Post on 22-Jun-2019
1
LAPORAN PENELITIAN
PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN
UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PADA UNIVERSITAS KONSERVASI
OLEH:
MASLIKHAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
(P3M)
2013
2
ABSTRAK
MASLIKHAH, 2013. Penelitian Unggulan STAIN Salatiga. Program Eco Campus
Dalam Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Universitas Konservasi.
STAIN Salatiga.
Key Words: Eco Campus, Pendidikan, Pembangunan Berkelanjutan
Penelitian ini untuk mengetahui perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada
program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada
universitas konservasi, Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup kebijakan program
eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas
konservasi, Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco
campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas
konservasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan penelitian
kualitatif. Tempat penelitian di Unnes Semarang Jawa Tengah. Waktu penelitian
dilaksanakan selama enam bulan dari Juni sampai Desember 2013. Jenis dan
pendekatan penelitian adalah field research. Subyek penelitian adalah mahasiswa dan
tim lembaga pengembang konservasi Unnes. Sumber data dari unsur 3 P, yang
meliputi person, paper, dan place. Teknik Pengumpulan data dengan menggunakan
wawancara mendalam dan observasi. Teknik analisis data dengan reduksi data,
penyajian data, dan display data. Pengecekan keabsahan data dengan mendasarkan
pada kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian.
Hasil penelitian menunjukkan perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada
program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada
universitas konservasi melalui perkuliahan pada mata kuliah pendidikan lingkungan
hidup dan integrasi mata kuliah lain pada setiap fakultas. Di samping itu juga melalui
pendidikan dan latihan di luar perkuliahan untuk mendukung 7 (tujuh) pilar
konservasi yang disebut sebagai bagian dari eco campus. Tujuh pilar tersebut antara
lain arsitektur hijau dan transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya,
kaderisasi konservasi, kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah. Perencanaan
pendidikan lingkunga hidup melalui prosedur perencanaan, pengembangan,
monitoring, tata kelola, dan evaluasi. Pelaksanaan dengan menggunakan siste
perkuliahan yang tepat dari sisi materi, metode, media, dan sistem evaluasi. Hambatan
pelaksanaan terdapat pada administrasi, sistem manajemen, pendanaan, dan kesadaran
yang rendah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan kebijakan Unnes
sebagai universitas konservasi belum dapat didukung dan diterima oleh
lembaga/institusi lain.
3
KEMENTERIAN AGAMA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA
PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M)
JL. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Faks 323433 Salatiga 50721
PENGESAHAN
Judul Penelitian
PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN
UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PADA UNIVERSITAS KONSERVASI
Ketua Peneliti : MASLIKHAH
Tema : Pendidikan
Jenis Penelitian : Kualitatif
Klasifikasi : Penelitian Unggulan
Waktu Penelitian : Enam Bulan (Juni s.d Desember 2013)
Besar/Sumber Dana : ………./DIPA STAIN Salatiga
tahun 2013
Salatiga, 19 Desember 2013
Kepala P3M
Dr.Adang Kuswaya, M.Ag
NIP 19720531 199803 1 002
4
SURAT PERNYATAAN
yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : MASLIKHAH
NIP : 19700529 200003 2 001
Golongan/Pangkat : IV/a (Lektor Kepala)
Jabatan : Peneliti
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, penelitian dengan judul:
PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN PADA UNIVERSITAS KONSERVASI
telah dilaksanakan sesuai dengan kaidah dan etika penelitian di STAIN Salatiga. Laporan
penelitian ini merupakan karya saya sendiri, dan kutipan yang diterakan ditandai dengan
citasi yang dituliskan dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya, apabila di kemudian hari pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi hukum yang berlaku.
Dinyatakan di : Salatiga
Tanggal : 19 Desember 2013
Peneliti
M A S L I K H A H
19700529 200003 2 001
5
KATA PENGANTAR
Peneliti hanya bisa sampaikan syukur tak berbilang atas nikmat-nikmat yang Allah swt
gulirkan untuk peneliti, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dan laporan ini dapat
disampaikan meskipun tidak dapat tercapai sesuai dengan target waktu yang ditetapkan.
Secara khusus peneliti sampaikan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Agung
Muhammad saw sebagaimana titah Al-quran yang suci: innallaha wamalaikatahu yushollina
alannabiy, ya ayuhalladzina amanu shollu alaihi wasallimu taslima.
Penelitian ini dilakukan atas dasar pengamatan peneliti tentang pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup di Unnes yang memiliki visi dan misi untuk menggalakkan program eco
campus sebagai Universitas Konservasi dengan 7 (tujuh) pilar konservasi. Unnes sebagai
universitas konservasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan perguruan tinggi di
Indonesia, sekalipun. Implementasi eco campus yang ada di Unnes tidak sekadar sebagai
motto, tetapi sangat implementatif yang didukung oleh Rektor sebagai vocal point dan
seluruh sivitas akademika sebagai kader konservasi. Meskipun demikian, masih ada beberapa
hal yang perlu dipelajari bersama agar mendapatkan perhatian yang memadai dari lembaga
terkait dan rektorat.
Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat dilaporkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di STAIN Salatiga. Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik
atas bantuan beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Peneliti hanya
memanjatkan doa mudah-mudahan Allah berkenan melebihkan segala sesuatunya bagi
beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam pelaksanaan
penelitian ini. Secara khusus peneliti sampaikan terima kasih kepada Ketua STAIN Salatiga
beserta Pembantu Ketua atas kebijakan yang ditetapkan sehingga penelitian Unggulan ini
6
mendapatkan dana yang memadai. Kepada Kepala P3M dan kepala Kepegawaian dan
Keuangan kami sampaikan terima kasih.
Segala keterbatasan sistematika, contents dan sequences dalam laporan penelitian ini
kami akui sepenuhnya. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan
dengan topik penelitian ini, harapannya penelitian dengan topik ini menjadi inspirasi bagi
orang lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam untuk menemukan variasi
pembentukan karakter peduli dan cinta lingkungan melalui pendidikan lingkungan hidup
untuk pembangunan berkelanjutan.
Salatiga, 19 Desember 2013
Peneliti
Hj. MASLIKHAH, S.Ag., M.Si
DAFTAR ISI
7
Abstrak .......................................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan ...................................................................................................... iii
Surat Pernyataan ........................................................................................................... iv
Kata Pengantar .............................................................................................................. v
Daftar Isi ....................................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 11
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori ........................................................................................ 13
1. Pendidikan Lingkungan Hidup ............................................................. 13
2. Pembangunan Berkelanjutan ................................................................ 54
3. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan .................................. 64
4. Program Eco Campus ........................................................................... 70
B. Temuan Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................... 83
1. Pembangunan Berkelanjutan ............................................................... 83
2. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................... 84
3. Pendidikan Lingkungan Hidup ............................................................. 86
C. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 88
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu .................................................................................... 95
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian .............................................................. 95
C. Subyek Penelitian ....................................................................................... 96
D. Sumber Data ............................................................................................... 97
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 98
F. Teknik Analisis Data .................................................................................. 99
G. Pengecekan Keabsahan Data .................................................................... 100
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 101
A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 101
B. Pembahasan ............................................................................................... 148
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 155
A. Kesimpulan ................................................................................................ 200
B. Saran ........................................................................................................... 156
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 157
8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena lingkungan yang ekstrim menimbulkan keresahan banyak pihak. Fenomena
lingkungan yang ditandai dengan suhu bumi yang sangat panas, anomali cuaca yang tidak
dapat diprediksikan dengan tepat yang dialami oleh seluruh negara memberikan dampak
sistemik bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Fenomena ini menjadikan beberapa pakar
di berbagai disiplin ilmu mencoba membuat prediksi yang akan terjadi pada kurun waktu
tertentu di masa yang akan datang. Beberapa orang merasa pesimis dengan fenomena
lingkungan yang terjadi sekarang ini. Golongan yang pesimistis memberikan gambaran
bahwa perjalanan hidup ini bagaikan orang yang sedang menggunakan kapal dengan bekal
terbatas untuk perjalanan yang sangat jauh. Perjalanan panjang harus diprediksikan dengan
baik pada perbekalan yang terbatas. Golongan yang pesimis harus dapat mengatur perbekalan
dengan perjalanan jauh agar dapat bertahan hidup. Golongan yang pesimis mentransfernya
dengan mengatur sumber daya alam dengan baik agar tetap sustainable untuk generasi yang
akan datang.
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang lebih dahsyat bukanlah disebabkan oleh
proses penuaan alam itu sendiri, tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu
berdalih memanfaatkannya, yang sesungguhnya adalah mengeksploitasi tanpa
memperdulikan kerusakan lingkungan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menjadikan manusia semakin besar dalam mengeksplotasi lingkungan alam. Menggunakan
teknologi yang ditemukan oleh manusia menjadikan manusia mengeruk sumber daya alam
hingga di dasar laut dan pucuk gunung. Kekuatan manusia untuk menggunakan teknologi
dalam mengekploitasi lingkungan menjadikan manusia seakan-akan hanya memanfaatkan
tanpa memperdulikan dengan hak-hak makhluk hidup lainnya. Padahal, manusia tetap
9
membutuhkan makhluk hidup lain dalam berbagai kepentingan sebagaimana dikonsepkan
oleh Hamm dan Pandurang (1998: 148) bahwa despite the development of technologies to
control our enviroment, we human beings are still dependent on the same environmental
condition that support both ourselves and all other animal species on the planet. These
include such life sustaining requisites as gravity, the warmth and energy of the sun,
atmospheric protection from cosmic radiation, air, water, and food, to name but a few.
These, along with innumerable other components, represent and integrated an balanced
system on which we all depend. Oleh karena itu, perilaku manusia dinyatakan secara khusus
sebagai unsur penting yang mempengaruhi kualitas sumber daya alam. Manusia menjadi
unsur paling dominan di alam ini, sebagaimana dikonsepkan oleh Shrivastava dan Ranjan
(2005: 65) bahwa Human, too, accupy a position in the flow of energy through the biosphere
and must necessarily interact with thousands of other species of plants and animals. There is
a temporal and spatial variation in the relationship between human and environment.
Initially humans concidered the environment to be dominant while now environment get
declined and human being is dominant. Sebagai unsur dominan, maka kualitas manusia
menjadi isu sentral dalam upaya penyelamatan lingkungan dan sumber daya alam (SDA).
Lebih lanjut disampaikan oleh Shrivastava and Ranjan (2005: 65) bahwa Human resouces
are most important resources of nation. The number of persons living in nation does not give
an indication of the human resources available, as many of them may be illiterate or do not
posses skills or any adequate training for development of natural resources. Hence
development of human resources is essential. This involves not only general education which
develops an awakening only among the people but also imparting of skills in the use of
mechanical power and mechanics for development of different resources.
Hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia menjadi terpenuhi apabila manusia mampu menjaga kualitas
10
SDA. Kualitas SDA akan tetap terjaga dengan baik manakala manusia memiliki pengetahuan
yang memadai arti pentingnya SDA bagi kesejahteraan manusia sekarang dan yang akan
datang. Pengetahuan itu hanya dapat diperoleh melalui pendidikan, baik pendidikan formal,
informal, maupun non formal. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan diharapkan dapat
menjadi mediator antara masyarakat, dunia pendidikan, dan dunia usaha. Manusia memiliki
hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sebagaimana
dituangkan dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UPPLH) No 32 tahun 2009 bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sebagai hak asasi manusia, maka lingkungan itu
harus dapat dijaga agar dapat memberikan yang baik dan sehat. Agar lingkuungan tetap
terjaga kondisi baik dan sehat itu, maka lingkugnan tidak dapat melakukan purifikasi dengan
cepat dan baik tanpa dibantu oleh usaha secara bersama antar manusia. Oleh karena itu,
mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan hidup menjadi hak asasi mansuai yang sangat
diperlukan oleh semua lapisan masyarakat agar bersama-sama mengupayakan penyelamatan
dan pelestarian lingkungan hidup secara kolektif melalui jalur pendidikan. Piagam Bumi
dalam Mangunjaya (2008: 86) mengamanatkan bahwa untuk menyelamatkan lingkungan
dengan cara mengintegrasikan pengetahuan, nilai-nilai keahlian yang berkelanjutan ke dalam
pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup. Kebijakan PLH ini merupakan kebijakan
dasar sebagai arahan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan
dan pengembangan PLH di Indonesia. PLH ini perlu segera dilakukan mengingat UUPLH
nomor 32 tahun 2009 Bab X Pasal 65 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (UUPLH, 2009:
44). Pada pasal 65 Ayat (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai peraturan Peraturan Undang-undangan (UUPLH,
11
2009: 44). Pada pasal 67 dinyatakan dengan jelas bahwa setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup. Pasal 69 Ayat (1) (a) UUPLH. Setiap orang dilarang melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Pendidikan lingkungan hidup sebagai bidang ilmu yang multidisiplin diberlakukan
dalam rangka mengembangkan pengetahuan, kesadaran, sikap, nilai-nilai dan keterampilan.
Hal ini memungkinkan masyarakat untuk berkontribusi lebih bermakna dalam menjaga dan
meningkatkan kualitas lingkungan. Gerakan cinta lingkungan melalui pendidikan lingkungan
merupakan langkah penting untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep-konsep yang
diperlukan untuk memahami dan menghargai hubungannya antara manusia, budaya dan
lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga mencakup praktek dalam pengambilan
keputusan dan perumusan kode etik yang mengatur perilaku manusia dengan lingkungan.
Pendidikan lingkungan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan
warga negara yang dapat mengetahui kemampuan lingkungannya agar dapat bersaing dalam
perekonomian global dalam rangka memenuhi hak dan tanggung jawab anggota masyarakat
sebagaimana diteorikan oleh Chaudhry, Shukla, dan Pandey. Konsep Chaudhry, (2010: 30)
menyebutkan tentang pendidikan lingkungan bahwa environmental education is
multidisciplinary in nature with respect to learning and developing knowledge, awareness,
attitudes, values and skills. This enables society to contribute more meaningfully to
maintaining and improving the quality of its surroundings. Environmental action is the next
important step in the process. Shukla and Nasdeshwar Sharma (1996: 82) mendefinisikan
environmetal education is the process of recognising value and clarifying concepts in order
to develop skill and attitude necessary to understand and apreciate the interrelatedness
among man, his culture and his biophysical surroundings. Environmental education also
entails practice in decision making and self formulation of a code of behaviour about issues
12
concerning environmental quality. Sedangkan Pandey (2010: 7) As defined in the national
project for excellence in environmental education, environmental education is a process that
aims to develop an environmentally literate citizenry that can compete in our global
economy, has the skills, knowledge and inclinations to make well-informed choices and
exercises the rights and responsibilities of members of a community.
Hubungan partisipatif antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan dunia
usaha, pemerintah dengan dunia pendidikan, dunia usaha dan dunia pendidikan, masyarakat
dan dunia usaha menjadi pasangan yang dipersyaratkan untuk kebangunan prinsip ecological
awareness. Partisipasi yang ideal dibutuhkan prinsip interaksi timbal balik antara masyarakat,
pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha. Pemerintah menyusun regulasi bagi dunia
usaha agar dapat menjaga lingkungan dan dan makhluk hidup lain agar tetap mendapatkan
hak atas lingkungan hidup yang baik. Pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha dengan
masyarakat saling memberi dukungan untuk menjaga kualitas dan fungsi lingkungan hidup
melalui pendidikan lingkungan hidup.
Prinsip interaksi tersebut diupayakan untuk meningkatkan kualitas manusia,
melestarikan vitalitas dan keanekaragaman bumi agar pembangunan dapat berlanjut,
meminimalisir penciutan sumberdaya alam, mengubah kelangkaan menjadi kemelimpahan,
dan berorientasi pada keberlanjutan terhadap daya dukung alam dan lingkungan. Harapan
yang diinginkan adalah kelestarian fungsi lingkungan bagi kelangsungan hidup secara baik
bagi manusia di masa sekarang dan generasi yang akan datang.
Isu pelestarian lingkungan hidup merupakan isu global yang tidak dapat ditawar lagi.
Pentingnya pelestarian lingkungan hidup membuat isu ini menjadi pusat perhatian dalam
berbagai program yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya
masyarakat. Perguruan tinggi sebagai jenjang pendidikan tertinggi memegang peranan
penting dalam mewujudkan terciptanya pembangunan berkelanjutan di suatu negara.
13
Perguruan tinggi sebagai wadah peningkatan kemampuan akademis mahasiswa memiliki
peluang besar dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman, sikap, dan keterampilan
dengan mengarusutamakan pelestarian lingkungan.
Perguruan Tinggi merupakan lembaga untuk menghasilkan pemikir dan perintis
kemajuan ilmu dan teknologi, untuk itu diupayakan dapat mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian, mengembangkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian
serta mengoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Lebih
dari itu, peguruan tinggi memiliki menanggung tanggung jawab yang mendalam untuk
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, teknologi dan alat untuk menciptakan masa depan
yang ramah lingkungan. Hal ini karena perguruan tinggi memiliki semua keahlian yang
diperlukan untuk mengembangkan kerangka kerja intelektual dan konseptual untuk mencapai
tujuan ini. Perguruan Tinggi harus memainkan peran yang kuat dalam pengembangan,
penelitian pendidikan, kebijakan, pertukaran informasi, dan membangun partisipasi
masyarakat untuk membantu menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Sebagaimana
diungkapkan oleh Pandey dan Vedak (2010: 6) bahwa: Universities bear profound
responsibilities to increase the awareness, knowledge, technologies and tools to create an
environmentally sustainable future. Universities have all the expertise necessary to develop
the intellectual and conceptual framework to achieve this goal. Universities must play a
strong role in the education, research, policy development, information exchange and
community outreach to help create an equitable and sustainable future. Peran perguruan
tinggi untuk melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat berdasarkan
dasar hukum yang berlaku. Beberapa dasar hukum yang mendukung pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi, dasar hukum tersebut adalah Undang-
14
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 24 ayat (1) dalam
penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi
berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. Pasal
24 ayat (2) Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai
pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian pada
masyarakat. Pasal 38 ayat (3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan
tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap
program studi. Pasal 38 ayat (4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan untuk setiap program studi. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 56 ayat (2) Setiap orang
berhak mendapatkan Pendidikan Lingkungan Hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan
akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 9 ayat (3) menyatakan
bahwa “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi Program Sarjana dan Diploma wajib
memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan serta mata kuliah statistika
dan/atau matematika”.
Melalui tiga pilar (Tridharma) Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat, maka perguruan tinggi menjadi tombak pembangunan yang
berkelanjutan. Pendidikan dapat memberikan fungsi untuk mengubah manusia menjadi
orang yang lebih baik. Perubahan dalam pengetahuan, nilai-nilai, perilaku dan gaya hidup
yang diperlukan untuk mencapai kesinambungan dan stabilitas negara. Melalui pendidikan
merupakan cara terbaik dan efektif dalam upaya untuk mencapai pembangunan
15
berkelanjutan. Penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi
di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan ke dalam tiga fungsi utama perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan
pengabdian masyarakat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyokong
pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi melalui pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan adalah menjadikan perguruan tinggi sebagai kampus yang berkelanjutan, yaitu
kampus yang memegang prinsip-prinsip kepedulian untuk pelestarian lingkungan.
Implementasi upaya tersebut terakumulasi dalam program eco campus/green campus.
Beberapa istilah mengikuti isu-isu lingkungan antara lain green school, green house,
green kitchen, green hotel, green hospital, green industry, green campus/eco campus, dan
lain sebagainya. Beberapa istilah tersebut memiliki visi yang sama untuk melaksanakan tugas
dan fungsinya masing-masing yang berorientasi pada upaya untuk menjaga kelestarian
lingkungan, dengan meminimalisir dampak yang dapat merugikan dan merusak lingkungan
hidup.
Green campus/eco campus merupakan salah satu program untuk mewujudkan
terciptanya suatu kampus yang berkelanjutan. Kampus yang berkelanjutan pada dasarnya
merupakan kampus yang dapat mengintegrasikan konsep berwawasan lingkungan ke dalam
setiap komponen kehidupan kampus. Kampus memiliki dua komponen utama yaitu
komponen Tridharma Perguruan Tinggi dan manajemen kampus. Green campus/eco campus
menjadi tempat pendidikan lingkungan, praktek pelestarian dan pemeliharaan lingkungan
yang harmoni. Pelaksanaan Green campus/eco campus dibedakan menjadi dua komponen
utama yaitu Tridharma Perguruan Tinggi dan manajemen kampus (Kementerian Negara
Lingkungan Hidup dan UI, 2011). Program Green campus/eco campus diusahakan dapat
mengintegrasikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan ke dalam Tridharma Perguruan
Tinggi.
16
Green campus/eco campus bukan berarti fisik harfiah kampus saja yang penuh dengan
tanaman hijau, baju hijau, cat bangunan serba hijau, rumput yang hijau, slogan-slogan yang
bermuatan peduli lingkungan, namun komponen-komponen lain yang ada dikampus juga
harus menunjukkan konsep hijau yang berarti berorientasi pada kepedulian terhadap
lingkungan. Oleh karena, itu suatu kampus yang bertekad untuk menjadi green campus harus
mengintegrasikan konsep green campus/eco campus ke dalam kedua komponen utama
kehidupan kampus tersebut. Diharapkan dengan diintegrasikannya konsep green campus/eco
campus ke dalam kedua komponen utama kehidupan kampus berupa pendidikan, penelitian,
dan pengabdian masayarakat dapat terwujud dengan baik. Pelaksanaan Tridharma Perguruan
Tinggi ini menjadi tolok ukur keberhasilan dalam menunjukkan program perguruan tinggi
yang berorientasi pada konsep green campus/eco campus akan terwujud.
Green campus/eco campus merupakan sebuah media belajar di kampus yang bertujuan
untuk memprediksi kemungkinan untuk menjaga lingkungan agar lingkungan di sekitarnya
menjadi hijau dengan konsep utama menjaga kelestarian lingkungan. Sebagaimana diteorikan
oleh Gobinath dan Mahendran (2010: 21) Eco campus is a study was conducted aimed to
predict the possibilities of maintaining the greener environement inside the university campus
which main concept of environmental sustainability within the campus. Green campus/eco
campus di dalamnya terdapat berbagai kriteria dan indikator yang harus dipenuhi untuk
mewujudkan suatu perguruan tinggi yang benar-benar green campus. Pelaksanaan program
green campus/eco campus harus selalu dipantau, sehingga green campus/eco campus yang
diinginkan benar-benar terwujud dan tidak hanya sekadar slogan belaka. Oleh karena itu,
maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi baik yang dilakukan oleh internal kampus
maupun pihak luar.
Civitas akademika di perguruan tinggi berpotensi mempengaruhi cara pandang
masyarakat terhadap pelestarian lingkungan. Lulusan perguruan tinggi pada fakultas tertentu
17
akan dipersiapkan untuk memasuki pasar kerja dan tampil dengan kemampuan untuk
mendukung ekonomi hijau dan sebagai pembawa ide-ide segar dalam mewujudkan ekonomi
hijau (green economic). Di samping itu lulusan perguruan tinggi tertentu juga akan menjadi
guru yang akan menjadi tenaga pendidik di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan
anak usia dini hingga sekolah menengah atas serta pendidkan tinggi. Pengetahuan guru
tentang prinsip pembangunan berkelanjutan akan ditransfer kepada anak didiknya sehingga
dapat tercipta generasi-generasi yang berbudaya lingkungan dan memahami prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan.
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan meliputi bidang ekonomi, sosial, dan
lingkungan, yang berada dalam keadaan harmonis. Selama ini pembangunan berkelanjutan
berorientasi pada kemampuan sumber daya alam dan lingkungan untuk mendukung
kebutuhan secara ekonomi belaka. Namun, dengan ketanggapsegeraan masyarakat dengan
isu-isu lingkungan menjadikan pembangunan berkelanjutan berorientasi pada ekonomi hijau.
Masyarakat mengenal pembangunan dengan ekonomi hijau sebagai pembangunan yang dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperhatikan hak-hak lingkungan agar fungsi
lingkungan dapat terpenuhi. Upaya mewujudkan pembangunan ekonomi hijau, maka
lembaga pendidikan tinggi memegang peranan penting dalam mengarahkan mahasiswa agar
dapat berkontribusi menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup dengan variasinya.
Konservasi yang bermakna perlindungan, pelestarian, pemeliharaan, dan proteksi harus
diwujudkan agar predikat universitas konservasi dapat diterima dengan baik.
Penelitian ini dalam rangka mengetahui perencanaan, pelaksanaan, dan hambatan
yang ditemukan dalam perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus
dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi bertaraf
internasional, Unnes Semarang. Apabila penelitian ini tidak segera dilakukan dikhawatirkan
pendidikan yang dilakukan di perguruan tinggi tidak mampu menciptakan peserta didik yang
18
memiliki orientasi program eco campus pada pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
Implementasi program eco campus melalui pendidikan lingkungaan hidup untuk
pembangunan berkelanjutan dapat mengusung terwujudnya program MDG’s di Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian PROGRAM ECO
CAMPUS DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
PADA UNIVERSITAS KONSERVASI BERTARAF INTERNASIONAL.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dapat diperinci dalam sejumlah pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi?,
2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi?,
3. Apa hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus
dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi?.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan jawaban mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui:
1. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi,
2. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup kebijakan program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi,
3. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi.
19
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan pendidikan
lingkungan hidup melalui berbagai macam program eco campus di perguruan tinggi dalam
rangka mewujudkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
20
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori
1. Pendidikan Lingkungan Hidup
a. Pendidikan
1) Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(Undang-undang Sisdiknas, 2003: 2).
Pendidikan sebagai usaha sadar yang diupayakan oleh lembaga dan
dipertanggung jawabkan oleh yang bersangkutan, maka pendidikan sudah
semestinya mengarahkan pada pembentukan karakter yang diinginkan agar
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Kekuatan spiritual yang menandai
ketertundukan, kepatuhan dan tanggung jawab kepada Allah swt dapat
menjadi modal utama untuk membangun kepribadian yang mulia. Salah satu
kepribadian mulia itu adalah mensyukuri segala karunia yang telah diberikan
oleh Allah swt berupa memelihara dan melestarikan fungsi lingkungan hidup.
Pendidikan sebagai usaha perencanaan yang matang, maka pendidikan
harus dapat menyatukan berbagai macam kemajemukan bangsa sebagai satu
kesatuan sistemik. Penghargaan terhadap kemajemukan bangsa perlu
21
diberikan sistem pendidikan yang terbuka bagi kemajemukan bangsa agar
kemajemukan itu dapat diterima dan bermakna dalam berkehidupan dan
berkebangsaan. Pendidikan harus dapat menjadi mediator proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang multikultur yang
berlangsung sepanjang hayat. Memperhatikan pada tujuan dari pendidikan
yang dikonsepkan, maka pendidikan harus dapat memberi keteladanan,
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik agar
dapat memberikan nilai yang dapat dimiliki peserta didik dan berguna dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Pendidikan sebagai proses panjang di dalamnya terdapat beberapa
komponen yang dapat mengantarkan pada tujuan pendidikan yang dicita-
citakan. Komponen tersebut antara lain kepala sekolah, guru,
pegawai/karyawan, siswa itu sendiri, dan masyarakat di sekitar sekolah, serta
orang tua siswa. Komponen tersebut dapat menciptakan dan mengorganisir
sejumlah pengetahuan dan pengalaman bagi peserta didik untuk menambah
makna pengalaman dan meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan
kemampuan dalam mengarahkan jalannya pengalaman berikutnya.
Sebagaimana dikonsepkan oleh Schultz (2001: 40) bahwa education is that
reconstruction and reorganization of experience which adds to the meaning of
experience and which increases ability to direct the course of subsequent
experience.
Pengetahuan dan sejumlah pengalaman yang diberikan kepada peserta
didik dalam proses pendidikan menyangkut semua tata kehidupan yang
diperlukan manusia dalam menghadapi realitas kehidupan. Alam dan segala
hal yang terjadi di dalamnya merupakan realitas yang perlu dicermati dan
22
dipelajari bagi peserta didik. Seluruh komponen dalam proses pendidikan
bekerja dan berkonsentrasi untuk melihat dan mempelajari realitas alam
semesta yang sedang terjadi. Oleh karena itu, pendidikan sebagai usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan perlu memperhatikan kondisi lingkungan hidup agar dapat
mendukung pada tujuan yang hendak dicapai. Menciptakan kondisi
lingkungan yang baik untuk mendukung pada pencapaian pendidikan secara
tidak langsung turut serta menciptakan kondisi lingkungan yang baik.
Penciptaan kondisi lingkungan yang baik berarti turut serta membangun
peserta didik agar dapat memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Kepedulian
terhadap lingkungan yang diciptakan oleh lembaga pendidikan secara
langsung maupun tidak langsung turut serta dalam mewujudkan pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan.
2) Prinsip Pendidikan
Prinsip pendidikan sebagaimana diterakan dalam (Undang-undang
Sisdiknas, 2003: 4) antara lain pendidikan diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,
23
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran .... Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.
Pendidikan sebagai sebuah usaha terencana di dalamnya terdapat tujuan
dan ruang lingkup pelaksanaan pendidikan. Prinsip pendidikan yang ada di
Indonesia dengan berbagai macam suku dan agama, serta adat istiadat, maka
pelaksanaan pendidikan harus dapat diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pendidikan yang dilaksanakan harus dapat membangun kekuatan spiritual
yang baik sebagai bekal utama dalam bermasyarakat berbagsa dan bernegara.
Ketutamaan penguatan sipritual diharapkan dapat menjadi pegangan untuk
melakukan pengendalian diri, meningkatkat kualitas kepribadian,
meningkatkan kecerdasan, memiliki keterampilan yang memadai yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Penyelenggaraan pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip
demokratis, adil, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia,
nilai keagamaan, kultural, dan kemajemukan bangsa, sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna, proses pembudayaan dan pemberdayaan yang
berlangsung sepanjang hayat, memberikan keteladanan, kemauan, kreativitas,
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Prinsip
pendidikan tersebut membuka peluang kepada peserta didik dan
penyelenggara pendidikan serta komponen evaluator pendidikan untuk
24
menerima nilai demokratis dalam segala bentuk penyelenggaraan pendidikan
pada satuan pendidikan yang dijalankan. Demokratis dalam menentukan arah
kebijakan lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, termasuk di
dalamnya pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
3) Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupa bangsa (Undang-undang Sisdiknas, 2003: 3).
Pendidikan memiliki fungsi strategis yang dapat menentukan derajat manusia
dan bahkan dapat menempatkan peradaban bangsa pada posisi yang tinggi.
Besar kecilnya sebuah negara dalam satu sisi ditentukan oleh derajat
pendidikan yang dimiliki oleh warganegaranya. Mangunjaya (2008: 22)
memberikan pernyataan yang lebih konkret tentang fungsi pendidikan bahwa
pendidikan mempunyai peran/fungsi yang sangat strategis dalam membentuk
karakter bangsa dan sarana untuk menularkan pengetahuan, persepsi dan
budaya manusia. Eksistensi budaya, akan mempengaruhi pandangan manusia
terhadap alam, dan sifat paling mendasar secara evolusi tentang keterkaitannya
manusia dan alam. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan oleh
Mangunjaya, Heriyanto, dan Gholami (2007: xxii) bahwa kecintaaan dan
kebiasaan untuk memelihara lingkungan hidup dan alam sekitar tentunya akan
sejalan dengan tingkat pendidikan dan kematangan budaya, pengalaman, dan
kedewasaan sebuah bangsa.Pengetahuan dan nilai-nilai keahlian diberikan
secara individual agar masing-masing peserta didik memiliki kematangan
secara pribadi. Kematangan pribadi pada setiap peserta didik diharapkan dapat
memiliki kontrol pribadi dan tanggung jawab pada sikap dan perilaku terhadap
25
lingkungan. Sebagaimana dikonsepkan oleh Oztas dan Kalipsi (2009: 186). At
this point individual maturity, self control mechanism and their behaviors
seem to be important. It is accepted that an environmentally responsible
individual should have basic knowledge of ecological principles, capability of
applying these principles into life, and they should have a responsible
behavior and attitudes towards environment. Pada titik ini jatuh tempo,
mekanisme kontrol diri individu dan perilaku mereka tampaknya menjadi
penting. Hal ini diterima bahwa seseorang bertanggung jawab terhadap
lingkungan harus memiliki pengetahuan dasar tentang prinsip-prinsip ekologi,
kemampuan menerapkan prinsip-prinsip dalam hidup, dan mereka harus
memiliki perilaku dan sikap terhadap lingkungan yang bertanggung jawab.
Berdasarkan hal di atas, maka fungsi pendidikan harus dapat
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupa bangsa. Peradaban
yang dapat membentuk watak bangsa dengan peradabannya menjadi negara
yang bermartabat di mata bangsa sendiri dan bangsa lainnya dalam
hubungannya secara komprehensif dengan sumber daya alam dan manusia.
Pendidikan yang dapat memberikan fungsi untuk memberikan wawasan
wawasan pada interaksi antara sumber daya alam dan manusia antara
pembangunan dan lingkungan sebagaimana diteorikan oleh Shukla dan
Sharma (1996: 87) bahwa Education should therefore provide comprehensive
knowledge, encompassing and cutting across the social and natural sciences
and the humanities, thus providing insights on the interaction between natural
and human resources between development and environment. Membangun
pendidikan yang memiliki fungsi tersebut harus direncanakan bagaimana
26
pendidikan yang dilaksanakan dapat mengusung pengetahuan secara
komprehensif dan terpadau antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu alam.
Pendidikan yang dapat memberikan fungsi untuk membangun
kesadaran terhadap lingkungan dan mengembangkan komitmen untuk
meningkatkan lingkungan yang ada sekarang dan mempertahankan kualitas
fungsi lingkungan di masa yang akan datang, sebagaimana diteorikan oleh
Hale dalam Soerjani (1997: 53). As society begins to recognize the need for
environmental awareness and develops a commitment to improving the
present environment and sustaining its quality, so education at all levels
becomes centrally important. Gagasan yang sama terhadap pentingnya
pendidikan lingkungan dalam semua tingkat satuan dan jenis pendidikan
menjadi penting antara lain diamanatkan dalam piagam bumi sebagaimana
ditulis ulang oleh Mangunjaya (2008: 86) untuk menyelamatkan lingkungan
dengan cara mengintegrasikan pengetahuan, nilai-nilai keahlian yang
berkelanjutan ke dalam pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup.
Berdasarkan pada pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pendidikan lingkungan hidup dalam semua tingkat, satuan, dan jenis
pendidikan menjadi sebuah kebutuhan yang niscaya. Pendidikan yang mampu
membentuk karakter bangsa dapat membentuk karakter lingkungan dan bagitu
sebaliknya karakter lingkungan dapat membentuk karakter bangsa.
4) Visi Pendidikan
Visi merupakan cara pandang terhadap idealitas yang jauh sebagai cita-
cita yang ingin dicapai. Visi pendidikan menurut versi UNESCO antara lain
All children will be able to fulfil their right to education, meet their basic
learning needs, realise their full potential, and participate meaningfully in
27
society. This will be achieved through access to high quality, child-friendly
learning environments, including comprehensive early childhood care quality
primary schools and equivalent education programmes. Expanded
opportunities for adolescent education, participation, and development
supportive families and communities that enable children to acquire a quality
basic education (Unicef.edu. diakses tanggal 16 Maret 2013. Visi pendidikan
memberikan arti bahwa semua anak akan dapat memenuhi hak atas
pendidikan, memenuhi kebutuhan dasar untuk belajar, menyadari potensi yang
dimiliki, dan berpartisipasi dalam masyarakat. Visi ini akan dicapai melalui
akses, kualitas lingkungan belajar yang baik, pemberian pendidikan kepada
anak usia dini, memberikan perluasan pendidikan yang setara bagi remaja, dan
berpartisipasi kepada masyarakat.
Pendidikan memiliki visi untuk membawa perubahan pengetahuan, nilai-
nilai, perilaku dan gaya hidup yang lebih baik dan manusiawi. Pandey dan
Vedak (2010: 3) berpendapat education is the key intervention for bringing
change in knowledge, values, behaviours and lifestyles and is required to
achieve sustainability and stability. Visi pendidikan dapat memberikan
perubahan dalam pengetahuan, nilai-nilai, perilaku dan gaya hidup untuk
mencapai kesinambungan dan stabilitas kehidupan. Kesimbungan dan
stabilitas ini menjadi kontribusi penting dari visi lembaga pendidikan. Visi
lebih mendekatkan pada hubungan antara teori dengan konteks yang ada
dalam ralitas di masyarakat. Sebagaimana UNESCO dalam dekade pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan. Pendidikan yang mampu mempromosikan
sikap solidaritas dan bertanggung jawab serta komitmen agar mampu
mempersiapkan warga negara untuk membuat keputusan dalam mencapai
28
pluralitas budaya, berkeadilan sosial, dan pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan. Konsep ini dituangkan oleh Conde (2010: 477)
sebagai berikut: UNESCO for the decade of Education for Sustainable
Development (ESD) promote an education in solidarity capable of generating
responsible attitudes and commitments, and that prepares citizens to make
well-founded decisions aimed at achieving culturally plural, socially just, and
environmentally sustainable development. In other words, a profoundly
humanistic education that will ensure the consolidation of these principles.
Titik point visi pendidikan berdasarkan pada pendapat di atas antara
lain terdapat empat hal penting yaitu learning to think (belajar bagaimana
berfikir), learning to do (belajar hidup atau belajar bagaimana
berbuat/bekerja), learning to be (belajar bagaimana tetap hidup sebagaimana
dirinya), dan learning live together (belajar untuk hidup bersama-sama). Visi
tersebut dalam kerangka menjaga kelestarian lingkungan hidup antara lain
berfikir untuk memanfaatkan lingkungan dan melestarikan lingkungan, belajar
bagaimana manusia dapat bekerja dan berbuat yang dapat memanfaatkan dan
melestarikan lingkungan, bagaimana manusia dapat belajar agar tetap hidup
dalam kondisi lingkungan yang ada, dan bagaimana dapat belajar hidup
bersama-sama untuk memanfaatkan dan melestarikan lingkungan hidup dan
hidup bersama dalam situasi dan kondisi lingkungan yang semakin menurun
kualitas fungsi lingkungannya.
29
b. Pendidikan Lingkungan Hidup
1) Lingkungan
a) Pengertian
Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UPPLH) No 32 tahun 2009 pada bab I pasal 1 Ayat (1) menyatakan
bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UUPLH, 2009: 2).
Lingkungan merupakan kondisi keseluruhan ruang dan benda yang dapat
mempengaruhi fisik, biologi, sosial, dan budaya yang mempengaruhi
perkembangan dan kehidupan organisme di planet bumi. Sebagaimana
diteorikan oleh (Shukla dan Sharma (1996: 81) bahwa: Environment is the
sum total condition and influences physical, biological, social, and
cultural that affect the development and life of organisms on the earth
planet. Lingkungan merupakan keseluruhan fisik, biologi, sosial, dan
budaya yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan organisme di
planet bumi.
b) Kerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang lebih dahsyat bukanlah
disebabkan oleh proses penuaan alam itu sendiri, tetapi justru diakibatkan
oleh tangan-tangan yang selalu berdalih memanfaatkannya, yang
sesungguhnya adalah mengeksploitasi tanpa memperdulikan adanya
kerusakan lingkungan. Fadjar (2005: 297) berpendapat eksploitasi
merupakan keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus
30
berkembang dan semakin kompleks. Ekploitasi yang sekarang ini
dilakukan berdalih memanfaatkan sumberdaya alam untuk peningkatan
kesejahteraan umat manusia, namun sesungguhnya eksploitasi yang
dilakukan merusak dalam kuantitas dan kualitas yang melebihi ambang
batas kemampuan sumberdaya alam. Sebagaimana dipaparkan oleh
Sukandarrumidi dalam Wardhana (2010: xiv) kenyataan yang tampak dan
dirasakan saat ini, manusia memanfaatkan sumber daya alam secara tidak
arif, sehingga lingkungan mengalami kerusakan yang berkelanjutan.
Kerusakan sumber daya alam yang berkelanjutan dimonopoli oleh
perilaku manusia yang berlebihan di atas ambang batas kapasitas
lingkungan dan sumber daya alam untuk memenuhi. Soerjani (1996: 13)
berpendapat bahwa perilaku manusia dinyatakan secara khusus sebagai
unsur penting yang mempengaruhi kualitas sumber daya alam yang
mendukung kesejahteraan manusia itu sendiri. Mangunjaya (2008: 76)
memaparkan tentang manusia dan kerusakan lingkungan. Manusia kaya
atau miskin menjadi tertuduh atas penyebab kerusakan lingkungan dan
perubahan iklim. Apa yang bisa dilakukan? Saat ini target yang bisa
dilakukan para pembela lingkungan adalah bagaimana sesegera mungkin
orang dapat mengubah pola gaya hidup dan perilakunya. Ada beberapa
faktor yang diperkirakan dapat menentukan perubahan bagi perilaku
manusia, baik individual maupun kolektif antara lain nilai-nilai moral dan
budaya yang di dalamnya termasuk nilai-nilai keagamaan yang
mengkristal, pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan kepasitas
seseorang baik individu maupun kolektif dalam menyikapi dan mengubah
31
diri untuk mendukung gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, dan
perundang-undangan atau aturan dan tata kerja yang jelas.
Perspektif lain dikemukakan oleh Nasr dalam Mangunjaya,
Heriyanto, dan Gholami (2007: 46) mengemukakan krisis lingkungan saat
ini secara langsung berkaitan dengan penggunaan teknologi modern dan
berbagai aplikasi sains modern lainnya. Pendapat ini diperkuat oleh
Tasdiyanto (2011: 6) bahwa kondisi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
melahirkan industrialisasi terlanjur mengabaikan lingkungan hidup.
Berbagai bencana lingkungan yang kian terjadi justru berpangkal dari ilmu
pengetahuan dan teknologi. Pandangan tersebut seakan menafikan peran
manusia sebagai pelaku utama perusakan lingkungan. Terdapat variabel
lain yang dapat menjadikan lingkungan hidup dan sumber daya alam
mengalami kerusakan. Dua pandangan yang berbeda tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi jelas
memiliki peluang untuk merusak dan mengurangi sumber daya alam dan
lingkungan. Perilaku dan gaya hidup manusia terhadap sumber daya alam
dan lingkungan juga tidak kalah kuatnya untuk menjadikan kerusakan
lingkungan hidup dan sumberdaya alam.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu
keniscayaan yang tidak dapat dibendung. Kemajuan teknologi telah
menunjukkan jasa yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan hidup
manusia dalam berbagai bidang. Ambivalensi teknologi berupa dampak
positif dan negatif tetap ada mengiring-iringi laju penggunaan teknologi
tersebut. Sikap dan perilaku bertanggung jawab dan peduli terhadap
32
lingkungan menjadi nilai tawar untuk mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Upaya Perbaikan Lingkungan Hidup
Toynbee dalam Tasdiyanto (2011: 6) menyatakan penyakit
masyarakat modern yang menimbulkan berbagai bencana lingkungan
hidup hanya dapat disembuhkan dengan suatu revolusi spiritual di dalam
sanubari dan pikiran manusia. Tasdiyanto (2011: 6) membangun konsep
untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup pada masa sekarang dengan
membangun keserasian hidup antara manusia dengan alam, keserasian
tersebut dilandasi oleh hubungan saling memberi dan menerima sehingga
manusia dapat mengembangkan kehidupan dirinya secara kreatif.
Miri dalam Mangunjaya, Heriyanto, dan Gholami (2007: 24)
mengemukakan upaya penanganan krisis lingkungan secara garis besar
yaitu dengan dua pendekatan baik secara individual maupun secara sosial.
Pertama, pemecahan krisis melalui pertimbangan atas segala sesuatunya
yang langsung terlihat, situasi yang sedang berlangsung, membuat
perubahan jangka pendek dan membuat suatu perencanaan ulang. Kedua,
pemecahan krisis melalui penjabaran sebab dan faktor yang mendorong
munculnya krisis (aspek ontologis), melalui dasar keilmuan (aspek
epistemologis), kerangka rohani, dan intelektual serta paradigma budaya
yang menyebabkan krisis tersebut terjadi dengan tetap mengacu kepada
pendekatan pertama. Upaya perbaikan lingkungan yang dapat dilakukan
dengan pendekatan teks dan konteks yang berorientasi pada mencapai
tujuan untuk membangun lingkungan berkelanjutan.
33
2) Pendidikan Lingkungan Hidup
a) Pengertian
Pendidikan lingkungan hidup merupakan pendidikan multi disiplin
untuk mengembangkan pengetahuan, kesadaran, sikap, nilai, dan
keterampilan yang dapat memberikan kemampuan masyarakat untuk
berkontribusi dalam mempertahankan dan meningkatkan kualitas
lingkungannya. Chaudhry (2010: 30) mengemukakan Environmental
education is multidisciplinary in nature with respect to learning and
developing knowledge, awareness, attitudes, values and skills. This enables
society to contribute more meaningfully to maintaining and improving the
quality of its surroundings.
Pendidikan lingkungan merupakan proses untuk mengenalkan nilai
dan memperjelas konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap
yang diperlukan untuk memahami dan menghargai di antara manusia,
kebudayaan, dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga
mencakup praktek dalam pengambilan keputusan terhadap isu-isu kualitas
lingkungan, demikian Shukla dan Sharma (1996: 82) berpendapat tentang
pendidikan lingkungan, sebagaimana dalam konsep yang dituliskan berikut
ini: Environmental education is the process of recognising value and
clarifying concepts in order to develop skill and attitude necessary to
understand and apreciate the interrelatedness among man, his culture and
his biophysical surroundings. Environmental education also entails
practice in decision making and self formulation of a code of behaviour
about issues concerning environmental quality. Sedangkan Pandey dan
Vedak (2010: 7) berpendapat bahwa pendidikan lingkungan merupakan
34
suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan warga negara yang
mengetahui lingkungan untuk dapat bersaing dalam perekonomian global.
Pendidikan lingkungan memiliki kecenderungan untuk memberikan
keterampilan, pengetahuan untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada
masyarakat yang lebih luas. Konsep Pandey dan Vedak ini dituliskan secara
lengkap sebagai berikut: environmental education is a process that aims to
develop an environmentally literate citizenry that can compete in our
global economy, has the skills, knowledge and inclinations to make well-
informed choices and exercises the rights and responsibilities of members
of a community.
Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan lingkungan merupakan
suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan,
pengetahuan untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat yang
lebih luas, menghargai di antara manusia, kebudayaan, dan lingkungan
biofisiknya dan dapat mengambil keputusan terhadap isu-isu kualitas
lingkungan secara baik.
b) Dasar Hukum Pendidikan Lingkungan Hidup
Dasar hukum pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) nomor 32 tahun 2009 Bab X
Pasal 65 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk
mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat (Kementerian Lingkungan Hidup, 2009: 44).
35
Peserta didik yang telah mendapatkan pendidikan lingkungan
sebagai haknya diharapkan dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan
serta pengalaman yang dimiliki untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkugnan hidup sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Sebagaimana pada pasal 65 Ayat (4) UUPLH bahwa setiap orang berhak
untuk berperan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
sesuai peraturan Peraturan Undang-undangan (UUPLH, 2009: 44).
Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki melalui pendidikan lingkungan
hidup dapat menciptakan sikap dan perilaku peduli terhadap lingkungan
hidup dan merasa bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan yang
ada dan dapat memiliki kesadaran untuk menghindari perusakan
lingkungan. UUPLH Pasal 67 menyatakan dengan jelas bahwa setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 69
Ayat (1) (a) UUPLH. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Melaksanakan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
diperlukan pengetahuan yang memadai. Pengetahuan tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal tentang lingkungan
hidup. Demikian halnya memberikan peran serta dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup diperlukan pengetahuan yang memadai.
c) Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup
Tujuan pendidikan lingkungan adalah membangun kesadaran,
keprihatinan terhadap permasalahan lingkungan dengan memiliki
36
pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk bekerja
secara individual dan kolektif untuk memecahkan masalah dan melakukan
pencegahan terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini dikemukakan oleh
Campbell (2009: 4) The goal of environmental education is to develop a
world population that is aware of, and concerned about, the environment
and its associated problems, and which has the knowledge, skills, attitudes,
motivations, and commitment to work individually and collectively toward
solutions of current problems and the prevention of new ones.
Shukla dan Sharma (1996: 54) mengemukakan tentang tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan untuk mengembangkan dan memodifikasi
perilaku manusia dalam menciptakan harmoni dengan lingkungan.
Melahirkan harmoni terhadap alam dengan menciptakan dan meningkatkan
menjaga masyarakat untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri untuk melindungi, melestarikan dan mengelola lingkungan.
Environmental education is to develop and modify the behaviour of people
in consonance with the environment need to create and enhance the
awarness of people towards their own responsibilities for protecting,
preserving and managing the environment (Shukla dan Sharma, 1996: 54).
Pendidikan lingkungan secara khusus diperlukan untuk
mengembangkan keahlian terhadap pembuatan kebijakan dan untuk
menciptakan masyarakat madani yang dapat membantu dalam menciptakan
akuntabilitas lingkungan. Kebijakan yang berorientasi pada akuntabilitas
lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan lingkungan
hidup yang baik bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Salequzzaman dan Davis (2003: 72) mengemukakan bahwa environmental
37
education is necessary not only to develop expertise which can contribute
to policy making, but also to create a civil society which demands
environmental accountability of its government and works with government
in implementation. Konsep ini memberikan satu dukungan atas pendidikan
lingkungan, kebijakan, dukungan masyarakat, dan pertanggungjawaban
implementasi kerja pemerintah atas dukungan kepedulian terhadap
lingkungan.
Peran pendidikan lingkungan dalam mengejar pembangunan
berkelanjutan untuk membangun kesadaran lingkungan dan kepekaan
terhadap alam, asimilasi pengetahuan yang tepat dan relevan tentang
lingkungan, pengembangan sikap keprihatinan etis tentang lingkungan serta
membangun partisipasi aktif dalam melakukan perlindungan lingkungan.
Sebagaiman diteorikan oleh Soerjani (1997: 23-4). Stressing the role of
environmental education in the pursuit of sustainable development has
been extracted from one of the quarterly issues of the newsletter connect a
publication of the joint of the UNESCO united International Environtment
education programme (IEEP). The objective were building awareness of
the environment and sensitivity to it in its totality natural and man made,
assimilation of appropriate and relevant knowledge about the environment,
development of attitude of ethical concern about the environmental
motivating active participation in its protection, acquisition of skill
enabling identification, solution or anticipation environmental problems,
active participation of.
Tujuan pendidikan lingkungan difokuskan pada tiga aspek dasar
untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak praktek-praktek
38
sosial, ekonomi, politik, dan ekologi terhadap lingkungan. Memberikan
kesempatan pendidikan bagi masyarakat untuk memperoleh keterampilan
yang diperlukan, pengetahuan, nilai dan sikap perlindungan terhadap
lingkungan. Mendorong perilaku melihara lingkungan yang keberlanjutan.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Campbell (2009: 5) bahwa
Environmental education’s goal should be focused on three fundamental
aspects: (1) building awareness among individual citizens and community
groups about the impact of the social, economic, political, and ecological
practices on the environment; (2) providing education opportunities for
citizens so they acquire the necessary skills, knowledge, values and
attitudes for the protection of the environment, and (3) fostering action-
oriented behaviors towards environmental conservancy and sustainability.
Berdasarkan hal di atas, maka tujuan pendidikan lingkungan
merupakan upaya untuk menciptakan tanggung jawab terhadap dirinya
sendiri, membangun kesadaran, kepekaan, keprihatinan terhadap
permasalahan lingkungan dengan memberikan pengetahuan, keterampilan,
sikap, motivasi, dan komitmen untuk membangun partisipasi aktif secara
individual dan kolektif untuk melakukan perlindungan lingkungan,
memecahkan masalah dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan
lingkungan secara berkelanjutan.
d) Ruang Lingkup Pendidikan Lingkungan Hidup
Ruang lingkup pendidikan lingkungan hidup mencakup hal yang
paling umum dan konvensional dengan memilah-milah antara pendidikan
lingkungan hidup melalui jalur pendidikan formal, non-formal, dan
informal (Aditjondro, 2003: 215). Pendidikan lingkungan melalui
39
pendidikan formal, non formal ataupun informal merupakan satu kesatuan
yang kokoh. Pendidikan formal, non formal, dan informal dapat membantu
siswa mengembangkan sikap yang lebih menguntungkan terhadap kualitas
fungsi lingkungan. Dikonsepkan oleh (Sarkar, 21011: 3) bahwa formal
environmental education helps students to develop more favourable
attitudes towards environment.
Habermas dalam Aditjondro (2003: 215) membagi ruang lingkup
pendidikan lingkungan dari sisi yang berbeda berdasarkan pada jenis ilmu
pengetahuan. Pembagian jenis ilmu pengetahuan tersebut yakni
pengetahuan yang bersifat teknis atau instrumental, ilmu pengetahuan yang
bersifat praktis, dan ilmu pengetahuan yang bersifat emansipatoris.
Menurut Aditjondro (2003: 223) yang paling dominan adalah pendidikan
lingkungan hidup yang lebih menekankan pada pengetahuan teknis.
Materi yang disarankan antara lain sebagaimana dikonsepkan oleh
Buchan dan Graeme (2007: 8) meliputi muatan teori dan praktek untuk
mencapai keberlanjutan lingkungan hidup dari berbagai segmen. Secara
tektual disampaikan berikut ini: introduction to subject. Key concepts and
definitions. Measures of sustainability, Student “definitions” and examples
of sustainability, Field trip: landfill site and a resource recovery
Atmosphere and climate. Roles of the Kyoto Montreal Protocols, Transport
systems, fuel and sustainability agriculture-conventional and organic
farming. Visit to organic farm break, Ecological economics/life cycle
assessments ecological economics tourism and sustainability urban and
physical environment-basics urban and physical environment a city
perspective, student oral presentations on their major assignments.
40
Ruang lingkup pendidikan yang dilaksanakan baik melalui
pendidikan formal, informal, dan non formal, melalui pengetahuan yang
bersifat teknis atau instrumental, praktis, dan emansipatoris. Pengetahuan
yang paling dominan dalam memberikan pendidikan lingkungan hidup
yaitu pendidikan yang lebih menekankan pada pengetahuan teknis. Melalui
pendidikan lingkungan hidup yang memuat teori dan praktek dalam rangka
menjaga kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan.
e) Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di beberapa Negara
(1) Amerika Latin
Di negara-negara Amerika Latin, mengintegrasikan pendidikan
lingkungan ke dalam pendidikan formal, sebagaimana diinformasikan
oleh Campbell (2009: 4) In Latin American nations, for example,
integrating environmental education into formal education.
(2) Bangladesh
Pendidikan lingkungan hidup di Bangladesh diberlakukan di
universitas dan lembaga pendidikan yang setara memainkan peran
utama dalam mempromosikan etika lingkungan dan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Konsep ini sebagaimana diinformasikan
oleh (Salequzzaman dan Stocker, 2001: 70) universities and other
equivalent institutions play a leading role in promoting of
environmental ethics and the principles sustainable development.
Pendidikan lingkungan di Bangladesh, secara umum
diperkenalkan di tingkat sekolah dasar di kelas III. Pada tingkat ini,
diberikan pengantar ilmu Lingkungan alam dan sosial melalui
pendekatan multidisiplin dan integrated pada materi bahasan ilmu
41
sosial, dan ilmu pengetahuan alam. Hal ini diinformasikan oleh
Salequzzaman dan Stocker, (2001: 23) Environmental education in
Bangladesh, in general, environmental education is introduced at the
primary level in Grade III. At this level, two units deal with
environmental education named “Introduction to Environment:
Science” and “Introduction to Environment: Social Science”. After the
primary level, environmental education is provided to students through
a multidisciplinary approach. Similarly, in the secondary level,
environmental education is provided to students through different
subjects, such as language, social science, general science, and
biology.
Pendidikan lingkungan hidup di Bangladesh sebagaimana
diinformasikan oleh Salequzzaman dan Stocker, (2001: 72) bahwa
pendidikan lingkungan hidup dibutuhkan tidak sekadar membangun
penguasaan kebijakan, tetapi juga membangun masyarakat yang dapat
memberikan kontribusi kepada pemegang kebijakan. Environmental
education is necessary not only to develop expertise which can
contribute to policy making, but also to create a civil society which
demands environmental accountability of its government and works
with government in implementation Salequzzaman & Stocker, (2001:
72). Secara teknis Sarkar (2011: 3) menginformasikan beberapa tema
yang berhubungan dengan lingkungan. These subjects deal with various
themes relating to environment, even though no general objectives of
secondary education explicitly states any direct emphasis on
environmental education.
42
(3) India
Kondisi lingkungan di India sangat luas dan sangat beragam
iklim kondisi geologis, geografis, flora, fauna, etnis, bahasa, kondisi
sosial dan juga ekonomi ekonomi. Oleh karena itu, pendidikan
lingkungan pendidikan harus mendapatkan perhatian yang penting.
Sebagaimana diungkapkan oleh (Halder, 2012: 2224). The
environmental scenario of India is very wide. Ours is a country highly
diverse climatically, geologically, geographically, edaphically,
floristically, faunistically, ethnically, lingually, socially and
economically. Therefore, environmental education (EE) has to be
essentially location-specific.
Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di beberapa negara
didasarkan pada tuntutan kondisi lingkungan. Lembaga pendidikan
formal maupun non formal dipandang mampu mempromosikan etika
lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Hasil pendidikan
diharapkan mampu berkontribusi pada kebijakan yang berorientasi pada
kelestarian fungsi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
f) Kebijakan UNESCO dan Implikasinya di Indonesia
UNESCO menyatakan dekade pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan/Decade of Education for Sustainable Development
(UNDESD) untuk periode 2005-2014 menekankan pentingnya pendidikan
untuk mencapai berkelanjutan sebagaimana diungkapkan oleh (Erdogan,
2009: 133) UNESCO proclaimed the Decade of Education for Sustainable
Development (UNDESD) for the period of 2005-2014 which emphasize the
importance of education for achieving sustainable. Pelaksanaan
43
pendidikan lingkungan hidup melalui jalur pendidikan formal dan
informal, jenjang dan jenis pendidikan secara menyeluruh. Pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup melalui dua jalur yakni jalur pendidikan
formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan formal dilaksanakan
mulai dari pendidikan prasekolah hingga pendidikan tinggi. Pendidikan
non formal diberikan kepada pemuda dan orang dewasa pada semua
lapisan masyarakat baik pemerintah maupun non pemerintah. Pendidikan
formal dengan memberikan pendidikan dan pelatihan secara profesional
kepada guru. Hal ini sebagaiman diungkapkan oleh (Shukla dan Sharma,
1996: 83) environmental education should include both formal and non
formal education sectors. Formal education sector should include pre
school to higher education students as well as teachers and environmental
professionals in training and retraining. The non formal education sector
should include youths and adults from all segments of the populations such
as family, workers, managers and decision maker, in governmental as well
as non governmental fields.
Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak
harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata
pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain,
lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru
Geografi, IPA, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) saja, misalnya, tetapi
harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran (integrated).
Budaya cinta lingkungan hidup penting dikembangkan melalui dunia
pendidikan, dengan alasan jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut
ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu
44
kebijakan tentang penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup agar
menjadi. Kondisi terhadap krisis lingkungan harus disampaikan oleh guru
di sekolah. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada
anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan
lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Hal itu harus dimulai
sekarang juga.
Kementerian Pendidikan Nasional yang memiliki wewenang untuk
menentukan kebijakan yang harus diimplementasikan agar dunia
pendidikan mampu melahirkan generasi masa depan yang peduli
lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan lingkungan yang
dihadapi masyarakat dan negaranya. Rekomendasi hasil Lokakarya
Pendidikan Lingkungan di Berado, Yogaslavia sejak tahun 1970
pendidikan lingkungan tidak hanya terbatas pada pemberian pengetahuan
lingkungan, akan tetapi mengembangkan sikap dan nilai yang
menggambarkan pengembangan kesadaran terhadap lingkungan di
sekitarnya dan memiliki tanggung jawab berbuat untuk memecahkan isu
dan persoalan lingkungan. Konferensi antar Pemerintah tentang
pendidikan Lingkungan di Tribilisi Uni Sofyet yang menekankan pada
masyarakat Internasional agar mempertimbangkan untuk memasukkan
nilai-nilai etik ke dalam pendidikan lingkungan dan agar dalam
mengembangkan kreativitas dan nilai diarahkan pada peningkatan kualitas
hidup (Farikhah, 2011: 79). Mochizuki (2010: 37) memberikan penjelasan
bahwa program education for sustainable development (ESD) yang di
dalamnya ada unsur pendidikan lingkungan sangat penting untuk
mewujudkan program MDG’s. Pendidikan untuk pembangunan
45
berkelanjutan (ESD) dalam rangka menjalankan kampanye United Nation
Literacy Decade (UNLD). Berikut tulisan Mochizuki (2010: 46) One
aspect is the idea that education for sustainable development (ESD)
supplements fore running global education campaigns of EFA and the UN
Literacy Decade (UNLD). Topik yang berkaitan dengan program
lingkungan oleh UNESCO antara lain perspektif lingkungan, sumber daya
alam (air, energi, pertanian, keanekaragaman hayati), perubahan iklim,
transformasi perdesaan, urbanisasi yang berkelanjutan, pencegahan dan
mitigasi bencana. sebagaimana dikutip oleh Mochizuki (2010: 46) antara
lain environmental perspective, natural resources (water, energy,
agriculture, biodiversity), climate change, rural transformation,
sustainable urbanisation, disaster prevention and mitigation. Pengentasan
permasalahan lingkungan diupayakan melalui kegiatan preventif. Upaya
tersebut diperlukan kerjasama secara menyeluruh dan global yang
menyangkut semua komponen bangsa. Hal ini senada dengan yang
disampaikan oleh Mochizuki (2010: 52) bahwa masyarakat diminta untuk
turut berpartisipasi pada program pendidikan lingkungan tanpa
meresahkan dana dari pemerintah. Kemitraan sekolah dengan masyarakat
dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk berperan dalam
membiayai pendidikan formal dan non formal. Hal ini dikonsepkan oleh
Mochizuki (2010: 52) The mainstream discourse of ESD celebrates
school-community partnerships as the ‘panacea’ and exhorts the
community to provide supplementary resources voluntarily to public
schools, without giving serious thought to the diminished role of the state
in financing education-formal education (including higher education) as
46
well as what Asaoka called ‘formal social education’. Konferensi antar
Pemerintah tentang Pendidikan Lingkungan di Tribilisi Uni Sofyet
menekankan pada dunia Internasional agar memasukkan nilai-nilai etik ke
dalam pendidikan lingkungan dan mengembangkan kreativitas nilai untuk
mencapai peningkatan kualitas hidup (UNESCO dalam Farikhah, 2011:
79).
(1) Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup
dan Pendidikan Nasional tentang Pendidikan Lingkungan Hidup.
Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan
Nasional pada tanggal 3 Juni 2005 membangun kesepakatan bersama
dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional. Keputusan
Bersama No. KEP 07/MENLH/06/2005-No. 05/VI/KB/2005
sebagaimana ditulis oleh Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz (2006: 185)
memuat tujuan kerjasama, ruang lingkup, dan pelasanaan kesepakatan.
Tujuan kerja sama antara lain menumbuhkan dan meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai wawasan lingkungan hidup
kepada peserta didik dan masyarakat, dan meningkatkan mutu sumber
daya manusia sebagai pelaksana pembangunan dan pelestarian
lingkungan hidup. Ruang lingkup antara lain koordinasi dalam
penyusunan program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek,
menengah, dan panjang, pengembangan pendidikan lingkungan hidup
sebagai wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang
berbudaya lingkungan, peningkatan pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan,
peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang
47
pendidikan lingkungan hidup, peningkatan peran serta masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan hidup.
Pelaksanaan kesepakatan dengan koordinasi dengan Menteri
Negara Lingkungan Hidup antara lain melaksanakan beberapa kegiatan
antara lain penetapan dan pengembangan materi pendidikan
lingkungan hidup, kerja sama dalam pelaksanaan program pendidikan
lingkungan hidup, penyebarluasan berbagai informasi pendidikan
lingkungan hidup, pelatihan pendidikan lingkungan hidup pada
masyarakat, monitoring dan evaluasi substansi bahan ajar pendidikan
lingkungan hidup secara berkala dan pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup. Koordinasi dengan Menteri Pendidikan Nasional
melaksanakan kegiatan antara lain penetapan kebijakan, pedoman dan
program pendidikan lingkungan hidup, pengembangan materi
pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan hidup, peningkatan
kompetensi sumber daya manusia bagi peserta didik, pendidik dan
tenaga kerja kependidikan, pembinaan pelaksanaan pendidikan
lingkungan hidup, evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup,
pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup pada sistem pendidikan
nasional, pengembangan materi ajar dan metode pembelajaran
lingkungan hidup, pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan,
penyebarluasan berbagai informasi pendidikan lingkungan hidup,
koordinasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, penyusunan
profil pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup (Soerjani, Yuwono,
dan Ferdiaz, 2006: 186).
48
Pelaksana Pendidikan dari unsur peserta didik dan tenaga
kependidikan. Peserta didik antara lain mendapatkan perlakuan sesuai
dengan bakat, motivasi, minat, aspirasi dan kemampuannya, mengikuti
program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan
berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun
untuk memperoleh tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan,
mendapatkan bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain
sesuai dengan persyaratan yang berlaku, pindah ke satuan pendidikan
yang sejajar atau tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan
penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak
dimasuki, memperoleh penilaian hasil belajarnya, menyelesaikan
program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan, mendapat
pelayanan khusus bagi penyandang cacat, ikut menanggung biaya
penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi peserta yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, mematuhi
semua peraturan yang berlaku, menghormati kelembagaan dan tenaga
kependidikan, ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan,
ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
Tenaga kependidikan adalah tenaga pendidik, pengelola dalam
pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang
pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Tenaga
kependidikan ini berkewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan/atau
memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga
kependidikan berkewajiban untuk membina loyalitas pribadi dari
49
peserta didik terhadap ideologi Negara dan Undang-undang Dasar
1945, menjunjung tinggi kebudayaan bangsa dan kemanusiaan yang
universal, melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan
penuh pengabdian, meningkatkan kemampuan profesional sesuai
dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
pembangunan bangsa, menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan
yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara (Soerjani, Yuwono,
dan Ferdiaz, 2006: 187).
Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Menteri Negara
Lingkungan Hidup dengan Menteri pendidikan Nasional nomor
003/MENLH/02/2010, Nomor 01/II/KB/ 2010 tentang pendidikan
lingkungan hidup memandang pentingnya pendidikan lingkungan bagi
semua satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada nota
kesepakatan tersebut disampaikan pelaksanaan pembangunan nasional
yang berkelanjutan, memerlukan sumber daya manusia yang sadar dan
mampu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengetahuan,
nilai, sikap, perilaku, dan wawasan mengenai lingkungan hidup perlu
diberikan sejak dini kepada seluruh lapisan masyarakat dan peserta
didik pada semua satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Penguatan dan pemberdayaan lembaga dan masyarakat pelaku dan
pemerhati lingkungan hidup perlu ditingkatkan.
SKB pada pasal 4 Menteri Pendidikan Nasional sebagai pihak
kedua bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan, pedoman dan
program pendidikan lingkungan hidup, membina, mengembangkan,
mengintegrasikan, menetapkan materi dan sarana/prasarana pendidikan
50
serta pelatihan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup pada sistem pendidikan nasional. Meningkatkan kapasitas
peserta didik, pendidikan dan tenaga kependidikan, masyarakat,
pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, dan melakukan
monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.
SKB memiliki tujuan dan ruang lingkup diterakan dalam pasal berikut:
a) Pasal 1
Tujuan SKB untuk menumbuhkan dan mengembangkan
pengetahuan, nilai, sikap, perilaku, dan wawasan, serta kepedulian
lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat dan meningkatkan
mutu sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan
berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
b) Pasal 2
Ruang lingkup SKB meliputi pengembangan pelaksanaan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for
sustainable development/ESD) termasuk pendidikan lingkungan
hidup yang dilaksanakan pada semua jalur, jenjang dan jenis
pendidikan sebagai wadah/sarana menciptakan perubahan pola
pikir, sikap, serta perilaku manusia yang berbudaya lingkungan
hidup. Koordinasi dan sinergi dalam penyusunan program
pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah, dan
panjang sebagai bagian dari ESD. Revitalisasi penelitian dan
pengembangan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Pemberian penghargaan kepada individu,
lembaga dan masyarakat yang peduli berjasa dan/atau berprestasi
51
dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
peningkatan kapasitas, komitmen, dan peran serta masyarakat,
pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, serta pendidikan
dan tenaga kependidikan untuk berperan aktif menjaga dan
melestarikan fungsi lingkungan hidup (Kementerian Pendidikan
Nasional, 2010).
SKB ini memuat tujuan kerjasama, ruang lingkup, dan
pelaksanaan kesepakatan dalam rangka mengimplementasikan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. SKB ini dilaksanakan
melalui semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai media untuk
menciptkan perubahan pola pikir, sikap serta perilaku manusia untuk
memberikan kepedulian kepada lingkungan. Revitalisasi dilakukan
melalui peningkatan kualitas penelitian dan pengembangan
pengelolaan dan perlindungan lingkungan termasuk di dalamnya
memberikan penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat.
(2) Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup
Undang-undang Sisdiknas (2003:7) bagian keempat Pasal 24 ayat
(1) dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik
dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. Dengan
demikian, perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengembangkan
disiplin keilmuan tertentu yang disusun secara sistematis, terpadu, dan
integral dengan kurikulum yang diberlakukan.
(a) Kurikulum
52
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani
yaitu currir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang
harus ditempuh oleh pelari. Secara istilah, kurikulum merupakan
landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta
didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui
akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental
(Nizar, 2002: 56). Kurikulum disusun memiliki tujuan yang
hendak dicapai, sebagaimana diteorikan oleh Soerjani, Yuwono,
dan Ferdiaz (2006: 187) kurikulum disusun untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap
perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sera kebudayaan/kesenian, sesuai
dengan lokasi jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Kebijakan, arah dan pelaksanaan pendidikan perlu berorientasi ke
dalam kepedulian lingkungan hidup (environmental centered
learning).
Kurikulum bagi pendidikan dasar merupakan implementasi
dari perencanaan proses belajar mengajar baik di kelas maupun di
luar kelas sebagaimana di ungkapkan oleh Sharma (2006: 133)
bahwa curriculum is the base of education on which the teaching
learning process is planned and implemented. it is totally of all the
learning to which students are exsposed during their study in the
school, in the classroom, in laboratory, in the library, in the
workshop, on the farm and the playground.
53
Kurikulum dalam pendidikan lingkungan hidup memuat
tentang biotik, abiotik dan sosial yang mengatur lingkungan
tentang aktivitas manusia terhadap isu-isu lingkungan yang sedang
terjadi seperti pemansan global, penipisan lapisan ozon,
pengelolaan sampah dan lain sebagainya agar dapat bertanggung
jawab terhadap perubahan lingkungan tersebut. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Hale dalam Soerjani (1997: 59)
bahwa In the terms of an environment curriculum entitlement
suggested this may include an understanding of biological and
physical systems which regulate the environment globally and
locally, how and why human activity is placing the environment
under pressure. Environmental problems, such as global warming,
depletion of the ozon layer, waste management, etc. As a result of
human activity and the options to alleviate these problems, the
individuals responsibility to the environment.
Implementasi dari kurikulum tersebut bagi lembaga
pendidikan memainkan peran yang sangat signifikan. Hal ini
diungkapkan oleh (Pandey dan Vedak, 2010: 4) bahwa educational
institutes play an instrumental role in defining and achieving the
goal of social well-being. Institutions of higher education prepare
professionals who develop, manage, teach, lead and influence
society. In order to create able leaders who can make the world
better, sustainable development should be made a part of the
university curriculum. Lebih lanjut dikonsepkan oleh Pandey dan
54
Vedak (2010: 7) bahwa environmental education can be effective
as a part of a school curriculum.
Lembaga pendidikan memainkan peran penting dalam
mencapai tujuan kesejahteraan sosial. Lembaga pendidikan tinggi
mempersiapkan para profesional yang mengembangkan,
mengelola, mendidik, memimpin dan mempengaruhi masyarakat.
Para pemimpin dapat membuat dunia yang lebih baik dan
pembangunan berkelanjutan harus menjadi bagian dari kurikulum
universitas.
Berdasarkan etimologi tersebut dalam dunia pendidikan
memberikan pengertian sebagai circle of instruction yaitu suatu
lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya
ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi
sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Kurikulum
dipahami tidak sekadar rencana pelajaran atau bidang studi, tetapi
merupakan rencana nyata yang terjadi dalam proses pendidikan di
sekolah. Sebagai rel penentuan rencana dalam proses pendidikan
kurikulum memiliki komponen dasar. Komponen kurikulum
tersebut antara lain tujuan, isi, metode, dan evaluasi (Tafsir, 2001:
53).
Lembaga pendidikan memainkan peran penting dalam
mendefinisikan dan mencapai tujuan kesejahteraan sosial.
Lembaga pendidikan tinggi mempersiapkan para profesional yang
mengembangkan, mengelola, mengajar, memimpin dan
mempengaruhi masyarakat. Untuk menciptakan pemimpin mampu
55
yang bisa membuat dunia yang lebih baik, pembangunan
berkelanjutan harus menjadi bagian dari kurikulum universitas.
Pendidikan adalah kekuatan pendorong yang signifikan untuk
meningkatkan kapasitas dan transformasi pembangunan
berkelanjutan. Pendidikan meningkatkan keprihatinan atas
praktek-praktek berkelanjutan dan meningkatkan kapasitas untuk
menghadapi dan mengubah kondisi lingkungan yang kurang layak
menjadi lingkungan yang baik dan sehat.
Pendidikan melakukan beberapa fungsi secara bersamaan
untuk membuat manusia yang baik. Pendidikan sebagai harapan
terbaik bagi manusia dan cara yang paling efektif dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan. Pendidikan lingkungan untuk
pembangunan berkelanjutan harus siap untuk mengidentifikasi dan
mempertanyakan, dan dapat menciptakan masyarakat yang mampu
beradaptasi pada kondisi alam dan sosial yang cepat berubah.
Pendidikan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan juga
harus mampu membangun manusia dengan kesiapan spiritual
sebagai bagian dari kesiapan mental atas perubahan ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh
destruction (Shukla dan Sharma, 1996: 88) Environmental
education, if it is to be effective, must make clear the link that
exists between social and natural processes. Environmental
educator must be prepared to identify and to question the social
stuctures that cause environmental. A major priority is to reorient
education toward sustainable development by improving each
56
country capasity to address environmental programmes,
particularly in basic learning. This is indispensable for enabling
people to adapt to a swiftly changing world and to resources.
Education should, in all disciplines, address the dynamics of the
physical/biological and social economic environment and human
development, including spiritual development.
Kurikulum sebagai landasan yang digunakan pendidik untuk
membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang
diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mental. Pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang
mampu untuk melakukan adaptasi dan kesiapan spiritual dengan
mengimplementasikan ilmu dan pengalamannya untuk melakukan
ketanggapsegeraan terhadap perubahan lingkungan yang kurang
layak menjadi lingkungan yang baik dan sehat bagi generasi yang
akan datang.
(b) Perencanaan Pendidikan Lingkungan Hidup
Perencanaan pendidikan lingkungan hidup melalui kegian
intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Intrakurikuler sebagaimana
dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 16 tahun 2010 Bagian ke-
satu Pasal 9 Ayat (3) rencana pelaksanaan Pembelajaran
intrakurikuler meliputi identitas mata pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi,
tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode
pembelajaran, kegiatan belajar, penilaian hasil belajar, dan
57
sumber belajar. Ekstrakurikuler sebagaimana dalam Peraturuan
Menteri Agama No. 16 tahun 2010 bagian ke-dua pasal 10 ayat (1)
disebutkan bahwa proses pembelajaran ekstrakurikuler
pendidikan agama merupakan pendalaman, penguatan,
pembiasaan, serta perluasan dan pengembangan dari kegiatan
intrakurikuler yang dilaksanakan dalam bentuk tatap muka atau
non tatap muka. Kegiatan perencanaan pendidikan lingkungan
hidup mengacu pada peraturan menteri agama RI tersebut.
(c) Strategi Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup
Strategi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan yang
dirancang antara lain pengembangan kelembagaan, kurikulum,
sarana dan prasarana, informasi dan komunikasi, dan partisipasi
masyarakat. Secara teknis beberapa upaya yang dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan, penelitian, dan pengabdian masyarakat
(Tridharma Perguruan Tinggi). Hal ini sesuai dengan konsep yang
dirumuskan oleh (Soerjani dan Monica Hale, 1997: 124) bahwa Its
the designed to fit as much as possible with in the existing
infrastucture and work within identified agency strengths. The
eight programme are briefly describe below: institutional
development programme, curriculem and materials development
programme, research and development programme, training
programme, information, education, communication, scholarship
programme, facilities and equipment upgrading programme, policy
development and reforms programme.
58
Program pengabdian masyarakat di perguruan tinggi seperti
KKN dalam rangka mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan
pengalaman mahasiswa di masyarakat. Mahasiswa melalui
program KKN ini dapat menawarkan budaya yang dinilai baik agar
dapat dimiliki oleh masyarakat sekaligus melakukan refleksi diri
terhadap diri dan masyarakat. Hal ini sebagaimana diungkapkan
Otto dan Wohlpart (2009: 234) the service-learning project brings
the learning goals of the course to life. One group of students
volunteered at a sustainability education lecture and public event
that brought together a wide range of age groups who shared their
experiences in the environment. This project fostered a deep sense
of intergenerational respect. Several students initiated projects in
their workplaces, seeking to transform an established culture.
Projects ranged from starting a recycling programme to seeking
local sourcing for products. Other students investigated the
sustainability of their lifestyles; one analysed the environmental
effects of all of the beauty and hygiene projects in her bathroom
and then created an educational programme to make others aware
of what she found. For all projects, students kept a journal
reflecting on how their service activities expanded their ethics and
wrote a final paper that summarised their activity and defined their
emerging ethics of sustainability. Ultimately, the projects, along
with the self-reflection, created an opportunity for the
transformation of lifestyles and, perhaps, the beginnings of
changes in culture. Students have the often uncomfortable
59
opportunity to reflect on their values, their beliefs and their daily
actions.
Strategi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan yang
dirancang antara lain pengembangan kelembagaan, kurikulum,
sarana dan prasarana, informasi dan komunikasi, dan partisipasi
masyarakat. Program Tridharma perguruan tinggi sebagai tiga pilar
pelaksanaan pendidikan memiliki andil besar dalam menciptakan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Pengabdian
masyarakat melalui program kuliah kerja nyata dapat dijadikan
sebagai wahana untuk menerapkan disiplin ilmu yang dikuasai oleh
mahasiswa dan sekaligus sebagai wahana pembelajaran dari
masyrakat kepada mahasiswa. program KKN ini dapat dijadikan
sebagai refleksi perguruan tinggi dalam melaksanakan Tridharma
perguruan tinggi.
Implementasi pendidikan lingkungan hidup tidak mengenal
ruang dan tempat, semua dapat dijadikan sebagai ruang gerak
untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan. Proses
pendidikan lingkungan dapat diperkaya dengan mengikutsertakan
peserta didik dalam berbagai macam kegiatan di luar kelas antara
lain melalui kunjungan pameran, museum, wisata di alam, dan
bergabung dalam organisasi pecinta lingkungan. Melalui kegiatan
ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan
tentang alam semesta dan isu-isu lingkungan yang sedang
berkembang. Hal ini dapat diperhatikan pada konsep yang
diberikan oleh Pearcy (2010: 127) bahwa Learning can take place
60
under a number of circumstances and within various settings and
contexts. Free choice learning is a term used to describe learning
that is intrinsically motivated, self directed and that typically takes
place outside of the classroom. Free choice environmental learning
can involve experiences such as visiting exhibits, museums, nature
centre, parks, eco tourism, aquaria, or joining an environmental
organization. While often the aforementioned activities are
considered recreational, people also engage in these activities to
become more informed about various aspects of the environment.
Ruang untuk mempelajari lingkungan dengan segala hal
yang terpaut dengannya dapat diperoleh melalui bentang alam
semesta. Pengayaan terhadap kondisi alam dan lingkungan hidup
tidak mengenal ruang dan waktu. pendidikan lingkungan hidup
dapat dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas untuk
mendapatkan informasi dan permasalahan yang timbul di
masyarakat.
Media pendidikan yang dapat membantu untuk memberikan
fasilitas kepedulian sebagai implementasi bagi pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan antara lain melalui internet dan media
informasi dan komunikasi yang lainnnya. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh Pearcy, (2010: 128) bahwa environmental
information via the internet is readily available and is relevant to a
variety of learning situation. Media pendidikan lingkungan hidup
yang berkelanjutan dapat diperoleh dari berbagai sumber baik
dunia nyata maupun dunia maya. Kedua sumber tersebut dapat
61
digunakan untuk saling melengkapi informasi tentang kualitas dan
isu-isu lingkungan yang sedang berkembang.
2. Pembangunan Berkelanjutan
a. Sustainable
1) Pengertian
Pengertian sustainable didefinisikan oleh beberapa pakar antara lain
Gobinath dan Mahendran, Kemp dan Parto, Otto, dan Wohlpart. Gobinath dan
Mahendran, (2010: 18) menyatakan Sustainable is the need hour for our
country to provide our future generation a cleaner, safer environment, to
achieve it there are many path, one should be able to identify the best path
related to their industry or organization to achieve sustainability.
Berkelanjutan merupakan keberlangsungan untuk terpenuhinya semua
kebutuhan manusia sampai pada generasi yang akan datang. Keberlanjutan
memberikan kualitas lingkungan hidup yang baik, sehat, dan aman bagi
generasi yang akan datang dengan membangun hubungan yang harmonis
dengan dunia usaha.
Kemp dan Parto (2005:14) menyatakan Keberlanjutan sering dilihat
sebagai fasilitas perlindungan termasuk keragaman budaya yang lebih baik
dan lebih adil bagi generasi yang akan datang. Hal ini diungkapkan oleh Kemp
dan Parto (2005:14) bahwa sustainability is often seen as being about
protection of amenities (including cultural diversity), but it is equally about
continued advancement or creation: a better and more just world. Otto dan
Wohlpart, 2010: 234) menyatakan Keberlanjutan dengan melibatkan manusia
untuk menemukan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan dan alam
semesta. Hal ini merupakan konsep yang diungkapkan oleh Otto dan
62
Wohlpart, 2010: 234) Sustainability ‘involves human beings finding a balance
between themselves and the planet, and more, with the universe itself.
Keberlanjutan berarti keberlangsungan semua kebutuhan manusia sampai pada
generasi yang akan datang secara adil dan seimbang. Memberikan kualitas
lingkungan hidup yang baik, sehat, dan aman bagi generasi yang akan datang
dengan membangun hubungan harmonis dengan berbagai pihak. Hubungan
harmonis antara pemerintah dan swasta memiliki kontribusi nyata dalam
melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.
2) Tujuan Sustainable
Tujuan berkelanjutan adalah kelangsungan hidup dan kesejahteraan
semua spesies, dan bukan hanya sekadar manusia belaka. Hal ini dikonsepkan
oleh oleh (Sundar, 2006:54) the goal of sustainable is the survival and well
being of all species, not just humans. Dengan demikian, tujuan sustainable
untuk keberlangsungan semua makhluk hidup di alam semesta. Kondisi yang
sustainable bagi seisi alam semesta dapat mendukung pembangunan
berkelanjutan. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan hidup untuk
pembangunan berkelanjutan yang dapat mengantarkan pada sikap dan perilaku
sustainable, maka pendidikan lingkungan hidup menjadi sangat penting
diberikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan.
3) Agenda Sustainable
Prediksi pada tahun 2050 dunia akan mendapatkan populasi penduduk
yang tinggi hingga mencapai 8 miliar orang. Pertumbuhan populasi yang cepat
tersebut berdampak sistemik terhadap kualitas lingkungan. Kualitas
lingkungan akan mengalami degradasi yang signifikan seperti munculnya
perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, erosi tanah, penggundulan
63
hutan, kelangkaan air, dan munculnya racun yang dapat mengancam tingkat
kesehatan masyarakat. Agenda pembangunan berkelanjutan perlu
direncanakan dengan baik untuk mengembalikan kualitas lingkungan yang
dapat mendukung kehidupan yang lebih baik, aman, dan sehat. Masyarakat
percaya kondisi ini akan terjaga dengan baik dengan melakukan aksi nyata
seperti yang direncanakan oleh dengan Roy melalui program sumber daya
energi, transportasi, konsumsi, manajemen sampah, pertanian, hutan dan
sistem ekonomi baru. Roy (2011: 65-67) melalui teorinya dituliskan sebagai
berikut: By 2050, the world will be burdened with a likely population of 8
billions people. Add to this the threat of global climatic change and ozone
depletion and soil erotion, deforestation, water scarcity, and toxic
contamination challenging the health and survability of the planet. But we
believe the world will sustain, overcome and bring solutions to all the
intractable problems, such as through energy source scenario, transportation
scenario, zero waste consumtion, food and agriculture scenario, forest
scenario, and new economic scenario.
ESD sebagai upaya pendidikan untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan
kepada semua orang terutama generasi mendatang untuk berkontribusi lebih
baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan
datang dengan menyusun skenario untuk mengurangi dan mengusahakan
sumber energi nuklir, transportasi, pertumbuhan nol untuk produksi sampah,
makanan dan pertanian, hutan, dan ekonomi baru.
Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 03/MENLH/02/2010. Nomor
64
01/II/KB/2010 tentang Pendidikan Lingkungan Hidup bertujuan untuk
menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, perilaku, dan
wawasan, serta kepedulian lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat;
dan meningkatkan mutu sumber daya manusia sebagai pelaksana
pembangunan berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Ruang
lingkup kesepakatan bersama ini meliputi pengembangan pelaksanaan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable
development/ESD) termasuk pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan
pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai wadah/sarana
menciptakan perubahan pola pikir, sikap, serta perilaku manusia yang
berbudaya lingkungan hidup. Koordinasi dan sinergi dalam penyusunan
program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah, dan panjang
sebagai bagian dari ESD. Revitalisasi penelitian dan pengembangan dalam
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemberian
penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat yang peduli berjasa
dan/atau berprestasi dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, peningkatan kapasitas, komitmen, dan peran serta masyarakat,
pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, serta pendidikan dan tenaga
kependidikan untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan fungsi
lingkungan hidup.
b. Sustainable Development
1) Pengertian
Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
dipopulerkan pertama kali dalam laporan Our Common Future oleh
Commision on Environment and Development/WCED). Istilah berkelanjutan
65
adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
mengorbankan pemenuhan hak generasi masa mendatang (Abdullah,
2010:116). Pengertian ini menegaskan perlunya keseimbangan antara
kepentingan hari ini dan kepentingan masa depan tanpa mengorbankan
pemenuhan hak generasi sekarang dan yang akan datang.
Pembangunan berkelanjutan sering digambarkan sebagai perluasan
daerah yang menyangkut kualitas sosial, ekonomi, dan ekologi yang saling
tumpang tindih. Hal Ini memberikan gambaran yang berkaitan antara kualitas
sosial, ekonomi, dan ekologi secara bersamaan dan terintegrasi, hal yang
saling terpisah menjadikan sulit diwujudkan dalam mencapai keberlanjutan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh (Kemp dan Parto, 2005: 15) bahwa in
early literature, sustainable development was often depicted as expansion of
the area where circles of social, economic and ecological quality overlapped.
These depictions were useful in stressing the links among desirable social,
economic and ecological qualities and in indicating that much of our current
activity lay outside the realm of potential sustainability. However, even where
the roles of social and ecological as well as economic factors were respected,
the tendency to consider them separately proved hard to overcome.
Pembangunan berkelanjutan biasanya dihubungkan dengan
pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan secara ekonomi.
Keberlanjutan secara ekonomi memberikan makna lingkungan dapat
dilindungi tanpa banyak merugikan pada sektor ekonomi. Sebagaimana
disampaikan bahwa oleh Shukla dan Sharma (1996: 57) sustainable
development means development of the economy of any region in such manner
66
that environment could be protected without much harming to any sector of
the economy.
Keterbatasan pada sektor ekonomi menjadikan pembangunan
berkelanjutan menjadi berdampak serius terhadap lingkungan. Pembangunan
berkelanjutan secara integral harus menjadi strategi pembangunan yang
berjalan secara terencana dengan baik, sehingga kebutuhan ekonomi dapat
ditolerir, teknologi dapat mendukung, lingkungan dapat merespon dengan
positif, masyarakat dan pemerintah tidak melakukan tindakan penyimpangan
terhadap lingkungan. Hal ini sebagaimana diteorikan (Shukla dan Sharma,
1996: 57) oleh Sustainable development is a developmental strategy through
which any developmental action should not be started hurriedly but it should
be in such a manner that the same our economy could tolerate, technology
could cooperate, environment could respond positive, people could achieve
their target and the structure of the society and the government could guard
against distortion.
Sustainable development is process of change in which the exploitation of
resources the direction of invesments, the orientation of technological
development, and institutional change are all in harmony and enhance both
current and future potential to meet human needs and aspirations (Shukla dan
Sharma, 1996: 38). Pembangunan berkelanjutan sebagai proses perubahan
melalui teknologi dan perubahan kelembagaan semuanya selaras untuk
memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan. Pembangunan berkelanjutan
juga untuk mencapai derajat standar kehidupan yang lebih baik dan sejahtera
dengan tetap menjaga keberlangsungan hidup pada ekosistem yang ada.
Pembangunan berkelanjutan memeperhatikan wawasan lingkungan hidup.
67
Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber
daya, mutu hidup generasi masa kini dan masa depan (Peraturan Rektor
Unnes nomor 22 tahun 2012). Sustainable development means achieving a
quality of life or standard of living that can be maintained for many
generations because it is socially desirable, fulfilling people’s cultural,
material, and spiritual needs in equitable ways, economically viable paying
for itself, with costs not exceeding income, ecologically sustainable,
maintaining the long term viability of supporting ecosystems (Sundar, 2006:
10).
Pembangunan berkelanjutan sebagai proses pencapaian kebutuhan
manusia difokuskan pada individu dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri dan berbagi dengan masyarakat. Hal ini berlawanan
dengan pendekatan pembangunan yang difokuskan pada eksploitasi
sumberdaya alam untuk kepentingan jangka pendek. Hal ini sebagaimana
dikonsepkan oleh (Wimala Ponniah dalam Soerjani, 1997: 26) bahwa
sustainable development is a process focused on people and societies how the
define needs with reference to their own goals and the goals the share as
members of communities and nations. It is in stark contrast to development
approches the have focussed on resources for exploitation as a means of short
term wealth generation.
Pembangunan berkelanjutan memerlukan dukungan dari berbagai pihak
secara vertikal dari pembuat kebijakan, akademisi, dan pemerintah di seluruh
wilayah. Hal ini sebagaimana dikonsepkan oleh Gobinath dan Mahendran,
(2010: 18) bahwa sustainable development that meets of the preserve withaut
68
compromissing the ability of future generation to meet their own needs.
Sustainable development is widely used these days by the policy makers,
academia, goverments in all area including develompental project, and in
many verticals.
Menerapkan komitmen untuk pembangunan berkelanjutan memerlukan
pemahaman yang lebih luas dan tidak sekadar untuk memenuhi tujuan yang
ambisius pada kepentingan satu generasi dengan satu faktor, tetapi dibutuhkan
kerjasama yang koheren antar berbagai bidang yang saling terkait dalam
proses perencanaan, administrasi, dan masyarakat. Hal ini sebagaimana
dikonsepkan oleh (Kemp dan Parto, 2005: 17) bahwa implementing a
commitment to sustainable development entails a substantial transition not
just to a broader understanding and a more ambitious set of objectives, but
also to more coherently interrelated institutional structures and processes of
planning, administration, markets, tradition and choice at every scale.
Meskipun demikian, pembangunan berkelanjutan tetap memperhatikan prinsip
berkelanjutan ekonomi, lingkungan alam, dan lingkungan sosial yaitu dapat
memadukan antara ekologi dan ekonomi. Hal ini diungkapkan oleh Shukla
dan Sharma (1996: 67) principle of sustainable development can be examined
on the basis of economic, environemental issues and social mileu. Buzzword
sustainable development has tried to marry ecology and economy.
Pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan tidak sekadar untuk
memenuhi tujuan pemenuhan kebutuhan untuk satu generasi, tetapi untuk
generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan dalam
implementasinya memadukan prinsip berkelanjutan ekonomi, lingkungan
alam, dan lingkungan sosial.
69
2) Cita-cita Pembangunan Berkelanjutan
Agenda utama pembangunan berkelanjutan adalah mensinkronkan,
mengintegrasikan, dan memberi bobot yang sama bagi aspek ekonomi, sosial
budaya, dan lingkungan hidup. Ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai
bagian yang terkait erat antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana Keraf
(2002: 168) menyatakan agenda utama pembangunan berkelanjutan untuk
mensinkronkan aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup
dijembatani melalui pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, yaitu
pendidikan yang memiliki motivasi untuk mewujudkan kepedulian terhadap
lingkungan. Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz (2006: 194) menyebutkan
pengelolaan lingkungan sebagai dukungan pembangunan yang berkelanjutan
ini harus dicapai melalui pendidikan lingkungan hidup.
Sinkronisasi aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup
melalui pendidikan lingkungan hidup diupayakan mampu membangun
paradigma berkelanjutan dengan melakukan penghematan sumber daya alam
dan lingkungan, pendaur ulangan dan perbaikan pada sisi ekonomi. Pada sisi
sosial dan budaya melakukan rekadaya dan rekayasa untuk memberi nilai
tambah sumber daya yang dieksploitasi. Sisi lingkungan hidup dengan
mengurangi perilaku perusakan terhadap lingkungan hidup. Sinkronisasi
ketiga aspek tersebut dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan
memerlukan sumber daya manusia yang sadar dan mampu memelihara
kelestarian lingkungan dan fungsi lingkungan hidup. Sumber daya manusia
yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan tersebut
diciptakan dalam proses pendidikan yang berwawasan lingkungan/pendidikan
lingkungan hidup. Secara sederhana dapat disampaikan bahwa untuk
70
mencapai cita-cita agenda pembangunan yang berkelanjutan hanya satu cara
yang perlu dipersiapkan yaitu melalui pendidikan lingkungan hidup.
3) Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
Prinsip pembangunan berkelanjutan antara lain menghormati dan
memelihara komunitas kehidupan, memperbaiki kualitas hidup manusia,
melestarikan daya hidup dan keragaman bumi, menghidari pemborosan
sumber-suber daya yang tidak terbarukan, berusaha tidak melampaui batas
daya dukung bumi, mengubah sikap dan gaya hidup orang-perorang,
mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri,
menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan
dan pelestarian, dan menciptakan kerjasama global (Abdullah, 2010: 118).
Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan memuat 27 prinsip
untuk mengatur perilaku ekonomi dan lingkungan individu dan bangsa dalam
upaya untuk keberlanjutan global. Di antara dua puluh tujuh prinsip, dua
diberikan di bawah ini 1. Prinsip ke-4 dalam rangka mencapai pembangunan
berkelanjutan, perlindungan lingkungan harus menjadi bagian integral dari
proses pembangunan dan tidak dapat dianggap terpisah dari itu, 2. prinsip ke-
10 isu lingkungan terbaik ditangani dengan partisipasi semua warga negara
yang bersangkutan. Hal ini diungkapkan oleh (Shukla dan Sharma, 1996: 74)
the Rio declaration on environment and development is it a set of 27
principles to govern the economic and environmental behaviour of individuals
and nations in the quest for global sustainability. Among the twenty seven
principles, two are given below 1. Principle 4 in order to achieve sustainable
development, environmental protection shall constitute an integral part of the
development process and cannot be considered in isolation from it, 2 principle
71
10 environmental issues are best handled with the participation of all
concerned citizens, at the relevan level. Implementasi prinsip pembangunan
berkelanjutan sebagaimana dikonsepkan oleh Keraf (2002: 175-6) ada empat
prinsip yaitu demokrasi, partisipasi masyarakat, akses informasi yang jujur
dan terbuka, dan akuntabilitas publik.
Prinsip pembangunan berkelanjutan dilaksanakan atas kehendak
bersama dan untuk kepentingan bersama, dan ada keterlibatan masyarakat
dalam menentukan agenda prioritas pembangunan. Hasil-hasil pembangunan
dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat yang dapat dipertanggung
jawabkan sejauhmana aspirasi masyarakat dapat didengar, diakomodasi, dan
diwujudkan. Prinsip pembangunan berkelanjutan ini dapat membuka peluang
pada keberlanjutan ekologi, dan tidak semata-mata pada keberlanjutan
pembangunan. Masyarakat dapat mengembangkan kemampuan ekonominya
sesuai dengan kondisi yang dihadapi khususnya kondisi sosial budaya.
Masyarakat dapat terdorong untuk menjaga fungsi lingkungan karena kondisi
ekonomi sangat tergantung pada kualitas lingkungan. Dengan demikian,
kondisi lingkungan, ekonomi, dan kualitas masyarakat turut menentukan pada
proses pembangunan berkelanjutan.
3. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable
development)
a. Pengertian
Kementerian Lingkungan Hidup dan UI (2012: 1) Pendidikan untuk
Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development) adalah
pendidikan yang mempunyai wawasan dan konsep yang lebih luas daripada
sekadar pendidikan tentang lingkungan, melihat hubungan sebab dan akibat, dan
72
cara mengatasinya. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, yaitu
pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang
(utamanya generasi mendatang) untuk berkontribusi lebih baik bagi pembangunan
berkelanjutan pada masa sekarang dan akan datang.
Pendidkan untuk pembangunan berkelanjutan mengarahkan pada proses
pendidikan yang dapat menciptakan kesadaran dan kemampuan kepada semua
orang agar dapat berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada
masa sekarang dan yang akan datang. Pentingnya pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan, maka PBB telah mendeklarasikan tahun 2005 sampai dengan 2014
sebagai dekade pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. UNESCO
bertanggung jawab untuk mempromosikan agar semua warga negara terlibat
dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Hal ini sebagaimana
diungkapkan oleh (Gobinath dan Mahendran, 2010: 477). The United Nations has
declared 2005-2014 to be the "Decade of education for Sustainable
Development". The UNESCO, responsible for its promotion, states that all
citizens should be involved given the "situation of real planetary emergency in
which we find ourselves. Otto dan Wohlpart (2009: 232) berpendapat pendidikan
keberlanjutan tidak terbatas pada aspek kognitif tetapi termasuk di dalamnya
aspek perilaku, sikap, dan kemampuan untuk merasa peduli terhadap lingkungan
hidup. Secara eksplisit dituliskan: sustainability education is ‘not limited to
cognitive aspects, since (it) involves challenges, behaviors, attitudes and
intentions,’ as well as the ability ‘to feel bound to the human community’.
Lembaga pendidikan memandang ekologi sebagai faktor utama pada
keberlanjutan lingkungan. Saat ini lembaga pendidikan sudah memulai mengenal
dan memandang penting faktor lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang
73
baik. Misra dalam Sharma (2006: 235) memberikan pendapat kebutuhan dasar
pengelolaan lingkungan yang penting antara lain adanya dampak aktivitas
manusia terhadap lingkungan, sistem nilai, rencana dan desain untuk
pembangunan berkelanjutan, dan pendidikan lingkungan. Pendapat Misra dalam
Sharma (2006: 235) secara rinci dituliskan: the basic requirement of
environmental management recognise by him are, 1. Impact of human activities
on the environment, 2. Value system, 3. Plan and design for sustainable
development, and environmental education. Untuk memadukan hal tersebut dalam
mencapai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dibutuhkan partisipasi
semua masyarakat dari berbagai kalangan. Hal ini sebagaimana diteorikan oleh
Brown dan Gabaldon dalam Shukla dan Sharma (1996: 79) sustainable
development will require widespread civic participation at all levels of decision
making as its corner stone, and quality participation requires quality education.
Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan merupakan pendidikan
yang memberi kesadaran dan kemampuan pada aspek kognitif perilaku, sikap, dan
kemampuan untuk merasa peduli terhadap lingkungan hidup untuk berkontribusi
lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang dan akan datang.
Upaya mencapai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dibutuhkan
partisipasi semua masyarakat dari berbagai kalangan.
b. Fungsi Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Fungsi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan deikemukakan oleh
beberapa pakar antara lain Pandey dan Vedak dan Vidyadhar Vedak, Mochizuki,
dan Pearcy. Pandey dan Vedak (2012: 6) menyatakan fungsi pendidikan adalah
sebagai pendorong yang signifikan untuk meningkatkan kapasitas dan
transformasi pengetahuan dan pengalaman menuju pembangunan berkelanjutan.
74
Fungsi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan
keprihatinan dan kepedulian terhadap fenomena lingkungan yang berkembang
dengan cepat. Melalui pendidikan dapat secara efektif mengantarkan manusia
menjadi lebih baik dalam perilaku dan gaya hidup yang diperlukan untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan. Secara detil disampaikan oleh Pandey dan
Vedak (2012: 6) bahwa education is the significant driving force of capacity
building for and transformation towards sustainable development. Education
increases concern over unsustainable practices and increases our capacity to
confront and change. Education performs several functions simultaneously to
make a person good human being. It not only informs people, it can change them.
It is a key instrument for bringing about the changes in knowledge,values,
behaviours and lifestyles required to achieve sustainability and stability within
and among countries. Education is humanity’s best hope and most effective means
in the quest to achieve sustainable development.
Fungsi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan untuk membangun
motivasi dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan dan pengalaman menuju
pembangunan berkelanjutan. Melalui pendidikan dapat meningkatkan
keprihatinan dan kepedulian terhadap fenomena lingkungan yang berkembang.
Melalui pendidikan diharapkan secara efektif dapat mengantarkan manusia
menjadi lebih baik dalam perilaku dan gaya hidup yang diperlukan untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan.
Mochizuki (2000: 46) menyatakan Education for Sustainable Development
(ESD) diajukan untuk dapat memelihara dan melestarikan lingkungan. Melalui
ESD diharapkan terbangun kapasitas komunitas atau bangsa yang mampu
membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang
75
mengarah kepada sustainable development (Kementerian Lingkungan Hidup dan
UI, 2012: 1). Fungsi pendidikan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan
diarahkan secara konkret agar dapat memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku
peduli lingkungan. Pengetahuan, sikap dan perilaku peduli lingkungan yang
menjadi miliki peserta didik secara signifikan dapat mempengaruhi orang lain.
Kepedulian terhadap lingkungan secara kolektif dapat menjaga sikap dan perilaku
yang lebih besar dalam menciptakan pembangunan berkelanjutan.
Pearcy (2010: 125) menyatakan pendidikan lingkungan hidup memberi
kontribusi yang efektif untuk menciptakan kemampuan individu dalam
memberikan pendapat dan membuat keputusan tentang kepedulian terhadap
lingkungan. Namun, dalam banyak hal harus ditekankan bahwa meningkatkan
pengetahuan seseorang tentang lingkungan tidak selalu memastikan perilaku
bertanggung jawab terhadap lingkungan. Demikian yang disampaikan oleh Pearcy
(2010: 125) sebagaimana dalam tulisan berikut ini: Effective environmental
education contributes to individuals’ ability to make sound decisions about their
actions which impact the environment. However, it must be emphasised that
increasing one’s knowledge about the environment does not necessarily ensure
environmentally responsible behaviour.
Kontribusi pendidikan lingkungan dalam menciptakan sikap dan perilaku
peduli lingkungan kepada peserta didik cukup signifikan. Pengaruh dari luar
lembaga pendidikan bagi peserta didik untuk mengimplementasikan sikap dan
perilakunya menjadi terbuka lebar.
c. Penerapan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Perguruan Tinggi
Kementerian Lingkungan Hidup dan UI (2012: 1) tentang juknis green
campus disebutkan bahwa penerapan pendidikan untuk pembangunan
76
berkelanjutan di PT di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintegrasikan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ke dalam tiga fungsi utama
perguruan tinggi di Indonesia, yaitu: pendidikan, penelitian, dan pengabdian
masyarakat serta manajemen kampus. Salah satu usaha yang dapat dilakukan
untuk menyokong pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di
perguruan tinggi adalah menjadikan perguruan tinggi sebagai kampus yang
berkelanjutan melalui program green campus.
Penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di PT
sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat serta manajemen kampus melalui green
campus. Green campus sebagai muaranya, maka diperlukan daya dukung dari
unsur pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat serta manajemen
kampus. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan melalui pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup mendukung terwujudnya green campus/eco campus.
Penelitian yang mengarah pada efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup diperlukan dalam mewujudkan green campus/eco
campus. Peran serta masyarakat sebagai mitra lembaga PT diperlukan untuk
mengimplementasikan hasil pendidiakan dan penelitian dalam mendukung
implementasi green campus/eco campus di PT. Manajemen kampus sebagai
bagian penting untuk merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi proses
pendidikan yang berlangsung, penelitian yang dilakukan, dan pengabdian
masyarakat yang didukung oleh mahasiswa bersama-sama dengan masyarakat
perlu mendapatkan dukungan pimpinan di PT, dosen, karyawan, dan mahasiswa.
77
4. Program Eco Campus dalam Perguruan Tinggi
a. Perguruan Tinggi/Universitas
1) Pengertian
PT merupakan kelembagaan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut atau
universitas. Secara khusus pendidikan lingkungan mulai dari dasar sampai
akademik ini perlu dilakukan secara berkesinambungan terhadap konsep dasar
tentang lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam seluruh tingkatan atau
jenjang dan kurikulum pendidikan yang ada (Soerjani, 2006: 184).
Universitas merupakan tempat untuk menghasilkan pemikir dan perintis
kemajuan ilmu dan teknologi. Tanpa sumber daya manusia yang bermutu
dalam riset dan teknologi, kita akan semakin ketinggalan dalam persaingan
global yang makin terbuka (Atmojo, 2005: 328). PT merupakan kelembagaan
pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan berbentuk akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas untuk menghasilkan
pemikir dan perintis kemajuan ilmu dan teknologi. PT menjalankan tugas dan
fungsinya dengan menerapkan pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat.
2) Fungsi PT/Universitas
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam decade of education for
sustainable development (DESD) 2005-2014 menyatakan bahwa pendidikan
tinggi harus berfungsi sebagai tempat penelitian dan pembelajaran untuk
pembangunan berkelanjutan. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(Education for Sustainable Development) merupakan pendidikan yang
mempunyai wawasan dan konsep yang lebih luas daripada sekadar pendidikan
78
tentang lingkungan, melihat hubungan sebab dan akibat, dan cara
mengatasinya, pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan,
yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua
orang untuk berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada
masa sekarang dan akan datang.
Universitas memiliki tanggung jawab melalui Tridharma perguruan
tinggi untuk menciptakan mahasiswa dan alumni yang berilmu dan
berketrampilan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional.
Pembangunan nasional yang selalu memandang penting kulaitas lingkungan
agar dapat berkesinambungan bagi generasi yang akan datang. Karakter
mahasiswa yang dibangun antara lain dapat menciptakan mahasiswa dan
alumi yang memiliki kesadaran, pengetahuan, teknologi dan alat-alat untuk
menciptakan masa depan yang ramah lingkungan. Implementasi tujuan
tersebut Universitas harus memainkan peran yang kuat dalam pendidikan,
penelitian, pengembangan kebijakan, pertukaran informasi, dan pengabdian
masyarakat untuk membantu menciptakan masa depan yang adil dan
berkelanjutan. Sebagaimana Pandey dan Vedak (2010: 6) berpendapat:
Universities bear profound responsibilities to increase the awareness,
knowledge, technologies and tools to create an environmentally sustainable
future. Universities have all the expertise necessary to develop the intellectual
and conceptual framework to achieve this goal. Universities must play a
strong role in the education, research, policy development, information
exchange and community outreach to help create an equitable and sustainable
future.
79
Mengajarkan pembangunan berkelanjutan di PT melalui pendidikan dan
penelitian dalam melakukan pengelolaan lingkungan dan sumber daya,
melakukan jejaring internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian. Hal
ini sebagaimana diteorikan oleh Buchan dan Graeme (2007: 6) bahwa teach
sustainability in an international context are (1) It specialises in education
and research for the management of the environment and its resources,
offering degrees in, e.g. agriculture, environmental science, conservation and
ecology. (2) It has a strongly multi-national campus, and staff have strong
international linkages and collaborations, in both teaching and research. (3)
The national economy relies strongly on a “clean environment.
Lembaga pendidikan tinggi melalaui tri dharma perguruan tinggi
diharapkan mampu mempersiapkan tenaga profesional yang dapat
mengembangkan, mengelola, mendidik, memimpin dan mempengaruhi
masyarakat, dan mampu menciptakan pemimpin yang mampu melahirkan
pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Untuk menciptakan
situasi dan kondisi tersebut dibutuhkan kerangka akademik yang memiliki
orientasi untuk menciptakan alumi yang dapat berpartisipasi dalam
pembangunan yang berbasis berkelanjutan. Perguruan tinggi harus
merencanakan kerangka akademik dengan menyususn kurikulum yang
berbasis pada pembangunan berkelanjutan. Pendidikan sebagai kekuatan
pendorong yang signifikan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan
transformasi menuju pembangunan berkelanjutan. Pendidikan meningkatkan
keprihatinan atas praktek-praktek berkelanjutan dan meningkatkan kapasitas
untuk menghadapi dan mengubah lingkungan yang lebih baik. Pendidikan
dapat menerapkan sesuai dengan fungsi secara bersamaan untuk membuat
80
menjadi manusia yang lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan perilaku.
Pendidikan diharapkan menjadi salah satu cara efektif untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan yang berbasis ekologi. Sebagaimana diteorikan
oleh Pandey dan Vedak (2010: 4-6) Institutions of higher education prepare
professionals who develop, manage, teach, lead and influence society. In
order to create able leaders who can make the world better, sustainable
development should be made a part of the university curriculum. Education is
the significant driving force of capacity building for and transformation
towards sustainable development. Education increases concern over
unsustainable practices and increases our capacity to confront and change.
Education performs several functions simultaneously to make a person good
human being. It not only informs people, it can change them. It is a key
instrument for bringing about the changes in knowledge, values, behaviours
and lifestyles required to achieve sustainability and stability within and among
countries. Education is humanity’s best hope and most effective means in the
quest to achieve sustainable development (Pandey dan Vedak, 2010: 4-6).
Lebih lanjut dikonsepkan oleh Pandey dan Vedak (2010: 7) bahwa
environmental education can be effective as a part of a school curriculum.
b. Eco Campus
1) Pengertian
Eco campus is a study was conducted aimed to predict the possibilities
of maintaining the greener environment inside the university campus which
main concept of environmental sustainability within the campus (Gobinath dan
Mahendran, 2010: 21). Gobinath dan Mahendran (2010: 19) selanjutnya
menyatakan bahwa: eco-campus or ecological campus has its meaning in
81
itself. The meaning of eco-campus has been expressed in its targets and
objectives. By all means, eco-campus means “environmental sustainability
within the school. School is a center for generating of education, moreover it
is also a research center where the students and teachers are attempting to
develop the best strategy for achieving their purpuses. Due to this reason, the
developement of eco campus has been pointed out and established recently.
Eco campus merupakan sebuah istilah yang memberikan kategori bagi
perguruan tinggi yang memiliki wawasan lingkungan dengan
mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana,
program dan kegiatan Tridarma perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh
seluruh civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang baik
dan sehat serta berbudaya lingkungan. Program eco campus/green campus
dapat didefinisikan sebagai program yang mengintegrasikan pengelolaan dan
perlindungan lingkungan ke dalam Tridharma perguruan tinggi. Green campus
tempat pendidikan tentang lingkungan, praktek pelestarian dan pemeliharaan
lingkungan yang harmoni. Pelaksanaan program eco campus atau green
campus dibedakan menjadi dua komponen utama yaitu Tridharma perguruan
tinggi dan manajemen kampus (Kementerian Lingkungan Hidup dan UI, 2012:
5).
Eco-campus adalah salah satu konsep untuk membuat perguruan tinggi
ramah lingkungan untuk melestarikan lingkungan sekitarnya dalam kampus
untuk mengatasi masalah lingkungan seperti promosi penghematan energi,
pengolahan limbah dan air. Konsep eco campus fokus utamanya pada
efesiensi penggunaan energi dan air, meminimalisir pengelolaan sampah dan
polusi juga efesiensi ekonomi. Eco campus berfokus pada pengurangan gas
82
emisi dan rumah kaca efektifitas biaya dan keamanan penyediaan energi,
mendorong dan meningkatkan kepedulian mahasiswa dan pegawai untuk
mengurangi penggunaan energi dan konsumi air pengurangan sampah dan
mengintegrasikan pengetahuan ke dalam lingkungan upaya mengurangi
dampak kerusakan lingkungan sebagaimana sebagaimana Gobinath dan
Mahendran (2010: 19) menyatakan bahwa eco-campus is one such concepts or
principle introduce to make the universities environmentally sustainable. Eco
campus to preserve the environement within the campus, there are various
view points that saveral Universities are applying in order ro tackle with their
environmental problem such as promotion of the energy savings, recyle of
waste, water production. Eco-campus concept mainly focuses on the efficient
uses of energy and water, minimize waste generation or pollution and also
economic efficiency. Eco-campus focusses on the reduction of the university’s
contribution to emissions of green house gases, procure a cost effective and
secure supply of energy, encourages and enhance staff and student energy
issues, also promotes personal action, reduce the university’s energy and
water consumtion, reduce wastes to landfill and integrate environmental
considerations into all contracts and service concidered to have significant
environmental impacts.
Perguruan tinggi yang memiliki wawasan lingkungan dengan
mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana,
program dan kegiatan Tridarma perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh
seluruh civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang baik
dan sehat serta berbudaya lingkungan dalam rangka mendukung penciptaan
pembangunan berkelanjutan sebagai bagian dari pencapaian program MDG’s.
83
Pencapaian program tersebut melalui pelaksanaan pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana dikonsepkan oleh Beringer (2007:
449) with respect to sustainability education,.. With its integration of
academic environmental sciences with campus sustainability and its formal
sustainability teaching and learning.
2) Tujuan
Tujuan eco-campus adalah terwujudnya perilaku warga kampus yang
perduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus
yang berkelanjutan, terwujudnya pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus dan
sekitarnya. Pembelajaran dan penyebarluasan informasi lingkungan kepada
masyarakat melalui tridarma perguruan tinggi. Istilah yang hampir sama, eco
campus dengan green campus, tujuan green campus adalah untuk
mengintegrasikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan ke dalam
Tridharma perguruan tinggi, mewujudkan penerapan program pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan, menciptakan kampus sebagai pusat
kegiatan dan pemberdayaan pemangku kepentingan atau mitra strategis dalam
upaya kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencegah pencemaran dan
kerusakan lingkungan, menciptakan kampus bersih, sehat, dan hijau
(Kementerian Lingkungan Hidup dan UI, 2012: 6).
The goal is eco-campus, the first level index are consisted of ecological
planning, ecological technology, ecological comfort, ecological management,
ecological education. ecological planning level is consisted of base location
selection, landscape planning, environmental improvement, energy planning,
new architecture planning. Ecological technology level are consisted of
84
energy effciency and energy utilization, water saving and utilization, material
saving and utilization, ecological comfort level are consisted of indoor air
quality, acoustic environment, lighting environment, thermal and humidity
environment, wind environment, ecological management level are consisted of
operation and maintenance technology, intelligent system, ecological
education level are consisted of course and lecture, research and practice,
propaganda and popularization (Zheng, 2010: 796).
3) Partisipasi/Peran serta Masyarakat
Partisipasi merupakan sebuah peran atau keterlibatan personal maupun
secara kelompok. Partisipasi masayarakat sangat diperlukan dalam sebuah
pelaksanaan kebijakan untuk mencapai tujuan secara bersama. Partisipasi
masyarakat sebagaimana dikonsepkan oleh Petkova, Maurer, Henninger, dan
Irwin (2002: 75) memiliki 3 (tiga) tingkatan yaitu sebagaimana dikonsepkan:
This analysis of how public participation operates in practice conciders
decision making at three levels: nasional, state or local, and project level.
For each decision-making cases. The analysis begins with decision-making at
the national level, proceeded to regional or local decision-making, and
conclude. Gobinath dan Mahendran (2010: 18) menyatakan secara jelas
bahwa educational institutions should also be focused with industries to
preserve our natural resources and methods are to be developed to
improve their environmental performance. bahwa harus ada kerjasama yang
baik antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha. Kasperson (2002: 91)
menyatakan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat menjadi prinsip
yang harus dibangun dalam menjaga lingkungan. Konsep tersebut dituliskan
85
bahwa cooperation between government and civil society has become an
established principle in the environment, at least private.
Soerjani (2006: 191) berpendapat bahwa masyarakat sebagai mitra
pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam
penyelenggaraan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan nasional
yang dilaksanakan di PT melalui program eco campus pun perlu mendapatkan
dukungan/partisipasi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam mencapai
tujuan yang diinginkan.
Partisipasi sebagai sebuah peran atau keterlibatan personal maupun
secara kelompok diperlukan untuk mencapai tujuan secara bersama baik
tingkat lokal, regional, maupun nasional. Kerjasama untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan
masyarakat agar lingkungan tetap terjaga dari kerusakan.
c. Unnes Sebagai Universitas Konservasi
1) Unnes
Universitas Negeri Semarang yang selanjutnya disingkat Unnes adalah
Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan akademik dan
vokasi dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan
olahraga, dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan
profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Peraturan
Rektor Unnes nomor 22 tahun 2012).
86
2) Universitas Konservasi
a) Pengertian
(1) Konservasi
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya
alam tak terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya (Peraturan Rektor Unnes nomor 22 tahun 2012).
Dengan demikian, konservasi adalah adalah terwujudnya perilaku
sivitas akademika yang peduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya
lingkungan warga kampus yang berkelanjutan, pelestarian fungsi
lingkungan, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup di lingkungan kampus, pembelajaran dan penyebarluasan
informasi lingkungan kepada masyarakat melalui Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
Konservasi dalam hal ini adalah koservasi sumber daya alam
hayati. Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber
daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana
untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya
(UU No 5 tahun 1990). Menurut Widata dalam Tim Pengembang
Konservasi Unnes (2010 : 7) konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya sbegaimana didefinisikan oleh Undang-undang tersebut
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan beserta ekosistemnya, dan
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
87
Secara sederhana, kegiatan konservasi pada dasarnya mencakup tiga
unsur kegiatan yang saling terkait, yaitu melindungi dan
menyelamatkan keanekaragaman hayati (i), mengkaji keanekaragaman
hayati (studying), dan memanfaatkan keanekaragaman (using).
Perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi upaya dan
tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tepian sungai,
hutan, fungsi resapan dan hidrologis, gejala keunikan alam, dan lain-
lain. Pengawetan keankearagaman hayati beserta ekosistemnya
dilaksanakan melalui konservasi insitu dan ex situ. Konservasi in situ
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan identifikasi, inventarisasi,
pemantauan, pembinaan habitat dan populasinya, penyematan jenis,
dan pengkajian, penelitian serta pengembangan. Konservasi exsitu
meliputi kegiatan pemeliharaan, pengembangkbiakan, pengkajian,
penelitian, dan pengembangan, rehabilitasi satwa, serta penyelamatan
jenis tumbuhan dana hewan. Upaya pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam dan ekosistemnya pada hakikatnya merupakan
pengendalian atau pembatasan dalam memanfaatkan sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya sehngga kegiatan tersebut dapat dilakukan
secara terus menerus pada masa yang akan datang.
Penetapan kawasan konservasi berdasarkan pada UU no 5
tahun 1990 meliputi kawasan suaka alam (Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa) dan Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional),
Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya). Ditetapkannya kawasan
konservasi, diharapkan sumber daya alam yang ada saat ini terjamin
kelestariannya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama.
88
Upaya konservasi di Indonesia saat ini pengelolaan suatu kawasan
konservasi melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya, meskipun
pemerintah tetap sebagai pihak utama. Keterlibatan masyarakat sekitar
dalam pengelolaan sumber daya alam hayati berearti memberi
kesempatan untuk ikut berperan dalam usaha di kawasan tersebut.
Pelaksanaan pada Unnes sebagai Universitas Konservasi
dengan cara melibatkan seluruh civitas akademika Unnes untuk
berperan serta dan aktif sesuai dengan program yang direncanakan.
Unnes sebagai lembaga pendidikan tinggi secara tidak langsung
bertanggung jawab untuk melestarikan sumberdaya alam dan
ekosistemnya yang dapat dijabarkan melalui tugas pokok Unnes yang
meliputi pendidikan, penelitian, pengajaran dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, olah raga, budaya, dan
seni, serta pengabdian masyrakat sebagaimana tercantum dalam
rencana strategis Unnes tahun 2006-2010 yang kemudian diperbaharui
melalui sumber daya hayati yang dimiliki. Unnes merupakan sebuah
situs bagi pelestarian sumber daya alam dan ekosistem melalui
pengembangan menuju Universitas Konservasi.
(2) Universitas Konservasi
Universitas konservasi adalah universitas yang dalam pelaksanaan
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memiliki konsep
yang mengacu pada prinsip-prinsip konservasi (perlindungan,
pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari) baik konservasi terhadap
sumberdaya alam, lingkungan, seni, dan budaya (Peraturan Rektor
Unnes nomor 22 tahun 2012). Sementara, Tim Pengembang Konservsi
89
(2010: 3) mendefiniskan universitas konservasi adalah sebuah
universitas yang dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi
mengacu pada prinsip-prinsip konservasi (perlindungan, pengawetan,
dan pemanfaatan secara lestari) terhadap sumber daya alam dan seni
budaya, serta berwawasan ramah lingkungan. Berwawasan
lingkungan menjadi satu rujukan dalam mendefiniskan universitas
konservasi. Artinya, pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang
mengacu pada prinsip konservasi menjadikan masyarakat di
lingkungan kampus memiliki wawasan yang ramah lingkungan.
b) Tujuan
Tujuan universitas konservasi antara lain mendukung upaya
pemerintah dalam melaksanakan pengeloaan sumber daya alam hayati dan
ekosistem sesuai dengan UU no 5 tahun 1990, UU No. 23 tahun 1997 dan
PP No. 7 tahun 1999; menjadikan Unnes sebagai acuan atau referensi
universitas yang berwawasan konservasi di Jawa Tengah, khususnya di
Kota Semarang, melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan sumber
daya alam secara lestari di lingkungan Unnes dan sekitarnya melalui
kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi terciptanya
keseimbangan ekosistem yang ada di dalamnya, menumbuhkan sikap
mental, perilaku, yang bertanggung jawab dan peran serta seluruh warga
Unnes dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati dan pelestarian
lingkungan seerta seni, dan budaya (Tim Pengembang Konservasi, 2010:
3).
90
B. Temuan Hasil Penelitian Terdahulu
Temuan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan ESD dan eco campus
antara lain diklasifikasikan ke dalam kategori pembangunan berkelanjutan, pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan, dan pendidikan lingkungan hidup.
1. Pembangunan Berkelanjutan
Lilin Budiati. Disertasi. 2006. Judul Disertasi Penerapan Co Management
dalam Pengelolaan Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan
penelitian untuk mengetahui penerapan co management dalam pengelolaan
lingkungan hidup dapat mengarah pada terwujudnya pembangunan berkelanjutan,
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan co management di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Babon. Pendekatan co management relevan dan dapat diterapkan
sebagai suatu pendekatan pengelolaan lingkungan untuk mengisi kesenjangan antara
pendekatan state based (top down) dan communit based (bottom up) penerapan co-
management di 3 segmen DAS Babon berpengaruh positif terhadap aspek sosial
terhadap perubahan positif partisipasi stakeholder. Faktor-faktor yang terbukti
berpengaruh terhadap penerapan co mangement penerapan di 3 segmen DAS Babon
menunjukkan bahwa faktor pra kondisi yang baik, kondisi dan mekanisme yang baik,
dialokasikan pada ruang yang tepat, kesiapan masyarakat lokal dan faktor manusia
terbukti berpengaruh secara variatif terdapat kecenderungan bahwa faktor prakondisi
yang baik berpengaruh lebih dominan dari faktor lain. Adanya faktor yang
berpengaruh terhadap penerapan co management. Terdapat 3 (tiga) prinsip co
management yang mengarah pada terwujudnya pembangunan berkelanjutan yaitu
bersamaan/ kesetaraan, sharing/berbagi, entrust/kepercayaan ke-3 prinsip dasar co
management tersebut menjadi semakin relevan. Jika dihadapakan pada kasus-kasus
pengelolaan lingkungan yang secara ekologis harus didekati secara holistik termasuk
91
dalam hal DAS Babon. Ketiga prinsip tersebut sesuai dengan hakikat pengelolaan
lingkungan yang merupakan common property dalam kasus DAS Babon, penerapan
ketiga prinsip tersebut dapat mempengaruhi keberlajutan program. Hal ini
ditunjukkan dengan adanya 6 (enam) hal positif yaitu pendekatan dan pemahaman
stakeholder terhadap permasalahan lingkungan, peningkatan kepercayaan antar
stakeholder, keyakinan stakeholder untuk melakukan kerjasama, pengembangan
kapasitas stakeholder, pembentukan jaringan komunikasi dan mekanisme kegiatan,
manfaat yang dirasakan bersama dikarenakan 6 (enam) hal ini akan menjadi modal
pelaksanaan co management selanjutnya.
Persamaan disertasi ini dari sisi judul, sama-sama tentang pembangunan
berkelanjutan dan menggunakan jenis penelitian kualitatif. Perbedaan secara spesifik
dapat dipaparkan antara lain pembangunan berkelanjutan dibidik dari sisi penerapan
Co Management dalam Pengelolaan Lingkungan sedangkan disertasi tentang
implementasi eco-campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan
berbasis ekologi. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi yang
menggunakan nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling (sampel
bertujuan). Sampling purposive yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang yang
terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu.
Teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara.
2. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan/Education for Sustainable
Development
Qablan. Al-Omari., Research (2009)Judul penelitian Education for Sustainable
Development (ESD): Liberation or Indoctrination? An Assessment of Faculty
Members’ Attitudes and Classroom Practices. Rumusan penelitian yang diajukan
adalah What are the attitudes of environmental science faculty members in Jordanian
92
public universities toward education for sustainability? To what extent do these
faculty practice education for sustainability in the classrooms?. Signifikansi
penelitian yang dilakukan adalah This study tried to assess faculty members’ attitudes
and classroom practices in public universities in Jordan regarding ESD. The study
will help researchers and practitioners to determine the level of faculty members’
awareness of ESD, their attitudes toward it, and their actual classroom practices. The
results of this study may provide valuable insights for the preparation of future
university faculty members as well as some prospective directions to the development
of new, more practical approaches to ESD in national and international universities.
Metode penelitian yang digunakan adalah dengan survey. Tempat penelitian di 3
universitas yaitu University of Jordan, Yarmouk University, and Hashemite
University. Subyek penelitian adalah 65 mahasiswa semester 2 jurusan ilmu
lingkungan pada tahun akademik 2007-2008. Teknik pengumpulan data dengan
interview dan observasi kelas. Teknik analisis data interview dengan menggunakan
progam SPPS versi 16,0. Teknik analisis data observasi dengan melihat aktivitas
subyek dan pengecekan dengan informan, pemindahan data dan pengecekan data
dengan subyek lain yang berhubungan dengan tema yang ada, dikelompok-
kelompokkan dan diberi label. Hasil wawancara dengan observasi dikumpulkan untuk
ditemukan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa First Conclusion: Environmental science
faculty members at Jordanian universities supported ESD in university classrooms.
They believed that ESD was important and should be one of the objectives of any
university course. They also demonstrated their strong support for using a variety of
educational strategies for ESD in their classrooms. Second Conclusion:
Environmental science faculty members who participated in this study rejected
93
employing anti-indoctrinating pedagogical practices in ESD. They strongly believed
on giving their students opportunities to develop their own understanding about the
concept of ESD. Third Conclusion: Participants in this study showed a mismatch
between their teaching beliefs and classroom practices with respect to ESD. Although
they used teaching practices that hinged on indoctrination, they also demonstrated a
strong preference for pedagogical approaches that were contrary to the basic tenets
of indoctrination. Rekomendasi yang diajukan antara lain dengan melakukan
pelatihan, kursus, dan workshop untuk menambahkan pengetahuan dan kepedulian
terhadap lingkungan. Universitas perlu mendorong pelaksanaan pembelajaran untuk
membangun kepedulian terhadap lingkungan, perlu dilakukan penelitian kepada siswa
di SMP dan SMA sebagai pembanding hasil penelitian yang dilaksanakan di
perguruan tinggi agar guru dapat mengetahui tentang pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan dan melihat hasil penelitian yang dilakukan di perguruan tinggi.
Persamaan penelitian ini antara lain topik tentang pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi. Perbedaan penelitian ini adalah
dengan sub judul tentang liberasi dan indoktrinasi pada mahasiswa. Metode penelitian
dengan survey. Teknik pengumpulan data dengan interview dan observasi. Teknik
analisis data dengan menggunakan SPSS dan konfirmasi pada beberapa pihak yang
berkompeten. Pelaksanaan penelitian ini di Jordania, sedangkan penelitian ini
dilakukan di Indonesia, yakni di Unnes Semarang Jawa Tengah.
3. Pendidikan Lingkungan Hidup
Martopo. Tesis. 2006. Judul tesis Model Pembelajaran Pembiasaan dalam
Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai Upaya Menuju Sekolah Berwawasan
Lingkungan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh model pendidikan
lingkungan hidup terhadap persepsi siswa tentang lingkungan hidup, pengaruh model
94
pendidikan lingkungan hidup terhadap sikap siswa dalam menjaga kelestarian
lingkungan hidup, pengaruh model pendidikan lingkungan hidup terhadap partisipasi
dalam menjaga lingkungan hidup. Metode penelitian yang digunakan adalah metode
eksperimen dengan kelompok kontrol dan eksperimen. Kelompok kontrol
mendapatkan pendidikan lingkungan hidup secara terintegrasi sedangkan kelompok
eksperimen mendapatkan pendidikan lingkungan hidup melalui pembiasaan. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 1 Bandongan Magelang Jawa
Tengah berjumlah 194 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan random sampling.
Jumlah sampel keseluruhan adalah 80 siswa yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok
yaitu 40 siswa kelompok kontrol dan 40 siswa kelompok eksperimen. Teknik analisis
data menggunakan analisis variansi 1 (satu) jalur. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 1. Ada pengaruh nyata model pendidikan lingkungan hidup terhadap persepsi
siswa tentang lingkungan hidup. Nilai F= 9,743 dengan taraf signifikansi (p) = 0,003.
2. Model pendidikan lingkungan hidup melalui program pembiasaan lebih baik
daripada model pendidikan lingkungan hidup secara terintegrasi, dengan nilai t = -
3,094 dengan taraf signifikansi (p) = 0,004. Ada pengaruh nyata model pendidikan
lingkungan hidup terhadap sikap siswa dalam menjaga pelestarian lingkungan hidup.
Nilai F = 15,432 dengan taraf signifikansi (p) = 0,000. Model pendidikan lingkungan
hidup melalui program pembiasaan lebih baik daripada model pendidikan lingkungan
hidup secara terintegrasi. Dengan nilai t = - 3,886 dengan taraf signifikansi (p) =
0,000. Ada pengaruh nyata model pendidikan lingkungan hidup terhadap partisipasi
siswa dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Nilai F = 44,783 dengan taraf
signifikansi (p) = 0,000. Model pendidikan lingkungan hidup melalui program
pembiasaan lebih baik daripada model pendidikan lingkungan hidup secara
terintegrasi dengan nilai t = - 7,342 dengan taraf signifikansi (p) = 0,000.
95
Persamaan tesis ini dengan disertasi yang disusun dari sisi judul sama-sama
meneliti tentang pendidikan lingkungan. Perbedaannya antara lain dari sisi judul
menggunakan model pendidikan dengan pembiasaan yang berwawasan lingkungan
sedangkan disertasi ini tentang implementasi eco-campus dalam pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan berbasis ekologi. Jenis penelitian merupakan penelitian
kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dengan random sampling. Jumlah sampel
keseluruhan sebesar 80 siswa yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu 40 siswa
kelompok kontrol dan 40 siswa kelompok eksperimen. Teknik analisis data
menggunakan analisis variansi 1 (satu) jalur, sedangkan disertasi ini merupakan
penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi dengan menggunakan
nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling (sampel bertujuan).
Sampling purposive yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih
betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Teknik
pengumpulan data dengan observasi dan wawancara.
C. Kerangka Berfikir
Keyakinan awal menyatakan bahwa, kerusakan lingkungan alam karena ulah tangan
manusia. Keyakinan tersebut akhirnya mengarah pada pendidikan sebagai perubah
perilaku manusia untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan. Pendidikan dapat
memberikan perubahan berfikir, bersikap, dan berperilaku bagi manusia agar memiliki
kepedulian terhadap lingkungan. Melalui proses pendidikan dapat diintegrasikan
pengetahuan tentang lingkungan dengan memasukkan materi pendidikan lingkungan
hidup (PLH) pada setiap satuan, jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan lingkungan
hidup memiliki idealitas yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan,
nilai, sikap, perilaku, dan wawasan, serta kepedulian lingkungan hidup peserta didik dan
masyarakat. Pendidikan lingkungan hidup diharapkan dapat meningkatkan mutu sumber
96
daya manusia sebagai pelaksana pembangunan berkelanjutan dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup. PLH diyakini sebagai solusi efektif dan efisien sebagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian fungsi
lingkungan hidup. Pemahaman masyarakat yang memadai terhadap kepedulian
lingkungan diharapkan dapat menciptakan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Setiap
orang berhak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat. Untuk menciptakan lingkungan tersebut, maka setiap orang berhak dan
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mengendalikan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Upaya tersebut dalam rangka berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai peraturan peraturan perundang-
undangan, dan menghindari melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup. Undang-undang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan merupakan pola
pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap memelihara
lingkungan, sehingga kebutuhan itu bukan hanya terpenuhi hari ini tetapi juga untuk
generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan memiliki orientasi agar mampu
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Konsep
pembangunan berkelanjutan tersebut dapat disosialisasikan secara terprogram melalui
pelaksanaan program pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Upaya ini meliputi
pengembangan pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for
sustainable development/ESD). ESD merupakan program yang berupaya untuk
melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pendidikan formal,
97
non formal, maupun informal dalam rangka mencipatakan pola pemanfaatan sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap memelihara lingkungan. Program ESD
diharapkan mampu membangun komitmen untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia sekarang dan yang akan datang.
ESD melalui pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan pada semua jalur,
jenjang dan jenis pendidikan merupakan wadah/sarana untuk menciptakan perubahan
pola pikir, sikap, serta perilaku manusia yang berbudaya lingkungan hidup. Koordinasi
dan sinergi dalam penyusunan program pendidikan lingkungan hidup dilakukan dalam
jangka pendek, menengah, dan panjang. ESD melakukan revitalisasi penelitian dan
pengembangan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemberian
penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat yang peduli berjasa dan/atau
berprestasi dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan
kapasitas, komitmen, dan peran serta masyarakat, pemangku kebijakan pendidikan pusat
dan daerah, serta pendidikan dan tenaga kependidikan untuk berperan aktif menjaga dan
melestarikan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian, pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan dapat mendukung tercapainya program millennium development goals
(MDG’s).
Implementasi menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagai bagian dari program
MDG’S dengan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada siswa
melalui pendidikan. Beberapa pihak perlu menetapkan kebijakan, pedoman dan program
pendidikan lingkungan hidup untuk membina, mengembangkan, mengintegrasikan,
menetapkan materi dan sarana/prasarana pendidikan serta pelatihan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada sistem pendidikan nasional,
meningkatkan kapasitas peserta didik, pendidikan dan tenaga kependidikan, masyarakat,
98
pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, dan melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup. Kementerian Pendidikan Nasional
memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan agar dunia pendidikan mampu
melahirkan generasi masa depan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan
memiliki kepekaan terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat dan
negaranya.
Perguruan tinggi (PT) sebagai jenjang pendidikan tertinggi memegang peranan
penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) dalam decade of education for sustainable development (DESD)
2005-2014 menyatakan pendidikan tinggi harus berfungsi sebagai tempat penelitian dan
pembelajaran untuk pembangunan berkelanjutan. Perguruan tinggi merupakan lembaga
pendidikan yang mempunyai wawasan dan konsep yang lebih luas daripada sekadar
pendidikan tentang lingkungan, melihat hubungan sebab dan akibat, dan cara
mengatasinya. ESD merupakan program pendidikan untuk mendukung pembangunan
berkelanjutan yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua
orang agar berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang
dan yang akan datang.
Penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi di
Indonesia dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan ke dalam tiga fungsi utama perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian,
dan pengabdian masyarakat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyokong
pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi melalui pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan adalah menjadikan perguruan tinggi sebagai kampus yang berkelanjutan.
Kampus yang berkelanjutan berarti kampus yang memegang prinsip-prinsip dari
pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan bagi proses
99
pendidikan di perguruan tinggi satu diantaranya terakumulasi dalam program eco
campus/green campus. Eco campus merupakan perguruan tinggi yang berwawasan
lingkungan dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan,
rencana, program dan kegiatan tridarma perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh seluruh
civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang baik dan sehat serta
berbudaya lingkungan. Sasaran eco campus adalah terwujudnya perilaku warga kampus
yang peduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus yang
berkelanjutan, terwujudnya pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus dan sekitarnya, pembelajaran
dan penyebarluasan informasi lingkungan kepada masyarakat melalui tridarma perguruan
tinggi.
Perguruan tinggi memiliki peluang besar untuk membangun kebijakan,
pengembangan kurikulum, akses informasi dan partisipasi untuk membangun komitmen
pada pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan berbasis ekologi melalui
implementasi program eco campus. Program eco campus bagi perguruan tinggi
diharapkan dapat mewujudkan civitas akademika yang peduli dan berbudaya lingkungan,
mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan, dan melakukan pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus. Pelaksanaan eco campus di
perguruan tinggi dilakukan dengan melibatkan berbagai elemen yang ada di perguruan
tinggi yaitu pimpinan, karyawan, dosen, mahasiswa, lembaga penelitian, dan organisasi
mahasiswa. Selain berbagai elemen yang ada di perguruan tinggi, pengembangan
program eco campus dilakukan pula dengan melakukan kerjasama dengan pihak luar baik
dengan lembaga pemerintah maupun dunia usaha. Melalui program eco campus, lulusan
perguruan tinggi dipersiapkan untuk memasuki pasar kerja dan tampil dengan
kemampuan untuk mendukung ekonomi hijau dan sebagai pembawa ide-ide segar dalam
100
mewujudkan ekonomi hijau (green economic). Di samping itu, lulusan perguruan tinggi
juga akan menjadi tenaga pendidik di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan
anak usia dini hingga pendidikan tinggi. Pengetahuan mahasiswa sebagai calon guru
tentang prinsip pembangunan berkelanjutan akan ditransfer kepada anak didiknya
sehingga dapat tercipta generasi yang memahami prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan.
Unnes merupakan perguruan tinggi negeri yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional untuk melaksanakan pendidikan akademik dan profesional dalam
sejumlah disiplin ilmu. Unnes sebagai kampus konservasi telah ditunjukkan dengan
melibatkan rektor (sebagai pelopor), dosen, mahasiswa, dan karyawan dalam kegiatan
kepedulian terhadap lingkungan. Unnes berupaya menjunjung tinggi prinsip
perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan pengembangan secara lestari terhadap
sumber daya alam dan budaya luhur bangsa. Unnes menempatkan konservasi sebagai
wujud Tridharma perguruan tinggi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Civitas akademika Unnes terhadap kebijakan pimpinan perguruan
tinggi tentang pendidikan lingkungan hidup untuk melakukan koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi dalam penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan,
pengendalian, pengawasan, dan pengembangan lingkungan hidup belum dapat diketahui
makna terdalam terhadap kebijakan tersebut. demikian pula pada pelaksanaan kurikulum
pendidikan, sarana dan prasarana, akses informasi, partisipasi civitas akademika Unnes.
Kebijakan pimpinan, pengembangan kurikulum, akses informasi, pengadaan sarana dan
prasarana serta partisipasi yang ada perlu dikaji lebih mendalam dalam penelitian.
Harapan yang diinginkan adalah kebijakan, kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana,
akses informasi, dan partisipasi perguruan tinggi untuk mendukung terwujudnya
education for sustainable development melalui implementasi program eco campus di
101
Unnes dapat ditemukan makna terdalam melalui pendekatan penelitian etnografi. Peneliti
menggunakan pendekatan etnografi untuk memotret lebih dekat tentang identifikasi
makna, pola, dan budaya masyarakat akademik tentang kebijakan, kurikulum, akses
informasi, pengadaan sarana dan prasarana dan partisipasi perguruan tinggi untuk
mendukung terwujudnya education for sustainable development melalui implementasi
program eco campus di Unnes. Melalui penelitian diharapkan dapat menemukan model
kebijakan, kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana , akses informasi, dan partisipasi
implementasi program eco campus sebagai bagian dari ketercapaian program millennium
development goals (MDG’s) di Unnes Semarang Jawa Tengah.
102
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian di Universitas Negeri Semarang sebagai Universitas Konservasi
yang memiliki tujuh pilar sebagai dasar pelaksanaan eco campus yaitu konservasi
arsitektur hijau dan sistem transportasi internal, konservasi keanekaragaman hayati,
pengelolaan limiibah, kebijakan nir kertasm energi bersih, konservasi etika, seni, dan
budaya, serta kaderisasi konservasi. Pelaksanaan penelitian pada September 2013.
B. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan field research dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk mengembangkan kepekaan konsep
dan penggambaran realitas yang jamak dengan responden dalam jumlah kecil, sekitar
sepuluh orang yang diambil secara purposif, obyek yang diteliti merupakan perilaku
manusia atau proses kerja, metode pengumpulan data lebih menekankan pada observasi
dan wawancara, bentuk data berupa kata-kata, kalimat, gambar, dan perilaku, analisis
tidak untuk menguji hipotesis, tetapi menjawab masalah, peneliti berusaha untuk
memahami fenoomena yang dirasakan sebagaimana adanya, asumsi yang dikemukakan
bersifat dinamis (Idrus, 2007: 33-4). Milles dan Michael (1992: 2) penelitian kualitatif
akan mendapatkan data kualitatif yang sangat menarik, memiliki sumber dari deskripsi
yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang
terjadi dalam lingkup setempat. Peneliti dapat memahami alur peristiwa secara
kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan
memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuan-
penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoretis baru.
103
Kelemahan penelitian kualitatif sebagaimana diprediksikan oleh (Idrus, 2007: 47-8)
antara lain kualitas penelitian tergantung pada pengalaman peneliti dalam mengumpulkan
data, memiliki subyektifitas yang tinggi, alokasi waktu untuk pengumpulan data lebih
lama, sehingga menimbulkan kejenuhan, meskipun memiliki prosedur analisis data,
antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain akan menghasilkan interpretasi yang
berbeda. Untuk meminimalisir kelemahan penelitian tersebut, maka peneliti melakukan
dengan intensif untuk mendapatkan pengalaman yang memadai, meminimalisir
subyektifitas, mengatur waktu dengan bijak sehingga tidak menimbulkan kejenuhan yang
akan mempengaruhi hasil penelitian, mengutamakan prosedur analisis data dengan baik
dalam melakukan interpretasi hasil penelitian, sehingga dapat meminimalisir interpretasi
yang berbeda terhadap topik penelitian, waktu, obyek penelitian yang sama.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian menurut Amirin dalam Idrus (2007: 120) subyek penelitian
merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan,
sedangkan menurut Suharimi Arikunto dalam idrus (2007: 121) memberikan batasan
subyek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian
melekat dan dipermasalahkan. Mulyana (2004: 187) Subyek penelitian yang biasa
digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan nonprobability sampling yaitu
teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Menurut Nasution, (2007: 98) sampling
purposive yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh
peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Penelitian ini mengambil
subyek penelitian bertujuan dengan mengambil orang tertentu pada Badan Pengembang
Konservasi Unnes Semarang dan mahasiswa Unnes Semarang sebagai Universitas
Konservasi bertaraf Internasional. Data tentang perencanaan pendidikan lingkungan
hidup digali dari badan pengembang konservasi Universitas konservasi bertaraf
104
internasional. Data tentang pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup diperoleh dari
mahasiswa Universitas Konservasi bertaraf internasional. Meskipun demikian, dalam
kegiatan di lapangan tidak menutup kemungkinan ditemukan informan baru di luar yang
ditetapkan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.
Jumlah subyek penelitian menurut Mulyana (2004: 182) peneliti yang
menggunakan penentuan sampel purposive sampling dengan mewawancarai sampel acak
dari suatu kelompok yang diteliti, tidak ada kriteria baku mengenai berapa jumlah
responden yang harus diwawancarai. Sebagai aturan umum, peneliti berhenti melakukan
wawancara sampai data menjadi jenuh, artinya peneliti tidak menemukan aspek baru
dalam fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk
informan mahasiswa dan tim badan pengembang universitas konservasi sampai
menemukan data jenuh yang tidak ditemukan lagi pola baru.
D. Sumber Data
Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan
dengan tujuan penelitian, dengan demikian tidak semua informasi atau keterangan
merupakan data. Data dalam penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai fakta atau
informasi yang diperoleh dari aktor, aktivitas, dan tempat yang menjadi subyek dalam
penelitian. Data penelitian kualitatif diperoleh dari apa yang diamti, didengar dirasa, dan
dipikirkan oleh peneliti (Idrus, 2007: 85-6). Data kualitatif merujuk pada data kualitas
obyek penelitian, yaitu ukuuran data berupa data noin angka tetapi satuan kualitas (Idrus,
2007: 112). Sumber data dengan tiga (3) P, yaitu person, paper, dan place (Arikunto,
1998: 107). Person terdiri dari badan pengembang konservasi dan mahasiswa. Paper
dengan meneliti tentang dokumentasi, dan place yaitu tempat di Unnes semarang.
105
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam
(in-depth) secara terbuka dan Observasi. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara
dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2004:
180). Tujuan wawancara adalah untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan
juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan
jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2009: 137). Wawancara yang dilakukan
dengan menggunakan dua tahap, pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal
tentang masalah dan subyek yang dikaji. Kedua melakukan wawancara mendalam
sehingga menemukan informasi yang lebih banyak dan penting sampai menemukan titik
jenuh. Wawancara yang digunakan dengan model wawancara terbuka, artinya informan
dapat mengungkapkan beberapa upaya yang dilaksanakan dan gagasan beserta starategi
yang akan dilaksanakan serta hambatan yang diprediksikan. Meskipun demikian, peneliti
tetap menggunakan kisi-kisi wawancara yang berisi tentang rencana, pelaksanaan, dan
hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universits konservasi bertaraf
internasional. Untuk membantu mendapatkan data penting, maka peneliti menggunakan
pencatatan secara terstruktur. Hasil wawancara dideskripsikan berdasarkan situasi,
kondisi, dan identitas informan, termasuk pengantar wawancara hingga materi wawancara
tentang topik yang diteliti dapat secara jelas dipahami oleh informan.
Observasi sebagai teknik pengumpulan data memilik ciri yang spesifik karena
observasi yang dilakukan tidak sekadar pada observasi terhadap manusia tetapi juga
obyek-obyek alam yang lain. Observasi yang dilakukan adalah observasi non partisipan,
artinya peneliti tidak terlibat hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2009: 145).
106
Observasi yang dilakukan dengan observasi terbuka. Menurut Sukardi (2005: 79)
Observasi terbuka kehadiran peneliti dalam menjalankan tugasnya di tengah-tengah
kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga antara responden dengan peneliti
terjadi hubungan atau interaksi secara wajar. Observasi dilakukan untuk mendapatkan
data tentang perencanaan, pelaksanaan, dan hambatan yang dihadapi pada pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup di Unnes.
F. Teknik Analisis Data
Data are broken down into discrete parts, closely examined, compare for
similarities and differences, and questions are asked about the phenomena as reflected in
the data. Through this process, one’s own and others assumtions about phenomena are
questioned or explored, leading to new discoveries. Strauss and Corbin dalam Salim
(2006: 21).
Data diteliti, dibandingkan untuk diketahui persamaan dan perbedaan, dan
fenomena yang tercermin dalam data. Melalui proses ini, diharapkan dapat mengarah ke
penemuan-penemuan baru. Teknik analisis data yang digunakan adalah Interpretasi.
Menurut Bekker dan Zubair, (1990: 94), interpretasi berusaha untuk membaca dari data
kebudayaan dan fenomena, konsepsi filosofisnya, yaitu konsepsi terdalam tentang
hakikat manusia, alam, dan Tuhan, yang memberi inspirasi dan menjiwai kehidupan
masyarakat
Proses analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, maka digunakan teknik
analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Reduksi data (data
reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan
transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan. Penyajian data (data display) yaitu
deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion
107
drawing and verification) dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari
makna dari setiap gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan atau pola
penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan proposisi (Salim,
2006: 22-23).
G. Pengecekan Keabsahan Data
Moleong (2000: 173) Pengecekan keabsahan data yang digunakan didasarkan
pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability),
kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Uji derajat kepercayaan
(credibility) dilakukan dengan cara melakukan pembuktian apakah yang diamati oleh
peneliti benar-benar sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di
lapangan. Untuk melakukan uji kepercayaan (credibility) ini dilakukan observasi secara
terus menerus. Keteralihan (transferability) membuat uraian laporan atas data yang
ditemukan secara khusus dengan jelas ditulis sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
Kebergantungan (dependability) dilakukan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
mengumpulkan, menginterpretasi temuan dan laporan hasil penelitian dengan cara
menentukan dependent auditor (konsultan peneliti). Kepastian (confirmability) dilakukan
untuk mengetahui apakah data yang diperoleh memenuhi obyektifitas atau tidak. Untuk
melakukan uji confirmability ini dilakukan dengan cara melakukan konfirmasi apakah
pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang juga telah disepakati oleh orang lain
secara obyektif. Oleh karena itu, data yang sudah dikumpulkan dikonfirmasikan dengan
para ahli yang membidanginya.
108
BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Daerah Penelitian
Karakteristik daerah penelitian dalam sebuah penelitian merupakan suatu
identitas daerah penelitian. Karakteristik daerah penelitian ini meliputi ruang lingkup
letak geografis, sejarah singkat, visi, misi, dan tujuan Unnes, fakultas dan
kemahasiswaan, sarana dan prasarana, dan badan pengembang konservasi, program
konservasi yang dilaksanakan di daerah penelitian. Keberbedaan kondisi daerah
penelitian akan memberikan karakteristik tersendiri dalam penelitian tersebut.
Keberbedaan karakteristik daerah penelitian dimungkinkan dapat memberikan hasil
penelitian sebelumnya dengan hasil yang berbeda dari kajian yang serupa.
a. Letak Geografis
Secara geografis, Unnes terletak di daerah pegunungan dengan topografi
yang beragam. Secara administratif, lokasi Unnes termasuk bagian dari wilayah
Gunung Pati Kota Semarang. Dilokasi tersebut terdapat banyak tempat yang
hingga saat ini masih terlihat hijau, dalam rangka SPA (Semarang Pesona Asia),
Gunungpati dijadikan lahan hijau. Wilayah ini merupakan kawasan yang sejak
dulu telah difungsikan sebagai area resapan air guna menjaga siklus hidrologis
dan penyedia air bagi kehidupan daerah kota semarang yang terletak di dataran
yang lebih rendah. Lokasi kampus Unnes yang berada di daerah perbukitan dan
dikelilingi beberapa tipe habitat seperti hutan, sawah, ladang, kebun campuran,
dan permukiman memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora
maupun fauna yang relatif tinggi. Selain itu kawasan perbukitan ini sangat
memungkinkan untuk dimanfaatkan dan didayagunakan bagi pengembangan
sumber energi terbarukan seperti air, angin, dan sinar matahari (Tim Pengembang
Konservasi Unnes, 2010: 1).
109
Peta kampus Unnes dapat dilihat pada gambar berikut:
Gb. Peta Kampus Unnes Sekaran Gunung Pati
Sumber: http//www.unnes.ac.id
Gb. Maket Gedung Badan Pengembang Unnes Sekaran Gunungpati
Dokumen peneliti diambil 18 Oktober 2013
110
b. Sejarah Singkat Unnes
Unnes berdasarkan Keputusan presiden Nomor 124 Tahun 1999 tentang
perubahan IKIP Semarang kemudian bernama Universitas Negeri Semarang yang
disingkat Unnes. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor. 278/O/1999 tentang organisasi dan tata kerja Unnes dan Nomor.
255/O/2000 tentang statuta Unnes, nama-nama fakultas di lingkungan Unnes
adalah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Ilmu Sosial,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, dan Program Pascasarjana. Jumlah mahasiswa dari berbagai
fakultas dan program studi sebanyak 16.658 orang dengan jumlah dosen sebanyak
813 orang (www.unnes.co.id.diakses tanggal 7 September 2013).
c. Visi, Misi, dan Tujuan
1) Visi
Visi Unnes adalah menjadi universitas konservasi, bertaraf internasional,
yang sehat, unggul, dan sejahtera (SUTERA). Visi Unnes menjadi amanat
untuk mewujudkan universitas konservasi bertaraf internasional pada tahun
2020 mendatang. Upaya akselerasi perlu dilakukan dengan
mengkombinasikan antara kepentingan implementasi universitas konservasi di
satu sisi dan lembaga pendidikan tinggi bertaraf internasional di sisi yang lain.
Kedua-duanya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain dalam merespon
persoalan global pada masa kini dan yang akan datang.
2) Misi
Misi Unnes antara lain menyelenggarakan dan mengembangkan
pendidikan yang unggul dan bertaraf internasional di bidang kependidikan dan
non kependidikan, mengembangkan, menciptakan, dan/atau menyebarluaskan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga, yang bermakna dan
bermanfaat, mengembangkan kebudayaan dan peradaban bangsa yang
menjunjung tinggi nilai nilai konservasi. Piagam konservasi menjadi syarat
perwujudan misi berdasarkan spirit dan wawasan konservasi.
Visi dan misi Unnes disosialisasikan melalui beberapa media, antara lain
tampak dalam gambar berikut:
111
Gb.
Peneliti dengan Background Visi Misi Unnes
Sumber: Dokumentasi Peneliti 4 Oktober 2013
3) Tujuan
Unnes bertujuan untuk menghasilkan tenaga akademik, profesi, dan
vokasi yang memiliki kompetensi unggul, menghasilkan karya ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan olah raga yang bermakna dan bermanfaat,
menghasilkan kebudayaan dan peradaban bangsa yang berlandaskan nilai-nilai
konservasi (www.unnes.co.id.diakses 7 September 2013). Akselerasi program
ini dilakukan melalui kurikulum 2012 yang berbasis kompetensi dan
konservasi.
112
Gb. Peneliti bersama Munir (Anggota Lembaga Pengembang Konservasi Unnes)
Menyerahkan data tentang Unnes sebagai Universitas Konservasi
Sumber: Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
2. Deskripsi Data
a. Perencanaan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Program Eco Campus dalam
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Unnes.
Wawancara dilakukan dengan Ibu Margareta Direktur Lembaga
Pengembang Unnes 11 Oktober 2013). Ibu Margareta saat ditemui sedang sibuk
mempersiapkan rapat bersama dengan tim pengembang konservasi. Ibu Margareta
berulang menyampaikan sebentar ya bu. Peneliti pun menjawab nggih bu. Ibu
Margareta menemui peneliti di ruang yang sama saat ibu Margareta bersama
dengan tim pengembang yang lain mempersiapkan bahan rapat. Peneliti pada
akhirnya dapat melakukan wawancara dengan Ibu Margareta. Setelah melakuka
wawancara singkat dengan Ibu Margareta, wawancara pun dapat dimulai.
Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi melalui
mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan integrasi pada sebaran mata kuliah
pada setiap fakultas yang terkait. Program 7 (tujuh) pilar konservasi juga
disosialisasikan melalui pendidikan dan latihan di luar perkuliahan. Perencanaan
pendidikan lingkungan hidup melalui 7 (tujuh) pilar konservasi yang terdiri dari
arsitektur hijau dan transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya,
113
kaderisasi konservasi, kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah melalui
beberapa kebijakan. Perencanaan, pengembangan, monitoring, tata kelola dan
evaluasi dituangkan dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) (hasil
wawancara dengan Ibu Margareta, Direktur Lembaga Pengembang Unnes 11
Oktober 2013). Ibu Margareta menjelaskan lebih lajut, yang lebih penting dalam
mewujudkan Unnes sebagai universitas konservasi adalah menciptakan
pendidikan karakter dengan membangun sifat dan perilaku yang baik.
Membangun fisik, ya ok, tetapi lebih penting adalah membangun sikap dan
perilaku kesantunan dalam bermasyarakat dan kesantunan dalam memperlakukan
alam dan lingkungan. Di samping itu, melalui kebijakan munculnya universitas
konservasi dengan membangun sikap untuk mengambil hikmah yang bisa dipetik.
Margareta menjelaskan, Lembaga Konservasi Unnes menyusun prosedur
perencanaan pelaksanaan konservasi dalam bentuk draft. Draft dalam bentuk
rencana strategi (Renstra) yang sudah dinilai memenuhi SOP diusulkan ke
Rektorat untuk direview oleh Tim Penjamin Mutu, dievaluasi, revisi, disyahkan,
disosialisasikan bagaimana pelaksanaan, mengukurnya, efisiensi pelaksanaan.
Perencanaan pendidikan lingkungan hidup dan pelaksanaan 7 (tujuh) pilar
konservasi.
Pendidikan yang dilaksanakan untuk membangun kepedulian terhadap
lingkungan di Unnes sebagai Universitas Konservasi antara lain melalui
pendidikan formal pada sebaran mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan
integrasi mata kuliah lainnya dan workshop, seminar, dan diskusi bagi dosen,
karyawan dan mahasiswa. Perencanaan pelatihan bagi dosen, karyawan, dan
mahasiswa sebagai kader konservasi tentang 8 pilar konservasi. Menurut
Margareta (11 Oktober 2013) semua dosen, karyawan, dan mahasiswa dirancang
untuk menjadi kader konservasi. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
melalui dua jalur yaitu melalui pendidikan dalam sebaran mata kuliah sebagai
pendidikan formal dan melalui kegiatan seminar, workshop, dan kegiatan lain
sebagai pendidikan non formal.
114
1) Pendidikan melalui Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup
a) Kurikulum
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Margareta 11 Oktober 2013,
perencanaan, pengembangan, monitoring, tata kelola, dan evaluasi disusun
oleh Lembaga Pengembang Konservasi untuk memenuhui standar
operasional prosedur/ (SOP). Unit apa yang sudah memenuhi SOP
diusulkan ke Rektorat yang akan dipelajari dan dinilai oleh penjamin
mutu, kemudian dievaluasi, direvisi, disyahkan, disosialisasikan
bagaimana cara mengukurnya, efesiensi pelaksanaan dan
pengembangannya. Target ketercapaian sebagaimana disusun dalam SOP
tersebut apabila belum tercapai akan diusulkan renstra (rencana strategi)
baru agar dapat mencapai target yang drencanakan.
Margareta menambahkan bahwa perencanaan pendidikan
lingkungan hidup dengan menggunakan Pendidikan Berbasis Karakter dan
Konservasi. Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mengacu pada modul
konservasi dengan membawa nilai-nilai kepedulian. Perencanaan
pendidikan lingkungan hidup melalui kebijakan Rektor dengan
memberikan kewajiban setiap mahasiswa di seluruh fakultas untuk
mengikuti mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dengan jumlah sks
(Sitsem Kredit Semester/SKS) 2 sks. Keterangan Margarteta lebih lanjut
disampaikan bahwa karakter yang hendak dibangun pada kebijakan
transportasi internal tidak hanya sekadar untuk mengurangi polusi di
lingkungan Unnes, tetapi juga dalam rangka membangun karakter sosial
yang dimiliki oleh mahasiswa, dosen dan karyawan Unnes. Pada saat
bersama-sama di dalam bus Unnes akan terjalin komunikasi antara sesama
dosen, mahasiswa dan karyawan, dan antara dosen, karyawan, dan
mahasiswa. Konsep pendidikan karakter disosialisasikan melalui poster
sebagaimana tampak pada hiasan dinding di bawah ini.
115
Gb. Model Pendidikan Berbasis Karakter dan Konservasi
Sumber: Dokumen Lembaga Konservasi
diterima peneliti 11 oktober 2013
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Prini Hapsari selaku Ka.sub
Bagian Pendidikan dan Evaluasi tanggal 11 Oktober 2013 bahwa materi
pendidikan lingkungan hidup sebagian besar diampu oleh dosen MIPA yang
memiliki kompetensi memadai tentang lingkungan hidup dan pendidikan.
Harapan yang diinginkan, pendidikan lingkungan hidup dengan berbasis
pendidikan karakter dapat tercapai dengan baik. Nama dosen MIPA yang
dimaksud antara lain Puji Hardati, Sri Mursiti, Dewi Liesnoor Setyowati, Giri
Harto Wiratomo, Miranita Khusniati, Erni Suharini, Andi Irwan Benardi, Sri
Mantini Rahayu Sedyawati, Triastuti Sulistyaningsih, Murbangun Nuswowati,
Evi Widowati, Rudatin Windraswara, Hanna Lestari Santoso, Eko Supraptono,
Sudarman, Saratri Wilonoyudho, Ananto Aji, Ubaidillah Kamal, Nur Kusuma
Dewi, Margareta Rahayuningsih, Zaenuri, Dewi Mustikaningtyas, Sri
Sulistyorini, Nur Kusuma Dewi, Sri Ngabekti, Eling Purwantoyo, Suroso,
Sunarko, Sriyono, Apik Budi Santoso, Nur Rahayu Utami, Nana Kariada Tri
Martuti, Siti Harnina Bintari, F.Putut Martin Herry Bodijantoro, Sri Mulyani
Endang Sulistyowati, Moh. Fatkhurrahman, Sigit Yulianto, Sutji Wardhayani,
dan Sri Hartati.
116
Dosen mengajar dengan menggunakan silabi yang sudah disusun yang
telah diunggah ke dalam siakad Unnes. Silabus yang digunakan untuk fakultas
Ilmu Sosial jurusan Geografi dengan nomor seri U0010004 tanggal terbit 1
September 2012 dapat dicermati pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Standar kompetensi untuk memperlajari tentang pengertian, ruang
lingkup dan tujuan pendidikan lingkungan hidup, pengertian, paradigma serta
etika lingkungan, lingkungan dan permasalahannya, sumber daya alam,
keanekaragaman hayati serta strategi pembangunan berkelanjutan.
Kompetensi dasar antara lain memahami ruang lingkup dan tujuan pendidikan
lingkungan hidup, mempelajari pengertian paradigma dan etika lingkungan
hidup, mengetahui lingkungan hidup dan permasalahannya (lokal, nasional,
dan global), mempelajari berbagai sumber daya (alam, buatan, dan manusia),
mengetahui berbagai keanekaragaman hayati, mempelajari tentang konservasi
sumber daya alam, mempelajari tentang konsep sanitasi dan kesehatan
lingkungan, memahami tentang strategi pembangunan berkelanjutan. Silabus
tersbut direvisi pada tanggal 1 September 2013 dengan nomor seri U0010004
dengan perubahan sebagaimana dituliskan tentang maksud silabi, standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Maksud penyusunan silabi dituliskan,
perkuliahan ini dirancang untuk membangun nilai-nilai karakter dan
mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan ekologi, lingkungan hidup, etika lingkungan, lingkungan dan
permasalahannya, sumber daya (alam, buatan, dan manusia), keanekaragaman
hayati, konservasi sumber daya alam, sanitasi, dan kesehatan lingkungan serta
strategi pembangunan berkelanjutan. Standar kompetensi dengan mengkaji
konsep pendidikan lingkungan hidup, mengelola secara bijaksana sumber daya
dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang
akan datang, sikap dan nilai-nilai karakter serta perilaku kreatif yang membuat
sumber daya tetap dapat dimanfaatkan secara lestari atau dapat dimanfaatkan
secara berkelanjutan (sustainable used). Kompetensi dasar antara lain
mengkaji ekologi lingkungan hidup dan pembangunan, mengkaji etika
lingkungan, identifikasi dan pemecahan masalah-masalah lingkungan,
mengkaji secara bermakna sumber daya (alam, buatan, dan manusia).
Mengkaji secara bermakna keanekaragaman hayati, mengkaji secara bermakna
117
konservasi sumber daya alam, menerapkan sanitasi dan kesehatan lingkungan
dalam kehidupan sehari-hari, strategi pembangunan berkelanjutan. Ibu Prini
Hapsari sedang berada di luar ruangan saat peneliti mengunjunginya.
Beberapa menit berikutnya Ibu Prini Hapsari sampai di ruangannya dan
menyapa dengan ramah pada peneliti. Peneliti mengenalkan diri secukupnya.
Ibu Prini Hapsari mencoba untuk memenuhi permintaan peneliti, namun
laptop tidak dapat digunakan. Peneliti membantu mengaktifkan laptop tersebut
sampai akhirnya Ibu Prini Hapsari dapat memberikan informasi penting. Ibu
Prini pun memberi pinjaman buku kurikulum Unnes untuk difotokopi, tanpa
ragu Ibu Prini Hapsari menyerahkan buku kurikulum Unnes tersebut. Peneliti
menuliskan nomor handphone untuk mempermudah komunikasi. Berikut
gambar Ibu Prini Hapsari saat memberikan inforamasi tentang perencanaan
mata kuliah pendidikan lingkungan hidup.
Gb. Ibu Prini Hapsari, Ka. Sub.Bag Pendidikan
dan Evaluasi Unnes saat wawancara dengan peneliti
Sumber: Dokumentasi Peneliti 11 Oktober 2013
118
Gb. Ibu Prini Hapsari, Ka. Sub.Bag Pendidikan dan
Evaluasi Unnes dengan Staff Mengunduh Silabi
Pendidikan Lingkungan Hdup
Sumber: Dokumentasi Peneliti 11 Oktober 2013
b) Media/Sumber Belajar
Media pembelajaran atau sumber belajar yang direncanakan sesuai
dengan silabi antara lain multimedia dengan bantuan perangkat LCD, referensi
yang berkaitan dengan topik inti. Desi merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu
Keolahragaan (11 Oktober 2013 menemui peneliti pada saat peneliti
melakukan wawancara dengan petugas kebersihan di beranda toilet lantai 2
gedung rektorat. Desi menawarkan pemijatan kepada peneliti dan meminta
tanda tangan sebagai bukti telah melakukan prektek memijat. Peneliti dan
informan (Desi) mencari tempat yang nyaman untuk melakukan pemijatan,
ruang tunggu pembantu rektor bidang akademik menjadi pilihan bersama,
peneliti pun dipijat pada bagian tangan dan pundak. Peneliti melakukan
wawancara dengan informan (Desi), informan melakukan pemijatan kepada
peneliti. Informan (Desi) menuturkan bahwa materi pendidikan lingkungan
hidup menggunakan media langsung dalam kegiatan outbond. Peneliti pun
membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah dipijat oleh informan.
Pertemuan berakhir setelah pengambilan gambar dilakukan oleh salah satu
119
mahasiswa tamu dari luar Unnes. Di bawah ini situasi yang dicipatakan
peneliti bersama dengan informan (Desi).
Gb. Informan (Desi) sambil Memijat saat memberikan keterangan
wawancara 24 Oktober 2013 di ruang tunggu Pembantu Rektor Bidang
Akademik.
Sumber: Dokumentasi Peneliti 24 Oktober 2013
Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 saat
ditemui peneliti sedang duduk sendirian di taman Unnes untuk menunggu
temannya. Peneliti menghampirinya dan menyampaikan maksud dan tujuan
peneliti. Tyas menuturkan media yang digunakan dosen dalam menyampaikan
materi pendidikan lingkungan hidup dengan menggunakan power point dan
white board (11 Oktober 2013).
c) Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan antara lain ceramah, tanya
jawab, diskusi, observasi lapangan sebagai penugasan untuk memperoleh data,
materi, dan pengalaman langsung tentang perkembangan lingkungan hidup,
mendeskripsikan etika lingkungan, mendesain paradigma lingkungan hidup,
120
prinsip-prinsip etika lingkungan, perilaku manusia yang memenuhi nilai-nilai
karakter terhadap lingkungan hidup, lingkungan dan permasalahannya secara
global di tingkat lokal, regional dan nasional, bahkan internasional, sumber
daya alam, buatan, dan manusia, keanekaragaman hayati, kekayaan jenis
hayati di Indonesia, nilai keanekaragaman hayati, konservasi, konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistem, konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya, kelestarian, kelangkaan, dan kepunahan, landasan hukum
konservasi, sanitasi kesehatan lingkungan, rumah sehat, fasilitas air sehat,
tempat umum dan pengolahan makanan, dan pembangunan berkelanjutan.
Widiati merupakan mahasiswa angkatan 2009 pada fakultas Ilmu
Sosial jurusan PKN. Widiati saat ditemui peneliti sedang duduk santai
bersama-sama dengan teman sefakultasnya pada salah satu gedung pertemuan
Unnes. Peneliti menjumpai dan menyapa informan dengan permulaan kata
permisi, mengganggu sejenak. Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan dan
menyampaikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan
perkuliahan pada pendidikan dan lingkungan hidup. Widiati menuturkan
metode yang digunakan dosen dalam mengajarkan materi pendidikan
lingkungan hidup dengan ceramah, observasi, praktek, mengunjungi kebun
biologi Unnes dalam rangka melihat kondisi sampah yang ada di hutan/kebun
biologi Unnes, apakah ada sampah-sampah plastik. Unnes menyediakan
tempat-tempat samapah di kebun biologi Unnes sudah disedikan tempat-
tempat sampah organik dan non organik (18 Oktober 2013).
Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009
menuturkan metode yang digunakan oleh dosen dalam mengajarkan materi
pendidikan lingkungan hidup dengan menggunakan ceramah, diskusi, dan
observasi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran melalui kegiatan
observasi dan kegiatan praktik bagi mahasiswa dosen langsung memberikan
bimbingan dalam melakukan daur ulang kertas dan memberikan analisis.
Mohammad Habibi mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil
saat itu sedang berjalan sendirian di trotoar khusus untuk pejalan kaki dengan
membawa plastik hitam. Peneliti pun menyapa sambil mengutarakan maksud
dan tujuannya. Peneliti dan informan (Mohammad Habibi 18 Oktober 2013)
sambil berjalan kaki melakukan wawancara berkaitan dengan pelaksanaan
121
pendidikan lingkungan hidup. Peneliti dan informan sepakat untuk mengambil
tempat duduk pada trotoar pejalan kaki. Informan tampak menguasai
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, bahkan informan memberikan
informasi yang tidak dikehendaki oleh penelti karena bukan menjadi ruang
lingkup penelitian, seperti sejak Unnes mendeklarasikan diri sebagai
Universitas Konservasi, bantuan fianansial terus mengalir, pembangunan pun
merata di setiap areal kampus. Mohammad Habibi menuturkan metode yang
digunakan dalam pembelajaran pendidikan lingkungan hidup dengan observasi
dan praktek, bahkan aksi. Observasi yang dilakukan seperti melakukan
pengamatan terhadap kasus rob yang terjadi di Semarang diamati, apakah
faktor penyebab terjadinya rob bersumber pada perilaku manusia atau faktor
alam. Solusi yang dirumuskan oleh mahasiswa dibahas dalam diskusi
perkuliahan yang dipandu oleh dosen. Mohmmad Habibi menambahkan
bahwa metode lain yang digunakan oleh dosen pendidikan lingkungan hidup
antara lain dengan kegiatan aksi di lapangan dengan menanam pohon. Pohon
di tanam di daerah yang memiliki kondisi tanah yang labil. Setiap mahasiswa
diwajibkan menanam 3 (tiga) pohon yang dibeli oleh mahasiswa sendiri.
Pohon yang sudah ditanam diup loud pada Siomon sebagai syarat untuk
wisuda. Kegiatan praktek juga dilakukan seperti membuat batako yang
dicampur dengan kertas bekas. Hasil batako lebih ringan jadi ijin IMB (ijin
mendirikan bangunan) gambang diperolehnya demikian Muhammad Habibi
melengkapi penjelasannya.
d) Evaluasi
Evaluasi sebagai alat untuk mengukur kemampuan prestasi mahasiswa
setelah mengikuti proses perkuliahan dengan menggunakan sistem tes tertulis.
Alat ukur tes yang digunakan antara lain dengan essay dan pilihan ganda, serta
dengan penugasan (Muhammad Habibi). Menurut Widiati mahasiswa
angkatan 2009 pada fakultas ilmu sosial jurusan PKN evaluasi yang dilakukan
oleh dosen di antaranya melalui tugas-tugas untuk membuat makalah tentang
pengelolaan limbah, melihat kondisi rob di semarang, kemudian dianalisis.
Demikian juga kelompok yang lain dengan topik tanah retak, banjir, longsor
dan erosi dosennya Ibu Sri Mantini Rahayu Sedyowati.
122
Mohammad Habibi mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil
menuturkan evaluasi pembelajaran yang diberikan oleh dosen antara lain
dengan melalui penugasan. Semua dosen memiliki gaya tersendiri dalam
memberikan peraturan atas tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswa.
Pengumpulan tugas untuk dosen tertentu melalaui email ada juga dosen yang
melalui hard copy dalam bentukan cetakan dengan menggunakan kertas bekas.
e) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang disediakan untuk mendukung pada
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui penyusunan silabi mata
kuliah pendidikan lingkungan hidup dan mata kuliah lain.
f) Akses Informasi dan Partisipasi
Akses informasi dan partisipasi antara lembaga pengembang dengan
kader konservasi melalui buletin konservasi, leaflet, dan web universitas
konservasi serta lembaga pengembang. Mitra organisasi kemahasiswaan yang
dapat mendukung pelaksanaan universitas konservasi adalah pusat studi
lingkungan yang tergabung dalam organisasi green community, menwa,
pramuka, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), dan kelompok seni mahasiswa
di bawah LPPM (Margareta 11 Oktober 2013).
2) Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan Konservasi Lingkungan di Luar Mata
Kuliah
Perencanaan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup untuk
mengimplementasikan 7 (tujuh) pilar konservasi antara lain melalui forum
group discussion seminar, workshop, praktikum, dan kampanye serta gerakan
aksi nyata (Margareta, 11 Oktober 2013).
a) Materi
Ruang lingkup materi pendidikan dan pelatihan konservasi
lingkungan hidup meliputi tujuh pilar konservasi Unnes sebagai
Universitas Konservasi antara lain arsitektur hijau dan transportasi
internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya, kaderisasi konservasi,
kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah (Margareta, 11 Oktober 2013).
123
(1) Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal
Arsitektur hijau dengan memanfaatkan area hijau, pelaksanaan
untuk memanfaatkan areal yang ada dengan persentase 60 (60 %)
untuk bangunan, selebihnya untuk area terbuka. Jumlah bangunan yang
sudah mengarah pada orientasi pada arsitektur hijau sejumlah 13
bangunan. Margareta (11 Oktober 2013).
Pak Teguh merupakan anggota divisi aristektur hijau dan
transportasi internal, beliau diundang oleh Ibu Margareta untuk
menyampaikan informasi berkaitan dengan perencanaan dan
pelaksanaan artistektur hijau dan transportasi internal. Pak Tteguh
memberikan penjelasan tentang ruang lingkup arsitektur hijau dengan
membawa peta Unnes yang beliau ambil pada awal wawancara
dilakukan. Pak Teguh tampak senang dipertemukan oleh Ibu
Margareta dengan peneliti. Sambutan yang baik itu dan paparan yang
panjang lebar itu sampai dikomentari oleh Ibu Margareta, coba kalau
saya yang menerangkan tidak sedetail pak Teguh. Pak Teguh pun
sedikit tersipu dan semakin percaya diri mendapatkan penilaian dari
pimpinan di Badan Pengembang Konservasi. Wawancara dengan
Teguh (11 Oktober 2013) diawali dengan jabat tangan dengan peneliti
dan perkenalan singkat. Pak Teguh menuturkan tentang pogram
arsitektur hijau dan transportasi internal. Pak Teguh mengawali
penjelasan tentang Unnes dan upaya konservasinya. Menurut teguh
Unnes melakukan konservasi lingkungan dalam rangka
mengembalikan hakikat kawasan sebagai daerah pegunungan dan area
resapan air yang bisa kompromi untuk memanfatkan alam secara
optimal sebagai feed back kemanfaatan nilai negatif tetapi memiliki
nilai positif bagi masyarakat yang cenderung mengabaikan
pembangunan secara brutal. Bangunan berdiri di atas perubahan tanah
yang tidak layak dan kebutuhan bangunan dengan cara alih fungsi
lahan. Aristektur hijau dirancang dengan bangunan yang dapat
meminimalisir penggunaan energi seperti penggunaan AC dan lampu
dengan cara mengatur pencahayaan dan penanaman pohon secara
aman dan nyaman. SOP yang baru dapat mengembalikan kebutuhan
124
secara alami, membuat, memanfaatkan air hujan dengan membuat
embung yang dikelilingi tanaman bambu, mahoni, angsana, dan buah-
buahan. Air hujan di musim penghujan yang melimpah seakan sia-
sia/mubadzir. Perencanaan dilakukan dengan membuat area embung
sebagai cadangan air di musim kemarau untuk menyiram tanaman,
suply air untuk pemadam kebakaran, wisata area hijau, menghindari
banjir, dan pembatas kelurahan. Di belakang fakultas teknik dekat
dengan sungai Kaligarang dibuat ruang terbuka hijau di antara gedung-
gedung perkuliahan, dengan tanaman hijau yang memiliki kekuatan
sebagai resapan air.
Efisiensi penggunaan energi listrik diupayakan dengan solar
sell. Pada zona-zona gelap dengan menggunakan lampu hemat energi,
dipasang pada tempat-tempat yang membutuhkan penerangan saja,
dipasang lampu otomatis, artinya kalau keadaan sudah mulai gelap
atau terang lampu akan secara otomatis menyala atau mati. Lebih
lanjut, Teguh menegaskan bahwa Unnes tidak secara mentah-mentah
menolak penggunaan AC, tetapi selagi masih dapat diupayakan dapat
menggunakan kipas angin. Upaya yang dilakukan dengan menjaga
tekanan angin dengan cross ventilation dengan merencanakan
bangunan ruang yang saling terhubung dengan menggunakan dua pintu
yang harus terbuka. Harapan yang diinginkan dapat mengurangi panas
di dalam ruangan sehingga dapat meminimalisir kebutuhan AC
ataupun kipas angin.
Arsitektur hijau yang berkaitan dengan pejalan kaki
direncanakan dengan pembuatan green coridor yaitu bangunan yang
terintegrasi dengan area pejalan kaki. Bangunan satu dengan bangunan
yang lain disetting terhubung secara langsung sebagai gabungan antara
selasar dengan gedung untuk melindungi pejalan kaki dari panas dan
hujan. Sepanjang koridor ditanami tanaman aroma terapi yang bisa
menghadirkan kesegaran sekaligus memproduksi aroma terapi yang
disukai oleh pengguna.
Transportasi internal kampus dengan menggunakan mobil
kampus, sepeda, dan atau jalan kaki. Perencanaan dalam pengadaan
125
bus ke depan dipesankan bus yang beridiri secara berjejer (seperti
busway) sehingga diharapkan dapat menampung jumlah penumpang
yang lebih banyak daripada bus yang sekarang digunakan. Bagi
pengguna sepeda ontel dan pejalan kaki diupayakan badan jalan dapat
memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Teguh (dosen dan Pengelola Divisi Aristektur pada Lembaga
Pengembang Konservasi) saat diwawancarai oleh Peneliti
Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
126
Gb. Peneliti sedang melakukan Wawancara dengan
Muhammad Habibi
Sumber: Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Gb. Koridor Pejalan kaki yang Nyaman
Sumber: Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Paving yang
Nyaman bagi
Pejalan Kaki
Garis Pembatas
untuk Pengguna
sepeda ontel
sebagai bentuk
perlindungan
keamanan
127
Peneliti bersama penumpang di Bus Kampus Unnes
Sumber: Dokumentasi Peneliti 4 Oktober 2013
Menurut Ibu Prini Hapsari (wawancara 11 Oktober 2013)
memprediksikan tentang rencana pelaksanaan transportasi internal
sangat menyulitkan bagian administrasi dan ketatausahaan. Pegawai
harus mengantarkan surat dari satu tempat ke tempat lain di Unnes atau
dari Unnes ke tempat yang lainnya, sementara sepeda motor atau mobil
tanpa alasan yang dibenarkan, tidak diperkenankan memasuki kampus
Unnes pada jam 6.30 sampai dengan jam 16.00 (lihat foto di bawah
ini)
128
Peneliti di Pintu Gerbang Utama Unnes
Sumber: Dokumentasi Peneliti 28 Oktober 2013
Nasrodin adalah Satpam Unnes yang bertugas pada pukul 06.30
s.d 12.00 pada 28 Oktober 2013. Nasrodin menyapa peneliti saat
peneliti hendak memasuki gerbang utama. Peneliti menunjukkan surat
ijin dari Rektor, Nasrodin pun membaca dan menanyakan, apa yang
ibu butuhkan dari kami?. Peneliti pun menyampaikan beberapa
pertanyaan secara berturut-turut, Nasrodin memaparkan pintu (utama
Sutera, pintu MIPA, pintu GSD, pintu embung) ditutup total untuk
mobil dan sepeda motor mulai jam 6.30 s.d 16.00, akses ke kampus
berpindah ke pintu tengah sebagai pintu pengamanan. Pada hari
minggu atau hari besar pintu tengah dibuka secara penuh. Rektor dari
gerbang utama juga jalan kaki atau naik sepeda ontel yang sudah
disediakan oleh petugas. Dosen, karyawan, atau mahasiswa buru-buru
waktu juga tetap tidak diperkenankan untuk mengendarai sepeda motor
atau mobil untuk memasuki area kampus Unnes. Pintu akan dibuka
pada sistuasi dan kondisi tertentu seperti wisuda, ada tamu Rektor, itu
saja hanya mengantar penumpang saja, setelah selesai mengantarkan
penumpang, mobil diparkir di luar kampus seperti di gedung serba
guna (GSD) atau di depan gerabang pintu utama. Bagi mahasiswa,
karyawan, dan dosen yang sakit yang tidak memungkinkan untuk
129
berjalan diberi kelonggaran untuk memasuki areal kampus dengan
mobil atau sepeda motornya. Semua informasi tamu dan kegiatan-
kegiatan penting lainnya akan diinformasikan oleh koordinator
Satpam, sehingga Satpam yang bertugas menjaga pintu gerbang dapat
mengambil kebijakan untuk membuka ataupun menutup gerbang
utama. Ibu-ibu pensiunan atau istri pegawai ataupun dosen yang sudah
pensiun diperbolehkan untuk memasuki area kampus Unnes dengan
kedaraannya. Pengantar surat atau barang dari pos, paket atau pribadi
diperkenankan memasuki area kampus Unnes dengan mengendarai
kendaraan yang digunakan sehingga barang-barang dapat diterimakan
secara langsung kepada orang/organisai/unit kerja yang dituju.
Wawancara dengan Nasrodin (Satpam Unnes Semarang)
Sumber: Dokumentasi Peneliti 28 Oktober 2013
Tampak dalam gambar, mobil diparkir di depan gedung Badan
Pengembang Konservasi saat acara wisuda. Dua orang ini (Indah dan
Cintami) telah melaksanakan tugas sebagai anggota paduan suara pada
prosesi wisuda itu. Peneliti pun melanjutkan dengan melakukan
wawancara dengan Indah dan Cintami. Keduanya berasal dari Batak.
Cintami sangat aktif di kegiatan kepramukaan sedangkan Indah aktif
dalam kegiatan paduan sura kampus. Kedunya saat ditemui peneliti
130
sedang berjalan berdua setelah melaksanakan tugas sebagai petugas
paduan suara.
Peneliti dengan Cintami dan Indah di depan Gedung
Badan Pengembang Konservasi Saat ada Wisuda Sarjana
Sumber: Dokumentasi Peneliti
(2) Biodiversitas
Sesuai dengan Surat Keputusan Rektor Unnes, mahasiswa baru
menanam pohon pada tempat yang telah ditetapkan. Upaya ini dalam
rangka untuk menjaga, melestarikan, dan mengembangkan
keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan Unnes Semarang. Di
samping itu juga merencanakan program perlindungan terhadap
keanekaragaman tanaman seperti mempertahankan tanaman tetap
hidup meskipun tumbuhnya tanaman berada pada lokasi pemanfaatan
lahan. Untuk menjaga biodiversitas, pohon yang ada di tengah jalan
untuk pejalan kaki tetap dipertahankan hidup seperti tampak pada
gambar berikut:
131
Gb. Muhammad Habibi di samping Pohon Biodivesity
Sumber: Dokumentasi peneliti 18 Oktober 2013
(3) Energi Bersih
Energi bersih Program energi bersih diterapkan dengan cara
melakukan penghematan pemakaian alat-alat berbasiskan energi listrik
dan bahan bakar fosil sesuai dengan strategi penggunaan energi,
mengembangkan fasilitas kampus yang menunjang penghematan
penggunaan energi, mengembangkan energi terbarukan yang ramah
lingkungan (Data Badan Pengembang Konservasi).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta dan Teguh
(11 Oktober 2013) dirancang program energi bersih sebagai pilot
project berupa biogas (kotoran dari septic tank) yang ada di rumah
susun disewa (Rusunawa) Mahasiswa yang ada di Kalisegoro. Biogas
ini dapat digunakan pada lampu penerangan dan memasak yang
diperuntukkan bagi penghuni asrama mahasiswa Unnes.
(4) Seni Budaya
Aktiviatas kebudayaan dengan spirit konservasi yang dilakukan
oleh keluarga besar Unnes baik dalam maupun luar kampus, bukanlah
hal baru. Penguatan pada aspek sikap dan perilaku seegenap warga
sivitas akademika Unnes mencerminkan nilai konservasi menjadi
132
program konservasi di bidang budaya. Implementasinya melalui
sosialisasi dan pembudayaan sikap hidup ramah lingkungan, semangat
merawatnya, mengutamakan nir kertas, eefisiensi energi sekaligus
pengembangan energi ramah lingkungan yang semuanya bermuara
pada perlindungan dan pengawetan. Program pilar konservasi etika,
seni, dan budaya meliputi penggalian, pemeliharaan, penyemaian, dan
pemberian gaya hidup etika, seni, dan budaya lokal melalui
pemeliharaan, pendokumentasian, pendidikan, penyebarluasan, dan
mempromosikan unsur-unsurnya (Data Badan Pengembang
Konservasi).
(5) Kaderisasi Konservasi
Program ini merupakan upaya peningkatan kader konservasi
baik di lingkungan Unnes maupun masyarakat sekitar Unnes.
Berdasarkan pada hasil wawancara dengan direktur Badan
Pengembang Konservasi, Ibu Margareta (11 Otober 2013) semua
dosen, karyawan, dan mahasiswa adalah kader konservasi. Artinya
semua kader mensosialisasikan mengupayakan, melakukan, dan
mengembangkan 7 (tujuh) pilar konservasi. Kegiatan yang dilakukan
antara lain penjaringan kader, pelatihan kader melalui pendidikan
konservasi, sosialisasi, dan memperluas kerjasama dengan pihak yang
terkait dengan kegiatan konservasi dan lingkungan hidup.
(6) Kebijakan Nirkertas
Menurut Margareta dan Ikhwan (11 Oktober 2013)
perencanaan paperless yang ada di Unnes meliputi kegiatan pada
penugasan proses perkuliahan, bimbingan skripsi, kartu hasil studi,
pendaftaran mahasiswa, penyusunan Satuan Acara Perkuliahan (SAP),
silabi, dan sikadu, presentase kehadiran dosen dan karyawan,
pembayaran gaji, laporan keuangan, persuratan kepada Rektor Unnes
dan lembaga lain, serta undangan rapat.
Menurut Ibu Prini Hapsari (wawancara 11 Oktober 2013)
bagian administrasi sangat kesulitan untuk menerapkan kebijakan ini.
BAAKK (Biro administrasi dan akademik Kemahasiswaan dan
Kerjasama) sangat membutuhkan kertas yang sangat banyak. Mobilitas
133
administrasi baik di tingkat Unnes sendiri atau dengan lembaga atau
organisasi lain sangat tinggi. Lembaga lain membutuhkan print out
atas data yang diperlukan.
(7) Pengelolaan Limbah
Pengelolaan sampah dengan mengacu pada sistem reduce,
reuse, recycling terhadap sampah tertentu. Mahasiswa dari berbagai
prodi diarahkan untuk dapat mengelola sampah menjadi produk barang
yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan pembelajaran.
Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan sistem composting.
Perencanaan pembuangan sampah dibantu dengan sarana dan
prasarana yang memadai dengan membuat dan meletakkan tempat
sampah pada tempat-tempat strategis yang diperlukan oleh sivitas
akademika Unnes Semarang.
b) Model Pendidikan dan Pelatihan untuk Pendidikan Lingkungan Hidup
Perencanaan model pendidikan dan latihan tentang pendidikan
untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi dengan
forum group discussion, seminar, workshop, praktikum, kampanye, dan
aksi di masyarakat demikian Margareta menjelaskan.
(1) Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (diskusi kelompok terfokus) dirancang
untuk melakukan sosialisasi universitas konservasi dengan
menggunakan forum diskusi dengan tema-tema yang sudah
direncanakan oleh Badan Pengembang Konservasi. Tujuan utama dari
FGD ini adalah memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang
satu tema yang dijadikan fokus misi yang diemban. Melalui FGD ini
diharapkan dapat ditemukan simpulan diskusi yang dapat dimiliki oleh
audiens tentang apa yang dimaksud dengan konservasi dan 7 (Tujuh)
pilar konservasi.
(2) Seminar dan Workshop
Perencanaan seminar dan workshop berdasarkan pada
perencaan masing-masing fakultas. Semua topik seminar dan
workshop diupayakan mengarah pada 7 (tujuh) pilar konservasi.
Pelaksanaan seminar atau workshop yang ditangani oleh badan
134
pengembang konservasi dijadwalkan sesuai dengan plot anggaran atau
kegiatan kemitraan yang dibangun bersama-sama dengan lembaga
mitra. Rekrutmen peserta kebiasaan yang dilakukan dengan
mengadakan kerjasama dengan green community Unnes, Mahasiswa
Pecinta Alama (Mapala) dan Resimen Mahasiswa (Menwa) serta
organisasi kemahasiswaan lainnya (Margareta, 11 Oktober 2013).
(3) Praktikum/pelatihan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta tanggal
(11 Oktober 2013), Setiap fakultas memiliki program unggulan
berbasis konservasi bekerjasaman dengan LP2M. Perencanaan
pelatihan meliputi pelatihan pemanfaatan limbah organik seperti dari
tulang-tulang daun menjadi hiasan dinding, souvenir, alat peraga,
undangan, dan lain-lain. Ibu Margareta dengan percaya dirinya bangkit
dari tempat duduk untuk mengambil satu souvenir yang dibuat oleh
kader konservasi.
(4) Kampanye/Sosialisasi
Perencanaan kampanye/sosialisasi tentang 7 (tujuh) pilar
konservasi melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh vocal
point/pemegang kebijakan (Rektor) Unnes semarang yang diikuti oleh
sejumlah pejabat di lingkungan Unnes, dosen, karyawan, mahasiswa,
dan pelajar di lingkungan Unnes (dokumentasi Badan Pengembang
Konservasi).
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta tanggal (11
Oktober 2013) untuk melaksanakan sosialisasi terlebih dahulu dengan
melakukan survey efesiensi, termasuk survey efisiensi energi.
Sosialisasi diesiminasikan kepada pihak-pihak terkait termasuk kepada
mahasiswa sebagai pedoman untuk melaksanakan sosialisasi program.
(5) Aksi di Masyarakat
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11
Oktober 2013) Rektorat telah menetapkan Desa Binaan di Gunung
Pati. Aksi di masyarakat direncanakan dan dilaksanakan di Gunung
Pati dengan 16 (enam belas) Kelurahan, setiap fakultas memiliki
kewenangan untuk menentukan kegiatan pada 2 (dua) Kelurahan.
135
Kegiatan aksi nyata tentang 7 (tujuh) pilar dan diseminasi kepada tim-
tim lain/unit yang ada di Unnes Semarang, pembibitan tanaman,
gerakan penaman pohon, pengelolaan limbah, energi bersih, panel
surya, dan lain-lain.
b. Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Program Eco Campus dalam
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Universitas Konservasi.
Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui mata kuliah pendidikan
lingkungan hidup dan melalui sebaran mata kuliah pada setiap fakultas dan
program studi secara terintegrasi. Di samping itu juga melalui kegiatan pendidikan
dan latihan seperti melalui diskusi (FGD), praktikum, pelatihan dan kampanye,
serta aksi nyata di masyarakat .
1) Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup dan Sebaran Mata Kuliah pada
masing-masing fakultas.
a) Materi Pendidikan Lingkungan Hidup.
Novi dan Berkah mahasiswa semester IX Fakultas MIPA berjalan
menuju musholla Unnes sambil ngobrol. Peneliti sudah melihatnya sejak
Novi dan Berkah masih berjalan menuju Masjid. Novi dan Berkah
memasuki musholla dan duduk berdampingan sambil melanjutkan obrolan
tadi. Peneliti menghampiri dan menunjukkan surat ijin penelitian yang
dikeluarkan oleh Rektor Unnes sambil mengenlkan secara singkat.
Wawancara pun dimulai tentang pendidikan lingkungan hidup. Novi dan
Berkah menjelaskan bahwa mata kuliah pendidikan lingkungan hidup
memang sudah diberikan pada semester 3 (tiga) tetapi pada saat itu, nama
mata kuliahnya bukan pendidikan lingkungan hidup, tetapi pengantar ilmu
lingkungan. Materi yang disampaikan pada mata kuliah pendidikan
lingkungan hidup (pengantar ilmu lingkungan) antara lain sebagaimana
dituturkan lebih lanjut oleh Novi dan Berkah mahasiswa semester IX
Fakultas MIPA, saya sudah lupa sih bu, materinya apa saja, yang saya
ingat materinya tentang herbarium, taksonomi tumbuhan, ekologi
lingkungan. Lebih lanjut, program nir kertas pernah disinggung, tetapi
tidak ada penugasan yang harus diselesaikan oleh mahasiswa. Program nir
kertas hanya sebagai informasi.
136
Anisa, Juli, Isnaini, Putria mahasiswa semester I Ilmu komputer
duduk bergerombol sambil berbincang-bincang santai di ruang serbaguna.
Peneliti menghampiri keempat mahasiswi tersebut dan mengenalkan diri
serta memohon kesediaannya untuk diwawancarai tentang pendidikan
lingkungan hidup. Ketiga mahasiswa menjawab pertanyaan peneliti
tentang materi pendidikan lingkungan hidup, diungkapkan materinya
terkadang disangkut-sangkutkan dengan konservasi, termasuk juga pada
saat pengenalan program akademik.
Diungkapkan oleh Dewi Puspitasari mahasiswa angkatan 2010
yang peneliti temui di jalan. Peneliti menghampiri mahasiswa ini saat
berjalan sendirian. Peneliti menyapa dan memohon waktu untuk
wawancara. Dewi dan peneliti memutuskan untuk melaksanakan
wawancara di gazebo unnes. Peneliti menunjukkan surat ijin penelitian dan
mengenalkan secara singkat. Hasil wawancara tentang lingkungan hidup
pun berjalan, Dewi begitu nama mahasiswa itu dipanggil memberikan
penjelasan tentang pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup. Pendidikan
lingkungan dengan prinsip green community yaitu memanfaatkan
teknologi dengan tidak menggunakan bahan-bahan yang beracun. Lebih
lanjut, materi kecintaan kepada lingkungan hidup disampaikan melalui
kegiatan seni dengan menunjukkan simbol-simbol cinta lingkungan.
Memanfaatkan bahan-bahan yang tidak terpakai menjadi barang yang
memiliki nilai seni yang tinggi. Ditinjau dari nilai ekonomi barang-barang
tersebut menjadi produk yang tidak boros energi dan efektif
penggunaannya. Pendidikan yang diterapkan pada pendidikan lingkungan
hidup lebih menerapkan pada pendidikan karakter, mahasiswa diberi
kesempatan untuk memperoleh pesan-pesan moral cinta lingkungan.
Dosen dalam menyampaikan materi melalui power point dengan
menampilkan background yang hijau-hijau pada materi konservasi.
Sinta mahasiswa angkatan 2009 ditemui di ruang terbuka sambil
duduk melamun. Peneliti menghapiri dan berkenalan seperlunya dan
menyampaikan keinginan untuk melakukan wawancara. Sinta menjelaskan
tentang program studi kimia lingkungan, dosen memberikan materi
tentang dampak meluapnya sampah. Dosen membangun kesadaran untuk
137
mengelola sampah dengan baik antara lain dengan melakukan pemisahan
sampah yang dapat diolah, seperti limbah kayu berupa pecahan kayu
dijadikan vigura. Beberapa produk saya diikutkan dalam pekan kreativitas
mahasiswa yang diselenggarakan oleh PKMK bidang kewirausahaan tetapi
tidak lolos. Prosedur untuk mengikuti lomba antara lain dengan
menyerahkan proposal dulu, setelah dinyatakan lolos baru dikirimkan
produk sebagaimana yang ada dalam proposal yang diusulkan. Metode
pembelajaran lain yang diterapkan oleh dosen adalah melakukan aksi
lingkungan dengan menanam pohon di awal perkuliahan. Kegiatan ini
merupakan pelaksanaan program penanaman seribu pohon di Unnes.
Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan
biologi ditemui 18 Oktober 2013 saat duduk di samping musholla sambil
mengerjakan sesuatu di laptopnya. Peneliti menhampiri dan berkenalan
serta memohon untuk bersedia diwawancarai tentang pendidikan
lingkungan hidup di Unnes. Sulis pun menyatakan dengan senang hati
saya akan membantu ibu yang saya sebatas kemampuannya. Sulis
menyebutkan materi pendidikan lingkungan hidup antara lain
keanekaragaman hayati, pengelolaan sampah, biopori, penggunaan bahasa
Jawa pada jam 15.30 s.d jam 17.00. untuk pendalaman materi dilakukan
oleh mahasiswa sendiri.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara
18 Oktober 2013) materi pendidikan lingkungan hidup antara lain tentang
ekosistem, perkembangan populasi penduduk, kerusakan lingkungan,
solusi terhadap hambatan pelaksanaan biodiversity dengan Tabulapot
(tanaman obat dalam pot).
Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009
(wawancara 18 oktober 2013) menuturkan tentang materi pendidikan
lingkungan hidup diintegrasikan ke dalam semua materi pendidikan kimia.
Dalam rangka pengayaan materi kuliah pendidikan lingkungan hidup
beberapa dosen dalam sejumlah pertemuan untuk memberikan kepedulian
kepada 7 (tujuh) pilar konservasi. Pendidikan lingkungan hidup yang
diberikan antara lain tentang lingkungan, sumber daya manusia dan alam
serta penerapan bahaya lingkungan dari kerusakan. Materi perkuliahan
138
diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari mahasiswa seperti dalam
mengelola sampah, melakukan pengurangan dalam menggunakan kertas
(nir kertas) seperti naskah skripsi dibuat dengan cara diperkecil sehingga
dapat mengurangi jumlah halaman, seperti 2 lembar kertas dapat menjadi 1
lembar.
Penggalian dan pengembangan materi serta permasalahan
lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar 7 (tujuh) pilar konservasi
sebagaimana dituturkan oleh Mohammad Habibi mahasiswa fakultas
teknik jurusan teknik sipil materi pada pendidikan lingkungan hidup antara
lain tentang dampak lingkungan sebagai contoh observasi tentang rob.
Mahasiswa mengamati obyek rob dan solusi yang ditawarkan dibahas pada
perkuliahan.
Menurut Cintami dan Indah (11 Oktober 2013) materi perkuliahan
yang diberikan oleh dosen terkadang dalam bentuk print out. Sulis
mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan biologi 18
Oktober 2013 menuturkan pendalaman materi yang harus dilakukan oleh
mahasiswa antara lain melalui kegiatan dalam organisasi konservasi.
Organisasi konservasi yang ada di Unnes antara lain green community,
kelompok studi habitat, satwa liar, cempaka, dan biofarm. Green
community melakukan inventarisasi keanekaragaman di kampus atau di
luar.
b) Metode
Menurut Novi dan Berkah mahasiswa semester IX Fakultas MIPA,
metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan ceramah,
tetapi terkadang dengan penugasan ke lapangan contohnya disuruh untuk
melakukan identifikasii tumbuhan tentang nama tumbuhan, ciri-ciri, dan
golongannya. Kuliahnya jarang kosong, karena di Unnes menggunakan
team teaching. Lebih lanjut Diungkapkan oleh Novi, mahasiswa semester
IX fakultas MIPA, bahwa ada tugas proyek yang harus diselesaikan oleh
mahasiswa tentang fisiologi hewan, dosen menentukan kelompoknya,
mahasiswa merancang sendiri kegiatannya dan membuat laporan setelah
itu mahasiswa presentasi secara bergantian.
139
Diungkapkan oleh Dewi Puspitasari mahasiswa angkatan 2010
metode yang digunakan dengan praktek, membuat laporan dan dikirim
melalaui email, sebagian besar tidak menggunakan print out. Meskipun
demikian, ada dosen yang memiliki karakteristik khas, senangnya tugas
dikumpulkan dalam bentuk print out.
Menurut Sinta mahasiswa angkatan 2009 jurusan Kimia lingkungan
mengatakan kuliah pendidikan lingkungan hidup biasanya dosen
memberikan tugas kelompok, setiap kelompok membuat makalah tentang
pengelolaan limbah dan penghematan air beberapa tugas didiskusikan dan
sebagian dikumpulkan dalam bentuk print out. Lebih lanjut Sinta
mengatakan penggalian/pendalaman materi biasanya dosen memberikan
arahan untuk belajar dari internet, di luar kelas dengan melakukan diskusi.
Kunjungan ke sentra pengolahan batik di Solo, dosen memberi tugas untuk
melakukan observasi tentang pengolahan limbah batik. Dengan demikian
terdapat sinergi antara materi yang diberikan di kelas dengan observasi di
lapangan tentang pengolahan limbah batik. Di samping itu juga dosen
tetap menggunakan ceramah, diskusi, tanya jawab.
Menurut Sinta mahasiswa angkatan 2009 program studi kimia
lingkungan mengatakan mahasiswa diberi tugas untuk melakukan
pengolahan terhadap bahan-bahan yang ada di masyarakat, saya
melakukan pengolahan limbah tahu (air tahu) menjadi nata tahu. Metode
lain yang terapkan dosen antara lain mahasiswa diminta melakukan
identifikasi unggas cempaka biofarm, yaitu dengan melakukan budidaya
tanaman hias, tanam mangrove di Mangkang sekaligus untuk kunjungan
ke desa Ungaran Tinjomoyo dan kebun binatang. Metode lain yang
diterapkan dosen antara lain membuat karya pengelolaan limbah seperti
kartu sim card menjadi peta, lukisan ibu Kartini, dengan menggunakan
serabut kelapa. Paparles sudah diterapkan, dosen memberikan materi
melalui soft file.
Menurut Novi dan Barkah mahasiswa semester IX kegiatan pada
masa orientasi sudah dikenalkan budaya cinta lingkungan. Malam
keakraban dilaksanakan bersama dengan kakak tingkat untuk menikmati
alam yang indah di Gedong Songo Kabupaten Semarang.
140
Menurut Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan
Pendidikan Biologi 18 Oktober 2013 menyebutkan metode yang
digunakan dosen pada mata kuliah pendidikan lingkungan hidup antara
lain melalui kegiatan bersama di lapangan untuk penanaman mangrove,
penangkaran kupu-kupu sebagai indikator lingkungan, mahasiswa diberi
tugas untuk melakukan penyuluhan di Griya Cahya dan Sekolah Dasar di
sekitar Unnes Gunung Pati Ungaran. Materi yang disampaikan antara lain
tentang keanekaragaman hayati. Kegiatan pemberdayaan masyarakat
dilaksanakan mulai tahun 2009 hingga 2013 di desa Banyu Windu
Limbangan Kendal yang telah dirintis sebagai desa Wisata Konservasi. Di
samping itu mahasiswa diberi tugas untuk melaksanakan aksi nir kertas
dengan menggunakan kertas bekas, kertas bekas distempel dengan tulisan
reuse green community, mahasiswa diberi kewajiban untuk melaksanakan
gerakan hemat energi di tempat tinggal masing-masing.
Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan
biologi 18 Oktober 2013 menambahkan, metode ceramah mewarnai pada
setiap perkuliahan peer teaching. Dosen juga mengajak ke lapangan untuk
melihat realitas kehidupan dengan memadukan games lingkungan. Games
lingkungan dengan istilah burung dan pemburu. Permainan membutuhkan
beberapa mahasiswa, antara lain 3 (tiga) orang dalam satu grup, 1 (satu)
orang menjadi burung dan orang menjadi pohon.
Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes. Peneliti
menyengajakan diri menuju base camp mapala didampingi oleh Sulis
(mahasiswa semester IX Fakultas Biologi). Dwi Anggoro Saputro saat
ditemui sedang mengerjakan adminstrasi Mapala dengan temannya di
depan Base camp dengan menggunakan kaos oblong dan celana pendek.
Tanpa ada rikuh, Dwi Anggoro Saputro tetap mengenakan pakaian itu saat
peneliti temui. Peneliti memperkenalkan diri dan menyampaikan alasan
kedatangannya di base camp Mapala Unnes. Dwi Anggoro Saputra pun
menerima peneliti dengan baik. Hasil wawancara 18 Oktober 2013
dengan Dwi Anggoro Saputro metode yang digunakan dosen untuk
menyampaikan materi perkuliahan antara lain dengan menggunakan
ceramah, praktek di lapangan seperti mengunjungi hutan mini
141
kampus/kebun pendidikan Unnes, penugasan dengan membuat artikel
tentang isu lingkungan, praktek penanaman Tabulanpot.
c) Media Pembelajaran/Sumber Belajar
Menurut sinta, mahasiswa angkatan 2009 jurusan kimia
lingkungan, media yang digunakan dosen dalam mengajar adalah dengan
menggunakan multimedia dalam bentuk power point dan video antara lain
tentang daur air. Menurut Sinta mahasiswa angkatan 2009 program studi
Kimia Lingkungan mengatakan media pembelajaran dalam penyusunan
skripsi sudah mulai digalakkan dengan nir kertas. Bimbingan penyusunan
skripsi dengan menggunakan laptop, penugasan mahasiswa dulu, biasanya
dosen memerintahkan untuk dikumpulkan secara langsung dari print out,
namun demikian masih banyak dosen yang memerintahkan
mengumpulkan tugas melalui email.
Menurut Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan
Pendidikan Biologi 18 Oktober 2013 kegiatan bersama di lapangan untuk
penanaman mangrove, penangkaran kupu-kupu sebagai indikator
lingkungan, melakukan penyuluhan di Griya Cahya dan Sekolah Dasar di
sekitar Unnes Gunung Pati Ungaran. melaksanakan aksi nir kertas dengan
menggunakan kertas bekas, gerakan hemat energi di tempat tinggal
masing-masing, membangun kemitraan dengan lembaga penelitian dan
pengabdian masyarakat, dengan badan pengembang konservasi, serta
dengan organisasi tapak prenjak sebagai komunitas pemuda pesisir dengan
penanaman mangrove bersama bagi mahasiswa yang tergabung dalam
green commnunity dapat menjadi media sumber belajar bagi mahasiswa.
Menurut Cintami dan Indah mahasiswa fakultas ekonomi angkatan
2013 semua dosen menggunakan LCD dalam proses pembelajaran yang
dilaksanakan. Penggunaan LCD ruang kelas dalam keadaan gelap
sehingga dapat meminimalisir penggunaan listrik secara berkala dalam
sejumlah kelas. Berikut ini dokumentasi peneliti dengan informan yang
dilaksanakan sebelum wawancara dilakukan bersama Cintami dan Indah.
142
Gb. Peneliti dengan informan (Cintami dan Indah)
sebelum wawancara
Dokumentasi Peneliti 11 Oktober 2013
d) Evaluasi
Menurut Muhammad Habibi, Dwi Anggoro Saputro, Cintami,
Sulis, dan Indah bahwa evaluasi pembelajaran dilaksanakan melalui ujian
tertulis dan melalui penugasan melalui email, baik dilakukan di dalam
kelas maupun di luar kelas. Cintami menambahkan halaman kertas untuk
ujian tertulis dibatasi dalam jumlah yang sedikit. Di samping itu, ada juga
dosen yang menggunakan ujian secara on line.
Menurut Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan
Pendidikan Biologi 18 Oktober 2013 evaluasi pembelajaran diberikan
dalam bentuk tugas dengan studi kasus. Mahasiswa diminta untuk
menemukan sendiri permasalahan yang ada di masyarakat. permasalahan
yang diangkat cukup bervariasi antara lain permasalahan di bantaran
Sungai Banjir Kanal Semarang. Tugas lain diberikan dalam bentuk
keterlibatan dalam kegiatan penangkaran kupu-kupu sebagai indikator
lingkungan, dan mensukseskan program keanekaragaman hayati. Tugas
lain adalah dengan melakukan program Fotonovela. Mahasiswa memilih
obyek sendiri seperti di daerah pesisir dengan pengelolaan mangrove.
Mahasiswa mengambil gambar dalam bentuk foto maupun video. Hasil
143
yang ditemukan melalui foto dan video itu mahasiswa dapat memperoleh
pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak setelah didiskusikan
secara bersama di kelas.
2) Pendidikan dan Latihan di luar Kegiatan Perkuliahan
Mahasiswa pecinta alam Unnes (Mapala Unnes) merupakan organisasi
mahasiswa sebagai mitra badan pengembang konservasi. Kegiatan pendidikan dan
latihan yang diprogramkan antara lain sebagaimana ketua Mapala Unnes, Dwi
Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013) divisi yang dimiliki Mapala
Unnes antara lain mountenering, navigasi, lingkungan hidup, rock climbing, susur
gua, rafting, arung jeram, diving, dan SAR. kegiatan pendidikan dan latihan setiap
tahun dikemas dalam kegiatan masa penerimaan anggota baru, musyawarah
anggota, pelatihan manajemen organisasi, lintas medan, dan pengambilan atribut.
Kegiatan insidental antara lain peringatan hari bumi (April) Spirit of Indonesia
Youth expedition ke Argentina, pengibaran bendera promosi budaya, penelitian
Suku Inca, wayang, studi banding kemahasiswaan. Kegiatan pendelegasian
bersifat luwes, tergantung dari organisasi atau lembaga pengundang. Kegiatan
yang sudah dilaksanakan antara lain lomba navigasi dan pembacaan peta, temu
wicara kenal medan, sertifikasi selam, swimming, rafting pada awal tahun 2013.
1) Focus Group Discussion (FGD)
Menurut Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013)
setiap tahun diagendakan untuk mengadakan pembentukan kader dengan
kegiatan sosialisasi 7 (tujuh) pilar konservasi yang dikemas melalui kegiatan
FGD.
144
Form Diskusi Konservasi Pada Kelompok Green Community
Dokumentasi Lembaga Pengembang Konservasi
diterima 18 Oktober 2013
Form Diskusi Konservasi Pemateri Ully Hary Rusyadi
Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi
diterima 18 Oktober 2013
2) Seminar dan Workshop
Menurut Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013)
pernah dilaksanakan seminar tentang flora dan fauna di Indonesia. Menurut
145
Cintami dan Indah (hasil wawancara 11 Oktober 2013) menyatakan seminar
tentang pengelolaan sampah berupa daun-daun. Hal ini dilakukan mengingat
kondisi di lapangan, rimbunnya pepohonan menciptakan permasalahan baru
berupa timbulan sampah daun, baik kering maupun basah yang berjatuhan di
belakang asrama laki-laki.
3) Praktikum/Pelatihan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober
2013), perencanaan pelatihan meliputi pelatihan pemanfaatan limbah organik
seperti dari tulang-tulang daun menjadi hiasan dinding, souvenir, dan lain-lain.
Souvenir dari limbah cukup bervariasi, sebagai contoh souvenir di bawah ini.
Souvenir ini merupakan hiasan dinding berupa foto Emil Salim seorang ahli
lingkungan hidup yang disebut sebagai bapak lingkungan hidup. Souvenir ini
rencananya akan disampaikan pada Emil Salim secara langsung di sebuah
acara, tetapi karena ada halangan teknis, maka souvenir ini batal disampaikan.
Gb. Hiasan Dinding di Ruang Lembaga
Pengembang Konservasi
Dokumentasi Peneliti diambil 18 Oktober 2013
146
Souvenir Emil Salim
Souvenir Gambar Emil Salim
Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Gb. Hasil Pelatihan Pengolahan Limbah Plastik
Dokumentasi Peneliti diambil 18 Oktober 2013
147
Menurut Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013)
pernah dilaksanakan outbond training isi kegiatan antara lain pelatihan
pembentukan karakter leadership, conservation camp, menggunakan barang-
barang non plastik, dan senam aerobik di pagi hari.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober 2013)
pelatihan pembibitan tanaman juga diberikan kepada cleaning service,
mahasiswa, dan juga dosen. Pelatihan bagi mahasiswa diberikan melalui
program kegiatan unit mahasiswa baik yang ada di Resimen Mahasiswa
(Menwa), Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), maupun Praja Muda Karana
(Pramuka) Unnes.
4) Kampanye/Sosialisasi
Kampanye/sosialisasi yang berkaitan dengan 7 (tujuh) pilar konservasi
dipublikasikan secara luas baik melalui media elektronik maupun media cetak
baik yang ada di lingkungan Unnes maupun di luar Unnes. Meskipun
demikian, Annisa, Juli, Isnaini, Putria, mahasiswa semester 1 (satu) prodi ilmu
komputer tidak mengetahui ada 7 (tujuh) pilar konservasi (wawancara 4
oktober 2013). Di bawah ini gambar kampanye/sosialisasi dari satu pilar
konservasi berupa pembuangan sampah organik dan anorganik.
Gb. Kampanye Pembuangan Sampah Organik dan Anorganik
Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi
diterima 11 Oktober 2013
148
Gb. Kampanye Pembuangan Sampah Organik dan Anorganik
Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 11
Oktober 2013
Menurut Cintami dan Indah (11 Oktober 2013), sosialisasi 7 (tujuh)
pilar konservasi melalui rekruitment kader konservasi. Program rekruitment
kader konservasi dilakukan pada permulaan masuk kuliah pertama pada
program pengenalan kampus.
5) Aksi Nyata di Masyarakat
Gb. Program Aksi untuk Masyarakat untuk Konservasi dengan Penanaman Pohon
Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi
diterima 11 Oktober 2013
149
Gb. Program Aksi untuk Masyarakat untuk Konservasi dengan Penanaman
Pohon
Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi
diterima 11 Oktober 2013
Gb. Program Aksi untuk Masyarakat untuk Konservasi dengan Penanaman
Pohon
Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi
diterima 11 Oktober 2013
150
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (hasil wawancara
18 Oktober 2013) pernah dilaksanakan aksi penanaman pohon buah di Lab
School Sampangan. Lebih lanjut, menurut Dwi Anggoro Saputro (wawancara
18 Oktober 2013) Rektor memberikan reward green school award bagi
sekolah yang bagus pengelolaan lingkungannya dan bagi fakultas yang bersih
dan sejuk pada Diesnatalis Unnes.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober 2013)
untuk melaksanakan program aksi ini dilakukan kerja sama sebagai mitra
antara lain dari Pertamina berupa beasiswa mahasiswa kader konservasi yang
peduli terhadap lingkungan. Program mitra dengan BNI (Bank Negara
Indonesia) berupa kegiatan aksi penanaman pohon. Program mitra dengan
BPDAS (Badan Pengawas Daerah Aliran Sungai) berupa bibit tanaman.
Program mitra dengan BLH (Badan Lingkungan Hidup) berupa pohon
tanaman. Program mitra dengan BKSDA (Badan Konservasi Sumber daya
Alam) dari Mekarsari Bogor berupa beasiswa, pemateri, dan materi pelatihan
sebagai bagian dari program green building.
Menurut Cintami dan Indah (wawancara 11 Oktober 2013) penanaman
pohon dilakukan pada setiap fakultas. Setiap mahasiswa mendapatkan
kewajiban untuk menanam 1 (satu) pohon di lahan-lahan tertentu di pinggir
jalan sekitar Sekarang Gunung Pati. Cintami menambahkan kegiatan aksi
antara lain melalui kegiatan pramuka berupa kegiatan praktek mengajarkan
pramuka dan materi kepedulian terhadap lingkungan. Kegiatan tersebut
dilengkapi dengan kegiatan aksi nyata di masyarakat berupa penanaman
pohon.
Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan biologi
18 Oktober 2013 menuturkan kegiatan aksi bagi mahasiswa pendidikan
lingkungan hidup antara lain melakukan pengabdian untuk mengajarkan
pendidikan lingkungan hidup di griya cahya di bawah bimbingan Prof. Dr Edi
Astini.
c. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus
dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui
151
organisasi Mapala untuk sosialisasi konservasi antara lain pada administrasi,
manajemen, pendanaan. Pada bidang Administrasi daftar nama-nama kader,
Fakultas, jurusan, Nomor Induk Mahasiswa, nomor contak person yang tidak
didata dengan baik. Sistem manajemen tidak jelas, hal ini dibuktikan adanya
kegiatan kader konservasi yang tidak jelas. Pengelola kegiatan berpusat pada
badan pengembang konservasi, jadwal tidak dapat diakses sebelumnya, kalau ada
kegiatan baru ikut. Mahasiswa sebagai kader konservasi tidak mendapatkan
informasi tentang program kerja yang direncanakan. Pada sisi pendanaan, badan
pengembang konservasi tidak anggaran yang independen karena masih di bawah
alokasi pendanaan pada unit kemahasiswaan.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) hambatan pelaksanaan 7 (tujuh) pilar konservasi pada pilar
biodiversitas berupa peraturan Rektor Unnes bahwa setiap mahasiswa memiliki
kewajiban untuk menanam satu pohon pada lahan yang telah ditentukan (lahan
kritis Unnes seluas 40 Ha hibah dari DPLH/Dinas Pengelolaan Lingkungan
Hidup). Lahan kritis sehingga mudah longsor dan realisasinya mahasiswa
penanam tidak melakukan perawatan tanaman tersebut. Sebenarnya manajemen
Unnes telah menyediakan fasilitas SIOMON (sistem monitoring penanaman
pohon), namun mahasiswa yang telah melakukan input data tentang pohon yang
ditanam tidak diikuti dengan laporan pertumbuhan dan perkembangan pohon
tersebut, mahasiswa enggan/malas melakukan pengunggahan.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) transportasi internal berupa sepeda ontel (hibah dari salah satu
Bank) kualitasnya kurang baik sepeda model lama sekarang kondisinya banyak
yang rusak, sehingga mahasiswa tidak mau menggunakannya. Beberapa sepeda
tersebut teronggok di pojok student centre.
152
Gb. Sepeda ontel yang kempes ban di student centre
Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) transportasi internal berupa bus (4 armada) banyak sivitas
akademika yang tidak memanfaatkan bus yang beroperasi setiap hari mengelilingi
kampus Unnes. Empat bus yang beroperasi setiap harinya memerlukan biaya yang
tinggi dengan kisaran antara 1 jutaan. Oleh karena itu, operasionalisasi bus
sebaiknya dioffkan saja.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) energi bersih dengan menggunakan solar sell di setiap halte bus
Unnes, di beberapa gazebo dan hanya beberapa saja yang menyala di UKM. Solar
sel belum dimanfaatkan secara maksimal karena dayanya lemah.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) perlu area khusus tetapi karena belum jelas arahnya ke mana, maka
banyak area yang masih kosong. Tanah yang disediakan atas pemberian dinas
pengelolaan lingkungan hidup belum dikelola dengan baik.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) implementasi nir kertas ini pada program penyusunan on line pada
konsultasi skripsi, tesis, dan disertasi (Sitedi). Praktek di lapangan masih ditemui
konsultasi Sitedi dalam bentuk naskah yang sudah diprint out. Hal senada juga
disampaikan oleh Ibu Prini Hapsari (11 Oktober 2013) kebijakan nir kertas untuk
153
bagian ketatausahaan sangat sulit mengingat lalu lintas administrasi Unnes tidak
hanya ada dalam Unnes itu sendiri tetapi juga kementerian dan lembaga yang lain.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) pada pilar Biodiversitas, lahan labil dengan perawatan lahan yang
sangat sulit, alat pemotong rumput pada tingkat universitas hanya memiliki 8
buah, padahal lahannya sangat luas. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala
Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) pendidikan lingkungan hidup mahasiswa
tidak diberikan silabi perkuliahan.
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18
Oktober 2013) seni budaya dalam kegiatan Krempyeng nyeni kendala tempat
akses masih kurang terakses. Publikasi kurang, keberlanjutan program belum
berjalan secara berkesinambungan.
Pengelolaan sampah yang disarankan dengan dua macam tong sampah yang
sudah dilengkapi dengan tulisan organik (kuning) dan non organik (biru). Menurut
pengakuan Putria mahasiswa fakultas prodi ilmu komputer cara membuang
sampah di tong sampah yang sudah disedikan di sekitar kampus tinggal ikut saja,
kalau yang sudah ada misalnya plastik ada di tong sampah warna biru, ya ikut
tong sampah biru. Saya tidak tahu, aturan yang benar kalau sampah plastik ada di
tong sampah biru atau kuning, oleh karena itu saya malas berfikir untuk itu, oleh
karena itu saya tinggal mengikuti apa saja yang sudah dilakukan oleh pembuang
sampah sebelumnya. Demikian juga yang disampaikan oleh Sheela mahasiswa
MIPA angkatan 2012 tanggal 11 Oktober 2013 bahwa 7 (tujuh) pilar yang
mengarah pada perilaku peduli pada lingkungan bagi saya malas untuk
menerapkannya. Untuk menerapkan 7 (tujuh) pilar itu butuh pengorbanan dan
pengertian serta dukungan, sementara dosen dan karyawan kurang memberi
dukungan kepada mahasiswa untuk menerapkan kepedulian lingkungan itu.
Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 menuturkan
hambatan dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup dalam rangka
mengimplementasikan Unnes sebagai universitas konservasi adalah kurangnya
dukungan mahasiswa dan kurangnya pembinaan dari dosen, karyawan dan
pimpinan perguruan tinggi. Menurut Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan
Kimia angkatan 2009 sosialisasi Unnes sebagai universitas konservasi sudah baik.
154
Mohammad Habibi mahasiswa fakultas teknik jurusan teknik sipil
merumuskan hambatan yang ada dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
melalui pendidikan berkarakter dalam mengimplementasikan program konservasi
antara lain kesadaran yang rendah yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak ada sanksi
yang konsisten, sebagai contoh ada mahasiswa yang melanggar mengendari motor
atau mobil masuk kampus pada jam larangan masuk kampus hanya diminta
KTMnya oleh satpam untuk selanjutnya diserahkan pada bagian rektorat lantai 1,
setelah sampai di rektorat hanya dinasehati dan KTM itu bisa diambil, padahal
aturannya mengatakan mahasiswa yang melakukan pelanggaran dengan kuantitas
dan kualitas pelanggaran tertentu akan diberikan DO (drop out) bagai mahasiswa.
Sarana dan prasarana tidak mendukung seperti sepeda ontel banyak yang
nganggur di student center karena gembos. Responden sedikit menyindir,
sementara sepeda ontelnya rektor dan pejabat yang lain bagus-bagus. Topografi
tanah yang naik turun, sehingga kebijakan untuk jalan kaki sangat memberatkan
sivitas akademika. Jalan pembeda antara pengguna sepeda ontel, sepeda motor,
mobil dan pejalan kaki hanya menggunakan garis kuning, hal ini dapat
menimbulkan rasa tidak aman, seharusnya diberi pembatas dengan menggunakan
pembatas yang lebih tinggi secara permanen. Tempat/tong sampah masih belum
mencukupi jumlah produksi sampah sivitas akademika Unnes. Konservasi tidak
hanya konservasi tanaman, tetapi termasuk konservasi hewan, seperti burung.
Pemilihan tanaman untuk kepentingan konservasi harus disesuaikan dengan
kebutuhan burung. Berbeda tanaman juga berbeda burung yang hinggap.
Kebijakan yang ditetapkan adalah jenis tanaman mahoni dan jati, sementara
mahoni tidak disukai burung tertentu. Contohnya manuk blekok akan hinggap
pada pohon tertentu. Ditambahkan hambatan pada pelaksanaan Unnes sebagai
universitas konservasi adalah limbah laboratorium kimia yang tidak ada.
Paperless kebijakan yang hendak diterapkan, tetapi dosennya sendiri memberi
tugas dengan print out dengan demikian antara kebijakan dengan implementasi di
lapangan tidak saling mendukung. Program sikadu yang didalamnya terdapat
aktivitas mahasiswa untuk pemesanan mata kuliah, pengisian biodata dan mata
kuliah, isian nilai dari dosen, absensi mahasiswa dan dosen serta karyawan.
Hambatan yang dialami oleh mahasiswa adalah kapasitas server atau kendala yang
lain, sehingga sering error karena banyaknya akses mahasiswa untuk berbagai
155
kepentingan. Kesalahan nilai yang sudah masuk dalam sistem komputer,
menjadikan prosedur perbaikan nilai menjadi semakin rumit. Penugasan dari
dosen dengan sistem deadline waktu yang membutuhkan ketepatan waktu tetapi
sistem komputer tidak dapat memfasilitasi dengan baik. Hambatan lain
Mohammad Habibi mahasiswa fakultas teknik jurusan teknik sipil bahwa misi
konservasi sebagaimana yang diamantkan dalam pendidikan lingkungan hidup
belum dapat diterima dengan baik oleh orang lain/lembaga/institusi lain. Sebagai
contoh kebijakan Unnes untuk membiasakan perilaku konservasi, maka
mahasiswa yang sedang melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL)
disarankan untuk memberikan kenang-kenangan dengan tema konservasi. Saat
mahasiswa Unnes praktek lapangan di salah satu lembaga pendidikan, mahasiswa
sudah menyediakan pohon sebanyak 20 ribu sumbangan dari Perhutani berupa
tanaman mahoni, trembesi, dan jati, tetapi dari pihak sekolah menolak dengan
alasan akan merusak fondasi bangunan, akhirnya mahasiswa mengganti kenang-
kenangan berupa tong sampah. Hal in menjadi hambatan, antara tuntutan
kebijakan dengan tuntutan di lapangan berbenturan sehingga kebijakan ideal itu
tidak dapat dilaksanakan.
B. Pembahasan
1. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi.
Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara direncanakan dapat diimplementasikan dalam
perencanaan pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan bereklanjutan.
Memperhatikan pada tujuan dari pendidikan yang dikonsepkan, maka
pendidikan harus dapat memberi keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik agar dapat memberikan nilai yang dapat
dimiliki peserta didik dan berguna dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Perencanaan pendidikan lingkungan hidup diarahkan agar mahasiswa dapat
membangun dirinya dan masyarakat yang dapat berguna bagi bangsa dan negara.
156
Krisis-krisis lingkungan berupa menurunnya kualitas fungsi lingkungan hidup yang
terjadi saat ini perlu diinformasikan kepada mahasiswa melaui pendidikan lingkungan
hidup secara spesifik dan terintegrasi dengan mata kuliah lain di sisi yang lainnya.
Harapan yang diinginkan, perencanaan pendidikan lingkungan hidup untuk
membangun paradigma pembangunan yang berkelanjutan dapat direalisasikan di
Perguruan Tinggi.
Perguruan Tinggi/Universitas memiliki tanggung jawab melalui Tridharma
perguruan tinggi untuk menciptakan mahasiswa dan alumni yang berilmu dan
berketrampilan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pembangunan
nasional yang selalu memandang penting kualitas lingkungan agar dapat
berkesinambungan bagi generasi yang akan datang. Karakter mahasiswa yang
dibangun antara lain dapat menciptakan mahasiswa dan alumi yang memiliki
kesadaran, pengetahuan, teknologi dan alat-alat untuk menciptakan masa depan yang
ramah lingkungan. Implementasi tujuan tersebut Universitas harus memainkan peran
yang kuat dalam pendidikan, penelitian, pengembangan kebijakan, pertukaran
informasi, dan pengabdian masyarakat untuk membantu menciptakan masa depan
yang adil dan berkelanjutan.
Perguruan Tinggi memiliki tanggung jawab dalam mendukung tercapainya
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sebagai proses perubahan
melalui teknologi dan perubahan kelembagaan semuanya selaras untuk memenuhi
kebutuhan saat ini dan masa depan. Pembangunan berkelanjutan juga untuk mencapai
derajat standar kehidupan yang lebih baik dan sejahtera dengan tetap menjaga
keberlangsungan hidup pada ekosistem yang ada. Pembangunan berkelanjutan
memperhatikan wawasan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan
berwawaswan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan
lingkungan hidup, termasuk sumber daya, mutu hidup generasi masa kini dan masa
depan. Unnes Semarang memiliki komitmen yang kuat untuk merencanakan
pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan melaui 7 (tujuh) pilar
konservasi. Perencanaan pendidikan dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas agat
mahasiswa memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-isu yang terjadi di
masyarakat dan berusaha untuk menemukan solusi yang dapat mengurai
permasalahan lingkungan bagi masyarakat.
157
Perencanaan pendidikan lingkungan hidup yang mengarah pada 7 pilar
konservasi sudah sesuai dengan prinsip perlindungan lingkungan. Hal ini mengingat
bahwa konsep untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup pada masa sekarang
dengan membangun keserasian hidup antara manusia dengan alam, keserasian
tersebut dilandasi oleh hubungan saling memberi dan menerima sehingga manusia
dapat mengembangkan kehidupan dirinya secara kreatif.
Upaya penanganan krisis lingkungan secara garis besar yaitu dengan dua
pendekatan baik secara individual maupun secara sosial. Pertama, pemecahan krisis
melalui pertimbangan atas segala sesuatunya yang langsung terlihat, situasi yang
sedang berlangsung, membuat perubahan jangka pendek dan membuat suatu
perencanaan ulang. Kedua, pemecahan krisis melalui penjabaran sebab dan faktor
yang mendorong munculnya krisis (aspek ontologis), melalui dasar keilmuan (aspek
epistemologis), kerangka rohani, dan intelektual serta paradigma budaya yang
menyebabkan krisis tersebut terjadi dengan tetap mengacu kepada pendekatan
pertama. Upaya perbaikan lingkungan yang dapat dilakukan dengan pendekatan teks
dan konteks yang berorientasi mencapai tujuan untuk membangun lingkungan
berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan hidup dengan 7 (tujuh) pilar
konservasinya. Berdasarkan hal tersebut, maka melakukan perencanaan pendidikan
lingkungan hidup tidak hanya dalam ruang lingkup teori, tetapi juga dirancang
bagaimana proses transfer ilmu melalui pendidikan tersebut dapat dikembangkan
melalui penelitian, dan temuan hasil penelitiannya dapat dijadikan sebagai materi
pengabdian masyarakat. Unnes dalam hal ini telah merencanakan integritas
pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakta dalam satu paket untuk
mewujudkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan melalui program eco
campus.
2. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi.
Pendidikan lingkungan merupakan proses untuk mengenalkan nilai dan
memperjelas konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan
untuk memahami dan menghargai di antara manusia, kebudayaan, dan lingkungan
biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga mencakup praktek dalam pengambilan
keputusan terhadap isu-isu kualitas lingkungan agar pembangunan yang dilaksanakan
dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan dapat teracapai. Pendidikan
158
lingkungan memiliki kecenderungan untuk memberikan keterampilan, pengetahuan
untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat yang lebih luas. Konsep
Pandey dan Vedak ini dituliskan secara lengkap sebagai berikut: environmental
education is a process that aims to develop an environmentally literate citizenry that
can compete in our global economy, has the skills, knowledge and inclinations to
make well-informed choices and exercises the rights and responsibilities of members
of a community. Perumusan tujuan pendidikan lingkungan hidup diarahkan untuk
dapat mencapai pendidikan lingkungan yang dapat memberikan keterampilan,
pengetahuan agar dapat memiliki rangsa tanggung jawab terhadap persoalan
lingkungan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Membangun kesadaran,
keprihatinan terhadap permasalahan lingkungan dengan memiliki pengetahuan,
keterampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk bekerja secara individual dan
kolektif dalam memecahkan masalah dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan
lingkungan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan hal tersebut, maka
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang ditempuh melalui pendidikan formal
pada muatan pendidikan lingkungan hidup bagi mahasiswa dan melalui pendidikan di
luar perkuliahan merupakan sesuatu yang niscaya dilakukan agar dapat membangun
karakter mahasiswa yang dapat bertanggung jawab terhadap proses pembangunan
yang berkelanjutan.
Pendidikan lingkungan diupayakan dapat menciptakan tanggung jawab
terhadap dirinya sendiri, membangun kesadaran, kepekaan, keprihatinan terhadap
permasalahan lingkungan dengan memberikan pengetahuan, keterampilan, sikap,
motivasi, dan komitmen untuk membangun partisipasi aktif secara individual dan
kolektif untuk melakukan perlindungan lingkungan, memecahkan masalah dan
melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan secara berkelanjutan.
Sebagaimana Aditjondro membangun teori, ruang lingkup pendidikan
lingkungan hidup mencakup hal yang paling umum dan konvensional dengan
memilah-milah antara pendidikan lingkungan hidup melalui jalur pendidikan formal,
non-formal, dan informal, pendidikan lingkungan hidup di Unnes Semarang sudah
menggunakan dua jalur tersebut.
Pendidikan lingkungan melalui pendidikan formal, non formal ataupun
informal merupakan satu kesatuan yang kokoh. Pendidikan formal, non formal, dan
informal dapat membantu siswa mengembangkan sikap yang lebih menguntungkan
159
terhadap kualitas fungsi lingkungan. Dikonsepkan oleh (Sarkar, 21011: 3) bahwa
formal environmental education helps students to develop more favourable attitudes
towards environment.
Pendidikan lingkungan hidup melalui dua jalur yaitu pendidikan sekolah dan
luar sekolah sudah memenuhi derajat kebenaran mencapai tujuan yang ingin di
dicapai. Keserasian dua jalur untuk mencapai tujuan pendidikan lingkungan hidup
yang dapat berjalan sangat memungkinkan untuk dapat menciptakan afeksi,
psikomotor, dan kognisi pada diri mahasiswa untuk mencintai dan peduli terhadap
lingkungan. Dengan demikian, pada waktunya dapat memberikan kontribusi untuk
mencipatakan pembangunan yang berkelanjutan. Mengimplementasikan
pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan pada konsep eco campus tidak
cukup hanya dengan melakukan perencanaan pendidikan yang di dalamnya terdapat
materi dengan ruang lingkup lingkungan hidup dan sumber daya alam, tetapi perlu
dilakukan upaya yang memadai antara pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada
masyarakat. Artinya mengajarkan pembangunan berkelanjutan di PT melalui
pendidikan sekaligus juga melakukan penelitian dalam melakukan pengelolaan
lingkungan dan sumber daya dalam pengabdian di masyarakat. pendidikan, penelitian
dan pengabdian masyarakat juga perlu didukung dengan melakukan jejaring
internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian.
Mengajarkan pembangunan berkelanjutan di PT melalui pendidikan dan
penelitian dalam melakukan pengelolaan lingkungan dan sumber daya, melakukan
jejaring internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian. Pengetahuan yang
paling dominan dalam memberikan pendidikan lingkungan hidup yaitu pendidikan
yang lebih menekankan pada pengetahuan teknis sudah diterapkan dalam
melaksanakan pendidikan ligkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.
Melalui pendidikan lingkungan hidup yang memuat teori dan praktek dalam rangka
menjaga kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan dapat tercapai pada waktu
yang tepat.
Upaya konservasi lingkungan yang dilakukan oleh Unnes melalui program
eco campus dalam rangka mewujudkan perilaku sivitas akademika yang peduli dan
berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus yang berkelanjutan,
pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup di lingkungan kampus, pembelajaran dan penyebarluasan informasi
160
lingkungan kepada masyarakat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Konservasi
dalam hal ini adalah koservasi sumber daya alam hayati. Konservasi sumberdaya alam
hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Dengan
demikian, Eco-campus sebagai suatu konsep untuk membuat perguruan tinggi ramah
lingkungan untuk melestarikan lingkungan sekitarnya dalam kampus untuk mengatasi
masalah lingkungan seperti promosi penghematan energi, pengolahan limbah dan air.
Konsep eco campus fokus utamanya pada efesiensi penggunaan energi dan air,
meminimalisir pengelolaan sampah dan polusi juga efesiensi ekonomi dapat
diimplementasikan melalui pendidikan lingkungan hidup. Eco campus mendorong
dan meningkatkan kepedulian mahasiswa dan pegawai untuk mengurangi penggunaan
energi dan konsumi air pengurangan sampah dan mengintegrasikan pengetahuan ke
dalam lingkungan upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan
3. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus
dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi.
Hambatan dalam sebuah proses pelaksanaan tujuan adalah sesuatu yang
niscaya, demikian juga yang terjadi di Unnes untuk melaksanakan 7 (tujuh) pilar
konservasi memiliki hambatan dari dalam dan hambatan dari luar. Hambatan pada
sistem manajemen yang bersumber pada kebijakan rektor yang kurang mencermati
kondisi, situasi, dan kemampuan beberapa pihak untuk merealisasikan 7 (tujuh) pilar
konservasi dengan baik.
Hambatan administrasi dan keuangan merupakan hambatan klasik yang sering
dijumpai pada pelaksanaan program. Sistem manajeman yang mengatur administrasi
dan keuangan organisasi badan pengembang yang masih menginduk pada kegiatan
kemahasiswaan dinilai menjadi hambatan untuk merealisasikan program universitas
konservasi dengan 7 (tujuh) pilarnya.
Kesadaran yang rendah yang dimiliki oleh mahasiswa manjadi sulit diurai,
makala tidak diawali oleh pembentukan karakter peduli dan cinta lingkungan yang
dilakukan oleh dosen dan karyawan serta vocal point Unnes. Mentransfer materi
perkuliahan pendidikan lingkungan hidup saja tidak cukup untuk membangun
kepedulian terhadap lingkungan. Mahasiswa perlu dihadapkan pada isu-isu kerusakan
lingkungan dan persoalan-persoalan kerusakan lingkungan yang terjadi di masyarakat.
161
dengan demikian, mahasiswa memilliki pengalaman sendiri secara langsung, sehingga
dapat merasakan dan menemukan persoalannya sendir, dengan demikan akan
termotivasi untuk menemukan permasalahan yang terjadi dan berusaha untuk keluar
dari permasalahan tersebut.
Sarana dan prasarana yang tidak mendukung secara bertahap perlu dilakukan
perencanaan, monitoring dan evaluasi oleh lembaga pengembang konservasi sebagai
pelaksana pilot projectnya. Partisipasi seluruh sivitas akademika menjadi memiliki
peluang besar agar keterbatasan sarana dan prasarana dapat dikaji lebih mendalam
untuk dapat dilakukan analisis seperlunya untuk dipenuhi secara baik.
162
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi melalui
mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan integrasi pada sebaran mata kuliah pada
setiap fakultas yang terkait. Di samping itu diberikan pendidikan dan latihan yang di
luar perkuliahan untuk mendukung 7 pilar konservasi. Perencanaan pendidikan
lingkungan hidup melalui 7 pilar konservasi yang terdiri dari arsitektur hijau dan
transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya, kaderisasi konservasi,
kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah melalui beberapa kebijakan. Perencanaan
pendidikan lingkungan hidup melalui prosedur perencanaan, pengembangan,
monitoring, tata kelola, dan evaluasi. Perencanaan tersebut dituangkan dalam Standar
Operasional dan Prosedur (SOP).
2. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi dengan
memberlakukan kurikulum pendidikan lingkungan hidup. Kurikulum pendidikan
lingkungan hidup yang dapat memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
kepada mahasiswa Unnes Semarang dengan menggunakan sistem perkuliahan yang
tepat pada sisi materi, metode, media, dan sistem evaluasi yang dapat mendukung
implementasi 7 (tujuh) pilar konservasi. 7 (tujuh) pilaar konservasi tersebut dipandang
mampu untuk memberikan kontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
3. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus
dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi
163
antara lain pada administrasi, sistem manajemen, pendanaan, kesadaran yang rendah
yang dimiliki oleh mahasiswa, sarana dan prasarana tidak mendukung, kebijakan
Unnes sebagai universitas konservasi belum dapat diterima dengan baik oleh institusi
yang lain.
B. Saran
Saran ini ditujukan kepada:
1. Lembaga Pengembang Konservasi
Lembaga pengembang konservasi perlu melakukan akselerasi terhadap
sosialisasi tentang Unnes sebagai universitas konservasi kepada kementerian dan
lembaga lain atas kebijakan yang ditempuh untuk mencapai 7 (tujuh) pilar konservasi.
2. Mahasiswa
Mahasiswa secara proaktif mendukung pelaksanaan 7 (tujuh) pilar konservasi
dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup untuk
pembangunan berkelanjutan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
164
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mudhofir. 2010. Al-Quran dan Konservasi Lingkungan: Argumen Konservasi
Lingkungan sebagai Tujuan Tertinggi Syariah. Jakarta: Dian Rakyat.
Aditjondro. 2003. Pola-pola Gerakan Lingkungan:Refleksi untuk Menyelamatkan
Lingkungan dari Ekspansi Modal. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Ajiboye, Josiah O. and Nthalivi Silo. 2008. ‘Enhancing Botswana Children’s Environmental
Knowledge, Attitudes, and Practices through the School Civic Clubs’, International
Journal of Environmental & Science Education. vol. 3, no. 3, 105-114, 2008.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Atmojo, Suprihantono. 2005. Menyinergikan Pembangunan dan Lingkungan: Telaah Kritis
Begawan Lingkungan. Jogjakarta: Anindya.
Bekker, Anton dan Ahmad Kharis Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat, Jogjakarta:
Kanisius.
Beringer, Almut. 2007. The Lu¨ neburg Sustainable University Project ininternational
comparison An assessment against North American peers. International Journal of
International Journal of Sustainability in Higher Education. vol. 8, no. 4, 2007
Buchan and Graeme D, 2007. Education for Sustainability Developing a Postgraduate-level
Subject an International Perspective. International Journal of Sustainability in Higher
Education. vol. 8, no. 1, 4-15, 2007.
Budiati, Lilin. 2006. Penerapan Co Managemen dalam Pengelolaan Lingkungan Menuju
Pembangunan Berkelanjutan. Disertasi. UGM Jogjakarta.
Campbell, Todd., William, Medina-Jerez., Ibrahim Erdogan, and Danhui Zhang. 2010.
‘Exploring Science Teachers’ Attitudes and Knowledge about Environmental
Education In Three International Teaching Communities’. International Journal of
Environmental & Science Education, vol. 5, no. 1, 3-29, 2010.
Chaudhry, Pradeep, and Vindhya P. Tewari. 2010. ‘Environmental Education Using Nek
Chand’s Rock Garden in the City of Chandigarh’. International Journal of
Environmental and Sustainable Development, vol. 9, no. 1/2/3, 2010.
Conde, María del Carmen and Samuel Sánchez. 2010. ‘The School Curriculum and
Environmental Education: A school Environmental Audit Experience’. International
Journal of Environmental & Science Education, vol. 5, no. 4, 2010.
Departamen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Cetakan ke-1. Jakarta: Depdiknas.
165
Erdogan, Mehmet. 2009. ‘Evaluation of a Course Education and Awareness for
Sustainability’ International Journal of Environmental & Science Education, vol. 4,
no. 2, 133-146, 2009.
Farikhah. 2011. Madrasah dan Pelestarian Lingkungan (Sumbangan Konseptual dan
Strategi Aksi). Salatiga: STAIN Press.
Fadjar, Malik. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Gobinath, R, K. Rajeshkumar, N., Mahendran. 2010. Environmental Performance
Studies on Educational Institutions. International Journal of Environmental Sciences,
vol. 1, no.1, 2010.
Halder, Somenath. 2012. ‘An Appraisal of Environmental Education in Higher School
Education System: a Case Study of North Bengal, India’. International Journal of
Environmental Sciences, vol. 2, no. 4, 2012.
Hamm, Bernd and Pandurang K.Muttagi. 1998. Sustainable Development and the Future of
Cities. New Delhi: Oxford and IBH Publishing.
Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif). Jogjakarta: UII Press.
Kasperson, Roger 2002, China Human Developpment Report 2002: Making Green
Development A Choice, New. York: Stockholm Environment Institute in Collaboration
with United Nations Development Programme (UNDP) China.
Kementerian Pendidikan Nasional, 2005. Surat Keputusan Bersama tentang Pembinaan dan
Pengembangan Pendidikan Nasional. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretaris
Negara.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Surat Kesepakatan Bersama Kementerian Negara
Lingkungan Hidup dengan Kementerian Pendidikan Nasional. Nomor
03/MENLH/02/2010 dan nomor 01/II/KB/2010 tentang Pendidikan Lingkungan
Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup dan UI. 2012. Pedoman Green Campus Pada Perguruan
Tinggi. Jakarta: Kementerian Agama RI.
Kemp, René and Saeed Parto. 2005. “Governance for Sustainable Development: Moving
from Theory to Practice’. International Journal, Sustainable Development, vol. 8,
no.1/2, 2005.
Keraf, Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas.
166
Mangunjaya, Fachrudin, M. 2008. Bertahan di Bumi: Gaya Hidup Menghadapi Perubahan
Iklim. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mangunjaya, Fachrudin, M., Husain Heriyanto, dan Reza Gholami. 2007. Menanam sebelum
Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Martopo. Tesis. 2006. Judul tesis Model Pembelajaran Pembiasaan dalam Pendidikan
Lingkungan Hidup sebagai Upaya Menuju Sekolah Berwawasan Lingkungan. UNS:
Surakarta.
Milles, Mattew B dan Michael Hubberman.1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
tentang Metode-metode Baru. Penterjemah. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI
Press. Cetakan Pertama.
Mulyana, Dedi. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi
dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Rosdakarya. Cetakan Keempat.
Mochizuki, Yoko. 2010. ‘Global Circulation and Local Manifestations of Education for
Sustainable Development with a Focus on Japan’. International Journal of
Environment and Sustainable Development, vol. 9, no. 1/2/3, 2010.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Cet. 16
Mufid, Anwar Sofyan. 2010. Islam dan Ekologi Manusia: Paradigma Baru, Komitmen dan
Integritas Manusia dalam Ekosistemnya, Refleksi Jawaban atas Tantangan
Pemanasan Global (Dimensi Intelektual, Emosional, dan Spiritual). Bandung:
Nuansa.
Nasution. 2007. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historik, Teoritis, Praktis.
Jakarta: Ciputat Pers.
Otto, Eric dan A. James Wohlpart. 2009. Creating a Culture of Sustainability: Infusing
Sustainability into the Humanities. International Journal of Development Journal of
Education for Sustainable, vol. 3, 231-235, 2009.
Oztas, Fulya and Erkan Kalipsi. 2009. Teacher Candidates’ Perception Level of
Environmental Pollutant and Their Risk Factors. International Journal of
Environmental Science and Education, vol. 4, no. 2, 185-195, 2009.
Pandey, Nisha and Vidyadhar Vedak. 2010. ‘Structural Transformation of Education for
Sustainable Development’. International Journal of Environment and Sustainable
Development, vol. 9, no. 1/2/3, 2010.
167
Pearcy, Dawn H. 2010. ‘Understanding The Role Of Free-Choice Environmental Education
In ‘Green’ Consumption Behaviour: An Empirical Investigation’. International
Journal of Environment and Sustainable Development, vol. 9, no.1/2/3, 2010.
Peraturan Rektor Unnes No. 27 tahun 2013 tentang Tata Kelola Kampus Berbasis Konservasi
di Universitas Negeri Semarang.
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, Standar Nasional Pedidikan.
Petkova, Elena., Crescencia Maurer., Nobert Henninger., Frances Irwin, 2002, Clothing the
Gap: Information, Participation, and Justice in Decision-Making for the Environment,
Washington DC: Word Resources Institute.
Qablan, Ahmad Mohammad, Jamal Abu AL-Ruz., Samer Khasawneh., Aieman Al-Omari.
2009. ‘Education for Sustainable Development: Liberation or Indoctrination? An
Assessment of Faculty Members’ Attitudes and Classroom Practices’. International
Journal of Environmental & Science Education. vol. 4, no. 4, 401-417, 2009.
Roy, Ghosh, M.K. 2011. Sustainable Development: Environment, Energy, and Water
Resources, Chennai: Ane Books.
Salequzzaman, M.d, Stocker, dan Davis, J.K. 2003. ‘Environmental Education and
Environmental Management in Bangladesh and their Sustainability’. Internatioanal
Journal of Environmental Informatics Archives, vol. 1, 70-82, 2003.
Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Jogjakarta: Tiara Wacana.
Sarkar, Mahbub. 2011. ‘Secondary Student’s Environmental Attitudes: the Case of
Environmental Education in Bangladesh’. International Journal of Academic Research
in Business and Social Sciences, vol. 1, 2011.
Sekretaris Negara. 1990. Undang-undang tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Jakarta: Lembaran Negara.
Schmidt, Luisa and João Guerra, 2010. The Role Of Non-Scholar Organisations In
Environmental Education: A Case Study From Portugal. Portugal: Social Sciences
Institute of University of Lisbon.
Schultz, Fred. 2001. Notable Selection in Education. United State: Recycled Paper.
Sharma, V.S. 2006. Environmental Education. New Delhi: Anmol Publication PVT.LTD.
Shrivastava and Ranjan. 2005. a Handbook for Teachers: Research in Teaching of Ecology
and Environment. New Delhi: A.P.H. Publishing Coorporation.
Shukla, S.P dan Nandeshwar Sharma. 1996. Sustainable Developmental Strategy. New Delhi:
Mittal Publications.
168
Soerjani, Mohamad, 1996. Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Filosofis
Ekologis. Bunga Rampai Upaya Penyamaan Persepsi Kesadaran dan Pentaatan
terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan Hidup. Jakarta: CIDES.
Soerjani, Mohamad, Arif Yuwono dan Dedi Fardiaz, 2006. Lingkungan Hidup (the Living
Environmental), Pendidikan Pengelolaan Lingkungan dan Pembangunan
Berkelanjutan (Education Environmental Management and Sustainable
Development). Jakarta: Restu Agung.
Soerjani, Mohamad dan Monica Hale, 1997. Environmental Education for Biodiversity and
Sustainable Development. Jakarta: University of Indonesia.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Cetakan ke-6.
Bandung: Alfabeta.
Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta:
Bumni Aksara. Cetakan ketiga.
Sundar, I. 2006. Environmental and Sustainable Development. New Delhi: Publishing
Corporation.
Tafsir. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosdakarya.
Tasdiyanto. 2011. Budaya Lingkungan: Akar Masalah dan Solusi Krisis Lingkungan.
Jogjakarta: Tiara Wacana.
Tim Pengembang Konservasi. 2010. Meuju Unnes Kosnervasi: Kumpulan Dokumen
Universitas Konservasi. Semarang: Unnes.
Wardhana, 2010. Dampak Pemanasan Global: Bencana Mengancam Umat Manusia, Sebab
Akibat Dan Penanggulangannya. Jogjakarta: Andi Offset.
Zheng, Bao. 2010. The Research on Eco-campus Evaluation Index System and Weight.
China: Hebei University of Engineering Guangming South.