Transcript of LAPORAN PENELITIAN - Kemensos
REHABILITASI SOSIAL DI BALAI/LOKA PADA ERA TATANAN BARU
PUSLITBANG KESOS KEMENSOS RI BADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
KESEJAHTERAAN SOSIAL 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia
kesehatan dan curahan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Penelitian dengan judul “Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Memberikan
Pelayanan Rehabilitasi Sosial di Balai/ Loka Pada Masa Era New
Normal” sesuai dengan waktu yang diharapkan. Hasil penelitian ini
merupakan implementasi tugas dan fungsi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial dalam memberikan kontribusi
pengetahuan dalam merumuskan kebijakan dan program berbasis riset
pada unit tehnis Kementerian Sosial RI.
Masa Pandemi Covid yang terjadi sejak awal Maret 2020 di Indonesia,
tidak memberhentikan kegiatan layanan rehabilitasi sosial yang ada
di Balai/ Loka Kementerian Sosial. Hastag #Kemensos Hadir# yaitu
Humanis, Adaptif, Dedikatif, Inklusif dan Responsif, memiliki pesan
Kemensos selalu hadir apapun kondisinya. Penerapan kebijakan
layanan rehabilitasi sosial tetap harus dilaksanakan dan dilakukan
penyesuaian kondisi yang ada dan protokol kesehatan yang telah
ditetapkan.
Khusus pelayanan di dalam Balai/Loka, Kementerian Sosial perlu
menyiapkan sarana dan prasarana yang sesuai dengan kondisi
pandemik. Sumber Daya Manusia pelaksana pelayanan juga perlu
dipersiapkan. Terutama pekerja sosial yang merupakan garda terdepan
pelayanan sosial kepada para penerima manfaat di dalam Balai/Loka.
Kompetensi bagi pekerja sosial adalah modal penting
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baruii
untuk melaksanakan pelayanan di Balai/Loka. Kompetensi pekerja
sosial menentukan keberhasilan pelayanan sosial di era tatanan
baru, Pelayanan dan program yang bagus tanpa pekerja sosial yang
memiliki kompetensi tidak akan mencapai tujuan maksimal.
Menyadari bahwa buku ini masih memiliki kekurangan, Kami berharap
masukan yang konstruktif untuk agar lebih baik lagi. Akhirnya, kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dan
menyumbangkan pemikiran dalam pelaksanaan penelitian ini sehingga
bisa dirumuskan suatu rekomendasi terkait peningkatan kompetensi
pekerja sosial dalam melakukan pelayanan rehabilitasi sosial di
Balai/Loka pada era tatanan baru.
Jakarta, Agustus 2020 Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial
Kepala,
DAFTAR ISI
Kata pengantar Daftar isi
BAB I : PENDAHULUAN a. Latar Belakang b. Rumusan masalah c. Tujuan
penelitian d. Manfaat penelitian
BAB II: KERANGKA TEORI a. Pandemi Covid-19 b. Pelayanan
Rehabilitasi Sosial c. Kompetensi Pekerja Sosial
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN a. Metode dan Desain Penelitian b.
Teknik Sampel dan Lokasi Penelitian c. Teknik Pengumpulan Data d.
Sebaran Jumlah Responden e. Teknik Analisis Data f. Tahapan
Penelitian g. Jadwal Penelitian h. Organisasi Penelitian
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
7 7 12 17
35 35 35
2. Kondisi Pekerja Sosial dan Pelayanan Rehabilitasi Sosial di
Balai/Loka
a. Kompetensi Pekerja Sosial b. Perubahan teknik pelayanan di
Balai/Loka yang dilakukan pekerja sosial pada masa pandemic c.
Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan pelayanan
sosial di Balai / Loka selama masa pandemic
3. Pendapat Fungsional Lain Terhadap Pekerja Sosial a.
Karakteristik Fungsional Lainnya b. Pendapat Fungsional Lainnya
Terhadap Pekerja Sosial
4. Bentuk Dukungan Kepala Balai / Loka dan Pejabat Structural Lain
Terhadap Pekerja Sosial 5. Pendapat Penerima Manfaat Terhadap Peran
Pekerja Sosial
B. Pembahasan
BAB V: PENUTUP a. Kesimpulan b. Rekomendasi c. Limitasi
Kajian
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wabah penyakit corona virus (COVID-19) telah dinyatakan sebagai
Darurat Kesehatan Masyarakat. Virus tersebut sekarang telah
menyebar ke banyak negara dan wilayah termasuk di Indonesia. Banyak
yang masih belum diketahui tentang virus COVID-19 ini. Kita hanya
tahu bahwa itu ditularkan melalui kontak langsung dengan tetesan
(droplet) pernapasan dari orang yang terinfeksi (dihasilkan melalui
batuk dan bersin). Individu juga dapat terinfeksi dari menyentuh
permukaan yang terkontaminasi dengan virus yang menyentuh wajah
mereka (misalnya, mata, hidung, mulut). Sementara COVID-19 terus
menyebar, adalah penting bahwa masyarakat harus mengambil tindakan
untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengurangi dampak wabah dan
mendukung langkah-langkah pengendalian.
Pandemi merupakan sebuah proses dan melalui beberapa tahapan.
Begitu pula dengan pandemi Covid-19 terdiri dari beberapa tahap.
Fahrudin (2020) misalnya menganalisis tahapan pandemic ke dalam
fase yang dibagi atas empat tahap yaitu; (1) tahap Early Pandemic,
(2) Peak Pandemic, (3) Post Peak Pandemic dan (4) Post Pandemic.
Jika melihat kondisi yang ada pada saat penelitian ini dijalankan
kita masih berada di tahap Peak Pandemic karena nyatanya angka
penularan Covid-19 semakin
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru2
meningkat dari hari ke hari. Pembahasan tahap pandemic ini
berkaitan dengan reaksi seseorang yang mengalami situasi pandemic.
Goenawan (2020) mengatakan seseorang pada masa pandemic mengalami
(1) tahap disrupsi, (2) tahap kebingunan dan ketidak pastian, (3)
tahap penerimaan. Dan saat ini beberapa wilayah di Indonesia telah
mendeklarasikan sebagai masuk pada era tatanan baru yang disebut
masa transisi atau menuju New Normal, tetapi ada juga wilayah yang
belum atau sedang bersiap dengan fase ini.
Pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk
mengurangi penyebaran Covid-19 beberapa waktu lalu juga berimbas
pada sebagian besar Balai / Loka Rehabilitasi Sosial milik
pemerintah khususnya milik Kementerian Sosial. Balai/Loka mengambil
kebijakan mengembalikan penerima manfaat kepada keluarganya. Hanya
penerima manfaat yang benar-benar terlantar dan tidak memiliki
sanak saudara yang tetap tinggal didalam Balai/Loka. Manakala bagi
pegawai Balai/Loka pula diberlakukan kebijakan secara
berganti-ganti antara Work From Home (WFH) dan Work From Office
(WFO). Kebijakan ini diberlakukan guna meminimalisir terpapar
ataupun tertular virus Covid-19.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah khususnya Kementerian Sosial
ini adalah untuk melindungi penerima manfaat, dan juga untuk
melindungi pegawai Balai/Loka dari terpapar virus Covid 19.
Kesehatan fisik dan mental seseorang
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 3
pada masa pandemi Covid-19 perlu jadi perhatian. Apabila tidak,
maka akan dapat berdampak pada memburuknya relasi dengan sesama,
seperti hubungan pekerja sosial dengan penerima manfaat maupun
dengan rekan kerja. Kesehatan fisik pekerja sosial harus didukung
dengan pola hidup yang sehat, menjaga kesehatan mental agar pekerja
sosial tidak mengalami depresi atau ketakutan saat akan melakukan
pelayanan pada penerima manfaat.
Saat ini Pekerja Sosial di Balai/Loka Sosial harus kembali bertugas
memberikan pelayanan kepada penerima manfaat. Kali ini situasinya
sudah berbeda dengan sebelum adanya pandemic, ada situasi baru yang
harus dipahami dan diikuti oleh para petugas. Memasuki era tatanan
baru menjadi tantangan bagi Balai/Loka yang harus menyesuaikan dan
mengadaptasi layanan rehabilitasi sosial secara optimal dengan tata
kelola yang berbeda dan baru. Agar kebutuhan para penerima manfaat
terlayani, proses rehabilitasi sosial berjalan baik, maka petugas
harus memiliki kompetensi yang baik. Kompetensi pekerja sosial
mencakup pengetahuan, keterampilan dan nilai. Persoalannya apakah
keterampilan pekerja sosial selaras dengan kebutuhan pada masa
pandemic. Selain itu kesiapan lembaga dalam memberikan pelayanan
kepada penerima manfaat dan dukungan lembaga kepada pekerja sosial
agar bisa meningkatkan kompetensinya.
Kompetensi bagi pekerja sosial adalah modal penting untuk
melaksanakan pelayanan di Balai/Loka. Pelayanan dan program
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru4
yang bagus tanpa pekerja sosial yang memiliki kompetensi maka tidak
akan mencapai tujuan maksimal. Kompetensi pekerja sosial adalah
penting untuk menentukan keberhasilan pelayanan sosial di era
tatanan baru.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesejahteraan Sosial (Puslitbang Kesos) Kementerian
Sosial memandang perlu untuk melaksanakan penelitian terkait
kompetensi pekerja sosial dalam memberikan layanan rehabilitasi
sosial di dalam Balai/Loka di era tatanan baru atau era new normal
ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yang sebagai
berikut: 1. Bagaimana kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan
nilai)
pekerja sosial dalam memberikan pelayanan 2. Bagaimana bentuk
pelayanan rehabilitasi sosial di dalam Balai/
Loka pada era tatanan baru 3. Apakah faktor pendukung dan
penghambat pelayanan
rehabilitasi sosial di dalam Balai/Loka.
C. Tujuan Penelitian
memberikan pelayanan rehabilitasi sosial pada era tatanan baru. a.
Pengetahuan Pengetahuan yang berhubungan dengan peraturan,
prosedur,
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 5
proses, teknik yang harus digunakan dalam memberikan pelayanan
rehabilitasi sosial di era tatanan baru
b. Keterampilan Kemampuan menggunakan teknik-teknik yang tepat
dalam
praktik pekerjaan sosial dan juga saat berkomunikasi dengan
penerima manfaat, keluarga, lingkungan sosial, maupun stake
holder.
c. Nilai Menghargai harkat dan martabat orang lain,
menghargai
perbedaan, memahami etika pekerjaan sosial, memiliki semangat kerja
yang tinggi, loyalitas dan mencintai profesi.
2. Mengetahui dan menganalisis bentuk pelayanan rehabilitasi sosial
di dalam Balai/Loka pada era tatanan baru
3. Mengetahui dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat
dalam melaksanakan pelayanan rehabilitasi sosial kepada Penerima
Manfaat
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan
masukan bagi pembuatan kebijakan baik ditataran Pusat (Kementerian
Sosial cq Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial) maupun Daerah
(Balai/Loka), terkait kompetensi pekerja sosial dalam memberikan
pelayanan rehabilitasi sosial pada era tatanan baru (New
Normal).
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru6
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 7
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pandemi Covid-19 Pada Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO)
menyatakan bahwa wabah penyakit virus corona baru yang terjadi di
Provinsi Hubei, Cina sebagai Darurat Kesehatan Masyarakat yang
merupakan Keprihatinan Internasional. Dua bulan kemudian, pada 11
Maret 2020, WHO menyatakan wabah virus Corona COVID-19 sebagai
pandemi. Penyakit virus corona (COVID-19) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus corona yang baru ditemukan dan dikenal
sebagai sindrom pernapasan akut parah virus corona 2 (SARS-CoV-2).
Kasus manusia pertama COVID-19 diidentifikasi di Kota Wuhan, Cina
pada Desember 2019 (WHO, 2020d). Setiap epidemi bersifat unik dalam
berbagai hal. Patogen (penyakit) infeksi bervariasi secara
signifikan dalam tingkat keparahan, kematian, modalitas penularan,
diagnostik, perawatan dan manajemen. Mengenai distribusi geografis,
epidemi dapat terkonsentrasi atau tersebar luas di tingkat lokal,
nasional atau antar-benua. Epidemi dapat memengaruhi beberapa
kelompok rentan atau beberapa komunitas, atau dapat juga
memengaruhi populasi secara keseluruhan menjadi suatu
pandemic.
Secara umum, risiko di tempat kerja adalah kombinasi dari
kemungkinan terjadinya suatu peristiwa berbahaya dan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru8
tingkat keparahan cedera atau kerusakan pada kesehatan orang yang
disebabkan oleh peristiwa tersebut (ILO, 2001). Oleh karena itu
penilaian risiko penularan di tempat kerja harus mempertimbangkan:
Probabilitas terkena penularan, dengan mempertimbangkan
karakteristik penyakit menular (yaitu, pola penularan) dan
kemungkinan bahwa pekerja dapat bertemu dengan orang yang menulari
atau mungkin terpapar dengan lingkungan atau bahan yang
terkontaminasi (misalnya, sampel laboratorium, limbah) selama
mereka bertugas. Keparahan dampak kesehatan yang dihasilkan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi individu (termasuk
usia, penyakit yang sudah diderita dan kondisi kesehatan), serta
langkahlangkah yang tersedia untuk mengendalikan dampak
infeksi.
Dimasa pandemi ini tiap orang akan mengalami fase-fase perubahan
perilaku yang cukup berarti seperti pada tahap-tahap sebagai
berikut: 1. Tahap disrupsi
Pada tahap ini, seseorang akan mengalami perubahan pola hidup,
perubahan rutinitas sehari-hari, hilangnya kebebasan karena harus
hidup dalam karantina atau di rumah saja dan tidak bepergian.
Berbagai informasi yang beredar membuat hidup semakin mencekam.
Tidak sedikit yang mengalami kecemasan tinggi karena khawatir
tertular, sulit konsentrasi, yang kemudian diikuti oleh perubahan
pola makan dan pola tidur. Penyakit kronis yang sudah lama dialami
mulai
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 9
kembali dirasakan, termasuk gangguan-gangguan psikis yang
sebelumnya pernah dialami.
2. Tahap kebingungan dan ketidakpastian Pada tahap ini seseorang
akan merasa kelelahan secara mental karena merasa tidak adanya
kepastian, kehilangan kendali, dan terhentinya sumber penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kualitas hidup dengan
sendirinya menurun, berbagai hal yang biasa dengan mudah terpenuhi,
saat ini menjadi mustahil. Di samping daya beli yang menurun
drastis, ketersediaan barang juga menjadi langka. Semua rencana
yang sebelumnya terasa sangat mudah dan bisa digapai dalam waktu
yang terukur, kini hanya menjadi angan- angan belaka. Kehidupan
berjalan lambat, penuh kejenuhan, dan kekhawatiran. Situasi
kecemasan ini dapat meningkatkan konsumsi rokok, alkohol, dan
penyalahgunaan obat yang mungkin pada awalnya dimaksudkan untuk
meringankan beban pikiran. Atau tidak mustahil menjadi pencetus
ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
3. Tahap penerimaan (dengan situasi normal yang baru) Pada saat
seseorang telah berhasil melampaui tahap sebelumnya, maka timbul
sikap penerimaan tanpa syarat terhadap kondisi yang ada, dengan
diikuti oleh berbagai perubahan dalam pola hidup dan kebiasaan.
Kemampuan adaptasi seseorang membuatnya mampu untuk mengembangkan
kebiasaan- kebiasaan baru dan menjadikan kehidupan dengan cara
yang
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru10
lebih realistis terhadap situasi yang sebelumnya dianggap sebagai
disrupsi pada semua aspek kehidupannya. “Setelah melewati tahap
penerimaan dalam menghadapi pandemi, maka Seseorang mulai terbiasa
dengan kondisi the new normal. Pada tahap ini diharapkan Seseorang
sepenuhnya tidak lagi merasa terganggu, bahkan sudah mulai nyaman
dengan semua perubahan yang berhubungan dengan adanya pandemi.
Menurut WHO pandemi Covid mempunyai tahapan yaitu ke dalam tiga
periode yaitu inter pandemic period, pandemic alert period dan
pandemic period. Inter pandemic period Fase 1: tidak ada subtipe
virus influenza baru yang terdetesi pada manusia. Fase 2: tidak ada
subtipe virus influenza baru yang terdeteksi pada manusia, tetapi
ada penyakit hewan yang mengancam manusia. Pandemic alert period
Fase 3: infeksi manusia dengan subtipe baru tetapi tidak menyebar
dari manusia ke manusia. Fase 4: kelompok kecil dengan transmisi
manusia ke manusia yang terbatas. Fase 5: klaster yang lebih besar
tetapi penyebaran antar manusia masih terlokalisir. Pandemic period
Fase 6 Pandemi: penularan meningkat dan berkelanjutan pada populasi
umum (Arum, 2020). Sedangkan menurut Fahrudin (2020), fase pandemic
dibagi menjadi empat fase, yaitu early pandemic, peak pandemic,
post peak pandemic dan post pandemic. Antara fase satu ke fase
berikutnya ada masa transisi yang masing-masing
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 11
memiliki karakteristik. Saat ini Indonesia memasuki fase transisi
dari early pandemic ke fase peak pandemic. Pada fase transisi
inilah yang disebut dengan beberapa istilah seperti New Normal,
PSBB Transisi, masa adaptasi, tatanan baru beradaptasi, dan
lain-lain. Fase ini dinyatakan transisi karena pandemic tidak
ketahui kapan akan berakhir. Diawal pandemic (early pandemic)
pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan untuk masyarakat
melakukan kegiatan dari rumah (stay at home). Sekolah dari rumah,
bekerja dari rumah, bahkan kegiatan perekonomian menjadi lumpuh
karena pasar dan pusat-pusat perdagangan ditutup, banyak sector
swasta yang kolaps dan banyak pekerjanya yang di PHK. Pemerintah
kemudian mengeluarkan kebijakan untuk kembali melakukaan membuka
kegiatan perekonomian dengan menerapkan pola kebiasaan baru atau
dikenal dengan istilah new normal. Untuk menyesuaikan dengan
kondisi saat ini, dalam penelitian ini kami menggunakan istilah era
tatanan baru. Era tatanan baru (New normal) adalah masa dimana
diperlukan adanya perubahan perilaku untuk tetap menjalankan
aktivitas normal namun dengan ditambah menerapkan protokol
kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Prinsip
utama dari new normal itu sendiri adalah dapat menyesuaikan dengan
pola hidup. Secara sosial kita pasti akan mengalami sesuatu bentuk
new normal atau kita harus beradaptasi dengan beraktivitas, dan
bekerja, dan tentunya
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru12
harus mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan menghindari
kerumunan, serta bekerja, bersekolah dari rumah. Transformasi ini
adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi,
yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai tertemukannya
vaksin untuk Covid-19 (Dandi BB, 2020)
B. Pelayanan Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi berasal dari dua
kata, yaitu re yang berarti kembali
dan habilitasi yang berarti kemampuan. Menurut arti katanya,
rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan. Rehabilitasi adalah
proses perbaikan yang ditujukan pada penderita cacat agar mereka
cakap berbuat untuk memiliki seoptimal mungkin kegunaan jasmani,
rohani, sosial, pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi didefinisikan
sebagai satu program holistik dan terpadu atas
intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional
yang memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih
pencapaian pribadi, kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang
fungsional dengan dunia” (Banja,1990). Sedangkan menurut pasal 1
ayat 5 undang-undang No 14 Tahun 2019, Rehabilitasi sosial adalah
proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam
kehidupan masyarakat.
Rehabilitasi merupakan pemulihan kesehatan jiwa & raga yang
ditunjukan kepada para pecandu narkoba yang telah menjalani program
kuratif. Adapun tujuannya yakni supaya
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 13
pecandu tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit seperti
kerusakan fisik (syaraf, otak, paru-paru, ginjal, hati dan lain-
lain), rusaknya mental, perubahan karakter dari positif kearah yang
negatif, anti sosial, penyakit-penyakit ikutan seperti HIV/ AIDS,
Hepatitis, sifilis, dan yang lainnya yang karenakan bekas pemakaian
narkoba (Subagyo, 2006)
Rehabilitasi dapat didefinisikan sebagai proses membantu individu
yang memiliki gangguan fisik atau mental untuk berpartisipasi dalam
masyarakat sejauh kemampuannya sepenuhnya. Hal ini sering
digambarkan sebagai fase keempat dari praktik medis, yang lain
adalah pencegahan, diagnosis, dan perawatan. Pada umumnya
rehabilitasi medis menunjuk “fase perawatan di mana pasien dibantu
menuju peran independen dalam masyarakat yang kompetitif.
Rehabilitasi mengikuti program medis kuratif dan restoratif dan
periode pemulihan. Rehabilitasi berusaha untuk mengatasi dan
mengimbangi cacat fisik yang ada dan untuk hambatan emosional yang
mencegah pasien melakukan yang terbaik. Penekanan utama adalah pada
kemandirian pekerjaan (Braceland, 1966).
Rehabilitasi merupakan upaya yang ditujukan untuk mengitegrasikan
kembali seseorang ke dalam kehidupan masyarakat dengan cara
membantu menyesuaikan diri dengan keluarga, masyarakat dan
pekerjaan. Seseorang dapat berintegrasi dengan masyarakat apabila
memiliki kemampuan fisik, mental dan sosial serta diberikan
kesempatan untuk berpartisipasi. Misalnya seseorang mengalami
permasalahan sosial seperti gelandangan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru14
atau pengemis, maka mereka akan dicoba untuk dikembalikan kedalam
keadaan sosial yang normal seperti orang pada umumnya. Mereka
diberi pelatihan atau keterampilan sehingga mereka tidak kembali
lagi menjadi gelandangan atau pengemis dan bisa mencari nafkah dari
keterampilan yang dimiliki.
Saat ini telah banyak Lembaga pelayanan sosial milik pemerintah
daerah maupun milik masyarakat yang biasa disebut Lembaga
Kesejahteraan Sosial (LKS). Lembaga sosial yang ada sekarang banyak
menampung berbagai orang yang mengalami gangguan sosial seperti
lembaga rehabilitasi sosial anak jalanan, gelandangan dan pengemis,
tuna susila, penyandang disabillitas, lanjut usia, anak terlantar
atau anak yang memerlukan perlindungan khusus, dan lain-lain.
Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya untuk
memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta
tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat
atau lingkungan sosialnya. Selain itu tujuan rehabilitasi sosial
adalah untuk memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial
mempunyai beberapa fungsi, diantaranya untuk: 1. Pelaksanaan
kebijakan teknis penyelenggaraan rehabilitasi
sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta
rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat
dan tuna sosial.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 15
2. Penyusunan pedoman penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi
balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi sosial
bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna
sosial.
3. Pemberian bimbingan teknis penyelenggaraan rehabilitasi sosial
bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta rehabilitasi
sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat dan tuna
sosial.
4. Pelaksanaan koordinasi teknis penyelenggaraan rehabilitasi
sosial bagi balita, anak dan lanjut usia terlantar, serta
rehabilitasi sosial bagi anak nakal, korban napza, penyandang cacat
dan tuna sosial.
5. Pengawasan penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi anak nakal,
korban napza, penyandang cacat dan tuna sosial.
Dalam rehabilitasi sosial terdapat tiga model pelayanan yang
diberikan kepada klien, yaitu sebagai berikut:
1. Institutional Based Rehabilitation (IBR), suatu sistem pelayanan
rehabilitasi sosial dengan menempatkan penyandang masalah dalam
suatu institusi tertentu.
2. Extra-institusional Based Rehabilitation, suatu sistem pelayanan
dengan menempatkan penyandang masalah pada keluarga dan
masyarakat.
3. Community Based Rehabilitation (CBR), suatu model tindakan yang
dilakukan pada tingkatan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran
masyarakat dengan menggunakan sumber daya dan potensi yang
dimilikinya.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru16
Di masa pandemic layanan rehabilitasi sosial di dalam Balai/ Loka
sebagian besar tidak dilaksanakan. Penerima manfaat dikembalikan
pada keluarganya masing-masing. Hanya Penerima Manfaat yang tidak
memiliki keluarga yang masih tetap bertahan didalam Balai/Loka.
Sedangkan saat ini Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) baru
saja dibuka, dan berganti menjadi tahapan PSBB Transisi atau
memasuki era tatanan baru. Beberapa Balai/Loka sudah mulai menerima
penerima manfaat dengan pola layanan yang sedikit berbeda.
Menghadapi era tatanan baru semua perangkat di dalam Balai/Loka
harus dapat menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada. Kesiapan
sumber daya manusia, sarana prasarana sangat penting. Sumber daya
manusia termasuk pekerja sosial, psikolog, instruktur dan tenaga
fungsional maupun pendukung lainnya harus siap dengan pola layanan
baru. Petugas harus bisa meningkatkan kompetensi pengetahuan,
keterampilan maupun sikap. Kesiapan fisik maupun mental juga harus
diperhatikan. Siap secara fisik artinya fisik harus sehat, daya
tahan imun dalam kondisi baik. Siap secara mental artinya melakukan
layanan tidak dalam kondisi cemas, ketakutan, galau. Pekerja sosial
berhadapan dengan Penerima Manfaat harus siap pengetahuannya
tentang Covid, sehingga pekerjaan yang dilakukannya lancar.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 17
C. Kompetensi Pekerja Sosial Dalam literature kontemporer pekerjaan
sosial dan beberapa
bidang pekerjaan lain, perkataan competence dan competency selalu
digunakan secara berganti ganti, dalam bentuk plural dan singular
(Fahrudin, 2019). Perkataan ‘competency’ bukan sesuatu yang baru,
istilah ini telah digunakan pada kurang lebih awal tahun 1594,
tetapi dengan pengertian berbeda dari yang sekarang (Ford, 1996).
Di British, dalam konteks pelatihan berbasis kompetensi oleh The
National Vocational Qualification (NVC), kompetensi (competence)
diartikan sebagai “the ability to perform activities within an
occupation (Fletcher, 1991) yaitu kemampuan untuk melakukan
aktivitas berkaitan dengan suatu pekerjaan. Dalam konteks pekerjaan
sosial, pengertian yang lebih detail dikemukakan oleh Cooper (1992)
sebagai: A competence comprises the specification of knowledge and
skill, and the application of that knowledge and skill, within an
occupation or industry to the standard of performance required in
employment (hal. 9)
Zofia Butrym (1976) menggagas model pendidikan pekerjaan sosial
berbasis kompetensi menjelaskan bahwa praktek pekerjaan sosial
merupakan percampuran yang unik (a unique amalgam) dari
pengetahuan, keterampilan-keterampilan dan nilai-nilai. Hal yang
sama diungkapkan oleh Balgopal (1993) dengan menyebut kompetensi
pekerja sosial abad 21 harus merangkumi tiga aspek yaitu sikap,
pengetahuan dan keterampilan. Oleh sebab itu dalam pendidikan dan
pelatihan profesional pekerjaan sosial, harusnya
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru18
kualifikasi dan kompetensi pekerja sosial yang dihasilkan tercermin
dari kompetensi pekerja sosial dalam hal pengetahuan, keterampilan
dan nilai-nilai. Berdasarkan hal tersebut formula kompetensi
pekerjaan sosial adalah sebagai berikut:
Knowledge + Skill + Values = Competences
Oleh sebab itu pengertian kompetensi sebagaimana yang dikemukakan
oleh Cooper (1992) yang menjelaskan dua elemen yaitu pengetahuan
dan keterampilan kurang sesuai dalam konteks pekerjaan sosial. Hal
ini karena dalam pekerjaan sosial terdapat satu komponen lagi yaitu
nilai. Persoalannya tentu bagaimana mengukur kompetensi nilai
dengan ukuran-ukuran yang jelas. Hal ini karena orang awam sering
melihat ukuran sesuatu terletak pada apa yang orang dapat lakukan
(outcome) daripada bagaimana mereka melakukan (process).
Dalam Undang Undang Nomor. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan
sosial, menyatakan bahwa yang disebut Pekerja Sosial Profesional
adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun
swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial.
Selain itu juga memiliki kepedulian sosial yang diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, dan atau pengalaman praktik pekerjaan
sosial. Singkatnya adalah untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan
dan penanganan masalah sosial. Ditegaskan juga dalam Undang Undang
no 14 tahun 2019, bahwa
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 19
Praktik Pekerjaan Sosial adalah penyelenggaraan pertolongan
profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan dan
tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta rnemulihkan dan
meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat. Sedangkan Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta
telah mendapatkan ‘sertifikat kompetensi.
Pekerja sosial professional dalam melaksanakan tugasnya dituntut
memiliki kompetensi yang legal (Fahrudin,2017). Sebagai dasar
pengakuan atas etika praktiknya. Dimasa sebelum pandemic Covid-19
pekerja sosial telah memiliki aturan baku dalam melakukan
intervensi layanan kepada penerima manfaat. Dimasa pandemic apalagi
dimasa transisisi atau di era tananan baru tentunya akan berbeda
dengan model atau cara praktik pelayanan dengan penerima manfaat.
Protokol kesehatan yang telah ditetapkan WHO dan pemerintah harus
dipatuhi. Jaga jarak dan menggunakan pelindung diri wajib dipatuhi.
Tentunya di awal akan mengalami kesulitan dapam beradapatasi di era
tatanan baru ini. Apalagi menghadapi penerima manfaat yang tadinya
diperlukan sesi konseling, sesi assessment yang tidak memikirkan
jarak, sekarang harus menjaga jarak, bahkan tidak boleh melakukan
sentuhan-sentuhan penyemangat. Lebih ketatnya lagi diperlukan media
untuk melakukan intervensi dengan penerima manfaat.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru20
Kondisi era tatanan baru pandemic Covid-19 menuntut pekerja sosial
memiliki pengetahuan yang lengkap tentang Covid-19 dan cara-cara
melakukan intervensi sosial yang tepat. Tentunya disesuaikan dengan
seting pelayanan. Disesuaikan dengan karakteristik penerima
manfaat. Pekerja sosial memiliki tugas dan tanggung jawabnya
sendiri dimasa pandemic. Melanjutkan memberikan pelayanan di dalam
Balai/Loka meskipun harus dengan menerapkan protocol Kesehatan.
Pekerja sosial harus dapat memanfaatkan sambungan internet / video
/ media sosial untuk mengurangi isolasi dan tetap terhubung.
Menjaga akses ke layanan, terutama akses yang perlu pelayanan
langsung. Selain itu melakukan rujukan, terutama layanan kesehatan
bila ada penerima manfaat yang perlu penanganan kesehatan.
Memberikan dukungan kepada mereka yang mengalami masalah emosional
seperti rasa takut, cemas akan tertular wabah covid dan membantu
penerima manfaat untuk mengidentifikasi bagaimana menjaga diri
mereka tetap aman, terutama dalam masa pandemic Covid-19. Pekerja
sosial harus juga menjaga kesehatan dan kesejahteraan mereka
sendiri. Menerjemahkan kebijakan pemerintah kepada orang lain dalam
bahasa yang mudah dimengerti. Mendukung para penerima manfaat untuk
mengakses menu yang sehat dan kebutuhan lainnya. Jika diperlu
membantu penerima manfaat mengakses fasilitas pengujian Covid-19.
Selain itu dituntut memiliki sikap yang baik, penuh semangat dan
menghormati orang lain.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 21
Dampak akibat wabah pandemik COVID-19 bersifat multi- dimensional,
tidak hanya pada aspek kesehatan, melainkan pada aspek sosial.
Pekerja sosial menurut UU Nomor 14 Tahun 2019 adalah seseorang yang
memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan
sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi. Pekerja
sosial melalukan penyelenggaraan pertolongan professional
terencana, terpadu, berkesimbangunan dan tersupervisi untuk
mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan
keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat,
khusus dalam konteks ini adalah masyarakat yang terkena dampak
langsung maupun tidak langsung wabah pandemik COVID-19.
Standar praktik pekerjaan sosial yang dapat dilakukan dalam situasi
Pembatasan Sosial Berskala Besar di antaranya dengan mengurangi
kunjungan langsung (Home Visit) dengan memaksimalkan teknologi.
Fokus pelayanan sosial yang bisa diberikan para pekerja sosial,
khususnya dalam area kesehatan jiwa dan advokasi pelayanan sosial
(pekerja informal, keluarga miskin, anak, penyandang disabilitas,
lanjut usia) adalah dengan mengedepankan asas perlindungan hak
asasi manusia korban COVID-19 serta kelompok masyarakat yang
terdampak melalui relationship-based practice. Perangkat teknologi
digital dimaksimalkan dalam melakukan kontak, assesmen, serta
review korban/masyarakat terjangkit COVID-19. Pekerja sosial harus
mampu memahami metode intervensi pekerjaan sosial dalam jaringan
(online); menggunakan system asistensi sosial secara
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru22
online, konseling/layanan dukungan psikososial online, video
konseling, memahami kode etik praktik pekerjaan sosial, advokasi
pelayanan sosial, relationship-based practice, serta memahami
legislasi serta regulasi penanganan COVID-19 terkini.
Berdasar kepada kerangka kerja professional, pekerja sosial
menjalankan prinsip dasar praktik pekerjaan sosial online seperti
prosedur praktik secara offline; mengedepankan confidentiality,
informed consent sebelum melakukan intervensi atau memberitahukan
penggunaan informasi personal dengan menghormati privasi. Kemudian
pekerja sosial harus menanyakan dan mendiskusikan layanan sosial
apa dalam jaringan dan perangkat digital yang telah atau
memungkinkan digunakan oleh penerima manfaat untuk berpartisipasi.
Kondisi ini juga harus mempertimbangkan bahwa ada risiko yang
mungkin timbul dari penggunaan layanan sosial dalam jaringan,
potensi ini harus mampu diidentifikasi. Sebagai contoh, beberapa
orang dewasa mengalami kesulitan dalam beradaptasi, mengenali
kemungkinan perkembangan hidup yang tidak diinginkan dan risiko
eksploitasi fisik atau keuangan.
Pekerja sosial harus mempertimbangkan risiko dan kemungkinan ini
dalam identifikasi faktor perlindungan sosial yang disusun untuk
memberikan manfaat kepada mereka. Ketika risiko mampu
diidentifikasi, pekerja sosial lalu memastikan rencana pelayanan
yang disusun telah mencakup unsur perlindungan sosial. Contoh
lainnya, seorang dewasa yang ingin keluar dari gangguan kesehatan
mental/stress bisa menggunakan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 23
layanan konseling dalam jaringan yang lebih lama dibanding
orang-orang yang lain, hal ini dikarenakan dia ingin memastikan
seluruh permasalahan sosialnya mampu diindentifikasi dan
diselesaikan. Rencana pelayanan yang sesuai dapat memastikan bahwa
layanan sosial dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan masyarakat
(proporsional), baik dalam ruang lingkup individu, keluarga, maupun
komunitas (BASW, 2020).
Dalam layanan sosial online, pekerja sosial harus mengerti pula
bagaimana cara menggunakan teknologi digital untuk melindungi
masyarakat dari bahaya. Beberapa teknologi digital yang digunakan
dalam memberikan layanan sosial kepada PPKS, seperti dalam kasus
anggota keluarga yang hilang dari rumah yang mengharuskan pekerja
sosial untuk bertukar informasi dengan profesional yang lain, atau
merujuk pihak yang bersangkutan untuk langsung menghubungi pusat
layanan layanan publik/ pusat kesejahteraan sosial (puskesos) yang
mampu merespon masalah secara cepat seperti dalam respon kasus
orang yang sedang mengalami ancaman kekerasan dalam rumah tangga
(Wilkins and Boahen, 2013).
Legislasi dan regulasi yang mengatur peran dan tanggung jawab
antara pekerja sosial dan masyarakat atau PPKS, diantaranya
keamanan data dan penggunaan informasi, serta hak dari orang
tersebut untuk mengakses data dirinya yang dimiliki oleh
organisasi/institusi tertentu. Pekerja sosial bermain peran sentral
dalam hal ini dikarenakan sebagai seorang pegawai/ pekerja, orang
tersebut adalah bagian dari organisasi/institusi
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru24
yang mempekerjakan mereka. Dalam aktvitas profesional keseharian,
pekerja sosial akan melakukan analisa data dari orang-orang yang
memerlukan layanan sosial. Hal ini tentu memiliki konsekuensi dan
tanggung jawab dari aspek legal. Pekerja sosial adalah profesi yang
didasarkan pada nilai-nilai, pekerja sosial dapat melakukan
advokasi dan mendukung orang- orang yang mengalami disfungsi sosial
dalam menjalankan hak asasinya melalui teknologi digital.
Implikasinya, pekerja sosial harus mengerti dan memahami hukum hak
asasi manusia yang terkait dengan tekonologi digital (Smith, et al,
2019)
Menurut Hornby (1982) kompetensi adalah orang yang memiliki
kesanggupan, kekuasaan, kewenangan, keterampilan, serta pengetahuan
untuk melakukan apa yang diperlukan (competence is person having
ability, power, authority, skill, knowledge to do what is needed).
Sedangkan Sahertian (1990) melihat bahwa kompetensi adalah
kemampuan untuk melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui
pendidikan dan latihan. Dalam hal ini seseorang harus terlebih
dahulu melewati proses pendidikan dan latihan untuk memiliki
kompetensi tertentu. Artinya, ada pemenuhan kualifikasi akademik
tertentu dan keikutsertaan dalam latihan-latihan memungkinkan
seseorang memiliki kompetensi tertentu untuk menjalankan tugas
tertentu atau kelayakan untuk menduduki suatu profesi.
Menurut Wibowo (2007) kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang
dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 25
didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.
Dengan demikian, kompetensi menunjukkan keterampilan atau
pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang
tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang
tertentu, dengan indikatornya adalah (a). Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan yang berkaitan dengan pekerjaan meliputi mengetahui dan
memahami pengetahuan dibidang masing-masing. Mengetahui pengetahuan
yang berhubungan dengan peraturan, prosedur, teknik yang baru dalam
pelayanan rehabilitasi sosial. (b). Keterampilan (Skill) meliputi
kemampuan dalam berkomunikasi dengan baik secara tulisan dan
kemampuan berkomunikasi dengan jelas secara lisan. (c) Sikap
(Attitude) Sikap individu, meliputi memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi dalam berkreativitas dalam bekerja dan adanya
semangat kerja yang tinggi.
Sedangkan menurut Veithzal (2003) menyebutkan, kompetensi adalah
kecakapan, keterampilan, dan kemampuan. Kompetensi mengacu kepada
atribut/ karakteristik seseorang yang membuatnya berhasil dalam
pekerjaannya. Menurut Djaman satori (2007) menyebutkan kompetensi
berasal dari bahasa inggris competency yang berarti kecakapan,
kemampuan dan wewenang. Jadi kompetensi adalah performan yang
mengarah pada pencapaian tujuan secara tuntas menuju kondisi yang
diinginkannya. Moh. Uzer Usman (2006) menyebutkan bahwa seseorang
disebut kompeten apabila telah memiliki kecakapan bekerja pada
bidang tertentu. Dari hal ini maka kompetensi juga
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru26
diartikan sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau
kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.
Wibowo (2007) menjelaskan ada beberapa tipe kompetensi yang dapat
dijelaskan sebagai berikut : (1). Planning competency, dikaitkan
dengan tindakan tertentu seperti menetapkan tujuan, menilai resiko
dan mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan. (2).
Influence competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai
dampak pada orang lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau
membuat keputusan tertentu, dan memberi inspirasi untuk bekerja
menuju tujuan organisasi. (3). Communication competency, dalam
bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan orang lain, komunikasi
tertulis dan nonverbal. (4). Interpersonal competency, meliputi,
empati, membangun konsensus, networking, persuasi, negosiasi,
diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain, dan jadi team
player. (5). Thinking competency, berkenaan dengan, berpikir
strategis, berpikir analitis, berkomitmen terhadap tindakan,
memerlukan kemampuan kognitif, mengidentifikasi mata rantai dan
membangkitkan gagasan kreatif. (6). Organizational competency,
meliputi kemampuan merencanakan pekerjaan, mengorganisasi sumber
daya mendapatkan pekerjaan dilakukan, mengukur kemampuan, dan
mengambil resiko yang diperhitungkan. (7). Human resouces
management competency, merupakan kemampuan dalam bidang, team
building, mendorong partisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan
umpan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 27
balik kinerja, dan menghargai keberagaman. (8). Leadership
competency, merupakan kompetensi meliputi kecakapan memosisikan
diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi, orientasi
strategis, membangun visi, merencanakan masa depan, menguasai
perubahan dan melopori kesehatan tempat kerja. (9). Client service
competency, merupakan kompetensi berupa : mengidentifikasi dan
menganalisis pelanggan, orientasi pelayanan dan pengiriman, bekerja
dengan pelanggan, tindak lanjut dengan pelanggan, membangun
patnership dan berkomitmen terhadap kualitas. (10). Bussines
competency, merupakan kompetensi yang meliputi: manajemen
finansial, keterampilan pengambilan keputusan bisnis, bekerja dalam
sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat keputusan bisnis dan
membangkitkan pendapatan. (11). Self management competency,
kompetensi berkaitan dengan menjadi motivasi diri, bertindak dengan
percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri, mendemonstrasikan
fleksibilitas, dan berinisiatif. (12). Technical/operational
competency, kompetensi berkaitan dengan mengerjakan tugas kantor,
bekerja dengan teknologi komputer, menggunakan peralatan lain,
mendemonstrasikan keahlian tekhnis dan profesional dan membiasakan
bekerja dengan data dan angka.
Spencer (dalam Wibowo, 2007) tingkatan kompetensi dapat
dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: (1). Behavior tools,
yang terdiri dari (a) Knowledge merupakan informasi yang digunakan
orang dalam bidang tertentu, misalnya membedakan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru28
antara pekerja sosial senior dan pekerja sosial pemula. (b). Skill
merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan baik.
Misalnya, mewawancarai dengan efekttif. (2). Image attribute yang
terdiri dari (a). Sosial role merupakan pola perilaku orang yang
diperkuat oleh sekelompok sosial atau organisasi. Misalnya, menjadi
pemimpin atau pengikut. (b). Self image merupakan pandangan orang
terhadap dirinya sendiri, identitas, kepribadian, dan harga
dirinya. Misalnya melihat dirinya sebagai pekerja sosial yang
berbeda diatas “fast track”. (3). Personal characteristic yang
terdiri dari (a). Traits merupakan aspek tipika berperilaku.
Misalnya, menjadi pendengar yang baik. (b). Motive merupakan apa
yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang tertentu (prestasi,
afiliasi, kekuasaan). Misalnya ingin mempengaruhi perilaku orang
lain (penerima manfaat) untuk kebaikan PM dan keluarganya.
Michael Zwell (dalam Wibowo, 2007) mengungkapkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecakapan kompetensi
seseorang, yaitu sebagai berikut: (1). Keyakinan dan nilai-nilai.
Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap orang lain akan
sangat mempengaruhi perilaku. (2). Keterampilan. Keterampilan
memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Berbicara didepan umum
merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan, dan
diperbaiki. (3). Pengalaman. Pengalaman mengorganisasi orang,
berkomunikasi dengan kllien secara perorangan maupun kelompok,
menyelesaikan masalah, dan sebagainya. (4). Karakteristik
kepribadian. Kepribadian dapat
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 29
mempengaruhi keahlian pekerja dalam sejumlah kompetensi, termasuk
dalam penyelesaian konflik, menunjukkan kepedulian interpersonal,
kemampuan bekerja dalam tim, memberikan pengaruh dan membangun
hubungan. (5). Motivasi. Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi
yang dapat berubah. Dengan memberikan dorongan, apresiasi terhadap
pekerja bawahan, memberikan pengakuan, dan perhatian individual
dari atasan dapat mempunyai pengaruh terhadap motivasi seseorang
bawahan. (6). Isu emosional. Hambatan emosional dapat membatasi
penguasaan kompetensi. Takut membuat kesalahan, menjadi malu,
merasa tidak disukai, atau tidak menjadi bagian, semuanya cenderung
membatasi motivasi dan inisiatif. (7). Kemampuan intelektual.
Kompetensi tergantung pada pemikiran kognitif sepeti pemikiran
konseptual dan pemikiran analitis. Tidak mungkin memperbaiki
melalui setiap intervensi yang diwujudkan suatu organisasi. (8).
Budaya organisasi. Budaya organisasi mempengaruhi kompetensi sumber
daya manusia dalam kegiatan seperti rekrutmen dan seleksi penerima
manfaat serta praktik pengambilan keputusan.
Berdasarkan uraian diatas, pengertian kompetensi dalam penelitian
ini adalah kemampuan pekerja sosial baik dilihat dari pengetahuan,
keterampilan, nilai yang dimiliki maupun sikap yang ditampilkan,
yang mendukung pelaksanaan tugasnya dalam memberikan pelayanan
rehabilitasi sosial kepada Penerima Manfaat di dalam Balai/Loka
pada era tatanan baru (new normal) pandemic Covid 19.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru30
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian Metode dan desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey dengan
menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif
B. Teknik sampel dan lokasi penelitian Adapun penentuan sampel dan
lokasi adalah sebagai berikut: 1. Responden ditentukan berdasarkan
populasi yang ada (sensus) 2. Responden dalam penelitian ini adalah
pekerja sosial di Balai
/Loka Kementerian Sosial. Selain itu ditambah pimpinan dan pejabat
structural, fungsional lainnya, serta penerima manfaat sebagai
informasi tambahan guna memperkuat data yang didapat dari responden
utama.
3. Lokasi penelitian dilaksanakan di Balai / Loka milik Kementerian
Sosial seluruh wilayah Indonesia dengan perincian sebagai
berikut:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode dan desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian survey
dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif
kuantitatif
B. Teknik sampel dan lokasi penelitian
Adapun penentuan sampel dan lokasi adalah sebagai berikut:
1. Responden ditentukan berdasarkan populasi yang ada
(sensus)
2. Responden dalam penelitian ini adalah pekerja sosial di Balai
/Loka Kementerian Sosial.
Selain itu ditambah pimpinan dan pejabat structural, fungsional
lainnya, serta penerima
manfaat sebagai informasi tambahan guna memperkuat data yang
didapat dari responden
utama.
3. Lokasi penelitian dilaksanakan di Balai / Loka milik Kementerian
Sosial seluruh wilayah
Indonesia dengan perincian sebagai berikut:
No. KLUSTER JUMLAH
2. Balai / loka Lanjut usia 3
3. Balai / loka Anak 8
4. Balai / loka Tuna sosial 2
5. Balai / loka Korban penyalahgunaan napza dan HIV Aids
7
Pengumpulan data menggunakan e-kuesioner dengan pertimbangan
kondisi pandemic yang
menyebabkan tim peneliti tidak bisa langsung ke lokasi penelitian.
Akan tetapi pelaksanaan
pengumpulan data diwakilkan oleh enumerator dari masing-masing
lokasi penelitian yang
sudah mendapatkan couching terlebih dahulu. E-kuesioner disusun
sendiri oleh tim peneliti
dengan merujuk kepada teori kompetensi pekerjaan sosial dan
dikaitkan dengan kondisi
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru32
C. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data menggunakan e-kuesioner
dengan pertimbangan kondisi pandemic yang menyebabkan tim peneliti
tidak bisa langsung ke lokasi penelitian. Akan tetapi pelaksanaan
pengumpulan data diwakilkan oleh enumerator dari masing- masing
lokasi penelitian yang sudah mendapatkan couching terlebih dahulu.
E-kuesioner disusun sendiri oleh tim peneliti dengan merujuk kepada
teori kompetensi pekerjaan sosial dan dikaitkan dengan kondisi pada
era tatanan baru pandemic Covid-19. Untuk memudahkan pengumpulan
data e-kuesioner maka digunakan aplikasi Survey Monkey.
D. Sebaran jumlah responden :
pada era tatanan baru pandemic Covid-19. Untuk memudahkan
pengumpulan data e-
kuesioner maka digunakan aplikasi Survey Monkey.
D. Sebaran jumlah responden :
Manajerial Fungsional lainnya
Penerima Manfaat
1. BRSPDM Margo Laras, Pati 13 2 2 2 2. BRSPDM Phala Martha,
Sukabumi 12 2 5 3 3. BRSPDN Wyata Guna, Bandung 19 2 4 3 4. BBRSPDF
Prof DR Soeharso,
Surakarta 31 2 3 6
5. BBRSPDI Kartini, Temanggung 22 2 3 4 6. BRSPDF Budi Perkasa,
Palembang 7 2 5 1 7. BRSPDF Wirajaya, Makassar 8 2 2 4 8. BRSPDSN
Mahatmiya, Tabanan 9 2 3 5 9. BRSPDN Tumou Tou, Manado 5 2 2 5 10
BRSPDN Tan Miyat, Bekasi 15 2 3 5 11. BRSPDM Budi Luhur, Banjarbaru
12 2 6 2 12. BRSPDI Ciung Wanara, Bogor 12 3 5 0 13. BRSPDI
Nipotowe, Palu 6 2 2 0 14. BRSPDM Dharma Guna, Bengkulu 8 2 6 0 15.
BRSPDSRW Melati, Jakarta 10 2 2 5 16. BRSPDRW Efata, Kupang 11 2 2
2 17. BBRVPD Cibinong 17 2 2 7 18. LRSPDSRW Meohai, Kendari 10 2 10
2 19. BRSLU Budhi Darma Bekasi 20 2 2 5 20. BRSLU Gau Mabaji Gowa 5
2 9 4 21. LRSLU Minaula Kendari 7 2 2 1 22. BRSAMPK Rumbai,
Pekanbaru 8 2 4 3 23. BRSAMPK Handayani, Jakarta 9 2 6 3 24.
BRSAMPK Antasena, Magelang 11 2 2 4 25. BRSAMPK Alyatama, Jambi 9 2
2 3 26. BRSAMPK Naibonat, Kupang 10 2 2 3 27. BRSAMPK Paramita,
Mataram 7 2 3 5 28. BRSAMPK Toddopuli, Makassar 7 2 3 3 29. LRSAMPK
Darussa’adah, aceh 8 2 4 3 30. BRSEGP Pangudi Luhur, Bekasi 14 2 2
5 31. BRSWATUNAS Mulya Jaya, Jakarta 13 2 5 4 32. LRSOHIV
Kahuripan, Sukabumi. 8 2 6 3 33. BRSKPN Satria, Baturaden 16 2 5 6
34. BRSOHIV Bahagia, Medan 10 2 1 2 35. BRSOHIV Wasana Bahagia,
Ternate 5 2 3 2 36. BRSKPN Bambu Apus, Jakarta 15 2 2 5 37. BRSKPN
Insyaf, Medan 7 2 5 5 38. BRSKPN Galih Pakuan, Bogor 14 2 2 4
JUMLAH 430 76 136 126
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 33
E. Teknik Analisa Data Data yang dikumpulkan melalui survey ini
dianalisis menggunakan software SPSS versi 21 dengan mencari mean,
distribusi frequency, cross tabulation, dan sebagainya.
F. Tahapan Penelitian 1. Persiapan (dilaksanakan dengan video
conference)
- Pertemuan tim dengan Unit Teknis, perwakilan Loka/balai -
Pertemuan tim dengan Konsultan - Penyusunan Rancangan dan instrumen
Penelitian - Pembahasan Rancangan dan instrumen Penelitian
2. Pelaksanaan (dilaksanakan dengan video conference) - Bimbingan
Teknis Pengumpul Data (enumerator) - Pengumpulan data
3. Pengolahan Data dan Penyusunan Laporan - Editing & Cleaning
Data - Pengolahan Data - Analisis Data - Konsultasi Pengolahan dan
Analisis Data
pada era tatanan baru pandemic Covid-19. Untuk memudahkan
pengumpulan data e-
kuesioner maka digunakan aplikasi Survey Monkey.
D. Sebaran jumlah responden :
Manajerial Fungsional lainnya
Penerima Manfaat
1. BRSPDM Margo Laras, Pati 13 2 2 2 2. BRSPDM Phala Martha,
Sukabumi 12 2 5 3 3. BRSPDN Wyata Guna, Bandung 19 2 4 3 4. BBRSPDF
Prof DR Soeharso,
Surakarta 31 2 3 6
5. BBRSPDI Kartini, Temanggung 22 2 3 4 6. BRSPDF Budi Perkasa,
Palembang 7 2 5 1 7. BRSPDF Wirajaya, Makassar 8 2 2 4 8. BRSPDSN
Mahatmiya, Tabanan 9 2 3 5 9. BRSPDN Tumou Tou, Manado 5 2 2 5 10
BRSPDN Tan Miyat, Bekasi 15 2 3 5 11. BRSPDM Budi Luhur, Banjarbaru
12 2 6 2 12. BRSPDI Ciung Wanara, Bogor 12 3 5 0 13. BRSPDI
Nipotowe, Palu 6 2 2 0 14. BRSPDM Dharma Guna, Bengkulu 8 2 6 0 15.
BRSPDSRW Melati, Jakarta 10 2 2 5 16. BRSPDRW Efata, Kupang 11 2 2
2 17. BBRVPD Cibinong 17 2 2 7 18. LRSPDSRW Meohai, Kendari 10 2 10
2 19. BRSLU Budhi Darma Bekasi 20 2 2 5 20. BRSLU Gau Mabaji Gowa 5
2 9 4 21. LRSLU Minaula Kendari 7 2 2 1 22. BRSAMPK Rumbai,
Pekanbaru 8 2 4 3 23. BRSAMPK Handayani, Jakarta 9 2 6 3 24.
BRSAMPK Antasena, Magelang 11 2 2 4 25. BRSAMPK Alyatama, Jambi 9 2
2 3 26. BRSAMPK Naibonat, Kupang 10 2 2 3 27. BRSAMPK Paramita,
Mataram 7 2 3 5 28. BRSAMPK Toddopuli, Makassar 7 2 3 3 29. LRSAMPK
Darussa’adah, aceh 8 2 4 3 30. BRSEGP Pangudi Luhur, Bekasi 14 2 2
5 31. BRSWATUNAS Mulya Jaya, Jakarta 13 2 5 4 32. LRSOHIV
Kahuripan, Sukabumi. 8 2 6 3 33. BRSKPN Satria, Baturaden 16 2 5 6
34. BRSOHIV Bahagia, Medan 10 2 1 2 35. BRSOHIV Wasana Bahagia,
Ternate 5 2 3 2 36. BRSKPN Bambu Apus, Jakarta 15 2 2 5 37. BRSKPN
Insyaf, Medan 7 2 5 5 38. BRSKPN Galih Pakuan, Bogor 14 2 2 4
JUMLAH 430 76 136 126
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru34
- Penyusunan laporan - Seminar laporan - Penyempurnaan &
Finalisasi Laporan
G. Jadwal Penelitian G. Jadwal Penelitian No.
Tahapan
Bulan Juni 2020 Juli 2020 Agustus 2020 Minggu Minggu Minggu
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 A Pelaksaaan Penelitian
1 Identifikasi Kebutuhan Penelitian
4 Coaching dan Pengumpulan data lapangan)
5 Pengolahan dan Analisis Data
6 Finalisasi analisis data B Penyusunan Laporan 1. Penyususunan
laporan 2. Penyusunan Policy
Brief dan Hasil Penelitian
3. Penyusunan Executive Summary
Pengarah Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial
Penanggung Jawab Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan
Sosial Konsultan Prof. Adi Fahrudin, Ph.D Ketua Tim : Husmiati
Anggota Tim 1. Setyo Sumarno
2. Alit Kurniasari 3. Ruaida Murni 4. Delfirman
H. Organisasi Penelitian
H. Organisasi Penelitian
Kepala Badan Pendidikan, Penelitian, Penyuluhan Sosial Kepala Pusat
Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Prof. Adi
Fahrudin, Ph.D Husmiati 1. Setyo Sumarno 2. Alit Kurniasari 3.
Ruaida Murni 4. Delfirman
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Responden
Karakteristik demografi pekerja sosial dalam penelitian ini dapat
dilihat dari beberapa gambar maupun grafik dibawah ini.
Gambar 1 diatas menjelaskan Balai / Loka yang menjadi lokasi
penelitian berikut jumlah pekerja sosial yang menjadi responden.
Ada 430 orang responden Pekerja Sosial yang mewakili 38 Balai /
Loka Rehabilitasi Sosial Milik Kementerian Sosial. Balai / Loka ini
terdiri dari seting Lanjut Usia, Anak, Disabilitas, Korban
Penyalahguna Napza dan Tuna Sosial.
BAB IV
Karakteristik demografi pekerja sosial dalam penelitian ini dapat
dilihat dari beberapa
gambar maupun grafik dibawah ini.
Gambar 1 diatas menjelaskan Balai / Loka yang menjadi lokasi
penelitian berikut jumlah
pekerja sosial yang menjadi responden. Ada 430 orang responden
Pekerja Sosial yang
mewakili 38 Balai / Loka Rehabilitasi Sosial Milik Kementerian
Sosial. Balai / Loka ini
terdiri dari seting Lanjut Usia, Anak, Disabilitas, Korban
Penyalahguna Napza dan Tuna
Sosial.
22
17
31
19
15
5
Gambar 1. Jumlah Responden Di Balai / Loka Rehabilitasi
Sosial
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru36
Berdasarkan gambar 2 diatas, persentase responden perempuan sebesar
60,9 persen (262 orang) dan responden laki-laki sebesar 39,1 persen
(168 orang). Adapun pada gambar 3 menjelaskan umur responden
terbanyak di rentang usia 51 – 60 tahun sebesar 40,3 persen,
diikuti rentang usia 41-50 tahun (23%) dan rentang usia 20-30 tahun
sebesar 22,8 persen. Paling sedikit persentasenya ada direntang
usia 31-4- tahun sebesar 13,3 persen.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 37
Gambar 4 diatas, menggambarkan jenjang pendidikan responden.
Mayoritas responden berlatar belakang pendidikan sarjana (S1)
sebesar 47,7 persen, diikuti jenjang pendidikan SMPS/SMA/sederajat
sebesar 26,7 persen. Responden yang berlatar belakang pendidikan
diploma sebesar 15,3 persen dan master (S2) sebesar 10,9 persen,
selain itu responden dengan pendidikan doctoral sebesar 0,2
persen.
Sedangkan gambar 5 menggambarkan jenjang jabatan pekerja sosial.
Mayoritas adalah pekerja sosial jenjang pertama sebesar 37,7
persen, diikuti pekerja sosial muda (15,3%), pekerja sosial madya
(14,7%), pekerja sosial pemula (12,1%), pekerja sosial pelaksana
(6%) dan pekerja sosial pelaksana lanjuta sebesar 1,6 persen.
Selain itu ada juga calon pekerja sosial sebesar 2,3 persen.
Berdasarkan gambar 6 masa kerja sebagai pekerja sosial mayoritas
lima tahun atau
kurang dari lima tahun sebesar 31,6 persen, kemudian masa kerja 6 –
10 tahun sebesar 28,6
persen. Diikuti masa kerja sebagai pekerja sosial selama 21-25
tahun sebesar 14 persen, 11-
25 tahun sebesar 11,6 persen, lebih dari 26 tahun sebesar 7,2
persen dan 16-2- tahun sebesar
6.7 persen.
persen menyatakan belum, dalam arti sedang proses mendapatkan
sertifikasi, dan 10 persen
menyatakan tidak mengikuti dan memiliki sertifikasi sebagai pekerja
sosial.
2. Kondisi pekerja sosial dan pelayanan rehabilitasi sosial didalam
Balai/Loka
a. Kompetensi pekerja sosial
keterampilan dan nilai yang dimiliki oleh seorang pekerja sosial
dalam melaksanakan
tugasnya. Hasil penelitian terkait kompetensi pekerja sosial dapat
dilihat dari diagram 1, 2
dan3 dibawah ini.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru38
Berdasarkan gambar 6 masa kerja sebagai pekerja sosial mayoritas
lima tahun atau kurang dari lima tahun sebesar 31,6 persen,
kemudian masa kerja 6 – 10 tahun sebesar 28,6 persen. Diikuti masa
kerja sebagai pekerja sosial selama 21-25 tahun sebesar 14 persen,
11-25 tahun sebesar 11,6 persen, lebih dari 26 tahun sebesar 7,2
persen dan 16-2- tahun sebesar 6.7 persen.
Gambar 7 menggambarkan sertifikasi pekerja sosial. Dari hasil
penelitian didapati 65 persen menyatakan telah mengikuti dan
memiliki sertifikasi sebagai pekerja sosial, 25 persen menyatakan
belum, dalam arti sedang proses mendapatkan sertifikasi, dan 10
persen menyatakan tidak mengikuti dan memiliki sertifikasi sebagai
pekerja sosial.
2. Kondisi Pekerja Sosial dan Pelayanan Rehabilitasi Sosial didalam
Balai/Loka
a. Kompetensi Pekerja Sosial
Kompetensi Pekerja Sosial dalam penelitian ini dengan melihat
tingkat pengetahuan, keterampilan dan nilai yang dimiliki oleh
seorang pekerja sosial dalam melaksanakan tugasnya. Hasil
penelitian terkait kompetensi pekerja sosial dapat dilihat dari
diagram 1, 2 dan3 dibawah ini.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 39
Diagram 1 diatas menggambarkan kompetensi pekerja sosial dilihat
dari tingkat pengetahuannya.
Dari gambar diatas, pengetahuan pekerja sosial tinggi dengan nilai
mean = 3.
Berdasarkan diagram 2 diatas, komptensi pekerja sosial diliat dari
tingkat keterampilan yang
dimilikinya dalam melaksanakan tugas ada tinggi dengan nilai
rata-rata (mean = 2,98).
Diagram 1 diatas menggambarkan kompetensi pekerja sosial dilihat
dari tingkat pengetahuannya. Dari gambar diatas, pengetahuan
pekerja sosial tinggi dengan nilai mean = 3,
Diagram 2, Kompetensi Keterampilan Pekerja Sosial
Diagram 1 diatas menggambarkan kompetensi pekerja sosial dilihat
dari tingkat pengetahuannya.
Dari gambar diatas, pengetahuan pekerja sosial tinggi dengan nilai
mean = 3.
Berdasarkan diagram 2 diatas, komptensi pekerja sosial diliat dari
tingkat keterampilan yang
dimilikinya dalam melaksanakan tugas ada tinggi dengan nilai
rata-rata (mean = 2,98).
Diagram 1, Kompetensi Keterampilan Pekerja Sosial
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru40
Berdasarkan diagram 2 diatas, komptensi pekerja sosial diliat dari
tingkat keterampilan yang dimilikinya dalam melaksanakan tugas ada
tinggi dengan nilai rata-rata (mean = 2,98).
Diagram 3, Kompetensi nilai Pekerja Sosial
Sedangkan pada digram 3 diatas, kompetensi pekerja sosial diukur
dari tingkat kompetensi nilai
adalah sedang cenderung rendah, dengan nilai rata-rata (mean =
1,50)
b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukan pekerja
sosial pada masa
pandemic
Gambar 8 dibawah menggambarkan 74,9 persen menyatakan setuju, 19,3
persen menyatakan
sangat setuju dengan adanya perubahan cara melakukan asesmen oleh
pekerja sosial pada era
tatanan baru.
,2 5,6
kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 8. Ada perubahan cara melakukan asesmen di era tatanan
baru
Sedangkan pada digram 3 diatas, kompetensi pekerja sosial diukur
dari tingkat kompetensi nilai adalah sedang cenderung rendah,
dengan nilai rata-rata (mean = 1,50)
b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukanpekerja
sosial pada masa pandemic
Gambar 8 dibawah menggambarkan 74,9 persen menyatakan setuju, 19,3
persen menyatakan sangat setuju dengan adanya perubahan cara
melakukan asesmen oleh pekerja sosial pada era tatanan baru.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 41
Sedangkan pada digram 3 diatas, kompetensi pekerja sosial diukur
dari tingkat kompetensi nilai
adalah sedang cenderung rendah, dengan nilai rata-rata (mean =
1,50)
b. Perubahan teknik pelayanan di Balai/Loka yang dilakukan pekerja
sosial pada masa
pandemic
Gambar 8 dibawah menggambarkan 74,9 persen menyatakan setuju, 19,3
persen menyatakan
sangat setuju dengan adanya perubahan cara melakukan asesmen oleh
pekerja sosial pada era
tatanan baru.
,2 5,6
kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 8. Ada perubahan cara melakukan asesmen di era tatanan
baru
Berdasarkan gambar 9, sebanyak 59,5 persen menyatakan setuju, dan
39,1 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik telah
mengalami perubahan di era tatanan baru dengan menerapkan protocol
kesehatan.
Berdasarkan gambar 10, sebanyak 62,3 persen menyatakan setuju, dan
36.3 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan keterampilan
telah mengalami perubahan di era tatanan baru dengan menerapkan
protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 9, sebanyak 59,5 persen menyatakan setuju, dan
39,1 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan fisik telah mengalami perubahan di era
tatanan baru dengan
menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 10, sebanyak 62,3 persen menyatakan setuju, dan
36.3 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan keterampilan telah mengalami perubahan
di era tatanan baru
dengan menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 11, sebanyak total 39,8 persen menyatakan kurang
setuju setuju dan tidak
setuju apabila dalam bimbingan keterampilan menggunakan cara
virtual ataupun dengan video.
Dan sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju dan sangat setuju bila
bimbingan keterampilan
disampaikan secara virtual.
,5 ,2 ,7
,2 1,2
62,3 36,3
Gambar 10. Bimbingan keterampilan mengalami perubahan dengan
menggunakan protokol
kesehatan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru42
Berdasarkan gambar 9, sebanyak 59,5 persen menyatakan setuju, dan
39,1 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan fisik telah mengalami perubahan di era
tatanan baru dengan
menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 10, sebanyak 62,3 persen menyatakan setuju, dan
36.3 persen menyatakan
sangat setuju bila bimbingan keterampilan telah mengalami perubahan
di era tatanan baru
dengan menerapkan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 11, sebanyak total 39,8 persen menyatakan kurang
setuju setuju dan tidak
setuju apabila dalam bimbingan keterampilan menggunakan cara
virtual ataupun dengan video.
Dan sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju dan sangat setuju bila
bimbingan keterampilan
disampaikan secara virtual.
,5 ,2 ,7
,2 1,2
62,3 36,3
Gambar 10. Bimbingan keterampilan mengalami perubahan dengan
menggunakan protokol
kesehatan
Berdasarkan gambar 11, sebanyak total 39,8 persen menyatakan kurang
setuju setuju dan tidak setuju apabila dalam bimbingan keterampilan
menggunakan cara virtual ataupun dengan video. Dan sebanyak 59,3
persen menyatakan setuju dan sangat setuju bila bimbingan
keterampilan disampaikan secara virtual.
Berdasarkan gambar 12, sebanyak 46,3 persen menyatakan kurang
setuju, 19,1 persn tidak setuju
dan 2,6 persen menyatakan sangat tidak setuju bila bimbingan fisik
secara langsung ditiadakan.
Sebaliknya sebanyak 25,3 persen menyatakan setuju dan 6,7 persen
menyatakan sangat setuju
bila bimbingan fisik secara langsung ditiadakan.
Berdasarkan gambar 13, sebanyak 35,3 persen menyatakan kurang
setuju, 7,9 persen tidak setuju
dan 2,1 persen menyatakan sangat tidak setuju bila bimbingan fisik
ditayangkan secara virtual
atau menggunakan video. Sebaliknya sebanyak 47,4 persen menyatakan
setuju dan 7,2 persen
menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik ditayangkan secara
virtual.
,9 6,3
Gambar 11. Peragaan dalam bimbingan keterampilan diganti dengan
cara virtual atau
melalui video
tidak setuju kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 12. Bimbingan fisik secara langsung ditiadakan
Berdasarkan gambar 12, sebanyak 46,3 persen menyatakan kurang
setuju, 19,1 persn tidak setuju dan 2,6 persen menyatakan sangat
tidak setuju bila bimbingan fisik secara
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 43
langsung ditiadakan. Sebaliknya sebanyak 25,3 persen menyatakan
setuju dan 6,7 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik
secara langsung ditiadakan.
Berdasarkan gambar 13, sebanyak 35,3 persen menyatakan kurang
setuju, 7,9 persen tidak setuju dan 2,1 persen menyatakan sangat
tidak setuju bila bimbingan fisik ditayangkan secara virtual atau
menggunakan video. Sebaliknya sebanyak 47,4 persen menyatakan
setuju dan 7,2 persen menyatakan sangat setuju bila bimbingan fisik
ditayangkan secara virtual.
Berdasarkan gambar 14, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju, dan
29,3 persen sangat setuju
bila intervensi pada penerima manfaat tetap dilakukan didalam Balai
/ Loka dengan tetap
menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 4 persen yang menyatakan
kurang setuju, sisanya
0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 15, sebanyak 72,3 persen menyatakan setuju, dan
19,8 persen sangat setuju
bila bimbingan mental lebih intensif diberikan pada penerima
manfaat di era tatanan baru ini. .
Dan hanya 46,5 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 1,4
persen menyatakan tidak
setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 13. Bimbingan fisik dilakukan dengan tayangan video atau
secara virtual
,5 4,0
Gambar 14. Intervensi penerima manfaat tetap didalam balai/loka
menggunakan protokol
kesehatan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru44
Berdasarkan gambar 14, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju, dan
29,3 persen sangat setuju bila intervensi pada penerima manfaat
tetap dilakukan didalam Balai / Loka dengan tetap menggunakan
protocol kesehatan. Dan hanya 4 persen yang menyatakan kurang
setuju, sisanya 0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 14, sebanyak 66,3 persen menyatakan setuju, dan
29,3 persen sangat setuju
bila intervensi pada penerima manfaat tetap dilakukan didalam Balai
/ Loka dengan tetap
menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya 4 persen yang menyatakan
kurang setuju, sisanya
0,5 persen menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 15, sebanyak 72,3 persen menyatakan setuju, dan
19,8 persen sangat setuju
bila bimbingan mental lebih intensif diberikan pada penerima
manfaat di era tatanan baru ini. .
Dan hanya 46,5 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 1,4
persen menyatakan tidak
setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 13. Bimbingan fisik dilakukan dengan tayangan video atau
secara virtual
,5 4,0
Gambar 14. Intervensi penerima manfaat tetap didalam balai/loka
menggunakan protokol
kesehatan
Berdasarkan gambar 15, sebanyak 72,3 persen menyatakan setuju, dan
19,8 persen sangat setuju bila bimbingan mental lebih intensif
diberikan pada penerima manfaat di era tatanan baru ini. . Dan
hanya 46,5 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 1,4 persen
menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 16, sebanyak 67,9 persen menyatakan setuju, dan
30,9 persen sangat setuju
bila konseling masih dilakukan pada penerima manfaat dengan tetap
menggunakan protocol
kesehatan. Dan hanya 0,7 persen yang menyatakan kurang setuju,
sisanya 0,5 persen menyatakan
tidak setuju.
Berdasarkan gambar 17, sebanyak 70,9 persen menyatakan setuju, dan
20 persen sangat setuju
bila home visit tetap dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang
tidak dapat dilakukan dengan
video conference dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan
hanya 7,2 persen yang
menyatakan kurang setuju, 1,4 persen tidak setuju dan sisanya 0,5
persen menyatakan sangat
tidak setuju.
1,4 6,5
Gambar 15. Bimbingan mental lebih intensif di era tatanan
baru
,5 ,7
Gambar 16. Konseling masih dilakukan dengan memperhatikan protokol
kesehatan
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 45
Berdasarkan gambar 16, sebanyak 67,9 persen menyatakan setuju, dan
30,9 persen sangat setuju
bila konseling masih dilakukan pada penerima manfaat dengan tetap
menggunakan protocol
kesehatan. Dan hanya 0,7 persen yang menyatakan kurang setuju,
sisanya 0,5 persen menyatakan
tidak setuju.
Berdasarkan gambar 17, sebanyak 70,9 persen menyatakan setuju, dan
20 persen sangat setuju
bila home visit tetap dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang
tidak dapat dilakukan dengan
video conference dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan
hanya 7,2 persen yang
menyatakan kurang setuju, 1,4 persen tidak setuju dan sisanya 0,5
persen menyatakan sangat
tidak setuju.
1,4 6,5
Gambar 15. Bimbingan mental lebih intensif di era tatanan
baru
,5 ,7
Gambar 16. Konseling masih dilakukan dengan memperhatikan protokol
kesehatan
Berdasarkan gambar 16, sebanyak 67,9 persen menyatakan setuju, dan
30,9 persen sangat setuju bila konseling masih dilakukan pada
penerima manfaat dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan
hanya 0,7 persen yang menyatakan kurang setuju, sisanya 0,5 persen
menyatakan tidak setuju.
Berdasarkan gambar 17, sebanyak 70,9 persen menyatakan setuju, dan
20 persen sangat setuju bila home visit tetap dilakukan pada
kasus-kasus tertentu yang tidak dapat dilakukan dengan video
conference dengan tetap menggunakan protocol kesehatan. Dan hanya
7,2 persen yang menyatakan kurang setuju, 1,4 persen tidak setuju
dan sisanya 0,5 persen menyatakan sangat tidak setuju
Berdasarkan gambar 18, sebanyak 45,1 persen menyatakan setuju, dan
7,4 persen sangat setuju
bila video call atau video conference digunakan untuk menggantikan
home visit. Sebaliknya
sebanyak 39,1 persen menyatakan kurang setuju, 6,7 persen tidak
setuju dan sisanya 1,6 persen
menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan gambar 19, sebanyak 48,6 persen menyatakan setuju, dan
5,6 persen sangat setuju
bila sesi konseling dilakukan dengan video conference. Dan
sebaliknya ada 39,5 persen yang
menyatakan kurang setuju, 4,9 persen tidak setuju dan sisanya 1,4
persen menyatakan sangat
tidak setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 17. Home visit dilakukan pada kasus- kasus tertentu (bila
tidak dapat dilakukan dg
vicon)
tidak setuju kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 18. Video conference atau video call digunakan utk
menggantikan home visit
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru46
Berdasarkan gambar 18, sebanyak 45,1 persen menyatakan setuju, dan
7,4 persen sangat setuju bila video call atau video conference
digunakan untuk menggantikan home visit. Sebaliknya sebanyak 39,1
persen menyatakan kurang setuju, 6,7 persen tidak setuju dan
sisanya 1,6 persen menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan gambar 18, sebanyak 45,1 persen menyatakan setuju, dan
7,4 persen sangat setuju
bila video call atau video conference digunakan untuk menggantikan
home visit. Sebaliknya
sebanyak 39,1 persen menyatakan kurang setuju, 6,7 persen tidak
setuju dan sisanya 1,6 persen
menyatakan sangat tidak setuju.
Berdasarkan gambar 19, sebanyak 48,6 persen menyatakan setuju, dan
5,6 persen sangat setuju
bila sesi konseling dilakukan dengan video conference. Dan
sebaliknya ada 39,5 persen yang
menyatakan kurang setuju, 4,9 persen tidak setuju dan sisanya 1,4
persen menyatakan sangat
tidak setuju.
setuju sangat setuju
Gambar 17. Home visit dilakukan pada kasus- kasus tertentu (bila
tidak dapat dilakukan dg
vicon)
tidak setuju kurang setuju setuju sangat setuju
Gambar 18. Video conference atau video call digunakan utk
menggantikan home visit
Berdasarkan gambar 19, sebanyak 48,6 persen menyatakan setuju, dan
5,6 persen sangat setuju bila sesi konseling dilakukan dengan video
conference. Dan sebaliknya ada 39,5 persen yang menyatakan kurang
setuju, 4,9 persen tidak setuju dan sisanya 1,4 persen menyatakan
sangat tidak setuju.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 47
Berdasarkan gambar 20, sebanyak 62,1 persen menyatakan setuju, dan
8,8 persen sangat setuju
bila sesi cae conference dilakukan dengan metode daring. Dan
sebaliknya ada 25,6 persen yang
menyatakan kurang setuju, 3 persen tidak setuju dan sisanya 0,5
persen menyatakan sangat tidak
setuju.
c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan
pelayanan sosial di Balai
/ Loka selama masa pandemic
Berdasarkan gambar 21, sebanyak 44,2 persen menyatakan setuju, dan
54,4 persen sangat setuju
bahwa pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai wajib
memprioritaskan protocol kesehatan.
1,4 4,9
39,5 48,6
Gambar 19. Konseling menggunakan video conference
,5 3,0 25,6
Gambar 20. Case conference dilakukan dengan metode daring
(online)
Berdasarkan gambar 20, sebanyak 62,1 persen menyatakan setuju, dan
8,8 persen sangat setuju
bila sesi cae conference dilakukan dengan metode daring. Dan
sebaliknya ada 25,6 persen yang
menyatakan kurang setuju, 3 persen tidak setuju dan sisanya 0,5
persen menyatakan sangat tidak
setuju.
c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan
pelayanan sosial di Balai
/ Loka selama masa pandemic
Berdasarkan gambar 21, sebanyak 44,2 persen menyatakan setuju, dan
54,4 persen sangat setuju
bahwa pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai wajib
memprioritaskan protocol kesehatan.
1,4 4,9
39,5 48,6
Gambar 19. Konseling menggunakan video conference
,5 3,0 25,6
Gambar 20. Case conference dilakukan dengan metode daring
(online)
Berdasarkan gambar 20, sebanyak 62,1 persen menyatakan setuju, dan
8,8 persen sangat setuju bila sesi cae conference dilakukan dengan
metode daring. Dan sebaliknya ada 25,6 persen yang menyatakan
kurang setuju, 3 persen tidak setuju dan sisanya 0,5 persen
menyatakan sangat tidak setuju.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru48
c. Dukungan yang diterima pekerja sosial dalam melaksanakan
pelayanan sosial di Balai / Loka selama masa pandemic.
Berdasarkan gambar 21, sebanyak 44,2 persen menyatakan setuju, dan
54,4 persen sangat setuju bahwa pimpinan menginstruksikan seluruh
pegawai wajib memprioritaskan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 22 dibawah, sebanyak 48,1 persen menyatakan
setuju, dan 49,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan mengharuskan sarana dan prasarana di
dalam Balai / Loka sesuai
dengan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 23 dibawah, sebanyak 59,8 persen menyatakan
setuju, dan 40,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang
penting untuk dilakkukan
pada penerima manfaat terkait aturan di era tatanan baru.
,7 ,7
44,2 54,4
Gambar 21. Pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai untuk
memprioritaskan protokol
kesehatan.
Gambar 22. Pimpinan mengharuskan sarana prasarana didalam
Balai/loka sesuai dengan
protokol kesehatan.
Berdasarkan gambar 22 dibawah, sebanyak 48,1 persen menyatakan
setuju, dan 49,5 persen sangat setuju bahwa pimpinan mengharuskan
sarana dan prasarana di dalam Balai / Loka sesuai dengan protocol
kesehatan.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru 49
Berdasarkan gambar 22 dibawah, sebanyak 48,1 persen menyatakan
setuju, dan 49,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan mengharuskan sarana dan prasarana di
dalam Balai / Loka sesuai
dengan protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 23 dibawah, sebanyak 59,8 persen menyatakan
setuju, dan 40,5 persen
sangat setuju bahwa pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang
penting untuk dilakkukan
pada penerima manfaat terkait aturan di era tatanan baru.
,7 ,7
44,2 54,4
Gambar 21. Pimpinan menginstruksikan seluruh pegawai untuk
memprioritaskan protokol
kesehatan.
Gambar 22. Pimpinan mengharuskan sarana prasarana didalam
Balai/loka sesuai dengan
protokol kesehatan.
Berdasarkan gambar 23 dibawah, sebanyak 59,8 persen menyatakan
setuju, dan 40,5 persen sangat setuju bahwa pimpinan rutin
menginformasikan hal-hal yang penting untuk dilakkukan pada
penerima manfaat terkait aturan di era tatanan baru.
Berdasarkan gambar 24, sebanyak 61,9 persen menyatakan setuju, dan
31,6 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait
pelayanan kepada penerima
manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
Berdasarkan gambar 25, sebanyak 67 persen menyatakan setuju, dan
24,9 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mendukung keputusan yang diambil pekerja sosial
terkait pelayanan kepada
penerima manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
,7 ,7 2,3
Gambar 23. Pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting
untuk dilakukan pada
penerima manfaat
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
Gambar 24. Pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait
pelayanan di era tatanan
baru
Berdasarkan gambar 24, sebanyak 61,9 persen menyatakan setuju, dan
31,6 persen sangat setuju bahwa pimpinan mau mendengar ide-ide
pekerja sosial terkait pelayanan kepada penerima manfaat didalam
Balai / Loka di era tatanan baru.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru50
Berdasarkan gambar 24, sebanyak 61,9 persen menyatakan setuju, dan
31,6 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait
pelayanan kepada penerima
manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
Berdasarkan gambar 25, sebanyak 67 persen menyatakan setuju, dan
24,9 persen sangat setuju
bahwa pimpinan mendukung keputusan yang diambil pekerja sosial
terkait pelayanan kepada
penerima manfaat didalam Balai / Loka di era tatanan baru..
,7 ,7 2,3
Gambar 23. Pimpinan rutin menginformasikan hal-hal yang penting
untuk dilakukan pada
penerima manfaat
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju
Gambar 24. Pimpinan mau mendengar ide-ide pekerja sosial terkait
pelayanan di era tatanan
baru
Berdasarkan gambar 25, sebanyak 67 persen menyatakan setuju, dan
24,9 persen sangat setuju bahwa pimpinan mendukung keputusan yang
diambil pekerja sosial terkait pelayanan kepada penerima manfaat
didalam Balai / Loka di era tatanan baru.
Berdasarkan gambar 26, sebanyak 60,2 persen menyatakan setuju, dan
36,3 persen sangat setuju
bahwa Balai / Loka memiliki SOP pelayanan rehabilitasi sosial yang
telah disesuaikan dengan
protocol kesehatan.
Berdasarkan gambar 27, sebanyak 59,3 persen menyatakan setuju, dan
34,9 persen sangat setuju
bahwa pimpinan rutin memonitor kondisi kesehatan seluruh pegawai
dan penerima manfaat.
,7 1,2 6,3
Gambar 25. Pimpinan mendukung keputusan yang diambil Pekerja sosial
terkait pelayanan
pada PM di era tatanan baru
,2 ,9 2,3
Gambar 26. Balai memiliki SOP pelayanan rehabilitasi sosial yang
telah disesuaikan dengan
protokol kesehatan.
Berdasarkan gambar 26, sebanyak 60,2 persen menyatakan setuju, dan
36,3 persen sangat setuju bahwa Balai / Loka memiliki SOP pelayanan
rehabilitasi sosial yang telah disesuaikan dengan protocol
kesehatan.
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi Sosial Di Balai/loka Pada Era Tatanan Baru
Laporan Penelitian Kompetensi Pekerja Sosial Dalam Pelayanan
Rehabilitasi