Post on 03-Jul-2015
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegiatan persuteraan alam merupakan kegiatan Agrokompleks yang berkembang di
Indonesia sejak tahun 1950-an. Kegiatan ini meliputi budidaya murbei dan pemeliharaan
ulat sutera di sektor hulu serta pengolahan pasca panen yakni benang sebagai produk akhir
pada sector hilir. Tahapan pengerjaannya yang relatife mudah serta melibatkan anggota
keluarga membuat usaha ini berkembang pesat pada saat itu dan memunculkan propinsi
Sulawesi selatan dan Jawa Barat sebagai sentra utama persuteraan alam di Indonesia. Di
samping masalah sosial, kondisi biofosok serta agroklimat di kedua wilayah tersebut
mendorong persuteraan alam tumbuh dan berkembang.
Awalnya, kegiatan persuteraan alam dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat
melalui pengetahuan dan teknologi yang sederhana. Telur ulat sutera di peroleh dengan
memproduksi sendiri bibit ulat sutera lokal seperti Lokal kuning (LK). Karena bibit tersebut
sifatnya multivoltine (dapat menetas sepanjang tahun) maka petani bisa menyesuaikan
timing produksi telur dengan jadwal pemeliharaan.Sebagai pakan ulat sutera, petani
menggunakan bibit murbei lokal seperti M.Lembang di jawa barat serta M. Nigra dan M.
Alba di Sulawesi selatan. Pada fase 1950 -1960 ini, kegiatan persuteraan alam
berkembang pesat bahkan tidak sedikitpraktisi persuteraan alamberanggapan bahwa fase
tersebut merupakan kejayaan sutera alam di Indonesia. Namun, memasuki awal dan
pertengahan 1970-an terjadi serangan pebrine massal di beberapa sentra persuteraan
alam di propinsi Sulawesi selatan seperti Soppeng, Wajo serta Enrekang. Penggunaan bibit
lokal termasuk proses produksinya di tengarai sebagai pemicu munculnya penyakit
Pebrine.Sejak saat itu, produksi kokon di Indonesia khususnya di Sulawesi selatan
mengalami penurunan.
Memasuki akhir 70-an serta tahun 80-an, Pemerintah dalam hal ini Kementerian
Kehutanan sudah mulai terlibat dalam kegiatan persuteraan alam melalui kerjasama
2
dengan Jepang. Untuk menghindari terulangnya munculnya penyakit pebrine secara
massal, maka pemerintah mulai memperkenalkan bibit Bivoltine yang berasal dari Jepang
yang lebih tahan terhadap penyakit di banding dengan bibit lokal.Tidak lama berselang,
Balai Persuteraan Alam yang merupakan kepanjangan tangan dari kementerian kehutanan
memperkenalkan bibit ulat sutera F1 yang diproduksi sendiri dan disebarkan kepada
masyarakat. Namun sejak dikeluarkannya Instruksi Menteri Kehutanan No. 02/Menhut-II/1986,
Kewenangan produksi telur ulat sutera F1 di serahkan ke pihak BUMN/swasta sedangkan Balai
Persuteraan alam sampai sekarang melakukan sertifikasi terhadap telur siap edar dari
produsen untuk memastikan agar telur ulat sutera F1 tersebut bebas penyakit serta
memonitor peredaran telur ulat sutera F1 di kalangan petani dan pengusaha.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah peredaran telur ulat sutera F1 di
propinsi Jawa Barat.Berdasarkan data Statistik Balai Persuteraan Alam tahun 2010,
penyerapan telur di wilayah bogor mencapai 44 Boks. Kondisi geografis serta agroklimaks
beberapa wilayah di kabupaten bogor seperti Ciapus, puncak memang sesuai untuk
pengembangan persuteraan alam. Untuk memastikan agar peredaran telur di Bogor
merupakan telur yang berasal dari produsen yang sebelumnya telah disertifikasi oleh Balai
Persuteraan Alam, maka perlu dilaksanakan kegiatan pengawasan termasuk pembinaan
pengadaan telur ulat sutera F1.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud kegiatan pengawasan dan pembinaan pengadaan dan pengedaran telur ulat
sutera adalah memastikan telur yang beredar di kalangan petani dan pengusaha di kota
bogor merupakan telur ulat sutera yang bersertifikat dan dari produsen yang telah
direkomendasikan sedangkan tujuannya adalah termonitornya jumlah telur ulat sutera F1
pada petani serta permasalahan – permasalah terkait dengan telur ulat sutera F1.
3
C. DASAR PELAKSANAAN KEGIATAN
Dasar pelaksanaan kegiatan ini adalah :
1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BA 29 Satker Balai Persuteraan Alam tahun
2012 Nomor : 0339/029-04.2.01/23/2012 tanggal 9 desember 2012
2. SPT Kepala Balai Persuteraan Alam No. 174/BPA-1/2012 tanggal November 2012
mengenai pelaksanaan Perjalanan Dians dalam rangka Pengawasan dan Pembinaan
Pengadaan dan Pengedaran Telur Ulat Sutera F1
4
II. PELAKSANAAN DAN METODOLOGI
A. WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 hari yakni pada tanggal 26 – 29 November 2012.
Tempat yang dikunjungi untuk melaksanakan kegiatan yakni :
1. Rumah sutera di Ciapus
2. Teaching farm Institut Pertanian Bogor di tamansari Bogor.
B. PELAKSANA KEGIATAN
Pelaksana kegiatan ini berdasarkan SPT Kepala Balai Persuteraan Alam No. 174/BPA-
1/2012 adalah :
1. Nama /NIP : Askar, S.Hut/19840201 200912 1 005
Jabatan : Calon PEH
Jabatan dalam Tim : Ketua Tim
2. Nama/NIP : Ety P.
Jabatan : Tenaga Honorer
Jabatan dalam Tim : Anggota
3. Nama/NIP : Irmawati, SP
Jabatan : Tenaga Honorer
Jabatan dalam Tim : Anggota
C. METODOLOGI
Metodologi pelaksanaan kegiatan ini adalah :
1. Mendatangi lokasi yang tercantum pada butir A pada Bab ini
2. Mengumpulkan data penyerapan telur ulat sutera F1 terhitung mulai awal tahun 2012
sampai kunjungan tim ke lokasi yang bersangkutan.
5
3. Mengidentifikasi sumber bibit ulat sutera F1, termasuk memeriksa keberadaan label
bibit bersertifikat pada kemasan yang masih ada.
4. Mengamati tujuan serta peruntukan bibit ulat F1
5. Menghimpun masalah yang berhubungan dengan telur ulat sutera F1 pada tahun 2012
dengan wawancara tidak terstruktur dengan petani/pengusaha di kedua lokasi
tersebut.
6. Mendokumentasikan kegiatan
7. Pelaporan.
6
III. HASIL PELAKSANAAN
A. TEACHING FARM IPB
Data yang di peroleh dari Teaching farm di Bogor adalah sebagai berikut :
No Sumber Jumlah (Boks) Pelaksanaan Pemeliharaan Hasil (Kg)
1 PPUS Candiroto 3 Maret - April 75
2 Cina 1 Juli 15
3 PPUS Candiroto 2 Juli - Agustus 50
4 Perhutani Soppeng 2 Oktober 60
B. RUMAH SUTERA CIAPUS
Data yang di peroleh dari Rumah Sutera di Bogor adalah sebagai berikut :
No Sumber Jumlah (Boks) Hakitate
1 PPUS Candiroto 1 08/01/12
2 PPUS Candiroto 3 21/01/12
3 PPUS Candiroto 1 06/02/12
4 PPUS Candiroto 3 21/02/12
5 PPUS Candiroto 1 06/03/12
6 PPUS Candiroto 1 21/03/12
7 PPUS Candiroto 1 06/04/12
8 PPUS Candiroto 1 22/04/12
9 PPUS Candiroto 1 06/05/12
10 PPUS Candiroto 1 21/05/12
11 PPUS Candiroto 2 06/05/12
12 PPUS Candiroto 1 21/06/12
13 PPUS Candiroto 1 06/07/12
14 PPUS Candiroto 1 16/07/12
7
15 PPUS Candiroto 2 24/08/12
16 Perum Soppeng 1 09/09/12
17 PPUS Candiroto 1 26/09/12
18 Perum Soppeng 1 11/10/12
19 BPA 2 17/10/12
20 Perum Soppeng 1 11/11/12
8
IV. PEMBAHASAN
Telur ulat sutera F1 di hasilkan dari persilangan induk/ras yang unggul. Sejak tahun 2011,
Pengada telur di Indonesia berjumlah tiga unit yakni Perum perhutani melalui PPUS Candiroto
serta KBM Perhutani Soppeng serta CV Masalangka yang memperoleh izin untuk mengimpor
telur cina. Untuk menjamin kesehatan bibit maka Bibit yang diproduksi oleh Perum Perhutani
disertifikasi oleh BPA sedangkan telur F1 impor dari cina harus menyertakan label bebas dari
penyakit pebrine dari negera asal. Telur F1 produksi perum perhutani satuannya boks dengan
perbutirnya berjumlah 25.000 sedangkan telur F1 Cina satuannya shet karena diletakkan di atas
kertas dengan perkiraan jumlah telur ulat sutera 35.000 – 40.000 butir/Shet.
A. TEACHING FARM IPB
Didirikan pada tahun 2004, Teaching farm menjadi sarana praktikum dan penelitian bagi
mahasiwa dan staf, dan juga pelatihan bagi petani dan pengusaha yang tertarik dengan
budidaya murbei dan ulat sutera serta teknologi pemintalan benang sutera. Teaching Farm
Sutera Alam memiliki demplot murbei seluas 4 ha, rumah ulat kecil 1 unit, rumah ulat
besar 1 unit, saung pelatihan, mess dan peralatan praktikum. Kegiatan yang dilakukan di
Teaching Farm Sutera Alam adalah pengolahan lahan dan budidaya murbei (penanaman,
pemupukan, penyiangan dan panen daun), serta budidaya ulat sutera yang meliputi :
persiapan alat, pembersihan dan desinfeksi ruangan dan alat, pemberian makan ulat pada
tiap instar, mengatur suhu dan kelembaban ruangan, desinfeksi waktu pemeliharan ulat,
mengatur pengokonan, memanen dan menyortir kokon. Penanggung jawab Teaching Farm
adalah Dr Clara Koesharto dari IPB.
Pada tahun 2012, kegiatan pemeliharaan ulat sutera telah dilaksanakan sebanyak 4 kali
(Hal.6).Sumber telur bervariasi mulai dari Perum Perhutani sampai telur F1 cina.berikut ini
di perbandingan ketiga jenis telur tersebut selama tahun 2012, berdasarkan data yang
diperoleh di teaching Farm
9
1. Bibit Perhutani Soppeng
Bibit perhutani Soppeng dipelihara pada Oktober 2012 dengan produksi sekitar 60 Kg
dengan umur ulat sutera sekitar 23 Hari. Sebenarnya pengelola Teaching Farm lebih
condong ke telur Ulat Sutera F1 Soppeng dibandingkan dengan Candiroto karena
menurut mereka disamping jumlah telurnya lebih banyak, ukuran kokonnya lebih besar
sehingga secara langsung berpengaruh terhadap Produksi yang dihasilkan. Namun,
telurF1Perhutani Soppeng yang bermasalah pada tahun 2011 membuat mereka pada
awal tahun 2012, berpaling ke Candiroto.
2. Bibit PPUS Candiroto
Meskipun sama – sama dikelola oleh Perhutani, namun jenis telur yang dikembangkan
oleh PPUS Candiroto berbeda dengan Soppeng. Mereka mengembangkan bibit jenis
C301 dan BS 102.Khusus untuk jenis C301 yang dipelihara, memeliki tingkat adaptasi
yang tinggi terhadap kondisi lingkungan termasuk rendahnya mortalitas karena
penyakit. Namun umur ulat yang pendek, (Umumnya berbeda 1 - 2 Hari bila
dibandingkan dengan Bibit F1 Soppeng) membuat kokon yang dihasilkan lebih kecil
sehingga produktivitas maupun rendemen benang yang dihasilkan lebih rendah bila
dikomparasikan dengan Telur Ulat sutera F1 Soppeng. Rata – rata produksi kokon yang
dihasilkan setiap pemeliharaan bibit dari PPUS Candiroto adalah 25 Kg.
3. Telur F1 Impor Cina
Pemeliharaan Telur F1 Cina dilakukan pada bulan juli sebanyak 1 boks namun hanya
menghasilkan 15 Kg Kokon. Rendahnya produksi kokon disebabkan penetasan yang
tidak seragam bahkan sampai 4 kali. Namun, kita tidak bisa membuat kesimpulan bahwa
Telur F1 Cina kurang bagus karena di waktu bersamaan di Sulawesi Selatan terjadi
peristiwa yang sama di mana di peroleh kurang lebih 60 boks di kabupaten Enrekang
telur Cina tidak menetas/Prosentase penetasan kurang. Berdasarkan informasi dari
pihak pengada, kesalahan terjadi pada pihak pengekspor (Cina) sehingga pihak produsen
cina waktu itu mengganti telur petani sutera di Kab.Enrekang untuk periode
10
pemeliharaan berikutnya.Dalam keadaan normal, telur F1 Impor cina bisa menghasilkan
35 – 40 Kg kokon.
B. RUMAH SUTERA (CV BATUGEDE)
CV.Batu Gede Sutera Alam (CV.BGSA) merupakan industri perorangan yang
bergerak dalam industri persuteraan alam dan lebih berorientasi pada kegiatan
agrowisata.CV.Batu Gede Sutera Alam berdiri sejak tahun 2000. Tujuan pertama industri ini
didirikan adalah untuk kebun percontohan di daerah Bogor yang bekerja sama dengan IPB.
Satu tahun didirikannya industri ini (tahun 2001) yaitu pada bulan Oktober dilakukan
persiapan lahan untuk penanaman tanaman murbei, sedangkan penanamannya dilakukan
pada bulan November dan Desember. Pada tahun 2002 telah diadakannya pemeliharaan
tanaman murbei,ditambah dengan pemeliharaan ulat besar untuk produksi kokon. Hasil
panen kokon dijual untuk PT. Indo Jado Sutera Pratama di daerah
Sukabumisebagaibahanbakupemintalanbenang. Namun pada tahun 2003 tepatnya bulan
Agustus PT. Indo Jado Sutera Pratama mengalami kebangkrutan sehingga CV. Batu Gede
Sutera Alam tidak dapat mengirim kembali hasil panen. Yang pada akhirnya hasil produksi
kokon diproses secara sendiri untuk dijadikan benang sutera. Untuk melaksanakan
kegiatan pemintalan maka pada tahun 2005 dibangun pabrik pemintalan dan pembelian
mesin-mesin pemintalan benang. Sekitar tahun 2006 usaha ini kemudian berubah menjadi
Agrowisata (Rumah Sutera), orientasi usaha pun beralih dari produksi menjadi wisata
dengan memperkenalkan proses – proses usaha persuteraan alam secara umum kepada
khalayak ramai dengan tetap mempertahankan aspek komersialisasi. Untuk menikmati
agrowisata sutera tentunya tidak gratis karena pengunjung harus membayar paket masuk
yang disediakan oleh pengelola.Telur yang diperoleh dari produsen kemudian ditetaskan
setelah melalui proses inkubasi, ulat sutera di pelihara di RUK (Rumah ulat kecil) dan
selanjutnya di pindahkan ke RUB (rumah ulat besar). Ketika ulat sutera telah menunjukkan
gejala akan mengokon, maka segera dipindahkan keruangan pengokonan. Proses
kemudian berlanjut ke pemintalan sampai pembuatan kain. Proses – proses inilah yang
coba ditampilkan pengelola rumah sutera kepada pengunjung.
11
Berdasarkan data yang diperoleh, sumber telur F1 untuk tahun 2011 berasal dari
PPUS Candiroto, Perum Perhutani Soppeng dan Bibit Adaptasi dari Balai Persuteraan Alam.
Total jumlah penyerapan telur sebelum tim BPA ke rumah sutera sejumlah 27 boks dengan
perincian telur F1 PPUS candiroto 23 Boks, telur F1 Soppeng 2 Boks dan Telur Adaptasi dari
BPA 2 Boks. Tidak jauh berbeda dengan teaching farm, sebenarnya pengelola lebih tertarik
dengan telur F1 Soppeng karena kokon yang dihasilkan lebih besar sehingga berpengaruh
terhadap produksi yang dihasilkan namun kondisi telur F1 Soppeng pada tahun 2011 dan
awal tahun 2012 yang rentang terhadap penyakit sehingga produksinya membuat
pengelola berpaling ke PPUS Candiroto. Setelah kondisi telur F1 Soppeng membaik,
pengelola kembali mendatangkan telur dari sana untuk dipelihara.
12
V. KESIMPULAN
1. Total jumlah penyerapan telur di Kab. Bogor sebelum SPT Pelaksanaan kegiatan ini
adalah 35 Boks.
2. Sumber bibit berasal dari produsen legal yang telah disertifikasi oleh BPA yakni PPUS
Candiroto, KBM Perhutani Kab. Soppeng maupun dari pihak swasta yang telah
memperoleh izin untuk mengimpor telur dari cina yakni CV Masalangka.