Post on 20-Jan-2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertamina UP III adalah industri di sektor minyak dan gas bumi, dimana
melakukan pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk seperti bahan bakar
minyak (BBM), non-bahan bakar minyak (NBM), dan petrokimia. Pada kilang BBM,
minyak bumi mengalami dua proses utama, yaitu primary process (distillation,
treating, blending) dan secondary process (polymerization, alkylation, utilities).
Unit proses primer mengolah minyak bumi dengan cara memisahkan minyak
bumi mentah menjadi fraksi-fraksinya dengan menggunakan prinsip distilasi. Unit-
unit di Pertamina RU III yang digunakan pada proses ini adalah unit Crude Distiller
(CD), yang terdiri dari lima CD (CD-II, CD-III, CD-IV, CD-V, dan CD-VI), High
Vacuum Unit (HVU), Stabilizer C/A/B, SRMGC (Straight Run Motor Gas
Compressor),dan BBMGC (Butane-Butylene Motor Gas Compressor), serta BB
Distiller (Butane-Butylene Distiller) dan BB Treating.
HVU II (High Vacuum Unit II) merupakan unit yang mengolah produk bottom
dari unit CDU II/III/IV/V dan CDU VI. Agar temperatur operasi tidak melampaui
temperatur cracking maka tekanan kolom harus diturunkan sehingga residu tersebut
dapat diolah di unit ini dengan cara distilasi hampa dimana tekanan normal operasinya
dibawah 1 atm (60 mmhg). Produk yang dihasilkan adalah LVGO,MVGO,HVGO dan
Vacuum Residu. Dimana produk MVGO dan HVGO digunakan sebagai umpan / feed
untuk unit RFCCU dan produk LVGO digunakan sebagai komponen blending produk
diesel (ADO) serta Vacuum Residue digunakan sebagai komponen produk fuel oil.
Pada HVU II diperlukan suatu alat yang berperan penting untuk
memanfaatkan panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lainya agar energi
yang dihasilkan dari proses tidak terbuang sia-sia, alat tersebut adalah Heat
Exchanger (HE). Heat Exchanger E-14-0011 AB pada HVU II berperan penting
dalam membantu menurunkan suhu dari vacum residu serta merubah air menjadi
steam dengan memanfaatkan panas dari vacum residu yang akan diakumulasikan
dengan steam lain sebagai pemanas feed.
1
Pemakaian alat perpindahan panas dilakukan secara kontinyu sehingga jumlah
panas per satuan luas yang dipindahkan semakin menurun, yang mengakibatkan
kemampuan kerja dari alat perpindahan panas ini menurun. Hal ini disebabkan
terjadinya Fouling Factor yang dikarenakan adanya pengotor berat yaitu kerak keras
yang berasal dari hasil korosi atau coke serta pengotor berpori berupa kerak lunak
yang berasal dari dekomposisi akibat dari media yang digunakan, sehingga
menghambat jalannya proses perpindahan panas. Hal inilah yang melatar belakangi
penulis dalam pemilihan judul studi kasus ini. Dengan menganalisa kinerja Heat
Exchanger E-14-0011 AB maka akan diketahui kemampuan alat perpindahan panas
dengan cara menghitung efisiensi kinerja alat Heat Exchanger yang ditinjau dari unit
HVU II.
1.2 Tujuan
Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk menganalisa kinerja Heat Exchanger
pada Unit HVU II PT. PERTAMINA (Persero) RU III, dimana tujuan yang ingin
dicapai antara lain :
a. Mengetahui kinerja Heat Exchanger E-14-0011 AB pada Unit HVU II.
b. Mempelajari variabel proses yang mempengaruhi kondisi operasi (Heat Loss,
fouling factor, overall heat coefficient, pressure drop, effisiensi).
1.3 Batasan Masalah
Ruang lingkup masalah pada laporan ini dibatasi pada evaluasi kinerja
regenerator yang meliputi perhitungan kinerja Heat Exchanger E-14-0011
berdasarkan data operasi actual. Sehingga akan didapatkan nilai efisiensi Heat
Exchanger E-14-0011 aktual yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai
efisiensi design.
2
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam laporan kerja praktek ini disusun dalam beberapa
bahasan (Bab) antara lain :
I. Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika
penulisan.
II. Orientasi Umum
Menjelaskan sejarah singkat PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, fungsi dan
seksi HVU II, sarana dan fasilitas, lindungan lingkungan, serta Struktur
Organisasi Unit HVU II.
III. Tinjauan Pustaka
Menjelaskan dan menjelaskan dasar teori dan pengetahuan umum mengenai
Heat Exchanger.
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
Berisi data-data pengamatan Regenerator dan perhitungan dengan metode
Kern.
V. Kesimpulan dan Saran
Mencakup kesimpulan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dan
beberapa saran yang didapat setelah dilakukan pengamatan dan perhitungan.
3
BAB II
ORIENTASI UMUM
2.1 Sejarah Singkat
PT.Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang
bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.
Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan pengembangan
yang berkelanjutan guna mencapai standar internasional dalam pelaksanaan
operasional dan tatakelola lingkungan yang lebih baik, serta peningkatan kinerja
perusahaan sebagai sasaran bersama.
Pada bulan Januari 1951, diidirikan Perusahaan Tambang Minyak Republik
Indonesia yang kegiatannya meliputi wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara.
Setelah menngalami perdebatan, pada bulan Oktober 1956 di tetapkan bahwa
lapangan minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell dan berada di bawah
pengawasan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Juli 1957, pemerintah memutuskan
menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada KSAD, yang kemudian
mengubah namanya menjadi PT.Explotasi Tambang Minyak Sumatera (PT.ETMSU).
Pada tahun 1960 pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk membentuk
tiga perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga perusahaan tersebut
adalah :
1. PN. PERTAMIN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia
(disahkan berdasarkan PP No. 3/1961). Perusahaan ini bermula dari perusahaan
Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang didirikan tahun
1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah menjadi PT. Pertambangan
Minyak Indonesia (PT. PERMINDO). Kemudian pada tahun 1965 PN ini
mengambil alih semua kekayaan PT. Shell Indonesia termasuk di dalamnya kilang
Plaju, Balikpapan, dan Wonokromo.
2. PN. PERMINA, Perusahaan Negara Perusahaan Minyak Nasional (disahkan
berdasarkan PP No. 198/1961). Perusahaan ini merupakan peralihan nama dari PT.
ETMSU. Sejak tahun 1961 PN inilah yang melakukan operasi penyediaan dan
pelayanan bahan bakar minyak dalam negeri.
4
3. PN. PERMIGAN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas
Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 199/1961). Perusahaan ini semula berasal
dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia (PTMRI) yang berlokasi di
Sumatera Utara, namanya berubah menjadi PN. PERMIGAN pada tahun 1961.
Pada tanggal 6 April 1962, pemerintah Indonesia membeli semua fasilitas
penyulingan dan produksi PT. Shell di Jawa Tengah. Namun karena kinerjanya
yang semakin memburuk, PN ini dibubarkan pada tahun 1965 melalui SK Menteri
Urusan Minyak dan Gas Bumi No. 6/M/MIGAS/ 66. Kekayaan yang dimilikinya
berupa sumur minyak dan penyulingan di Cepu dijadikan pusat pendidikan dengan
dibukanya Akademi Minyak dan Gas Bumi. Fasilitas pemasarannya diserahkan
pada PN. PERTAMIN sedangkan fasilitas produksinya diserahkan pada PN.
PERMINA.
Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur dan
prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas bumi,
dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan minyak dan Gas Bumi Nasional (PN
PERTAMINA) yang melebur PN PERMINA dan PN PERTAMIN. Tujuan peleburan
ini adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi di bidang
perminyakan nasional di dalam wadah suatu Integrated Oil Company dengan satu
manajemen yang sempurna.
Kemudian PN PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA (Pertambangan
Minyak dan Gas negara). Dan pada tahun 2003, PERTAMINA dijadikan Persero
dengan nama PT. PERTAMINA ( Persero).
Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, PT.
PERTAMINA hingga saat ini telah mengoperasikan enam Refinery Unit (RU) yang
tersebar di Indonesia. Keenam Unit Pengolahan itu adalah :
1. RU-II Dumai,Riau
2. RU-III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan
3. RU-IV Cilacap, Jawa Tengah
4. RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur
5. RU-VI Balongan, Jawa Barat
5
6. RU-VII Kasim, Papua
Pada tahun pemerintah Hindia Belanda membangun dengan tujuan untuk
mengolah minyak bumi yang berasal dari Prabumulih dan Jambi. Pada tahun 1957
kilang ini diusahakan oleh PT. Shell Indonesia yang merupakan perusahaan minyak
milik Inggris. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah Indonesia mengambil alih
kilang Plaju dari PT. Shell Indonesia. Kilang Plaju terletak dibagian Selatan Sungai
Musi dan sebelah Barat bagian Sungai Komering dengan kapasitas 100 MBSD
(Milion Barrel Per Calender Day).
Kilang minyak Sungai Gerong dibangun pada tahun 1920 oleh ESSO
(STANVAC) yang merupakan sebuah perusahaan minyak Amerika. PERTAMINA
membeli kilang ini terletak di persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering
dengan kapasitas mula-mula 70 MBCD, sekarang kapasitasnya tinggal 25 MBCD
sesuai dengan unit yang masih ada.
Pada tahun 1972 di Plaju didirikan Asphalt Blowing Plant (Demolish) dengan
kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun 1973, di Plaju didirikan pabrik
Polypropylene yang mengolah Propylene menjadi Polypropylene dengan produk
berbentuk pellet. Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene, dibangun
Jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang Sungai Gerong
(sekarang dikenal kilang musi).
Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan Proyek Plaju Aromatic Center
( PAC ) dan proyek Musi Phase 1( PKM I ). Kedua proyek ini dibangun secara
terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam penyedian sistem penunjang
(utilitas) dan fasilitas lindungan lingkungan. Plaju Aromatic Center didirikan di area
kilang Plaju. Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan pembangunan Higt Vacuum
Distilation Unit II ( HVU) pada tahun 1983 mulai beroperasi tahun 1986. Sejarah
lengkap tentang PERTAMINA dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
6
Tabel 1. Sejarah Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong
Tahun Sejarah dan perkembangan
1903
1926
1965
1970
1972
1973
1973
1982
1982
1984
1986
1987
1988
1990
1994
2002
Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda).
Kilang Sungai Gerong Dibangun Oleh STANVAC (AS).
Kilang Plaju/Shell Dengan Kapasitas 110 MBCD Dibeli Oleh
Negara/Pertamina
Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh Negara/Pertamina
Pembangunan Asphalt Blowing Plant Kapasitas 45.000 Ton/Tahun
Pendirian Kilang Polypropylene Untuk Memproduksi Pellet Polytam
Dengan Kapasitas 20000 Ton/Tahun.
Integrasi Operasi Kilang Plaju-Sungai Gerong.
Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi
(PKM 1) Yang Berkapasitas 98 MBCD.
Pembangunan High Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong Dan
Revamping CDU (konservasi Energi).
Proyek Pembangunan Kilang TA/PTA Dengan Kapasitas Produksi
150.000 ton/tahun.
Kilang PTA Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas 150.000
Ton/Tahun.
Proyek Pengembangan Konservasi Energi/ Energy Conservation
Industry (ECI)
Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi Dan Produksi Kilang (UPEK)
Debotlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/tahun.
PKM II : Pembangunan unit Polypropylene baru dengan kapasitas
45.200 ton/tahun, Revamping RFCCU-Sungai Gerong dan unit
Alkilasi, Redesign Silikon RFCCU-Sungai Gerong, modifikasi unit
redistilling I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex
(GTGC) dan perubahan frekuensi listrik dari 69 Hz ke 50 Hz, dan
pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Shulpuric Acid
Recovery Unit (SAU).
Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi
7
2003 Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju
dengan Kilang Sungai Gerong diresmikan
Pembangunan jembatan integrasi kilang Musi.
Jembatan intgrasi kilang musi diresmikan.
Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA, Palembang,
PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu :
1. Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di sebelah selatan
dan Sungai Komering di sebelah barat
2. Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan Sungai Musi dan
Sungai Komering.
Kilang RU-III Plaju/Sungai Gerong mempunyai 2 unit produksi yaitu :
1. Unit Produksi I (Kilang BBM/Petroleum) yang mengolah minyak mentah.
Kilang BBM/Petroleum terdiri dari primary proses dan secondary proses
2. Unit Produksi II (Kilang Petrokimia)
Kilang petrokimia yang terdiri dari kilang Polypropylene.
Visi Pertamina :
Menjadi perusahaan Migas Nasional Kelas Dunia
Misi Pertamina :
1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia.
2. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif,
berdasarkan tata nilai unggulan dan berorientasi laba.
3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan
masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
2.2. Tugas dan Fungsi HVU II
High Vacuum unit (HVU) berkapasitas 54 MBSD atau 7800 TSD. Long
residue yang diolah di HVU II adalah bottom product dari unit destilasi yaitu Crude
Distiller (CD) II/ III/ IV dan CD V (Plaju) serta CD VI (Sungai Gerong). HVU II
merupakan unit distilasi dengan menggunakan proses distilasi hampa. Pengolahan
8
minyak bumi yang memiliki titik didih yang sangat tinggi (500 ˚C) tanpa
mendapatkan kerugian atau loss akibat perengkahan thermal (Thermal Cracking) pada
temperature yang tinggi. Feed yang diolah pada kolom distilasi hampa ini adalah
produk bawah (bottom product) dari proses destilasi atmosferik, yaitu berupa produk
long residue yang memiliki nilai jual yang rendah. Pada kondisi tekanan di bawah 1
atm, titik didih cairan akan turun sehingga pemisahan dapat dilakukan pada suhu (360
– 380 ˚C). jika proses ini dilakukan pada distilasi atmosferik maka untuk memisahkan
fraksi minyak tersebut membutuhkan temperature yang tinggi (> 500 ˚C), ini dapat
mengakibatkan terjadinya perengkahan thermal.
Dengan kata lain, pada tekanan hampa, trayek titik didih cairan akan turun jika
dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga tidak terjadi perengkahan. Produk –
produk yang dihasilkan adalah Light Vacuum Gas Oil (LVGO), Middle Vacuum Gas
Oil (MVGO), Heavy Vacuum Gas Oil (HVGO) dan vacuum residue. Produk MVGO
dan HVGO digunakan sebagai feed untuk unit Riser Fluidized Catalytic Cracking
Unit (RFCCU), sedangkan Light Vacuum Gas Oil (LVGO) sebagai komponen
blending produk Automotive Diesel Oil (ADO) serta vacuum residue sebagai
komponen produk fuel oil.
2.2.1. Sarana dan Fasilitas
Sarana penunjang yang terdapat di HVU II berfungsi untuk mendukung
kelancaran operasi kilang, sehingga mendapatkan produksi yang optimal, antara lain:
1. Utilities
Berfungsi untuk menyediakan steam, udara bertekanan, air, juga listrik untuk
penggerak motor – motor pompa maupun untuk penerangan kilang.
2. Laboratorium
Berfungsi sebagai control kualitas, analisa sampel serta penelitian yang
dilakukan untuk pengembangan produk kilang.
3. Health Safety and Environment (HSE)
Mempunyai tugas pokok yaitu untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
bahay kebakaran dan bahaya pencemaran.
9
2.2.2. Health Safety and Environment (HSE)
Keselamatan kerja disamping untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,
juga untuk melindungi lingkungan sekitar di sekitar daerah operasi perusahaan dengan
menerapkan hal – hal sebagai berikut:
1. Secara aktif menggalakkan lindungan lingkungan dengan meredam dampak
terhadap lingkungannya dan menekan jumlah polusi yang timbul akibat
pengoperasian perusahaan serta menekan jumlah limbah dengan
meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang ditimbulkan.
2. Instalasi baru akan dilengkapi dengan sistem pengendalian polusi yang baik
agar dapat memenuhi peraturan yang terkait maupun standard industry.
2.2.3. Struktur Organisasi
Refinery unit III PT. PERTAMINA (Persero) dipimpin oleh seorang General
Manager. Di bawah general manager RU III adalah production manager, CD & L
Unit berada langsung di bawah Production Manager, CD & L. unit dipimpin oleh
seorang section head yang membawahi dua bagian yaitu CD Unit dan CLE unit yang
masing – masing dipimpin oleh seorang senior supervisor dan dibantu oleh tenaga
administrasi. CLE senior supervisor membawahi pengawas jaga, yaitu pengawas jaga
RFCCU dan pengawas jaga Gas plant, dan dibawah pengawas jaga langsung Tenaga
Operator Kilang (TOK), yaitu lapangan dan console (console HVU).
2.3. Struktur organisasi unit HVU II
10KEPALA BAGAN CD & L
PENGAWAS UTAMA CD I DAN HVU II
PTR ADMKEPALA CLE OPERATION
ENGINEERPENGAWAS JAGA CD I
PENGAWAS JAGA HVU II
Tok Sr – 3
Vac. Tower
Tok Sr – 3
Vac. System
Tok Sr – 3
HVU II
Tok Sr – 1
Consule HVU II
Tok Yr – 1
VCH
Gambar 2.6. Struktur organisasi unit HVU II Sungai Gerong
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA11
3.1. HVU II (High Vacuum Unit II)
HVU II (High Vacuum Unit II) Unit ini mengolah produk bottom dari unit
CDU II/III/IV/V dan CDU VI sungai gerong, cold feed dari tanki dan minyak
pelumas yang sudah terpakai / digunakan. Produk yang dihasilkan adalah LVGO,
MVGO, HVGO dan Vacuum Residu.Dimana produk MVGO dan HVGO digunakan
sebagai umpan / feed untuk unit RFCCU dan produk LVGO digunakan sebagai
komponen blending produk diesel (ADO) serta Vacuum Residu digunakan sebagai
komponen produk fuel oil.
Pengolahan minyak bumi ini menggunakan proses distilasi hampa yang
bertujuan untuk mengambil sebanyak-banyaknya produk minyak bumi yang masih
terikut dalam fraksi minyak bumi yang memiliki trayek titik didih yang sangat tinggi
(500oC) tanpa mendapatkan kerugian atau loss akibat perengkahan termal (Thermal
Cracking) pada temperatur tinggi.
Feed long residue dari CD II, III dan IV dialirkan menuju hot feed drum (V-
61-001), long residue dari CD V juga dialirkan menuju hot feed drum yang sama
dimana sebelumnya dilewatkan pada box cooler. Sedangkan untuk long residue dari
CD VI dapat langsung dialirkan menuju HVU sebagai feed. Long residue yang
masuk ke hot feed drum diharapkan memiliki temperatur 140-145 oC, dengan
tekanan di 0.2 kg/cm² pada saat normal operasi.
Proses diawali dengan memanaskan feed dengan menggunakan heat
exchanger (sebagai pre-heater), yang kemudian dipanaskan lebih lanjut di dalam
furnace. Beberapa heat exchanger yang digunakan sebagai pre-heater adalah E-14-
006 A/B (HVGO exchanger), E-14-003 A/B/C (MVGO exchanger), E-14-010 A
(vacuum residue exchanger) dan E-14-009 A/B/C/D (vacuum residue exchanger).
Rangkaian heat exchanger ini diharapkan dapat menghasilkan feed untuk furnace
dengan CIT sebesar 262-270oC, serta untuk menekan penggunaan energi
pendinginan untuk produk dari HVU sendiri.
Feed dari pre-heater kemudian dipanaskan lebih lanjut di dalam furnace,
yang diharapkan akan meningkatkan temperatur feed hingga 360-380oC. Furnace
12
HVU menggunakan tiga macam fuel, yaitu fuel oil, fuel gas dan off gas (off gas ini
merupaan pemanfaatan produk atas dari HVU sendiri, dengan tujuan efisiensi produk
off gas). Parameter utama dari furnace HVU ini adalah temperature tube skin
(maximum 690 oC) dan COT menuju kolom vakum.
Heated feed dari furnace kemudian dialirkan menuju kolom vakum (C-14-
001) untuk dipisahkan menjadi produk-produk. Proses distilasi ini dilakukan pada
tekanan di bawah tekanan atmosfir (60-65 mmHg). Distilasi vakum ini diharapkan
dapat memisahkan produk dengan titik didih yang lebih tinggi dengan bantuan
vacuum pressure.
Feed HVU dimasukkan pada flash zone dengan posisi tangensial, dengan
harapan pemisahan antara liquid dan vapor akan terjadi akibat adanya gaya
sentrifugal pada flash zone tersebut. Liquid akan menuju ke bawah setelah jatuh dari
cap pada tray. Sedangkan vapor akan bergerak ke atas setelah keluar dari tray cap.
Washing section, sebagai bagian utama dalam menghasilkan gasoil, terletak
di atas flash zone. Wash section bertujuan untuk mempertajam produk gasoil, dengan
melepaskan residu yang terperangkap pada vapor yang naik dari flash zone. Kontrol
utama pada bagian ini adalah concarbon level dan metal content, karena menjadi
racun pada katalis, karena peningkatan produk gasoilakan memungkinkan
peningkatan level concarbon dan metal sebagai akibat dari deep cut operation.
Draw off diberlakukan untuk produk gasoil (LVGO, MVGO dan HVGO).
LVGO untuk refluks didinginkan oleh E-14-001, sedangkan sebagai produk LVGO
didinginkan oleh E-14-002. Untuk MVGO dan HVGO digunakan sebagai feed untuk
FCCU baik secara langsung (sebagai hot MVGO dan HVGO) maupun cold feed
(yang diambil dari T-191/192).
Overflash section, diperoleh dengan melakukan injeksi recycle pada feed.
Recycle yang diinjeksikan berupa produk antara HVGO dengan vacuum residue.
Recycle ini juga bertujuan sebagai efisiensi dalam feed injection serta untuk
mempertajam produk gasoil. Vacuum residue section, sebagai draw off vacuum
residue dan sebagai posisi injeksi stripping steam. Stripping steam digunakan untuk
membantu mengangkat light distillate yang masih terbawa di heavy distillate agar
dapat terangkat ke atas. Stripping steam ini berasal dari low pressure steam yang
13
telah dipanaskan di furnace menjadi dry dan superheated steam.
Overhead product dari C-14-001 tersebut kemudian didinginkan oleh tiga
kondensor (E-14-013/014/015), yang kemudian dihilangkan kandungan steam-nya
menggunakan tiga rangkaian jet ejector yang dipasang secara seri. Penghilangan
steam dari overhead product dilakukan dengan teknik perubahan energi kinetik
menjadi energi mekanik melalui injeksi medium pressure steam, dengan tekanan 8
kg/cm2g. Pemasangan jet ejector ada pada masing-masing kondenser. Jet ejector ini
juga berfungsi untuk memperoleh tekanan vakum di dalam C-14-001.
Kondensat keluaran kondenser kemudian dialirkan menuju V-14-002 untuk
dipisahkan antara fase gas dan liquid, dimana liquid-nya dialirkan menuju sewer.
Sedangkan untuk uncondesable gas dialirkan ke V-14-002 lalu ke E-14-003 untuk
menyerap condensable gas, dimana gas keluaran dari E-14-003 dijadikan sebagai off
gas (sebagai refinery fuel gas untuk furnace HVU).
Injeksi ammonia pada kondensat dilakukan sebagai pencegahan terhadap
korosi pada alat, yang timbul akibat kontaminasi impurities (seperti sulfir dan asam).
Sehingga pH kondensat dapat dijaga pada kondisi basa paling minimum.
Sebagian LVGO dari kolom dikembalikan sebagai refluks (E-14-001) yang
sebelumnya didinginkan oleh fin-fan cooler. Sebagian lainnya kemudian menjadi
produk (E-14-002) untuk komponen blending produk diesel. MVGO dan HVGO dari
kolom didinginkan dengan bantuan heat exchanger, E-14-003 A/B/C, dimana
panasnya dimanfaatkan sebagai pre-heater untuk feed HVU. Sebagian dikembalikan
sebagai refluks (E-14-004) dan sebagian lainnya digunakan sebagai feed untuk
FCCU (E-14-005). Saat ini, sebagian dari MVGO juga dijadikan sebagai blending
component dengan LVGO untuk menjadi bahan bakan solar.
Vacuum residue didinginkan menggunakan heat exchanger E-14-
009/010/011 (sebagai fungsi pemanas feed), sebagian dikembalikan sebagai
quenching untuk mempertahankan temperatur di bottom kolom, dan sebagian juga
digunakan sebagai produk untuk komponen blending produk fuel oil.
14
3.2. Produk dari Proses HVU II
Kapasitas produksi HVU II adalah 54 MBSD, dengan produk sebagai berikut : a. Produk atas berupa Light Vacuum Gas Oil (LVGO) yang digunakan
sebagai komponen motor gas.
b. Produk tengah berupa Medium Vacuum Gas Oil (MVGO), dan Heavy Vacuum
Gas Oil (HVGO). Produk tengah ini merupakan umpan RFCCU.
c. Produk bawah berupa Light Sulphur Waxes Residue (LSWR).
3.3. Prinsip Kerja Alat Heat Exchanger
Destilasi pada umumnya proses yang terjadi didalam industri-industri kimia
yang melibatkan energi panas, misalnya proses perpindahan panas. Pengetahuan
tentang proses perpindahan panas sangat diperlukan untuk dapat memahami
peristiwa-peristiwa yang berlangsung dalam proses pemanasan, pendinginan,
evaporasi, kondensasi dan lain-lain.
Industri kimia membutuhkan alat bantu untuk melaksanakan operasi
pertukaran panas (heat transfer) yang disebut alat penukar panas, dimana dengan alat
ini dapat dilakukan pengendalian terhadap panas yang terlibat dalam proses.
Shell and Tube Exchanger merupakan salah satu alat bantu dalam melakukan
operasi pertukaran panas di industri kimia.(Mc.Cabe, 1999)
Perpindahan panas (heat transfer) adalah ilmu yang mempelajari
perpindahan energi panas karena ada perbedaan temperatur diantara material. Sifat
perpindahan panas adalah bila dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda
mengalami kontak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka panas akan
mengalir dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah.
T1 Permukaan
15
dingin
Permukaan T2
panas
∆x
Proses perpindahan panas yang terjadi di dalam proses-proses kimia dapat
berlangsung dengan tiga cara yaitu : (Mc.Cabe, 1999)
1. Perpindahan panas secara konduksi
2. Perpindahan panas secara konveksi
3. Perpindahan panas secara radiasi.
3.3.1. Heat Exchanger
Heat Exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk
memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang dipindahkan ke fluida
lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas (heat exchanger).
Proses perpindahan panas ini dapat terjadi pada fase cair ke fase uap atau
fase uap ke fase cair secara langsung dimana fluida panas akan tercampur secara
langsung dengan fluida dingin atau secara tidak langsung menggunakan media
perantara.
Peralatan Heat Exchanger yang biasanya digunakan diindustri kimia adalah
sebagai berikut (Subagjio, 1991) :
1. Cooler
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas agar mencapai kondisi
yang diinginkan dengan menggunakan media pendingin berupa air atau
udara.
2. Condensor
Alat ini digunakan untuk mengambil panas laten fluida yang berbentuk uap
sehingga terjadi perubahan fase dari uap menjadi cair.
3. Reboiler
16
Alat ini digunakan untuk menguapkan liquid pada bagian dasar kolom
destilasi sehingga fraksi yang ringan akan terikut dalam hasil destilasi pada
kolom atas. Sebagai media pemanas dapat berupa steam atau fluida panas.
4. Preheater
Alat ini digunakan untuk memanaskan fluida cair dengan menggunakan
steam atau panas pembakaran bahan bakar.
5. Chiller
Alat ini digunakan untuk mendinginkan fluida pada suhu yang lebih rendah
dimana fluida pendingin dapat berupat air, propana, freon ataupun ammonia.
6. Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan
steam atau media pemanas yang lainnya.
Heat Exchanger dapat dikelompokan menjadi beberapa macam berdasarkan
bentuknya, yaitu: (Subagjo, 1991)
1. Double-PipeExchanger
2. Shell and Tube Exchanger
3. Plate and Frame Exchanger
4. Air Cooled
5. Direct Contact Exchange
Faktor Pengotor (Fouling Factor)
Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya
kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam Heat Exchanger, yang
melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor sangat berpengaruh
terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit.
Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas menyeluruh
untuk kondisi bersih maupun kotor pada alat penukar panas yang digunakan.
17
Nilai Fouling Factor didapat dari perhitungan dan disain yang dapat dilihat dari
Tabel 12 Kern. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai
fouling factor disain maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak
memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan. Nilai fouling factor
dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor disainnya agar alat Heat Exchanger
dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan prosesnya. Perhitungan fouling
factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan
harus dilakukan pencucian.
Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :
1. Pengotor berat (Hard Deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi
atau coke keras.
2. Pengotor berpori (Porous Deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari
dekomposisi kerak keras.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat Heat Exchanger
adalah : (Subagjo, 1991).
1. Kecepatan aliran fluida.
2. Temperatur fluida.
3. Temperatur permukaan dinding tube.
4. Fluida yang mengalir didalam dinding tube.
Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut :
(Subagjo, 1991).
1. Menggunakan bahan kontruksi yang tahan terhadap korosi
2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.
Persamaan Heat Exchanger metode Kern
1. Perhitungan Neraca Panas (Heat Ballance)
Q = W x Cp x (T1 – t2) = w x cp x (t2 – t1)
Dimana :
18
Q = Kalor jenis, Btu/hr
W = laju alir fluida panas, lb/hr
w = laju alir fluida dingin, lb/hr
Cp = Kapasitas panas fluida panas, Btu/lb 0F
cp = Kapasitas panas fluida dingin, Btu/lb 0F
T1 = Temperatur fluida panas masuk, 0F
T2 = Temperatur fluida panas keluar, 0F
t1 = Temperatur fluida dingin masuk, 0F
t2 = Temperatur fluida dingin keluar, 0F
2. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD
Untuk alat penukar panas aliran counterflow, beda temperatur rata-rata
dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik
LMTD =
3. Menghitung Faktor koreksi dengan menghitung R dan S
Suatu koreksi LMTD dinyatakan dengan faktor Koreksi (FT), oleh sebab itu
untuk tujuan tersebut dibutuhkan besaran R dan S.
S menyatakan efisiensi temperatur dan R merupakan pembanding daya
tampung kalor fluida dingin dan fluida panas,
R =
19
S =
Dengan besaran R dan S tersebut didapat FT menggunakan kurva pada Fig.18
Kern sehingga didapat :
Δt = FT x LMTD
4. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc)
Temperatur caloric ditafsirkan sebagai temperatur rata-rata fluida yang
terlibat dalam pertukaran panas.
Tc = T2 + Fc (T1 – T2)
tc = T1 + Fc (t2 – t1)
Dari Fig.17 Kern, 1965 didapat harga Kc dan Fc dengan perbandingan
5. Perhitungan Flow Area
Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran
Shell side
as= ID x C” x B / (144 x PT)
Dimana :ID = Inside Diameter (in)
C = Jarak antar tube (in)
B = Jarak baffle (in)
PT = Tube Pitch (in)
Tube side
at = NT x a’t / (144 x n)
Dimana :NT = Jumlah tube
20
a’t = Internal area (Table 10 Kern)
n = jumlah tube passes
6. Perhitungan Mass Velocity
Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area
Shell side
Gs = W / as
Dimana :W = Laju alir fluida panas (lb/hr)
Tube side
Gt = w / at
Dimana :w = Laju alir fluida dingin (lb/hr)
7. Perhitungan Reynold Number
Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa
Shell side
Res = De x Gs / µ
Dimana :De = Equivalent diameter (ft) (Fig.28 Kern)
Gs = Mass velocity (lb/hr ft2)
µ = Viskositas fluida pada suhu Tc
Tube side
Ret = D x Gt / µ
Dimana :D = Inside diameter (ft) (Tabel 10 Kern)
Gt = Mass velocity (lb/hr ft2)
µ = Viskositas fluida pada suhu tc
8. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH)21
Shell side
Nilai JH untuk sisi shell dapat diketahui dari Fig.28 Kern
Tube side
Nilai JH untuk sisi tube dapat diketahui dari Fig.24 Kern
9. Menentukan Termal Function
Pada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk shell dan tc (cold fluid) untuk
tube diperoleh masing-masing nilai c (fig.4 Kern), μ (viskositas) dan k
(konduktivitas thermal) (fig.1 Kern)
(c x μ / k)1/3
Dimana : c = panas spesifik (Btu/lb 0F)
k = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft 0F)
10. Menentukan nilai Outside film Coefficient (ho) dan Inside Film
Coefficient (hi)
Shell side
ho = jH Фs
Tube side
hi = jH Фt
Dimana :ho = Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
hi = Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)
11. Menentukan Tube wall Temperature,tw
22
Temperatur dinding rata-rata tube dapat dihitung dengan temperature
kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas fluida shell dan
tube pada kondisi operasi sedang berlangsung.
tw = tc +
Dimana : tw = temperatur dinding tube (0F)
12. Perhitungan Corrected coefficient ho dan hio pada tw
Shell side
Фs =
ho =
Tube side
Фs =
hio =
13. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc
Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi
fouling/kerak.
UC =
Dimana :
UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)
14. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UD
23
UD merupakan overall heat transfer coefficient jika terjadi
fouling/kerak.
A = NT x a” x L
Dimana : A = Heat transfer surface (ft2)
NT = Jumlah tube
a” = luas area (ft2/lin ft), Tabel 10 Kern
L = Panjang tube
Maka :
UD =
Dimana : UD = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)
15. Perhitungan Dirt Factor, Rd
Rd =
Dimana : Rd = Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)
16. Perhitungan Pressure Drop
Shell side
ΔPs =
Dimana : ΔPs = Total Pressure drop pada shell (psi)
f = Friction factor shell (ft2/in2) (Fig.29,Kern)
Gs = Mass velocity (lb/hr.ft2)
24
s = Spec.Gravity
N + 1 = jumlah lintasan aliran melalui baffle
Tube side
ΔPt =
Dimana : ΔPt = Pressure drop pada tube (psi)
f = Friction factor tube (ft2/in2) (Fig.26, Kern)
Gt = Mass velocity (lb/hr.ft2)
s = Spec.Gravity
D = Inside diameter (ft)
n = jumlah pass tube
ΔPr =
Dimana : ΔPr = Return Pressure drop pada tube (psi)
= Velocity head (psi)
s = Spec.Gravity
Maka :
ΔPT = ΔPt + ΔPr
Dimana : ΔPT = Total Pressure Drop pada tube (psi)
Perhitungan Effisiensi25
η =
Dimana : η = Effisiensi kerja HE (%)
26
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Tabel Kondisi Operasi Heat Exchanger
Pemeriksaan
Parameter
Satuan Tanggal
12/3/12 13/3/12 14/3/12 15/3/12 16/3/12
Suhu masuk
fluida panas
(T1)
oC 247 247 257 245 247
Suhu masuk
fluida dingin
(t1)
oC 32 32 32 32 32
Suhu keluar
fluida panas
(T2)
oC 178 180 177 178 178
Suhu keluar
fluida dingin
(t2)
oC 150 152 150 154 150
(Sumber : Morning report unit HVU II PT. PERTAMINA RU III)
27
4.1. Perhitungan fouling factor dan pressuredrop heat exchanger E-14-011 secara aktual
Diketahui:
Pada tube = Water
t 1 = 32oC = 89,6oF t 2 = 150oC = 302oF t 2 – t 1 = 212,4oF W = 96,6 T/D = 8875,125 lb/hr Spgr 60/60 = 0,99
O API =
Pada shell = Vacuum Residue T1 = 247oC = 476,6 oF T2 = 178oC = 352,4 oF T1 – T2 = 124,2 oF W = 3321 T/D = 305.116,875 lb/hr Spgr 60/60 = 0,9657
O API =
1. NERACA PANAS (Heat Balance), QQ = W. C (T1 – T2) = w. c (t1 – t2)
a. Pada tube
Diketahui:
TAV =
c = 0,9 BTU/lb.oF (fig.2 Kern)
maka, Q1 = w × c (t1 – t2)
28
= 8875,125lb/hr × 0,9BTU/lb.oF × 212,4oF= 1696568,895BTU/hr
= 1696568,895×
= 427535,36 Kcal/hr
b. Pada shell :
Diketahui :
TAV =
C = 0,34 BTU/hr (grafik1/fig.4 Kern)
Maka,
Q1 = W × C (T1 – T2)= 305.116,875 lb/hr × 0,34 BTU/hr × 124,4oF= 12905223,35BTU/hr
= 12905223,35 x
= 3252116,283 kcal/hr
2. LMTD dan Δt
Hot fluida Cold Fluida DifferencesT1 476,6oF Higher temp t2 302oF 174,6oF Δt2
T2 352,4oF Lower Temp t1 89,6oF 262,8oF Δt1
441,2oF Differences 212,4oF -88,2 Δt2 – Δt1
(T1 –T2) (t2 – t1)
LMTD =
29
R =
S =
Maka didapatkan Faktor Koreksi Ft = 0,85 (fig.18 Kern)
= LMTD x Ft= 220 x 0,85= 187
3. TEMPERATUR KALORI (Tc dan tc)
Diketahui :
T1 – T2 = 441,2
= 11,429
Maka didapat :
Kc = 2 (fig 17 Kern)
Fc = 0,4 (fig 17 Kern)
tc (tube) = t1 + Fc × (t2 – t1)
= 89,6 + 0,4 x (212,4 )
= 174,56
Tc (Shell) = T2 + Fc × (T1-T2)
= 352,4 + 0,4 x (441,2 )
= 528,88
30
4. LUAS ALIRAN (FLOW Area), as dan at
a. Pada shell Diketahui :ID = 1350 mm = 53,15 inPT = 37 mm = 1,45 inB = 28C’’ = 0,45 in
Karena disusun seri menggunakan 2 HE, maka :
b. Pada TubeDiketahui :
Nt = 1184N = 2OD = 1 inBWG = 12
Maka :
a’t = 0,421 in2
at =
Karena disusun seri menggunakan 2 HE, maka :
5. KECEPATAN MASSA (Mass Vel), Gs dan Gt
31
a. Pada Shell
Diketahui :
Ws = 305.116,875 lb/hr as = 6,4 ft2
b. Pada TubeDiketahui :
Wt = 8875,125 lb/hr at = 3,46 ft2
6. BILANGAN REYNOLD
Bilangan reynold pada shell dapat diperoleh sebagai berikut :
a. Pada ShellDiketahui :Tc = 528,88 oFSG = 0,8 Pt = 1,45 in (fig.6.Kern)µ Cst = 0,15 x 0,8 = 0,12 cp
µ = 0,12 cp x 2,42 = 0,29 lb/fthr
32
b. Pada TubeDiketahui :
tc = 174,56 oF
SG = 0,95 (fig.6.Kern)
µ Cst = 0,37x 0,95 = 0,35 cp
µ = 0,35cp x 2,42 = 0,85lb/fthr
Maka, Dt = 0,782 in /12 = 0,065 ft
7.FAKTOR PERPINDAHAN PANAS, jH
a. Pada Shell
Res =
jH = 25 (Fig 28. Kern)
b. Pada Tube
Ret = 196,15
L = 6,1 m = 20 ft
D = 0,065 ft
L/D = 20 ft/0,065ft = 307,7
jH = 4 (Fig 24.Kern)
33
8.KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS
a. Pada Shell
Tc = 528,88 oFC = 0,66 btu/lb F (fig.4 Kern)K = 0,059 btu/hrft2 F/ft (fig.1 Kern)
Maka,
b. Pada Tube
Tc = 174,56 oFC = 0,47 btu/lb F (fig.4 Kern)K = 0,659 btu/hrft2 F/ft (fig.1 Kern)
9.ho dan hio
a. pada Shell
Diketahui:
jH = 25
K/D = 0,059/0,14 = 0,42
Maka:
34
= 15,54
a. pada TubeDiketahui:
JH = 4K/D = 0,659/0,065 = 10,14
Maka:
1.
= 26,364
2.
= 20,6
10.Tube Wall Temp
Tw =
=
= 326,9 o
F
11.ɸs dan ɸta. Pada Shell
35
diketahui:tw = 326,9
o
F
Sg = 0,88µcst = 0,45 × 0,88 = 0,396 Cp
µw =
= 0,958
Maka:
ɸs =
b. Pada Tube
tw =
Sg = 0,89µcst = 0,12 × 0,89 = 0,1068 Cp
µw =
= 0,258
Maka:
12.ho dan hio
a. Pada Shell
ho =
= 15,54 x 0,846
= 13,146
36
b. Pada Tube
= 20,6×1,18
=24,308
13.CLEAN OVERALL COEFFICIENT, Uc
14.DESIGN OVERALL COEFFICIENT, Ud
Diketahui;
OD = 1in
BWG = 12
a” = 0,2618 ft
2
/in.ft
L = 20 ft
Nt = 1184/shell
Maka:
A = a” × L × Nt
= 2 (0,2618 Ft
2
/in.ft × 20Ft × 1184)
37
= 12398,848 Ft
2
Sehingga;
15.FAKTOR PENGOTOR, Rd
16.PRESSURE DROP
a. Pada Shell
1. Untuk Res
= 23015,28
Maka;
F = 0,0019ft
2
/in
S = 0,89
2. No.of crosses,
3. Pressure drop (∆Ps
)
38
= 0,05959 Psi
b.Pada Tube
Untuk Ret
= 196,15
Maka:
F = 0,005
S = 0,95
1. Pressure drop (∆Pt
)
2. Gt
= 256506
Maka;
39
3. ∆PT
= ∆Pt
+ ∆Pr
= 1.38Psi + 0,033
= 0,099 kg/cm
2
16.EFFISIENSI KERJA HE
4.2. Pembahasan
40
Berdasarkan hasil perhitungan HE E-14-011 dengan metode Kern,
maka diperoleh beberapa nilai yang berkaitan dengan kinerja Heat exchanger
E-14-11 seperti :
(Heat Loss, fouling factor, overall heat coefficient, pressure drop, effisiensi).
Heat Exchanger E-14-0011 AB pada HVU II berperan penting dalam
membantu menurunkan suhu dari vacum residu serta merubah air menjadi
steam dengan memanfaatkan panas dari vacum residu yang akan
diakumulasikan dengan steam lain sebagai pemanas feed.
Dari perhitungan terihat besarnya nilai fouling factor sebesar
melebihi design yaitu sebsesar 0,002. Hal ini dikarenakan adanya hambatan
panas yang diakibatkan oleh kotoran fluida, panas yang terserap akan
terhalang oleh adanya kotoran yang menempel sehingga membuat ID menjadi
lebih kecil.
Mengecilnya ID akibat coke yang terbentuk menyebabkan perpindahan
panas terganggu atau berkurang, konduksi semakin tinggi mengakibatkan
adanya Heat Loss dan flowrate menjadi kecil (laminar)
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari data real dan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa :
a. Fungsi dari HE E-14-011 menghasilkan steam dengan memanfaatkan panas
dari vacuum residue.
b. Fouling factor sangat berpengaruh terhadap proses perpindahan panas dan
kinerja Heat Exchanger. Dari perhitungan terihat besarnya nilai fouling
factor sebesar melebihi design yaitu sebsesar 0,002. Hal ini
dikarenakan adanya hambatan panas yang diakibatkan oleh kotoran fluida.
c. Effisiensi kinerja HE E-14-011 yang didapat dari perhitungan adalah 90%
sehingga kondisi alat ini masih efisien / dalam keadaan baik yang
mempengaruhinya antara lain Overall Heat Coefficient (UD), Fouling factor
(RD), Pressure Drop.
5.2 Saran
Setelah dianalisa dari hasil perhitungan , penulis dapat memberikan saran
sebagai berikut :
a. Nilai fouling factor harus tetap dijaga agar tidak melebihi nilai design
sehingga heat exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk
keperluan prosesnya.
b. Kondisi Heat Exchanger E-14-011 masih dalam kondisi baik, sehingga harus
dijaga dengan melakukan pembersihan atau pencucian secara rutin.
c. Fouling juga dapat dihinari dengan cara menginjeksikan anti foulant pada
fluida.
42