Post on 30-Oct-2019
1
LAPORAN AKHIRPENELITIAN HIBAH BERSAING
EFEK SUBTITUSI RUMPUT DENGAN PELEPAH SAWIT YANGDIFERMENTASI DENGAN PROLINAS TERHADAP PRODUKSI
DAN KANDUNGAN KOLESTEROL SUSU SAPI PERAH PFH
Oleh :
Dr. Ir. Mardalena, MP NIDN 0019016303Ir. Suhessy Syarif, MP NIDN 0005125806Ir. Silvia Erina, MP NIDN 0009085807
Dibiayai oleh DIPA UNJA/DIPA DP2M dengan No. Kontrak37/UN21.6/PL/2015 Tanggal 03 Maret 2015 Sesuai dengan
Perjanjian Pelaksanaan Hibah Bersaing No: 103/UN21/PL/2015Tanggal 27 Maret 2015
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER, 2015
KODE/RUMPUN ILMU: 218/Produksidan Teknologi Pakan Ternak
1
LAPORAN AKHIRPENELITIAN HIBAH BERSAING
EFEK SUBTITUSI RUMPUT DENGAN PELEPAH SAWIT YANGDIFERMENTASI DENGAN PROLINAS TERHADAP PRODUKSI
DAN KANDUNGAN KOLESTEROL SUSU SAPI PERAH PFH
Oleh :
Dr. Ir. Mardalena, MP NIDN 0019016303Ir. Suhessy Syarif, MP NIDN 0005125806Ir. Silvia Erina, MP NIDN 0009085807
Dibiayai oleh DIPA UNJA/DIPA DP2M dengan No. Kontrak37/UN21.6/PL/2015 Tanggal 03 Maret 2015 Sesuai dengan
Perjanjian Pelaksanaan Hibah Bersaing No: 103/UN21/PL/2015Tanggal 27 Maret 2015
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER, 2015
KODE/RUMPUN ILMU: 218/Produksidan Teknologi Pakan Ternak
1
LAPORAN AKHIRPENELITIAN HIBAH BERSAING
EFEK SUBTITUSI RUMPUT DENGAN PELEPAH SAWIT YANGDIFERMENTASI DENGAN PROLINAS TERHADAP PRODUKSI
DAN KANDUNGAN KOLESTEROL SUSU SAPI PERAH PFH
Oleh :
Dr. Ir. Mardalena, MP NIDN 0019016303Ir. Suhessy Syarif, MP NIDN 0005125806Ir. Silvia Erina, MP NIDN 0009085807
Dibiayai oleh DIPA UNJA/DIPA DP2M dengan No. Kontrak37/UN21.6/PL/2015 Tanggal 03 Maret 2015 Sesuai dengan
Perjanjian Pelaksanaan Hibah Bersaing No: 103/UN21/PL/2015Tanggal 27 Maret 2015
FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER, 2015
KODE/RUMPUN ILMU: 218/Produksidan Teknologi Pakan Ternak
2
3
Efek Subtitusi Rumput dengan Pelepah Sawit Yang Difermentasi DenganProlinas Terhadap Produksi Dan Kandungan Kolesterol Susu Sapi Perah
PFH
Oleh : Mardalena, S. Syarif dan S. Erina
RINGKASAN
Pelepah sawit merupakan limbah perkebunan sawit yang dapat dimanfaatkansebagai pakan ternak terutama pada saat musim kemarau. Dalam satu hektar lahandidapatkan sekitar 20.000 kg pelepah segar pertahun. Namun pelepah sawit baru mampudimanfaatkan sebagai pengganti rumput sampai taraf 50% (Syarif, 2010). Untukmeningkatkan kecernaan dari pelepah sawit, dilakukan teknologi fermentasi denganprolinas.
Penelitian bertujuan untuk menskrining dan mengidentifikasi BAL kulit nenaspotensial sebagai kandidat probiotik (Prolinas) dan mengetahui efek pemberiannya padapelepah sawit yang difermentasi dengan prolinas terhadap ekolologi rumen, produksi dankualitas susu sapi perah.
Penelitian ini direncanakan dilakukan selama 2 tahun. Penelitian tahun 1 terdiridari 2 tahap. Tahap 1 bertujuan untuk menskrining dan mengidentifikasi BAL potensiallimbah nenas menjadi kandidat probiotik (prolinas) 16S rRNA dengan Polymerase ChainReaction (PCR). Penelitian Tahap 2 bertujuan untuk untuk mengetahui dosis pemberianprolinas dalam memfermentasi pelepah sawit dalam rumen sapi perah secara in-vitro.Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap denga 4 perlakuan dan 4 ulangan.Perlakuan yang diujikan terdiri dari perlakuan A: Pelepah sawit tanpa fermentasi, B:Pelepah sawit difermentasi dengan prolinas 2,5 %/, C: Pelepah sawit difermentasi denganprolinas 5 %, D: Pelepah sawit difermentasi dengan prolinas 7,5 %. Peubah yang diukuradalah kecernaan bahan kering (KcBK) dan bahan organik (KcBO), kadar N-NH3. pH,konsentrasi volatile fatty acid (VFA) total dan parsial, jumlah bakteri dan protozoa dalamrumen dan produksi gas dalam rumen.
Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa ditemukan isolat BAL potensial kulitnenas fermentasi (prolinas) stabil pada pH 4.37 dan 6 menggunakan metode pengkulturandidapatkan jumlah BAL pada pengenceran10-9 adalah 6,2 x 10 6 CFU/g dan dariserangkaian uji kandidat BAL didapatkan isolat BAL KNL yang mempunyai sifatprobiotik yaitu, mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri pathogen (salmonellatyphimurium, ATCC 14028; Escherichia coli ,ATCC 25922; Bacillus cereus danStaphylococcus aureus, ATCC 25923) dan tahan terhadap 0.3 dan 0.5% garam empedu.Dengan menggunakan sekuen 16S rDNA isolat BAL teridentifikasi sebagai Lactobacillusplantarum strain IMAU-4, Lactobacillus pentosus strain JCM, Lactobacilluspraplantarum strain FJ dan Lactobacillus praplantarum strain S-27. Hasil penelitiantahap 2 menunjukkan bahwa pelepah sawit yang difermentasi dengan prolinas dengankonsentrasi 7,5% menunjukkan hasil terbaik dalam meningkatkan kecernaan dankonsentrasi VFA total dalam rumen sapi perah.
Kata kunci: Pelepah sawit, prolinas, produksi susu, kolesterol.ii
4
DAFTAR ISIHalaman
HALAMAN PENGESAHAN .......................................... i
RINGKASAN.................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................... iii
PRAKATA........................................................................ iv
DAFTAR TABEL............................................................ v
DAFTAR GAMBAR....................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................ 1
1.1.Latar Belakang ........................................................... 1
1.2. Tujuan Khusus .......................................................... 2
1.3. Urgensi Penelitian .................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................................... 5
2.1. Potensi Pelepah kelapa Sawit..................................... 5
2.1. Probiotik.................................................................... 6
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN.... 8
BAB IV. METODE PENELITIAN.................................. 9
BAB V. HASIL YANG DICAPAI................................... 13
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................... 28
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 29
iii
5
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karuniaNyauntuk dapat menyelesaikan kegiatan penelitian Hibah Bersaing dengan judul “EfekSubtitusi Rumput dengan Pelepah Sawit Yang Difermentasi Dengan Prolinas TerhadapProduksi Dan Kandungan Kolesterol Susu Sapi Perah PFH”. Kegiatan Tahun 1 inibertujuan untuk mengetahui level konsentrasi Prolinas dalam meningkatkan kualitaspelepah sawit fermentasi secara in-vitro.
Pada kesempatan ini, tim pelaksana mengucapkan terima kasih kepada :1. Bapak Rektor Universitas Jambi2. Ketua LPPM Universitas Jambi3. DP2M-Dikti yang telah memberikan dana dala kegiatan ini.4. Kepala Laboratorium Terpadu Universitas Jambi
Semoga kegiatan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penggunainformasi dibidang peternakan khususnya dan ilmu penegtahuan umumnya.
Jambi, November 2015
Tim pelaksana
iv
6
DAFTAR TABEL
Halaman
1. TPC Pertumbuhan BAL Penelitian (CFU/g) Berdasarkan
Waktu Inkubasi Pada Suhu Kamar....................................... 14
2. Uji Ketahanan Isolat KNL Terhadap Garam Empedu.......... 18
3. Hasil pengukuran Uji Antagonis KNL Sebagai Anti
Mikroba Pada pH 4,37 dan 6................................................ 19
4. Hasil Analisis Sekuen Isolat KNL dengan menggunakan BLAST 22
5. Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering Pelepah Sawit Fermentasi (%) 23
6. Rataan Koefisien Cerna Bahan Organik Pelepah Sawit Fermentasi (%) 24
7. Kandungan Volatil Vatty Acid (VFA) Total Pelepah Sawit
Fermentasi (mM...................................................................................... 25
8. pH Pelepah Sawit Fermentasi Dalam Rumen sapi Perah 26
9. Nilai NH3 Pelepah Sawit Fermentasi Dalam Rumen sapi Perah 27
v
7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kulit Nenas Yang Digunakan .......................................... 13
2. Kultur Murni Isolat BAL KNL......................................... 14
3. Kurva Pertumbuhan BAL KNL....................................... 15
4. Tanpa Penambahan Garam Empedu (kontrol)................. 16
5. Penambahan Garam Empedu 0,3%................................. 16
6. Penambahan Garam Empedu 0,5%................................. 17
7. Gambar Isolat BAL KNL Berbentuk Batang.................. 21
8. Grafik Koefisien Cerna Bahan Kering Pelepah Sawit (%) 24
9. Grafik Konsentrasi VFA Total Pelepah Sawit Fermentasi 25
vi
8
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dua tahun terakhir produksi susu di Indonesia mengalami penurunan sebesar
400 ton per hari. Oleh sebab itu pengimporan susu sekitar 70 % berlangsung terus sampai
saat ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya terjadinya pemotongan sapi
perah oleh peternak untuk dijual dagingnya dan rendahnya produktifitas sapi perah
sehingga program pemerintah untuk swasembada susu segar nasional pada tahun 2025
sulit tercapai (Anonim, 2014). Rendahnya produktifitas terutama produksi susu disebabkan
oleh banyak faktor antara lain ketersediaan pakan tidak kontinu dan kualitasnya yang
rendah terutama pada musim kemarau.
Pakan ternak adalah persoalan mendasar yang perlu ditangani pemerintah. Selama
ini belum ada teknologi pakan yang disikapi secara serius. Mengandalkan rumput sebagai
pakan ternak sapi pada kondisi sekarang sudah tidak memungkinkan lagi. Ketersediaan
lahan yang semakin berkurang dan juga akibat pengaruh iklim menyebabkan kualitas
hijauan yang ada juga tidak stabil. Kualitas pakan yang stabil sangat berperan dalam
mempertahankan produktivitas sapi perah. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dicari pakan
in konvensional yang tersedia dalam jumlah cukup banyak sepanjang tahun. Salah satu
bahan pakan yang potensial untuk itu adalah pelepah sawit yang merupakan limbah dari
perkebunan kelapa sawit.
Pelepah sawit berdasarkan penelitian Mathius et al., (2005) satu hektar lahan
dengan 130 pohon kelapa sawit bisa didapat 20.020 kg pelepah segar/tahun atau 6400-
7500 pelepah pertahun. Satu pelepah sawit akan menghasilkan 3,3 kg daun sawit. Semua
limbah sawit mempunyai potensi nutrisi yang memungkinkan digunakan sebagai pakan
serat yaitu kandungan gizinya terdiri dari protein kasar (PK) 5- 7 %, serat kasar (SK) 40-
50% dan TDN 30-40 %. Hasil penelitian Syarif (2010) bahwa pelepah sawit dapat
mengganti rumput rumput lapang sampai taraf 50% karena mampu meningkatkan
kecernaan protein, NDF dan ADF dalam rumen sapi potong . Selanjutnya Darlis dan
Syarif (2011) mendapatkan bahwa kombinasi rumput dengan pelepah sawit memberikan
pertambahan bobot badan, efisiensi ransum yang lebih baik dibandingkan dengan
pemberian rumput saja. Penggunaan pelepah sawit tidak bisa sampai taraf 100% karena
limbah sawit sebagaimana limbah lainnya mengandung faktor pembatas kecernaan yaitu
kandungan lignin yang cukup tinggi. Lignin yang berikatan dengan selulosa menyebabkan
9
selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak sehingga memerlukan pengolahan terlebih
dahulu. Pengolahan pakan serat sudah banyak dilakukan diantaranya pengolahan secara
kimia melalui amoniasi dan pengolahan secara biologis melalui fermentasi. Kedua teknik
pengolahan ini terbukti mampu memperbaili kualitas pakan serat (Ningrat and Khasrad,
2010).
Pengolahan secara biologis menggunakan bakteri asam laktat (BAL) sebagai
probiotik memiliki peranan penting dalam kehidupan ternak dan manusia, baik melalui
keterlibatannya pada fermentasi makanan maupun kemampuannya tumbuh pada jalur
intestine. Melalui teknik fermentasi bakteri asam laktat terhadap pakan ternak, akan dapat
meningkatkan mutu pakan dan memiliki daya simpan yang cukup lama. Fermentasi BAL
dapat juga meningkatkan aroma pakan, sehingga menambah nafsu makan ternak. BAL
selain memiliki sifat antimikroba, beberapa spesies BAL memiliki enzim BSH (Bile Salt
Hidrolase) yaitu enzim yang berfungsi mendegredasi lemak jenuh menjadi lemak tak
jenuh, sehingga produk ternak yang dihasilkan akan rendah kolesterol (Urnemi. 2012).
Limbah nenas berupa kulitnya dapat berperan sebagai sumber antioksidan karena
mengandung vitamin C, flavonoid, saponin dan fenol sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
pakan suplemen untuk ternak karena mampu meningkatkan kualitas susu (Mardalena et al.
2011) dan pertambahan bobot badan (Mardalena, 2012) karena terjadinya peningkatan
kecernaan dan sumber energi dalam bentuk VFA dalam rumen kambing perah (Mardalena
et al. 2013). Selain sebagai sumber antioksidan, kulit nenas juga mengandung bakteri asam
laktat (BAL). Mardalena dan Afdal (2014) telah mengisolasi BAL yang terdapat pada
limbah nenas fermentasi. Didapatkan adanya bakteri asam laktat dengan mencirikan koloni
berwarna putih dan krem mengkilat, koloninya ada yang bulat dan bergerigi, morfologi sel
BALnya ada yang bulat dan berupa tongkat. Oleh karena itu, tahapan penelitian
selanjutnya yang akan diajukan adalah pada tahun I terdiri dari 2 tahap; 1. Identifikasi
molekuler Bakteri Asam Laktat (BAL) dari fermentasi limbah nenas sebagai suplemen
probiotik limbah nenas (Prolinas), 2. Uji in-vitro pelepah sawit yang difermentasi dengan
prolinas untuk melihat karakteristik rumen sapi perah. Tahun II: Penelitian in-vivo pada
sapi perah untuk mengevaluasi pemberian pakan hijauan berbasis pelepah sawit fermentasi
dengan prolinas dan melihat pengaruhnya terhadap kandungan kolesterol dan produksi
susu.
10
1.2. Urgensi Penelitian
Indonesia masih mengandalkan impor susu segar karena produksi dalam negeri tidak
mencukupi kebutuhan. Selama ini Indonesia mengimpor sekitar 70 persen susu segar
untuk menutup kebutuhan yang mencapai 7 – 8 juta ton per tahun. Untuk menggenjot
produksi susu segar di dalam negeri, tahun 2012, Kementerian Pertanian mengimpor 2.300
bibit sapi perah karena kebutuhan susu segar baru bisa terpenuhi dari dalam negeri
sebanyak 2,345 juta ton per tahun atau sekitar 30 persen. Sementara laju konsumsi susu
masyarakat selama lima tahun terakhir sudah mencapai 7,74 persen per tahun (BPS, 2012).
Rendahnya produksi susu secara nasional antara lain disebabkan terbatasnya
populasi sapi perah dalam negeri. Saat ini, populasi sapi perah baru mencapai 597 ribu
ekor. Tidak hanya itu, terbatasnya sentra sapi perah dan relatif rendahnya produktivitas
sapi perah membuat produksi susu segar tak memenuhi kebutuhan. Kebutuhan susu segar
akan semakin meningkat dikarenakan pertambahan penduduk, kesadaran akan gizi yang
semakin membaik maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun, jika
dibandingkan dengan tingkat konsumsi susu negara lain, Indonesia tergolong rendah.
Tingkat konsumsi susu di Indonesia hanya 11,09 liter per kapita per tahun. Pada 2013 dan
2014, populasi sapi perah lokal diharapkan naik menjadi 661,3 ribu ekor dan 697,5 ribu
ekor. Sedangkan produksi susu pada 2010 sebanyak 909,5 ribu ton, naik menjadi 1.104,1
ribu ton pada 2011, dan tahun ini diharapkan mencapai 1,208 ribu ton (Anonim, 2014).
Untuk mendukung program pemerintah dalam swasembada susu maka diperlukan
program-program terobosan dibidang pengembangan peternakan. Salah satu penyebab
rendahnya produksi susu di Indonesia adalah karena kurangnya daya dukung dan
kecukupan pakan yang berkualitas. Umumnya hijauan di daerah tropis kualitasnya rendah
dan ketersediaanya juga berfluktuasi. Mengandalkan hijauan berupa rumput sebagai pakan
utama ternak sapi sudah tidak memungkinkan lagi sekarang, karena peralihan fungsi lahan
dan pertambahan penduduk yang cukup pesat. Untuk itu perlu dicari sumber bahan pakan
pengganti hijuan yang potensial. Salah satunya adalah limbah perkebunan kelapa sawit
berupa pelepah dan daun sawit.
Limbah kelapa sawit cukup potensial dijadikan pakan alternatif pengganti rumput
karena produksinya cukup banyak. Sawit merupakan tanaman primadona di Indonesia saat
ini. Luas perkebunan sawit di Indonesia tahun 2011 sudah mencapai 8.9 juta hektar (
BPS, 2012). Sebagai pakan, limbah sawit (pelepah dan daun sawit) termasuk golongan
pakan serat bermutu rendah, dengan kandungan lignin yang tinggi dan palatabilitasnya
11
rendah sehingga penggunaan dalam jumlah besar masih terbatas. Peningkatan
fermentabilitas pakan berserat tinggi diupayakan dengan melakukan teknologi pengolahan
fermentasi dengan probiotik. Menurut Amin (2007) penggunaan probiotik dalam pakan
ternak ruminansia bertujuan untuk memanipulasi ekosistem rumen sehingga dapat
meningkatkan efisiensi fermentasi rumen dengan cara memaksimalkan degradasi serat
kasar, sintesis protein mikrobial dan meminimalkan produksi metan. Keuntungan
penggunaan probiotik dalam pakan adalah untuk meningkatkan utilisasi pakan,
menurunkan jumlah mikroba patogen, meningkatkan sistem kekebalan tubuh,
meningkatkan pertumbuhan. Ditambahkan Afdal dan Syarif, (2009), penggunaannya
pelepah dan daun sawit sampai 50% pengganti rumput tidak mampu mendukung laju
pertumbuhan ternak secara optimal.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan pakan serat berkualitas rendah yang
dikandung limbah sawit, perlu teknologi fermentasi dengan probiotik prolinas. Teknologi
fermentasi dipandang sebagai langkah yang strategis dalam meningkatkan kualitas ransum
karena probiotik dapat meningkatkan kualitas pakan, kecernaan dalasm rumen dan pakan
dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama lama.
12
BAB 2. STUDI PUSTAKA
2.1. Potensi Pelepah Sawit Sebagai Pakan
Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan primadona di Indonesia. Seperti
diketahui, kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditi yang mengalami
perkembangan yang terpesat. Pada era tahun 1980-an sampai dengan pertengahan tahun
1990-an, industri kelapa sawit berkembang sangat pesat. Pada periode tersebut, areal
meningkat dengan laju sekitar 11% per tahun. Sejalan dengan perluasan areal, produksi
juga meningkat dengan laju 9.4% per tahun. Konsumsi domestik dan ekspor juga
meningkat pesat dengan laju masing-masing 10% dan 13% per tahun. Pada awal tahun
2001–2004, luas areal kelapa sawit dan produksi masing-masing tumbuh dengan laju
3.97% dan 7.25% per tahun, sedangkan ekspor meningkat 13.05% per tahun (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2005). Sampai dengan tahun 2020, industri kelapa
sawit Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh, walau dengan laju pertumbuhan yang
lebih rendah apabila dibandingkan dengan periode sebelum tahun 2000. Sampai dengan
tahun 2010, produksi CPO diperkirakan akan meningkat antara 5%–6%, sedangkan untuk
periode 2010–2020, pertumbuhan produksi diperkirakan berkisar antara 2%–4% (Susila,
2004).
Pelepah sawit adalah merupakan limbah perkebunan kelapa sawit. Komposisi
kimia pelepah kelapa sawit terdiri dari (BK) 36.4 % protein kasar (PK) 5.8 %, serat kasar
(SK) 44,8 % dan TDN 30.5 %. dan penggunaannya oleh ternak ruminansia hanya sekitar
30 % penggunaan pelepah sawit pada tingkat lebih dari 30% dari total bahan kering
ransum bersama dengan lumpur dan bungkil inti sawit berdampak pada penurunan
performans sehingga tidak ekonomis (Dahlan et al., 2000, Azmi dan Gunawan, 2005).
Faktor serat kasar terutama lignin yang mencapai 26%, dari pelepah sawit kemungkinan
menjadi pembatas utama kecernaan (Van Soest, 1982). Sebaiknya sebelum digunakan
sebagai pakan ternak, pelepah sawit perlu diolah terlebih dahulu untuk menurunkan kadar
lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8 %
menjadi 12-15 % komposisi pemberian limbah sawit yang terbaik untuk peningkatan
performans ternak ruminansia adalah 20% tandan sawit + 40 % pelepah sawit + 30% daun
sawit + 10% serat sawit (Ningrat et al., 2012). Afdal dan Syarif (2009) menyimpulkan
bahwa pemberian pelepah sawit sampai taraf 50% belum mampu mendukung pertambahan
bobot badan sapi secara optimal.
13
Peningkatan fermentabilitas pakan berserat tinggi diupayakan dengan melakukan
beberapa teknologi pengolahan seperti pengolahan secara kimia (perlakuan alkali dan
amoniasi), perlakuan biologi (fermentasi dengan berbagai jenis mikroorganisme aerob atau
anaerob) dan perlakuan fisik (penggilingan, pembuatan pellet, dan steam). Metode-metode
tersebut sudah banyak dikaji dan telah memperlihatkan hasil yang cukup baik.
Disamping pengolahan secara kimia, pengolahan secara biologis melalui
fermentasi juga merupakan alternatif pengolahan yang bisa dilakukan untuk memperbaiki
kualitas pakan. Fermentasi biasanya dilakukan dengan bantuan mikroorganisme.
Fermentasi adalah proses pengolahan dengan bantuan mikroba yang mampu memecah
komponen komplek menjadi bentuk yang sederhana, misalnya selulosa dan hemiselulosa
menjadi glukosa. Fermentasi serat sawit dengan menggunakan Aspergilus niger dapat
meningkatkan konsumsi energi tercerna, retensi N dan jumlah isoacids, tetapi tidak
mempengaruhi pertambahan berat badan (Permana, 1995), dan kesulitan dalam bentuk
pengolahan dalam skala besar.
Dari uraian di atas terlihat bahwa upaya pengolahan baik secara fisik, kimia dan
biologi belum mampu meningkatkan penggunaan pakan serat sebagai pakan ternak.
Penerapan metode-metode tersebut secara komersial masih menghadapi banyak kendala
dan ada kemungkinan dapat diperbaiki melalui optimasi bioproses dalam rumen, dengan
menciptakan kondisi ekologi yang mendukung bioproses melalui penyediaan nutrien
prekursor pertumbuhan mikroba dalam jumlah yang cukup. Kecernaan pakan serat dalam
rumen pada dasarnya adalah kerja enzim pencerna serat yang diproduksi oleh mikroba
rumen. Untuk mencerna serat ternak ruminansia sepenuhnya tergantung kepada peranan
mikroba dalam rumen. Peningkatan konsentrasi enzim dalam rumen diharapkan dapat
meningkatkan laju kecernaan pakan. Teknik pengolahan harus segera dipadukan dengan
usaha meningkatkan fermentasi rumen.
2.2. Probiotik
Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang bila dikonsumsi dapat meningkatkan
kesehatan manusia ataupun ternak dengan cara menyeimbangkan mikroflora dalam saluran
pencernaan jika dikosumsi dalam jumlah yang cukup. Probiotik mempunyai kemampuan
untuk menurunkan kadar kolesterol (Purwati, 2011). Menurut Karpinska et al., (2001),
probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang menguntungkan dan
14
mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan mikroorganisme dalam
saluran pencernaan.
Pada pemberian pakan kualitas rendah seperti limbah pertanian, pemberian
pertumbuhan mikroba dengan nutrient penting untuk mengoptimalkan pertumbuhan
mikroba rumen sangat diperlukan. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa
memanipulasi ekosistem rumen untuk meningkatkan efisiensi produksi melalui
penambahan mikroba (direct feed microbial) mampu untuk meningkatkan kecernaan
selulosa dan memperbaiki performance ternak sedang gencar dilakukan.
Penambahan probiotik dalam ransum mampu merangsang pertumbuhan mikroba
dalam rumen dan meningkatkan kecernaan pakan pada ternak ruminansia (Giger-Reverdin
et al., 2004; ; Lesmeiter et al, 2004; Haddad, et al., 2005, Elseed et al, 2007).
Pemanfaatan probiotik lokal seperti S. cereviciae dan A. oryzae telah diteliti oleh Amin
(2007) dengan menambahkan dalam ransum berbahan utama 50% rumput gajah dan 50%
konsentrat dapat meningkatkan populasi mikroba rumen sebagai konsekuensinya dapat
meningkatkan peforman sapi perah dara. Rita (2001) mengkombinasikan suplemen
probiotik dengan tepung ikan dalam ransum memberikan hasil peningkatan pertumbuhan
ternak yang signifikan karena dapat mensuplai protein mikroba dan protein by pass untuk
meningkatkan status nutrisi ternak.
Pemberian pakan imbuhan ini pada sapi dapat meningkatkan produksi susu rata-
rata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7%. (Wina, 2000).
Pada ternak domba dilakukan pencampuran S. cerevisiae dengan bioplus di dalam ransum
untuk mendapatkan peningkatan bobot badan serta menurunkan konversi pakan
(Ratnaningsih, 2000) dan hasil yang diperoleh menunjukkan korelasi yang positif yaitu
dengan dosis 4 g/hari (1 g S. cerevisia ekivalen mengandung 14 x 1010 koloni)
menghasilkan konversi pakan sebesar 6 kg/kg pertambahan bobot badan.
Penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan probiotik untuk penurunan
kadar kolesterol adalah pada telur ayam dengan persentase penurunan 5% pemberian 3,2 x
106 CFU/g Bacillus subtilis (Mahdavi et al., 2005). Penurunan kolesterol pada kuning telur
ayam dengan pemberian Lactococcus plantarum asal blondo dalam ransum ayam petelur
menurunkan kadar kolesterol kuning telur pada pemberian 3 ml (3,9 x 108 CFU/g)
probiotik dengan persentase penurunan 53,6% (Purwati, 2011). Kemampuan BAL
menurunkan kadar kolesterol disebabkan karena kemampuannya menghasilkan enzim bile
salt hydrolase (BSH) (Loin, et al., 2005)
15
Roadmap Penelitian
FermentasidenganKandidatProbiotik(Prolinas)
PRO
DUK
Kulit Nenas SebagaiSumber Antioksidan(Mardalena et al,2011, 2013)
Evaluasi pelepahsawit sebagaipakan ternak sapi(Syarif, 2010;Darlis dan Syarif,2011)
Analisispemanfaatanpelepah sawit
Skrining dan IdentifikasiMolekuler BALPotensial Kulit NenasSebagai KandidatProbiotik dengan PCRPE
NEL
ITIA
N
Susu sapiperah rendahkolesterol
2009 - 2011 201620152011-2013
Potensi Kulit NenasSebagai KandidatProbiotik (Mardalena,Yurleni, 2014)
Pelepah sawitsebagaipenggantirumput
PEN
GEM
BAN
GAN
Pelepah sawit segarsebagai penggantirumput sampai taraf50%
PenelitianIn-Vivo
PenelitianIn-Vitro
TeknologiFermentasi
ProbiotikProlinas
PelepahsawitFermentasi
16
BAB. 3. TARGET DAN LUARAN
1. Ditemukan Bakteri Asam Laktat (BAL) potensial sebagai kandidat probiotik (memiliki
sifat antimikroba dan antifungi) dari hasil fermentasi kulit nenas..
2. Dapat diketahui spesies BAL potensial dengan 16S rRNA dengan Polymerase Chain
Reaction (PCR) sebagai probiotik dari hasil fermentasi kulit nenas (prolinas) untuk
kesehatan ternak.
3. Mendapatkan komposisi terbaik dari pelepah sawit fermentasi dengan prolinas sebagai
hijauan pakan sapi perah setelah dilakukan penelitian in –vitro.
4. Menciptakan formulasi ransum pakan untuk optimalisasi bioproses rumen yang tepat
dan memberikan manfaat yang tinggi dalam ransum ternak sapi perah.
5. Merekomendasikan ransum sapi perah berbasis pelepah sawit fermentasi dengan
prolinas yang memenuhi standar kebutuhan gizi ternak yang mampu menurunkan
kolesterol dan meningkatkan produksi susu kepada para pengguna/stake holder
(pemerintah, pengusaha dan peternak)
17
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini dirancang selama 2 (dua) tahap. Penelitian tahap pertama adalah
dentifikasi molekuler dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Jambi dan
Laboratorium PAU IPB (Institut Pertanian Bogor). Penelitian Tahap kedua adalah
penelitian in vitro dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor (IPB). Analisis proksimat sample pelepah sawit fermentasi dilakukan di
Laboratoriun Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Tahun Pertama
Penelitian terdiri dari 2 tahap :
Tahap 1. Identifikasi Isolat BAL Potensial Limbah Nenas 16S rRNA denganPolymerase Chain Reaction (PCR) Sebagai Probiotik Limbah Nenas(Prolinas)
Sebelum identifikasi BAL, terlebih dahulu dilakukan skrining BAL yang bertujuan
uji bakteri potensial antimikroba dan jamur untuk mendapatkan kandidat probiotik yang
akan digunakan sebagai stater. Identifikasi BAL di awali dengan isolasi genom
menggunakan metode Sambrook & Russel (2001). Genom yang di dapat dijadikan sebagai
template untuk reaksi PCR. PCR dilakukan dengan membuat larutan reaction mixture
dengan volume total sebesar 50 µl dibuat berdasarkan komposisi sebagai berikut 38 µl
ddH2O, 5 µl 10x PCR buffer, 1,5 µl 50 mM MgCl2, 1 µl 10 mM dNTP, 0,5 µl primer F1,
0,5 µl primer R1, 0,5 µl Taq Polimerase, dan 3 µl DNA template. Semua larutan reaction
mixture kemudian dimasukkan ke dalam mesin thermal cycler PCR. Mesin thermal cycler
PCR diatur berdasarkan suhu dan waktu yang telah dioptimasi dengan kondisi
predenaturasi 96oC selama 5 menit, denaturasi 96oC selama 1 menit, annealing 55oC
selama 1 menit, polimerisasi 72oC selama 3 menit, dan polimerisasi akhir 72oC selama 3
menit. Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Universitas Jambi.
18
Tahap 2. Pengaruh Pelepah Sawit Fermentasi Dengan Prolinas Terhadap FermentasiRumen.
Bahan dan Peralatan
Bahan yang dibutuhkan untuk uji KCBK dan KCBO antara lain larutan HgCl2,
kertas saring, dan aquadest. Bahan yang dibutuhkan untuk uji NH3 antara lain asam borat,
Na2CO3 jenuh, dan H2SO4 0,005N. Bahan yang digunakan untuk uji VFA antara lain
NaOH 0,5N, HCl 0,5N dan H2SO4 15%. Pengukuran produksi gas total diperlukan bahan
sebagai berikut, larutan mikro mineral (CaCl2.2H2O, MnCl2.4H2O, CoCl2.6H2O dan
FeCl3.6H2O), larutan buffer rumen (NH4HCO3 dan NaHCO3), larutan makro (NaHPO4,
KH2PO4 dan MgSO4.7H2O), larutan resazurin 0,1% dan larutan pereduksi (NaOH 1N
dan NaS.9H2O) dan cairan rumen sapi perah.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitik, eksikator,
syringe glass Hohenheim 100 ml, tabung gas CO2, termos, kain penyaring, waterbath,
cawan Conway, sentrifus, pompa vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, oven 105ºC,
tanur, gegep, sudip, magnetic stirrer, destilator, buret, kondensor, tabung fermentor, tutup
karet, pipet volumetik, bulp dan cawan porselen.
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan dosis prolinas terbaik dalam
memfermentasi pelepah sawit secara in-vitro (Metode Tilley and Terry, 1969) guna
meningkatkan proses fermentasi dalam rumen. Rumen yang digunakan adalah rumen sapi
perah yang didapatkan dari Rumah Potong Hewan (RPH). Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Nutrisis dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
Pelepah beserta daun sawit di chopper terlebih dahulu kemudian dilakukan fermentasi
dengan prolinas sesuai perlakuan. Penentuan dosis Prolinas mengacu pada Urnemi (2012)
Metode Penelitian
Percobaan disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan
dan 4 ulangan. Penelitian bertujuan untuk mengetahup konsentrasi probiotik untuk
memfermentasi pelepah sawit terbaik dalam uji in-viro dengan level konsentrasi prolinas
yang terdiri dari 4 perlakuan yaitu :
A1 : 0 %
A2 : 2,5 %
A3 : 5 %
A4 : 7,5 %
19
Peubah yang diukur:
1. Kecernaan Bahan kering (BK) dan Bahan Organik (BO)
2. Kadar N-NH3. dengan teknik Mikrodifusi Conway (General Laboratory
Procedure, 1966) .
3. pH dengan pHmeter
4. Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) total dan parsial (General Laboratory
Procedure, 1966).
5. Jumlah bakteri dan protozoa cairan rumen
Analisis Statistik
Data dianalisis dengan Anova satu arah dengan menggunakan program SAS
(2007). Perbedaan antar perlakuan diuji menggunakan uji lanjut Duncan Multiple Range
Test (DMRT)
20
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
Penelitian Tahap I. Identifikasi Molekuler’
Untuk bisa disebut suatu sampel kulit nenas sebagai kandidat probiotik, maka harus
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Fermentasi Kulit Nenas (Ananas comosus L. Merr)
Sebelum isolasi BAL kulit nenas dilakukan, terlebih dahulu dilakukan fermentasi
kulit nenas. Kulit nenas yang digunakan berasal dari nenas yang sudah matang yang telah
dikupas dan dibuang mahkota, pangkal buah dan isi dalam buah nenas (Gambar 1)
Gambar 1. Kulit Nenas Yang Digunakan
Kulit nenas dicincang atau diblender kemudian dimasukkan ke dalam botol/stoples
kemudian ditutup rapat (suasana an aerob) sehingga terjadi proses fermentasi. Sampel
disimpan selama 1 minggu pada suhu ruang. Selama proses fermentasi, terbentuk asam-
asam organik yang merupakan hasil hidrolisis senyawa kompleks seperti karbohidrat, asam
lemak dan juga hasil aktifitas pertumbuhan bakteri yang menghasilkan asam laktat, asam
asetat, etanol dan CO2 (Yulia et al, 2013). Selanjutnya dilakukan isolasi BAL kulit nenas
di laboratorium.
2 Isolasi Dan Pemurnian Koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) Kulit Nenas
Bakteri asam laktat (BAL) pada penelitian ini adalah dari hasil isolasi kulit nenas
(Ananas comosus L. Merr). Isolat BAL kemudian diremajakan dalam media MRS cair,
kemudian digoreskan pada media padat dalam anaerobik jar untuk memverifikasi
kemurniannya. Isolat yang telah diremajakan kemudian ditumbuhkan selama 24 jam pada
20
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
Penelitian Tahap I. Identifikasi Molekuler’
Untuk bisa disebut suatu sampel kulit nenas sebagai kandidat probiotik, maka harus
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Fermentasi Kulit Nenas (Ananas comosus L. Merr)
Sebelum isolasi BAL kulit nenas dilakukan, terlebih dahulu dilakukan fermentasi
kulit nenas. Kulit nenas yang digunakan berasal dari nenas yang sudah matang yang telah
dikupas dan dibuang mahkota, pangkal buah dan isi dalam buah nenas (Gambar 1)
Gambar 1. Kulit Nenas Yang Digunakan
Kulit nenas dicincang atau diblender kemudian dimasukkan ke dalam botol/stoples
kemudian ditutup rapat (suasana an aerob) sehingga terjadi proses fermentasi. Sampel
disimpan selama 1 minggu pada suhu ruang. Selama proses fermentasi, terbentuk asam-
asam organik yang merupakan hasil hidrolisis senyawa kompleks seperti karbohidrat, asam
lemak dan juga hasil aktifitas pertumbuhan bakteri yang menghasilkan asam laktat, asam
asetat, etanol dan CO2 (Yulia et al, 2013). Selanjutnya dilakukan isolasi BAL kulit nenas
di laboratorium.
2 Isolasi Dan Pemurnian Koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) Kulit Nenas
Bakteri asam laktat (BAL) pada penelitian ini adalah dari hasil isolasi kulit nenas
(Ananas comosus L. Merr). Isolat BAL kemudian diremajakan dalam media MRS cair,
kemudian digoreskan pada media padat dalam anaerobik jar untuk memverifikasi
kemurniannya. Isolat yang telah diremajakan kemudian ditumbuhkan selama 24 jam pada
20
BAB 5. HASIL YANG DICAPAI
Penelitian Tahap I. Identifikasi Molekuler’
Untuk bisa disebut suatu sampel kulit nenas sebagai kandidat probiotik, maka harus
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Fermentasi Kulit Nenas (Ananas comosus L. Merr)
Sebelum isolasi BAL kulit nenas dilakukan, terlebih dahulu dilakukan fermentasi
kulit nenas. Kulit nenas yang digunakan berasal dari nenas yang sudah matang yang telah
dikupas dan dibuang mahkota, pangkal buah dan isi dalam buah nenas (Gambar 1)
Gambar 1. Kulit Nenas Yang Digunakan
Kulit nenas dicincang atau diblender kemudian dimasukkan ke dalam botol/stoples
kemudian ditutup rapat (suasana an aerob) sehingga terjadi proses fermentasi. Sampel
disimpan selama 1 minggu pada suhu ruang. Selama proses fermentasi, terbentuk asam-
asam organik yang merupakan hasil hidrolisis senyawa kompleks seperti karbohidrat, asam
lemak dan juga hasil aktifitas pertumbuhan bakteri yang menghasilkan asam laktat, asam
asetat, etanol dan CO2 (Yulia et al, 2013). Selanjutnya dilakukan isolasi BAL kulit nenas
di laboratorium.
2 Isolasi Dan Pemurnian Koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) Kulit Nenas
Bakteri asam laktat (BAL) pada penelitian ini adalah dari hasil isolasi kulit nenas
(Ananas comosus L. Merr). Isolat BAL kemudian diremajakan dalam media MRS cair,
kemudian digoreskan pada media padat dalam anaerobik jar untuk memverifikasi
kemurniannya. Isolat yang telah diremajakan kemudian ditumbuhkan selama 24 jam pada
21
media MRS cair dalam anaerobik jar agar pertumbuhannya lebih baik dan diinkubasi pada
suhu ruang. Kultur siap untuk diuji.
Gambar 2. Kultur Murni Isolat BAL KNL
Bakteri BAL ditumbuhkan dalam media MRS agar miring selama 24 jam pada
suhu ruang . Sebanyak 1 lub bakteri diinokulasikan pada 50 ml media MRS cair dan
ditempatkan dalam anaerobik jar yang kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24
jam sebagai sub kultur. Setelah sub kultur berumur 24 jam kemudian dikulturkan ke media
MRS cair 10 % dengan cara memipet 10 ml subkultur kedalam 90 ml media MRS cair
yang baru , lalu di sebar umur 0 jam s/d 8 jam dengan interfal tiap 1 jam. Penyebaran
dilakukan dengan mengenceran serial sebanyak 100 ul di sebar kedalam media padat MRS
petri dan diinkubasi suhu ruang selama 48 jam. Pembuatan kurva tumbuh ini bertujuan
mengetahui fase logaritmik bakteri BAL yang merupakan fase untuk pengujian.
Tabel 1. TPC Pertumbuhan BAL Penelitian (CFU/g) Berdasarkan Waktu InkubasiPada Suhu Kamar
WaktuInkubasi
(jam)
Jumlah Bakteri (108)Pengujian 1 Pengujian 2 Rata-rata
0 3,8 4,0 3,91 4,6 5,2 4,92 5,8 5,8 5,83 7,4 7,5 7,44 15,2 16,0 15,65 20,7 20,0 20,46 101 103 1027 40 44 428 29 26 28
22
Tabel 1 menunjukan bahwa pertumbuhan BAL mencapai titik optimum pada
penyimpanan 6 jam kemudian terjadi penurunan secara drastis. Pada penyimpanan 6 jam,
rata-rata jumlah BAL yang didapat adalah 102 x 108 CFU/g. Hal ini menunjukkan bahwa
sampel yang berisi BAL KNL mampu dibiarkan pada suhu ruang selama 6 jam
penyimpanan kemudian sampel tersebut dapat disimpan pada suhu -5 ºC (refrigerator)
untuk menghidari kematian BAL secara bertahap setelah 6 jam penyimpanan.
Gambar 3. Kurva Pertumbuhan BAL KNL
Grafik pada 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan BAL KNL terdiri dari beberapa
fase aktifitas. Menurut Urnemi (2012) fase pertumbuhan BAL HB3.3 terdiri 4 fase yaitu
fase lag, fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase lag, bakteri akan
melakukan proses aklimatisasi terhadap kondisi lingkungan (pH, suhu, nutrisi dan
lainnya). Pada fase ini pertumbuhan bakteri berlangsung lambat. Pada fase kedua adalah
fase eksponensial yang merupakan fase dimana pertumbuhan bakteri berlansung sangat
cepat. Fase berikutnya adalah fase stasioner dimana pada fase ini tidak terjadi penambahan
jumlah sel bakteri karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Fase
terakhir adalah fase kematian.
Pada fase pertumbuhan BAL potensial KNL terdiri bdari 3 fase yaitu fase lag, fase
eksponensial dan fase kematian. Pada fase lag terjadi selama jam ke-0 sampai jam ke-3.
Fase eksponensial terjadi selama jam ke-4 sampai jam ke-6 dan fase kematian terjadi pada
jam ke-7 dan jam ke-8. Jika pengamatan dilakukan sampai pada jam ke-24 maka jumlah
bakteri yang mati akan semakin banyak akibat sumber energi semakin berkurang.
0
20
40
60
80
100
120
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Jum
lah
bakt
eri (
10^8
)
Jam Ke-
Kurva Tumbuh BAL
23
2. Uji Ketahanan BAL Terhadap Garam Empedu
Pengujian ketahanan terhadap garam empedu dilakukan menurut Lin et al. (2006).
Ketahanan terhadap garam empedu merupakan prasarat suatu isolat untuk dapat
membentuk koloni dan melakukan aktivitas metabolism pada inang (Havenaar et al, 1992).
Pengujian dilakukan menggunakan larutan Oxgall Bile pada konsentrasi 0.3 % dan 0.5 %.
Sebagai kontrol diuji BAL yang ditumbuhkan hanya pada media MRS. Ketahanan
terhadap garam empedu dihitung berdasarkan selisih unit log jumlah koloni bakteri yang
tumbuh pada kondisi kontrol dengan perlakuan adanya garam empedu. Semakin kecil
selisih semakin tahan galur yang diuji terhadap garam empedu. Perbedaan koloni pada
masing-masing konsentrasi dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Tanpa Penambahan Garam Empedu (kontrol)
24
Gambar 5. Penambahan Garam Empedu 0,3%
Gambar 6. Penambahan Garam Empedu 0,5%
25
Hasil rataan uji ketahanan hidup isolat KNL pada kondisi adanya garam empedu
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Ketahanan Isolat KNL Terhadap Garam Empedu
Kodeisolate
MRS MRS + 0.3% GE MRS + 0.5% GEInkubasi
0 JamInkubasi3 jam
Inkubasi0 Jam
Inkubasi3 jam
Inkubasi0 Jam
Inkubasi3 jam
KNL
10 -5 141 / 139 TBUD/TBUD 156 / 160 TBUD/TBUD 186 / 198 TBUD/TBUD
10 -6 14 / 16 65 /79 20/ 21 75/ 79 28 / 29 75/ 77
10 -7 0 / 0 7/ 9 1 / 1 4 / 8 3 / 4 7 / 10
TBUD : Tidak Bisa Untuk Dihitung
Hasil pengujian ketahanan isolat terhadap konsentrasi garam empedu (oxgall bile)
0,3% dan 0,5% (Gambar 5 dan 6) memperlihatkan adanya penghambatan pertumbuhan
isolat BAL KNL oleh garam empedu. Penurunan jumlah koloni kesepuluh isolat BAL
terhadap garam empedu berkisar antara 0,5 unit log/ml sampai dengan 1,6 unit log/ml.
Meskipun terjadi penghambatan garam empedu terhadap pertumbuhan BAL tetapi dari
hasil penelitian terlihat bahwa kesepuluh isolat BAL masih mampu bertahan dan tumbuh
dalam medium yang mengandung garam empedu sampai konsentrasi 0,3%, ditandai
dengan rata-rata penurunan jumlah koloni yang lebih kecil. Menurut Zavaglia et al.,
(1998), konsentrasi garam empedu 0,3% merupakan konsentrasi yang cukup tinggi untuk
menyeleksi galur yang resisten terhadap garam empedu, dan semua mikroba yang
berhasil hidup setelah ditumbuhkan dalam MRSA (deMan Rogosa Sharpe Agar) yang
ditambah 0,3% Oxgall, dinyatakan bersifat tahan terhadap garam empedu. Hal ini
mengindikasikan bahwa isolat BAL dari feses broiler ini berpotensi untuk dikembangkan
sebagai probiotik. Namun, dari kesepuluh isolat tersebut, isolat M1, M23 dan M26
memiliki ketahanan terhadap garam empedu 0,3%
3. Uji antagonis BAL dengan Salmonella, E. Coli, B. Cereus dan S. Aureus
BAL kulit nenas ditumbuhkan pada media MRS selama 24 jam pada subkultur.
Bakteri yang sudah tumbuh dikulturkan kembali kedalam 90 ml media MRS baru
sebanyak 10 ml dan disimpan dalam inkubator suhu ruang selama 6 jam. Uji antagonis
dilakukan pada media NA yang telah disebar bakteri patogen. Kedalam cawan tersebut
26
dibuat sumur dan diinokulasikan 100 mikroliter suspensi bakteri asam laktat . Cawan
kemudian diinkubasi pada 37 0C selama 24 jam.
Uji antagonis BAL bertujuan untuk melihat aktivitas antagonis BAL hasil isolasi
kulit nenas hasil fermentasi terhadap empat bakteri patogen sebagai indikator bakteri yaitu
salmonella typhimurium (ATCC 14028), Escherichia coli (ATCC 25922), Bacillus cereus
dan Staphylococcus aureus (ATCC 25923) berupa zona hambat. Daya hambat suatu
senyawa anti bakteri dapat diketahui dengan melakukan uji antagonis menggunakan difusi
sumur agar. Metode ini sering digunakan untuk penentuan jenis senyawa anti bakteri yang
dihasilkan. Aktivitas hambatan terhadap pertumbuhan bakteri patogen yang diujikan
tampak sebagai zona bening disekeliling sumur agar. Hasil pengukuran uji antagonis
BALpotensial sebagai antimikroba ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel. 3. Hasil pengukuran Uji Antagonis KNL Sebagai Anti Mikroba Pada pH 4,37 dan 6
Jenis Bakteri Patogen
Diameter Zona Hambat (cm)
pH 4,37 pH 6
Lingkaran
Sumur
Lingkaran
Zona Bening
Lingk.
Sumur
Lingkaran
Zona Bening
P1 P2 P1 P2 P1 P2 P1 P2
Bacillus Cereus 0,75 0,75 1,45 1,45 0,75 0,75 1,3 1,35
Esceria coli 0,75 0,75 1,45 1,45 0,75 0,75 1,3 1,3
Staphylococcus aureus 0,75 0,75 1,45 1,45 0,75 0,75 1,3 1,3
S almonella typhimurium 0,75 0,75 1,25 1,25 0,75 1,15 1.15 1,15
Dalam memilih isolat BAL yang akan digunakan sebagai agensia probiotik adalah
dengan melihat kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen enterik
yang menjadi penghuni saluran pencernaan. Harimurti, et al. (2007) menggunakan
Escherichia coli (gram negatif) sebagai indikator bakteri enterik. Sementara itu Sari (2012)
menggunakan bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) sebagai bakteri uji.
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus digunakan sebagai bakteri uji dalam
penelitian ini berdasarkan perbedaan gramnya. Sebagaimana diketahui, bakteri gram
negatif dan bakteri gram positif memiliki komponen dinding sel yang berbeda, sehingga
dalam proses penghambatan pertumbuhannyapun berbeda. Surono (2004) menjelaskan
27
bahwa beberapa jenis bakteri asam laktat menghasilkan bakteriosin, suatu peptida yang
bersifat antibakteri, toksin yang berupa protein yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
Isolate KNL hasil penelitian menunjukkan diameter zona hambat yang tinggi yaitu
mencapai 1.15 – 1.45 cm. Diameter zona hambat hasil penelitian ini jauh lebih tinggi
dibandingkan hsil penelitian Yurleni et al (2014) yaitu 1 – 1, 3 cm pada isolat BAL hasil
fermentasi durian (DFY1) dan Urnemi et al (2012) pada isolate BAL asal fermentasi kakao
varietas Trinitario/hibrida yang berkisar 27.00–32.50 mm. Isolate KNL merupakan BAL
paling potensial pada uji antimikrobial karena memiliki zona hambat yang tinggi baik pada
pH 4,37 mau pada pH 6. Hasil uji daya hambat pada penelitian ini sesuai dengan Surono
(2004) yang menyatakan bahwa kebanyakan bakteriosin yang dihasilkan oleh probiotik
bersifat bakterisidal yaitu membunuh bakteri dan bukan hanya menghambat, sebagai
akibat dari hilangnya kemampuan potensi membran. Bakteri asam laktat digunakan
sebagai probiotik untuk meningkatkan mikrobiota normal usus inangnya karena
kemampuannya menghasilkan berbagai zat antimikroba termasuk asam laktat, alkohol,
karbondioksida, diasetil, hydrogen peroksida, bekteriosin dan metabolit lainnya (( Gaggia
et al. 2010). Nouri et al. (2010) dan Heravi et al. (2011), menyatakan bahwa Isolat-isolat
BAL menunjukkankemampuan untuk menghambat pertumbuhan patogen kemungkinan
melalui kompetisi sel dalam mendapatkan tempat dan makanan, penurunan pH
lingkungandan produksi asam organik atau bakteriosin. Asam organik yang dihasilkan
oleh BAL seperti asam laktat dan asam asetat menghambat pertumbuhan bakteripatogen
karena kemampuan asam dalam bentuk tidak terdisosiasi menembusmembran sitoplasma,
sehingga menghasilkan pH intraseluler yang rendah danmengganggu proton motif force
transmembran (Alakomi et al. 2000).
4. Identifikasi Morfologi Koloni BAL Secara Mikrobiologi Dengan Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram akan membagi bakteri menjadi dua kelompok yaitu Gram positif
dan Gram negatif, karena lapisan dinding sel bakterinya yang berbeda. Identifikasi isolat
BAL dari kulit nenas fermentasi dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Secara
makroskopis pengamatan meliputi uji katalase, bentuk koloni dan warna koloni, sedangkan
secara mikroskopis berupa pewarnaan gram untuk mengamati bentuk sel bakteri (Gambar
7).
28
Gambar 7. Gambar Isolat BAL KNL Berbentuk Batang
Hasil identifikasi morfologi isolat BAL KNL berbentuk batang, Gram positit (+)
dan reaksi uji katalase negatif (-) dan sel berwarna ungu tua. Hasil ini menunjukkan bahwa
isolat KNL merupakan kandidat potesial sebagai produk probiotik. Surono (2004),
menyatakan bahwa variasi karakteristik bakteri asam laktat normal terjadi, namun yang
mutlak adalah sifatnya sebagai bakteri gram positif. Karakteristik koloni dan pengujian
gram semuanya menunjukkan hasil positif, karena selnya berwarna ungu tua.
Menurut Hayakawa (1992), kelompok bakteri asam laktat yang berbentuk batang
(rod) termasuk juga kokobasili dan batang kurus, katalase negatif, tergolong Lactobacillus.
Sedangkan bakteri yang berbentuk bulat dengan susunan rantai panjang maupun pendek
termasuk kedalam genus Streptococcus (Fardiaz 1992). Uji katalase merupakan salah satu
uji untuk mengidentifikasi mikroba yang mampu menghasilkan enzim katalase yang
digunakan untuk memecah hydrogen peroksida yang terbentuk dari proses respirasi aerob
dan bersifat toksik terhadap bakteri, menjadi dihidrogen oksida (H2O) dan oksigen (O2)
yang tidak bersifat toksik lagi.
5. Identifikasi BAL Potensial Kulit Nenas Fermentasi 16S rRNA dengan PolymeraseChain Reaction (PCR).
Hasil uji PCR terhadap isolate BAL KNL fermentasi menunjukkan intensitas
fragmen yang dihasilkan tinggi dan layak digunakan untuk kegiatan sekuensing.
Identifikasi BAL dengan PCR sangat berpotensi digunakan untuk mengetahui jenis bakteri
asam laktat yang berperan pada fermentasi kulit nenas tersebut. Hasil amplifikasi gen 16S
29
rRNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) selanjutnya dibandingkan dengan
analisis BLAST sekuen DNA. Analisis BLAST dilakukan dengan tujuan membandingkan
data sekuen yang dimiliki dengan sekuen-sekuen dari berbagai penjuru dunia dari bakteri
yang didepositkan pada database atau gen bank sekuen publik. Analisis BLAST (Basic
Local Alignment Search) dilakukan secara online pada website NCBI
http://www.ncbi.nlm.nih.gov.
Hasil BLAST memperlihatkan bahwa isolat KNL memiliki nilai query coverage
yang sama sebesar 99% dengan berbagai strain Lactobacillus plantarum subsp seperti
terlihat pada Tabel 6. Lactobacillus plantarum termasuk Lactobacillaceae yang juga
merupakan salah satu Bakteri Asam Laktat.
Tabel 4. Hasil Analisis Sekuen Isolat KNL dengan menggunakan BLAST
Nomor Aksesi(AccesionNumber)
Hasil BLAST Max Score QueryCoverage
EValue
Max.Ident
FJ 749374.1 Lactobacillus plantarumIMAU-4
2352 99% 0.0 99%
LC 071808.1 Lactobacillus pentosusJCM-1558
2351 99% 0.0 99%
KP 889230.1 Lactobacillus plantarumFJ-005
2351 99% 0.0 99%
KT 327853.1 Lactobacillus plantarumS-27
2351 99% 0.0 99%
Dari sekian banyak mikroorganisme, Lactobacillus dan Bifidobacterium
merupakan mikroflora normal usus yang paling utama, merupakan mikroba yang paling
banyak berperan menjaga kesehatan fungsi saluran cerna, sehingga kedua genus ini paling
banyak digunakan dalam pengembangan produk probiotik. Lactobacillus dan
Bifidobacterium merupakan probiotik yang tahan terhadap asam lambung, cairan empedu,
mampu menempel pada dinding saluran cerna sehingga melindungi mukosa saluran cerna,
dan mampu menghasilkan zat yang berpotensi sebagai antimikroba. Kedua mikroba ini
sering juga disebut bakteri asam laktat (LAB – lactic acid bacteria) karena mampu
melakukan proses fermentasi membentuk asam laktat pada usus besar (Simadibrata, 2010).
30
Penelitian Tahap 2. Penelitian In-Vitro
1. Kecernaan Bahan Kering
Kecernaan bahan kering pada ruminansia menunjukkan tingginya zat makanan
yang dapat dicerna oleh mikroba dan enzim pencernaan pada rumen. Semakin tinggi
persentase kecernaan bahan kering suatu bahan pakan, menunjukkan bahwa semakin tinggi
pula kualitas bahan pakan tersebut. Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan
besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai
kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien
untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi, 2008).
Rataan nilai koefisien cerna bahan kering pelepah sawit yang difermentasi dengan
probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 5 Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit dengan prolinas nyata
(P<0.05) terhadap kecernaan bahan kering. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan
P1, P2 dan P3 nyata < 0,05 lebih tinggi dibanding kontrol (P0). Diantara semua perlakuan,
ternyata perlakuan P3 (dosis prolinas 7,5%) menghasilkan nilai koefisien cerna tertinggi
(Gambar 8) yaitu terjadi peningkatan sebesar 17,41% dibanding kontrol. Hal ini
disebabkan dosis probiotik mikroba Lactobacillus plantarum lebih banyak pada perlakuan
P3. Menurut Harjanto (2005) bahwa semakin banyak mikrobia yang terdapat dalam rumen
maka jumlah pakan tercerna akan semakin tinggi pula.
Tabel 5. Rataan Koefisien Cerna Bahan Kering Pelepah Sawit Fermentasi (%)
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 26,61 29,75 30,79 31,66
2 31,81 33,13 37,27 36,87
3 26,98 33,44 32,04 33,61
4 27,05 33,37 33,78 34,02
Rataan 28,11b 32,42a 33,47a 34,04a
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti oleh superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukan berbeda nyata (P<0,05)
Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa probiotik kuli nenas (prolinas)
mengandung probiotik mikroba Lactobacillus plantarum yang merupakan bakteri
selulolitik yang menghasilkan enzim selulase yang dapat meningkatkan populasi dan
aktifitas mikroba di rumen. Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya kecernaan pakan.
31
Gambar 8. Grafik Koefisien Cerna Bahan Kering Pelepah Sawit (%)
Menurut Arora (1989) pemberian pakan dengan probiotik menyebabkan mikroba dalam
probiotik dapat merombak ikatan lignin dan serat kasar (selulosa dan hemiselulosa)
didalam rumen. Lignin itu sendiri dapat mengurangi kecernaan melalui pembentukan
ikatan hidrogen dengan selulosa dan hemiselulosa yang membatasi aktivitas enzim
selulase untuk mencerna serat kasar.
2. Kebernaan Baham Organik
Rataan nilai koefisien cerna bahan organik pelepah sawit yang difermentasi dengan
probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit dengan prolinas tidak
berpengaruh (P>0.05) terhadap kecernaan bahan organik.
Tabel 6. Rataan Koefisien Cerna Bahan Organik Pelepah Sawit Fermentasi (%)
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 29,76 29,16 29,75 29,96
2 30,74 31,99 35,96 35,03
3 28,63 31,28 29,78 31,69
4 30,86 31,92 32,10 32,91
Rataan 29,90 30,93 31,90 32,40
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran nilai kecernaan bahan kering (Tabel
5) relatif sama dengan nilai kecernaan bahan organik. Hasil ini tidak sesuai dengan
05101520253035
P0 P1
KcBK
Pel
epah
Saw
it
Perlakuan Fermentasi dengan Prolinas
31
Gambar 8. Grafik Koefisien Cerna Bahan Kering Pelepah Sawit (%)
Menurut Arora (1989) pemberian pakan dengan probiotik menyebabkan mikroba dalam
probiotik dapat merombak ikatan lignin dan serat kasar (selulosa dan hemiselulosa)
didalam rumen. Lignin itu sendiri dapat mengurangi kecernaan melalui pembentukan
ikatan hidrogen dengan selulosa dan hemiselulosa yang membatasi aktivitas enzim
selulase untuk mencerna serat kasar.
2. Kebernaan Baham Organik
Rataan nilai koefisien cerna bahan organik pelepah sawit yang difermentasi dengan
probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit dengan prolinas tidak
berpengaruh (P>0.05) terhadap kecernaan bahan organik.
Tabel 6. Rataan Koefisien Cerna Bahan Organik Pelepah Sawit Fermentasi (%)
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 29,76 29,16 29,75 29,96
2 30,74 31,99 35,96 35,03
3 28,63 31,28 29,78 31,69
4 30,86 31,92 32,10 32,91
Rataan 29,90 30,93 31,90 32,40
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran nilai kecernaan bahan kering (Tabel
5) relatif sama dengan nilai kecernaan bahan organik. Hasil ini tidak sesuai dengan
P1 P2 P3
Perlakuan Fermentasi dengan Prolinas
KcBK
31
Gambar 8. Grafik Koefisien Cerna Bahan Kering Pelepah Sawit (%)
Menurut Arora (1989) pemberian pakan dengan probiotik menyebabkan mikroba dalam
probiotik dapat merombak ikatan lignin dan serat kasar (selulosa dan hemiselulosa)
didalam rumen. Lignin itu sendiri dapat mengurangi kecernaan melalui pembentukan
ikatan hidrogen dengan selulosa dan hemiselulosa yang membatasi aktivitas enzim
selulase untuk mencerna serat kasar.
2. Kebernaan Baham Organik
Rataan nilai koefisien cerna bahan organik pelepah sawit yang difermentasi dengan
probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit dengan prolinas tidak
berpengaruh (P>0.05) terhadap kecernaan bahan organik.
Tabel 6. Rataan Koefisien Cerna Bahan Organik Pelepah Sawit Fermentasi (%)
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 29,76 29,16 29,75 29,96
2 30,74 31,99 35,96 35,03
3 28,63 31,28 29,78 31,69
4 30,86 31,92 32,10 32,91
Rataan 29,90 30,93 31,90 32,40
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran nilai kecernaan bahan kering (Tabel
5) relatif sama dengan nilai kecernaan bahan organik. Hasil ini tidak sesuai dengan
32
pendapat Menurut Fathul dan Wajizah., (2010) nilai kecernaan bahan organik lebih tinggi
dibanding dengan nilai kecernaan bahan kering, hal ini disebabkan karena pada bahan
kering masih terdapat kandungan abu, sedangkan pada bahan organik tidak mengandung
abu, sehingga bahan tanpa kandungan abu relatif lebih mudah dicerna. Kandungan abu
memperlambat atau menghambat tercernanya bahan kering ransum. Peningkatan
kecernaan bahan organik dikarenakan kecernaan bahan kering juga meningkat. Adanya
peningkatan kandungan protein kasar akan menyebabkan meningkatnya aktivitas mikrobia
rumen, digesti terhadap bahan organik.
3. Volatil Vatty Acid (VFA) TotalAsam lemak mudah terbang atau volatile fatty acids (VFA) merupakan produk
utama fermentasi mikroba rumen. Produksi VFA mencerminkan fermentabilitas pakan dan
merupakan sumber energi utama bagi ternak. VFA merupakan produk akhir dari
fermentasi nutrien, khususnya protein dan karbohidrat (Van Houtert, 1993).
Tabel 7. Kandungan Volatil Vatty Acid (VFA) Total Pelepah Sawit Fermentasi (mM)
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 73,62 125,19 128,25 117,22
2 89,97 129,32 146,90 149,35
3 91,93 118,31 103,29 117,13
4 96,37 120,23 116,62 115,08
Rataan 87,97b 123,25a 123,77a 124,70a
Keterangan: Nilai rataan yang diikuti oleh superskrip yang berbeda pada baris yang samamenunjukan berbeda nyata (P<0,05)
Rataan nilai VFA pelepah sawit yang difermentasi dengan probiotik kulit nenas
(prolinas) dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh
perlakuan fermentasi pelepah sawit dengan prolinas nyata (P<0.05) terhadap VFA total.
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa perlakuan P1, P2 dan P3 nyata < 0,05 lebih tinggi
dibanding kontrol (P0). Diantara semua perlakuan, ternyata perlakuan P3 (dosis prolinas
7,5%) menghasilkan nilai VFA tertinggi (Gambar 9) yaitu terjadi peningkatan sebesar
29,45% dibanding kontrol.
Menurut Widiawati dan Thalib (2006), peningkatan jumlah VFA menunjukkan
mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen (karbohidrat dan
protein terlarut). Jika protein dalam pakan memiliki kelarutan yang tinggi, maka protein
33
tersebut akan mengalami fermentasi dalam rumen dan menghasilkan VFA dan amonia. Di
lain pihak, jika protein dalam pakan memiliki tingkat kelarutan rendah, maka protein
tersebut relatif tidak mengalami perubahan ketika melalui rumen (by pass), (Widiawati dan
Thalib,2008).
Gambar 9. Grafik Konsentrasi VFA Total Pelepah Sawit Fermentasi
4. pH
Derajat keasaman (pH) cairan rumen merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan berlangsungnya kegiatan bioproses di dalam rumen. Rataan nilai pH pelepah
sawit yang difermentasi dengan probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 8.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit
dengan prolinas tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap pH.
Tabel 8. pH Pelepah Sawit Fermentasi Dalam Rumen Sapi Perah
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 7,05 7,03 7,03 7,03
2 7,05 7,06 7,06 7,12
3 7,25 7,12 7,24 7,23
4 7,05 7,23 7,04 7,03
Rataan 7,10 7,11 7,09 7,10
100120140
VFA
Tota
l Pe
lepa
h Sa
wit
33
tersebut akan mengalami fermentasi dalam rumen dan menghasilkan VFA dan amonia. Di
lain pihak, jika protein dalam pakan memiliki tingkat kelarutan rendah, maka protein
tersebut relatif tidak mengalami perubahan ketika melalui rumen (by pass), (Widiawati dan
Thalib,2008).
Gambar 9. Grafik Konsentrasi VFA Total Pelepah Sawit Fermentasi
4. pH
Derajat keasaman (pH) cairan rumen merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan berlangsungnya kegiatan bioproses di dalam rumen. Rataan nilai pH pelepah
sawit yang difermentasi dengan probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 8.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit
dengan prolinas tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap pH.
Tabel 8. pH Pelepah Sawit Fermentasi Dalam Rumen Sapi Perah
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 7,05 7,03 7,03 7,03
2 7,05 7,06 7,06 7,12
3 7,25 7,12 7,24 7,23
4 7,05 7,23 7,04 7,03
Rataan 7,10 7,11 7,09 7,10
020406080100120140
P0 P1 P2 P3
Perlakuan Fermentasi dengan Prolinas
33
tersebut akan mengalami fermentasi dalam rumen dan menghasilkan VFA dan amonia. Di
lain pihak, jika protein dalam pakan memiliki tingkat kelarutan rendah, maka protein
tersebut relatif tidak mengalami perubahan ketika melalui rumen (by pass), (Widiawati dan
Thalib,2008).
Gambar 9. Grafik Konsentrasi VFA Total Pelepah Sawit Fermentasi
4. pH
Derajat keasaman (pH) cairan rumen merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan berlangsungnya kegiatan bioproses di dalam rumen. Rataan nilai pH pelepah
sawit yang difermentasi dengan probiotik kulit nenas (prolinas) dapat dilihat pada Tabel 8.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan fermentasi pelepah sawit
dengan prolinas tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap pH.
Tabel 8. pH Pelepah Sawit Fermentasi Dalam Rumen Sapi Perah
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 7,05 7,03 7,03 7,03
2 7,05 7,06 7,06 7,12
3 7,25 7,12 7,24 7,23
4 7,05 7,23 7,04 7,03
Rataan 7,10 7,11 7,09 7,10
34
Nilai pH rumen hasil penelitian ini rata-rata 7,1 diatas kisaran menurut Nagaraja
dan Titgemeyert (2007) yang melaporkan bahwa pH rumen umumnya lebih tinggi dari 5,5
dan sering dalam kisaran 5,8-6,5 pada sapi. Tingginya pH disebabkan pakan hanya berupa
pelepah sawit tanpa konsentrat. Calsamiglia et al. (2008) menjelaskan bahwa terjadinya
pH rumen rendah karena terbentuk asam asam lemak hasil fermentasi ransum yang kaya
konsentrat secara cepat.
5. NH3
Rataan nilai NH3 pelepah sawit yang difermentasi dengan probiotik kulit nenas
(prolinas) dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengaruh
perlakuan fermentasi pelepah sawit dengan prolinas tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap
kadar NH3.
Tabel 9. Nilai NH3 Pelepah Sawit Fermentasi Dalam Rumen Sapi Perah
UlanganPerlakuan
P0 P1 P2 P3
1 8,55 8,66 11,93 10,56
2 20,86 22,22 18,91 20,83
3 10,42 10,73 11,27 19,11
4 17,14 17,76 17,40 20,56
Rataan 14,64 14,84 14,88 17,76
Prihandono (2001) menyatakan bahwa konsentrasi amonia mencerminkan jumlah
protein ransum yang banyak di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh
kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi protein ransum. Menurut Sutardi (2003)
konsentrasi N-NH3 optimal untuk kebutuhan mikroba berkisar antara 4.08 – 8.09 mM.
Amonia (NH3) merupakan produk utama hasil fermentasi protein pakan di dalam rumen
oleh mikroba rumen, dimana semakin tinggi konsentrasi NH3 semakin tinggi protein
pakan mengalami fermentasi di dalam rumen. Konsentrasi amonia dalam rumen ikut
menentukan efisiensi sintesa protein mikroba yang akhirnya mempengaruhi hasil
fermentasi bahan organik pakan berupa asam lemak mudah terbang (VFA) yang
merupakan sumber energy utama bagi ternak (Haryanto, 2004).
35
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Hasil identifikasi molekuler menunjukkan kulit nenas fermentasi menhasilkan BAL
potensial yang terdiri dari Lactobacillus plantarum strain IMAU-4, Lactobacillus
pentosus strain JCM, Lactobacillus praplantarum strain FJ dan Lactobacillus
praplantarum strain S-27 dan layak disebut sebagai probiotik kulit nenas (prolinas)
karena mempunyai aktivitas antimikroba terhadap bakteri pathogen (salmonella
typhimurium, ATCC 14028; Escherichia coli ,ATCC 25922; Bacillus cereus dan
Staphylococcus aureus, ATCC 25923) dan tahan terhadap 0.3 dan 0.5% garam
empedu.
2. Hasil penelitian in vitro menunjukan bahwa prolinas dengan dosis 7,5% mampu
meningkatkan kecernaan dan VFA total.
Saran
Dilakukan penelitian lanjutan dalam bentuk aplikasi ke ternak sapi perah.
36
DAFTAR PUSTAKA
Afdal dan S. Syarif. . 2009. Pengaruh Penggantian Rumput dengan Pelepah SawitDitinjau Dari Segi Kecernaan dan Fermentabilitas Seca In – Vitro. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 12 (1): 56 – 63.
Amin, M. 2007. Pengaruh penggunaan probiotik Sacharomyces cereciviae danAspergillus niger dalam ransum pada populasi mikroba, aktivitas fermentasirumen, kecernaan dan pertumbuhan sapi perah dara. Program Pascasarjana. IPB,Bogor.
Azmi dan Gunawan. 2005. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit dan solid untuk pakan sapipotong . Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.
Arora, S.P. 1989 . Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia Srigondo, B (ed). Yogyakarta:Gajah Mada University Press.
(BPS). Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik of Year Book Indonesia. Badan PusatStatistik Jakarta.
Calsamiglia, S., P.W. Cardoso, A. Ferret and A. Bach. 2008. Changes in rumen microbialfermentation are due to a combined effect of type of diet and pH. J. Anim. Sci. 86:702-711.
Dahlan, I., M. Islam and M.A. Rajion. (2000). Nutrient Intake and Digestibility of Fresh,Ensiled and Pelleted Oil Palm (Elaeis guineensis) Frond by Goats. AsianAustralasian Journal of Animal Science. 13:140.
Darlis dan S. Suhessy. .2011. Pengaruh Penggunaan Pelepah Sawit Terhadap PertumbuhanSapi Bali. Prosiding Seminar Nasional Vol.3. Fakultas Pertanian UniversitasSriwijaya.
Elseed, F., A.M.A, Rania, M.A. Abusamra. 2007. Effects of Supplemental Yeast(Saccharomyces cerevisiae) Culture on NDF Digestibility and Rumen Fermentationof Forage Sorghum Hay in Nubian Goat’s Kids. Res. J. Agric. & Biol. Sci., 3(3):133-137.
Erwanto. 1995. Optimalisasi fermentasi rumen melalui suplementasi , defaunasi, reduksiemisi metan dan stimulasi pertumbuhan mikroba pada ternak ruminansia. DisertasiPascasarjana. IPB.
Fathul, F., & S. Wajizah. 2010. Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam ransumterhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in vitro. JITV. 15(1): 9-15.
Giger-Reverdin, S., D. Sauvant, J. Tessier, G.Bertin, P. and Morand-Fehr, 2004. Effect oflive yeast culture supplementation on rumen fermentation in lactating dairy goats.S. Afri. J. Anim. Sci., 34: 89-91.
Haddad, S.G., S.N. Goussous, 2005. Effect of yeast culture supplementation on nutrientintake, digestibility and growth performance of Awassi lambs. Anim. Feed Sci.Technol., 118: 343-348.
37
Harjanto, K. 2005. Pengaruh Penambahan Probiotik Bio H+ Terhadap Kecernaan BahanKering dan Bahan Organik Ransum Sapi PFH Jantan. (tidak dipublikasi). FakultasPertanian UNS. Surakarta
Haryanto, B. Supriyati, & S.N. Jarmani. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bioprosesuntuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba. : Pros.SeminarNasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4-5 Agustus 2004.Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 298-304
Karspinska, E., B . Blaszcak, G . Kosowska, A . Degrski, M. Binek and W .B. Borzemska.2001 . Growth of the intestinal anaerobes in the newly hatched chicks according tothe feeding and providing with normal gut flora. Bull . Vet. Pulawy.45 : 105-109.
Lesmeister, K.E. A.J. Heinrichs, and M.T. Gabler, 2004. Effects of supplemental yeast(Saccharomyces cerevisiae) culture on rumen development, growth characteristics,and blood parameters in neonatal dairy calves. J. Dairy Sci., 87: 1832-1839.
Mahdavi, A.H., H.R. Rahmani and J. Pourezza. 2005. Effect of probiotic supplements onegg quality and laying henn’s performance. International Journal of PoultryScience. 4 (7): 488-492.
Mardalena, L. Warly, E. Nurdin, R.W.R. Ningrat and Farizal. 2011. Milk Quality of DairyGoat after Giving Feed Supplement as Antioxidant Source. J. Ind. Trop. AnimalAgric. 36 (3): 205-211.
Mardalena. 2012. Evalusi Pakan Suplemen Sebagai Sumber Antioksidan dan PengaruhnyaTerhadap Respon Fisiologis dan Produktifitas Kambing Perah Peranakan Etawah.Disertasi Unand.
Mardalena, L. Warly, E. Nurdin, R.W.R. Ningrat and S. Novianti. 2013. Feed SupplementEvaluation of Pineapple Rind and Micro Mineral as Antioxidant Source to RumenFermentation of Etawah Dairy Goats. Proceedings of The 4th InternationalConference on Sustainable Animal Agriculture for Developing Countries. 27 –31 July 2013. Lanzhou, China.
Mardalena dan Yurleni. 2014. Isolasi bakteri asam laktat (BAL) limbah nenas danpotensinya sebagai probiotik pada sapi perah. Program HI-Link. Belum Publikasi.
Nagaraja, T.G. and E.C. Titgemeyert. 2007. Ruminal acidosis in beef cattle: the currentmicrobiological and nutritional outlook. J. Dairy. Sci. 90: 17-38.
Nagaraja, T.G. and E.C. Titgemeyert. 2007. Ruminal acidosis in beef cattle: the currentmicrobiological and nutritional outlook. J. Dairy. Sci. 90: 17-38.
Ningrat, RWS and Khasrad, 2010. Improving carcass quality of indigenous cattle of WestSumatera fed local feed resources. Pakistan Journal of Nutrition. 9(8): 822-826.
38
Ningrat, RWS, M. Zain, I. Ryanto dan M.Arief. 2012. Pemanfaatan Limbah Sawit DalamRansum Ternak Ruminansia Untuk Mendukung Percepatan Pencapaian ProgramSwasembada Daging Sapi . Penelitian MP3EI. Belum Publikasi.
Ogimoto, K and S. Imai. 1981. Atlas of Rumen Microbiology. Japan Scientific. SocietiesPress. Tokyo Japan. pp : 122-186.
Permana, I. G. 1995. The evaluation of nutritive value of palm press fiber throughinnoculation with P. ostreatus as ruminant feed. Thesis. Cottingen.
Prihardono, R. 2001. Pengaruh Suplementasi Probiotik Bioplus, Lisinat Zn dan MinyakMan Lemuru Terhadap Tingkat Penggunaan Pakan dan Produk Fermentasi RumenDomba. (tidak dipublikasi). Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, FakultasPetemakan Institut Pertanian Bogor
Purwati, E. 2011. Effects of probiotics in Lactobacillus plantarum origin blondo on thequality cholesterol egg of layer chicken. Telah diseminarkan pada InternationalSeminar Faculty of Animal Husbandry, Universitas Padjadjaran, JatinangorCampus.
Ratnaningsih, A. 2000. Pengaruh pemberian Probiotik S.cerevisiae dan bioplus padsransum ternak dombaterhadap konsumsi bahan kering, kecernaan dankonversiransum (in vivo). Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran. Bandung.
Rita, 2001. Pengaruh suplementasi probiotik bakteri asam laktat, tepung ikan, minyakikan lemuru dan seng sulfat dalam ransum sapi Holstein jantan. Skripsi FakultasPeternakan. IPB.
SAS. 2007. SAS/STAT User’s Guide (Release 9.1.3 Ed.). SAS Institute IncorporationCary. North Carolina.
SHM. 2000. Prosedur Reagensia Kimia Klinik. PT Segara Husada Mandiri , Jakarta.Simadibrata, M. 2010. Probiotik-Peranannya dalam Dunia Medis. UniversitasIndonesia. Jakarta.
Susila, W. R. 2004. ‘Impacts of CPO-export tax on several aspects of Indonesian CPOindustty’, Oil Palm Industry Economic Journal, 4(2), 1-13, Malaysian Palm OilBoard.
Syarif., S. 2010. Kecernaan In Vitro Ransum Yang Mengandung Pelepah Sawit(Digestibility Value of Diet Wich Included Palm of Frond/POF). Jurnal Embrio 2(3) : 41 – 48.
Sutardi, T. 2003. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia Melalui Amoniasi Pakan SeratBermutu Rendah, Defaunasi Dan Suplementasi Sumber Protein Bahan DegradasiDalam Rumen. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor,Bogor.
39
Tilley, J. M. , and R. A. Terry. 1969. A two stage technique for in vitro digestion offorage crops.J. Br. Grassland Society 18 (2): 104 – 111.
Urnemi. 2012. Isolasi, penentuan antimikrobial dan karakterisasi molekuler bakteri asamlaktat dari fermnetasi biji kakao (Theobroma cacao Lin) asal Sumatera Barat danaplikasinya untuk menunjang kesehatan masyarakat. Disertasi Universitas AndalasPadang.
Van Houtert, M.J.F. 1993. The production and metabolism of volatile fatty acids byruminants fed roughages. Animal Feed Science Technology. Vol. 43:189.
Van Soest, P.J. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant. O and B Books, Corvallis,Oregon.
Widiawati, Y. dan A. Thalib. 2007. Comparison fermentation kinetics (in vitro) of grassand shrub legume leaves: The pattern of VFA concentration, estimated CH4 andmicrobial biomass production. JITV 12(2): 96-104.
Wina, E. 2000. Pemanfaatan ragi (yeast) sebagai pakan imbuhan untuk meningkatkanproduktivitas ternakruminansia. Wartazoa 9(2) : 50-56.
Yusmadi. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasissampah organik primer pada kambing PE. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor.
Zavaglia, A. G., G. Kociubinski., P. Perez, and G. De Antoni. 1998. Isolation andcharacterization of Bifidobacterium strains for probiotic formulation. J. FoodProtect., 61(7):865-873.
40
Calsamiglia, S., P.W. Cardoso, A. Ferret and A. Bach. 2008. Changes in rumen microbialfermentation are due to a combined effect of type of diet and pH. J. Anim. Sci. 86: 702-711.