Post on 14-Oct-2019
LAPORAN KASUS
PERIODONTAL INFLAMMATION THAT RELATED TO
OTOGENIC VERTIGO
(Inflamasi Periodontal yang Berhubungan dengan Vertigo Otogenik)
Disusun Oleh :
Farida Nurhayati 1820221093
Pembimbing :
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M.Sc
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2019
2
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Telah dipresentasikan dan disetujui laporan kasus yang berjudul
Periodontal Inflammation that Related to Otogenic Vertigo
(Inflamasi Periodontal yang Berhubungan dengan Vertigo Otogenik)
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu Penyakit saraf di RSUD Ambarawa
Disusun Oleh :
Farida Nurhayati 1820221093
Telah disetujui
Ambarawa, Agustus 2019
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M.Sc
3
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Alamat : Krajan, Wujil Bergas
No CM : 095xxx-20xx
Tanggal masuk RS : 7 Agustus 2019 pukul 14.00
B. ANAMNESIS
Diperoleh dari autoanamnesis yang dilakukan pada tanggal 9 Agustus
2019, pukul 13.00 di bangsal Dahlia.
1. Keluhan Utama
Pusing berputar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh pusing berputar sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pusing berputar awalnya dirasakan sedang namun lama kelamaan semakin
berat. Pasien juga mengeluh seakan-akan lingkungan di sekeliling ikut berputar
hingga mengganggu aktivitas pasien sehari hari. Bila diberi skala 1–10 (1 untuk
gejala yang ringan, 10 untuk gejala pusing yang berat) pasien mengatakan
bahwa pusing berputar yang dirasakan skalanya 8. Pusing berputar hilang
timbul. Pusing berputar terutama timbul pada saat pasien berubah posisi seperti
saat bangun dari tidur, dari posisi duduk kemudian berdiri, dan juga pada saat
berjalan. Saat berjalan pasien juga merasa tidak dapat menjaga
keseimbangannya. Pusing berputar berkurang jika pasien istirahat, berbaring,
dan memejamkan mata. Pusing berputar juga disertai keluhan mual namun
tidak disertai muntah.
Setiap kali pasien merasa pusing, pasien mongonsumsi obat bernama
“vestigo”, dan kemudian keluhan berkurang. Pasien sudah mengonsumsi obat
4
tersebut sejak 2 tahun lalu. Pasien tidak rutin mengonsumsi obat tersebut, hanya
jika timbul keluhan pusing berputar saja. Keluhan pandangan ganda disangkal,
pandangan gelap disangkal, namun pasien mengeluh rabun jika melihat jarak
jauh. Keluhan demam, batuk, pilek disangkal. Pasien juga merasa nafsu
makannya turun. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
6 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan telinga kanannya
berdenging. Telinga berdenging dirasakan hilang timbul secara tiba-tiba, tidak
dipengaruhi perubahan posisi. Selain itu pasien juga merasa telinga kanannya
agak sakit. Keluhan keluar cairan dari telinga disangkal. Keluhan penurunan
pendengaran telinga sebelah kanan diakui.
3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke IGD RSUD
Amabarawa dengan keluhan pusing berputar. Pusing berputar dirasakan terus
menerus hingga pasien tidak dapat beraktivitas. Pasien juga tidak kuat untuk
berjalan karena merasa sangat berputar. Keluhan juga disertai sakit kepala, sakit
dan leher terasa kaku, mual, namun tidak disertai muntah. Keluhan demam
disangkal. Di IGD, pasien diinfus dan mendapat obat suntik kemudian keluhan
berkurang. Setelah itu pasien hanya ingin rawat jalan dan kontrol di poli untuk 2
hari kemudian.
Saat hari masuk RS yaitu pada saat kontrol ke poli saraf, pasien merasa
sangat pusing dan lemas. Keluhan juga disertai dengan kepala yang terasa berat.
Kepala dan leher bagian belakang terasa seperti ditekan benda berat. Kemudian
pasien disarankan untuk rawat inap.
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
a. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Sejak 3 tahun lalu, pasien
mengatakan sering merasa pusing berputar setelah melahirkan anak
keduanya. Pusing berputar juga disertai mual dan muntah.
b. Riwayat trauma : disangkal
c. Riwayat trauma kepala : disangkal
d. Riwayat sakit leher :sejak 4 bulan yang lalu pasien
mengeluhkan kepala dan leher sakit seperti ditekan benda berat, namun
nyeri tidak menjalar. Keluhan dirasakan hilang timbul.
5
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
f. Riwayat tekanan darah tinggi : Keluhan darah tinggi sebelum
hamil, selama hamil dan setelah melahirkan disangkal
g. Riwayat tekanan darah rendah : disangkal
h. Riwayat penyakit gula : disangkal
i. Riwayat sakit telinga : 5 tahun lalu pasien pernah
mengalami sakit telinga kanan, pasien mengatakan di telinga kanannya
terdapat benjolan, sakit, dan terasa seperti penuh kemudian pasien
berobat ke dokter THT. Saat datang ke IGD keluhan telinga kanan
berdenging dan nyeri dirasakan pasien.
j. Riwayat sakit gigi : 2 minggu lalu pasien
mengeluh gigi geraham bawah sebelah kiri sakit, gusi bengkak dan
seperti keluar cairan. Gigi geraham kanan atas sakit namun tidak
bengkak. Saat ini keluhan masih dirasakan pasien.
k. Riwayat sinusitis : disangkal
l. Riwayat penyakit maag : diakui
m. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
n. Riwayat gangguan psikologi : disangkal
o. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat stroke : disangkal
c. Riwayat tekanan darah tinggi : diakui
d. Riwayat penyakit gula : disangkal
e. Riwayat penyakit jantung : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh pabrik garmen. Suami pasien bekerja
serabutan. Pasien memiliki suami dan 2 orang anak. Kedua anaknya berusia 11
dan 3 tahun. Pasien tinggal bersama suami, 2 anak, dan 1 orangtua. Pasien
tinggal di lingkungan perkampungan yang padat penduduk. Pasien menyangkal
pernah minum minuman keras atau merokok. Pasien jarang olahraga. Sehari-
6
hari pasien makan nasi beserta lauk pauk seperti ayam, telur, tempe dan sayur.
Pasien tidak sedang mengonsumsi obat-obatan rutin dan jamu jamuan.
C. ANAMNESIS SISTEM
1. Sistem cerebrospinal : pusing berputar, kepala terasa berat
2. Sistem kardiovascular : tidak ada keluhan
3. Sistem respiratorius : tidak ada keluhan
4. Sistem gastrointestinal : mual (+), muntah (-)
5. Sistem odontologi : gigi geraham kanan dan kiri sakit, gusi
geraham kanan bengkak
6. Sistem neuromuskuler : leher sakit dan terasa kaku
7. Sistem urogenital : tidak ada keluhan
8. Sistem indera : telinga kanan berdenging,
pendengaran menurun dan agak sakit
9. Sistem integumen : tidak ada keluhan
D. RESUME PASIEN
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Pasien perempuan usia 36
tahun datang ke poliklinik saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan pusing
berputar. Keluhan pusing berputar sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Skala VAS 8. Pusing berputar timbul pada saat berubah posisi seperti saat
bangun dari tidur, dari posisi duduk kemudian berdiri, dan juga pada saat
berjalan. Keluhan berkurang saat istirahat, berbaring, dan memejamkan mata.
Keluhan juga disertai keluhan mual namun tidak muntah. Sejak 2 tahun lalu
pasien sudah mengonsumsi obat bernama “vestigo” yang diminum jika keluhan
timbul. Setelah meminum obat tersebut keluhan berkurang.
6 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh telinga kanan
berdenging dan timbulnya tidak dipengaruhi perubahan posisi. Pasien juga
merasa telinga kanannya agak sakit dan pendengaran telinga kanan menurun.
3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke IGD dengan keluhan
pusing berputar yang terus menerus hingga pasien tidak dapat beraktivitas.
7
Keluhan juga disertai sakit kepala, sakit dan kaku leher, mual, namun tidak
disertai muntah. Keluhan pandangan ganda dan pandangan gelap disangkal.
Kemudian pasien rawat jalan dan kembali ke poliklinik saraf 2 hari kemudian
dengan keluhan sangat pusing dan lemas. Kemudian pasien dirawat inap.
Pasien tidak memiliki riwayat trauma. Sejak 3 tahun lalu, pasien sering
merasa pusing berputar setelah melahirkan anak keduanya. Riwayat sakit
kepala dan leher seperti ditekan benda berat sejak 4 bulan lalu. Keluhan
dirasakan hilang timbul. Riwayat sakit telinga kanan 5 tahun lalu. Pasien
mengatakan di telinga kanannya terdapat benjolan, sakit, dan terasa seperti
penuh kemudian pasien berobat ke dokter THT. Sejak 2 minggu lalu pasien
mengeluh gigi geraham bawah sebelah kiri sakit, gusi bengkak dan seperti
keluar cairan. Gigi geraham kanan atas sakit namun tidak bengkak.
Pasien sehari-hari bekerja sebagai buruh pabrik garmen, rutin makan.
Olahraga jarang, tidak merokok, ataupun minum alkohol.
E. DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan hasil anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan pusing
berputar seakan lingkungan disekitarnya berputar. Hal tersebut adalah vertigo.
Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Kondisi ini merupakan gejala yang
menandakan adanya gangguan pada sistem vestibuler atau non vestibular,
maka dapat dikatrakan bahwa vertigo adalah sebuah keluhan bukan diagnosis.
Berdasarkan klinis, vertigo dibagi menjadi dua kategori yaitu vertigo vestibular
dan vertigo non-vestibular. Pada vertigo vestibular, keluhan yang muncul
adalah rasa berputar (“true vertigo”), serangan episodik, adanya mual, muntah,
dicetuskan oleh gerakan kepala. Sedangkan pada vertigo non-vestibular
keluhan yang timbul yaitu rasa melayang, hilang keseimbangan, serangan
bersifat kontinyu, keluhan mual muntah tidak ada, dicetuskan oleh gerakan
objek visual dan dapat dicetuskan oleh situasi ramai atau lalu lintas macet.
Pada pasien terdapat keluhan pusing berputar yang berulang sejak 3 tahun
8
lalu dan memberat pada 7 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit. Pusing
berputar timbul mendadak dan hilang timbul, bersifat episodik, dipengaruhi
oleh perubahan posisi, terdapat keluhan mual, dan gangguan pendengaran
berupa telinga berdenging.
Keluhan pusing berputar hilang timbul. Keluhan timbul pada saat pasien
berubah posisi seperti saat bangun dari tidur, dari posisi duduk kemudian
berdiri, dan juga pada saat berjalan. Keluhan berkurang jika pasien istirahat,
berbaring, dan memejamkan mata. Saat berjalan pasien juga merasa tidak dapat
menjaga keseimbangannya. Sebelumnya sejak 4 bulan lalu pasien juga
mengeluh keluhan kepala terasa berat dan leher kaku dan terasa nyeri. Sejak 7
hari terakhir keluhan pusing berputar semakin memberat. Pasien mengatakan
hingga sulit beraktivitas.
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat disimpulkan pasien mengalami vertigo
tipe vestibular. Pusing berputar ini hingga menyebabkan pasien tidak dapat
melakukan aktivitas, gejala otonom (+), pandangan ganda disangkal keluhan
ini umumnya terjadi pada vertigo perifer. Sedangkan pada vertigo tipe sentral,
bangkitan vertigo lebih lambat, dengan derajat yang ringan, tidak dipengaruhi
oleh gerakan kepala, tidak ada gangguan pendengaran. Pada pasien didapatkan
gambaran klinis vertigo vestibular tipe perifer dan sentral (mixed type).
Selain itu pasien juga mengeluhkan sakit dan kaku pada leher yang sudah
timbul sejak 4 bulan lalu dan memberat pada 3 hari terakhir sebelum masuk
rumah sakit. hari yang lalu. Kaku dan sakit pada leher dirasakan hilang timbul
dan rasanya leher seperti ditekan benda berat, dimana kaku leher ini timbul saat
pasien kelelahan. Keluhan tidak menjalar ke tempat lain.
Kaku pada leher dan leher terasa berat dapat terjadi karena adanya spasme
pada otot leher secara terus menerus. Kecemasan, kelelahan dan depresi dapat
menimbulkan ketegangan pada otot-otot tersebut. Dalam praktek klinik sangat
penting untuk membedakan dua gejala utama , yaitu :
1. Nyeri servikal tanpa adanya nyeri radikuler dan defisit neurologis
9
2. Nyeri servikal yang diikuti dengan nyeri radikuler dan defisit neurologis.
Untuk gejala utama yang kedua sangatlah besar kemungkinan ditemukan
adanya kelainan organik di servikal.
Nyeri servikal yang diikuti dengan nyeri radikuler dapat disebabkan oleh:
1. Spondylosis servikalis
2. HNP servikalis
3. Trauma tulang belakang
4. Tumor
Pemeriksaan foto polos servikal dua posisi menjadi tes diagnostik
pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher.
Keluhan sakit dan kaku pada leher pasien dapat menjadi penyebab dari
vertigo yang dirasakan oleh pasien yaitu vertigo cervicogenik, namun harus
dipastikan bahwa memang ada kelainan pada daerah cervical. Penyebab
vertigo dapat bermacam-macam bisa gangguan sentral maupun perifer atau
campuran antara keduanya. Faktor penyebab vertigo adalah sistemik,
neurologik, ophtalmologik, otolaringologi, psikogenik, dapat disingkat
SNOOP.
Vertigo akibat gangguan pada telinga (otogenik) dapat dilihat dari
anamnesis karena pasien mengeluh adanya tinitus, pendengaran agak
menurun pada telinga kanan dan adanya riwayat sakit telinga pada telinga
kanan. Selain itu pada pasien juga terdapat gejala yang serupa dengan
penyakit Meniere yaitu pusing berputar, tinitus, serta gangguan pendengaran.
Faktor penyebab vertigo adalah Sistemik, Neurologik, Ophtalmologik,
Otolaringologi, Psikogenik, dapat disingkat SNOOP. Keluhan vertigo pasien
dapat pula disebabkan oleh adanya gangguan neurologik serta gangguan pada
telinga (otogenik).
Karena keluhan utama pasien adalah vertigo. Ada beberapa teori terkait
dengan etiopatogenesis sakit kepala, seperti peningkatan kadar sitokin
proinflamasi dan nitrit oxide. Keterlibatan saraf trigeminal (V2) terkait
dengan ganglion sphenopalatine dan mekanisme neurogenic switching.
Vertigo pada pasien ini juga dapat disebabkan oleh pelepasan SP (substansi
10
P) dari serabut saraf sensorik lokal di telinga bagian dalam yang merangsang
ekspresi adhesi endotelium-leukosit molekul dari microvasculature koklea.
Mekanisme ini mengurangi aliran darah ke koklea yang menghasilkan
gangguan vestibular.
Ligament periodontal pada maksila juga dipersarafi oleh V2. Serat C
yang distimulasi dari ligamen periodontal rahang atas (V2) dapat secara
antidromik melepaskan SP (substance P) dan CGRP (calcitonin gene-related
peptides). Oleh karena itu, melalui mekanisme neurogenic switching,
peradangan periodontal juga mungkin langsung mempengaruhi peradangan
sinus (mukosa dan arteri) melalui rilisnya neuropeptida dari SP dan CGRP
oleh saraf aferen mukosa hidung melalui sphenopalatine simpul saraf.
Refleks trigeminovaskular, yang berhubungan dengan vasodilatasi arteri
intrakranial karena peningkatan konsentrasi NO atau peradangan adalah
mekanisme normal. Neuron dari divisi pertama saraf trigeminal (V1)
mengirimkan impuls ke nukleus sensorik trigeminal. Namun, pada individu
tertentu dengan peningkatan tonus simpatik tonus atau saraf aferen yang peka
dapat memicu sakit kepala.
F. DIAGNOSIS SEMENTARA
1. Diagnosis klinis
Pusing berputar berulang onset kronis, mual, sakit kepala, sakit dan kaku
leher, telinga berdenging akut, gigi geraham sakit dan bengkak akut
2. Diagnosis topis
Organ vestibular, perifer dd sentral, organ non vestibular, dental
3. Diagnosis etiologi
Otogenik; Meniere disease dd inflamasi periodontal
VERTIGO
a. Definisi
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya dengan gejala lain yang timbul terutama dari jaringan otoonomik yang
disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo merupakan suatu
11
gejala dengan sederet penyebab antara lain akibat kecelakaan, stres, gangguan pada
telinga dalam. Obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan
lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui saraf
yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh
kelainan didalam telinga, didalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak
dan didalam otak itu sendiri. Sindroma vertigo terdiri dari:
1. Pusing
2. Gejala simtomatik: nistagmus, unstable
3. Gejala otonom: pucat, keringat dingin, mual, muntah.
i. Fisiologi Alat Keseimbangan
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam
keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul
berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat kesei ./ ,mbangan tubuh di perifer atau
sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan
yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal
yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan
gejala lainnya.
ii. Patologi gangguan keseimbangan
Dalam kondisi alat keseimbangan baik sentral maupun perifer yang tidak
normal atau adanya gerakan yang aneh /berlebihan, maka tidak terjadi proses
pengolahan yang wajar dan muncul vertigo. Selain itu terjadi pula respon
penyesuaian otot-otot yang tidak adekuat, sehingga muncul gerakan abnormal
dari mata (nistagmus), unsteadiness/ataksia waktu berdiri/berjalan dan gejala
lainnya.
12
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem
optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler
memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian
reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
b. Etiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang
menerangkan kejadian tersebut, diantaranya:
1. Teori Konfliks Sensoris
Rangsang diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan banjir informasi di
pusat kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP, koordinasi dan
menjalar ke sekitarnya, terutama saraf otonom, korteks dan timbul sindroma
vertigo.
2. Teori Neural Mismatch
Reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi tidak sesuai
dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri.
Lama kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang
dihadapi sama dengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi.
Makin besar ketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori
maka makin hebat sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory
rearrangement maka makin lama pula adaptasi orang tersebut terjadi.
13
3. Keseimbangan Saraf Otonomik
Sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf otonom akibat rangsang
gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf parasimpatis maka
muncul gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis sindrome
menghilang.
4. Teori Neurohumoral
Munculnya sindrome vertigo berawal dari pelepasan Corticotropin releasing
hormon(CRH) dari hipothalamus akibat rangsang gerakan. CRH selanjutnya
meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus, hipokampus dan
korteks serebri melalui mekanisme influks calcium. Akibatnya
keseimbangan saraf otonom mengarah ke dominasi saraf simpatis dan timbul
gejala pucat, rasa dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi
mengarah ke saraf parasimpatis sebagai akibat otoregulasi, maka muncul
gejala mual, muntah dan hipersalivasi. Rangsangan ke locus coerulus juga
berakibat panik. CRH juga dapat meningkatkan stress hormon lewat jalur
hipothalamus-hipofise-adrenalin. Rangsangan ke korteks limbik
menimbulkan gejala ansietas dan atau depresi. Bila sindroma tersebut
berulang akibat rangsangan atau latihan, maka siklus perubahan dominasi
saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga berulang sampai
suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif) dan jumlah
reseptor (down regulation) serta penurunan influks calsium. Dalam keadaan
ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi
5. Teori Rangsangan Berlebihan (Overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsangan yang berlebihan
menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga
fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan
muntah.
6. Teori Sinaps
Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat.
14
Jaringan saraf yang terlibat dalam proses timbulnya vertigo adalah4 :
1. Reseptor alat keseimbangan tubuh
Berperan dalam mengubah rangsang menjadi bioelektrokimia, terdiri dari
reseptor mekanis di vestibulum, reseptor cahaya di retina dan reseptor
mekanis/ propioseptik di kulit, otot, dan sendi.
2. Saraf aferen berperan dalam proses transmisi
Terdiri dari saraf vestibularis, saraf optikus dan saraf spino-vestibulo-
serebelaris.
3. Pusat keseimbangan
Berperan dalam modulasi, komparasi, koordinasi dan persepsi. Terletak pada
inti vestibularis, serebelum, korteks serebri, hipothalamus, inti okulomtorius
dan formatio retikularis.
Vertigo secara etiologi dibedakan tipe perifer dan sentral. Vertigo perifer
bila lesi pada labirin dan nervus vestibularis sedangkan sentral bila lesi pada
batang otak sampai ke korteks.Vertigo bukan suatu gejala pusing saja, tetapi
merupakan suatu kumpulan gejala atau satu sindroma yang terdiri dari gejala
somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual dan
muntah), dan pusing.
c. Klasifikasi
i. Vertigo Sentral
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat
gejala lain yang khas misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas
dan fungsi motorik, rasa lemah (Mardjono,2008)
ii. Vertigo Perifer
1. Lamanya vertigo berlangsung :
Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat
dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik
dan kemudian mereda. Paling sering penyebabnya idiopatik, namun
dapat juga akibat trauma kepala, pembedahan di telinga atau oleh
15
neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang
secara spontan.
Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang.
Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran
menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu
Neuritis vestibular merupakan keluhan yang sering datang ke unit
darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah
yang menyertainya ialah mendadak dan gejala lain dapat berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak
terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat dijumpai nistagmus.
2. Penyebab perifer Vertigo
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
BPPV merupakan penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih seriang
terjadi pada usia rata-rata 51 tahun (Mardjono, 2009). Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan
otolit dalam kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini
terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan
gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan
horizontal. Otolith mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat
yang berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit
distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik
vertigo dan nistagmus.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik
tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi
dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun gejala benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun
setelah episode.
16
Ménière’s disease
Ménière’s disease ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti
dengan keluhan pendengaran .Gangguan pendengaran berupa tinnitus
(nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah,
dan sensasi penuh pada telinga. Ménière’s disease terjadi pada sekitar
15% pada kasus vertigo otologik.
Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik.
Hal ini terjadi karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan
kanalis semisirkularis telinga dalam dengan peningkatan volume
endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi
virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan
nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus
vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang sama
disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran. Keduanya terjadi
pada sekitar 15% kasus vertigo otologik
Tabel Perbedaan Klinis Vertigo Vestibuler dan Vertigo Non Vestibuler Gejala Vertigo Vestibuler Vertigo Non Vestibuler
Sifat vertigo Rasa berputar (“true Melayang, hilang vertigo”) keseimbangan
Serangan Episodik Kontinyu
Mual/muntah (+) (-)
Gangguan pendengaran (+) / (-) (-)
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual
Situasi pencetus (-) Orang ramai, lalu lintas
17
Tabel Perbedaan Vertigo Perifer dan Vertigo Sentral
Vertigo perifer Vertigo sentral
Bangkitan vertigo Mendadak Lambat
Derjat vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerkan kepala + -
Gejala otonom ++ -
Gangguan pendengaran + -
Lesi Sistem vestibular (telingan dalam, saraf
perifer)
Sistem vertebrobasiler dan gangguan
vaskular (otak, batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismal jinak (BPPV),
penyakit maniere, neuronitis vestibuler,
labirintis, neuroma akustik, trauma
iskemik batang otak, vertebrobasiler
insufisiensi, neoplasma, migren basiler
Gejala gangguan SSP Tidak ada diplopia, parestesi, gangguan
sensibilitas dan fungsi motorik,
disartria, gangguan serebelar
Masa laten 3 – 40 detik Tidak ada
Habituasi Ya Tidak
d. Diagnosis Vertigo
1. Anamnesis
a. Karakteristik pusing
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi
berputar, atau sensasi non spesifik seperti giddiness atau liht
headness, atau hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
b. Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya:
pada acute vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun
berkurang dalam beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada
awalnya keparahan biasanya meningkat dan kemudian berkurang
setelahnya. Sedangkan pasien mengeluh vertigo yang menetap dan
konstan mungkin memilki penyebab psikologis
18
c. Onset dan durasi vertigo
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin
lama durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi
lebih besar. Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan
vertigo sentral kecuali pada cerebrovascular attack.
d. Faktor pencetus
Faktor pencetus dan dapat mempersempit diagnosis banding pada
vertigo vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan
posisi, penyebab yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang
baru pada saluran pernapasan atas kemungkinan berhubungan
dnegan acute vestibular neutritis atau acute labyrhinti. Faktor yang
mencetuskan migraine dapat menyebabkan vertigo jika pasien vertigo
bersamaan dengan migraikkne. Vertigo dapat disebabkan oleh fistula
perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma
baik langsung ataupun barotraumas, mengejan. Bersin atau gerakan
yang mengakibatkan telinga ke bawah akan memprovokasi vertigo pada
pasien dengan fistula perilimfatik. Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus
dan vertigo yang disebabkan suara bising pada frekuensi tertentu)
mengarah kepada penyebab perifer
e. Gejala penyerta
Gejala penyerta berupa penurunan pendengara, nyeri, mual,
muntah dan gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis
penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab vertigo dengan gangguan
pendengaran berasal dari perifer, kecuali pada penyakit serebrovaskular
yang mengenai arteri auditorius interna atau arteri anterior inferior
cebellar. Nyeri yang menyertai vertigo dapat terjadi bersamaan
dengan infeksi akut telinga tengah, penyakit invasive pada tulang
temporal, atau iritasi meningeal. Vertigo sering bersamaan dengan
muntah dan mual pada acute vestibular neuronitis dan pada meniere
disease yang parah dan BPPV.
19
Pada vertigo sentral mual dan muntah tidak terlalu parah. Gejala
neurologis berupa kelemahan, disarthria, gangguan penglihatan dan
pendengaran, parestesia, penurunan kesadaran, ataksia atau perubahan
lain pada fungsi sensori dan motoris lebih mengarahkan diagnosis ke
vertigo sentral misalnya penyakit cererovascular, neoplasma, atau
multiple sklerosis. Pasien denga migraine biasanya merasakan gejala
lain yang berhubungan dengan migraine misalnya sakit kepala yang
tipikal (throbbing, unilateral, kadnag disertai aura), mual, muntah,
fotofobia, dan fonofobia. 21-35% pasien dengan migraine mengeluhkan
vertigo.
2. Pemeriksaan fisik dan Penunjang
i. Fungsi vestibular atau serebral
a. Test Romberg
Dimana penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula
dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan
vestibular hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah dan kemudian kembali lagi. Pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Pada kelainan serebelar badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem gait
Dimana penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan
diletakkan pada ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian. Pada
kelainan vestibular perjalanannya akan menyimpang dan pada
kelainan serebelar penderita akan cenderung jatuh
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit.
Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau
berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram;
kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah
lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
20
d. Past-pointing test ( uji tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannnya ke atas kemudian ditrunkan sampai
menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-
ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibular
akan terlihat pennyimpangan lengan penderita ke arah lesi.
e. Fukuda test
Dimana dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat sebanyak 50
langkah kemudian diukur sudut penyimpangan kedua kaki, normal
sudut penyimpangan tidak lebih dari 30°.
ii. Pemeriksaan Neurotologi
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di
sentral atau perifer
a. Uji Dix Hallpike
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke
belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di
bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke
kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang
dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus
dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi
tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi
bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air hangat (44ºC) masing-
masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus
yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
21
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini
dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance
ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan
di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas
ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau N.VIII,
sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral.
c. Audiometry
Pemeriksaan audiometric berguna untuk memeriksa jenis dan tingkat
keparahan pendengaran dan juga menentukan kira- kira organ yang
berpengaruh terhadap gangguan. Kehilangan Pendengaran dalam
kasus ini adalah jenis sensorineural. Namun, pasien dengan kelaianan
malformasi telinga dalam (yaitu, perbesaran vestibular aqueduct)
mungkin akan mempunyai gejala klinis yang sama.
e. BERA
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang
bisa digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran,
bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering
digunakan yakni Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP) atau
Brainstem Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini
efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai
dari perifer sampai batang otak. BERA juga dapat dimanfaatkan
untuk menentukan sumber gangguan pendengaran apakah di koklea
atau retro choclearis, mengevaluasi brainstem (batang otak), serta
menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan karena
psikologis atau fisik.
22
Hubungan Penyakit Periodontal dengan Vertigo
Gigi memiliki hubungan erat dengan saraf, telah diketahui setiap gigi
memiliki percabangan syaraf yang saling berhubungan satu sama lain.
Penekanan saraf tersebut dapat mengakibatkan nyeri secara langsung pada saraf
kepala sehingga terjadilah nyeri kepala.
Kemungkinan hubungan antara infeksi fokal oral dan penyakit non-oral
telah dipelajari oleh Li et al. berdasarkan laporan kasus berbasis bukti. Namun
demikian, penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan dilakukan mengenai
etiopatogenesis periodontal - sistemik penyakit terkait dan meningkatkan
pendekatan multidisiplin dalam lingkup kedokteran gigi dan kedokteran umum
untuk mengeksplorasi kasus-kasus baru yang saling terkait.
Gejala sakit kepala dalam hal ini yang disertai dengan nyeri leher yang
diderita oleh pasien menurut beberapa literatur didiagnosis sebagai migrain.
Neuron aferen primer aktif dari saraf trigeminal mengirimkan impuls melalui
trigeminus nucleus caudalis yang bertindak sebagai pusat sensorik. Nyeri leher
dapat disebabkan oleh eksitasi trigeminus nucleus caudalis yang dapat meluas
ke tanduk dorsal untuk stimulasi C2, C3 dan C4.
Ligament periodontal pada maksila juga dipersarafi oleh V2. Serat C yang
distimulasi dari ligamen periodontal rahang atas (V2) dapat secara antidromik
melepaskan SP (substance P) dan CGRP (calcitonin gene-related peptides).
Mekanisme ini diusulkan sebagai etiologi sinusitis dan migrain. Oleh karena itu,
melalui mekanisme neurogenik switching, peradangan periodontal juga
mungkin langsung mempengaruhi peradangan sinus (mukosa dan arteri) melalui
rilisnya neuropeptida dari SP dan CGRP oleh saraf aferen mukosa hidung
melalui sphenopalatine simpul saraf. Refleks trigeminovaskular, yang
berhubungan dengan vasodilatasi arteri intrakranial karena peningkatan
konsentrasi NO atau peradangan adalah mekanisme normal. Neuron dari divisi
pertama saraf trigeminal (V1) mengirimkan impuls ke nukleus sensorik
trigeminal. Namun, pada individu tertentu dengan peningkatan tonus simpatik
tonus atau saraf aferen yang peka dapat memicu sakit kepala.
23
Hubungan Penyakit Periodontal dengan Otitis
Penyebab odontogenik adalah penyebab yang sangat umum dari otalgia
yang dirujuk, penyebab ini terjadi hingga 63% dari kasus dan termasuk
peradangan dan infeksi struktur gigi, terutama yang terkait dengan gigi
posterior. Penyebab primer merupakan penyebab yang berasal dari telinga dan
merupakan penyebab langsung rasa sakit melalui stimulasi serat nosiseptor.
Penyebab sekunder adalah penyebab yang dirasakan pasien berasal dari telinga,
tetapi sebenarnya dirujuk dari sumber lain dan memerlukan indeks kecurigaan
yang lebih tinggi untuk menentukan aeitiologi yang tepat.
Kejadian otitis media dan hubungannya dengan penyakit pada gigi primer
perlu dievaluasi. Organisme dominan yang secara etiologis terkait dengan otitis
media meliputi S. pneumoniae, H. influenzae, S. pyogenes, dan B. catarrhalis.
Semua ini dapat berkoloni sementara di orofaring. Dapat diduga bahwa
peningkatan produksi sekresi oral bersama dengan peradangan lokal yang terjadi
selama tumbuh gigi dapat mempengaruhi kolonisasi telinga tengah dari
organisme yang berada di orofaring. Telah dinyatakan bahwa otalgia dikaitkan
dengan fenomena yang berkaitan dengan gigi, namun hubungan tersebut lemah.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Jumat, 9 Agustus 2019 pukul 13.00 di
bangsal Dahlia.
1. Status generalisata
a) Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b) Kesadaran : Composmentis / GCS = E4M6V5= 15
c) VAS : 5 dari 10
d) Vital sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,50 C (axiller)
SpO2 : 99%
24
e) Status internus
1) Kepala : mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
2) Wajah : Simetris, nyeri tekan maxillaris (-)
3) Mata :
OD = pupil bulat ø 3mm, refleks cahaya langsung
(+), reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-),
katarak (-)
OS = pupil bulat ø 3mm, refleks cahaya langsung
(+), reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
katarak (-)
4) Hidung : Rhinorea (-)
5) Mulut : Mukosa hiperemis (-)
6) Gigi : gigi karies (+), edema dan hiperemis ginggiva (+)
7) Telinga : Otorhea (-/-), tinnitus (+/-)
8) Leher : Nyeri tekan trakea (-), pembesaran limfonodi (-/-)
9) Thorax
Pulmo
Inspeksi
Simetris kanan dan kiri, retraksi (-), ketertinggalan gerak (-)
Palpasi
Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan kiri
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan kiri
Perkusi
Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi
Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-), RBH (-/-), RBK(-/-)
Jantung
Inspeksi
Tidak tampak denyutan Ictus cordis
Palpasi
Ictus cordis teraba di SIC V linea axillaris anterior, kuat angkat
25
Perkusi
Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC V LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas pinggang jantung SIC III LPSS
Auskultasi
S1>S2, murmur -, gallop -
10) Abdomen : datar, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrik (-)
11) Genital : tidak dilakukan pemeriksaan
12) Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral dingin
Edema
Sianosis
Gerak
Motorik
Nyeri
Hiperemis
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5/5
-/-
-/-
-/-
-/-
-/-
Dalam batas normal
5/5/5
-/-
-/-
2. Status psikiatri
a) Tingkah laku : Normoaktif
b) Perasaan hati : Normotimik
c) Orientasi : Orientasi orang, waktu, dan tempat baik
d) Kecerdasan : Normal
e) Daya ingat : Normal
3. Status neurologis
a) Sikap tubuh : Lurus dan simetris
b) Gerakan abnormal : Tidak ada
c) Cara berjalan : normal, pelan dan berhati-hati
d) Kepala : pusing berputar
26
e) Fungsi motorik
Anggota gerak atas Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi
Anggota gerak bawah Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan 555 555
Tonus + +
Trofi Eutrofi Eutrofi
f) Refleks Fisiologis
Kanan Kiri
Refleks Biceps Normal Normal
Refleks Triceps Normal Normal
Refleks Ulna dan
Radialis
Normal Normal
Refleks Patella Normal Normal
Refleks Achilles Normal Normal
g) Refleks Patologis
Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Mendel Bachterew - -
Rosollimo - -
27
Gonda - -
Hofman Trommer - -
h) Fungsi Sensorik
Kanan Kiri
Eksteroseptif Terasa Terasa
Rasa nyeri Terasa Terasa
Rasa raba Terasa Terasa
Rasa suhu Terasa Terasa
Propioseptif Terasa Terasa
Rasa gerak dan sikap Terasa Terasa
Rasa getar Terasa Terasa
Diskriminatif Terasa Terasa
i) Pemeriksaan rangsal meningeal
Kaku kuduk -
Kernig sign -
Brudzinski I -
Brudzinski II -
Brudzinski III -
Brudzinski IV -
j) Nervus cranialis
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung Kanan Lubang hidung Kiri
Daya Pembau Normal Normal
N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri
Daya Penglihatan Penurunan visus Normal
Pengenalan Warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
28
N.III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Ptosis - -
Gerak Mata Ke Atas + +
Gerak Mata Ke Bawah + +
Gerak Mata Ke Media + +
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Isokor Isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
N.IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bawah + +
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Mengigit Normal Normal
Membuka Mulut Normal Normal
Sensibilitas Muka Atas Normal Normal
Sensibilitas Muka Tengah Normal Normal
Sensibilitas Muka Bawah Normal Normal
Reflek Kornea + +
N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Normal Normal
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
29
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
Kerutan Kulit Dahi Normal Normal
Kedipan Mata Normal Normal
Lipatan Nasolabial Normal Normal
Sudut Mulut Normal Normal
Mengerutkan Dahi Normal Normal
Mengangkat Alis Normal Normal
Menutup Mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Tik Fasial - -
Lakrimasi - -
Daya Kecap 2/3 Depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri
Mendengar Suara Berbisik Menurun Normal
Mendengar Detik Arloji Menurun Normal
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.IX (GLOSSOFARINGEUS) Keterangan
Arkus Faring Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dinilai
Reflek Muntah Tidak dilakukan
Sengau (-)
N. X (VAGUS) Keterangan
Arkus faring Simetris
Reflek muntah Tidak dilakukan
Bersuara Normal
30
Menelan Normal
N. XI (AKSESORIUS) Keterangan
Memalingkan Kepala Normal
Sikap Bahu Normal
Mengangkat Bahu Normal
Trofi Otot Bahu Eutrofi
N. XII (HIPOGLOSUS) Keterangan
Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Tremor lidah (-)
Menjulurkan lidah Normal
Trofi otot lidah (-)
Fasikulasi lidah (-)
k) Pemeriksaan fungsi luhur dan vegetatif
Fungsi luhur : baik
Fungsi vegetatif : BAK lancar dan selama perawatan belum BAB
l) Pemeriksaan fungsi koordinasi
Nistagmus : (+)
Tes Romberg : (+)
Tes Past Pointing : (+)
Tes Tandem Gait : (+)
Lhermitt test : (+)
Disdiadokokinesia : (-)
Dismetria : (-)
31
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium, tanggal 8 Agustus 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,5 g/dl 11,7-15,5
Leukosit 10.2 ribu 3.6 – 11
Hematokrit 35.7 % 35 - 47
Eritrosit 4.2 106/ul
3.8 – 5.2
Trombosit 199 ribu 150 – 440
MCV 84.6 fL (L) 82-98
MCH 29.6 Pg/cell 27 – 32
MCHC 35 % 32 – 37
RDW 13.3 % 10 – 16
MPV 7.62 mikro 7 – 11
Basofil 0.4 % 0 – 1
Eosinofil 2.3 % 2 – 4
Neutrofil 70.4 (H) % 50 – 70
Limfosit 21 (L) % 25 – 40
Monosit 5.71 % 2 – 6
Glukosa Puasa 89 mg/dL 74 - 106
Glukosa 2 jam PP 83 mg/dL <120
SGOT 12 u/L 0 – 35
SGPT 7 u/L 0 – 35
Ureum 16 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 0.73 mg/dL 0,45 – 0.75
HDL Direct 64 mg/dL 32-82
LDL- Cholesterol 74.8 mg/dL <150
Cholesterol 149 mg/dL <225
Trigliserida 51 (L) mg/dL 70-140
Asam urat 2.52 mg/dL 2 – 7
2. X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique, 8 Agustus 2019
32
Hasil pemeriksaan foto servikal :
Spondylosis cervicalis
Allignment lordotik
Tak tampak penyempitan diskus dan foramen intervertebralis
Tak tampak kompresi maupun listesis
3. Konsultasi kepada drg. tanggal 12 Agustus 2019
Hasil konsultasi :
Pasien menderita abses dentis
Insisi dan drainase abses
Kontrol poli gigi
I. DISKUSI KEDUA
Dari hasil pemeriksaan diatas, ditemukan bahwa Romberg test (+),
nistagmus (+), tandem gait (+), past pointing (+), dimana dari hasil pemeriksaan
tersebut menandakan hasil vertigo sentral. Pemeriksaan lain yang dilakukan
adalah pemeriksaan nistagmus (+), palpasi pada leher, kemudian tes lermit, dan
hiperfleksi-hiperekstensi kepala didapatkan hasil positif, pada pemeriksaan
palpasi pada leher pasien terasa tegang pada leher bagian belakang. Rangkaian
anamnesis dan pemeriksaan tersebut vertigo penyebab pasien besar
kemungkinan disebabkan oleh adanya keterlibatan leher atau gangguan
neurologik pada leher.
Pemeriksaan fisik pada telinga yaitu dengan tes mendengarkan suara arloji
didapatkan penurunan pendengaran pada telinga kanan dan pasien juga
mengatakan telinga kanan berdenging. Hal tersebut kemungkinan dapat menjadi
penyebab vertigo pada pasien yaitu otogenik. J.
Dari hasil pemeriksaan rontgen cervicalis didapatkan kesan spondilosis
cervicalis. Dari pemeriksaan radiologi ditemukan kemungkinan penyebab dapat
berasal dari cervicogenik, yakni adanya spondilosis servicalis. Vertigo berkaitan
dengan perubahan degeneratif pada pasien spondilosis cervikalis dan
berkurangnya aliran darah ke otak. Pada spondilosis cervikalis pembentukan
33
osteofit dapat menekan arteri vertebralis yang menyebabkan oklusi mekanis dan
menurunkan aliran darah sehingga timbul keluhan vertigo. Hal ini juga
didukung dengan hasil pemeriksaan lhermitt test (+), dimana pemeriksaan ini
dilakukan dengan memfleksikan leher pasien dan dikatakan positif jika terdapat
nyeri menjalar yang dirasakan pasien, hal ini terjadi karena adanya spondylitis
servikalis.
Dari hasil seluruh pemeriksaan, pada pasien ini lebih mengarah ke vertigo
otogenik; meniere disease dd infalamasi periodontal karena terdapat keluhan
pusing berputar disertai nyeri telinga, telinga berdenging, adanya nyeri dan kaku
leher serta gigi dan gusi yang bengkak yang dapat menyebabkan keluhan pusing
berputar.
Berikut ini tabel untuk membedakan vertigo perifer dari vertigo sentral.
Vertigo Perifer Pasien Vertigo Sentral
Serangan Intermiten Intermiten Konstan
Pusing
berputar
Hebat
hebat Tidak terlalu
hebat
Mual muntah Hebat Sedang Ringan
Nistagmus Selalu ada Ada Ada/tidak ada
Ciri
Nistagmus
tidak pernah
vertikal
Horisontal
sering vertikal
Kurang
pendengaran /
tinitus
Sering ada Ada Tidak ada
Tanda Lesi
batang otak
Tidak ada Tidak ada Ada
Disartria Tidak ada Tidak ada Ada
Defek Visual Tidak ada Ada Ada
Diplopia Tidak ada Tidak ada Ada
Drop attack Tidak ada Tidak ada Ada
Ataksia
Tidak ada Tidak ada Ada
Gaya berjalan
Lambat, tegak
dan berhati-hati
Lambat, tegak
dan berhati-
hati
Bergerak
menyimpang ke
satu arah, ataksik K. L.
34
Tabel Perbandingan Karakteristik BPPV, Neuritis Vestibular, Penyakit
Meniere, dan Cervicogenic
Karakteristik BPPV Neuritis
Vestibular
Labirinitis Meniere
Disease
Cervicogenic Pasien
Durasi
serangan
Detik (10-60 detik),
berulang
Hari-minggu.
Serangan hebat,
1 kali
Berat,
meningkat
dalam beberapa
jam. Berakhir
dalam beberapa
hari terakhir. Di
dahului infeksi
THT
menit-jam,
berulang
Rasa
mengambang
saat berjalan.
Bukan
sensasi
vertigo
rotasional atu
linear
Pusing
berputar,
beberapa
rmenit,
berulang
Mual-muntah Ya, saat serangan Ya Ya, hebat Ya Tidak Ya, muntah
(-)
Gangguan
telinga
Tidak ada Tidak ada Tuli
ringan/sedang
Tinitus,
gangguan
pendengaran
Tidak ada Ya, tinnitus,
gangguan
pendengaran
Nistagmus Torsional Torsional
horizontal,
spontan ke arah
lesi
Horizontal Nistagmus
spontan
Nistagmus
posisional
Horizontal
Dipengaruhi
posisi
Ya, posisi kepala
tertentu
(mendongak/menoleh)
Ya, semakin
memberat
Tidak Ya Ya, gerakan
leher.
Adanya sakit
dan kaku
leher
Ya, gerakan
kepala
Gangguan
neurologi
Tidak ada Jatuh ke sisi lesi Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada
35
Pendekatan Pasien dengan gejala Pusing
J. DIANGOSIS AKHIR
a. Diagnosis klinik : Pusing berputar, mual, muntah, nyeri dan kaku
pada leher, telinga sakit dan berdenging, gigi sakit
dan bengkak
b. Diagnosis topis : Organ vestibularis, dental
c. Diagnosis etiologi : Otogenic; Meniere Disease dd inflamasi periodontal
36
K. TERAPI (Planning)
Pada pasien ini diberikan terapi :
a. Terapi saraf
Inj. Ranitidine 2x1amp
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Methycobalamin 1x1 amp
P.O Clobazame 2x5 mg
P.O Betahistin 3x2 tab
b. Terapi gigi
Insisi dan drainase pada gusi
c. Diagnostik
Konsul spesialis THT
Brain Evoked Response Audiometry (BERA)
L. DISKUSI KETIGA
a. Ondansetron
Obat untuk mencegah mual dan muntah. Obat ini juga digunakan untuk
mencegah dan mengatasi muntah-muntah usai operasi. Cara kerja ondansetron
adalah dengan memblokir salah satu substansi natural tubuh (serotonin) yang
menyebabkan muntah. Ondansetron tergolong dalam kelas obat 5-HT3
blockers.
b. Ranitidine
Merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang bekerja menghambat sekresi
asam lambung. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam
lambung, dengan pemberian ranitidine maka reseptor tersebut akan dihambat
secara selektif dan reversible sehingga sekresi asam lambung dihambat.
Ranitidine diberikan sebagai gastroprotektor dan mencegah efek samping dan
interaksi obat lain.
37
c. Methylcobalamin
Methylcobalamin atau mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari
vitamin B12 (cobalamin), yaitu vitamin larut air yang memegang peranan
penting dalam pembentukan darah serta menjaga fungsi sistem saraf dan otak.
d. Betahistine
Bekerja dengan dua mekanisme. Pertama, obat ini merangsang reseptor
histamin H1 yang terletak pada pembuluh darah di telinga bagian dalam.
Rangsangan ini mengakibatkan terjadinya vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas sehingga bisa mengurangi tekanan endolimfatik. Kedua, sebagai
antagonis reseptor histamin H3 yang sangat kuat, obat ini meningkatkan kadar
neurotransmiter histamin, asetilkolin, norepinefrin, serotonin, dan GABA yang
dilepaskan dari ujung saraf. Peningkatan kadar histmain dapat menyebabkan
efek vasodilatasi di telinga bagian dalam.
e. Clobazam
Merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja berdasarkan potensial
inhibisi neuron dengan asam gama- aminobutirat (GABA) sebagai mediator.
Klobazam memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan relaksasi otot.
Pemberian obat ini diindikasikan untuk mengatasi asietas da psikoneuroti yang
disertai ansietas.
M. PROGNOSIS
Death : sanam
Disease : dubia ad bonam
Disability : dubia ad bonam
Discomfort : dubia ad bonam
Dissatisfaction : dubia ad bonam
Destitution : bonam
38
FOLLOW UP HARIAN
Kamis, 8 Agustus 2019 (HP 1)
Subjective Objective Asessment Planning
Pusing berputar (+)
dengan perubahan
posisi
mual (+), muntah (-)
kepala dan leher nyeri
telinga berdenging
gigi geraham kiri sakit
KU/Kes : Sedang/CM
VAS : 7
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36 0C
Vertigo mixed type
dd cervicogenic dd
otogenic
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1amp
Inj. Piracetam 2x3gr
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Methycobalamin 1x1 amp
P.O Clobazame 2x5 mg
P.O Betahistin 3x2 tab
Jumat, 9 Agustus 2019 (HP 2)
Subjective Objective Asessment Planning
Pusing berputar (+)
mual (-) muntah (-)
kepala dan leher nyeri
telinga berdenging (-)
gigi geraham kiri sakit
dan keluar caiaran.
KU/Kes : Sedang/CM
VAS : 5
TD : 120/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36.6 0C
Vertigo otogenic
(Meniere disease)
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1amp
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Methycobalamin 1x1 amp
P.O Clobazame 2x5 mg
P.O Betahistin 3x2 tab
Sabtu, 10 Agustus 2019
Subjective Objective Asessment Planning
Pusing berputar
berkurang
mual (-) muntah (-)
kepala dan leher nyeri
telinga berdenging (-)
gigi geraham kiri sakit
KU/Kes : Sedang/CM
VAS : 5
TD : 120/80 mmHg
N : 95 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.7 0C
Vertigo otogenic
(Meniere disease)
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1amp
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Methycobalamin 1x1 amp
P.O Clobazame 2x5 mg
P.O Betahistin 3x2 tab
Minggu, 11 Agustus 2019
Subjective Objective Asessment Planning
Pusing berputar
berkurang
mual (-) muntah (-)
kepala dan leher nyeri
telinga berdenging (-)
gigi geraham kiri sakit
KU/Kes : Sedang/CM
VAS : 4
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 21 x/menit
T : 36.4 0C
Vertigo otogenik
(Meniere disease)
dd inflamasi
periodontal
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1amp
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Methycobalamin 1x1 amp
P.O Clobazame 2x5 mg
P.O Betahistin 3x2 tab
Konsul drg.
39
Senin, 12 Agustus 2019
Subjective Objective Asessment Planning
Pusing berputar
berkurang
mual (-) muntah (-)
kepala dan leher nyeri
berkurang
telinga berdenging (-)
sakit gigi geraham kiri
berkurang
KU/Kes : Sedang/CM
VAS : 3
TD : 110/70 mmHg
N : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36.5 0C
Vertigo otogenik
(Meniere disease)
dd inflamasi
periodontal
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidine 2x1amp
Inj. Ondansetron 3x1 amp
Inj. Methycobalamin 1x1 amp
P.O Clobazame 2x5 mg
P.O Betahistin 3x2 tab
Boleh pulang
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo - Diagnosis and management in primary
care, BJMP. 2010.
2. Wreaksoatmodjo, 2004. Vertigo : aspek neurologi. Bogor : Cermin Dunia
Kedokteran No. 144.
3. Mardjono, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
4. Joesoef AA., Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, 2003, 8oiMakalah
Konas V Perdossi, Bali
5. Keith, Marill, 2001, Central verigo, @ NEUROLOGY\ Neurotoksikologi dan
Vertigo\ eMedicine – Central Vertigo.htm
6. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia. 2012. Jakarta : EGC
7. Perdossi, 2000, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi, Jansen
Pharmaceiuticals
8. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university Press
9. Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi 6. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
10. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. 4th edition. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2005.
11. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care, BJMP.
12. Soepardi EA, Iskandar HN. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan
Tenggorok Kepala Leher.Edisi 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta : 2007.