PENGAWASAN PRODUKSI DUMPING.docx

38
“PENGAWASAN PRODUKSI DUMPING“ DISUSUN OLEH : KELOMPOK 13 DONI SEKEDANG (5143220009) RAMADHAN SYAHPUTRA (5143220030) FAKULTAS TEKNIK JURUSAN D III TEKNIK MESIN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2015 Kata Pengantar

Transcript of PENGAWASAN PRODUKSI DUMPING.docx

PENGAWASAN PRODUKSI DUMPING

DISUSUN OLEH :KELOMPOK 13DONI SEKEDANG (5143220009)RAMADHAN SYAHPUTRA (5143220030)

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN D III TEKNIK MESINUNIVERSITAS NEGERI MEDAN2015

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana Yang berjudul PENGAWASAN PRODUKSI DUMPING semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam dalam bidang teknik terutama perusahaan, betapa pentingnya pengawasan produksi dumping dalam melindungi perusahaan dalam negeri dari terjangan produk-produk asing.Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Medan, April 2015Penyusun

BAB IPEMBAHASAN

1. Konsep dan Pengertian Dumping

Dumping adalah istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional yakni praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga yang kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah dari harga barang tersebut dinegerinya sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya, sehingga merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing negara pengimpor. Dalam ilmu ekonomi dumping diartikan sebagai traditionally defined as selling at a lower price in one national market than in another. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai system penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali, dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasar luar negeri dan dapat menguasai harga kembali.Dalam Blacks Law dictionary, Pengertian dumping dinyatakan sebagai berikut, The act of selling in quantity at a very low price or practically regardless of the price; also, selling goods abroad at less than the market price at home Dimana dalam terjemahan bebas dapat diartikan sebuah tindakan yang menjual barang dalam kuantitas harga yang sangat rendah atau hampir mengabaikan harga, juga menjual barang-barang ke luar negeri kurang dari harga pasar di tempat asalnya.Adapun menurut kamus hukum ekonomi, dumping adalah praktik dagang yang dilakukan pengekspor dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah daripada harga barang tersebut di negerinya sendiri atau daripada harga jual kepada negara lain, pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapat merusak pasar dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. Dari defenisi tersebut diatas menunjukkan bahwa pengertian dumping, sering diekpresikan sebagai penjualan produk-produk untuk ekspor pada harga yang lebih rendah dari nilai normal. Nilai normal dalam arti harga untuk produk-produk yang sama yang dijual di negara sendiri atau di pasar pengekspor.Beberapa pengertian dumping sebagaimana dikemukakan oleh beberapa sarjana dalam Sukarmi adalah sebagai berikut.

1. Agus Brotosusilo: Dumping adalah bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut.

2. Muhammad Ashari: Dumping adalah suatu persaingan curang dalam bentuk diskriminasi harga, yaitu suatu diskriminasi harga yaitu suatu produk yang ditawarkan di pasar negara lain lebih rendah dibandingkan dengan harga normalnya atau dari harga jual di negara ketiga. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa Dumping adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melaksanakan penjualan barang/ komoditi di luar negeri atau negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga barang sejenis baik di dalam negeri pengekspor maupun di negara pengimpor, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor. Dengan demikian bahwa pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk tersebut.Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut antidumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian industri negara pengimpor. Barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai normalnya di negara pengekspor. Berbeda dengan subsidi yang terlihat sama namun berbeda, dimana subsidi adalah:

a) Setiap bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah atau badan pemerintah baik langsung maupun tidak langsung kepada perusahaan, industri, kelompok industri, atau eksportir. b) Setiap bentuk dukungan terhadap pendapatan atau harga yang diberikan secara langsung untuk meningkatkan ekspor atau menurunkan import dari atau ke negara yang bersangkutan.

Tujuan hukum diciptakannya pengaturan anti dumping adalah upaya perlindungan bagi industri lokal atau nasional dalam suatu negara. Namun dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimiliki Indonesia, meskipun substansinya memuat pengaturan larangan praktek persaingan tidak sehat baik dalam bentuk harga maupun barang, tetapi undang-undang tersebut tidak menyinggung mengenai perihal anti dumping. Hal ini membuat seolah-olah tidak ada keterkaitan antara praktik dumping dan persaingan usaha yang tidak sehat.

Menurut Robert Willig, mantan kepala ahli ekonomi pada divisi Antitrust Departemen Hukum Amerika Serikat, ada lima tipe dumping berdasarkan tujuan dari eksportir, kekuatan pasar dan struktur pasar impor yaitu sebagai berikut.1. Market Ekspansion Dumping Perusahaan pengekspor bisa meraih untung dengan menetapkan Mark up yang lebih rendah di pasar impor karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah. 2. Cyclical Dumping

Motivasi dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait. 3. State Trading Dumping Latar belakang dan motivasinya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tapi yang menonjol adalah akuisisi moneternya. 4. Strategic Dumping Istilah ini diadopsi untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalui strategi keseluruhan dari negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolak ukur skala ekonomi, maka mereka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pesaing-pesaing asing.5. Predatory Dumping Istilah ini dipakai pada ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasaran, dalam rangka memperoleh kekuatan monopoli di pasar negara pengimpor. Akibat terburuk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis di negara pengimpor.Dumping merupakan praktik diskriminasi harga yang menjual produk impor dengan harga yang lebih murah dari produk yang sama dinegara asal. Selain itu, praktik diskriminasi harga yang menjual produk impor dengan harga yang lebih rendah dari pada biaya produksinya juga dikategorikan sebagai dumping. Berbagai negara telah mempunyai kebijakan dan prosedur masing-masing untuk melindungi perusahaan nasionalnya dari praktek dumping.

Secara garis besar, dumping bisa dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Dumping Spondaris, yaitu dumping yang dilakukan secara temporer dengan tujuan utama mengatasi kelebihan kapasitas. Kelebihan kapasitas dipasarkan ke luar negeri dengan harga berapa pun yang penting dapat dijual. Dengan demikian, perusahan bisa mendapatkan pemasukan dan terhindar dari perang harga dipasar nasionalnya.2. Dumping Predatoris, yaitu praktek dumping dengan menjual produk secara merugi dengan tujuan mendapat akses kesuatu pasar dan menyingkirkan para pesaing. Begitu pesaing mulai berguguran dan posisi perusahaan cukup kuat, baru harga dinaikkan.3. Dumping Persisten, yaitu jenis dumping yang paling permanent, dimana perusahaan secara konsisten menjual produknya dengan harga lebih rendah disatu pasar dibandingkan dipasar-pasar lainnya. Hal ini dimungkinkan dengan penerapan metode penerapan harga marginal untuk pasar luar negeri dan metode penerapan harga penuh untuk pasar dalam negeri. Akibatnya, konsumen dalam negeri harus berkorban dengan membayar harga yang lebih mahal dari pada konsumen negara lain.Bagaimanapun tidak seluruh dumping itu membahayakan hanya dumping yang merugikan dan melanggar ketentuan Antidumping, seperti yang diatur dalam agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, yang merupakan Multilateral Trade Agreement (MTA). Dumping yang dipermasalahkan hanyalah dumping yang dapat menimbulkan kerugian material pada industri dalam negeri negara pengimpor. Dalam ketentuan Pasal VI ayat 1 GATT merumuskan definisi dumping sebagai : Product of one country are introduce into the commerce of another country at less than normal value of the product is to be condemned if it causes or threated material injury to an estabilished industry in the teritority of contracting party or matrially rertard the estabilishment of a domestic industry.Berdasarkan ketentuan diatas, maka artikel VI GATT 1994 ini mengijinkan otoritas di suatu negara untuk mengenakan biaya tambahan dalam bentuk bea masuk anti dumping terhadap produk-produk impor yang diduga dijual dibawah harga normal atau harga lebih murah dari harga pasar di pasar domestik dari negara asal barang, sehingga praktik yang demikian menimbulkan kerugian bagi industri dalam negeri.

Dumping juga memiliki dua arti yakni pertama, dumping adalah praktek yang dilakukan oleh sebuah perusahaan yang menjual produk ekspornya pada harga yang lebih rendah dari harga produk itu jika dijual di negara asalnya. Definisi dumping ini dipakai dalam Putaran Kennedy dan Putaran Tokyo mengenai Antidumping duties, sementara definisi dumping yang disepakati dalam Putaran Uruguay adalah praktek yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang menjual produk ekspornya dengan harga yang lebih rendah daripada harga normal produk tersebut. Putaran Uruguay juga menentukan kriteria sebuah perusahaan dianggap melakukan dumping, yaitu :1. Harga ekspornya lebih rendah daripada harga perbandingan untuk barang sejenis yang digunakan untuk konsumsi di dalam negeri pengekspor. 2. Bila tidak ada penjualan dipasar domestik, maka digunakan perbandingan harga ekspor ke pasar negara ketiga. 3. Bila ukuran pertama dan kedua tidak ada, maka digunakan suatu ukuran ketiga yakni dengan diadakan pembentukan harga yang didasarkan pada biaya produksi ditambah dengan jumlah biaya untuk administrasi, pemasaran dan biaya lainnya ditambah dengan suatu jumlah keuntungan yang wajar. Dumping dapat dikatakan sebagai tindakan diskriminasi harga hal ini berarti menjual barang yang sama dengan harga berbeda pada pasar-pasar yang terpisah. Hal ini sejalan dengan suatu posisi monopoli di pasar dalam negeri yang bersangkutan. Dapat juga diartikan sebagai penawaran di luar negeri dengan harga di bawah biaya produksi negara pengekspor. Kemudian yang dikatakan dengan anti-dumping adalah kebijakan yang dibuat atau diciptakan oleh pemerintah dalam suatu negara untuk mencegah timbulnya berbagai kegiatan curang oleh pelaku usaha asing melalui produk impor, perbuatan curang ini berkaitan dengan aspek harga dan produk. Mekanisme anti-dumping ini selanjutnya menciptakan apa yang disebut sebagai safeguard yaitu suatu upaya perlindungan dari pemerintah suatu negara untuk melindungi produk dalam negeri yang dihasilkan pelaku usaha domestiknya.Negara yang merasa dirugikan dengan adanya dumping itu bisa melakukan tindakan balasan, sekarang biasanya diwujudkan dalam bentuk Bea Masuk Anti Dumping. Kebijakan anti dumping menjadi hal yang kontroversial dan paling sering digunakan oleh negara-negara maju untuk melindungi perusahaannya yang kurang efisien. Kebijakan anti dumping itu diterapkan tidak boleh lebih lama daripada 5 tahun sejak kebijakan antidumping diterapkan, namun pihak pemerintah yang mengeluarkan kebijakan anti dumping di suatu negara bisa menerapkan jangka waktu yang lama lagi jika melihat bahwa kelanjutan pengenaan kebijakan anti dumping itu mencegah timbulnya kembali atau mengurangi kerugian yang terus berlanjut pada suatu industri domestiknya.Di lain pihak penggunaan definisi barang dumping sebagai barang ekspor yang dijual pada harga yang lebih rendah daripada harga normal merugikan negara-negara yang memiliki industri yang efisien dan mempunyai keuntungan komparatif dan kompetitif. Sudah sering terjadi negara-negara maju menerapkan kebijakan anti dumping pada sebuah produk yang sebenarnya tidak didumping sering terjadi, hanya karena melihat bahwa barang ekspor itu dijual dibawah harga normal. Kriteria harga normal kebanyakan ditentukan oleh perhitungan mereka sendiri atau karena melihat bahwa produk impor itu telah merusak harga produk sendiri, merusak harga produk-produk sejenis yang dihasilkan oleh produsen domestik dan dilakukan secara sepihak tanpa meminta keterangan terlebih dahulu atau membentuk tim untuk melakukan investigasi. Pembentukan tim investigasi baru dilaksanakan setelah ada keberatan dari pihak negara pengekspor, tetapi juga merugikan pihak importir, distributor dan penjual eceran di negara pengimpor serta tentu saja konsumen yang harus membayar lebih mahal. Dasar hukum antidumping mungkin tidak sesuai dengan teori ekonomi. Walaupun demikian, para negosiator perdagangan internasional tidak mempermasalahkan apakah dumping dapat diperkarakan. Selama negoisasi WTO, tidak ada delegasi yang menentang hak pemerintahan suatu negara untuk menetapkan antidumping. Sampai pada akhirnya ketika Putaran Kennedy, para negosiator sedikit memberikan perhatian pada hukum antidumping. Sebelum Putaran Kennedy hanya ada satu kasus yang pada tahun 1955, Swedia dibebankan bea antidumping oleh Italia atas produk Stoking Nilon. Pada awalnya ketentuan GATT yang mengatur mengenai tata cara dan prosedur pelaksanaan antidumping (Article VI) dirasakan masih bersifat tidak jelas dan perlu dipertegas serta diperluas, untuk itu perlu penyempurnaan melalui berbagai perundingann multilateral yang menghaslkan Agreement on Implementation of article VI of GATT 1994 atau yang dikenal dengan Antidumping Code (1994). Article 2,1 dari Antidumping Code (1994) mengatur tentang determinasi dumping yaitu : For the purpose of this Agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less than its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less than the comparable price, in the ordinary course of trade for the like product when destined for consumption in the exporting country. Dengan demikian konsep utama dalam GATT 1994 adalah menjual barang dengan harga lebih murah di luar negeri daripada dalam negeri dengan dibawah harga normal. Sehingga jika terdapat selisih antara harga jual ekspor dan harga jual dalam negeri lebih rendah, maka eksportir dianggap sudah melakukan dumping. Untuk mengkounter praktik dumping yang dilakukan produsen negara pengekspor maka pemerintah negara pengimpor dapat melakukan pengenaan dan penarikan bea masuk antidumping. Pengertian antidumping menurut konsep GATT 1994 adalah bea masuk yang dikenakan kepada barang-barang yang diketahui sebagai barang dumping dengan tujuan menghilangkan unsur dumping pada barang tersebut, dan agar harga barang tersebut tidak terlalu tinggi perbedaannya dengan harga barang sejenis di negara importir. Tindakan antidumping sebagai upaya untuk mengkounter praktik dumping perlu dilakukan secara adil dan proporsional sehingga dapat mengakomodir kepentingan masyarakat dan dunia usaha.Dengan demikian apabila suatu perusahaan di luar negeri menjual produknya ke negara lain dengan harga dumping dan menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri importir, maka negara importir tersebut dibenarkan mengenakan bea masuk antidumping sebesar margin dumpingnya.

BAB II

2. Dampak Praktik Dumping Terhadap Negara Importir dan Eksportir

Masyarakat dalam melakukan perdagangan bertujuan untuk memperoleh keuntungan, untuk itu masyarakat harus mempunyai kemampuan atau kecakapan serta berkeinginan untuk terus menerus mengikuti kegiatan perdagangan internasional, serta berupaya memperdagangkan barang yang berkualitas dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat internasional. Maka untuk itu pelaku perdagangan internasional perlu memiliki konsep keunggulan komperatif atau yang sering disebut Comparative Advantages.Namun hal tersebut sering tidak dipahami dan dilakukan oleh pelaku usaha, mereka pada umumnya lebih mengutamakan keuntungan dan terkadang demi keuntungan melakukan praktik curang (Unfair) seperti melakukan praktik dumping sementara praktik tersebut memiliki dampak bagi importir maupun eksportir.Konsep strategi dumping menimbulkan masalah bersama dari pasar ekspor yang tidak elastis dalam hubungan dengan harga rendah dalam pasar impor. Robert Willig menyatakan hal tersebut dikarenakan :

1. Tertutupnya pasar pengekspor, 2. Akibatnya terjadi pembatasan penjualan dalam negeri sehingga membatasi untuk investasi pada penelitian dan pengembangan serta pengembangan sumber daya manusia. 3. Kemungkinan memperkuat monopoli para eksportir jika supplier domestic di negara impor tidak mampu dalam bersaing secara efektif, dan 4. Kemungkinan oligopoli antara produsen luar negeri dan domestik.

Dari sudut pandang pereknomian global, pengaruh negatif strategi dumping pada negara importir lebih besar dari negara eksportir yang menikmati keuntungan.

Dampak dumping dapat dilihat dari dua sisi yakni dari pihak Importir dan pihak Eksportir.1. Dampak Dumping di Negara Importir

Dampak dumping dapat dilihat dari beberapa tolak ukur yakni sebagai berikut :

a. Tingkat produksi (level of output)

Total output dari keadaan di bawah diskriminasi harga mungkin lebih besar dibandingkan dengan keadaan dibawah harga monopoli tunggal. Kenyataannya dalam pasar yang diskriminatif, jika setiap pembeli bersedia membayar sesuai dengan kurva permintaan klasik (pada saat permintaan meningkat harga akan meningkat, demikian juga sebaliknya), maka total output akan cederung sama dengan output pada situasi industri yang sangat kompetitif. Disisi lain, ada kemungkinan bagi kaum monopolis untuk menggunakan strategi diskriminasi harga untuk mengurangi output di salah satu pasar. Karena itu tidak ada teori umum dan pasti tentang implikasi dari diskriminasi harga. Dalam perdagangan internasional cenderung mengurangi hasil produksi dari produsen pesaing lokal, tetapi hal ini dapat meningkatkan hasil produksi dari industri hilir. Setiap situasi patut dianalisis secara khusus dan karena itu dumping tidak berbeda dari impor dengan harga rendah lainnya. b. Penyebaran pendapatan Di satu sisi, pesaing lokal yang merupakan produksi barang sejenis dapat kehilangan keuntungan karena praktik dumping ini. Karena dumping ini pemegang saham akan kehilangan dividennya dan pekerja akan kehilangan pekerjaan untuk beberapa waktu. Disisi lain, barang dengan harga rendah ini akan secara langsung menguntungkan kondisi keuangan dari para konsumen. Dampak terhadap proses kompetisi dalam perdagangan internasional (effects on the competitive process in international trade). Dampak praktik dumping ini terhadap kompetensi sangat bervariasi, tergantung pada apakah diskriminasi harga yang terjadi secara horizontal atau vertikal. Dampaknya antara lain sebagai berikut: 1. Jika diskriminasi harga ini merupakan hasil transisi dari monopoli total kebiasaan yang lebih kompetitif, maka diskriminasi harga akan berpihak kepada persaingan. 2. Jika diskriminasi harga membantu proses pengerusakan kartel internasional, maka diskriminasi harga ini akan menjadi prokompetitif terhadap negara importir dan juga negara eksportir. 3. Jika diskriminasi harga merupakan bukti adanya praktik pemangsaan atau merupakan tameng dari adanya kerusakan system ekonomi, maka diskriminasi harga bisa juga menjadi antikompetitif.Diskriminasi harga horizontal adalah diskriminasi terhadap pesaing pada tingkat industri yang sama. sebagaimana penjualan dengan harga rendah lainnya, diskriminasi harga secara horizontal ini akan menghilangkan beberapa pesaing di negara pengimpor Dalam perdagangan internasional, dumping tampaknya menguntungkan bagi industri hilir di negara pengimpor. Adanya produk impor dengan harga rendah (pada umumnya berbentuk bahan baku) akan meningkatkan keuntungan bagi industri dalam negeri yang menggunakannya.

2. Dampak dumping di negara EksportirDalam pola diskriminasi harga internasional, pasar yang kurang elastis atau mempunyai peraturan bisnis yang sanggat kaku, pada umumnya cenderung memberlakukan harga tinggi untuk konsumen dalam negeri. Di sisi lain, dengan memperluas kesempatan pasar ekspor, diskriminasi harga yang berupa dumping ini dapat menguntungkan konsumen dalam negera lain dengan memungkinkan adanya biaya produksi yang rendah, investasi yang lebih besar untuk produk baru dan juga peningkatan kapasitas produksi yang dapat menambahkan kesejahteraan dari konsumen barang dumping.Konsekuensi dari praktik dumping mengakibatkan pembatasan produksi barang industri dalam negeri dan secara bersamaan membatasi untuk investasi pula pada penelitian dan pengembangan serta peningkatan sumber daya manusia. Disamping itu akan terjadi ketertutupan negara tersebut dengan produk sejenis dari yang lain, terutama jika terjadi subsidi silang atas barang dumping. Jadi apapun alasannya praktik dumping tetap merugikan negara eksportir secara tidak langsung dan untuk jangka waktu yang panjang akan dapat merugikan.3. Sejarah Ketentuan AntidumpingTransaksi perdagangan internasional saat ini semakin berkembang tiap tahunnya. Hal ini dapat kita lihat dari terciptanya General Agreements on Tariffs and Trade (GATT) tahun 1947 yang berlaku sejak tahun 1948 dimana ketentuan antidumping sudah menjadi bahan yang patut dibahas.

Dalam perdagangan internasional yang semakin berkembang akan menimbulkan persaingan yang sangat ketat dan dan kemungkinan untuk melakukan praktek curang cukup tinggi. Ketentuan antidumping sudah tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947 dimana ada perjanjian tambahan dibuat secara simultan yang disebut Code. Pasal VI GATT tentang lembaga antidumping direkomendasikan untuk diimplementasikan oleh negara anggota dalam system hukum nasional, dimana pasal VI tersebut adalah sebagai berikut.The contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into one commerce of another country at less than normal value of the products, is to be condemned if it causes or threatens material injury to an established industry in the territory of a contacting party or materially retrads the establishment of a domestic industry.

Pada tahun awal, putaran perdagangan GATT mengkonsentrasikan negoisasi pada upaya pengurangan tarif yang kemudian dilanjutkan dengan Putaran Kennedy pada pertengahan tahun 1960-an yang membahas persetujuan anti dumping. Kemudian dilanjutkan denggan Putaran Tokyo pada tahun 1970 dan Putaran Uruguay dari tahun 1986 sampai tahun 1994 dan mengarah kepada pembentukan World Trade Organization (WTO) dimana didalamnya mencakup juga perdagangan jasa dan kekayaan intelektual. WTO dibentuk pada tanggal 1 Januari 1995 yang merupakan ketentuan kelanjutan dari GATT, dimana pada dasarnya memiliki prinsip dan tujuan yang sama dalam menciptakan ketertiban dalam perdagangan internasional. WTO sebuah organisasi perdagangan internasional diharapkan dapat menjembatani semua kepentingan negara di dunia dalam sektor perdagangan melalui ketentuan-ketentuan yang disetujui bersama.Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam perdagangan multilateral, Indonesia sudah meratifikasi Agreement Establishment The WTO ini melalui Undang-Undang nomor 7 tahun 1994. Dengan meratifikasi Agreement Establishment The WTO ini Indonesia sekaligus telah meratifikasi pula Antidumpping Code (1994) yang merupakan salah satu dari Mulitlateral Trade Agreement (MTA).Sebagai konsekuensinya dari diratifikasinya Agreement Establishment The WTO oleh Indonesia, Indonesia kemudian membuat ketentuan dasar mengenai antidumping dengan cara menyisipkannya dalam Undang-undang nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan yang tercantum pada pasal 18 sampai dengan pasal 20 dan selanjutnya diubah menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

Dengan dimuatnya ketentuan tersebut lahirlah peraturan-peraturan pelaksana sebagai berikut :1. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan.

2. Keputusan-keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan antara lain sebagai berikut ini. 1). a.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 216 Tahun 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan dan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi, yang diperbaharui dengan; b.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.216 / MPP / Kep / 7 / 2001 tentang Perubahan Keputusan No. 261 / MPP / Kep / 9 / 1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi. 2) a.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.136 / MPP / Kep / 6 / 1996 tentang Pembentukan Komite Antidumping Indonesia yang diperbaharui oleh; b.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 430 / MPP / 9 /1999 tentang Komite Antidumping Indonesia (KADI) dan Tim Operasional Antidumping (TOAD), diperbaharui lagi oleh :

3). a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 427 / MPP / Kep / 10 / 2000 tentang Komite Antidumping Indonesia. b. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 172 / MPP / Kep / 6 / 1996 tentang Organisasi dan Tata Cara TOAD dan diperbaharui oleh : 4). a. Keputusan Ketua TOAD No. 354 / TOAD / Kep / 10 / 1999 tentang \Pengangkatan Anggota TOAD, yang kemudian diperbaharui lagi oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 428 / MPP / Kep / 10 / 2002 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Anggota Komite Antidumping Indonesia. b. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 24 / MPP / Kep 1 / 2002 tentang Pembebasan dan Pengangkatan Ketua Merangkap Anggota Komite Antidumping Indonesia. 2. Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai Nomor SE-19/BC/1997 tentang Petunjuk pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti dumping / sementara.

Dan dari hal tersebut menjadi jelas sudah dasar hukum antidumping di Indonesia dan jelas juga apa yang menjadi payung perlindungan terhadap produk industri dalam negeri dalam hal terjadinya praktik dumping.

B. Ketentuan Antidumping Menurut GATT dan WTO

Secara struktur General Agreement on Tariffs and Trade selanjutnya disingkat GATT diciptakan sebagai suatu perjanjian multilateral dan bukan suatu organisasi. WTO barulah sebagai organisasi terbentuk dengan nama World Trade organization (WTO) yang merupakan hasil dari Uruguay Round. GATT bertujuan menunjang perdagangan semakin terbuka dengan berkurangnya hambatan dalam bentuk tarif dan non tarif dan sekaligus menyebabkan negara pesertanya berkewajiban untuk membatasi diri dalam melangkah, kegiatan dan kebijakan yang dapat menghambat perdagangan internasional. Aturan GATT mengandung prinsip persaingan yang adil, dengan semakin banyaknya subsidi yang merugikan sektor domestik maka GATT membuat peraturan main yang berlaku bagi negara-negara peserta GATT untuk memberantas kondisi persaingan tidak sehat dalam perdagangan internasional. Ketentuan anti dumping telah tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947. Lembaga anti dumping sendiri diatur dalam Pasal VI GATT yang merekomendasikan kepada setiap anggotanya untuk mengimplementasikann ketentuan GATT dalam system hukum nasionalnya masing-masing implementasinya dari ketentuan anti dumping ini terdapat dalam Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994 yang dihasilkan melalui Uruguay Round dan dikenal dengan nama Antidumping Code 1994 dimana ketentuannya adalah sebagai berikut :the contracting parties recognize that dumping, by which products of one country are introduced into one commerce of another country at less than the normal vakue of the product is to be condemned if it causes or theretens material injury to an established industry in the territory of a contracting party or materially retards the establishment of a domestic industry Maksud pasal ini adalah bahwa negara pengimpor dapat melakukan tindakan perlawanan berupa pengenaan Bea Masuk Anti Dumping untuk mengurangi kerugian yang diderita oleh industri dalam negeri akibat dari barang dumping, dengan syarat telah terjadi kerugian yang disebabkan adanya barang dumping tersebut (causal link). Mengenai aturan pelaksanaan bagi negara-negara anggota GATT diperjelas dalam Agreement of Implementation of Article VI of GATT 1994 atau yang disebut dengan Antidumping Code 1994.

Anti Dumping Code ini dibuat untuk memberikan aturan dan batasan yang jelas dalam pengenaan Bea Masuk Anti Dumping agar tidak terjadi tindakan yang over protective dalam penggunaan instrumen anti dumping dan tidak dijadikan sebagai alat proteksi terselubung.

Dengan adanya praktek dumping perusahaan dalam negeri akan terancam bangkrut dan akan mengakibatkan kerugian yang meluas. Untuk menghindari kerugian itu maka negara dapat melakukan pencegahan dengan menerapkan aturan anti dumping yang memungkinkan tindakan remedial (anti-dumping duties) atas produk tersebut. Namun sering dalam perkembangannya pengaturan anti dumping ini dimana negara dan pengusaha suatu negara untuk mengeliminir persaingan usaha sehingga melahirkan praktik usaha yang tidak fair. Atas dasar itulah kesepakatan antar negara agar penerapan anti dumping tidak semena-mena yang kemudian melahirkan kesempatan dalam GATT dan Antidumping Code tersebut.Untuk dapat dilarangnya suatu dumping harus memenuhi unsur-unsur termuat dalam Pasal VI GATT. Walaupun rumusannya sangat sederhana namun dalam prakteknya membutuhkan suatu perlindungan dan kajian yang cukup kompleks untuk menentukan sudah terjadi atau tidaknya suatu dumping yang dilarang dan dapat dikenakan bea masuk antidumping.Dalam Pasal VI GATT dinyatakan bahwa dumping yang dapat melahirkan tindakan antidumping haruslah :a. Harga produk ekspor tersebut dibawah normal b. Tindakan tersebut : 1. Menyebabkan kerugian material; atau 2. Mengancam timbulnya kerugian material bagi industri domestik produk tersebut dan ; 3. Secara material menghalangi pengembangan industri dalam negeri. 4. Ketentuan yang menyatakan bahwa suatu produk dijual dalam perdagangan dibawah harga normal bilamana harga produk tersebut :

1. Lebih rendah dari harga pembanding produk tersebut dalam perdagangan yang normal atau umumnya ordinary course dari produk sejenis yang ditujukan untuk konsumsi di negara pengekspor. 2. Bila harga domestik tersebut tidak ada, maka harga tersebut harus lebih rendah dari : a. Harga pembanding tertinggi dari produk sejenis untuk diekspor ke negara ke-tiga dalam atau perdagangan normal ; atau b. Biaya produksi barang tersebut di negara asal ditambah dengan biaya penjualan dan keuntungan yang layak.

1. Penentuan Harga Persoalan yang cukup pelik adalah ketentuan mengenai penerapan secara konkrit berbagai konsep dalam ketentuan tersebut. Persoalan yang pertama adalah penentuan harga ekspor dan harga normal. Secara umum harga ekspor adalah : ex factory price without shipping charge at which a products is sold to an unaffiliated or unrelated buyer in importing country. When a price charges for a products does not reflect an arms length or freely negotiated transaction yakni dimana harga pabrik tanpa dikenai biaya pengiriman dari harga tersebut dijual kepada pembeli bebas di negara pengimpor. Bila harga tersebut tidak dapat dipercaya karena ada kemungkinan kerjasama atau pengaturan antara eksportir dan importir atau pihak ketiga, maka harga ekspor ditentukan berdasarkan harga yang dikonstruksikan. Dalam praktek penentuan harga itu juga mengalami berbagai penyesuaian sesuai dengan bentuk penjualan. Kedua pihak dapat saja berbeda dalam menentukan harga ekspor tersebut.Harga normal ditentukan berdasarkan:

The Price at which like productare sold in the exporting or producing country for comsumption, in the ordinary course of business and at the same level of trade-in other words, comparing wholesale sale to wholesale sale, or retail to retail-as dumped product, if insufficient quantities of like products are sold in the exporting country with which comparison, then normal value is calculated on the basis of sales to third countries, on the basis of contructed value. Constructed value is calculated on the basis of what it might actually cost to produced to the product in the exporting country, plus a reasonable profit. 49

Dalam terjemahan bebas:

Harga jual dari produk sejenis di negara pengekspor untuk tujuan konsumsi dalam perdagangan yang biasa atau normal dan pada tingkat perdagangan yang sama. Jika jumlah produk sejenis yang dijual di negara pengekspor tidak mencukupi untuk membuat perbandingan yang benar, maka harga normal yang dihitung berdasarkan penjualan di negara ketiga dengan dasar harga konstruksi. Harga ini dihitung dengan dasar biaya produksi produk tersebut di negara pengekspor ditambah dengan keuntungan yang wajar. Yang pasti negara penuduh (petitioner) selalu menginginkan penilaian yang lebih rendah terhadap harga ekspor dan menaikkan perhitungan harga normal, sedangkan pihak tertuduh tentu akan berupaya sebaliknya. Dalam penetapan harga seperti di atas juga harus dipahami konsep terkait, terutama sekali berkaitan dengan pengertian produk sejenis (like produk) dan kegiatan perdagangan yang biasa atau umum (ordinary course of trade).

2. Produk Sejenis (Like Product)

Dalam penyelidikan anti dumping, sangat penting untuk menyelidiki dan menentukan apakah barang yang diduga sebagai barang dumping sejenis dengan produk industri dalam negeri. Barang sejenis dalam article 2.6 adalah barang identik dalam semua aspeknya baik karakter fisik, teknik, susunan kimiawi maupun penggunaan. Bila tidak ada, dapat berupa barang lain yang sekalipun tidak identik dalam segala aspek, tapi mempunyai ciri-ciri yang mendekati sama dengan barang yang diselidiki. Uji like product adalah berdasarkan kriteria sebagai berikut :

a. Karakter fisik b.b. Unsur kimia Tc. eknologi/ Mesin d. Proses Produksi e. Tingkat Kualitas f. Fungsi / Aplikasi g. Kecenderungan Konsumen h. Segmen Pasar i. Biaya (costing) j. Harga (Pricing) k. Kelompok HS Menurut pasal 2.6 Agreement on Implementation of Article VI of the GATT, produk sejenis adalah produk yang identik dalam segala aspek dengan produk yang diduga dumping. Produk sejenis itu dapat berupa :

1. Barang yang dijual di negara pengekspor ; atau

2. Barang yang diekspor ke negara ketiga ;

3. Barang yang diimpor oleh negara penuduh.

Apabila tidak terdapat produk yang sama dalam segala aspeknya maka produk sejenis adalah produk yang karakternya mendekati produk yang diduga dumping. Dalam GATT Agreement tidak menentukan maksud perdagangan yang umum. Tetapi Article 2.2 Agreement on Implementation of Article VI menentukan bahwa yang tidak termasuk perdagangan yang biasa adalah produk sejenis di dalam negeri negara pengekspor atau penjualan ke suatu negara ketiga dengan harga (Fixed and Variable) produksi per unit di tambah biaya umum, penjualan dan administrasi jika perbuatan dilakukan :

a. Dalam penjualan waktu 1 tahun atau tidak kurang dari enam bulan dengan jumlah yang substansial harga penjualan rata-rata tertimbang lebih rendah dari biaya per-unit tertimbang atau volume penjualan yang di bawah biaya produksi per unit itu kurang dari 20 % dari total volume penjualan yang dihitung untuk penentuan normal value; dan b. Harga-harga penjualan di bawah biaya-biaya produksi per unit tersebut tidak dapat menutupi semua biaya dalam waktu yang wajar. Tetapi jika harga-harga penjualan di bawah biaya produksi per-unit tersebut di atas biaya per unit rata-rata tertimbang selama periode diselidiki maka harga-harga tersebut tentunya dapat mengganti biaya-biaya yang dikeluarkan, syarat a dan b di atas bersifat kumulatif sehingga untuk mengabaikan perjualan-penjualan di bawah biaya rata-rata perunit tersebut harus memenuhi kedua syarat itu.

3. Ketentuan Barang Dumping

Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Implementation of Article VI barang dumping adalah barang yang dijual di pasar luar negeri dengan harga ekspor lebih kecil dari harga domestiknya. Syarat-syarat barang dikatakan barang dumping antara lain adalah:

a. Harga domestik pada level ex-pabrik (nilai normal)

b. Harga domestik yang wajar (harga pada kondisi perdagangan yang wajar (in ordinary course of trade)) c. Barang tersebut diimpor untuk tujuan konsumsi

d. Barang tersebut sejenis dengan produk sejenisnya yang dijual di pasar domestik. 4. Penentuan Kerugian

Dalam pasal VI GATT kerugian akibat dumping mencakup pengertian :

a. Material injury yakni kerugian yang dialami oleh industri domestik yang memproduksi barang sejenis. Kerugian dihitung dalam periode waktu yang diselidiki (investigation period).b. Threat to material injury yakni ancaman akan menimbulkan kerugian meteril bagi industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Dengan demikian kerugian belum terlihat dalam periode waktu yang diselidiki tetapi ada gejala akan melahirkan kerugian.

c. Materally retards yakni mengganggu pengembangan industri dalam negeri yang menghasilkan produk sejenis. Untuk menentukan kerugian yang diderita harus mengkaji faktor-faktor terkait yakni : a. Volume impor produk dumping;

b. Pengaruh impor terhadap harga produk sejenis di pasar negara pengimpor ; c. Pengaruh terhadap produsen produk sejenis.

Volume impor ditentukan berdasarkan apakah volume impor secara absolut (per unit) atau secara relatif (persentase) meningkat cukup signifikan terhadap produksi atau konsumsi produk sejenis tersebut. Pengaruh terhadap harga di negara pengimpor dipertimbangkan dari apakah harga impor lebih rendah atau telah menyebabkan terjadinya pemotongan harga yang cukup siginifikan bagi barang sejenis atau apakah impor tersebut cukup berarti dalam menurunkan harga atau menekan atau mencegah kenaikan harga barang sejenis di negara pengimpor.Pengujian dampak impor terhadap industri domestik ditentukan berdasarkan Apakah terjadi penurunan indeks dan faktor ekonomi yang relevan pada industri dalam negeri di negara pengimpor seperti penurunan penjualan, laba, output, produktifitas dan yang lainnya. a. Faktor yang mempengaruhi harga dalam negeri.

b. Besarnya marjin dumping

c. Pengaruh negatif yang nyata atau potensial pada cash flow, inventori, tenaga kerja, gaji, pertumbuhan kemampuan peningkatan modal dan investasi. Berdasarkan Article 3.1 dan Article 3.4 Penentuan kerugian harus berdasarkan pada bukti dan pengujian atas:1. Kausalitas, yaitu:

a. Efek volume barang dumping terhadap volume sejenis di pasar dalam negeri b. Efek harga barang dumping terhadap harga barang sejenis di dalam negeri

2. Kerugian industri dalam negeri (impact barang dumping terhadap industri dalam negeri). Pengujian adanya karugian industri dalam negeri, meliputi faktor-faktor berikut :

a. Penurunan penjualan dalam negeri b. Penurunan keuntunganc. Penurunan output (produksi) d. Penurunan market sharee. Penurunan produktivitas f. Penurunan utilisai kapasitas produksi g. Gangguan terhadap Return On Investment h. Gangguan terhadap harga dalam negeri i. The magnitute of dumping margin j. Perkembangan cash flow yang negatif k. Inventory meningkat l. Pengurangan tenaga kerja /penurunan gaji, PHK m. Gangguan terhadap pertumbuhan perusahaan n. Gangguan terhadap Investasi o. Gangguan terhadap kemampuan meningkatkan modal

5. Hubungan Sebab Akibat

Harga dan dampak saja belum melahirkan dumping yang dilarang dalam kerangka WTO/GATT. Untuk itu harus dibuktikan adanya pengaruh dumping tersebut terhadap kerugian industri dalam negeri. Untuk itu harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat berdasarkan bukti yang relevan. Dengan kata lain apakah kerugian tersebut tidak disebabkan oleh faktor lain seperti kecenderungan ekonomi atau kondisi ekonomi di negara yang bersangkutan. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah :

a. Volume dan harga barang impor yang tidak dijual dengan harga dumpingb. Faktor pengekang perdagangan dan persaingan antara produsen dalam negeri dan asing c. Pengembangan teknologi d. Kinerja ekspor dan produktivitas industri

Yang perlu dicermati oleh eksportir adalah penerapan indikator merugikan industri dalam negeri oleh aturan antidumping yang cenderung proteksionis. Hal itu terjadi bilamana sebenarnya hubungan secara langsung dan penggunaan bukti yang tidak tepat.

6. Industri Dalam Negeri

Pengertian industri dalam negeri berdasarkan Article 4 adalah produsen dalam negeri yang memproduksi barang sejenis atau kelompok produsen yang secara kolektif memproduksi sebagian besar dari produksi dalam negeri.a. Produksi pemohon atau pendukung permohonan penyelidikan paling kecil sebesar 25 % dari total produksi industri dalam negeri barang sejenis, dan; b. Secara kolektif jumlah produksi pendukung permohonan adalah sebesar 50% lebih dari total produksi pendukung ditambah dengan yang menolak.Dapat dikecualikan sebagai Industri Dalam Negeri adalah apabila :

1. Industri Dalam Negeri mempunyai hubungan keterkaitan dengan eksportir atau produsen yang dituduh, dan atau dengan importir barang yang dituduh dumping ataupun mereka dikendalikan oleh pihak ketiga, maka akan diperlakukan berbeda dengan produsen yang tidak mempunyai hubungan istimewa (Unrelated Parties). 2. Industri Dalam Negeri melakukan impor barang yang dituduh dumping pada Investigation Period

C. Tindakan Remedial

Untuk mengatasi praktik dumping, maka di dalam ketentuan GATT-WTO ditegaskan bahwa, apabila suatu negara terbukti melakukan praktik dumping yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara pengimpor, maka negara pengimpor yang dirugikan oleh praktik tersebut mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi balasan. Sanksi balasan tersebut adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dengan bea masuk antidumping yang dijatuhkan terhadap produk- produk yang diekspor secara dumping. Hal ini telah ditegaskan dalam Article VI section (2) sebagai berikut. in order to offset or prevent dumping, a contracting party may levy on aany dumped product an antidumping duty not greater in amount than the margin of dumping in respect of such product. For the purpose of this Article, the margin of dumping is the price difference determined in accordance with the provision of paragraph 1.

Berdasarkan pasal di atas, maka negara yang dirugikan dengan adanya dumping dapat mengenakan bea tambahan pada barang-barang yang terkena dumping sebesar margin dumping. Remedi perdagangan baik berupa Anti Dumping, Anti Subsidi maupun tindakan pengamanan (Safeguard), merupakan instrument kebijakan perdagangan internasional yang paling banyak digunakan oleh negara-negara importir anggota World Trade Organization (WTO) untuk melindungi industri dalam negerinya. Secara umum pengertian remedi perdagangan mengacu kepada tindakan atau kebijakan pemerintah untuk menimalkan dampak negatif dari impor terhadap industri dalam negeri. Tindakan remedi ini digunakan dalam dua kondisi baik yang dilakukan secara tidak jujur (unfair trade) maupun secara jujur (fair trade) tidak jarang dapat merugikan industri dalam negeri. Impor yang dilakukan secara tidak jujur dan merugikan industri dalam negeri adalah impor produk-produk asing dengan harga dumping, dan impor produk asing yang bersubsidi. Sedangkan impor yang dilakukan secara jujur tapi dapat merugikan industri dalam negeri adalah impor yang jumlahnya melonjak secara tepat dan tidak wajar. Jika industri dalam negeri dibiarkan untuk terlindas industri asing dengan cara membiarkan mereka melakukan praktek dumping dan subsidi serta membiarkan terjadinya lonjakan impor, maka dikhawatirkan akan berdampak pada kerugian perusahaan yang pada gilirannya akan mengarah pada PHK.Namun tidak sepenuhnya para ekonom pro-liberalisasi mendukung tindakan remedi ini karena dianggap sebagai proteksi terhadap impor yang mengarah pada inefisiensi kesejahteraan ekonomi dan tidak lebih hanya diposisikan sebagai kebijakan terbaik kedua (second-best policy). Meskipun demikian para ekonom telah menyepakati tindakan remedy perdagangan kedalam perjanjian perdagangan internasional yakni WTO, sebagai pengecualian dengan motivasi insurance (jaminan) dan safety value (katup pengaman). Sebenarnya negara anggota WTO akan sangat sulit menandatangani perjanjian tersebut jika tidak menjamin keselamatan produk industri dalam negerinya, namun harus diakui bahwa mekanisme ini sangat berpotensi untuk disalahgunakan sebagai proteksi terselubung sehingga kontraproduktif dengan paradigma liberalisasi perdagangan yang merupakan filosofi dasar dari WTO sendiri. Maka mekanisme ini diatur dalam ketentuan-ketentuan WTO secara ketat, baik mengenai dimensi-dimensi substansi maupun proseduralnya.

Untuk mengenakan tindakan remedi terhadap produk dumping harusmemenuhi syarat-syarat sebagai berikut :1. Adanya penentuan bahwa tindakan dumping telah terjadi, termasuk estimasi margin dumping-nya. 2. Adanya kerugian material atau ancaman terjadinya kerugian material terhadap industri dalam negeri. 3. Adanya hubungan kausal yang menunjukkan bahwa tindakan dumping merupakan penyebab terjadinya kerugian atau ancaman kerugian tersebut. Tindakan remedial dapat dikenakan baik sementara maupun tetap. Pengenaan tindakan remedial ini hanya dapat dilakukan setelah adanya investigasi oleh otoritas yang berwenang berdasarkan prosedur sebagaimana diatur dalam pasal 5 sampai dengan pasal 14 Antidumping Agreement.Disamping itu untuk melaksanakan ketentuan antidumping, dalam Perjanjian Uruguay Round (GATT-WTO) telah dibentuk suatu Komite Praktik Antidumping (Committe Practice) yang disebut dengan komite yang terdiri atas wakil dari tiap-tiap anggota selanjutnya akan memilih ketua. Komite akan menjalankan tanggung jawab sebagaimana ditugaskan berdasarkan persetujuan para anggota. Setiap anggota diberi kesempatan untuk berkonsultasi mengenai setiap permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan persetujuan. Keputusan pengenaan bea masuk anti dumping ditentukan oleh pihak yang berwenang dari negara pengimpor. Bea masuk antidumping dapat dikenakan untuk jangka waktu lima tahun. Adapun bea masuk antidumping sementara (provisional duties) dapat diterapkan untuk jangka waktu empat sampai sembilan tahun, tergantung pada keadaannya dengan persyaratan sebelumnya telah ditemukan adanya dumping dan injury. Jika bea masuk antidumping berlaku surut, maka penentuan pembayaran bea masuk antidumping akan berlaku segera, biasanya antara 12 bulan hingga 18 bulan setelah tanggal permintaan untuk penaksiran akhir jumlah bea masuk anti dumping dibuat. Setiap pembayaran kembali akan segera dilakukan dalam waktu maksimal 90 hari setelah penentuan pembayaran final. Dalam setiap kasus yang berwenang akan memberikan penjelasan apabila diminta. Jika bea masuk antidumping diterapkan secara prospektif, maka akan dibuat ketentuan untuk pengembalian secara cepat, atas permintaan untuk setiap bea masuk yang dibayar yang melebihi selisih dumping.

Pembayaran kembali setiap bea masuk antidumping yang dibayarkan melebihi selisih dumping yang sebenarnya akan dilakukan dalam waktu 12 bulan, dan tidak lebih dari 18 bulan setelah tanggal permintaan pembayaran kembali. Hal ini harus didukung oleh bukti yang dibuat oleh pengimpor produk yang dikenakan bea masuk antidumping. Pembayaran kembali tersebut dibuat dalam waktu 90 hari sebagaimana dijelaskan di atas.Dalam ketentuan pembayaran kembali, yang berwenang harus mempertimbangkan setiap perubahan dalam nilai normal, setiap perubahan dalam biaya yang terjadi antara pengimpor dan penjualan kembali, dan setiap gerakan dalam harga penjualan kembali yang tercermin dalam harga-harga penjualan selanjutnya, dan harus menghitung harga ekspor dengan tanpa potongan untuk sejumlah bea masuk antidumping yang dibayar ketika bukti-bukti di atas disediakan.Apabila suatu produk yang dikenakan bea masuk antidumping di negara anggota pengimpor, maka yang berwenang akan segera melakukan peninjauan kembali di negara pengekspor. Peninjauan kembali tersebut dimaksudkan untuk menentukan selisih dumping tiap-tiap pengekspor atau produsen yang belum mengekspor produk dimaksud ke anggota pengimpor pada waktu dilakukan penyelidikan asalkan pengekspor dan produsen tersebut dapat menunjukkan bukti bahwa mereka tidak ada hubungan dengan pengekspor atau produsen di negara pengekspor yang dikenakan bea masuk antidumping.Selama dalam peninjauan kembali pengekspor atau produsen yang ditinjau tersebut tidak dikenakan bea masuk antidumping. Namun demikian, pihak yang berwenang dapat meminta jaminan bahwa apabila dalam melakukan peninjauan menghasilkan temuan bahwa adanya indikasi terjadinya dumping yang dilakukan oleh pengekspor/produsen, maka bea masuk antidumping dapat dikenakan berlaku surut sejak tanggal mulai peninjauan.Dalam pelaksanakan bea masuk antidumping semua pihak yang berkepentingan harus diberi kesempatan untuk menyampaikan bukti dan mempertahankan kepentingan mereka. Semua informasi mengenai suatu kasus, termasuk petisi harus dapat diperoleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan memperhatikan permintaan perlakuan confidential. Jadi informasi yang dapat memberikan keuntungan kepada kompetitor tidak perlu dibuka, kecuali berbentuk ringkasan.

Keputusan untuk mengenakan bea masuk antidumping atau tidak terhadap kasus-kasus yang persyaratannya telah terpenuhi dan berapa jumlah bea masuk anti dumping yang akan dikenakan merupakan kewenangan pihak yang berwenang dari negara pengimpor.

BAB IIIKESIMPULAN

Dumping adalah istilah yang digunakan dalam perdagangan internasional yakni praktik dagang yang dilakukan eksportir dengan menjual komoditi di pasaran internasional dengan harga yang kurang dari nilai yang wajar atau lebih rendah dari harga barang tersebut dinegerinya sendiri, atau dari harga jual kepada negara lain pada umumnya, sehingga merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing negara pengimpor. Dalam ilmu ekonomi dumping diartikan sebagai traditionally defined as selling at a lower price in one national market than in another. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai system penjualan barang di pasaran luar negeri dalam jumlah banyak dengan harga yang rendah sekali, dengan tujuan agar harga pembelian di dalam negeri tidak diturunkan sehingga akhirnya dapat menguasai pasar luar negeri dan dapat menguasai harga kembali.Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut antidumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengimpor terhadap barang dari negara pengekspor yang melakukan dumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian industri negara pengimpor.Tujuan hukum diciptakannya pengaturan anti dumping adalah upaya perlindungan bagi industri lokal atau nasional dalam suatu negara. Namun dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dimiliki Indonesia, meskipun substansinya memuat pengaturan larangan praktek persaingan tidak sehat baik dalam bentuk harga maupun barang, tetapi undang-undang tersebut tidak menyinggung mengenai perihal anti dumping. Hal ini membuat seolah-olah tidak ada keterkaitan antara praktik dumping dan persaingan usaha yang tidak sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Suardi,Rudy, Sistem Manajemen produksi ISO 9000 : 2000 :Penerapannya untuk Mencapai TQM, Jakarta,Penerbit PPM,2001Ferdiansyah, Herdiyan. 2007. Usulan Rencana Perbaikan Kualitas Produk Penyangga Duduk Jok Sepeda Motor Dengan Pendekatan Metode Kaizen (5W+1H) di PT. Ekaprasarana.

Irvan, Zulia Hanum. Tanpa Tahun. Pengendalian Mutu Produk Dengan metode Statistik.Dwiwinarno,Titop.Tanpa Tahun.Evaluasi Pengendalian Kualitas Pada Bagian Produksi.