sampah, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam
yang berbentuk padatan (Anonim, 2008) sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia No.
19-2454-2002, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari atas zat organik dan zat
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan (Anonim, 2002).
2.2 Jenis dan Sumber Sampah
Menurut Tchobanoglous dkk. (1993), sampah dapat digolongkan sesuai jenis dan
sumbernya. Sampah berdasarkan jenisnyadiklasifikasikan menjadi dua macam yaitu sampah
organik dan sampah anorganik. Menurut Nadiasa dkk. (2009), sampah organik merupakan
jenis sampah yang terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari
alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lainnya. Sampah organik
mudah diuraikan dengan proses alami, contohnya daun-daun kering, sayur-sayuran busuk,
dan buah-buahan busuk. Sedangkan sampah anorganik merupakan jenis sampah yang berasal
dari sumber daya alam tidak terbarui seperti mineral dan minyak bumi atau dihasilkan dari
proses industri. Beberapa bahan seperti ini tidak terdapat di alam, yaitu plastik dan
aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam,
sedang sebagian yang lain hanya diuraikan secara lambat.
Berdasarkan sumber sampah menurut Tchobanoglous dkk. (1993), sumber sampah
dapat digolongkan menjadi delapan golongan. Pertama adalah sampah daerah permukiman
(lapak tangga),contoh sampah yang dihasilkan adalah sampah sisa makanan, kertas, plastik,
tekstil, kayu, dan gelas. Kedua adalah daerah komersial seperti toko, swalayan, dan pasar,
contoh sampah daerah komersial adalah sisa makanan, sisa tumbuhan, kertas, kardus, plastik,
kayu, dan kaca. Ketiga adalah daerah instansi seperti perkantoran, sekolah, dan institut
pendidikan, contoh sampah daerah instansi adalah kertas, kardus, kaca, plastik, dan kayu.
Keempat adalah kawasan konstruksi seperti kawasan pembangunan gedung-gedung
bertingkat, kawasan proyek jalan tol, dan pembongkaran gedung, contoh sampah kawasan
konstruksi adalah kayu, besi, dan material lumpur. Kelima adalah sampah dari industri,
contoh sampah yang dihasilkan adalah limbah B3 dan material yang tidak digunakan lagi.
Keenam adalah sampah pelayanan kota seperti aktivitas pembersihan jalan, pembersihan
saluran, taman, dan area rekreasi, contoh sampah pelayanan kota adalah daun-daun dan
plastik. Ketujuh adalah sampah instalasi pengolahan limbah berasal dari kegiatan pengolahan
limbah cair dan pengolahan limbah padat. Sampah instalasi pengolahan berupa sampah padat
atau semi padat yang mempunyai karakteristik bermacam-macam tergantung dari bahan dan
proses instalasinya, contoh sampah yang dihasilkan adalah debu, aki, alat-alat instalasi yang
rusak, dan lumpur. Kedelapan adalah sampah dari aktivitas pertanian, contoh sampah yang
dihasilkan adalah jerami, dan sisa pertanian lainnya.
2.3 Timbulan sampah
Dalam Standar Nasional Indonesia nomor 19-2454-2002, jumlah sampah yang lebih
dikenal dengan timbulan sampah diberikan pengertian yaitu banyaknya sampah yang timbul
dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita per hari, atau per luas
bangunan, atau per panjang jalan (Anonim, 2002). Besarnya timbulan sampah perlu
diketahui, agar pengelolaan persampahan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Menurut Pandebesie (2005), faktor yang mempengaruhi jumlah timbulan sampah ada
lima. Pertama adalah reduksi di sumber sampah contohnya pada sumber sampah terdapat
kegiatan komposting. Kedua adalah kegiatan recycling, yaitu kegiatan berupa
pemanfaatansampah menjadi barang yang bermanfaat seperti contoh kegiatan daur ulang
sampah menjadi kerajinan tangan. Ketiga adalah kebiasaan masyarakat, contohnya
masyarakat yang menerapkan gerakan anti plastik maka secara tidak langsung mempengaruhi
timbulan sampah plastik pada lingkungannya. Keempat yaitu peraturan (undang-undang),
adanya undang-undang tentang pengelolaan sampah berpengaruh terhadap budaya
masyarakat dalam membuang sampah. Kelima adalah fisik dan geografi (musim, iklim, dan
dataran tinggi), Kondisi diatas mempengaruhi aktivitas mahluk hidup, karena aktivitas pada
tiap kondisi berbeda.
Timbulan sampah pada tiap pulau di Indonesia memiliki perbedaan jumlahnya. Kondisi
timbulan sampah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jumlah sampah tiap pulau di Indonesia tahun 2008
Pulau Jumlah sampah kota
(ribu ton)
Sumatra 8,7
Jawa 21,2
Bali dan pulau-pulau
Nusa Tenggara
1,3
Kalimantan 2,3
Sulawesi, Maluku,
Papua
5,0
Total 38,5
Sumber: Damanhuri dan Padmi (2010)
Pada Tabel 2.1 menujukkan bahwa pulau Jawa memiliki jumlah sampah kota paling
besar di Indonesia, kemudian Sumatera, Sulawesi, Maluku, Papua, Kalimantan, Bali, dan
pulau-pulau Nusa Tenggara. Menurut Wardhana (2007), timbulan sampah bergantung pada
jumlah penduduk disertai tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya, semakin
banyak jumlah penduduk yang berada pada suatu tempat, maka semakin besar pula laju
timbulan sampahnya. Pulau Jawa di Indonesia memiliki jumlah terpadat sehingga
menghasilkan sampah yang besar dibandingkan dengan pulau lainnya.
2.4 KomposisiSampah
Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen yang
terdapatpada sampah dan distribusinya. Data ini penting untuk mengevaluasi peralatan
yangdiperlukan, sistem, pengolahan sampah dan rencana manajemen persampahan suatu
kota.Pengelompokkan sampah yang paling sering dilakukan adalah berdasarkan
komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu, kulit,
karet, plastik,logam, kaca, kain, makanan, dan sampah lain-lain (Damanhuri, 2004dalam).
Semakin sederhana pola hidup masyarakat semakin banyak komponen sampahorganik
(sisa makanan dll). Dan semakin besar serta beragam aktivitas suatu kota, semakinkecil
proporsi sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga.
1. Komposisi sampah dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Tchobanoglous, 1993):
Frekuensi pengumpulan. Semakin sering sampah dikumpulkan, semakin tinggi tumpukan
sampah terbentuk. Sampah kertas dan sampah kering lainnya akan tetap bertambah, tetapi
sampah organik akan berkurang karena terdekomposisi.
2. Musim. Jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang berlangsung.
3. Kondisi Ekonomi. Kondisi ekonomi yang berbeda menghasilkan sampah
dengankomponen yang berbeda pula. Semakin tinggi tingkat ekonomi suatu masyarakat,
produksi sampah kering seperti kertas, plastik, dan kaleng cenderung tinggi, sedangkan
sampah makanannya lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh pola hidup masyarakat
ekonomi tinggi yang lebih praktis dan bersih.
4. Cuaca. Di daerah yang kandungan airnya cukup tinggi, kelembaban sampahnya juga akan
cukup tinggi;
5. Kemasan produk. Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi
komposisi sampah. Negara maju seperti Amerika banyak menggunakan kertas sebagai
pengemas, sedangkan negara berkembang seperti Indonesia banyak menggunakan plastik
sebagai pengemas.
2.5 KarakteristikSampah
Karakteristik sampah adalah sifat-sifat sampah yang meliputi sifat fisik, kimia, dan
biologi.Karakteristik sampah sangat penting dalam pengembangan dan desain sistem
manajemenpersampahan. Karakteristik sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
yaitupendapatan masyarakat (low, medium, dan high income), pertumbuhan penduduk,
produksipertanian, pertumbuhan industri dan konsumsi serta perubahan musim
(Tchobanoglous,1993).
1. Karakteristik Fisika
a. Berat Jenis
Berat jenis merupakan berat material per unit volume (satuan lb/ft3, lb/yd3 atau kg/m3).
Data ini diperlukan untuk menghitung beban massa dan volume total sampah yang harus
dikelola.Berat jenis ini dipengaruhi oleh:
● Komposisi sampah;
● Musim;
● Lamanya penyimpanan.
b. Kelembapan
Menentukan kelembapan dalam sampah dapat digunakan dua cara yaitu dengan ukuran
berat basah dan berat kering. Ukuran kelembapan yang umum digunakan dalam
manajemen persampahan adalah % berat basah (wet weight). Data kelembapan sampah
berguna dalam perencanaan bahan wadah, periodisasi pengumpulan, dan desain sistem
pengolahan. Kelembapan sampah dipengaruhi oleh:
● Komposisi sampah;
● Musim;
● Kadar humus;
● Curah hujan.
c. Ukuran dan distribusi partikel
Penentuan ukuran dan distribusi partikel sampah digunakan untuk menentukan jenis
fasilitas pengolahan sampah, terutama untuk memisahkan partikel besar dengan partikel
kecil. Ukuran komponen rata-rata yang ditemukan dalam sampah kota berkisar antara 7-8
inchi.
d. Field Capacity
Field capacity adalah jumlah kelembapan yang dapat ditahan dalam sampah akibat gaya
gravitasi. Field capacity sangat penting dalam menentukan aliran leachate dalam
landfill.Biasanya field capacity sebesar 30% dari volume sampah total.
e. Permeabilitas sampah yang dipadatkan
Permeabilitas sampah yang dipadatkan diperlukan untuk mengetahui gerakan cairan dan
gas dalam landfill.
2. Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia sampah diperlukan untuk mengevaluasi alternatif suatu proses dan
sistem recovery pengolahan sampah.
a. Proximate Analysis
Proximate analysis terhadap komponen Municipal Solid Waste (MSW) mudah terbakar
meliputi (Tchobanoglous, 1993):
● Kelembapan (kadar air berkurang pada suhu 105C, t = 1 jam);
● Volatile combustible matter (berat sampah yang berkurang pada pemanasan 950C);
● Fixed carbon (sisa material setelah volatil hilang);
● Ash (sisa pembakaran).
b. Titik Lebur Abu
Titik lebur abu merupakan titik temperatur saat pembakaran menghasilkan abu, berkisar
antara 1100 - 1200'C (2000-2200'F).
c. Ultimate Analysis
Ultimate Analysis meliputi penentuan unsur Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),
Nitrogen (N), dan Sulfur (S) sampah. Berdasarkan nilai C dan N ini dapat ditentukan rasio
C/N sampah (Tchobanoglous, 1993). Ultimate Analysis masing-masing komponen dalam
sampah domestik dapat dilihat pada Tabel 2.2, dimana kadar karbon tertinggi dimiliki oleh
komponen karet (78 %), kadar hidrogen tertinggi dimiliki oleh sampah karet (10 %), kadar
oksigen tertinggi dimiliki oleh sampah kertas (44 %), kadar nitrogen tertinggi dimiliki oleh
sampah kulit (10 %) dan kadar sulfur tertinggi dimiliki oleh sampah makanan dan kulit
( 0,4 %).
d. Kandungan Energi Komponen Sampah
Kandungan energi yang terdapat di dalam sampah dapat dihitung dengan cara
menggunakan alat calorimeter atau bomb calorimeter, dan dengan perhitungan.
3. Karakteristik Biologi
Penentuan karakteristik biologi digunakan untuk menentukan karakteristik sampah
organik di luar plastik, karet dan kulit.
Parameter-parameter yang umumnya dianalisis untuk menentukan karakteristik biologi
sampah organik terdiri atas (Tchobanoglous, 1993):
1. Parameter yang larut dalam air terdiri atas gula, zat tepung, asam amino, dan lain-lain;
2. Hemiselulosa yaitu hasil kondensasi gula dan karbon;
3. Selulosa yaitu hasil kondensasi gula dan karbon;
4. Lemak, minyak, lilin;
5. Lignin yaitu senyawa polimer dengan cincin aromatik;
6. Lignoselulosa merupakan kombinasi lignin dengan selulosa; dan
7. Protein terdiri atas rantai asam amino.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat
Tempat kegiatan ini berada di Pasar Induk Osowilangun Surabaya
(PIOS) beralamat di Jalan Raya Osowilangun 236 Surabaya.
3.1.2 Waktu
Waktu kegiatan dilakukan selama 1 hari , yaitu pada Hari Rabu 29
Februari 2012.
3.2 Bahan dan Alat Perencanaan
3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sampah PIOS dari
tempat sampling yang telah ditentukan.
3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah 100 keranjang tempat
sampah, alat pengukur volume sampah contoh bak berbentuk kotak
dengan ukuran 20x20x100 cm, timbangan 100 kg, meteran, terpal, alat
pemindah sampah berupa sekop, alat tulis,motor pengangkut sampah
(Dorkas).
3.3 Cara Kerja Perencanaan
3.3.1 Pengumpulan data primer
Data primer yang diperlukan untuk perencanaan ini, yaitu data
densitas sampah, data timbulan sampah, dan data komposisi sampah.
Cara memperoleh data densitas sampah, data timbulan sampah, dan data
komposisi sampah pada lahan terpilih sebagai berikut (Anonim, 1994 dan
Pandebesie, 2005):
1. Penentuan jumlah lahan sampling
Diketahui pada PIOS jenis produk yang dijual hanya jenis sayur-
sayuran dan buah-buahan sehingga diasumsikan jenis sampah yang
dihasilkan tiap lapak adalah sama. Menurut Pandebesie, (2005), banyaknya
jumlah sampel sampah yang representatif dari jumlah sampah yan
besar adalah berjumlah 100 titik sampel. Jadi untuk pengambilan
contoh timbulan sampah pada kegiatan ini akan digunakan sampel
acak sebanyak 100 lapak pada PIOS.
2. Waktu pengambilan sampel
Waktu pengambilan sampel yaitu pada hari Rabu 28 Februari 2012
3. Penimbangan berat total dan per lapak sampah
Pengambilan contoh timbulan sampah dari lahan dilakukan dengan
cara: (1). Informasi umum berupa tanggal pengambilan, daerah, dan
lahan dicatat pada saat sampling, (2). Tempat pengukuran sampah
ditentukan berdekatan dengan lahan TPS, (3). Keranjang Sampah
dibagikan pada 100 lapak yang terpilih pada pukul 23.00 WIB (sehari
sebelum dikumpulkan), (4). Keranjang yang telah terisi sampah diambil
dari 100 lapak yang terpilih pada pukul 23.00 WIB hari berikutnya
(sehingga pengumpulan sampah terhitung selama 24 jam). (5).
Keranjang yang telah terisi sampah pada tiap lapak ditimbang untuk
diketahui berat total sampah. Berat sampah total didapat dari
penjumlahan seluruh keranjang sampah dari 100 lapak terpilih
sehingga didapatkan berat total sampah dari 100 lapak. Berat sampah
tiap lapak per hari dihitung dengan rumus:
Berat sampah = Berat sampah total ( kg
hari)
Jumlah lapak yang disampling(lapak ) (1)
= .... kg /lapak /hari
Keranjang selanjutnya diangkut ke tempat pengukuran yang telah
ditentukan untuk dilakukan analisis densitas, timbulan sampah, dan
komposisi sampah.
4. Pengukuran densitas sampah
Pada kegiatan ini Pengukuran densitas sampah dilakukan dengan
cara kotak pengukur dari kayu yang berukuran 20x20x100 cm
disiapkan dan ditimbang sehingga didapatkan berat kotak pengukur
kosong kemudian sampah dari 100 lapak dicampur menjadi satu baik
sampah basah maupun sampah kering yang telah dikomposisi. Setelah
itu, sampah yang telah dicampur dimasukkan pada kotak pengukur
hingga penuh dan kotak pengukur berisi sampah tersebut diketuk 3 kali
dengan cara menjatuhkannya dari ketinggian 20 cm sebanyak 3 kali.
Kemudian kotak tersebut ditimbang sehingga didapatkan berat kotak
pengukur dengan sampah lalu berat sampah setelah diketuk 3 kali
dihitung dengan menggunakan rumus:
Berat sampah setelah diketuk (kg) = Berat kotak isi sampah (kg)–Berat
kosong kotak (kg) (2)
Setelah itu, volume sampah dihitung setelah pengetukan dengan
tsampah (tinggi yang dicapai sampah di dalam kotak pengukur setelah
diketuk), dengan rumus (Anonim, 1994):
Volume sampah = p x l x tsampah
(3)
= 0,4 m x 0,2 m x tsampah
=......m3
Selanjutnya densitas sampah dihitung dengan menggunakan rumus
(Anonim, 1994):
Densitas sampah = Berat sampah setelah diketuk
Volume sampah
(4)
= .........kg/m3
5. Penghitungan timbulan sampah
Penghitungan timbulan sampah adalah kegiatan perhitungan untuk
mengetahui volume sampah. Volume sampah dapat diketahui dengan
rumus:
Volume sampah rata-rata = Berat sampah rata−rata
Densitas rata−rata
(5)
=........kg/hari: kg/m3
=........m3/hari
Volume timbulan sampah = Volumesampah rata−rata
Jumlah lapak yang disampling
(6)
=........m3/hari: ......lapak
=........ m3/lapak/hari
Volume sampah di PIOS =
= Jumlah lapak yang direncanakan x Volume timbulan sampah
(7)
= 822 lapak x ...... m3/lapak/hari
=....... m3/ lapak/hari
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel sampah PIOS, diperoleh
data telah yang disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Data hasil pengamatan
Berat sampah
(kg)
Sampah organik
(kg)
Sampah karung
(kg)
Sampah plastik
(kg)
Sampah botol(kg)
Sampah kardus
(kg)
Berat sampah di kotak volume
(kg)
Volume sampah
pada kotak
volume(m3)
1895 1880 5 2 2 6 6 0,0188
BAB 5
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Data
Dalam penelitian ini, nilai variabel dari data primer yang akan ditentukan yang terdiri
dari data timbulan sampah, data komposisi sampah, dan data berat jenis
(densitas) sampah. Setelah melakukan berbagai tahapan prosedur
penelitian dan diperoleh data-data mentah yang dibutuhkan, maka nilai
dari variabel-variabel tersebut di atas dapat dihitung dengan
mempergunakan formulasi yang telah disediakan.
5.1.1 Berat Sampah
Berat sampah tiap lapak per hari dihitung dengan rumus:
Berat sampah = Berat sampah total ( kg
hari)
Jumlah lapak yang disampling(lapak )
Berat sampah total diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh berat
sampah yang telah ditimbang dikurangi dengan berat seluruh keranjang
sampah.
Berat sampah total = 1986 kg – (91 keranjang x 1 kg)
= 1895 kg/hari
Berat sampah = 1895( kg
hari)
100 (lapak)
= 18,95 kg/lapak/hari
5.1.2 Komposisi Sampah
Komposisi sampah dalam penelitian ini terdiri dari sampah organik
berupa jenis sampah sayur-sayuran dan buah-buahan, serta sampah
anorganik berupa botol plastik, kardus, plastik, dan karung. Perhitungan
komposisi sampah dilakukan menggunakan rumus:
Komposisi sampah = Berat satu komponen sampah
Berat total sampah(kg )× 100%
a) Komposisi sampah organik = 1880(kg)1895(kg)
× 100 % = 99,20%
b) Komposisi sampah karung= 5(kg)
1895(kg)× 100 % = 0,26%
c) Komposisi sampah plastik = 2(kg)
1895(kg)× 100 % = 0,10%
d) Komposisi sampah botol = 2(kg)
1895(kg)× 100 % = 0,10%
e) Komposisi sampah kardus= 6(kg )
1895(kg)× 100 % = 0,31%
5.1.3 Densitas Sampah
Untuk menghitung densitas sampah, terlebih dahulu harus dihitung
berat sampah dalam kotak yang telah diketukkan berikut volume
sampahnya.
Berat sampah setelah diketuk (kg) = Berat kotak isi sampah (kg) – Berat
kosong kotak (kg)
= 9 kg – 3 kg
= 6 kg
Volume sampah = p x l x tsampah
= 0,2 m x 0,2 m x 0,47 m
= 0,0188 m3
Densitas sampah = Berat sampah setelah diketuk
Volume sampah
= 6 kg
0,0188 m3
= 319,14 kg/m3
5.1.4 Timbulan Sampah
Timbulan sampah merupakan jumlah atau berat sampah yang
dihasilkan tiap lapak di PIOS dalam satuan waktu. Oleh karena penelitian
hanya dilakukan selama satu hari, maka data volume sampah dan volume
sampah yang digunakan dalam perhitungan adalah data dalam satu hari
tersebut (tidak dirata-rata).
Volume sampah dalam 1 hari = Berat sampah
Densitas sampah
= 1895 kg/hari
319,14 kg /m3
= 5,93 m3/hari
Volume timbulan sampah = Volume sampah
Jumlah lapak yang disampling
= 5,93 m3/hari100 lapak
= 0,0593 m3/lapak/hari
Volume sampah di PIOS = Jumlah lapak yang direncanakan x Volume
timbulan sampah
= 822 lapak x 0,0593 m3/lapak/hari
= 48,74 m3/ lapak/hari
5.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan mengenai timbulan, berat
jenis (densitas) dan komposisi sampah. Praktikum dilakukan dengan mengambil sampel
berbagai jenis sampah yang dihasilkan dari sejumlah lapak di Pasar Induk Osowilangun
(PIOS), Surabaya. Jumlah lapak yang akan diambil sampel sampahnya adalah 100 lapak
dengan asumsi masing-masing lapak menghasilkan 1 kg sampah. Dengan demikian, maka
dapat diperoleh berat sampah sebanyak 100 kg sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam
SNI.
Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan berat total sampah sebesar 1895 kg atau
1,895 ton dalam satu hari tersebut. Berdasarkan komposisinya, diketahui bahwa
komposisi sampah terbesar di PIOS adalah sampah organik yaitu sebesar
99,20%, sedangkan komposisi terendahnya adalah sampah plastik dan
botol sebesar 0,10%. Jika dibentuk ke dalam diagram, maka hasilnya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
99.2
Komposisi Sampah PIOS
Sampah organikSampah karungSampah plastikSampah botolSampah kardus
Gambar 5.1 Komposisi sampah PIOS
Sampel sampah yang diperoleh dari hasil penelitian di PIOS
sebagian besar didominasi oleh sampah organik. Hal tersebut
dikarenakan pada praktikum ini dilakukan pada lapak pedagang sayur di
PIOS. Sampah organik tersebut terdiri dari sawi dan kubis yang
mendominasi. Selains sawi dan kubis juga terdapat sebagian kecil tomat,
bawang merah, dan yang lainnya. Sementara itu, sampah anorganik
seperti sampah karung, plastik, botol, dan kardus diduga dihasilkan dari
bekas pewadahan atau kemasan sayur dan buah-buahan yang dijual di
pasar terseebut. Botol diduga berasal dari tempat minum dari pembeli
maupun penjual di PIOS.
Sampah yang didapatkan juga dihitung densitas dari sampah
tersebut. Penghitungan ini digunakan untuk merancang alat pengangkut
maupun pengolah sampah. Densitas dapat dihitung dengan memasukkan
sejumlah sampel sampah kedalam kotak berukuran alas 20 cm x 20 cm
dengan tinggi 100 cm. Kemudian kotak tersebut diangkat dan dijatuhkan
dari ketinggian ± 30 cm beberapa kali sehingga sampah memadat,
kemudian dihitung tinggi sampah setelah pemadatan dan dilakukan
penimbangan sampah tersebut. Nilai densitas diperoleh dari membagi
berat sampah terhadap volume sampah. Sehingga didapatkan nilai
densitas sebesar 319,14 kg/m3. Sehingga dengan nilai densitas tersebut
dapat ditentukan nilai volume sampah total di PIOS yang disampling yaitu
dengan membagi berat sampah dengan nilai densitas sampah yang telah
dihitung. Dengan demikian kita dapat menentukan berapa cotainer yang
dibutuhkan untuk menampung sampah tersebut dan besarnya unit
pengolahan yang ada.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Praktikum dilakukan dengan mengambil sampel berbagai jenis sampah yang
dihasilkan dari sejumlah lapak di Pasar Induk Osowilangun (PIOS), Surabaya. Jumlah lapak
yang akan diambil sampel sampahnya adalah 100 lapak dengan asumsi masing-masing lapak
menghasilkan 1 kg sampah. Dengan demikian, maka dapat diperoleh berat sampah sebanyak
100 kg sesuai dengan prosedur yang terdapat dalam SNI. Setelah dilakukan perhitungan,
didapatkan berat total sampah sebesar 1895 kg atau 1,895 ton dalam satu hari tersebut.
Sampah yang berasal dari tiap lapak di kumpulkan di container pengumpul sampah yang
akan di buang ke tempat pembuangan akhir sesuai jadwal pengambilan sampah.
Setelah dilakukan perhitungan diketahui volume sampah dalam 1
hari adalah 5,93 m3/hari, volume timbulan sampah sebesar 0,0593
m3/lapak/hari, kemudian didapatkan volume sampah di PIOS dengan
mengalikan jumlah lapak yang direncanakan dengan volume timbulan
sampah sebesar 48,74 m3/ lapak/hari. Berdasarkan komposisinya,
diketahui bahwa komposisi sampah terbesar di PIOS adalah sampah
organik yaitu sebesar 99,20%, sedangkan komposisi terendahnya adalah
sampah plastik dan botol sebesar 0,10%. Untuk densitas sampah diketahui dengan
cara membagi berat sampah yang sudah diketuk dengan volume sampah didapatkan hasil
sebesar 319,14 kg/m3.
6.2 Saran
Melihat dari komposisi sampah PIOS yang mana didominasi oleh sampah organik
dalam jumlah yang besar, maka sebaiknya pembangunan MRFs dirasa perlu untuk
direalisasikan terutama pengolahan sampah pengomposan. Dengan demikian, sampah
tersebut dapat dijadikan produk baru, yaitu pupuk kompos yang memiliki nilai jual sehingga
dapat menambah masukan pendapatan bagi pihak pengelola PIOS untuk pemeliharaan sarana
dan prasarana pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, -. Universitas Sumatera Utara
Alfathoni, G. 2006. Pengolahan Sampah Terpadu.Yogyakarta
Anonim, 2002. Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan. Standar
Nasional Indonesia No. 19-2454-2002. Badan Standardisasi Nasional. 1-4.
Anonim, 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengolahan
Sampah. 1-3.
Damanhuri, E. dan Padmi, T., 2010. Pengelolaan Sampah. Diktat kuliah TL-
3104. Program Studi Teknil Kingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan. ITB. Bandung. 2-5.
Nadiasa, M., Sudarsono, D. K. dan Yasmara, I. N., 2009. Manajemen Pengangkutan Sampah
di Kota Amlapura. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Vol. 13, No. 2, Juli 2009. Surabaya. 3.
Pandebesie, E. S., 2005. Teknik Pengelolaan Sampah. Buku Ajar. Jurusan Teknik
Lingkungan ITS. Surabaya. V-3 – VII-5.
Tchobanoglous, G., Theisen, H., dan Vigil, S. A., 1993. Integrated Solid waste Management
Engineering pinciples and management issues. Mc Graw-Hill Inc. New York. 3-684.
Wardhana, I. W., 2007. Rencana Pengembangan Teknik Operasional Sistem Pengelolaan
Sampah Kota Juwana. Jurnal Presipitasi, Vol. 3, No.2, September 2007, ISSN 1907-
187X. Semarang. 102.
_zet_. 2011. Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah.
http://my.opera.com/MaRph0amat0nte/blog/timbulan-komposisi-dan-karakteristik-
sampah.
Diaksestanggal 13 Mei 2012